pengujian obat pada sistem saraf

22
Pengujian Obat Pada Sistem Saraf PENGUJIAN OBAT PADA SISTEM SARAF I. PENDAHULUAN 1I.1 Tujuan Percobaan Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui efek yang terjadi setelah pemberian obat-obat sistem saraf otonom pada hewan uji dengan uji neurofarmakologik pada hewan uji. Selain itu juga untuk mengetahui onset dan durasi dari kerja obat-obat sistem saraf pusat. 1I.2 Dasar Teori Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis, serta sistem saraf tepi yang merupakan sel-sel saraf yang terletak di luar otak dan medula spinalis yaitu saraf-saraf yang masuk dan keluar SSP. Sistem saraf tepi selanjutnya dibagi dalam divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan medula spinalis ke jaringan tepi, serta divisi aferen yang membawa informasi dari perifer ke SSP. Fungsi sistem simpatis selain secara berkelanjutan mempertahankan derajat keaktifan (misalnya menjaga tonus vaskular bed) juga mempunyai kemampuan untuk memberikan respons pada situasi stress, seperti trauma, ketakutan, hipoglikemia, kedinginan atau latihan. Fungsi sistem parasimpatis yaitu menjaga kondisi tubuh esensial seperti proses pencernaan makanan dan pengurangan zat-zat sisa. Jika sistem ini bekerja, akan menghasilkan gejala yang masif, tidak diharapkan

Upload: rahma-yumiwaki

Post on 23-Oct-2015

135 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

obat-obat sistem saraf pusat

TRANSCRIPT

Page 1: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

PENGUJIAN OBAT PADA SISTEM SARAF

I.       PENDAHULUAN

1I.1  Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui efek

yang terjadi setelah pemberian obat-obat sistem saraf otonom pada hewan

uji dengan uji neurofarmakologik pada hewan uji. Selain itu juga untuk

mengetahui onset dan durasi dari kerja obat-obat sistem saraf pusat.

1I.2  Dasar Teori

      Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat

(SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis, serta sistem saraf tepi yang

merupakan sel-sel saraf yang terletak di luar otak dan medula spinalis yaitu

saraf-saraf yang masuk dan keluar SSP. Sistem saraf tepi selanjutnya dibagi

dalam divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan medula

spinalis ke jaringan tepi, serta divisi aferen yang membawa informasi dari

perifer ke SSP. Fungsi sistem simpatis selain secara berkelanjutan

mempertahankan derajat keaktifan (misalnya menjaga tonus vaskular bed)

juga mempunyai kemampuan untuk memberikan respons pada situasi

stress, seperti trauma, ketakutan, hipoglikemia, kedinginan atau latihan.

Fungsi sistem parasimpatis yaitu menjaga kondisi tubuh esensial seperti

proses pencernaan makanan dan pengurangan zat-zat sisa. Jika sistem ini

bekerja, akan menghasilkan gejala yang masif, tidak diharapkan dan tidak

menenangkan. Sistem ini bekerja untuk mempengaruhi organ-organ spesifik

seperti lambung dan mata (Mycek et al., 2001).

      Impuls saraf dari SSP hanya dapat diteruskan ke ganglion dan sel efektor

melalui penglepasan zat kimia yang khas yang disebut transmiter

neurohumoral atau disingkat transmiter. Tidak banyak obat yang pada dosis

terapi dapat mempengaruhi konduksi akson, tetapi banyak sekali zat yang

dapat mengubah tranmisi neurohumoral. Obat otonom mempengaruhi

transmisi neuron dengan cara menghambat atau mengintensifkannya.

Page 2: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

Terdapat beberapa kemungkinan tempat pengaruh obat pada transmisi

sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu : (1) hambatan pada sintesis

atau penglepasan transmiter; (2) menyebabkan penglepasan transmiter; (3)

ikatan dengan reseptor; dan (4) hambatan destruksi ambilan transmiter

(Ganiswarna, 2005).

