pengaruh perubahan harga beras terhadap pola …digilib.unila.ac.id/27025/2/tesis tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH PERUBAHAN HARGA BERAS TERHADAP
POLA KONSUMSI PANGAN PADA RUMAH TANGGA DALAM
JANGKA PENDEK DI PROVINSI LAMPUNG
Tesis
Oleh
MAYA NARANG ALI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
PENGARUH PERUBAHAN HARGA BERAS TERHADAP POLAKONSUMSI PANGAN PADA RUMAH TANGGA DALAM JANGKA
PENDEK DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
MAYA NARANG ALI
Provinsi Lampung dijuluki lumbung pangan nasional. Namunkenyataannya harga beras cenderung mengalami peningkatan disetiap tahunnya.Kenaikan harga beras tentunya berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan padarumah tangga di Provinsi Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisispengaruh perubahan harga beras terhadap pola konsumsi pangan pada rumahtangga di Provinsi Lampung berdasarkan kelompok pendapatan dalam jangkapendek. Pengelompokkan rumah tangga berdasarkan pendapatan (rendah, sedangdan tinggi) dilakukan karena tingkat pendapatan mempengaruhi pola konsumsirumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa dampak kenaikan harga beras akandisikapi berbeda-beda sesuai tingkat pendapatannya.
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data cross sectionSurvei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2013 dan 2014. Untukmengestimasi sistem permintaan digunakan Model Linear Approximation/ AlmostIdeal Demand System (LA/AIDS). Parameter regresi dalam model fungsipermintaan diestimasi dengan Seemingly Unrelated Regression (SUR) yangmemenuhi syarat-syarat fungsi permintaan yaitu Agregasi Angel/adding up,homogenitas dan simetri. Hasil estimasi fungsi permintaan digunakan untukmenghitung elastisitas permintaan pangan berdasarkan kelompok komodititerhadap harga beras.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok rumah tanggaberpendapatan rendah masih lebih bergantung pada beras sebagai pangan pokokdaripada kelompok rumah tangga lainnya. Semakin rendah pendapatan suaturumah tangga maka proporsi terhadap konsumsi beras akan cenderung semakinmeningkat dan sebaliknya semakin tinggi pendapatan suatu rumah tangga makaproporsi konsumsi beras akan cenderung semakin menurun
Kata kunci: Harga Beras; Elastisitas; LA/AIDS;
ABSTRACT
THE IMPACT OF RICE PRICE CHANGE ON FOOD CONSUMPTIONPATTERNS IN HOUSEHOLD OF LAMPUNG PROVINCE
IN THE SHORT-TERM
by
MAYA NARANG ALI
Lampung province is the national rice barns. But the reality, the rice pricetend to experience an increase for every year. The increase of rice price willaffect the patterns of food consumption in households in Lampung Province. Thisstudy aims to analyze the impact of rice price changes on food consumptionpatterns on households in Lampung Province based on income groups in the shortterm. Grouping of households by income (low, medium and high) is done becausethe income level affects household consumption patterns. This shows that theimpact of rising rice prices will be addressed differently according to the level ofincome.
The data used in this study is secondary data, that is using cross sectiondata National Socioeconomic Survey (Susenas) Year 2013 and 2014. To estimatedemand function use Linear Approximation / Almost Ideal Demand System (LA /AIDS) model. The regression parameters in the demand function model areestimated by Seemingly Unrelated Regression (SUR) which qualifies the term ofrestrictions the demand function such as angel aggregation/adding up,homogeneity and symmetrical. The estimation result of demand function is used tocalculate the elasticity of food demand based on commodities group to the riceprice.
The results show that low income household groups are still moredependent on rice as a staple food than other household groups. The lower theincome of a household, higher proportion of rice consumption. In contrast thehigher the income of a household, lower proportion of rice consumption.
Key Words: Rice Prices; Elasticity; LA/AIDS;
PENGARUH PERUBAHAN HARGA BERAS TERHADAPPOLA KONSUMSI PANGAN PADA RUMAH TANGGA DALAM
JANGKA PENDEK DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER SAINS
Pada
Program Pascasarjana Magister Ilmu EkonomiFakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2017
MAYA NARANG ALI
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Teluk Betung tanggal 02 Desember 1983. Merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Agus Ali dan Ibu Lela
Santika. Pendidikan pertama penulis adalah Taman Kanak-kanak (TK) Xaverius
Teluk Betung diselesaikan tahun 1990, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di
Xaverius Teluk Betung, Bandar Lampung lulus pada tahun 1996, Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di Xaverius Teluk Betung pada tahun 1999,
dan Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMUN 2 Bandar Lampung pada tahun
2002.
Pada tahun 2002, penulis melanjutkan ke perguruan tinggi kedinasan di
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jurusan Statistika Peminatan Komputasi
Statistik, diselesaikan pada tahun 2006. Selepas penulis menyelesaikan
pendidikan sarjana, pada tahun 2006, Penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri
Sipil pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur. Pada tahun 2012,
Penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan pascasarjana pada program Ilmu
Ekonomi di Universitas Lampung.
SANWACANA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
Rahmat dan Pertolongan-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Penulisan tesis dengan
judul “Pengaruh Perubahan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Pangan Pada
Rumah Tangga Dalam Jangka Pendek Di Provinsi Lampung,” merupakan salah
satu syarat dalam menyelesaikan studi Pascasarjana Ilmu Ekonomi di Universitas
Lampung.
Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Ambya, S.E., M.Si., selaku Pembimbing Akademik sekaligus
Dosen Pembimbing pertama.
3. Bapak Dr. I Wayan Suparta, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Pascasarjana
Ilmu Ekonomi sekaligus Dosen Pembimbing kedua.
4. Dr. Toto Gunarto, S.E., M.Si., selaku Dosen Penguji pertama.
5. Dr. Lies Maria Hamzah, S.E., M.E., selaku Dosen Penguji kedua.
6. Bapak Ibu Dosen Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Lampung.
7. Seluruh Staf dan Karyawan Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas
Lampung.
8. Kepala BPS Kabupaten Lampung Timur Bapak Ir. Anwar, beserta seluruh
rekan-rekan Statistik Produksi BPS Provinsi Lampung.
9. Kedua orang tuaku yang luar biasa, senantiasa memberikan doa, kasih sayang
dan semangat.
10. Suamiku Ageng Adi Sudrajat, yang selalu memberi support dengan penuh
kesabaran dan cinta kasih serta anakku tersayang Tito Narang Sudrajat
matahariku cintaku kasihku demimu bunda berjuang.
11. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Lampung
angkatan II.
12. Semua Pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna,
akan tetapi sedikit harapan semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Juni 2017
MAYA NARANG ALI
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii
I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 14
1.3 Pertanyaan Penelitian........................................................................ 15
1.4 Tujuan Penelitian..................................................... ......................... 16
1.5. Keaslian Penelitian .......................................................................... 16
1.6. Manfaat Penelitian ............................................................................ 19
1.7. Kerangka Penelitian .......................................................................... 20
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 21
2.1. Tinjauan Teoritis .............................................................................. 21
2.1.1. Teori Permintaan .............................................................................. 21
2.1.2. Elastisitas Permintaan ...................................................................... 28
2.1.3. Model Empiris Permintaan .............................................................. 31
2.2. Tinjauan Empiris .............................................................................. 34
2.3. Hipotesis .......................................................................................... 53
xii
Halaman
III. METODE PENELITIAN ................................................................ 55
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 55
3.2. Sumber Data .................................................................................... 55
3.3. Variabel Penelitian............................................................................ 56
3.4. Metode Analisis ............................................................................... 60
3.5. Spesifikasi Model Ekonometrik........................................................ 60
3.6. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 68
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 72
4.1. Perubahan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Pangan PadaKelompok Rumah Tangga Berpendapatan Rendah .......................... 72
4.1.1 Elastisitas Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi Pangan PadaKelompok Rumah Tangga Berpendapatan Rendah ........................... 79
4.1.2 Pengaruh Karakteristik Demografi Terhadap Pola Konsumsi PanganPada Kelompok Rumah Tangga Berpendapatan Rendah .................. 81
4.2. Perubahan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Pangan PadaKelompok Rumah Tangga Berpendapatan Sedang............................ 83
4.2.1 Elastisitas Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi Pangan PadaKelompok Rumah Tangga Berpendapatan Sedang............................ 88
4.2.2 Pengaruh Karakteristik Demografi Terhadap Pola Konsumsi PanganPada Kelompok Rumah Tangga Berpendapatan Sedang................... 90
4.3. Perubahan Harga Beras Terhadap Pola Konsumsi Pangan PadaKelompok Rumah Tangga Berpendapatan Tinggi............................. 91
4.3.1 Elastisitas Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi Pangan PadaKelompok Rumah Tangga Berpendapatan Tinggi............................. 96
4.3.2 Pengaruh Karakteristik Demografi Terhadap Pola Konsumsi PanganPada Kelompok Rumah Tangga Berpendapatan Tinggi .................... 98
4.4. Implikasi ........................................................................................... 100
xiii
Halaman
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 103
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 103
5.2. Saran ................................................................................................ 105
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 108
LAMPIRAN .................................................................................................. 112
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1. Indikator Harga Beras Dan Konsumsi Rumah Tangga Di ProvinsiLampung Tahun 2013-2014 .............................................................. 10
1.2. Penelitian Tentang Pola Konsumsi Pangan Dan Variabel YangDiteliti ................................................................................................ 16
3.1 Pengelompokan Variabel Konsumsi Rumah Tangga......................... 58
4.1 Hasil Uji Data Berpasangan Elastisitas Permintaan Konsumsi PadaRumah Tangga Berpendapatan Rendah Tahun 2013-2014................ 72
4.2 Elastisitas Permintaan Kelompok Pangan Terhadap Harga Beras PadaKelompok Rumah Tangga Berpendapatan Rendah Dalam JangkaPendek ................................................................................................ 74
4.3 Elastisitas Pendapatan Kelompok Pangan Pada Rumah TanggaBerpendapatan Rendah Dalam jangka Pendek................................... 80
4.4 Hasil Uji Data Berpasangan Elastisitas Permintaan Konsumsi PadaRumah Tangga Berpendapatan Sedang Tahun 2013-2014 ................ 83
4.5 Elastisitas Permintaan Kelompok Pangan Terhadap Harga Beras PadaKelompok Rumah Tangga Berpendapatan Sedang Dalam JangkaPendek ................................................................................................ 85
4.6 Elastisitas Pendapatan Kelompok Pangan Pada Rumah TanggaBerpendapatan Sedang Dalam jangka Pendek ................................... 89
4.7 Hasil Uji Data Berpasangan Elastisitas Permintaan Konsumsi PadaRumah Tangga Berpendapatan Sedang Tahun 2013-2014 ................ 92
4.8 Elastisitas Permintaan Kelompok Pangan Terhadap Harga Beras PadaKelompok Rumah Tangga Berpendapatan Tinggi Dalam JangkaPendek ................................................................................................ 94
xv
4.9 Elastisitas Pendapatan Kelompok Pangan Pada Rumah TanggaBerpendapatan Tinggi Dalam jangka Pendek .................................... 97
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Harga Beras Nasional Ditingkat Eceran Menurut Kategori Tahun2010 – 2014 (Rp/Kg) ........................................................................ 8
1.2 Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan di Provinsi LampungMenurut Kelompok Barang (rupiah), 2011-2014............................... 11
1.3 Kerangka Pemikiran Pengaruh Perubahan Harga Beras TerhadapPola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Dalam Jangka Pendek diProvinsi Lampung ............................................................................. 20
2.1. Kurva Indiferen (Indiference Curve).................................................. 24
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Konsumsi Rata-Rata per Kapita Seminggu Beberapa Macam BahanMakanan Penting Indonesia, 2010-201 ............................................. 112
2. Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut KelompokBarang (Rupiah) Indonesia, 2010-2014 ............................................. 113
3. Rata-Rata Konsumsi Kalori dan Protein per Kapita Sehari MenurutMenurut Kelompok Barang Indonesia, 2011-2014 ........................... 114
4. Variabel Diskrit Dalam Model Menurut Kelompok PendapatanTahun 2013 dan 2014 (Digunakan sebagai pendukung keterangandeskriptif pada Bab 4) ........................................................................ 115
5. Variabel Kontinu Dalam Model Menurut Kelompok PendapatanTahun 2013 dan 2014 (Digunakan sebagai pendukung keterangandeskriptif pada Bab 4) ........................................................................ 116
6. Pengaruh Harga dan Pendapatan Riil Terhadap PermintaanKelompok Pangan Tahun 2013 - 2014 (Merupakan hasil dariPersamaan regresi 3.1) ....................................................................... 117
7. Pengaruh Karakteristik Demografi Terhadap Permintaan KelompokPangan, 2013-2014 (Merupakan hasil dari persamaan regresi 3.1) ... 118
8. Hasil Uji Beda Rata-Rata Elastisitas Permintaan Berdasarkan JenisKomoditi dan Kelompok Pendapatan, 2013 dan 2014 (MenjawabHipotesis 2.3) ..................................................................................... 119
9. Penurunan Elastisitas Harga dan Pengeluaran Komoditi ModelLinear Approximation (LA/AIDS)..................................................... 120
10. Syntax Pengolahan Data .................................................................... 126
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pola konsumsi merupakan cara mengkombinasikan unsur konsumsi
dengan tingkat konsumsi secara keseluruhan (Virgantari, 2012). Perubahan pola
konsumsi rumah tangga dapat dijadikan indikator perubahan kemampuan rumah
tangga untuk memenuhi kebutuhannya akibat perubahan pendapatan. Naik atau
turunnya pendapatan yang diikuti perubahan kemampuan daya beli, secara tidak
langsung akan berimplikasi pada perubahan pola konsumsi.
Pangan merupakan komponen penting pada konsumsi rumah tangga
(Isvilanonda et al., 2008). Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan,
ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sebagaimana tertuang
dalam General Comment 12 dari The Committee, Social and Cultural Rights
(CESCR) bahwa hak atas pangan (the right of food) telah diakui secara
internasional sebagai salah satu hak dasar umat manusia (Dewan Ketahanan
Pangan, 2014). Oleh sebab itu berbagai upaya dilakukan pemerintah guna
menjamin tercukupinya kebutuhan pangan nasional.
Analisis pola konsumsi pangan berperan penting dalam menggambarkan
taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat. Melalui perubahan pola konsumsi
2
dapat diketahui perubahan kemampuan daya beli rumah tangga. Data pola
konsumsi dapat dijadikan acuan dalam melihat indikator-indikator kesejahteraan
penduduk, seperti status kesehatan penduduk, status gizi, dan status kemiskinan
penduduk (Badan Pusat Statistik (BPS), 2011).
Disamping harga dan pendapatan, besarnya konsumsi suatu komoditi juga
ditentukan oleh preferensi, dimana pada tingkat harga dan pendapatan yang sama
terdapat perbedaan tingkat konsumsi. Perbedaan karena preferensi antara lain
disebabkan oleh faktor sosial dan ekonomi termasuk demografi. Kahar (2010)
menyatakan perubahan pola konsumsi rumah tangga sangat erat kaitannya dengan
perubahan status kehidupan rumah tangga yang disebabkan oleh faktor-faktor
intern seperti jumlah anggota rumah tangga, lapangan pekerjaan, dan lain-lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka kajian analisis pola konsumsi tidak terlepas dari
bagaimana faktor-faktor karakteristik ekonomi dan demografi mempengaruhi
perilaku dan pola konsumsi dari masyarakat.
