penggunaan membran amnion di bidang oftalmologi .pdf
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Membran amnion adalah lapisan terdalam dari plasenta yang mengandung membrana
basalis yang tebal dan matriks stroma yang avaskuler.1
(gambar 1)
Beberapa tahun belakangan ini penggunaan membran amnion untuk transplantasi
semakin meningkat. Penggunaan membran amnion sebagai materi operasi pada transplantasi
kulit, pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1910. Sejak saat itu penggunaan
membran amnion terus berkembang. Pada tahun 1940 De Roth pertama kali melaporkan
penggunaan membran amnion untuk permukaan okuler. Tahun 1995 Kim dan Tseng
melaporkan penggunaan membran amnion yang sudah diawetkan pada rekonstruksi
permukaan kornea pada kelinci.2-4
Membran amnion mempunyai kemampuan untuk mengurangi inflamasi dan
terjadinya jaringan sikatrik, serta meningkatkan epitelisasi dan penyembuhan luka, membran
amnion juga mempunyai efek antimikroba.2,4
Membran amnion terutama yang sudah diawetkan saat ini banyak digunakan dalam
penatalaksanaan penyakit mata luar, seperti defek epitel kornea persisten, keratititis, ulkus
kornea, band keratopathy, bullous keratopathy, dan trauma kimia.2,5
Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa epitel membran basalis amnion
dapat memfasilitasi pemindahan sel epitel, meningkatkan adhesi sel basal epitel dan
diferensiasi sel. Amnion plasenta manusia tersusun atas satu lapis sel epital, membran basalis
dan stroma yang avaskuler. Komponen di dalam membran basalis kornea juga terdapat di
dalam membran basalis amnion termasuk kolagen tipe IV dan tipe VII. Epitel amnion
menghasilkan faktor pertumbuhan fibroblas dasar, faktor pertumbuhan hepatosit dan faktor
pertumbuhan perubah β. Amnion dapat menghambat infiltrasi dari sel-sel inflamasi dan
mengurangi apoptosis epitel.3
Tinjauan pustaka ini membahas mengenai karakteristik dari membran amnion yang
digunakan untuk terapi penyakit-penyakit pada permukaan okuler.
3
BAB II
HISTOLOGI MEMBRAN AMNION
Membran amnion manusia berasal dari membran fetus yang terdiri atas beberapa
lapisan. Secara histologi membran amnion memiliki tebal antara 0.02-0.5 mm dan terdiri atas
tiga lapisan dasar, yaitu (gambar 2):
- Lapisan epitel
- Membran basalis
- Lapisan stroma yang avaskuler
Lapisan epitel tersusun atas sel epitel kubiod tunggal yang memiliki mikrovilli pada
permukaan apikalnya. Sel epitel ini diperkirakan berasal dari lapisan ektoderm dan melekat
kuat pada membran basalis.
Gambar 2. Gambar histologi membran amnion
4
Membran basalis merupakan salah satu jaringan membran yang paling tebal pada tubuh
manusia. Membran basalis amnion mempunyai struktur yang terintegerasi, transparan dan
elastis sehingga membran basalis ini dapat diterima sebagai jaringan pengganti pada
rekonstruksi permukaan bola mata. Membran basalis amnion, kornea dan konjungtiva
mengandung kolagen tipe IV, V, dan VII. Selain itu membran basalis amnion mengandung
fibronektin dan laminin.
Lapisan stroma kaya akan asam hialuronat dari fetus yang dapat menekan sinyal
Transforming Growth Factoor β (TGF β), proliferasi dan diferensiasi miofibroblastik dari
kornea normal dan limbus serta konjungtiva. Hal ini menjelaskan mengapa transplantasi
membran amnion dapat mengurangi terjadinya sikatrik pada rekonstruksi konjungtiva.