   Obat-obat otonom adalah obat-obat yang dapat mempengaruhi

penerusan impuls dalam sistem saraf pusat dengan jalan mengganggu

sintese, penimbunan, pembebasan atau penguraian neurotransmitter atau

mempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus. Akibatnya adalah

dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung, dan kelenjar.

a.    Zat-zat yang bekerja terhadap SO, yaitu :

                                1.     Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru efek dan perangsangan SO

misalnya noradrenalin, efedrin, isoprenalin, dan amfetamin.

                                2.     Simpatolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatik atau

melawan efek adrenergika, seperti alkaloida sekale dan propanolol.

b.    Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yaitu :

                                1.     Parasimpatomimetika (kolinergika), yang  merangsang organ-organ yang

dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan dengan

asetilkolin, misalnya pilokarpin dan fisostigmin.

                                2.     Parasimpatolitika (antikolinergika), justru melawan efek-efek

parasimpatomimetika, misalnya alkaloida Belladona, propantelin, dan

mepenzolat.

c.    Zat-zat perintang ganglion, yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel

ganglion simpatik dan parasimpatik. Efek perintangan ini dampaknya luas, 

antara lain vasodilatasi karena blokade susunan simpatik, sehingga

digunakan pada hipertensi tertentu.

(Tjay & Rahardja, 2002).

Secara anatomi, susunan saraf otonom dibagi menjadi 2 bagian besar,

sistem simpatis (torakolumbal) dan sistem parasimpatis (kraniosakral).

Pembagian ini dimulai dari inti-inti di dalam susunan saraf pusat dan

memberikan serabut proganglion yang keluar dari batang otak atau medula

Page 3: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

spinalis. Sistem simpatis mengandung ganglia motorik terpisah yang

terutama terletak pada kedua sisi medula spinalis. Sistem parasimpatis

sebagian besar terdiri dari kumpulan ganglia motorik yang tersebar difus di

dalam dinding organ yang dipersarafinya. Kedua sistem ini dibedakan lebih

lanjut oleh kenyataan bahwa serabut eferen praganglionnya berasal dari

berbagai bagian susunan saraf pusat. Serabut saraf proganglion

parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui saraf otak serta

radiks spinalis sakralis ketiga dan keempat. Akson proganglion simpatis

meninggalkan susunan saraf pusat melalui radiks torakalis dan lumbalis.

Selain bagian motorik perifer susunan saraf otonom yang sudah jelas, masih

banyak lagi serabut  sensoris aferen yang berhubungan dengan pusat

integrasi penting di dalam hipotalamus dan medula oblongata, untuk

membangkitkan aktivitas motorik yang disampaikan ke sel-sel efektor oleh

serabut-serabut eferen (Katzung, 2001).

Blood Brain Barrier (BBB) dikenal sebagai hidrance utama yang

menghambat pengiriman efektif efek obat ke otak. Ini dibentuk di tingkat

sel-sel endotel dari kapiler otak dan ditandai sebagai persimpangan endotel

ketat dan tidak lengkap oleh akivitas ponocytic. Akses terbatas obat otak

adalah properti unik karena terhambat oleh BBB. Hanya obat yang memiliki

molekul kecil dengan kelarutan lipid tinggi dan massa molekul rendah

kurang dari 400-300 Da (Li & Duan, 2006).

II.      CARA PERCOBAAN

2.1  Alat dan Bahan

2.1.1  Alat

Alat – alat yang digunakan pada percobaan kali ini antara lain adalah :

1.        Alat suntik oral

2.        Baskom

3.        Batang Pengaduk

4.        Beker glass

5.        Erlenmeyer

Page 4: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

6.        Hot Plate

7.        Kapas

8.        Labu takar 10 mL

9.        Neraca analitik

10.    Pinset

11.    Pipet volume 5 mL

12.    Stopwatch

13.    Toples bertutup

2.1.2   Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

1.      Aquadest

2.      Atropin 0,5 mg/Kg BB

3.      Eter 1,5 mL

4.      Kloroform 1,5 mL

5.      Na-CMC

6.      Propanolol 30 mg/Kg BB

2.1.3  Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada percobaan kali ini adalah mencit dengan

jenis kelamin jantan.

