penilaian lingkungan- polusi udara di indonesia
DESCRIPTION
Penilaian terhadap pencemaran udara. Kualitas udara di Indonesia yang menurun menjadi salah satu tantangan dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) disamping disebabkan oleh perilaku antroposentris. Melalui teori penilaian terhadap lingkungan, pencemaran udarapun harus dibiayai.TRANSCRIPT
COVER PAGE - ESSAY
MASTERS PROGRAM IN REGIONAL AND CITY PLANNING ITB
SEMESTER 1, 2015-6
Course Code and Name PL 5102 / Environment and Resources
Assignment # Reflective Paper
Lecturer TAA
Title Pentingnya Penilaian Terhadap Kualitas Udara dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan
I declare that :
- This assignment is the work that I solely and originally am doing and responsible for, for its content;
- Any attempts to refer to other work (including books, scholarly journal, unpublished articles, course notes, students essays) have been cited based on academic norms and standards and;
- Plagiarism is an academic offence and will be penalized based on Peraturan Akademik dan Kemahasiswaan ITB tahun 2015.
Name Luh Komang Wijayanti Kusumastuti
Student # 15412079
Date:
Signature*:
December, 11th 2015
1
Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan kini menjadi sebuah landasan bagi setiap pembangunan
kota maupun wilayah. Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai
pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun, kecenderungan
pandangan antroposentris dalam pemanfaatan lingkungan dan sumber daya alam
menjadi sebuah tantangan dalam mewujudkannya. Pandangan ini menempatkan
manusia terpisah dari lingkungan. Selain itu, manusia bisa mengeksploitasi
lingkungan dan sumberdaya alam tanpa batas untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Karena pandangan tersebutlah, selama ini masih kurang adanya penilaian terhadap
lingkungan dari sisi input melalui eksploitasi sumber daya alam, maupun output
dengan menghasilkan buangan yang dibuang kembali ke alam. Hal ini disebabkan
oleh manfaat yang didapatkan dari lingkungan seringkali tidak berwujud atau
intangible serta manfaatnya tidak bisa dirasakan langsung di masa kini. Tindakan
manusia yang tidak memberi penilaian contohnya adalah mencemari udara maupun
air tanpa memperhitungkan dampak negatifnya.
Pandangan yang berlawanan dari antroposentris adalahan biosentris. Salah satu
bentuk dari biosentris adalan pandangan deep ecology. Pandangan ini melihat
lingkungan yang bukan manusia memiliki nilai yang intrinsik yang tidak berkaitan
dengan kepentingan manusia. Nilai ini sangat berjauhan dengan nilai instrumental
yang turun dari kegunaan lingkungan bagi pemenuh keinginan manusia. Pandangan
deep ecology menyatakan bahwa lingkungan memiliki nilai diluar manfaat langsung
bagi manusia. Penilaian lingkungan seharusnya dilakukan dari rentang ‘nonuse value’
hingga ‘use value’. Sementara itu, jika lingkungan tidak diberi nilai akan
mengarahkan ke degradasi dan krisis lingkungan (Tietenberg,2015).
Dalam penilaian lingkungan dan sumberdaya alam, telah diklasifikasikan menjadi tiga
komponen utama yaitu use value, option value, dan non-use atau passive-use value.
Use value merupakan penggunaan langsung dari sumberdaya lingkungan antara lain
2
ikan yang ditangkap dari laut dan pohon yang ditebang dari hutan. Option value
mencerminkan nilai bagi lingkungan yang saat ini belum langsung dimanfaatkan
namun dijaga untuk dimanfaatkan dimasa mendatang. Sementara itu, passive-use
value ada saat suatu sumber daya alam tidak seara langsung dikonsumsi saat di dalam
proses menggunakannya atau mendapatkan jasanya. Contohnya adalah bequest value
yaitu kemauan untuk membayar bagi generasi mendatang. Selain itu terdapat pula
existence value dalam passive-use value. Existence value diukur dari kemauan untuk
membayar untuk mempertahankan keberadaannya tanpa harus berkaitan dengan
kepentingan manusia. Contohnya adalah perlindungan tanaman langka. Memberi
penilaian terhadap lingkungan merupakan salah satu usaha untuk mengatur efisiensi
dan keberlanjutan bagi sumber daya alam dan jasa yang disediakan oleh ekosistem.