Matriks stroma juga menghambat ekspresi dari beberapa sitokin, termasuk interleukin 1α, IL-
2, IL-8, interferon γ, dan tumor necrosis factor-β. Anti inflamasi pada membran amnion
kemungkinan besar disebabkan karena membran amnion dapat menarik dan menahan sel-sel
inflamasi yang menginfiltrasi permukaan okuler serta mempunyai beberapa protease
inhibitor. 1,2,4,6,7
5
BAB III
PENGGUNAAN MEMBRAN AMNION DI BIDANG OFTALMOLOGI
A. CARA KERJA MEMBRAN AMNION
1. Meningkatkan Epitelisasi
Membran basalis membantu terjadinya migrasi sel epitel, mendorong adhesi
sel-sel epitel basal, meningkatkan diferensiasi epitel dan menghambat apoptosis
epitel. Membran amnion menghasilkan berbagai macam faktor pertumbuhan,
seperti faktor pertumbuhan fibroblas dasar, faktor pertumbuhan hepatosit, dan
transforming growth factor β, yang dapat menstimulasi epitelialisasi. Membran
amnion dapat menghasilkan endothelin-1, brain natriuretic peptide, dan hormon
pelepas kortikotropin yang dapat meningkatkan proliferasi epitel dan metabolisme
kalsium. Melalui mekanisme-mekanisme tersebut di atas membran amnion dapat
mempercepat penyembuhan epitel. Membran basal menjadi tempat yang baik dan
sesuai untuk pertumbuhan sel epitel. Laminin, yang terdapat di dalam membran
basal, membantu adhesi dan ekspansi dari epitel kornea. 2,4
2. Menghambat Fibrosis
Jaringan sikatrik yang terjadi pada penyembuhan luka disebabkan karena
adanya fibroblas. Fibroblas diaktifkan oleh transforming growth factor β (TGF-
β). Membran amnion menghambat ekspresi dari reseptor TGF-β pada fibroblas
sehingga terjadinya fibrosis lebih sedikit. Membran amnion menekan sinyal TGF-
β fibroblas pada kornea, limbus, konjungtiva dan pterygia. Menurut penelitian
Chui and Tsang membran amnion dapat menghambat terrjadinya diferensiasi
keratosit pada stroma mata kelinci dan menjaga kejernihan kornea.2 Membran
amnion juga berfungsi sebagai barrier anatomi, menjaga permukaan yang
berpotensi melekat tetap terpisah. Stroma membran amnion yang avaskuler
menghambat terjadinya pembentukan pembuluh darah baru.4
3. Menghambat Inflamasi dan Angiogenesis
6
Mekanisme kerja membran amnion sebagai anti-inflamasi belum dapat
dijelaskan secara pasti. Membran amnion dipercaya berfungsi sebagai barrier,
menurunkan aliran sel-sel inflamasi menuju ke daerah infeksi, dan secara terus
menerus mengurangi mediator-mediator inflamasi. Protease inhibitor dapat
memfasilitasi penyembuhan luka. Membran amnion mensekresi trombospondin-1
yang merupakan suatu faktor antiangiogenik. IL-1α dan IL-1β yang merupakan
mediator proinflamasi yang poten dapat ditekan oleh matiks stroma membran
amnion.
Pada tahun 2001 Shimura dkk melaporkan, membran amnion dapat
mengurangi inflamasi dengan cara menjebak sel-sel inflamasi dan sel-sel
inflamasi ini akan mengalami apoptosis. Membran amnion juga dilaporkan dapat
menekan terjadinya neovaskularisasi pada kornea. Adanya sekresi beberapa faktor
antiangiogenik seperti trombospodin-1 dan TIMP-4 dapat menjelaskan
kemampuan membran amnion sebagai anti inflamasi.2
4. Kurangnya Imunogenitas
Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa sel-sel epitel membran amnion
tidak mengekspresikan HLA-A, B atau antigen DR. Akan tetapi pada beberapa
penelitian yang lain disebutkan bahwa sel epitel membran amnion
mengekspresikan melekul HLA kelas I, termasuk antigen kelas Ia (HLA-A, B, C
dan DR) dan kelas Ib (HLA-G,E), tapi sel epitel membran amnion tidak
mengekspresikan antigen HLA kelas II.