2.2    Cara Kerja

     2.2.1 Sistem Saraf Otonom

Mencit

-  ditimbang -  dibagi 2 kelompok @ 3 ekor

-           diberi-    dilakukan pengamatan setelah pemberian obat-obatan.-    meliputi pupil mata, diare, tremor, warna daun telinga,

grooming, dan sebagainya

HasilPropranolol

Page 5: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

120 mg/kg BB p.o

Atropin sulfat

7,5 mg/kg BB p.o

2.2.2 Percobaan Obat-Obat Sistem Saraf Pusat

a.         Onset dan Durasi Anestesi Umum : Eter-    diletakkan dalam toples dan ditutup-    dicatat kecepatan pernafasan dan

aktivitasnya-    dibuka tutup toplesdan dimasukkan-    ditutup toples ad mencit

teranestesi-    dilepas tutup toples, dicatat onset

dan durasi-    diamati gejala sebelum teranestesi

Mencit

-    dikeluarkan dari toples dan dites hilangnya rasa sakit dengan menusuk kulitnya dengan jarum suntik, dan jepit ekornya dengan pinset

Hasil

Mencit

Kapas yang dibasahi 1,5 mL eter

b.         Onset dan Durasi Anestesi Umum : Kloroform-    diletakkan dalam toples dan ditutup-    dicatat kecepatan pernafasan dan

aktivitasnya-    dibuka tutup toplesdan dimasukkan

Kapas yang dibasahi 0,75 mL kloroform

-    ditutup toples ad mencit teranestesi-    dilepas tutup toples,dicatat onset

dan durasi-    diamati gejala yang timbul sebelum

teranestesiMenc

it-    dikeluarkan dari toples dan dites hilangnya rasa sakit dengan menusuk

kulitnya dengan jarum suntik, dan jepit ekornya dengan pinset

Page 6: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

Hasil

Mencit

III.             HASIL PERCOBAAN

3.1 Hasil Pengamatan Pengujian Obat Sistem Saraf Pusat

No

.

Bobot Mencit

(gr)

Perlakua

n

Vol.

Pemberian

(mL)

Onset

(menit

)

Durasi

(menit

)

1.

- Eter

1,5 1.32 2.30

1,5 0.27 3.17

1,5 0.48 6.43

2.

- Kloroform

1,5 1.34 2.13

1,5 0.22 4.03

1,5 0.28 6.14

                        3.2 Hasil Pengamatan Pengujian Obat Sistem Saraf

Otonom

No. Bobot

mencit

(gr)

Perlakuan Vol.

Pemberian

(mL)

Waktu

(menit)