Analisis pola konsumsi pangan pada rumah tangga menarik untuk diteliti
dan berguna bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan khususnya masalah
pangan (Umar Farooq et al., 1999). Beberapa studi konsumsi berfokus pada bahan
pangan utama seperti padi-padian dimana beras merupakan bahan pangan yang
paling penting. Studi-studi tersebut diantaranya dilakukan oleh John W. Mellor
(1978), Slamet Sudarmadji (1979), Jensen dan Manrique (1996), Umar Farooq et
al. (1999), Bakhshoodeh dan Piroozirad (2003), Rahmatullah Rizieq (2005),
Isvilanonda at al. (2008), Tey Yeong Sheng et al. (2008), Gbakou (2011), dan Ike
Deviana et al. (2011).
3
Pindyck (1998) menyatakan ketika terjadi kenaikan harga maka
permintaan terhadap barang tersebut akan berkurang dan diganti dengan barang
yang lain. Merujuk pada pernyataan Pindyck, Umar Farooq et al. (1999)
melakukan penelitian untuk mengestimasi dampak kenaikan harga pangan
terhadap pola konsumsi rumah tangga. Peneliti menggunakan model Linear
Approximation/Almost Ideal Demand System (LA/AIDS) untuk mengestimasi
fungsi permintaan. Model LA/AIDS merupakan salah satu model dinamis
permintaan yang dapat mengatasi masalah endogenitas yang disebabkan oleh
variasi harga. Peneliti menambahkan variabel demografi berupa jumlah anggota
rumah tangga. Hasilnya searah dengan teori Pindyck dimana komoditi beras dan
gandum elastis dalam hal harga. Hal ini berarti ketika terjadi kenaikan harga
beras, rumah tangga mudah mengganti komoditi beras dengan komoditi lainnya.
Penelitian serupa dilakukan oleh Tey Yeong Sheng et al. (2008), dengan
menggunakan model yang sama namun menghilangkan variabel demografi.
Peneliti mengelompokkan bahan pangan menjadi 12 (dua belas) kelompok yaitu
beras, roti dan sereal, daging, ikan, susu dan hasil olahannya, telur, minyak dan
lemak, buah-buahan, sayuran, gula, makanan lainnya dan minuman. Hasil
penelitiannya searah dengan Umar Farooq dimana nilai elastisitas harga sendiri
untuk komoditi beras cukup tinggi yaitu sebesar 2.02. Hal ini berarti beras
merupakan komoditi yang bersifat elastis dalam hal harga.
Bertentangan dengan teori Pindyck, Isvilanonda et al (2008) menyatakan
bahwa tingkat konsumsi beras bersifat inelastis dalam hal harga. Peneliti
menggunakan model permintaan LA/AIDS dan mengelompokkan rumah tangga
berdasarkan pendapatan dan tempat tinggal. Hasil penelitiannya menunjukkan
4
bahwa perubahan harga beras kurang berpengaruh pada perubahan permintaan
beras. Dengan menggunakan model permintaan yang sama, hasil ini didukung
oleh Suharno (2002), Sri Handayani (2011), dan Gbakou (2011).
Rahmatullah Rizieq (2005) melakukan analisis permintaan bahan pangan
di Indonesia. Peneliti menggunakan model LA/AIDS dimana bahan pangan
dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori. Peneliti menambahkan variabel
demografi tempat tinggal sebagai dummy variabel. Hasilnya menunjukkan
elastisitas harga terhadap permintaan pangan padi-padian (kategori A) bersifat
inelastis dan memiliki nilai positif. Hasil ini berbeda dengan teori permintaan
untuk barang normal, yang menyatakan bahwa hubungan harga dengan
permintaan barang adalah negatif.
Teori Engel menyatakan bahwa konsumsi seseorang dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan. John W. Mellor (1978) menyatakan bahwa masyarakat
berpendapatan rendah menghabiskan pendapatan mereka untuk membelanjakan
kebutuhan pangan dalam proporsi yang besar. Kenaikan harga komoditi pangan
khususnya padi-padian memberi dampak pengurangan nutrisi bagi masyarakat
kelompok berpendapatan rendah. Hal ini disebabkan terjadi substitusi dari
makanan yang bernutrisi tinggi yang harganya lebih mahal untuk memenuhi
kebutuhan pangan pokok.
Hasil penelitian serupa dilakukan oleh Bakhshoodeh dan Piroozirad (2003)
yang meneliti pengaruh perubahan harga beras pada rumah tangga di Provinsi
Fars, Iran. Hasil yang diperoleh dampak peningkatan 10 persen harga beras akan
menurunkan kesejahteraan sebesar 0,67 persen dalam jangka pendek dimana
5
rumah tangga dengan kelompok pendapatan terkecil mengalami kerugian yang
paling besar.
Jensen dan Manrique (1996) membangun fungsi permintaan dengan model
LA/AIDS dan menyatakan ketika komoditi pangan (beras, dairy products, ikan
dan daging) mengalami kenaikan harga sebesar 10 persen akan memberi pengaruh
yang berbeda-beda sesuai kelompok pendapatan rumah tangga. Beras merupakan
komoditi yang paling responsif terhadap harga pada rumah tangga berpenghasilan
rendah. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sri Handayani (2011).
Peneliti membagi rumah tangga berdasarkan kelompok pendapatan (rendah,
menengah, tinggi) dan tipe provinsi (kaya dan miskin). Hasil penelitiannya
menunjukkan elastisitas harga beras di kelompok rumah tangga pendapatan
rendah lebih besar daripada pendapatan tinggi.
Bertentangan dengan fenomena diatas, hasil penelitian yang dilakukan
oleh Slamet Sudarmaji (1979) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendapatan suatu rumah tangga maka nilai elastisitas konsumsi makanan akan
semakin besar (elastis). Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Isvilanonda et al. (2008) yang menyatakan bahwa elastisitas harga beras di
kelompok rumah tangga pendapatan tinggi lebih besar daripada rumah tangga
pendapatan rendah.
Pola konsumsi pangan rumah tangga di Indonesia menunjukkan bahwa
pada tahun 1954, pangsa pangan didominasi oleh beras (53,5 persen), ubi kayu
(22,4 persen), dan jagung (18,9 persen). Setelah 33 tahun (1987), pangsa pangan
masih didominasi komoditas yang sama, namun proporsinya telah bergeser, yaitu
beras (81,1 persen), ubi kayu (10,0 persen), dan jagung (7,82 persen). Mulai tahun
6
2011, pangsa non beras nyaris hilang dan konsumsi pangan rumah tangga
didominasi oleh beras dan terigu1.
Pola konsumsi pangan rumah tangga di Indonesia dari 2011-2014
(lampiran 3) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi kalori dan protein memiliki
angka yang paling tinggi untuk komoditi beras, yaitu sebesar 51-62 persen.
Sementara angka konsumsi beras terhadap komoditi tanaman pangan lainnya
mencapai 95-98 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa beras sebagai komoditi
yang terbesar proporsinya dalam konsumsi pangan rumah tangga.
Sebagai makanan pokok, ketergantungan terhadap beras sangat tinggi,
sehingga kebutuhan beras nasional menjadi cukup besar. Kebutuhan konsumsi
beras di Indonesia mencapai lebih dari 90 persen dari seluruh konsumsi pangan
pokok yang lain (Badan Ketahanan Pangan (BKP), 2014). Beras telah menjadi
komoditas strategis dalam kehidupan bernegara di Indonesia, terutama bagi
penduduk miskin.
Ada 4 (empat) angka konsumsi beras per kapita yang menggambarkan
tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia. Angka pertama adalah data BPS
sebesar 87,63 kilogram per tahun atau 240 gram per hari. Data tersebut
merupakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang hanya memotret
konsumsi beras di dalam rumah tangga. Angka kedua adalah data yang tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yakni
sebesar 124,89 kilogram per tahun atau 340 gram per hari. Ketiga adalah angka
konsumsi sebesar 139,15 kilogram per tahun atau 381 gram per hari yang
merupakan hasil kesepakatan bersama BPS, BKP, dan praktisi serta ahli pertanian.
1 Paparan Kepala Badan Ketahanan Pangan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian 2012, 23 Mei 2012
7
Keempat adalah data BPS sebesar 114,8 kilogram per tahun atau 315 gram per
hari, yang merupakan kombinasi antara konsumsi beras di rumah tangga hasil
Susenas dan konsumsi beras di luar rumah tangga hasil Survei Konsumsi Beras
Nasional pada tahun 20122.
Perubahan harga beras dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Timmer
(2004), perubahan harga beras salah satunya disebabkan oleh adanya perubahan
struktur produksi beras dan kebutuhannya. Pada 2013, produksi beras di Indonesia
berfluktuasi dengan total produksi sebesar 40 075,80 ribu ton untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi 248 818,1 ribu penduduk. Pada 2014 produksi padi
mengalami penurunan menjadi 39 697,70 ribu ton sementara jumlah penduduk
mengalami peningkatan menjadi 252 164,80 ribu penduduk. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan harga beras.
Beras yang merupakan konsumsi pangan tertinggi di indonesia selalu
mengalami kenaikan harga. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2010 - 2014)
telah terjadi peningkatan harga sekitar 43 persen . BPS mencatat harga jual beras
di Indonesia sudah mengalami kenaikan 12 persen sepanjang 2015. Menurut Food
and Agriculture Organization (FAO) (2014), kenaikan harga beras di Indonesia
menunjukkan trend yang terus meningkat, sedangkan harga beras di negara lain
seperti India dan Thailand menunjukkan angka yang lebih stabil.
2 http://www.kompasiana.com/kadirsaja/di-balik-penurunan-angka-konsumsi-beras-masyarakatindonesia_552816a36ea834372d8b4591
8
Sumber : BKP, 2015
Kecenderungan peningkatan harga beras tentu akan berpengaruh terhadap
konsumsi masyarakat. Pada periode 2010-2014 konsumsi beras mengalami
penurunan. Lampiran 1 menunjukkan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terjadi
penurunan sebesar 6,17 persen. Sementara pengeluaran per kapita untuk konsumsi
padi-padian meningkat. Lampiran 2 menunjukkan peningkatan pengeluaran untuk
padi-padian untuk periode 2010-2014 sebesar 36.88 persen. Selama 2010-2014
proporsi pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran naik dari 49,44 persen
menjadi 50,64 persen.
Kenaikan harga beras menyebabkan rumah tangga selain mengurangi
jumlah konsumsi berasnya ,juga telah mengorbankan pembelian yang lain untuk
dapat mengkonsumsi beras. Hal ini disebabkan permintaan beras bersifat inelastis
dalam hal harga (Suharno 2010, Isvilanonda et al. 2008). Lampiran 3
menunjukkan terjadi penurunan konsumsi kalori dan protein perkapita sehari yaitu
1436.88 kkal dan 40.36 gram pada tahun 2011 menurun menjadi 1399.62 kkal dan
Gambar 1.1 Harga Beras Nasional Ditingkat Eceran Menurut KategoriTahun 2010 – 2014 (Rp/Kg)
9
39.42 gram pada tahun 2012, 1360.46 kkal dan 37.7 gram pada tahun 2013 dan
mengalami sedikit peningkatan pada 2014 yaitu menjadi 1374 kkal dan 38.59
gram.
Kenaikan harga beras berpengaruh terhadap tingginya angka inflasi di
Indonesia. Hal ini disebabkan beras merupakan bahan pangan utama yang
dikonsumsi oleh hampir semua masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Laporan
Kegiatan Tim Koordinasi Pemantauan Dan Pengendalian Inflasi Bank Indonesia,
pada tahun 2014 beras merupakan penyumbang inflasi tertinggi kedua setelah
cabai merah dengan kontribusi (yoy) sebesar 0,38%. Hal sebaliknya,
pengendalian harga beras juga dapat memperlambat laju inflasi. Hal ini terjadi
pada Bulan April 2015, dimana penurunan harga beras bahkan mampu meredam
dampak kenaikan BBM. Karena peran komoditi beras yang vital dan strategis,
pemerintah memiliki perhatian yang lebih besar daripada komoditas lainnya.
Provinsi Lampung memiliki keunggulan di bidang pertanian khususnya
tanaman pangan. Berdasarkan ATAP (Angka Tetap) Tanaman Pangan Tahun
2015, produksi padi Provinsi Lampung menempati 7 (tujuh) besar penghasil
produksi padi tertinggi nasional3. Hal ini membuat Provinsi Lampung dijuluki
sebagai lumbung pangan nasional. Namun kenyataannya harga beras di Provinsi
Lampung selalu mengalami kenaikan. Pada periode 2011 – 2014 telah terjadi
kenaikan harga sebesar 27,15 persen atau rata-rata sebesar 9 (sembilan) persen per
tahun.
Kenaikan harga beras berpengaruh terhadap pola konsumsi rumah tangga
di Provinsi Lampung. Tabel 1.1 menunjukkan ketika terjadi kenaikan harga beras
3 Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik Provinsi Lampung (Bandar Lampung, BPS, No.01/03/18/Th. X, 1 Maret2016)
10
2013 2014(1) (2) (3)
Harga Beras (Rp/Kg) 12.978 13.446
Konsumsi Beras rata-rata perkapita sebulan (Kg) 7,30 7,09
Pengeluaran perkapita konsumsi beras sebulan (Rp) 56.673 67.735
Konsumsi Kalori perkapita sehari (kkal) 1.805,57 1.750,45
Konsumsi protein perkapita sehari (gram) 48,78 46,92
Indikator (Lampung)Tahun
telah terjadi penurunan konsumsi beras dari tahun 2013 ke 2014, yaitu dari 7.3 kg
menjadi 7.09 kg perkapita sebulan. Sementara pengeluaran per kapita untuk
mengkonsumsi beras sebulan meningkat dari Rp. 56.673 pada 2013 menjadi Rp.
67.735 pada 2014.
Selama kurun waktu 2013-2014 telah terjadi penurunan jumlah kecukupan
kalori dan protein rumah tangga Provinsi Lampung. BPS mencatat dari 2013 ke
2014 (Tabel 1.1) terjadi penurunan konsumsi kalori dan protein di Provinsi
Lampung, yaitu kalori turun sebesar 55.42 kkal per kapita sehari (dari 1805.57
kkal per kapita sehari menjadi 1750.45 kkal per kapita sehari) dan protein turun
sebesar 1.86 gram per kapita sehari (dari 48.78 gram per kapita sehari menjadi
46.92 gram per kapita sehari).
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), Susenas Modul Konsumsi 2011-2014
Penurunan kalori dan protein yang terjadi mempengaruhi tingkat kesehatan
dan kecerdasan serta produktivitas rumah tangga. Hal ini disebabkan tidak
tercukupinya kebutuhan standar minimum jumlah makanan seorang individu.
Dalam jangka panjang kekurangan konsumsi pangan dari sisi jumlah dan kualitas
Tabel 1.1 Indikator Harga Beras Dan Konsumsi Rumah TanggaDi Provinsi Lampung Tahun 2013-2014
11
Gambar 1.2. Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan di Provinsi LampungMenurut Kelompok Barang (rupiah), 2011-2014
(terutama anak balita) akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia
(Lumbantobing, 2005). Pada tahun 2013 dan 2014, posisi Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Provinsi Lampung menempati urutan 26 dari 34 propinsi di
Indonesia.
Dalam kurun waktu 2011-2014 telah terjadi peningkatan proporsi
konsumsi makanan. Gambar 1.2 memperlihatkan selama 4 (empat) tahun terjadi
peningkatan persentase pengeluaran makanan sebesar 30.33 persen. Hal ini berarti
secara rata-rata terjadi peningkatan sebesar 10.11 persen pertahunnya.