Membran amnion yang masih viabel dapat menginduksi terjadinya reaksi
imunologi. Suatu studi menyatakan penggunaan membran amnion segar sebagai
bahan transplantasi menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi yang berhubungan
dengan adanya ekspresi antigen HLA-I oleh membran amnion yang masih viabel.
Sedangkan membran amnion yang telah diawetkan dengan cara cryopreservation
tidak menunjukan adanya penolakan imunologi. Hal ini dimungkinkan karena
membran amnion tersebut telah kehilangan sel-sel epitelnya selama proses
pengawetan. Membran amnion manusia mempunyai kemampuan untuk menekan
limfosit T pada allograft sel limbus, hal ini mengakibatkan terjadinya supresi
imunologi yang dapat meningkatkan keberhasilan graft. 2,7
7
5. Antimokroba dan Antiviral
Membran amnion dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi. Membran
amnion mengandung cystatin E yang merupakan analog dari cysteine protease
inhibitor, yang dapat menghasilkan antivirus. Membran amnion dapat berfungsi
sebagai barrier yang dapat menghalangi infiltrasi bakteri. Pada luka operasi yang
steril, serabut kolagen dari membran basal amnion dapat mencegah terjadinya
hematoma dan mengurangi akumulasi mikroba sehingga dapat mengurangi
kejadian infeksi. Adanya adhesi atau perlengketan dari membran amnion terhadap
permukaan luka dapat mencegah terbentuknya dead space pada luka dan
mencegah penumpukan serous discharge. Selain itu filamen-filamen fibrin yang
terbentuk selama penyembuhan luka mengakibatkan terjadinya perlengketan
antara luka dan membran amnion sehingga bakteri terperangkap dan menstimulasi
terjadinya migrasi dari fagosit.2
B. INDIKASI PENGGUNAAN MEMBRAN AMNION
Secara umum penggunaan membran amnion dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
- Sebagai graft pada kornea
- Sebagai graft pada konjungtiva
- Sebagai patch
Tabel 1. Indikasi Penggunaan Membran Amnion1
Sebagai Graft pada Rekonstruksi Kornea
Defek Epitel Persisten
Bullous Keratopathies
Band keratopathiy
Trauma kimia dan trauma panas
Partial Limbal Stem Cell
Sebagai Graft pada Rekonstruksi Konjungtiva
Koreksi Entropion Sikatrikal
Pterygium
Filtering Belb
Sebagai Patch
Stadium Akut Luka bakar karena Bahan Kimia,
Stevens-Johnson Syndrome
1. Defek Epitel Persisten
8
Defek epitel kornea persisten (Persistent Epithelial Defect/PED) dapat
berlanjut menjadi ulkus kornea persisten yang steril, dan bahkan dapat terjadi
perforasi. Kegagalan proses epitelialisasi yang normal disebabkan karena adanya
gesekan dari palpebra terhadap defek epitel tersebut. Pengobatan PED pada
kornea meliputi penatalaksanaan kondisi yang mendasari, menekan inflamasi dan
penanganan ocular surface secara konservatif. Penatalaksanaan secara operatif
dilakukan bila penatalaksanaan secara medikamentosa tidak berhasil.
Membran amnion menjadi salah satu alternatif untuk penatalaksanaan PED
(gambar 3-4) karena kemampuannya untuk menghasilkan faktor pertumbuhan
yang dapat menstimulasi epitelisasi, membran basal amnion memfasilitasi
terjadinya migrasi sel epitel dan meningkatkan perlengketan epitel sel basal dan
meningkatkan diferensiasi epitel membran amnion juga dapat menekan
peradangan karena membran amnion dapat berfungsi sebagai barrier sel-sel
radang dan mediator. Penggunaan membran amnion ini dilaporkan memiliki
keberhasilan sekitar 50%-90%. Membran amnion akan terus terbasahi oleh air
mata sehingga epitel-epitel yang beregenerasi akan terus terhidrasi serta
melindunginya dari proses abrasi konjungtiva palpebra yang abnormal.