Pengamatan

1. 27,6 Propanolol 0,43 2.08

3.16

3.37

5.44

6.00

7.10

7.42

8.57

10.29

11.07

Grooming

Telinga

mekar

Kejang

Nafas cepat

Kejang

Kejang

Grooming

Nafas cepat

Kejang

Page 7: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

12.00

13.09

19.35

Kejang

Grooming

Kejang

Kejang

2. 23,05 Propanolol 0,328

1.05

5.11

6.57

7.43

12.51

14.11

19.42

27.52

Groming

Napas cepat

Midriasis

Diare

Telinga

tegak

Telinga

merah

Tremor

Buang air

3. 26,00 Propanolol 0,370

0.51

0.54

2.11

2.20

6.46

8.36

10.35

12.05

12.13

16.32

23.32

26.36

Kejang

Grooming

Kejang

Grooming

Telinga lebar

Kejang

Grooming

Kejang

Napas cepat

Kejang

Grooming

Buang air

4. 27,30 Atroprin 0,39 1.21

2.00

10.47

16.10

Mata merah

Tremor

Nafas cepat

Midriasis

Page 8: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

21.05

25.45

27.45

Grooming

Telinga

merah

Buang air

besar

5. 27,15 Atropin 0,38786

1.03

1.50

13.30

18.30

23.15

25.25

25.25

25.25

Telinga

merah

Grooming

Midriasis

Tremor

Mata merah

Nafas cepat

Buang air

besar

Telinga

merah

6. 26,00 Atropin 0,371

0.15

1.38

5.03

5.54

5.54

6.30

17.50

27.46

29.00

29.00

29.00

29.00

Grooming

Grooming

Midriasis

Grooming

Telinga

merah

Grooming

Grooming

Buang air

besar

Grooming

Tremor

Mata merah

Nafas cepat

Page 9: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

    3.3 Perhitungan dan Analisa Data

1.   Konversi dosis mencit

Diketahui     : Bobot Propanolol            = 30 mg

                        Faktor konversi    = 0,00261

                        Bobot tablet         = 40 mg

Ditanyakan   : a. Dosis untuk mencit?

                        b. Obat yang ditimbang?

Jawab           :

Propanolol

a.    Dosis mencit = 30 mg x 0,00261 = 0,0783 mg / 20 g

Untuk mencit 35 g =  = 0,137025 mg / 35 g

b.   Pembuatan larutan stok dan obat yang ditimbang

Dosis untuk P.O = 0,135705 mg x  = 2,4705 mg

Stok yang dibuat 10 mL dari 40 mg Propanolol

 x 2, 4705 mg= 12,33225 mg

Atropin

a.    Dosis mencit = 0,5 mg x 0,00261 = 0,001305 mg / 20 g

Untuk mencit 35 g =  x 35 g= 0,00228375 mg/35 g

b.   Pembuatan larutan stok

Dosis untuk P.O = 0, 00228375 mg x  = 0,045675 mg

Larutan stok Atropin 0,25 mg/mL

2.   Pemberian obat Propanolol secara Per Oral

Diketahui    : Dosis Pronanolol = 0, 078 mg/g BB

                    BB mencit I = 27,6 g

                    BB mencit II = 23,05 g

                    BB mencit III = 26,00 g

                    Stok = 12,33225 mg/10 ml

Ditanya       : Volume larutan injeksi yang diberikan?

Jawab          :

Page 10: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

Mencit I

Dosis konversi  =

                          = = 0,10764 mg

Volume yang diberikan = = 0,3927 ml

Mencit II

Dosis konversi  =

                          = = 0,08989 mg

Volume yang diberikan = = 0,238 ml

Mencit III

Dosis konversi  =

                          = = 0,1014 mg

Volume yang diberikan = = 0,037 ml

3.   Pemberian obat Atropin secara Per Oral

Diketahui    : Dosis Atropin = 0,001305 mg / g BB

                      BB mencit I = 27,30 g

                     BB mencit II = 27,15 g

                     BB mencit III = 26,00 g

Ditanya       : Volume larutan injeksi yang diberikan?

Jawab          :

Mencit I

Dosis konversi  =

                                    = = 0,001781325 mg

Volume yang diberikan = = 0,39 ml

Mencit II

Dosis konversi  =

                                    = = 0, 0017715375 mg

Volume yang diberikan = = 0,38786 ml

Mencit III

Dosis konversi  =

                                    = = 0,0016965 mg

Volume yang diberikan = = 0,371 ml

Page 11: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

3.4 Analisis Hasil

Descriptives

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Min MaxLower Bound Upper Bound

onset eter 3 .6900 .55561 .32078 -.6902 2.0702 .27 1.32

kloroform 3 .6133 .63003 .36375 -.9517 2.1784 .22 1.34

Total 6 .6517 .53293 .21757 .0924 1.2109 .22 1.34

durasi eter 3 3.9667 2.17721 1.25701 -1.4418 9.3752 2.30 6.43

kloroform 3 4.1000 2.00592 1.15812 -.8830 9.0830 2.13 6.14

Total 6 4.0333 1.87374 .76495 2.0670 5.9997 2.13 6.43

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

onset .140 1 4 .727

durasi .123 1 4 .744

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

onset Between Groups .009 1 .009 .025 .882

Within Groups 1.411 4 .353

Total 1.420 5

durasi Between Groups .027 1 .027 .006 .942

Within Groups 17.528 4 4.382

Total 17.555 5

Means Plots

Page 12: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

Hipotesis

P engambilan k eputusan :

jika T hitung < T tabel atau probabilitasnya > 0,05 maka Ho diterima = H1

ditolak

jika T hitung > T tabel atau probabilitasnya < 0,05 maka Ho ditolak   = H1

diterima

ntuk data durasi : Ho = pemberian eter dan kloroform tidak berpengaruh terhadap durasi obat.