Peningkatan proporsi konsumsi makanan tersebut mengindikasikan adanya
penurunan kesejahteraan
Sumber: BPS, Susenas Modul Konsumsi 2011-2014
Kenaikan harga beras berdampak langsung pada aktivitas ekonomi
keluarga berpendapatan rendah. Menurut Torero (2011), pihak yang paling
terpengaruh oleh kenaikan harga beras adalah masyarakat miskin atau
12
berpendapatan rendah. Yao (2008) menyatakan bahwa masyarakat berpendapatan
rendah yang akan terpengaruh akibat kenaikan harga beras. Hal ini didukung oleh
Sugema (2007) yang menyatakan bahwa sekitar 23 persen pengeluaran rumah
tangga miskin/berpendapatan rendah dialokasikan untuk beras. Tingginya harga
pangan merugikan konsumen miskin karena mereka harus menghabiskan lebih
banyak uang untuk pembelian makanan dan karena itu mungkin harus mengurangi
kuantitas atau kualitas dari makanan yang mereka beli atau menghemat barang
dan jasa yang dibutuhkan lainnya.
Pada tahun 2013 dan 2014, rumah tangga pada kelompok berpendapatan
paling rendah (pengeluaran kurang dari Rp 200 ribu per kapita sebulan) di
Provinsi Lampung mempunyai persentase pengeluaran untuk makanan terhadap
total pengeluaran masing-masing sebesar 69,38 dan 68,66 persen. Menurut Engel,
apabila persentase pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran lebih dari 80
persen, maka tingkat kesejahteraan adalah sangat rendah (BPS, 2011). Hal ini
menunjukkan bahwa rumah tangga berpendapatan paling rendah di Provinsi
Lampung semakin mendekati kondisi kesejahteraan yang rendah.
Penurunan konsumsi kalori dan protein juga terjadi pada kelompok
pendapatan paling rendah. Total konsumsi kalori dan protein pada kelompok
pendapatan paling rendah pada 2013 sebesar 1.319,94 kkal per kapita sehari dan
7,23 gram per kapita sehari. Total konsumsi kalori dan protein turun pada 2014
menjadi 1.252,75 kkal per kapita sehari dan 6,83 gram per kapita sehari. Nilai
konsumsi ini dibawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 yaitu sebesar 2.150
kkal per kapita sehari untuk kebutuhan kalori dan 57 gram per kapita sehari untuk
kebutuhan protein
13
Kenaikan harga beras dapat mengakibatkan angka kemiskinan bertambah.
Seperti dikutip dari penyataan Suahasil Nazara Pelaksana Tugas BKF Kemenkeu
"Kenaikan angka kemiskinan Maret 2015 bukan didorong harga BBM, tapi harga
beras naik" 4. Sebagaimana diakui oleh BPS yang menyatakan bahwa harga
beras sangat berpengaruh pada garis kemiskinan: 23,39 persen. Kementrian
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengingatkan setiap kenaikan
harga beras 10 persen saja dapat menambah jumlah penduduk miskin hingga
330.031 orang5. Dengan demikian, setiap kenaikan harga beras pasti akan
berdampak langsung pada kemampuan rumah tangga dalam memastikan
ketersediaan beras untuk keluarganya.
Angka Kemiskinan mengacu pada garis kemiskinan berupa besarnya nilai
pengeluaran (dalam rupiah) per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar
minimum makanan dan non makanan yang dihitung oleh BPS. Pada tahun 2013
dan 2014 Angka Kemiskinan di Provinsi Lampung masing-masing sebesar 14,86
persen dan 14,28 persen. Hal ini berarti pada 2014 laju penurunan angka
kemiskinan mengalami pelambatan jika dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu
hanya berkurang 0.58 persen. Padahal ditahun-tahun sebelumnya yaitu pada 2010,
2011, 2012, dan 2013 persentase penduduk miskin berkurang masing-masing
sebesar 1.28 persen, 2.01 persen, 0.75 persen dan 1.32 persen (BPS, 2015).
Berdasarkan latar belakang diatas, kenaikan harga beras secara kontinyu
dari waktu ke waktu tentu berdampak terhadap pola konsumsi pangan rumah
tangga di Provinsi Lampung. Hal ini bisa dilihat dari menurunnya tingkat
konsumsi beras serta penurunan jumlah konsumsi protein dan kalori pada tahun
4 http://bisnis.liputan6.com/read/2322977/bertambahnya-orang-miskin-bukan-karena-kenaikan-harga-bbm5 http://www.nasional.kontan.co.id/news/kenaikan-harga-beras-perbesar-angka-kemiskinan
14
2013 dan 2014. Terlebih pada kelompok rumah tangga berpendapatan paling
rendah dimana tingginya proporsi konsumsi makanan yang mengindikasikan
adanya penurunan kesejahteraan.
Dari pertentangan-pertentangan yang dipaparkan, penulis tertarik untuk
meneliti bagaimana perubahan harga beras mempengaruhi pola konsumsi pangan
rumah tangga di Provinsi Lampung berdasarkan kelompok pendapatan (rendah,
sedang, tinggi).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan data yang disajikan maka penelitian ini
mempunyai rumusan masalah, yaitu:
Provinsi Lampung selain merupakan lumbung pangan nasional juga
merupakan penghasil ubi kayu tertinggi nasional. Provinsi Lampung
juga menduduki urutan terbesar kedua se-sumatera dan urutan kelima
se-nasional sebagai penghasil jagung. Menurut teori substitusi, pada
saat terjadi kenaikan harga, maka permintaan terhadap barang tersebut
akan berkurang, dan diganti dengan barang yang lain (Pindyck, 1998).
Hal ini berarti ketika terjadi kenaikan harga beras akan mendorong
terjadinya diversifikasi pangan. Harapannya adalah ketika harga beras
naik terjadi pergeseran pola konsumsi pangan rumah tangga dari beras
beralih ke konsumsi pangan lainnya. Namun fakta menunjukkan
bahwa pola konsumsi pangan di Provinsi Lampung dari tahun 2011-
2014 masih didominasi oleh beras, yaitu sebesar 95-99 persen.
15
Teori Engel menyatakan bahwa konsumsi seseorang dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan. Hal ini berarti dampak kenaikan harga beras akan
disikapi dengan perilaku yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat
pendapatan. Harapannya adalah ketika terjadi kenaikan harga beras
pola konsumsi rumah tangga tidak berbeda secara signifikan. Namun
fakta menunjukkan bahwa akibat kenaikan harga beras rumah tangga
berpendapatan paling rendah di Provinsi Lampung semakin mendekati
kondisi kurangnya angka kecukupan gizi.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan yang telah
diuraikan, maka pertanyaan dari penelitian ini adalah:
1. Apakah perubahan harga beras mempengaruhi pola konsumsi pangan
pada kelompok rumah tangga berpendapatan rendah di Provinsi Lampung
dalam jangka pendek?
2. Apakah perubahan harga beras mempengaruhi pola konsumsi pangan pada
kelompok rumah tangga berpendapatan sedang di Provinsi Lampung
dalam jangka pendek?
3. Apakah perubahan harga beras mempengaruhi pola konsumsi pangan pada
kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi di Provinsi Lampung dalam
jangka pendek?
16
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh perubahan harga beras terhadap pola konsumsi
pangan pada kelompok rumah tangga berpendapatan rendah di Provinsi
Lampung dalam jangka pendek.
2. Menganalisis pengaruh perubahan harga beras terhadap pola konsumsi
pangan pada kelompok rumah tangga berpendapatan sedang di Provinsi
Lampung dalam jangka pendek.
3. Menganalisis pengaruh perubahan harga beras terhadap pola konsumsi
pangan pada kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi di Provinsi
Lampung dalam jangka pendek.
1.5 Keaslian Penelitian
No Peneliti Data Variabel
1. John W. Mellor(1978)
Data CrossSection (1964-1965)
Permintaan kelompokkomoditi ke i;Harga komoditi ke i;Total Pendapatan;
2. SlametSudarmadji(1979)
Gross NationalProduct (GNP)1976-1978Data survei rumahtangga 1972-1974
GNP per kapita;Total konsumsi kalori perkapita;Laju pertumbuhanekonomi 1972-1976
3. Angus Deatondan JohnMuellbauer(1980)
Data Time Series1954-1974
Proporsi pengeluarankelompok komoditi ke i;Total pengeluaran rumahtangga; harga komoditas j
4. Angus Deaton(1987)
Data survei rumahtangga 1979
Jumlah permintaanterhadap komoditi ke i;Total pengeluaran;Karakteristik demografi
Tabel 1.2. Penelitian Tentang Pola Konsumsi Pangan Dan VariabelYang Diteliti
17
tempat tinggal(rural,urban);Harga komoditas ke i
5. Jensen danManrique(1996)
Data cross-section (1981,1984 dan 1987)
Pengeluaran kelompokkomoditi; Agama; JARTUsia 1-5 tahun; JARTUsia 5-10 tahun; JumlahLaki-Laki Usia 10-20tahun; Jumlah PerempuanUsia 10-20 tahun; JumlahLaki-Laki Usia >20tahun; Jumlah Perempuan> 20 tahun dan TotalPengeluaran
6 Umar Farooq,Trevor YoungdanMuhammadIqbal(1999)
Data cross-section 1995
Budget share komoditi i;Pendapatan perkapita;Harga Komoditi;Anggota Rumah Tangga;
7 Bakhshoodeh,M dan M.Piroozirad(2003)
Data cross-section 2001/2002
Pengeluaran KonsumsiBeras; Nilai ProduksiBeras; Nilai Konsumsiberas Bersih
8 RahmatullahRizieq(2005)
Data Time Series1996-2003
Proporsi PengeluaranKomoditi i; HargaKomoditi i; PendapatanPerkapita; Indeks Harga;Dummy Variabel KotaDesa; KarakteristikPenduduk;
9 Isvilanonda,Somporn danWeerasakKongrith(2008)
Data cross-section 2002
Proporsi PengeluaranBeras; Pengeluaranmakanan perkapita rumahtangga; Harga BerasRumah Tangga; JART;Harga Beras Pedesaan
10 Tey YeongSheng et al.(2008)
Data CrossSection(2004/2005)
Budget share komoditi i;Harga Komoditi;Total PengeluaranMakanan;Ukuran Rumah Tangga;Tempat Tinggal;
11 Alain de Janvryand ElisabethSadoulet (2009)
Data Panel (2003-2005)
Produksi Makanan;Produksi Non Makanan;Harga Makanan; HargaNon Makanan; Upah;Tenaga Kerja; PendapatanLain
12 Muhardi Kahar(2010)
Data cross-section 2007-2008
Proporsi PengeluaranKelompok Komoditi;Total Pengeluaram;
18
Harga; JART; UmurKRT; Jumlah Balita;Jumlah Anak Sekolah
13 Suharno(2010)
Data cross-section 1990,1993, 1996 dan1999
Budget share kelompokkomoditi i;Harga KelompokKomoditi;Dummy VariabelKelompok Pendapatan;Total PengeluaranMakanan;JART;
14 Gbakou,Monnet Bp. danAlfonso Sousa-Poza (2011)
Data cross-section 2002
Permintaan kelompokkomoditi; Pengeluaran;Harga KelompokKomoditi; Umur KRT;Status Perkawinan KRT;Pekerjaan KRT; SukuKRT; KepemilikanRumah; Jumlah Kamar;Pendidikan; ProporsiAnak Yang BelumSekolah; Proporsi AnakRemaja; Agama
15 Fitria Pusposari(2012)
Data cross-section 2010
Proporsi PengeluaranKelompok Komoditi;Harga KelompokKomoditi; PengeluaranRumah Tngga; PekerjaanKRT; JART; KlasifikasiWilayah; Lama SekolahKRT;
16 Sri Handayani(2013)
Data cross-section 2011
Proporsi PengeluaranKelompok Komoditi;Pengeluaran; HargaKelompok Komoditi;JART kurang dari 5tahun; JART Usia Antara5-15 tahun; JART Usia >15; Pendidikan KRT;Wilayah Tempat Tinggal;Pekerjaan KRT; Raskin;Agama; JART yangSekolah
17 Ike Deviana 1,NoviraKusrini2, AdiSuyatno3 (2014)
Data PrimerMaret-Juli 2013Data
Jumlah Beras YangDiminta; JART;Pendapatan Ruta; HargaBeras Lokal; Harga BerasNon Lokal
18 Maya NarangAli
Data cross-section 2013/2014
Budget share KelompokKomoditi ke i;Total Pengeluaran Rumah
19
Tangga;Harga KelompokKomoditi ke i;Educ; Place; Work;Raskin; School
Memperhatikan Tabel 1.2 keaslian penelitian dapat dijelaskan bahwa
penelitian sebelumnya mayoritas menggunakan analisis pola konsumsi pangan
untuk negara sedangkan penelitian ini menggunakan analisis pola konsumsi
pangan daerah. Belum ada penelitian yang membahas secara khusus pengaruh
perubahan harga beras terhadap pola konsumsi pangan dalam jangka pendek di
Provinsi Lampung. Variabel yang digunakan yaitu, proporsi pengeluaran
kelompok komoditi (budget share), harga kelompok komoditi, total pengeluaran
rumah tangga, pendidikan KRT, tempat tinggal, pekerjaan KRT, raskin, dan
keberadaan anak sekolah dalam rumah tangga.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi sebagai berikut:
1. Bagi peneliti sendiri dapat mengetahui apakah terjadi perubahan pola
konsumsi beras terhadap pola konsumsi pangan pada rumah tangga
berdasarkan kelompok pendapatan
2. Bagi pemerintah sebagai bahan masukan terutama dalam rangka
mengevaluasi kebijaksanan dan menyusun perencanaan dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat
3. Bagi peneliti dapat dijadikan bahan referensi bagi yang ingin melakukan
penelitian yang relevan dengan materi dari tesis ini
20
1.7 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menggunakan alur pikir sebagai berikut:
Gambar 1.3. Kerangka Pemikiran Pengaruh Perubahan Harga BerasTerhadap Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga DalamJangka Pendek di Provinsi Lampung
FAKTA Penurunan konsumsi beras rata-rata perkapita sebulandari 7,3 kg menjadi 7,09 kg Persentase pengeluaran beras per kapita per bulannaik, dari 9,48 persen menjadi 10,96 persen Kalori turun sebesar 55,12 kkal per kapita sehari danprotein turun sebesar 1,86 gram per kapita sehari Terjadi peningkatan persentase pengeluaran makananrata-rata sebesar 10,11 % per tahun yangmengindikasikan enurunan tingkat kesejahteraan Persentase pengeluaran untuk makanan pada rumahtangga pendapatan terendah diatas 68 persen, artinyasemakin menuju ke titik kesejahteraan rendah(pengeluaran untuk makanan mendekati 80 persen) Penurunan konsumsi kalori dan protein pada kelompkrumah tangga pendapatan terendah dibawah AngkaKecukupan Gizi Pelambatan penurunan angka kemiskinan
TUJUAN PENELITIANMenganalisis pengaruh perubahan harga beras terhadap pola konsumsi pangan pada rumah tangga kelaspendapatan rendah, sedang dan tinggi di Provinsi Lampung dalam jangka pendek.TEORI YANG MENDUKUNG1. Teori substitusi Pyndyck menyatakan saat terjadi kenaikan harga, maka permintaan terhadap barangtersebut akan berkurang dan diganti dengan barang yang lain.2. Teori Engel’s yang menyebutkan bahwa konsumsi seseorang dipenagruhi oleh tingkat pendapatan.