Bagian dari lingkungan yang sering diabaikan, penilaiannya terutama di negara
berkembang adalah udara. Udara dianggap sebagai common pool goods yang bisa
didapatkan secara bebas dari alam. Negara-negara di Asia yang sebagian besar
merupakan negara berkembang memiliki pencemaran udara yang paling tinggi yang
berasal dari tumbuhnya industri, meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor,
hingga pencemaran yang berasal dari kebakaran hutan. Di Indonesia, pencemaran
udara, terutama di kota-kota metropolitan telah mengalami tingkat yang
mengkhawatirkan (WHO, 2014). 60% diantaranya bersumber dari sektor transportasi
dan 20% berasal dari industri dan limbah domestik. Deforestasi mengambil peran
mencemari udara sebesar 20%.
Tingginya tingkat pencemaran udara memberikan dampak negatif bagi manusia
maupun lingkungan. Selain mempengaruhi kesehatan, polusi udara juga menimbulkan
fenomena smog (kabut asap) yang mengurangi kenyamanan penduduk dalam
melakukan aktivitas. Bahkan, polusi udara juga membahayakan bagi binatang dan
tumbuhan karena polutan-polutan tertentu. Namun, selama ini, Indonesia belum
secara langsung memberikan nilai bagi udara bersih untuk menjaga kualitas udara
tersebut yang bermanfaat bagi keberlangsungan ekosistem. Kondisi ini menjadi
tantangan dalam mewujudkan salah satu capaian dalam Sustainable Development
Goals (SDG’s) yaitu membuat kota dan hunian yang inklusif, aman, berketahanan,
dan berkelanjutan dengan sasaran mengurangi dampak lingkungan yang merugikan,
3
termasuk dengan memberikan perhatian khusus kepada kualitas udara dan manajemen
buangan lainnya.
Pembahasan
Salah satu jasa lingkungan yang memiliki dampak langsung sekaligus tidak langsung
adalah daya serap polutan. Kemampuan lingkungan alami dalam menyerap dan
meregulasi polutan disebut kapasitas daya serap (absorptive capacity). Manusia
memanfaatkan jasa lingkungan tersebut secara langsung (use value) melalui bernafas
dengan udara yang bersih, mendapatkan pemandangan tanpa terhalangi polusi udara.
Sementara itu, manfaat tidak langsungnya adalah bagi kesehatan masyarakat dari
generasi ke generasi secara fisik mapun mental, serta pengaruh udara bersih bagi
kualitas air dan lingkungan yang dijaga keberlanjutannya.
Polusi udara termasuk buangan yang dikembalikan ke alam setelah pengolahan
sumberdaya yang juga diambil dari alam. Polusi udara merupakan salah satu bukti
eksternalitas negatif dari kegagalan pasar. Maka dari itu sangat penting dalam menilai
produk ataupun jasa lingkungan yang tidak diperjualbelikan di pasar. Tanpa adanya
penilaian, manusia mengeksploitasi sumber daya alam hanya untuk manfaat langsung
yang dapat mengahasilkan uang. Padahal di satu sisi, saat terjadi degradasi
lingkungan, manusia juga kehilangan nilai dari lingkungan tersebut. Memberikan nilai
pada lingkungan menjadi pertimbangan bagi manusia dalam memanfaatkan
sumberdaya dan memperhitungkan dampak suatu kegiatan terhadap lingkungan.
Dalam pembangunan, manusia memanfaatkan sumberdaya dan jasa yang disediakan
dari lingkungan seperti energi, air, material mentah, udara, dan kenyamanan. Input
tersebut kemudian diolah menjadi produk atau jasa yang dikonsumsi oleh rumah
tangga. Namun, buangannya berupa polusi udara, sampah, dan polusi air kembali ke
lingkungan. Hal ini mengakibatkan kualitas udara lokal, regional, maupun global akan
menurun. Apalagi ditambah dengan menurunnya kapasitas penyerapan oleh
lingkungan. Tanpa adanya penilaian terhadap ketersediaan udara bersih, masyarakat
akan menganggap udara bebas untuk dicemari. Maka, skema pemanfaatan kualitas
udara oleh pembangunan pada umumnya dapat digambarkan dalam skema sebagai
berikut:
4
Gambar 1. Skema Pemanfaatan Udara
Sumber: Diadaptasi dari Environmental and Resources Economics
Polusi udara yang langsung dibuang kembali ke lingkungan akan mengurangi
produktivitas ekonomi karena udara juga merupakan salah satu input dari
pembangunan.