H1 = pemberian eter dan kloroform berpengaruh terhadap durasi obat.

H asil : nilai sig pada table anova > 0,05 yaitu 0,942

: H0 diterima = pemberian eter dan kloroform berpengaruh terhadap durasi obat

ntuk data onset : Ho = pemberian eter dan kloroform tidak berpengaruh terhadap onset obat

H1 = pemberian eter dan kloroform berpengaruh terhadap onset obat

H asil : Nilai sig pada table anova < 0,05 yaitu 0,882

esimpulan : H0 diterima = pemberian eter dan kloroform tidak  berpengaruh terhadap onset obat

IV.    PEMBAHASAN

Percobaan tentang pengujian obat pada sistem saraf ini bertujuan

untuk mengetahui efek yang terjadi setelah pemberian obat-obat sistem

saraf otonom pada hewan uji dengan uji neurofarmakologik pada hewan uji.

Selain itu juga untuk mengetahui onset dan durasi dari kerja obat-obat

sistem saraf pusat. Obat sistem saraf otonom adalah obat yang dapat

mempengaruhi penerusan impuls dalam sistem saraf otonom dengan jalan

mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neuro

transmitter atau mempengaruhi kerja nya atas reseptor khusus. Akibatnya

adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar.

Sedangkan obat sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat

mempengaruhi fungsi dari sistem saraf pusat yang dapat

menekan/menghambat fungsi-fungsi tertentu dari  SSP, menstimulus seluruh

SSP, menimbulkan gangguan pada SSP dan menghalau/memblokir perasaan

Page 13: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

sakit. Pada percobaan ini obat saraf otonom yang digunakan adalah 

propanolol dan atropin sedangkan obat saraf pusat menggunakan eter dan

kloroform.

Propanolol memiliki efek lokal-anestetik kuat. Propanolol termasuk

golongan obat simpatolitik atau antiadrenergik. Propanolol termasuk sub

golongan antagonis adrenoreseptor β atau β-blocker memblok hanya

reseptor β dan tidak mempengaruhi reseptor α. Propanolol memiliki efek

lokal-anestesi kuat, tetapi tidak kardioselektif dan tak memiliki ISA.

Propanolol mempunyai efek stabilitasi membran atau efek seperti anestetik

lokal, maka disebut sebagai aktivitas stabilisasi membran. Propanolol salah

satu β-blocker yang mudah larut dalam lemak. Resorpsinya diusus baik,

tetapi FPE besar, hingga 30% mencapai sirkulasi besar. Sebagian besar zat

ini di ubah dalam hati menjadi derivat-hidroksinya yang akut.

Atropin merupakan prototype obat-obat antimuskarinik. Antagonis

muskarinik kadang-kadang disebut parasimpatolitik karena dapat

menghambat efek muatan listrik otonom parasimpatis. Atropin menimbulkan

blockade reversible aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik yaitu,

hambatan oleh atropin dalam dosis kecil dapat diatasi asetikolin dalam dosis

yang lebih besar atau antagonis muskarinik  yang setara. Kadar atropin

signifikan dalam SSP dicapai dalam 30 menit sampai 1 jam dan dapat

membatasi toleransi dosis bila obat digunakan untuk memperoleh efek

perifernya.

Eter adalah cairan dengan bau khas yang sangat mudah menguap dan

menyala, juga eksplosif. Khasiat analgesia dan anestetiknya kuat dengan

relaksasi otot. Eter digunakan pada perbagai jenispembedahan, terutama

bila perlu relaksasiotot. Sebagian besar eter yang diinhalasi, dikeluarkan

melalui paru-paru dan sebagian kecil dimetaboliskan di hati. Batas

keamanannya (indeks terapi) lebar. Eter mudah melewati plasenta.

