pentingnya tumbuhan dalam lingkungan permukiman_laras
DESCRIPTION
tugas pa parfiTRANSCRIPT
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
Pentingnya Tumbuhan dalam Lingkungan Permukiman
Manusia sudah selayaknya hidup berdampingan dengan alam. Artinya, manusia harus bersikap
baik pada tumbuhan dan hewan. Tumbuhan yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan memiliki banyak
manfaat bagi kehidupan manusia, baik secara fisik maupun nonfisik. Sehingga keberadaannya di
lingkungan tempat tinggal manusia atau permukiman perlu dijaga. Tumbuhan yang dimaksud dapat
berupa hanya sebatang pohon di pekarangan rumah maupun sekumpulan pohon dalam suatu cakupan
yang lebih luas seperti kota yang disebut ruang terbuka hijau berupa taman-taman kota.
Disebutkan oleh Andjelicus (2008) bahwa terdapat dua fungsi vegetasi pada ruang terbuka hijau
kota yang berkaitan dengan pengaturan iklim dan hidrologi kota, yaitu:
Fungsi Hidrologis; fungsi hidrologis vegetasi pada ruang terbuka hijau berkaitan dengan
perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air. Fungsi ini dapat diwujudkan dengan tidak
membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman penutup sehingga dapat meningkatkan infiltrasi air ke
dalam tanah melalui mekanisme perakaran dan daya serap dari pohon (Andjelicus, 2008). Hal
tersebut dapat mereduksi potensi banjir dan longsor yang kemungkinan terjadi di kawasan perkotaan.
Fungsi Klimatologis; vegetasi pada ruang terbuka hijau sangat berpengaruh dalam menciptakan
iklim mikro sebagai efek dari proses fotosistesis dan respirasi tanaman (Andjelicus, 2008). Suhu
yang berada di bawah pohon teduh dapat lebih rendah 2oC – 4oC dibanding suhu disekitarnya
(Purnomohadi, 1995). Menurut Wonorahardjo (2007), pepohonan memiliki mekanisme dalam
pengendalian lingkungan termal yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a. pohon berpengaruh positif terhadap temperatur udara berdasarkan mekanisme pembayangan
(canopy effect), dimana pohon memayungi daerah di bawahnya dari sinar matahari langsung
sehingga tidak menjadi panas dan berpengaruh pada udara.
b. pohon berpengaruh positif terhadap proses pendinginan (penurunan temperatur udara sore hari)
berdasarkan mekanisme evapotranspiration, di mana pelepasan air dari permukaan daun pada
sore hari mendinginkan permukaan daun dan mempengaruhi temperatur udara di sekitarnya,
c. pohon berpengaruh negatif terhadap proses pemanasan (naiknya temperatur udara pagi hari)
berdasarkan mekanisme ‘selimut’ di mana kanopi menghalangi pertukaran panas dengan daerah
skitarnya sehingga lingkungan di bawahnya cepat menjadi panas. Efek dari laju naik temperatur
udara tidak terlalu berpengaruh pada temperatur udara rata-rata.
Mengingat negara Indonesia ialah negara tropis, maka penanaman pohon perlu dilakukan dengan
lebih sering pada lingkungan permukiman. Selain itu, untuk mengantisipasi suhu udara yang relatif tinggi,
kota tropis perlu dirancang sedemikian rupa di mana radiasi langsung terhadap permukaan keras
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
(bangunan, aspal jalan atau parkir, beton atau perkerasan pada ruang terbuka) harus dihindari semaksimal
mungkin. Dengan kata lain, setiap perkerasan perlu dilindungi oleh pohon atau vegetasi. Vegetasi
menyerap panas dalam jumlah yang sangat besar, sementara memantulkan kembali panas tersebut dalam
jumlah yang sangat kecil. sehingga kawasan yang sebagian besar tertutup oleh tumbuhan (misalnya di
kawasan perdesaan), memiliki suhu udara yang relatif rendah dibanding kawasan yang terbuka dan
diperkeras (misalnya pusat-pusat kota). Konsep ‘fisik’ kota yang padat bangunan padat perkerasan aspal,
beton dan lainnya, perlu diubah dengan konsep yang mengarah pada fisik ‘desa’ atau kawasan rural,
dimana vegetasi (sebagai elemen ‘penghilang’ panas) masih dominan.
Kemampuan pohon dalam menyerap panas dapat dipahami dengan penjelasan sebagai berikut.