Indonesia selama ini belum memiliki penilaian secara langsung terhadap kualitas
udara. Pencemaran terus meningkat, terutama saat terjaadinya fenomena kebakaran
hutan yang panjang. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara terakhir oleh
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pencemaran udara di beberapa kota
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pemantauan Kualitas Udara
No Nama Stasiun Parameter
PM10 SO2 CO O3 NO2
1
PALANGKARAYA-TJILIK RIWUT
21.19 12.65 0.3 60.72 Data Terakhir: 06-07-2015 14:00 WIB
Udara di lingkungan
Input Pengolahan
Buangan (Polusi Udara)
5
2
PEKANBARU-MOBILE
564 27.55 31.82 Data Terakhir: 13-09-2015 05:30 WIB
3
PEKANBARU-SUKAJADI
41.05 Data Terakhir: 06-07-2015 12:30 WIB
4
PONTIANAK-SUTOYO
39.26 0
Data Terakhir: 06-07-2015 14:30 WIB
Sumber: Laman Resmi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(http://kualitasudara.menlhk.go.id/)
Dari data tersebut PM10 dari Kota Pekanbaru jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
kota lainnya. PM10 mengindikasikan kondisi partikulat atau debu yang mencemari
udara. Nilai lebih dari 300 sudah merupakan tingkat yang berbahaya bagi semua
populasi yang terpapar. Sementara nilai lainnya seperti ozon (O3) memberikan
dampak luka bagi beberapa spesies tumbuhan akibat kombinasi dengan SO2.
Pencemaran udara juga tidak diarusutamakan di dalam perencanaan kota maupun
wilayah. Kasus pencemaran udara hanya diselesaikan secara sektoral oleh kementrian
lingkungan hidup dan kehutanan.
Gambar 2. Kabut Asap Pencemaraan Udara di Riau
Sumber: m.okezone.com
Penilaian Kualitas Udara di Negara Maju
Negara bagian Ohio, Amerika Serikat adalah salah satunya yang telah memberikan
kebijakan bagi penilaian kualitas udara. Ohio memiliki sebuah badan otoritas bernama
6
The Ohio Air Quality Development Authority (OAQDA). OAQDA menilai udara
sebagai sumber daya alam yang harus dicegah dari polusi untuk menyediakan
kenyamanan, kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan bagi penduduknya. Lembaga
ini menyediakan dana bagi penelitian maupun pengembangan produk yang mampu
meningkatkan kualitas udara atau menurunkan polusi udara.
Udara memang merupakan produk lingkungan yang penggunaannya tidak bisa
dibatasi, namun saat terjadi pencemaran udara akan mengakibatkan common pool
tragedy atau krisis lingkungan. Di Ohio, kualitas udara bisa dijadikan sebuah bisnis.
Peralatan pengendalian polusi telah menjadi fokus dari OAQDA sejak
pembentukannya pada tahun 1970. Karena efektivitasnya, peralatan pengendalian
polusi tetap merupakan solusi untuk meningkatkan kualitas udara dan telah
membentuk dasar dari ratusan proyek yang disetujui oleh OAQDA. Setiap proses,
struktur, perangkat, atau peralatan yang menghilangkan, mengurangi, mencegah,
polutan udara yang memenuhi syarat, mendapatkan insentif pajak melalui OAQDA.
Perusahaan atau sektor privat yang mendapatkan dampaknya dari keberadaan OADA
adalah yang menghasilkan buangan senyawa pencemar seperti organik volatil
(VOC), nitrogen oksida (NOx), atau sulfur dioksida (SO2). (cari lagi) (dampaknya
bagaimana jika tepat penilaiannya) bandingkan kota dengan penilaian dan tidak
Gambar 2. Lanskap Ohio Dampak Penilaian Kualitas Udara
Sumber: http://midwestenergynews.com/. Foto oleh Pierre Metivier via Creative Commons
Pendekatan untuk menilai kualitas udara bisa juga berupa Smog Trading. Salah satu
contohnya adalah program di California yaitu Regional Clean Air Incentives Market
(RECLAIM). Program ini membatasi produksi buangan polutan udara oleh industri-
industri disana. Namun, saat kapasitas buangan masih tersisa, sisa kapasitas bisa
7
diperjualbelikan ke industri lainnya. Penilaian yang dilakukan negara seperti Swedia,
Prancis, dan Jepang adalah dengan mengenakan biaya emisi yang dikeluarkan pabrik.