DATASusenas Modul KonsumsiTahun 2013 dan 2014
HARAPANPola konsumsi rumah tanggatidak berubah secara signifikanGAP
LATAR BELAKANG Provinsi Lampung menempati urutan 7 (tujuh) besar penghasil beras se-nasional Provinsi Lampung merupakan penghasil produksi ubi kayu tertinggi nasional Provinsi Lampung merupakan penghasil jagung terbesar kedua se-sumatera danmenempati urutan kelima se-nasional Lebih dari 95% masyarakat Provinsi Lampung mengkonsumsi beras
Tren harga beras naik
MODEL LA/AIDS= + ∑ + ln( ) + + ++ + ∞ + +
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1 Teori Permintaan
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada
berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Singkatnya permintaan
adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan
tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu
Teori permintaan merupakan suatu teori yang menerangkan sifat dari
permintaan konsumen terhadap suatu komoditas serta menerangkan hubungan
antara jumlah yang diminta dengan harga komoditas. Hukum permintaan ( the law
of demand ) adalah Pada hakikatnya makin rendah harga suatu barang maka
makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Dan sebaliknya makin tinggi
harga suatu barang maka makin rendah permintaan akan barang dan jasa tersebut.
Hukum berlaku dengan catatan ceteris paribus.
Menurut Virgantari (2012), permintaan seseorang atau masyarakat atas
suatu barang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Harga barang itu sendiri;
Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan terhadap
barang itu bertambah
22
2. Harga barang-barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang
tersebut;
Berpengaruh apabila terdapat 2 barang yang saling terkait yang
keterkaitannya dapat bersifat subtitusi (pengganti) dan bersifat
komplemen (penggenap).
3. Pendapatan rumahtangga dan pendapatan rata-rata masyarakat;
Dapat mencerminkan daya beli. Makin tinggi tingkat pendapatan, daya
beli makin kuat, sehingga permintaan terhadap suatu barang meningkat.
4. Selera masyarakat;
Tinggi rendahnya suatu permintaan ditentukan oleh selera atau kebiasaan
dari pola hidup suatu masyarakat.
5. Jumlah penduduk;
Semakin banyak jumlah penduduk yang mempunyai selera atau
kebiasaan akan kebutuhan barang tertentu, maka semakin besar
permintaan terhadap barang tersebut.
6. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.
Bila kita memperkirakan bahwa harga suatu barang akan naik, adalah
lebih baik membeli barang tersebut sekarang, sehingga mendorong orang
untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa
depan.
Jika hanya terdapat 2 (dua) barang yaitu x dan y, maka fungsi permintaan
dapat dinyatakan sebagai berikut (Nicholson, 2005):x* = , ,y* = , , ……………………….(2.1)
23
di mana:x* = jumlah barang yang dikonsumsi untuk barang xy* = jumlah barang yang dikonsumsi untuk barang y= tingkat pendapatan= harga barang itu sendiri
= harga barang substitusi atau komplemen
Faktor-faktor lainnya diasumsikan tidak berubah (ceteris paribus).
Untuk memaksimumkan kepuasan dari pemakaian komoditas, konsumen
dibatasi oleh pendapatannya dalam pembelian barang yang dikonsumsi.Teori
perilaku konsumen menjelaskan bagaimana konsumen mengalokasikan
pendapatan diantara barang dan jasa yang berbeda-beda untuk memaksimumkan
kesejahteraan mereka (Pindyck, 2005). Utilitas dapat didefinisikan sebagai
kepuasan yang diterima oleh seseorang dalam mengkonsumsi sejumlah barang
dan jasa atau atau karena kegiatan ekonominya. Teori tentang perilaku konsumen
dimulai dengan tiga asumsi dasar mengenai preferensi konsumen untuk pilihan
barang yang dikonsumsi dibandingkan dengan yang lainnya. Asumsi-asumsi ini
diantaranya (Pindyck, 2005):
(1) Kelengkapan, yaitu diasumsikan bahwa seorang konsumen akan lebih
menentukan ranking atau ordering pilihan dari paket komoditas untuk
membandingkan dan menilai semua pilihan paket komoditas dari paket
komoditas lainnya. Preferensi ini mengabaikan biaya.
(2) transitivity, yaitu diasumsikan apabila seorang konsumen lebih suka
paket komoditas A dibandingkan paket komoditas B, dan lebih suka B
24
daripada C, maka konsumen itu dengan sendirinya akan lebih suka A
daripada C.
(3) Lebih Baik Berlebih daripada Kurang, artinya semua barang adalah baik
yaitu barang yang diinginkan, sehingga dengan mengesampingkan biaya,
konsumen selalu menginginkan lebih banyak untuk setiap barang.
Konsumen tidak akan pernah puas atau kenyang, lebih banyak selalu
lebih menguntungkan meskipun lebih untungnya hanya sedikit saja.
Teori utilitas (kepuasan) digambarkan dengan kurva indiferen, yaitu suatu
kurva yang menunjukkan semua kombinasi konsumsi dua macam barang yang
memberikan seorang konsumen tingkat kepuasan yang sama. Pada Gambar 2.1,
dapat dilihat bahwa kurva U mewakili kombinasi X dan Y di mana individu tidak
acuh di antara dua pilihan tersebut. Kemiringan kurva ini mewakili tingkat dimana
individu tersebut rela mempertukarkan X dengan Y sambil tetap memiliki
kepuasan yang sama. Kemiringan ini disebut tingkat substitusi marjinal dengan
asumsi tingkat substitusi marjinal akan menurun.
Fungsi permintaan ada dua, yaitu (1) fungsi permintaan yang diturunkan
dari fungsi kepuasan (fungsi permintaan Marshallian) yang menunjukkan bahwa
Gambar 2.1. Kurva Indiferen (Indiference Curve)
Y2
Y1
U
Jumlah X
Jumlah y
X2X1
25
jumlah barang yang diminta merupakan fungsi dari harga-harga dan pendapatan,
dan (2) fungsi permintaan yang diturunkan dari fungsi pengeluaran (fungsi
permintaan Hicksian) yang menunjukkan bahwa jumlah barang yang diminta
merupakan fungsi dari harga-harga dan tingkat kepuasan konsumen tertentu.
Dalam penelitian ini digunakan fungsi permintaan yang diturnkan dari fungsi
permintaan Marshallian. Bentuk matematis kedua fungsi permintaan tersebut
adalah sebagai berikut (Nicholson, 2005):
1. Fungsi Permintaan Marshallian = , , ………….…...(2.2)
di mana:
= jumlah barang yang diminta
= harga barang X
= harga barang Y
I = pendapatan
2. Fungsi Permintaan Hicksian = , , ………………......(2.3)
di mana:
= jumlah barang yang diminta
= harga barang X
= harga barang Y
U = utilitas
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu fungsi
permintaan (Varian, 1992 dan Nicholson, 2005), yaitu:
1. Aditivitas, bahwa total pengeluaran pada fungsi permintaan sama dengan
total pendapatan. Secara matematis bisa dituliskan sebagai berikut:
∑ = I……………………………………………(2.4)
26
di mana: = harga komoditas i
= kuantitas komoditas i
I = pendapatan
2. Homogenitas, menyatakan bahwa pendapatan dan harga berubah dalam
proporsi yang sama, maka jumlah permintaan terhadap suatu komoditas
tidak akan berubah (tetap). Bentuk matematisnya adalah sebagai berikut:
+ ∑ + = 0……………………………………(2.5)
di mana:
= elastisitas harga silang komoditas i terhadap harga komoditas j
= elastisitas pendapatan komoditas i
= elastisitas harga sendiri komoditas i
3. Agregasi Engel, bahwa jumlah tertimbang dari elastisitas pendapatan
untuk seluruh komoditas yang dikonsumsi sama dengan satu, ini
merupakan cerminan dampak perubahan pendapatan terhadap
permintaan. Secara matematis bisa dituliskan sebagai berikut:
∑ = 1………………..…………………..…(2.6)
di mana: = proporsi pengeluaran komoditas i
= elastisitas pendapatan komoditas i
Hal ini menunjukkan bahwa seluruh anggaran yang tersedia habis
dibelanjakan, dan jika terjadi kenaikan pendapatan maka akan
dialokasikan secara proporsional pada seluruh komoditas yang
dikonsumsi.
27
4. Agregasi Cournot, mencerminkan dampak perubahan harga terhadap
permintaan. Agregasi Cournot menunjukkan bahwa perubahan harga
pada salah satu komoditas yang dikonsumsi (komoditas j) sementara
harga komoditas lainnya tetap, akan berdampak pada re-alokasi anggaran
belanja sehingga permintaan terhadap komoditas-komoditas akan
berubah. Bentuk matematisnya adalah sebagai beikut:
∑ = − ……………………………….…(2.7)
di mana: = proporsi pengeluaran komoditas i
= proporsi pengeluaran komoditas j
= elastisitas harga silang komoditas i terhadap harga
komoditas j
5. Negativitas dan Simetri Slutsky
Perubahan harga akan menyebabkan perubahan pendapatan riil.
Dampak perubahan ini bisa dipisahkan atas pengaruh substitusi
(substitution effect) dan pengaruh pendapatan (income effect). Pengaruh
substitusi merupakan pengaruh negatif, yang merupakan syarat
negativitas Slutsky. Syarat simetri Slutky menyatakan bahwa apabila
pendapatan riil konstan, pengaruh substitusi akibat perubahan harga
komoditas j terhadap permintaan komoditas i sama dengan pengaruh
substitusi akibat perubahan harga komoditas i terhadap permintaan
komoditas j. Efek substitusi dari komoditas i dan j tersebut bersifat
simetri, dan kondisi simetri dapat ditulis sebagai berikut :+ = + …………………..(2.8)
28
di mana: , = proporsi pengeluaran komoditas i dan j
, = elastisitas harga silang komoditas i terhadap harga
komoditas j dan sebaliknya
, = elastisitas pendapatan komoditas i dan j
Teori permintaan neoklasik menjelaskan bahwa konsumen dalam hal ini
individu maupun rumah tangga harus membuat keputusan untuk memilih
kombinasi barang yang dikonsumsi dalam rangka memaksimumkan utilitasnya.
Namun teori permintaan neoklasik memiliki kelemahan dalam menjelaskan
perilaku konsumen (Moeis, 2003), sehingga perlu memasukkan faktor sosial
demografi kedalam fungsi permintaan.
Jika kenaikan harga suatu barang menyebabkan kenaikan permintaan
barang lain maka kedua barang tersebut merupakan barang substitusi. Sebaliknya
jika kenaikan harga suatu barang menyebabakan permintaan terhadap barang lain
mengalami penurunan maka kedua barang tersebut merupakan barang
komplemen. Untuk mengukur persentase perubahan permintaan suatu barang
yang disebabkan oleh perubahan harga barang lain ataupun perubahan pendapatan
digunakan ukuran elastisitas permintaan.
2.1.2 Elastisitas Permintaan
Salah satu pokok bahasan yang penting dari aplikasi ilmu ekonomi adalah
konsep elastisitas. Menurut Pyndick, elastisitas permintaan menghitung perubahan
relatif dalam jumlah unit barang yang dibeli sebagai akibat perubahan salah satu
faktor yang mempengaruhinya. Dalam bukunya, Imamul Arifin menyatakan
faktor-faktor yang mempengaruhi elastisitas permintaan, antara lain:
29
a. Ketersediaan barang substitusi (semakin banyak jumlahnya, maka semakin
besar elastisitas permintaannya)
b. Jumlah penggunaan barang dan jasa (semakin besar penggunaan barang
dan jasa, semakin besar pula elastisitas permintaannya)
c. Pengeluaran atas barang dan jasa (semakin besar prosentase pendapatan
yang digunakan untuk pengeluaran, maka elastisitas permintaannya
semakin besar)
d. Intensitas kebutuhan (jika kebutuhan akan suatu barang dan jasa sangat
besar, kenaikan harga akan sedikit sekali pengaruhnya terhadap
permintaan)
e. Masa penyesuaian (semakin lama periode yang diperlukan untuk
penyesuaian jumlah barang dan jasa yang diminta, maka permintaannnya
semakin elastis)
Elastisitas dipakai untuk mengukur respon individu terhadap perubahan
harga dan pendapatan dengan melihat turunan dari fungsi permintaan, umumnya
dari fungsi permintaan Marshallian (Nicholson, 2005). Elastisitas permintaan
dapat diukur dan dinyatakan dalam suatu angka yang disebut koefisien elastisitas
yang dapat dirumuskan sebagai persentase perubahan jumlah barang yang dimta
dibagi persentase perubahan harga yang dinyatakan dalam persen. Elastisitas
terdiri dari6:
1. Elastisitas harga sendiri (own-price elasticity of demand): mengukur
proporsi perubahan jumlah permintaan terhadap proporsi perubahan
harga barang itu sendiri.
6Nicholson. 2005. Microeconomic Theory: Basic Principles and Extensions. hal.139.
30
, = ∆ /∆ / = ∆∆ . = . ……….………………….(2.9)
, < −1 Barang non-giffen (elastis)−1 < , < 0 Barang non-giffen (inelastis), = 0 Barang giffen (inelastis sempurna)0 < , < 1 Barang giffen (inelastis), = 1 Barang giffen (elastis unitary), > 1 Barang giffen (elastis), = ∞ Barang giffen (elastis sempurna)
Inelastis sempurna (elastisitas yang bernilai nol) yaitu elastisitas yang
terjadi pada suatu produk yang jumlah permintaannya tidak terpengaruh
oleh perubahan harga.
Elastisitas sempurna (elastisitas yang bernilai tak terhingga) yaitu
elastisitas yang terjadi pada suatu produk yang sangat peka terhadap
perubahan harga
Elastis Unitary (elastisitas bernilai satu) menggambarkan harga dan
kuantitas produk yang diminta berubah dalam persentase yang sama dan
saling mengkompensasi
Permintaan tidak elastis (inelastis) menggambarkan perubahan harga yang
menyebabkan perubahan permintaan dengan proporsi yang lebih besar
2. Elastisitas pendapatan (income elasticity of demand): mengukur
persentase perubahan jumlah permintaan akibat setiap satu persen
kenaikan harga pada pendapatan.
, = ∆ /∆ / = ∆∆ . = . ……………….……….………….(2.10)
, < 0 Barang inferior, = 0 Barang netral0 < , ≤ 1 Barang normal (pokok/necessity)
31
, > 1 Barang normal (mewah/luxury)
3. Elastisitas harga silang (cross-price elasticity of demand): mengukur
proporsi perubahan jumlah permintaan barang terhadap proporsi
perubahan harga barang lain.
, = ∆ /∆ / = ∆∆ . = . …………...……………….(2.11)
, < 0 Komplementer, = 0 Tidak ada hubungan, > 0 Substitusi
( = harga barang x, = harga barang y, = pendapatan)
2.1.3 Model Empiris Sistem Permintaan
Model Linear Approximation/Almost Ideal Demand System (AIDS)
pertama kali diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer pada tahun 1980. Model
LA/AIDS merupakan pengembangan dari kurva engel dan persamaan Marshallian
yang diturunkan dari teori maksimisasi kepuasan. Model LA/AIDS merupakan
model fungsi permintaan Marshallian dalam bentuk proporsi pengeluaran.
Model permintaan lain yang dapat digunakan dalam mengestimasi fungsi
permintaan, antara lain (Suharno, 2010): Sistem Pengeluaran Linier (LES) yang
dikembangkan oleh Stone (1954), model Rotterdam (Barten 1964, Theil 1965),
Sistem Translog diperkenalkan oleh Christensen et al. (1975), Linear
Aproximation/Almost Ideal Demand System (LA/AIDS) (Deaton dan Muellbauer
(1980), dan Quadratic Almost Ideal Sistem Demand (QUAIDS) oleh Bank et al.
(1997).