Menurut Hellen Lukis, kloroform umumnya ideal dan aman untuk

anestesi umum. Tersedia dalam jumlah yang banyak. Dalam proses

pembiusan tidak pernah gagal dan jauh lebih menyenangkan dibandingkan

Page 14: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

eter, selain itu tidak mudah terbakar. Efeknya menyenangkan, tenang, dan

tidur lebih nyaman tanpa harus terganggu dengan nafas yang sesak. Eter

dua kali lebih aman dibandingkan kloroform. Tetapi kebanyakan

penggunanya seperti orang yang resiko anestesi yang buruk, bahkan ada

yang meninggal akibat shock. Untuk alasan ini penggunaannya harus

diperhatikan.

Pengamatan untuk obat-obat sistem saraf otonom dilakukan untuk

melihat efek farmakodinamik yang ditimbulkan pada mencit setelah

pemberian obat sistem saraf otonom dengan cara disuntikkan. Proses

pemberian obat saraf otonom yang menggunakan obat pilokarpin dilakukan

secara peroral. Volume obat yang diberikan pada mencit berbeda

berdasarkan berat badan dari masing-masing mencit, dosis obat, dan dosis

yang tersedia (Stock). Pengamatan dilakukan setelah hewan uji di berikan

obat. Untuk obat-obat sistem saraf otonom, dilakukan pengamatan terhadap

mencit seperti perubahan tingkah laku hewan. Perubahan tingkah laku

tersebut antara lain, grooming, nafas cepat, telinga memerah, midriasis dan

tremor.

Pengujian obat sistem saraf otonom dilakukan dengan menimbang 6

ekor mencit kemudian dihitung dosis dan volume pemberian untuk masing-

masing mencit. Pemberian obat SSO dengan bahan obat propanolol, setelah

mencit diberikan propanolol secara per oral terjadi gejala yaitu mencit

dengan BB 27,6 gram dengan volume pemberian larutan 0,3927 mL

mengalami grooming, napas cepat, kejang, dan telinga melebar. Mencit

dengan BB 23,13 gram dengan volum larutan stok 0,328 mL mengalami

grooming, nafas cepat, diare, tumor, mata berair, telinga tegak, telinga

merah dan midriasis. Mencit dengan BB 26,00 gram dengan volume larutan

stok 0,270 mL mengalami nafas cepat, kejang, buang air, telinga melebar

dan grooming. Hasil uji yang terjadi pada mencit setelah pemberian obat

antiadrenergik ini kurang menunjukkan hasil yang sesuai dengan literatur

yaitu efek farmakodinamika dari obat antiadrenergik yaitu vasokontriksi,

eksoftalamus, feses kurang, piloereksi dan grooming. Banyak faktor yang

Page 15: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

dapat menyebabkan efek tersebut tidak tercapai. Kemungkinan karena dosis

yang diberikan kurang dari yang seharusnya. Hal ini mungkin terjadinya

karena mencit memuntahkan kembali obat yang telah diberikan sehingga

obat yang masuk ke dalam tubuh mencit volume nya berkurang dan

otomatis dosis juga berkurang.

Pemberian obat SSO dengan bahan obat atropin, setelah mencit

diberikan atropin secara per oral terjadi gejala yaitu mencit dengan BB 27,30

gram dengan volume pemberian larutan 0,39 mL mengalami mata merah,

tremor, nafas cepat, midriasis, grooming, telinga merah, dan buang air

besar. Mencit dengan BB 27,15 gram dengan volum larutan stok 0,38786 mL

mengalami telinga merah, grooming, midriasis, tremor, mata merah, nafas

cepat, dan buang air besar. Mencit dengan BB 26,00 gram dengan volume

larutan stok 0,371 mL mengalami midriasis, grooming, telinga merah,

grooming, buang air besar, mata merah, nafas cepat, dan tremor. Hasil uji

yang terjadi pada mencit setelah pemberian obat antimuskarinik ini

menunjukkan hasil yang sesuai dengan literatur yaitu efek farmakodinamika

dari obat antimuskarinik yaitu grooming dan midriasis. Bakhkan terdapat

efek-efek lainnya disebakan faktor yang dapat menyebabkan efek berlebih

yaitu kemungkinan pemberian larutan stok yang berlebihan.