Penggunaan multilayer membran amnion pada ulkus kornea non infeksi yang
dalam atau pada ulkus perforasi dapat mengembalikan ketebalan stroma dan
menghasilkan faktor pertumbuhan untuk terjadinya reepitelisasi.2,6-8
Gambar 3. Diagram skematik defek epitel
persisten (PED)
Gambar 4. Digram skematik membran
amnion patch pada PED. AMG –
Amniotic membrane graft
9
2. Bullous Keratopathy
Pasien dengan bullous keratopathy sering mengeluhkan nyeri, erosi yang berulang
dan terjadinya infeksi. Membran amnion dapat digunakan pada kasus-kasus
bullous keratopathy dengan potensi visus yang rendah. Membran amnion ini
dipakai untuk meredakan rasa nyeri pada pasien sambil menunggu tersedianya
donor kornea1,2,6
(gambar 5-6)
3. Band Keratopathy
Band keratopati akan menyebabkan kondisi permukaan bola mata yang tidak
stabil dan terjadi irregularitas dari epitel. hal ini dapat menyebabkan nyeri pada
bola mata. Hasil dari suatu penelitian di mana penderita dengan band keratopati
menjalani keratektomi superfisialis dengan dan tanpa penggunaan EDTA dan
dilanjutkan dengan transplantasi membran amnion didapatkan 93,75% pasien
mengalami stabilisasi permukaan bola mata dan menurunnya rasa nyeri yang
diderita. Masih belum dapat dijelaskan apakah hal tersebut berkaitan dengan
digantinya bagian kornea yang mengalami defek dengan membran amnion atau
terjadinya percepatan dalam pertumbuhan sel epitel basal dari kornea.2
4. Trauma Kimia dan Trauma Panas
Gambar 5. Gambar skema kornea dengan
bullous keratopati
Gambar 6. Teknik transplantasi membran
amnion pada bullous keratopati. Membran
amnion digunakan untuk menutup seluruh
permukaan kornea
10
Pada fase akut trauma kimia terjadi peradangan kornea yang parah dan terjadi
gangguan epitelial yang dapat menyebabkan perubahan jaringan. Tujuan terapi
pada fase akut ini adalah mengurangi peradangan, menstimulasi epitelisasi dan
mencegah terjadinya nekrosis pada jaringan. Transplantasi membran amnion
(AMT) pada trauma kimia derajat ringan sampai sedang dapat mengurangi rasa
nyeri dan mempercepat terjadinya reepitelisasi. Pada fase akut AMT dapat
menurunkan kejadian inflamasi, mencegah kerusakan stem cell lebih lanjut, dan
mengurangi terjadinya simblepharon (gambar 7-8).