32
LES memiliki masalah dalam menggambarkan perilaku permintaan
berdasarkan hukum Engel. Apabila terjadi peningkatan pendapatan, barang
mungkin berubah dari normal menjadi barang inferior, maka tidak akan dapat
dilihat dalam LES. Sistem Rotterdam konsisten dengan teori permintaan dan
memiliki kemampuan untuk menguji hubungan di seluruh komoditas. Namun,
karena tidak berasal dari utilitas tertentu atau fungsi biaya, model ini tidak
konsisten dengan memaksimalkan utilitas perilaku. Model Translog
menguntungkan dalam hal fleksibilitas bentuk fungsional, namun memiliki
masalah besar dalam estimasi jumlah yang relatif besar karena parameter
independen.
Model LA/AIDS dapat bersifat restricted atau unrestricted. Model yang
restricted diharapkan dapat memenuhi beberapa asumsi dari fungsi permintaan,
antara lain Adding Up, Homogeneity, dan Symmetry. Model LA/AIDS memiliki
beberapa keunggulan dalam hal sebagai berikut:
(1) Secara umum konsisten dengan teori permintaan karena memenuhi
adding-up, homogenitas dalam harga dan pendapatan, dan simetri
Slutsky;
(2) Karena model merupakan semilog, maka secara ekonometrik model akan
menghasilkan parameter yang lebih efisien, artinya dapat digunakan
sebagai penduga yang baik;
(3) Model lebih konsisten dengan data pengeluaran konsumsi yang telah
tersedia, sehingga estimasi permintaan dapat dilakukan tanpa data
kuantitas;
33
(4) Dapat digunakan untuk mengestimasi sistem persamaan yang terdiri dari
beberapa kelompok komoditi yang saling berkaitan. Model ini
mempertimbangkan keputusan konsumen dalam menentukan seperangkat
komoditas secara bersama-sama sehingga hubungan silang dua arah atau
lebih dari komoditas-komoditas tersebut dapat ditentukan;
Model permintaan LA/AIDS dibangun berdasarkan fungsi biaya yang
didefinisikan secara spesifik sehingga dapat mewakili struktur preferensi individu.
Working dalam Deaton (1980) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
pendapatan (pengeluaran) dan tingkat konsumsi yang dinyatakan dalam budget
share.
Bentuk persamaan LA/AIDS secara umum:= + ∑ log + log{ ⁄ } + u …………....………….(2.12)
di mana P adalah indeks harga yang didefinisikan sebagai:log = + ∑ log + ∑ ∑ log …...………….(2.13)
keterangan:
= proporsi pengeluaran komoditas i (budget share)
= total pengeluaran rumah tangga
= harga komoditas j (j= 1, 2,...,6)
Penggunaan indeks harga pada persamaan (2.13) membuat model
LA/AIDS berbentuk non-linear dan sulit untuk diestimasi. Oleh sebab itu, dalam
penelitian-penelitian empiris, sering digunakan aproksimasi linier dari indeks
harga tersebut atau yang dikenal sebagai Indeks Harga Stone, yaitu:log ∗ = ∑ log …………………………………………...….(2.14)
Persamaan (2.12) menjadi: = + ∑ log + log{ ∗⁄ } + u ….(2.15)
34
Parameter regresi pada persamaan (2.15) diestimasi dengan metode Seemingly
Unrelated Regression (SUR).
Persamaan (2.15) menyajikan sistem fungsi persamaan yang konsisten jika
memenuhi restriksi-retriksi berikut:
Agregasi Engel/Adding up : ∑ = 1 ; ∑ = 0; ∑ = 0 Kehomogenan : ∑ = 0 Simetri : =
2.2. Tinjauan Empiris
Pengaruh perubahan harga makanan pokok terhadap pola konsumsi rumah
tangga telah menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Perubahan ketersediaan
suatu makanan pokok dapat mengakibatkan perubahan terhadap harganya.
Perubahan terhadap harga suatu komoditi akan diikuti oleh perubahan harga
barang lain yang memiliki kaitan erat dengan komoditas tersebut. Sehingga
perubahan harga untuk satu komoditas akan memberikan pengaruh terhadap
komoditas lain.
Beberapa studi yang pernah dilakukan berkaitan dengan pola konsumsi
rumah tangga baik di Indonesia ataupun di negara lain adalah sebagai berikut:
35
Judul/Pengarang Tujuan Model Kesimpulan
Food Price Policy andIncome Distribution in Low-Income Countries1978John W. Mellor
Menggambarkananalisiskeseimbangan yangrelevan darihubungan antaraperubahan hargaterhadap distribusipendapatan; untukmenyajikan datasebagai hubungandari perubahanharga terhadapvariasi komponendidalamnya
Model dibangun dari fungsi permintaanQi = Qi(Pi,.......Pn,Y)DimanaPi = harga komoditi ke iY = total pengeluaran.Efek dari peribahan harga komoditi ke iterhadap permintaan komoditi ke i dinyatakandalam persamaan elastisitas sebagai berikut:Eji = Cji - biηi
DimanaEji = Elastisitas harga yang tidak terkompensasidari permintaan komoditi ke j terhadapharga komoditi ke iCji = Elastisitas harga yang terkompensasi daripermintaan komoditi ke j terhadap hargakomoditi ke ibi = budget share dari komoditi ke iηi = elastisitas pendapatan dari komoditi ke j
1. Perubahan harga padi-padiandalam jangka pendekberpengaruh terhadapperubahan pendapatan relatifdan absolut bagi masyarakatberpendapatan rendah.Masyarakat berpendapatanrendah menghabiskan proporsiyang besar dari pendapatanuntuk konsumsi makanan danmemiliki ketergantungansecara langsung maupun tidaklangsung terhadap sektorpertanian baik untuk matapencaharian maupun sumberpendapatan.
2. Peningkatan harga komoditipadi-padian mengakibatkanberkurangnya konsumsimasyarakat berpendapatanrendah terhadap komoditipertanian yang memilikinutrisi lebih tinggi meskipunproduk tersebut tidakmengalami kenaikan harga.Hal ini disebabkan terjadi
36
substitusi untuk memenuhikebutuhan akan padi-padian.
3. Ketika terjadi kenaikan hargapadi-padian terjadipengurangan konsumsi olehmasyarakat yangberpendapatan lebih terutamauntuk komoditi hasil ternakdan sayuran. Pengurangan inimemberi efek secara tidaklangsung kepada masyarakatberpendapatan rendah karenamenyebabkan terjadipengurangan lapanganpekerjaan disektor ternak dansayuran yang mengakibatkanberkurangnya pendapatan riilmasyarakat berpendapatanrendah
Food Consumption Patternsand The ASEAN FoodDilemma1979Slamet Sudarmadji
Penelitianbertujuan untukmenganalisis polakonsumsi makanandi negara ASEAN
Deskriptif 1. Asupan nutrisi makanan dinegara ASEAN didominasioleh komoditi nabati (plantsdan vegetable origin)
1 Faktor yang membatasikonsumsi produk hewani dibegara ASEAN adalahtradisi/agama, tetapi faktorpaling utama adalah
37
pendapatan. Kebanyakanpopulasi negara ASEANseperti Indonesia, Thailand danFilipina mempunya pendapatanperkapita yang rendah.
2 Pada negara denganpendapatan perkapita yangrendah (Indonesia, Thailanddan Filipina), semakin tinggitingkat pendapatan rumahtangga maka konsumsimakanan akan semakinresponsif/elastis. Namun padanegara ASEAN dengan tingkatpendapatan perkapita yangtinggi maka peningkatanpendapatan hanya akanmenyebabkan perubahan kecilatau tidak berubah sama sekali.Perubahan yang stabil tersebutmengindikasikan bahwamasyarakat lebihmemperhatikan kualitasmakanan yang dikonsumsitidak hanya dari segi kuantitassaja.
An Almost Ideal DemandSystem
Penelitianbertujuan untuk
Model menggunakan persamaan semilog,dengan membangun fungsi permintaan yang
1 Penulis memperkenalkanpersamaan sistem permintaan
38
1980Angus Deaton dan JohnMuellbauer
membangunpersamaan sistempermintaankonsumsi
merupakan pengembangan dari kurva engeldan persamaan Marshall yang diturunkan dariteori maksimisasi kepuasan.Bentuk persamaan LA/AIDS:= + log + log{ ⁄ } + udimana
= proporsi pengeluaran komoditas i(budget share
X = total pengeluaran rumah tangga= harga komoditas j (j = 1,2,3,...,n
Log P = indeks harga stone, , = parameteru = error
yang baru yang memilikibeberapa keunggulandiantaranya memenuhi restriksiadding up, homogenitas dalamharga dan pendapatan sertasimetri Slutsky
2 Terdapat hubungan antarapendapatan dan tingkatkonsumsi yang dinyatakandalam budget share
3 Budget share dari berbegaikelompok komoditi secaralinier mempunyai hubunganterhadap logaritma totalpengeluaran dan logaritma dariharga relatif
4 Dengan menggunakan data timeseries British Postwar,persamaan AIDS memadaiuntuk menjelaskan tingginyaproporsi varian dari budgetshare komoditi.
Estimation of Own andCross Price ElasticitiesFrom Household SurveyData1987Angus Deaton
Penelitian inibertujuan untukmembangun modelestimasi elastisitasharga sendiri danelastisitas silang
Untuk setiap rumah tangga ke i di dalamklaster c, persamaan model sebagai berikut:(1) Ln qGic = αG + βG ln Xic + γGZic +∑ θHC lnPHC + ( fGc + uGic )(2) LnVGic = αG + βG ln Xic + γGZic +∑ ψHC lnPHC + uGic
1. Metodologi ini berhasilditerapkan dan estimasi yangdibangun sukses untukmengestimasi elastisitas hargasendiri dan harga silang denganmemenuhi syarat dari teori
39
denganmenggunakan datasurvei rumahtangga
DimanaqGic = Jumlah permintaan barang komoditi G
yang dikonsumsi oleh rumah tangga kei pada klaster c
Xic = Total pengeluaran makanan per kapitaVGic = unit value untuk harga komoditi GZic = Variabel karakteristik demografiPHC = Harga dari masing-masing komoditifGc = kumpulan cluster fixed effect yang
diwakiliuGic = error dari persamaan (1) dan (2)
permintaan (simetris restriksi)2. Berbagai pola perilaku
konsumsi memiliki responyang berbeda-beda terhadapharga yang diestimasi antaradesa kota. Perbedaan tersebutsecara nyata mempunyaiimplikasi penting dalammerancang harga dan sistemperpajakan serta efek skematersebut menggunakan alokasidari distribusi pendapatanantara desa kota
Disagregate Welfare Effectof Agriculture Price Policiesin Urban Indonesia1996Helen. H Jensen dan JustoManrique
Penelitian inimemiliki tujuanuntuk menganalisispola pengeluarankonsumsiberdasarkankelompokpendapatan danmengevaluasipengaruh darikebijakan hargabahan panganterhadapkesejahteraanberdasarkan
Model menggunakan LA/AIDS, denganmembangun fungsi permintaan engel sebagaiberikut:Ei = αi0 REGION + αi1 AS1 + αi2 AS2 + αi3
AS3 + αi4 AS4 + αi5 AS5 + αi6 AS6 + αi7
TOTEXP + µ i.
Dimana i adalah pengelompokan untukkomoditi makanan, bukan makanan, ikan,buah, sayuran dan telur.Ei = Pengeluaran kelompok komoditi;REGION = Agama;AS1 = JART Usia 1-5 tahun;AS2 = JART Usia 5-10 tahun;AS3 = Jumlah Laki-Laki Usia 10-20 tahun;AS4 = Jumlah Perempuan Usia 10-20 tahun;
1 Ketika harga komoditi pangan(beras, dairy produk, ikan dandaging) naik sebesar 10 persenakan memberi pengaruh yangberbeda-beda sesuai dengankelompok pendapatan.
2 Kenaikan harga beras sebesar10 persen yang paling memberidampak terhadap penurunankesejahteraan untuk semuakelompok pendapatan.
3 Kenaikan harga dairy produksebesar 10 persen yang palingtidak memberi dampakterhadap perubahan
40
kelompokpendapatan
AS5= Jumlah Laki-Laki Usia >20 tahun;AS6 = Jumlah Perempuan > 20 tahun danTOTEXP =Total PengeluaranPenelitian menggunakan data SUSENASTahun 1981, 1984, dan 1987.
kesejahteraan untuk semuakelompok pendapatan.
4 Kelompok rumah tanggaberpendapatan rendah adalahyang paling terkena dampakakibat kenaikan harga berassebesar 10 persen. sedangkankelompok rumah tanggaberpendapatan tinggi yangpaling tidak terpengaruh.
An Investigation into theFarm HouseholdConsumption Pattern inPunjab, Pakistan1999Farooq, Umar, Trevor Youngdan Muhammad Iqbal
Model menggunakan persamaan:
wi = αi + ∑ + log +∑Dimanawi = budget share untuk kelompok komoditi keiM = pendapatan perkapitaP = indeks stone
= Jumlah Anggota Ruma Tangga, dimanaℎ = 1 anak-anak (usia ≤5 tahun)2 remaja (usia 5-15 tahun)3 dewasa (usia >15 tahun)= Harga
i = 6 kelompok komoditi (padi, gandum,daging, kacang-kacangan, dan lainnya)αi, , , merupakan parameter yangdiestimasi
1. Komoditi padi dan gandumelastis dalam hal harga. Hasilelastisitas harga sendiri padakomoditi gandum lebih elastisdaripada padi menunjukkanrumah tangga lebih responsifterhadap perubahan hargagandum daripada padi.
2. Elastisitas silang dari padi dangamdum bertanda negatif yangberarti keduanya merupakanbarang yang salingmelengkapi. Sedangkanelastisitas silang pada komoditidaging dan produk hewanilainnya bertanda positif yangberarti keduanya merupakanbarang subtitusi atau saling
41
menggantikan3. Peningkatan pendapatan rumah
tangga menyebabkanpeningkatan konsumsi kacang-kacangan dan gandum
4. Perubahan harga pada komoditisuus, daging dan gandummenyebabkan terjadinyaperubahan yang signifikanpada pola permintaan panganrumah tangga di Pakistan.Sementara itu peningkatanpermintaan yang signifikanterhadap komoditi susu, dagingdan kacang-kacangandiharapkan telah terjadipeningkatan pendapatan rumahtangga
Effects of Rice Price Changeon Welfare: Evidence fromHouseholds in FarsProvince, Iran2003Bakhshoodeh, M dan M.Piroozirad
Penelitian inibertujuan untukmelihat pengaruhterhadapkesejahteraanrumah tanggasebagai dampakdari kenaikan hargaberas di ProvinsiFars, Iran
Metode yang digunakan adalah Net BenefitRatio (NBR), dengan menggunakan data dariLembaga Statistik dan Kementerian PertanianIran dan sampel sebanyak 1.400 rumah tanggadi Shiraz.NBR merupakan nilai dari penjualan bersihsuatu komoditi sebagai proporsi daripendapatan.NBR = PR – CRDimana
1 Hasil yang diperoleh adalahPeningkatan 10 persen hargaberas akan menurunkankesejahteraan sebesar 0,67persen dalam jangka pendek,namun meningkatkanpendapatan riil sebesar 0,7persen dalam jangka panjang.Pendapatan riil rumah tanggaperkotaan menurun 1,6 persen,
42
PR = nilai dari produksi beras sebagai proporsidari pendapatan
CR = nilai dari konsumsi beras sebagaiproporsi dari pendapatan.
sedangkan pendapatan yangberada di daerah perdesaanmeningkat 0,08 persen.
2 Berdasarkan kelompokpendapatan, rumah tanggadengan kelompok pendapatanterkecil mengalami kerugianpaling besar, yaitu pendapatanriil berkurang 0,3 persen, shortterm dan long term welfarechange juga berkurang sebesar0,3 persen.