Pada percobaan obat sistem saraf pusat kapas yang diberi 1,5 mL eter

dan kloroform di masukkan kedalam toples  yang berisi mencit uji. Dilihat

pengaruhnya ketika mencit akan tertidur dan kehilangan reflek balik badan

(onset) serta dilihat pula seberapa lamanya mencit itu tertidur yang ditandai

bergeraknya kembali mencit tersebut pada saat efek obat yang ditimbulkan

sudah habis atau yang sering disebut dengan durasi. Dari pengamatan,

waktu timbulnya efek anestesi yang paling cepat yaitu dengan

menggunakan kloroform kemudian eter. Untuk lamanya efek obat bekerja,

eter memiliki waktu yang paling cepat, kemudian kloroform.

Nilai onset dan durasi yang ditimbulkan beragam adanya yang lambat

dan ada pula yang cepat bahkan ada mencit yang mengalami kematian. Hal

tersebut dapat terjadi karena vasodilatasi yang sangat kuat akibat kecilnya

Page 16: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

tempat yang digunakan untuk meletakkan mencit yang diamati, sehingga

uap zat teranastesi yang terhirup lebih pekat dari yang seharusnya.

Hasil anova yang didapatkan dari percobaan dari hasil analisis statistik

ANOVA dengan taraf kepercayaan 95 %, ANOVA onset menunjukkan bahwa

nilai σ adalah 0,882. Karena  nilai σ lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima

atau pemberian eter dan kloroform tidak  berpengaruh terhadap onset obat.

Begitu juga untuk ANOVA durasi, menunjukkan bahwa nilai σ adalah 0,942.

Karena  nilai σ lebih kecil dari 0,05, maka Hoditolak atau pemberian eter dan

kloroform berpengaruh terhadap durasi obat.

V.                KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan

yaitu:

1.      Pada sistem saraf otonom, obat yang digunakan adalah propanolol dan

atropin.

2.      Pada sistem saraf pusat obat-obat yang digunakan adalah eter dan

kloroform.

3.      Waktu timbulnya efek anestesi yang paling cepat yaitu dengan

menggunakan kloroform kemudian eter. Untuk lamanya efek obat bekerja,

eter memiliki waktu yang paling cepat, kemudian kloroform.

4.      Hasil anova yang didapatkan dari percobaan dari hasil analisis statistik

ANOVA dengan taraf kepercayaan 95 %. Onset menunjukkan bahwa nilai σ

adalah 0,882 dan durasi menunjukkan bahwa nilai σ adalah 0,942. Karena

Onset dan durasi lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima atau pemberian

eter dan kloroform tidak berpengaruh terhadap onset dan durasi obat.

5.      Hasil uji yang terjadi pada mencit setelah pemberian obat antiadrenergik

(propanolol) ini kurang menunjukkan hasil yang sesuai dengan literatur yaitu

efek farmakodinamika dari obat antiadrenergik. Kemungkinan karena dosis

yang diberikan kurang dari yang seharusnya karena mencit memuntahkan

kembali obat.

Page 17: Pengujian Obat Pada Sistem Saraf

6.      Hasil uji yang terjadi pada mencit setelah pemberian obat antimuskarinik

(atropin) ini menunjukkan hasil yang sesuai dengan literatur yaitu efek

farmakodinamika dari obat antimuskarinik.

 

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna, S. G. 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Katzung, G. B. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah Nugroho, A. W. Rendy, L. Dwijayanthi, L. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Li, H. & X. Duan. 2006. Nanoparticles for drug delivery to the Central Nervous System.

          http://www.nscis.net/200609/PDF/9Nanoparticles%20for%20drug%20delivery%20to%20the%20central%20nervous20%system.pdf

          Diakses tanggal 9 Oktober 2011