Joseph dkk melaporkan bahwa penggunaan AMT pada trauma thermal derajat 4
tidak dapat memulihkan permukaan bola mata. Hal ini dimungkinkan karena pada
trauma thermal derajat 4 hampir seluruh sel-sel epitel stem cellnya terlibat,
sehingga hanya tersisa sedikit epitel yang dapat digunakan oleh membran amnion
untuk bergenerasi. Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Meller dkk, AMT
digunakan pada pasien yang mengalami trauma kimia akut dalam. Dinyatakan
bahwa AMT efektif dalam peningkatan re-epitelisasi dan mengurangi inflamasi,
sehinnga mengurangi terjadinya sikatrik pada stadium lanjut. Pemakaian AMT
dalam 7-10 hari pertama setelah trauma dapat memaksimalkan efek terapinya.2,6
(gambar 9-11)
Gambar 7. Gambar skematik de-epitelisasi
permukaan kornea dan simblefaron setelah
terjadi trauma kimia
Gambar 8. Pelepasan simblefaron dan
pengangkatan pannus fibrovaskuler
dilanjutkan dengan AMT
11
5. Partial Limbal Stem Cell Deficiency (LSCD)
Partial limbal stem cell deficiency tidak selalu memerlukan transplantasi limbal
stem cell. Penatalaksanaan hal ini dapat dengan observasi ketat dan debridement
epitel berulang atau epilektomi konjungtiva serta dapat juga dilakukan
transplantasi membran amnion. Pada partial limbal stem cell deficiecy antara 90°
sampai 330° AMT sangat efektif untuk mengurangi gejala, mengembalikan
Gambar 9. Mata yang mengalami
trauma kimia asam 2 hari setalah
kejadian
Gambar 10. Hari pertama post
operasi transplantasi membran
amnion
Gambar 11. Dua bulan setelah
AMT. Axis visual tampak jernih
12
kestabilan permukaan okular dan dapat memperbaiki visus setelah 12-34 bulan
follow up.2
6. Pterygium
Tranplantasi membran amnion menjadi alternatif pada penatalaksanaan
pterygium. Dilaporkan bahwa tingkat kekambuhan pada pasien yang dilakukan
AMT pada pterygium primer sebesar 10,9%, sedangkan pada pterygium rekuren
sebesar 37,5%. Hal ini lebih tinggi daripada jika dilakukan autograft konjungtiva
(2,6%) tapi lebih rendah jika hanya dilakukan bare sclera (45%). Membran
amnion dapat menekan proliferasi fibroblast baik pada konjungtiva normal
maupun pada pterigia (gambar 12 dan 13). AMT dapat digunakan pada pterygium
primer yang melibatkan konjungtiva secara luas atau double headed pterygium
dan penderita yang mungkin memerlukan konjungtiva bulbi superior untuk
kemungkinan operasi filtering pada glaukoma. Penanganan pasien pterygium
rekuren dapat menggunakan kombinasi antara AMT dan conjungtival limbal
autograft (CLAG) (gambar 13 dan 14). Penggunaan kombinasi antara eksisi,
AMT, CLAG dan aplikasi dari mitomycin C dilaporkan dapat bermanfaat untuk
penanganan pterygium rekuren kronik pada usia muda.2,4,6
Gambar 11. Foto preoperatif penderita
dengan pterygium flesh di daerah nasal pada
mata kanan
Gambar 12. Foto postoperatif, 2 minggu
setelah tranplantasi membran amnion dan
autograft konjungtiva
13
Gambar 13. Gambar skema pterygium yang
melibatkan kornea
Gambar 14. Gambar skema yang menunjukan
eksisi pterygium, autograft konjungtiva yang
diambil dari konjungtiva bulbi supoerior,
dilanjutkan dengan AMT untuk menutup defek
epitel kornea. Conjungtival limbal autograft
(CLAG) diletakkan di atas AMT
14
BAB IV
TEKNIK OPERASI
A. PERSIAPAN MEMBRAN AMNION
Membran amnion diambil dari donor yang potensial yang menjalani operai
ceasar. Pendonor harus bebas dari penyakit-penyakit menular termasuk HIV, hepatitis
dan syphillis.2,4,6,9,10
Terdapat beberapa protokol untuk pemrosesan dan penyimpanan.