Analisis Permintaan Bahanpangan Di Indonesia2005Rahmatullah Rizieq
Mengetahuipermintaan 4(empat) kategoriproduk bahanpanganMelihat elastisitaspendapatanterhadappermintaan bahanpanganElastisitas hargaterhadappermintaan bahanpangan
Model menggunakan persamaan LA/AIDS:= +∑ ln + ln{ ⁄ } +ln{ ⁄ } + ∑ +udimana= proporsi pengeluaran komoditas i
(budget share)X = pendapatan perkapita
= harga komoditas j (j = 1,2,3,...,nDj = lokasi (desa/kota)Zk = karakteristik penduduk, , , , = parameteru = error
1. Elastisitas harga terhadappermintaan untuk masing-masing kategori produk panganbernilai positif. Semuaelastisitas harga terhadappermintaan bahan panganadalah inelastis dan positifkecuali untuk kategori bahanminuman, konsumsi lainnya,makanan dan minuman jadi,minuman yang mengandungalkohol dan tembakau sirih.Hasil ini berbeda dengan teoripermintaan untuk barangnormal, yang menyatakanbahwa hubungan harga dengan
43
permintaan barang adalahnegatif.
2. Elastisitas harga terhadappendapatan untuk kategoripadi-padian dan umbi-umbianlebih besar di kota daripada didesa.
3. Nilai elastisitas pendapatanterhadap permintaan untuksemua kategori bahan panganmempunyai nilai negatif
Thai Household’s RiceConsumtion and Its DemandElasticity2008Isvilanonda, Somporn danWeerasak Kongrith
Penelitian inibertujuan untukmenganalisispengeluaran danelastisitas hargaterhadappermintaankonsumsi berasrumah tangga diThailand.
Elastisitas dihitung dengan menggunakan datacross section survei rumah tangga pada tahun2002.Model semilog diterapkan untuk melihat 6(enam) kelompok variabel konsumsi yaitu: (1)beras dan sereal, (2) beras, (3) daging dan ikan,(4) sayur dan buah, (5) susu, minyak gorengdan gula (6) lainnya.Peneliti menggunakan dua model yaitu:(1) Wic = α1 + β1 ln Xic + γ1Zic + θ1 lnPc + fc +
u1ic
(2) LnVic = α2 + β2 ln Xic + γ2Zic + θ2 lnPc +u2ic
DimanaWic = share dari pengeluaran beras (termasuk
pembelian langsung dan tak langsung/transfer )
1. Rata-rata konsumsi berasrumah tangga di Thailandsebesar 101 kg/orang/tahun.Komoditi beras inelastis dalamhal harga.
2. Elastisitas harga di urbanrelatif lebih tinggi daripada dirural. Rumah tangga denganpendapatan 25 persen teratasmempunyai respon yangnegatif terhadap variabelpermintaan jumlah beras tetapimemiliki respon yang positifterhadap kualitas permintaanberas. Elastisitas harga negatifdan inelastis. Elastisitas hargaberas dikelompok rumah
44
Xic = Pengeluaran makanan perkapita rumahtangga (baht)
Vic = harga beras (baht/kg) dari masing-masingrumah tangga
Zic = Variabel karakteristik rumah tangga yangdiwakili oleh banyaknya anggota rumahtangga
Pc = harga beras pedesaanfc = kumpulan cluster fixed effect yang
diwakiliu1ic dan u2ic = error dari persamaan (1) dan (2)
tangga pendapatan tinggi lebihbesar daripada pendapatanrendah, sehingga menunjukkanbahwa rumah tanggapendapatan rendah tidakterlalu sensitif terhadapperubahan harga beras Rumahtangga urban lebih sensitifterhadap peningkatan hargaberas dibandingkanrumahtangga di suburb danrural.
Food Consumption BehaviorOf The Malays In MalaysiaTahun 2008Tey Yeong Sheng 1, MadNasir Shamsudin2, ZainalAbidin Mohamed3, AminMahir Abdullah4, AliasRadam5
Tujuan penelitianadalah untukmenganalisis polakonsumsi panganpenduduk Malaysia
Menggunakan fungsi permintaan
wi = αi + ∑ + log +∑ + θiimri + μi
Dimanawi = budget share untuk kelompok komoditi keiP = harga komoditi makanan ke iX = total pengeluaran makanan
= Ukuran Rumah Tangga dan dummyvariabel tempat tinggal
= Indeks Harga Laspeyresi = 6 kelompok komoditi (padi, gandum,daging, kacang-kacangan, dan lainnya)αi, , , , μi merupakan parameter yang
1. Ketika terjadi kenaikan harga,semua komoditi memilikielastisitas harga sendiri yangbertanda negatif dan bernilailebih dari satu kecuali untukkomoditi roti dan sereal, ikan,serta susu dan hasil olahannya.Elastisitas beras sebesar -2,02yang berarti masyarakatsangat sensitif terhadapperubahan harga beras.
2. Permintaan terhadap komoditiikan (-0,96) memilikielastisitas harga yang lebihkecil dari daging (-1,05). Halini menunjukkan masyarakat
45
diestimasi. tidak sensitif terhadapperubahan harga ikan.
3. Dalam jangka pendek,peningkatan harga beras tidakmenyebabkan terjadinyapergeseran substitusi kekelompok pangan lainnyamelainkan mendorong terjadisubstitusi didalam kelompokberas berdasarkan kualitas.
The Impact of Rising FoodPrices on Household Welfarein India2009Alain de Janvry andElisabeth Sadoulet
Penelitian inibertujuan untukmelihat pengaruhtingginya kenaikanharga bahan pokokdi pasarinternasionalterhadapkesejahteraanrumah tangga diIndia
de Janvry menggunakan data Survei rumahtangga 2003 untuk rumah tangga petani dan2004-2005 untuk rumah tangga non petani danpetani di India.Dengan menggunakan indirect utility function(fungsi utility tidak langsung)
V = V(p,y = pFqF + pNFqNF + wL + T)dimanaqF = produksi makananqNF = produksi non makananpF = harga makananpNF = harga non makananw = upahL = tenaga kerjaT = pendapatan lain seperti transfer
Penulis menggunakan regresi linier dan modelOrdinary Least Square (OLS) dan variabelkonsumsinya terdiri dari beras, gandum,
1. Hasilnya bahwa rumah tanggayang terkena dampak negatifoleh kenaikan harga beras dansereal adalah semua rumahtangga non petani, petanimarjinal, dan petani kecil.
2. Tingkat kerugian paling besardialami oleh rumah tangga nonpetani, di mana rumah tangganon petani miskin di perdesaanpaling besar kerugiannya (-12,6 persen) dan disusulmiskin yang tinggal diperkotaan (-9,0 persen).
46
jagung, minyak tanah, sereal, dan minyakgoreng.
Analisis Pola KonsumsiDaerah Perkotaan danPedesaan sertaKeterkaitannya denganKarakteristik Sosial Ekonomidi Provinsi Banten2010Kahar, Muhardi
Tujuan penelitianini secara umumuntuk mengetahuidan menganalisisdampak ataupengaruh darifaktor-faktorkarakteristik sosialekonomi sepertitingkat pendidikankepala rumahtangga selain hargadan pendapatandalammempengaruhipola konsumsimakanan dan nonmakanan diperkotaan dan dipedesaan.
Penelitian menggunakan model analisis fungsipermintaan LA/AIDS dengan memasukkanbeberapa karakteristik sosial ekonomi.Beberapa karakteristik sosial ekonomi yangdilibatkan yaitu, jumlah anggota rumah tangga,umur kepala rumah tangga, persentase jumlahbalita, dan persentase jumlah anak sekolah.Model dibedakan menurut daerah perkotaandan pedesaan serta tingkat pendidikan kepalarumah tangga.= + ∑ + ln + ∑ +i,j = 1,2,.....,6 (kelompok komoditi)w = proporsi atau budget share pengeluaran
kelompok komoditi ke-ilnp = logaritma natural estimasi hargakelompok komoditi ke-jln = ln total pengeluaran yang dideflasi
dengan indeks harga stoneP = indeks harga stone,
dimana ln P = ∑ lnS = karakteristik sosial ekonomi ke-ke = error termPersamaan-persamaan yang terbentuk dari
1. Hasil penelitian menunjukkansecara umum tingkatpengeluaran daerah perkotaandan pedesaan berbedasignifikan. Semakin tinggitingkat pendidikan maka nilaielastisitas pendapatancenderung inelastis, yangartinya semakin tinggi tingkatpendidikan maka tambahanpendapatan cenderungdialokasikan untukmengkonsumsi barang selainbarang kebutuhan pokok yangutama.
47
model diatas membentuk persamaan komoditiyang masing-masingnya mempresentasikanfungsi permintaan untuk produk-produkberkaitan.
An Almost Ideal DemandSystem For Good2010Suharno
Menganalisadampak dariperubahan hargadan pendapatanterhadappermintaankelompokkomoditi panganberdasarkankelompokpendapatan
Peneliti menggunakan persamaan LA/AIDS:= ( − ) ( − ) ln +∑ + θ lnSemua kelompok makanan adalahinelastis kecuali minyak serta telurdan susu. Cross effect dari hargaberas adalah paling besar daripadayang lain, sehingga menunjukkanmeratanya beras sebagai konsumsiutama di Indonesia, terutamaProvinsi Jawa Timur. Ukuranrumah tangga memberi efeksignifikan terhadap beras, makananpokok selain beras, dan minyak.
Engel Curves, SpatialVariation In Prices andDemand for Commodities inCôte D’ivoire2011Gbakou, Monnet Bp. danAlfonso Sousa-Poza
Tujuan penelitianini adalahmengestimasielastistas harga danpermintaan untukkomoditi yangpenting di Coted’Ivoire tahun 2002
Penelitian ini menggunakan LA/AIDS dan datadari Survei Standar Hidup Cote d’Ivoire.Mereka mengelompokkan komoditi menjadi 4,yaitu (1) tepung-tepungan, (2) minyak danlemak, (3) sayur dan buah-buahan, (4) dagingdan susu. Variabel demografi yang digunakan,yaitu umur kepala keluarga, status perkawinankepala keluarga, pekerjaan kepala keluarga,suku kepala keluarga, kepemilikan rumah,jumlah kamar, pendidikan, proporsi anak yangbelum sekolah, proporsi anak remaja, danagama (muslim atau tidak).
1. Hasil yang diperoleh adalahbahwa tepung-tepungan,minyak dan lemak, sertasayuran dan buah-buahanadalah price inelastic.
2. Tepung-tepungan lebih pentingbagi rumah tangga miskindaripada yang kaya, sertadaging dan susu adalah lebihluxury good untuk rumahtangga miskin daripada yangkaya, sehingga perlu adanyadukungan untuk rumah tangga
48
miskin dalam mengkonsumsidaging dan susu.
3. Semua variabel demografimempengaruhi konsumsi,kecuali adanya anak danremaja, kepala keluarga pria,dan pendidikan.
Analisis Pola KonsumsiPangan Masyarakat DiProvinsi Maluku2012Fitria Pusposari
Tujuan penelitianini adalah untukmengetahui faktor-faktor yangmempengaruhipermintaan pangankhususnya sumberkarbohidrat diProvinsi Maluku;Untuk mengetahuiperubahan polapermintaan danUntuk mengetahuikomoditas panganlokal apa saja yangberpotensi sebagaipengganti beras
Model ekonometrik emnggunakan fungsipermintaan LA/AIDS sebagai berikut:wi = αi0 + ∑ + ln + αi1 ln
work_ART + αi2 ln lokasi + αi3
lama_sekolah_KRT + αi4 ln anggota keluarga +αi5 status miskin + αi6 IMR + µ i.
wi= proporsi pengeluaran kelompok komoditike –ilnp = logaritma natural estimasi harga
kelompok komoditi ke-jln = ln total pengeluaran yang dideflasi
dengan indeks harga stonework_KRT = dummy sumber penghasilanutama RTlokasi = dummy type daerahlama_sklh_KRT = lama sekolah KRTln_anggota_kel = ln JARTstatusmiskin = dummy status RutaIMR = Invers Mills Ratio
1. Hasil estimasi modelpermintaan menunjukkanbahwa variabel pendapatansignifikan dalam menentukanpola konsumsi pangan untukseluruh komoditi yang ditelitikecuali komoditas terigu.
2. Sedangkan variabel hargakomoditas tidak semuaberpengaruh signifikan.
3. Komoditas yang bersifatsubstitusi terhadap berasadalah sagu dan pangan lokallain (jagung, talas, ubi jalardan kentang. Namunkendalanya komoditas tersebuttermasuk komoditas inferior diProvinsi Maluku.
4. Komoditas singkong, terigudan pangan lainnya merupakanbarang necessity. Sedangkan
49
beras merupakan barangluxury.
Pengaruh Perubahan HargaBeras Terhadap PolaKonsumsi Pangan diIndonesia Dalam JangkaPendek2013Sri Handayani
Tujuan penelitianini adalahmengidentifikasipengaruhperubahan hargaberas terhadap polakonsumsi pangandalam jangkapendek (triwulan Idan III tahun 2011)menurut kelompokpendapatan rumahtangga (rendah,sedang, tinggi) dantipe provinsi(persentasependuduk miskin diatas nilainasional/miskindan di bawah nilainasional/kaya).
Penelitian menggunakan estimasi fungsipermintaan dengan menggunakan modelLinear Aproximation/Almost Ideal DemandSystem (LA/AIDS).= + ∑ + ln +τ ln 1 + 2 +3 + + ++ + +
∞ + +Dimana
= proporsi pengeluaran untukkelompok komoditi ke i/budgetshare;
= total pengeluaran rumah tangga;= , yang diestimasi denganln = ∑ ln ;= harga kelompok komoditi ke j (j=
1, 2,…6);1 = JART usia kurang dari 5 tahun;2 = JART usia antara 5-15 tahun;3 = JART usia lebih dari 15 tahun;= pendidikan kepala rumah tangga= wilayah tempat tinggal rumah
Dari hasil penelitian dapat ditarikkesimpulan bahwa Pada saatterjadi perubahan harga berasdalam jangka pendek, responterhadap permintaan kelompokkonsumsi adalah berbeda-beda,sesuai dengan karakteristikdemografi, tipe wilayah tempattinggal, dan juga kelompokpendapatan. Sebagian besar rumahtangga merespon denganmengurangi permintaan beras(terlihat dari elastisitas permintaanberas terhadap harga beras yangsemakin besar antara triwulan Idan triwulan III).Beras inelastis dalam hal hargaElastisitas beras pada rumahtangga berpendapatan rendah lebihtinggi daripada rumah tanggapendapatan tinggi.
50
tangga= pekerjaan kepala rumah tangga= menerima raskin= agama mayoritas dalam desa= anak sekolah dalam rumah tanggau = error term
= konstanta pada setiap persamaaan ke-i,dimana i=1,…,6, , τ , ∂ , , , Ҡ , , , ,∞ , =
parameter hasil estimasiPenelitian ini menggunakan data sekunderSurvei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)Triwulan I (Maret) 2011 dan Triwulan III(September) 2011 dari BPS.