Dalam proses fotosintesis, sebagian radiasi matahari yang jatuh ke bumi digunakan oleh tumbuhan untuk
menggabungkan karbondioksida (CO2) dengan air guna menghasilkan jaringan karbon (C6H12O6) serta
oksigen (O2). Dalam proses fotosintesis tersebut, secara langsung tumbuhan bergungsi menyerap sebagian
panas matahari yang jatuh ke permukaan bumi. Artinya tumbuhan akan menurunkan suhu udara di
sekitarnya. Di sisi lain, dalam proses fotosintesis tersebut, diserap pula sejumlah gas CO2, yang berarti
tumbuhan akan mereduksi sejumlah CO2 sebagai polutan udara kota. Dengan fungsinya yang demikian,
diharapkan tumbuhan dalam konteks ruang terbuka hijau atau taman kota memiliki fungsi yang penting
bagi sebuah kota, lingkungan permukiman, untuk menyehatkan warga kota dengan udara kota yang lebih
bersih disamping fungsi estetikanya.
Peneliti Norwegia memperlihatkan, dalam satu musim pertumbuhan, pohon dengan diameter 14
meter dengan luas permukaan daun sekitar 1.600 m2 menyerap sejumlah CO2 dan SO2 di udara untuk
menghasilkan sejumlah O2 yang cukup bagi keperluan bernapas satu orang dalam satu tahun. Pohon yang
sama akan memfilter satu ton debu per tahun, mengurangi kotornya udara kota.
Perhitungan lain menyebutkan bahwa pada kasus lain, dengan perkiraan sebuah mobil menempuh
perjalanan rata-rata 1600 km per tahun sehingga diperlukan 200 batang pohon untuk menyerap CO 2 yang
diemisikan oleh setiap mobil, maka kota baru hemat energy Milton Keynes, 65 km utara London,
ditanami sejuta pohon untuk mengantisipasi CO2 yang dihembuskan oleh 5 ribu kendaraan bermotor di
kota itu.
Penelitian Nanny Kusminingrum dari Puslitbang PU memperlihatkan bahwa berbagai jenis
tumbuhan yang ditanam pada jalur hijau dan taman dapat mengurangi tingkat polusi udara dalam bentuk
NOx rata-rata di atas 50%. Sementara penelitian Parker dan Akbari di AS memperlihatkan penanaman
pohon lindung di sekitar rumah tinggal akan menurunkan suhu udara sekitar 3oC, sehingga penggunaan
energi listrik pada rumah tinggal yang ber-AC berkurang hingga sekitar 30%, karena secara teori
penurunan suhu sekitar 1oC setara dengan pengurangan energi sekitar 10%.
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
Kemampuan tumbuhan untuk mengurangi suhu ini berkaitan dengan peristiwa evapotranspirasi.
Tanaman yang tinggi, laju evapotranspirasinya lebih besar. Kehilangan panas karena terjadinya evaporasi
akan menyebabkan suhu di sekitar tanaman akan menjadi lebih sejuk. Menurut Grey dan Deneke dalam
Irawan (2005), pepohonan dengan vegetasi lainnya dapat memperbaiki suhu kota malalui
evapotranspirasi. Sebatang pohon yang terisolir akan menguapkan air sekitar 400 liter/hari jika air tanah
cukup tersedia (Kramer dan Kozlowski, 1970) dan (Federer, 1970). Untuk mengurangi pengaruh
berkurangnya kelembaban udara perlu dilakukan penghijauan dengan penghutanan, taman, air mancur,
RTH, situ-situ dan rawa. Kota yang berkembang dengan menggunakan energi lebih banyak,
menyebabkan udara bertambah panas yang memerlukan kelembaban udara dari pepohonan atau hutan
kota (Issoewandhono dalam Irawan, 2005).
Dalam hal ini terlihat jelas bahwa tumbuhan dalam konteks taman atau jalur hijau dengan
berbagai jenis pohon akan sangat membantu bagi kesehatan warga kota, karena di samping menyerap
sejumlah gas polutan dan debu dari udara kota, tumbuhan juga menghasilkan sejumlah gas oksigen yang
diperlukan kelangsungan hidup warga.
Berkurangnya vegetasi secara signifikan per satuan luas lahan tertentu menyebabkan tanah
longsor, banjir, udara panas, dan polusi udara meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya banjir ketika
hujan berkepanjangan dan disertai bencana tanah longsor di sejumlah tempat. Sementara saat cuaca cerah,
penduduk kota merasakan panasnya udara dan gangguan polusi udara.
Berkurangnya tumbuhan mengurangi daya rekat akar terhadap tanah, mengakibatkan ikatan tanah
lepas oleh beban air. Dan longsor. Berkurangnya vegetasi mengurangi penggunaan panas matahari bagi
proses fotosintesis, mengakibatkan suhu udara kota naik. Berkurangnya vegetasi mengurangi penyerapan
emisi kendaraan CO2, mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2 di udara. Dalam hal pencemaran dan
pemanasan udara kota, pohon sangat berguna untuk mengatasinya. Dari proses fotosintesis: 6(CO 2+H2O)
+ katalis (5 kWh/kg solar radiasi + klorofil) = C6H12O6 + 6O2 terlihat bagaimana CO2 diikat air dengan
bantuan radiasi matahari dan klorofil sebagai katalis. Sementara O2 dihasilkan sebagai produk ikutan yang
bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia.