Menurut Kim dkk plasenta dibersihkan dalam keadaan steril dengan menggunakan
balanced salt solution (BSS) yang mengandung penisilin 50µg/ml, streptomisin
50µg/ml, neomisin 100µg/ml dan amphoterisin B 2,5µg/ml. Amnion kemudian
dipisahkan dari bagian korion dengan eksisi tumpul. Membran yang telah terpisah ini
kemudian diletakkan di atas kertas nitroselulosa dengan bagian epitel/membran basal
menghadap atas. Membran amnion ini kemudian dipotong 4x4cm dan disimpan
dalam vial yang mengandung medium Debalco’s modified Eagle’s/glyserol dengan
ratio 1:1 (vol/vol) kemudian membran dibekukan pada suhu -80°C. Membran dapat
segera dicairkan saat hendak digunakan pada suhu ruangan selama 10 menit. Teknik
ini merupakan cryopreserved membran amnion2,4,6,9
selain itu terdapat teknik Heated-
dried membran amnion. Pada metode ini, setelah jaringan disiapkan, jaringan
dikeringkan menggunakan oven selama satu malam pada suhu 40±2°C. Kemudian
disterilkan menggunakan radiasi gamma 25KGY.2,6
B. TEKNIK OPERASI
Membran amnion dapat digunakan sebagai graft (inlay), patch (overlay) atau
beberapa lapisan (multiple layers). Membran amnion selalu dijahit pada permukaan
okuler dengan bagian epitel di atas dan stoma berhadapan dengan permukaan bola
mata agar dapat memfasilitasi terjadinya perlengketan. Sehingga operator perlu untuk
mengenali kedua permukaan tersebut.2,4
Setelah membersihkan jaringan nekrotik dan epitel-epitel yang lepas pada defek
kornea membran amnion diletakkan dan diratakan pada mata, hindari adanya darah
atau cairan dibawah membran amnion tersebut. Membran amnion umumnya dijahit
menggunakan benang nylon 10.0 pada kornea atau pada konjungtiva menggunakan
15
benang vicryl 8.0 atau 9.0.2,4
Beberapa masalah dapat muncul setelah transplantasi
membran amnion, antara lasin dapat terjadi disintegrasi dari membran amnion
sebelum terjadi epitelisasi, pada beberapa kasus hali ini terjadi dalam 2 minggu
setelah transplantasi. Adanya kolagenase pada permukaan okuler yang dapat
menyebabkan terjadinya nekrosis. Membran amnion tidak akan melekat pada
permukaan okular bila lapisan mesenkim tidak berhadapan dengan host.4
Inlay Graft
Membran amnion diratakan pada permukaan bola mata dengan bagian epitel
menghadap ke atas dan dipotong pada ukuran dan bentuk yang sesuai. Ukuran akhir
dibuat lebih besar daripada ukuran defeknya. Membran amnion berperan sebagai
membran basalis yang memungkinkan terjadinya migrasi dan pertumbuhan epitel
kornea.2,4
Overlay atau Patch
Membran amnion menutupi seluruh permukaan kornea termasuk limbus dan
dijahit pada limbus atau daerah perifer kornea menggunakan benang nylon 10.0.
membran amnion berperan sebagai bandage contact lens dan sebagai barrier terhadap
sel-sel inflamasi atau protein air mata. Kedua teknik tersebut di atas dapat
dikombinasikan. Sehingga lapisan pertama membran amnion sebagai graft atau inlay
kemudian dilapisi dengan overlay membran amnion.2
Gambar 15. Inlay graft membran amnion
16
Teknik Multilayer
Defek yang dalam dapat menggunakan lebih dari satu lapisan membran
amnion untuk mengisi defek tersebut. Pengaturan permukaan lapisan per lapisan tidak
terlalu diperhitungkan kecuali lapisan paling atas, dimana lapisan epitel membran
amnion diletakkan menghadap ke atas agar dapat terjadi penutupan oleh sel epitel
kornea.2
Gambar 16. Teknik overlay membran
amnion
17
BAB V
RINGKASAN
Transplantasi membran amnion telah banyak digunakan pada berbagai macam kondisi
permukaan bola mata. Membran amnion mempunyai kemampuan untuk mengurangi
inflamasi dan jaringan sikatrik, meningkatkan epitelisasi dan penyembuhan luka, membran
amnion juga mempunyai efek antimikroba.2,4
Epitel membran basalis amnion dapat memfasilitasi pemindahan sel epitel,
meningkatkan adhesi sel basal epitel dan diferensiasi sel. Amnion plasenta manusia tersusun
atas satu lapis sel epital, membran basalis dan stroma yang avaskuler.