Analisis Permintaan RumahTangga Terhadap BerasProduksi Kabupaten KubuRayaTahun 2014Ike Deviana 1, NoviraKusrini2, Adi Suyatno3
Penelitian inibertujuan untukmengetahui faktor-faktor apa sajayangmempengaruhidalam permintaanrumah tanggaterhadap berasproduksiKabupaten KubuRaya danmengetahuielastisitas
Model yang digunakan:Ln Y = ln 0 + β1 ln Jtk + β2 ln Pdp +
β3 ln Hbl + β4 ln Hbn + eDimana :Y = Jumlah beras yang diminta (Kg/Bulan)Β0 = KonstantaJtk = Jumlah Anggota Keluarga (Org)Pdp = Pendapatan rumah tangga (Rp/Bulan)Hbl = Harga Beras Lokal (Rp/Kg)Hbn = Harga Beras Non Lokal (Rp/Kg)b1 – b4 = Koefisien Regresi
Penelitian ini menggunakan analisis regresiberganda dengan metode ordinary least square(OLS) terhadap fungsi permintaan Cobb
1. Berdasarkan hasil penelitiandiperoleh kesimpulan bahwayang mempengaruhipermintaan rumah tanggaterhadap beras produksiKabupaten Kubu Raya adalahjumlah anggota keluargasedangkan pendapatan rumahtangga, harga beras lokal sertaharga beras non lokal tidakmenunjukkan pengaruh nyataterhadap permintaan rumahtangga.
2. Berdasarkan hasil analisis
51
permintaan rumahtangga terhadapberas produksiKabupaten KubuRaya
Douglas yang ditransformasikan kedalambentuk logaritma akan diperoleh koefisienregresi untuk semua faktor yang mempengaruhipermintaan beras
diketahui besarnya elastisitasharga beras lokal sebesar -0.163 yang berarti berasinelastis dalam hal harga.
3. Elastisitas harga beras nonlokal adalah 0.358 persen yangberarti jika harga beras nonlokal naik 1 persen makapermintaan rumah tanggaterhadap beras produksiKabupaten kubu Raya akannaik sebesar 0.358 persen.
4. Berdasarkan penelitian jugadiketahui bahwa elastisitaspermintaan terhadappendapatan mempunyaihubungan positif. Nilaikoefisien regresi 0.127 berartijika terjadi kenaikanpendapatan sebesar 1 persen,maka akan mengakibatkanbertambahnya permintaanberas sebesar 0.127 persen.
Pengaruh Perubahan hargaBeras Terhadap PolaKonsumsi Pangan PadaRumah Tangga DalamJangka Pendek Di Provinsi
Tujuan penelitianini adalah melihatpengaruhperubahan hargaberas terhadap pola
Bentuk persamaan dari model yang digunakanadalah= + ∑ + ln( ) + ++ + +
Hipotesis dari penelitian iniyaitu diduga terjadi perubahanelastisitas permintaan konsumsipangan akibat perubahan hargaberas di kelompok rumah tangga
52
Lampung2016Maya Narang Ali
konsumsi pangandalam jangkapendek (tahun2013 dan tahun2014) menurutkelompokpendapatan rumahtangga (rendah,sedang, tinggi).
∞ + += proporsi pengeluaran untuk kelompokkomoditi ke i/budget share;= total pengeluaran rumah tangga;= , yang diestimasi dengan ln =∑ ln ;= harga kelompok komoditi ke j (j= 1,
2,…6);= pendidikan kepala rumah tangga (1
jika tamat SLTA ke atas dan 0 jika tidak tamatSLTA ke bawah);
= wilayah tempat tinggal rumah tangga(1 jika perkotaan dan 0 jika perdesaan);
= pekerjaan kepala rumah tangga (1jika pertanian, dan 0 jika lainnya);
= menerima raskin (1 jika menerimaraskin dan 0 jika tidak menerima raskin);
= anak sekolah dalam rumah tangga(1 jika terdapat anak sekolah, dan 0 jika tidakterdapat anak sekolah)u = error term, , , , , ,∞ , = parameter hasilestimasi
berpendapatan rendah, sedang dantinggi.
53
Pada penelitian sebelumnya, studi tentang pola konsumsi di berbagai
wilayah telah dilakukan, baik dikelompokkan sesuai pendapatan, urban/rural
maupun pulau, namun sebagian besar amatan penelitian adalah dalam jangka
panjang. Pengaruh pola konsumsi akibat adanya perubahan harga juga perlu
ditangkap dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan masyarakat sering memiliki
kesulitan dalam menyesuaikan perilaku terhadap perubahan harga dalam waktu
sangat singkat, tapi kemudian seiring waktu, adaptasi lebih luas dengan situasi
baru mungkin terjadi. Akibatnya, elastisitas jangka panjang dan kurva permintaan
jangka panjang hampir selalu jauh lebih besar daripada elastisitas jangka pendek
untuk barang dan jasa yang sama (Johnson, 2005).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terutama adalah
dalam jangka waktu yang pendek yaitu satu tahun, pengelompokkan rumah tangga
berdasarkan pendapatan juga analisis pola konsumsi pangan yang dilakukan di
daerah (provinsi). Perlunya amatan dalam jangka pendek didukung oleh Yao
(2008) yang menyatakan bahwa dampak perubahan harga akan berbeda dalam
jangka pendek, medium, maupun panjang karena rumah tangga telah melakukan
penyesuaian, selain itu juga dalam jangka panjang telah terjadi pertumbuhan dan
investasi.
2.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Diduga ada perbedaan elastisitas permintaan konsumsi pangan akibat
perubahan harga beras di kelompok rumah tangga berpendapatan rendah
dalam jangka pendek.
54
2. Diduga ada perbedaan elastisitas permintaan konsumsi pangan akibat
perubahan harga beras di kelompok rumah tangga berpendapatan sedang
dalam jangka pendek.
3. Diduga ada perbedaan elastisitas permintaan konsumsi pangan akibat
perubahan harga beras di kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi
dalam jangka pendek.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung yang terdiri dari 14
kabupaten/kota meliputi rumah tangga berpendapatan rendah, sedang dan tinggi
yang dijadikan sampel Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) di Provinsi
Lampung. Waktu penelitian adalah tahun 2013 dan 2014. Angka pemilihan tahun
ini didasarkan tingginya lonjakan harga beras yang terjadi dalam rentan waktu
tersebut.
3.2 Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) Tahun 2013 dan Tahun 2014 dari BPS. Jumlah sampel
Susenas pada tahun 2013 sebanyak 8.966 rumah tangga dan pada tahun 2014
sebanyak 9.037 rumah tangga. Data yang digunakan bersifat cross section karena
didalam penelitian ini penulis akan menganalisis variabel yang mempengaruhi
pola konsumsi dalam jangka pendek.
Data Susenas terdiri dari data kor dan modul konsumsi. Data kor memuat
data-data pokok yang meliputi data individu dan rumah tangga. Data individu
memuat keterangan pokok yang meliputi karakteristik setiap anggota rumah
tangga seperti umur, jenis kelamin, hubungan dengan kepala rumah tangga,
56
pendidikan, kesehatan, pekerjaan, fertilitas dan keluarga berencana, sedangkan
keterangan rumah tangga memuat keterangan pokok tentang keadaan karakteristik
rumah tangga diantaranya perumahan dan keadaan sosial ekonomi rumah tangga.
Data modul konsumsi memuat keterangan rinci tentang pengeluaran rumah tangga
untuk setiap jenis komoditi yang dikonsumsi, baik makanan maupun non
makanan.
Data pengeluaran konsumsi makanan dalam Susenas dikelompokkan
dalam 14 kelompok besar yaitu padi-padian, umbi-umbian,
ikan/udang/cumi/kerang, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan,
buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi
lainnya, makanan dan minuman jadi, serta tembakau
dan sirih. Sedangkan data konsumsi non makanan dikelompokkan menjadi 5
kelompok besar, yaitu perumahan dan fasilitas rumah tangga; aneka barang dan
jasa; pakaian, alas kaki dan penutup kepala; barang tahan lama; serta pajak,
pungutan dan asuransi. Data yang digunakan bersifat cross section karena didalam
penelitian ini penulis akan menganalisis variabel yang mempengaruhi pola
konsumsi pangan dalam jangka pendek.
3.3 Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel ekonomi dan demografi sebagai
variabel yang mempengaruhi pola konsumsi pangan dan juga membuat
pengelompokan rumah tangga. Pengelompokan rumah tangga dilakukan menurut
kelompok pendapatan sesuai dengan kriteria World Bank. Pengelompokan
menurut pendapatan adalah rendah jika rumah tangga berada pada 40 persen
57
pendapatan per kapita terendah, sedang adalah rumah tangga berada pada 40
persen pendapatan per kapita sedang, tinggi adalah rumah tangga berada pada 20
persen pendapatan per kapita tertinggi.
Pengelompokan menurut pendapatan dilakukan dikarenakan menurut
Moeis (2003), Bakhshoodeh et al. (2003), Hubbard et al. (2007), dan Isvilanonda
et al. (2008), pola konsumsi rumah tangga akan berbeda-beda, sesuai dengan
tingkat pendapatannya. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka akan semakin
berkurang konsumsi makanannya, sehingga pengaruh perubahan harga beras
terhadap pola konsumsi di duga akan berbeda.
Menurut Isvilanonda at al (2008) dan Kahar (2010), konsumsi rumah
tangga juga dipengaruhi oleh variabel sociodemographic seperti karakteristik
kepala rumah tangga (pendidikan, umur, pekerjaan), komposisi rumah tangga
(jumlah anggota rumah tangga, jumlah anak), lokasi geografi, dan juga suku.
Oleh sebab itu, penelitian ini juga menggunakan faktor demografi untuk melihat
pengaruh faktor karakteristik demografi terhadap pola konsumsi pangan dalam
jangka pendek.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengeluaran rumah tangga untuk memproksi pendapatan rumah tangga;
2. Harga yang dihitung sebagai unit value, yaitu jumlah pengeluaran dibagi
dengan jumlah barang yang dikonsumsi;
3. Variabel demografi berupa: (i) wilayah tempat tinggal (perkotaan atau
perdesaan); (ii) pendidikan kepala rumah tangga (tamat SLTA atau
tidak); (iii) apakah menerima raskin atau tidak; (iv) pekerjaan utama
58
kepala rumah tangga (pertanian atau non pertanian); (v) adanya anggota
rumah tangga yang masih sekolah
4. Variabel konsumsi rumah tangga, yaitu: (i) beras; (ii) kelompok padi-
padian lain dan umbi-umbian; (iii) kelompok ikan/daging/telur dan susu;
(iv) kelompok kacang-kacangan; (v) kelompok makanan lainnya; (vi)
kelompok non makanan, di mana masing-masing kelompok berisi rincian
komoditi sebagai berikut:
Tabel 3.1 Pengelompokan Variabel Konsumsi Rumah Tangga
Kelompok Jenis Komoditi
(1) (2)Beras BerasPadi-padian laindan umbi-umbian
Beras ketan, jagung basah dan kulit, jagungpipilan/beras, jagung pipilan/beras, tepung beras,tepung jagung (maizena), tepung terigu, lainnya. Ketelapohon/ singkong, ketela rambat/ubi jalar, sagu (bukandari ketela pohon), talas/keladi, kentang, gaplek, tepunggaplek (tiwul), tepung ketela pohon (tapioka/ kanji),lainnya
Ikan/daging/telurdan susu
Ikan segar/basah: ikan ekor kuning,tongkol/tuna/cakalang, tenggiri, selar, kembung, teri,bandeng, gabus, mujair, mas, lele, kakap, baronang,lainnya, udang: udang, cumicumi/sotong,ketam/kepiting/rajungan, kerang/siput, ikan asin:kembung/peda, tenggiri, tongkol/tuna/cakalang, teri,selar, sepat, bandeng, gabus, ikan dalam kaleng,lainnya, udang dan hewan air, lainnya, udang danhewan air lainnya yang di awetkan: udang (ebi),cumi-cumi/sotong, lainnya, daging segar: daging sapi,daging kerbau, daging kambing, daging babi, dagingayam ras, daging ayam kampung, daging unggaslainnya, daging lainnya, daging diawetkan: dendeng,abon, daging dalam kaleng, lainnya, lainnya: hati,jeroan (selain hati), tetelan, tulang, lainnya, telur dansusu: telur ayam ras, telur ayam kampung, teluritik/telur itik manila, telur puyuh, telur lainnya, telurasin, susu murni, susu cair pabrik, susu kental manis,susu bubuk, susu bubuk bayi, keju, hasil lain dari susu.
59
Kacang-kacangan Kacang tanah tanpa kulit, kacang tanah dengan kulit,kacang kedele, kacang hijau, kacang mede, kacanglainnya, tahu, tempe, tauco, oncom, lainnya
Makanan lainnya Sayur-sayuran: bayam, kangkung, kol/kubis,sawi putih(petsai), sawi hijau, buncis, kacang panjang, tomatsayur, wortel, mentimun, daun ketela pohon, terong,tauge, labu, jagung muda kecil, sayur sop/cap cay, sayurasam/lodeh, nangka muda, pepaya muda, jamur, petai,jengkol, bawang merah, bawang putih, cabe merah,cabe hijau, cabe rawit, sayur dalam kaleng, sayurlainnya, buah-buahan: jeruk, mangga, apel, alpokat,rambutan, duku, durian, salak, nanas, pisang ambon,pisang raja, pisang lainnya, pepaya, jambu, sawo,belimbing, kendodong, semangka, melon, nangka,tomat buah, buah dalam kaleng, lainnya, minyak danlemak: Minyak kelapa, minyak jagung, minyak gorenglainnya, kelapa, margarine, lainnya, bahan minuman:gula pasir, gula merah (termasuk gula air), teh, kopi(bubuk, biji, instan), coklat instan, coklat bubuk, sirup,lainnya, bumbu-bumbuan: garam,kemiri,ketumbar/jinten, merica/lada, asam, biji pala,cengkeh, terasi/ petis, kecap,penyedap masakan/vetsin,sambal jadi/sauce tomat, bumbu masak jadi/kemasan,bumbu dapur lainnya, konsumsi lainnya: mie instan,mie basah, bihun, makaroni/mie kering, kerupuk,emping, bahan agar-agar, bubur bayi kemasan, lainnya,makanan dan minuman jadi: roti tawar, rotimanis/roti lainnya, kue kering/biskuit/semprong, kuebasah, makanan gorengan, bubur kacang hijau, gado-gado/ketoprak/pecel, nasi campur/rames, nasi goreng,nasi putih, lontong/ketupat sayur, soto/ gule/sop/rawon/cincang, ate/tongseng, mie bakso/mie rebus/miegoreng, mie instant, makanan ringan anak-anak/krupuk/kripik, ikan (goreng, bakar, presto, pindang,pepes, dsb), ayam/daging (goreng,bakar, dsb), makananjadi lainnya, air kemasan air kemasan galon, air tehkemasan, sari buah kemasan, minuman ringanmengandung CO2 (soda),minuman kesehatan/ minumanberenergi, minuman lainnya (kopi, kopisusu, teh, susucoklat, dll), es krim, es lainnya, bir, anggur, minumankeras lainnya, tembakau dan sirih: rokok kretek filter,rokok keretek tanpa filter, rokok putih, tembakau,sirih/pinang, lainnya.
Non makanan Perumahan dan fasilitas rumah tangga, aneka barangdan jasa, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barangtahan lama, pajak, pungutan dan asuransi, keperluanpesta dan upacara/kenduri
Sumber: Susenas Modul Konsumsi 2013-2014
60
Pengelompokkan tersebut diperlukan untuk memudahkan peneliti dalam
melakukan estimasi dan analisis. Selain itu dengan dilakukannya
pengelompokkan tersebut diharapkan dapat mengurangi adanya bias akibat
pengamatan yang kosong karena rumah tangga tidak mengkonsumsi jenis pangan
tertentu pada waktu satu minggu periode survei. Adanya rumah tangga yang tidak
mengkonsumsi salah satu komoditi pangan, akan memungkinkan terjadinya
selectivity bias data (Deaton, 1987).