Upaya penanaman vegetasi dengan tujuan untuk menghijaukan kota dilakukan dalam bentuk
pengelolaan taman-taman kota, taman-taman lingkungan, jalur hijau dan sebagainya. Peranan tumbuhan
hijau sangat diperlukan untuk menjaring karbondioksida, dan rnelepas oksigen, kembali ke udara. Setiap
tahun tumbuh-tumbuhan di bumi ini mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton CO, dan 25.000 juta ton
hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton oksigen ke atmosfer, serta menghasilkan 450.000 juta
ton zat-zat organik. Setiap jam, satu hektar daun-daun hijau menyerap delapan kg CO, yang ekuivalen
dengan CO, yang dihembuskan oleh napas manusia sekira 200 orang dalam waktu yang sama. Setiap
pohon yang ditanam mempunyai kapasitas mendinginkan udara sama dengan rata-rata 5 pendingin udara
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
(AC), yang dioperasikan 20 jam terus menerus setiap harinya. Setiap satu hektar pepohonan mampu
menetralkan CO, yang dikeluarkan 20 kendaraan (Maimun, 2007). Peranan tumbuhan di bumi ini sangat
penting dalam menangani krisis lingkungan terutama di perkotaan,
Keberadaan RTH dapat meningkatkan kualitas lingkungan permukiman di kota, antara lain
sebagai pengendali iklirn mikro, yaitu sebagai pelindung dari radiasi sinar matahari, menurunkan suhu
kota, meningkatkan kelembaban udara, mengurangi kecepatan angin, dan dapat memenuhi fungsi
estetika, sebagai fungsi dari pepohonan.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tumbuhan memiliki fungsi hidrologis yang berkitan dengna
perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air. Adanya pohon akan membuat kandungan air dalam tanah
menjadi lebih banyak. Di kota Bandung, menurut Dinas Pertamanan, jumlah pohon yang ada hanya
sekitar 650.000 pohon. Sekitar 800 pohon ditebang untuk proyek pembangunan jalan, permukiman dan
industri. Sehingga untuk kota Bandung dengan jumlah penduduk sebesar 2,5 juta jiwa masih diperlukan
jumlah pohon sebesar 600.000 pohon (1,25 juta – 650.000 pohon). Akibat penebangan pohon ini,
koefisien air aliran (run off) di kota Bandung meningkat dari 40% menjadi 80% pada saat ini. Koefisien
ini menunjukkan persentase air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah dimana semakin tinggi angka
koefisiennya semakin banyak air yang tidak terserap.
Selain fungsi-fungsi yang yang bersifat fisik, fungsi nonfisik pohon ialah sebagai estetika. Di
Yogyakarta, masyarakat lebih memiliki membeli rumah yang sudah tertanam pohon di pekarangannya
daripada yang belum. Hal ini disebabkan rumah yang sudah tertanam pohon akan memberikan keindahan
dan rasa nyaman sehingga membuat pemiliknya menjadi senang. Atau dengan kata lain, pohon dapat
memberika fungsi psikologis.
Sumber Referensi:
Hadi, Didik Surya, Setiaji Heri Saputro, dan Hastanto Bowo Woesono 2012. Pengaruh Tingkat Luasan
RTH Privat terhadap Kualitas Udara dan Persepsi Kenyamanan di Kota Yogyakarta. Jurnal
Penelitian Vol. 7.
Khairunnisa, Ezra Salikha, Indradjati, Dan Petrus Natalivan. Tanpa Angka Tahun. Evaluasi Fungsi
Ekologis Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung Dalam Upaya Pengendalian Iklim Mikro Berupa
Pemanasan Lokal Dan Penyerapan Air (Studi Kasus: Taman-Taman Di Wp Cibeunying). Dalam
Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota A V2N2.
Karyono, Tri Harso. 2012. Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Kwanda, Timoticin. 2003. Pembangunan Permukiman Yang Berkelanjutan Untuk Mengurangi
Polusi Udara. Dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 31, No. 1, Juli 2003: 20-27.
Laras Kun Rahmanti Putri21040113130114
Setyowati, Dewi Liesnoor. 2003. Iklim Mikro Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota
Semarang.dalam Jurnal Manusia Dan Lingklingan, Vol. 15, No.3, November 2008: 125-140.