Komponen di dalam membran basalis kornea juga terdapat di dalam membran basalis amnion
termasuk kolagen tipe IV dan tipe VII. Epitel amnion menghasilkan faktor pertumbuhan
fibroblas dasar, faktor pertumbuhan hepatosit dan faktor pertumbuhan perubah β. Amnion
dapat menghambat infiltrasi dari sel-sel inflamasi dan mengurangi apoptosis epitel.3
Membran amnion terdiri atas tiga lapisan dasar yaitu, lapisan epitel, membran basalis
dan lapisan stroma yang avaskuler.1,2,4,6,7
Cara kerja membran amnion adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan Epitelisasi
2. Menghambat fibrosis
3. Menghambat inflamasi dan angiogenesis
4. Kurangnya imunogenitas
5. Antimikroba dan anti viral
Membran amnion dapat digunakan pada beberapa keadaan permukaan bola mata,
beberapa indikasi penggunaan membran amnion adalah :
1. Defek epitel persisten
2. Bullous keratopati
3. Band keratopati
4. Trauma kimia dan trauma thermal
5. Parlial limbal stem cell deficiency
6. Pterygium
18
Membran amnion diambil dari donor yang potensial yang menjalani operai ceasar.
Pendonor harus bebas dari penyakit-penyakit menular termasuk HIV, hepatitis dan
syphillis.2,4,6,9,10
Terdapat beberapa protokol untuk pemrosesan dan penyimpanan diantaranya
adalah cyclopreservation dan heat-dried.2,4,6,9
Tranplantasi membran amnion dapat dilakukan dengan teknik inlay atau graft, teknik
overlay atau patch dan multilayer m embran amnion.2,4
Beberapa permasalahan yang dapat
timbul setelah transplantasi memran amnion antara lain terjadinya disintegrasi dari membran
amnion sebelum terjadi epitelisasi. Adanya kolagenase pada permukaan okuler yang dapat
menyebabkan terjadinya nekrosis. Membran amnion tidak akan melekat pada permukaan
okular bila lapisan mesenkim tidak berhadapan dengan host.4
Membran amnion mempunyai berbagai potensi yang dapat digunakan untuk
penatalaksanaan berbagai macam kelainan permukaan bola mata. Sehinnga penggunaan
membran amnion mulai meluas akan tetapi masih diperlukan penelitian-penelitian lebih
lanjut agar dapat memaksimalkan kekunaan dari membran amnion tersebut
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Tseng SCG. Amniotic Membrane Transplantation for Ocular Surface Reconstruction.
Bioscience Reports 2001;21:481-89.
2. Raffi AB, et al. Amniotic Membran Transplantation. Iranian Journal of Ophthalmic
Research 2007;2:58-75.
3. Letko E, et al. Amniotic Membrane Inlay and Overlay Grafting for Corneal Epithelial
Defects and Stromal Ulcers. Arch Ophthalmol 2001;119:659-663.
4. Dua HS, Blanco AA. Amniotic Membrane Transplantation. Br J Ophthalmol
1999;83:748-752.
5. Ma D, et al. Amniotic Membrane Graft for Primary Pterygium: Comparison with
Conjungtival Autograft and Topical Mitomycin C Treatment. Br J Ophthalmol
2000;84:973-8
6. Sangawan VS, et al. Amniotic Membrane Transplantation: A Review of Current
Indications in The Management of Ophthalmic Disorders. Indian J Ophthalmol
2007;55:251-60.
7. Schawn BL. Human Amniotic Membrane Transplantation for the Treatment of Ocular
Surface Disease. 2002. Available from URL: http://www.dcmsonline.org/jax-
medicine/2002journals/audsept2002/amniotic.htm
8. Blanco AA, et al. Amniotic Membrane Transplantation for Ocular Surface
Reconstruction Br J Ophthalmol 1999;83:399-402.
9. Hamza MS, et al. Amniotic Membrane Transplantation in Ocular Surface Disorder.
Pak J Ophthalmol 2011;27:138-141.
10. Figueredo FC. Amniotic Membrane Transplantation In Ophthalmology. Available
from URL http://www.mrcophth.com/focus1/Amniotic-Transplantation.htm