Biaya tersebut menjadi tambahan pendapatan bagi negara dan dimanfaatkan untuk
membiayai kerugian akibat polusi udara.
Kesimpulan
Dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, perhatian terhadap kualitas udara
menjadi salah satu sasarannya. Udara merupakan salah satu barang dari alam yang
tidak dapat dibatasi penggunaannya serta dapat dikatakan bernilai nol. Pemanfaatan
sumber daya dan lingkungan dengan pandangan antroposentris, salah satunya udara,
menimbulkan aktivitas-aktivitas yang tidak memerdulikan kualitas udara yang
tercemar oleh polutan. Aktivitas-aktivitas seperti industri, transportasi, dan
pembakaran hutan memberikan eksternalitas bagi masyarakat yang menghirup udara
tersebut maupun meningkatkan suhu global. Pandangan biosentris menyatakan bahwa
perlu adanya penilaian pada sumberdaya lingkungan yang memiliki manfaat langsung
maupun tidak langsung.
Di Indonesia, penilaian terhadap kualitas udara masih belum dilakukan secara
langsung. Pencemaran udara di beberapa kota pada waktu tertentu bisa berada pada
tingkat pencemaran yang sangat buruk. Indonesia bisa menerapkan berbagai cara
yang telah dilakukan di negara lain seperti memberikan kapasitas pencemaran bagi
industri ataupun memberikan pajak atau biaya terhadap emisi serta memberikan
insentif bagi pelaku industri maupun transportasi yang berkontribusi meningkatkan
kualitas udara. Melalui penilaian, diharapkan pencemaran udara dapat ditekan dan
manfaat dari kualitas udara dapat dirasakan bagi masyarakat maupun untuk
keberlanjutan lingkungan.
8
Referensi
Buku dan Jurnal
Baro, Fracese. 2014, Contribution of Ecosystem Services to Air Quality and Climate Change Mitigation Policies: The Case of Urban Forests in Barcelona, Spain. Kungl Vetenskaps Akademien
Leitmann, Josef. 1995. Urban Environmental profile: A Global Synthesis of Seven Urban Environmental Profiles. Butterworth Heinemann, Great Britain.
Soedomo, Moestikahadi. 2001. Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara. Penerbit ITB, Bandung.
Tietenberg, Tom., 2015. Environmental & Natural Resources Economics 10th Edition. Pearson, Edinburgh.
World Commission on Environment and Development (WCED). Our common future.
Oxford: Oxford University Press, 1987 p. 43.
Media Online
‘WHO Tegaskan Polusi Udara Penyebab Kanker Paru’. Tempo. 17 Oktober 2013, diakses pada tanggal 8 Desember 2015. <http://tekno.tempo.co/read/news/2013/10/17/061522538/who-tegaskan-polusi-udara-penyebab-kanker-paru>
‘Jakarta Utara Paling Polusi Se-Indonesia’. Tempo. 24 Februari 2015, diakses pada tanggal 7 Desember 2015. <http://metro.tempo.co/read/news/2015/02/24/083645046/jakarta-utara-paling-polusi-se-indonesia>
‘Pajak Emisi Kendaraan’. Suara Pembaruan. 20 Agustus 2014, diakses pada tanggal 7 Desember 2015.
< http://www.icsd.or.id/index.php/en/perpustakaan/artikel/environmental-leadership/176-pajak>
9
Evaluation Form (attached at the end of the paper)
Student Name: Luh Komang Wijayanti Kusumastuti
Student #: 15412079
Assignment No.: Marking Scheme Comments
1. Presentation of the paper Title, your name and student # are well presented. Pages are numbered and choices of font lead to readability. Typographical errors, misspellings, and grammatical errors should be avoided.
Figures, drawings, pictures, tables or charts should be neatly done and appropriately placed in the text.
All references are listed in a standard style guide. All information required (including attachment) is available or presented
2. Organization of the arguments Title should be informative but not too long.
Specific Goal of the paper is explicitly mentioned
Text should be organized into appropriately identified subsections followed by a conclusion and the cited reference.
Excellent use of language, ordered and clear links to thesis statement;
Conclusion: effectively close the paper, ties together all elements considered.
3. Content Synthesis of information that is thoughtfully reviewed. It should be concise and solid.
Referencing: variety of well researched, quality sources. This will affect the credibility of the claims you made and;
Clear, readable, coherent. If you need a list of acronyms or abbreviations or words, please do so.
Late Submission ...days (5% per day)
Further comments:
Final Mark
10