3.4 Metode Analisis
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model LA/AIDS yang
berbentuk semilog. Model LA/AIDS yang digunakan mengacu pada Deaton dan
penelitian terdahulu. Software yang digunakan adalah SPSS versi 16 dan STATA
versi 13 dengan teknik Seemingly Unrelated Regression (SUR). Program SPSS
16.0 digunakan untuk menyiapkan variabel-variabel yang akan digunakan dalam
model. Program STATA 13.0 digunakan untuk pembentukan model, serta uji
asumsi klasik. Dari model yang diperoleh akan dihitung elastisitas harga untuk
masing-masing kelompok komoditi baik elastisitas harga sendiri, elastisitas harga
silang, maupun elastisitas pendapatan (pengeluaran).
3.5 Spesifikasi Model Ekonometrik
Model untuk mengestimasi fungsi permintaan dimasing-masing kelompok
pendapatan (rendah, sedang, tinggi) pada tiap tahun sebagai berikut:
= + ∑ + ln( ) + + + ++ ∞ + + ……….….(3.1)
61
keterangan:
= proporsi pengeluaran untuk kelompok komoditi ke i/budget share;
= total pengeluaran rumah tangga; sebagai proxy untuk pendapatan
rumah tangga= , yang diestimasi dengan ln = ∑ ln ;
= harga kelompok komoditi ke j (j= 1, 2,…6);
= pendidikan kepala rumah tangga (1 jika tamat SLTA ke atas dan 0
jika tidak tamat SLTA ke bawah);
= wilayah tempat tinggal rumah tangga (1 jika perkotaan dan 0 jika
perdesaan);
= pekerjaan kepala rumah tangga (1 jika pertanian, dan 0 jika
lainnya);
= menerima raskin (1 jika menerima raskin dan 0 jika tidak
menerima raskin);
= anak sekolah dalam rumah tangga (1 jika terdapat anak sekolah,
dan 0 jika tidak terdapat anak sekolah)u = error term
= konstanta pada setiap persamaaan ke-i, dimana i=1,…,6, , , , , ,∞ , = parameter hasil estimasi
Dalam model permintaan LA/AIDS, terdapat hubungan simultan antara
variabel tidak bebas (budget share) dengan variabel bebas (unit value). Budget
share merupakan hasil pembagian antara pengeluaran rumah tangga untuk
kelompok makanan tertentu dengan pengeluaran total rumah tangga. Tidak
tersedianya data harga kelompok komoditi menyebabkan variabel harga kelompok
komoditi dalam persamaan LA/AIDS diproksi dengan unit value, yaitu rasio
pengeluaran makanan terhadap kuantitas makanan yang dikonsumsi. Variabel
tidak bebas dan bebas sama-sama ditentukan oleh pengeluaran rumah tangga.
62
Secara matematis budget share ( ) dan unit value untuk kelompok komoditi i
( ) dapat diformulasikan sebagai berikut:
= ………………………….…………(3.2)
= ∑ ∑ …………………………..(3.3)
harga komoditi j yang dibayar oleh rumah tangga ( ) didefinisikan sebagai:= …………………………..……..(3.4)
di mana = total pengeluaran rumah tangga
= pengeluaran rumah tangga untuk kelompok konsumsi i
= pengeluaran rumah tangga untuk komoditi j
= kuantitas komoditi j yang dikonsumsi oleh rumah tangga
Persamaan-persamaan yang terbentuk dari model LA/AIDS membentuk
sekumpulan persamaan komoditi yang masing-masingnya mempresentasikan
fungsi permintaan. Parameter regresi pada persamaan (3.1) diestimasi dengan
metode Seemingly Unrelated Regression (SUR) dengan pendekatan Generalized
Least Square (GLS). Model SUR terdiri dari suatu kumpulan peubah-peubah
endogen yang dipertimbangkan sebagai suatu kelompok karena memiliki
hubungan yang erat satu sama lain, sehingga SUR diartikan sebagai regresi yang
seolah-olah tidak berkaitan satu sama lain yang disebabkan oleh kedekatan secara
teoritis antar persamaan tersebut itu. SUR terdiri atas sekumpulan persamaan yang
berkaitan karena adanya korelasi antar sisaan persamaan (Gujarati, 2003).
Model SUR menggunakan prosedur GLS dan meningkatkan efisiensi
dugaan dengan mempertimbangkan korelasi sisaan antar persamaan. Substitusi
antar barang menunjukkan permintaan setiap komoditi memiliki hubungan satu
63
sama lain. Penerapan GLS akan memberikan estimasi parameter yang melibatkan
keragaman atau variasi dari variabel bebas setiap persamaan (Kahar, 2010).
Untuk memenuhi sifat-sifat fungsi permintaan yang konsisten, dalam
pendugaan model LA/AIDS diperlukan restriksi adding-up, simetri, dan
homogenitas. Restriksi adding-up dilakukan dengan cara mengurangi jumlah
persamaan regresi kelompok komoditi. Persamaan regresi yang dikurangi adalah
persamaan yang keenam, yaitu persamaan kelompok komoditi non pangan.
Sedangkan untuk restriksi simetri dan homogenitas dilakukan saat regresi utama
LA/AIDS dilakukan.
A. Mengatasi Quality Effect, Quantity Premium, dan Simultaneity Bias
Harga-harga dalam analisis perlu dilakukan koreksi. Hal ini disebabkan
perbedaan harga antar konsumen yang disebabkan oleh perbedaan jumlah
pembelian (quantity premium) dan perbedaan kualitas (quality effect) komoditas.
Perbedaan kuantitas dan kualitas ini dapat dipengaruhi oleh pendapatan dan
karakteristik rumah tangga.
Selain itu, bisa terjadi bias pada harga yang disebabkan hubungan simultan
antara variabel tak bebas (budget share/proporsi pengeluaran) dengan variabel
bebas (harga/unit value) pada model fungsi permintaan (simultaneity bias).
Penggunaan kedua variabel tersebut akan menimbulkan simultaneity bias karena
sama-sama ditentukan oleh pengeluaran rumah tangga.
Moeis dalam Yuliana (2008) menyebutkan bahwa untuk mengatasi
simultaneity bias, maka digunakan instrument variable untuk mencari harga
estimasi masing-masing komoditi pangan untuk setiap rumah tangga sampel.
Langkahnya adalah sebagai berikut (Deaton, 1987):
64
(1) Menghitung deviasi dari log harga setiap kelompok komoditi dengan rumus:
ln = ln − ln ̅ ………………………..(3.5)
di mana: ln = deviasi dari log harga kelompok komoditi i
ln = log dari harga kelompok komoditi i
ln ̅ = log dari harga rata-rata kelompok komoditi i di setiap desa
(2) Melakukan regresi dengan deviasi dari log harga setiap kelompok komoditi
sebagai variabel tak bebas dan variabel bebas seperti persamaan 3.1 tanpa
dan . Nilai ln hasil regresi merupakan nilai estimasi ln .
ln = + ln + + + + +∞ + u ...............................................................(3.6)
(3) Menghitung harga estimasi dari setiap kelompok komoditi untuk setiap rumah
tangga baik rumah tangga yang mengkonsumsi kelompok komoditi tersebut
ataupun tidak, dengan rumus:
Mengkonsumsi : ln = ln − ln ………………..…..……(3.7)
Tidak Mengkonsumsi : ln = ln ̅ − ln …………………………(3.8)
ln adalah nilai ln hasil regresi
B. Mengatasi Selectivity Bias
Masalah selectivity bias terjadi karena adanya rumah tangga yang tidak
mengkonsumsi salah satu komoditi makanan. Cara mengatasi selectivity bias
antara lain:
65
a) Membuat kelompok komoditi makanan. Bila dengan pengelompokan masih
terdapat rumah tangga yang tidak mengkonsumsi, maka dilakukan cara
selanjutnya, yaitu:
b) Dengan menggunakan two step estimation dari Heckman, yaitu
menambahkan variabel bebas IMR (Inverse Mills Ratio) pada model utama
dengan 2 langkah sebagai berikut:
Pertama, mengestimasi peluang mengkonsumsi (marginal effect) suatu
kelompok komoditi dengan menggunakan model regresi probit sebagai
berikut: = + ∑ ln + ln + + ++ + ∞ + ubernilai 1 jika mengkonsumsi kelompok komoditi i dan bernilai 0
jika tidak mengkonsumsi.
Setelah mendapatkan estimasi peluang mengkonsumsi suatu kelompok
komoditi, maka dihitung nilai probit (individual probit score) masing-masing
kelompok komoditi dari nilai estimasi peluang tersebut. Selanjutnya kedua,
nilai IMR diperoleh dengan membagi probability density function (PDF) dan
cumulative distribution function (CDF) dalam distribusi standar normal.
C. Perhitungan Elastisitas
Untuk menghitung elastisitas digunakan rumus sebagai berikut:
Elastisitas Harga Sendiri : = ( )− 1 ………………...(3.10)
Elastisitas Harga Silang : = ……....………..(3.11)
..............…(3.9)
66
Elastisitas Pendapatan : = 1 + ……….……….(3.12)
di mana yang digunakan adalah rata-rata.
D. Rumusan Pengujian Hipotesis
Untuk menguji adanya perbedaan pengaruh perubahan harga beras
terhadap pola konsumsi pangan (elastisitas permintaan beras dan permintaan
barang lainnya akibat perubahan harga beras) antara tahun 2013 dan 2014 pada
persamaan (3.10), (3.11), dan (3.12), digunakan uji t berpasangan (paired t-test)
sebagaimana yang dilakukan oleh Sri Handayani (2013), dengan hipotesis sebagai
berikut:
1. Hipotesis untuk kelompok rumah tangga berpendapatan rendah
H0: − = 0(tidak ada perbedaan elastisitas permintaan konsumsi untuk komoditi ke i
akibat perubahan harga beras pada kelompok rumah tangga berpendapatan
rendah dalam jangka pendek)
H1: − ≠ 0(ada perbedaan elastisitas permintaan konsumsi untuk komoditi ke i
akibat perubahan harga beras pada kelompok rumah tangga
berpendapatan rendah dalam jangka pendek)
2. Hipotesis untuk kelompok rumah tangga berpendapatan sedang
H0: − = 0
67
(tidak ada perbedaan elastisitas permintaan konsumsi untuk komoditi ke i
akibat perubahan harga beras pada kelompok rumah tangga berpendapatan
sedang dalam jangka pendek)
H1: − ≠ 0(ada perbedaan elastisitas permintaan konsumsi untuk komoditi ke i
akibat perubahan harga beras pada kelompok rumah tangga
berpendapatan sedang dalam jangka pendek)
3. Hipotesis untuk kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi
H0: − = 0(tidak ada perbedaan elastisitas permintaan konsumsi untuk komoditi ke i
akibat perubahan harga beras pada kelompok rumah tangga berpendapatan
tinggi dalam jangka pendek)
H1: − ≠ 0(ada perbedaan elastisitas permintaan konsumsi untuk komoditi ke i
akibat perubahan harga beras pada kelompok rumah tangga
berpendapatan tinggi dalam jangka pendek)
Statistik thitung yang digunakan (Gujarati, 2010):
= √ ………………………………(3.13)
Rata-rata d : ̅ = ∑ ………………………...(3.14)
Perbedaaan masing-masing pasangan: = − ……………..(3.15)
di mana:
68
Standar Deviasi d : = ∑ ( )………………….(3.16)
_ : elastisitas permintaan konsumsi komoditi i pada tahun 2013
_ : elastisitas permintaan konsumsi komoditi i pada tahun 2014
Kriteria penarikan kesimpulan adalah sebagai berikut:
H0 ditolak jika thitung ≥ ttabel
H0 diterima jika thitung < ttabel
Pengolahan data untuk uji t ini dilakukan dengan software SPSS versi 16.
3.6 Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan beberapa definisi operasional variabel-
variabel sebagai berikut:
Rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami atau
tinggal bersama di sebagian atau seluruh bangunan fisik atau bangunan sensus
dan biasanya makan dari satu dapur. Yang dimaksud dengan makan dari satu
dapur adalah jika pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola menjadi
satu.Beberapa orang yang mendiami satu kamar dalam satu bangunan sensus
walaupun mengurus makannya sendiri-sendiri dianggap satu rumah tangga biasa.
Kepala rumah tangga adalah seseorang dari sekelompok anggota rumah tangga
yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari rumah tangga atau orang yang
dianggap/ditunjuk sebagai kepala rumah tangga.
Anggota rumah tangga (ART) adalah semua orang yang biasanya bertempat
tinggal di suatu rumah tangga, baik yang pada waktu pencacahan berada di rumah
69
tangga tersebut maupun yang sedang bepergian (tidak berniat pindah) kurang dari
6 (enam) bulan. Orang yang telah 6 bulan atau lebih tinggal di rumah tangga yang
sedang dicacah atau yang telah tinggal kurang dari 6 bulan tetapi berniat menetap
dianggap sebagai anggota rumah tangga dari tumah tangga yang sedang dicacah
tersebut.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga sebulan adalah total nilai makanan dan
bukan makanan (barang/jasa) yang diperoleh, dipakai, atau dibayarkan rumah
tangga sebulan untuk konsumsi rumah tangga, tidak termasuk untuk keperluan
usaha rumah tangga atau yang diberikan kepada pihak/orang lain. Untuk konsumsi
makanan, yang termasuk konsumsi rumah tangga adalah yang benar-benar telah
dikonsumsi selama referensi waktu survei (consumption approach), sedangkan
untuk konsumsi bukan makanan konsep yang dipakai pada umumnya adalah
konsep penyerahan (delivery approach), yaitu dibeli/diperoleh dari pihak lain,
asalkan tujuannya untuk kebutuhan rumah tangga.
Pendapatan rumah tangga adalah total upah/gaji anggota rumah tangga yang di
dapat selama satu bulan.
Unit value adalah proksi dari harga yang diperoleh dari hasil pembagian antara
pengeluaran rumah tangga untuk kelompok komoditi tertentu dengan jumlah
untinya
Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah sumber penghasilan menurut
lapangan usaha dari kepala rumah tangga sebagai orang yang bertanggung jawab
atas kebutuhan sehari-hari rumah tangga. Sumber penghasilan kepala rumah
tangga adalah pertanian jika lapangan usahanya adalah pertanian, perkebunan,
kehutanan, perburuan dan perikanan. Non pertanian jika sumber penghasilannya
70
berasal dari lapangan usaha yang meliputi: pertambangan dan penggalian; industri
pengolahan; listrik, gas dan air bersih; konstruksi; perdagangan, rumah makan,
dan jasa akomodasi; angkutan, penggudangan, dan komunikasi; lembaga
keuangan real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan; jasa kemasyarakatan,
sosial dan perseorangan. Bagi kepala rumah tangga yang tidak bekerja, sumber
penghasilan non pertanian dalam penelitian ini ditambahkan penerimaan
pendapatan dari pemberian, transfer, dll.
Klasifikasi daerah adalah lokasi tempat tinggal rumah tangga yang dikategorikan
sebagai perkotaan atau perdesaan. Untuk menentukan apakah suatu
desa/kelurahan termasuk daerah perkotaan atau perdesaan digunakan indikator
komposit yang skor atau nilainya didasarkan pada skor atau nilai-nilai 3 (tiga)
variabel, yaitu kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan akses
ke fasilitas umum.
Pendidikan kepala rumah tangga adalah pendidikan menurut ijasah yang
dimiliki. Pendidikan kepala rumah tangga adalah di SLTA ke atas adalah jika
telah tamat/memiliki ijasah SMA/SMLB ke atas, sedangkan di bawah SLTA
adalah pendidikan kepala rumah tangga yang tidak memiliki ijasah SMA/SMLB
ke atas.
Bersekolah adalah mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan baik
disuatu jenjang pendidikan formal (pendidikan dasar yaitu SD/sederajat dan
SMP/sederajat, pendidikan menengah yaitu SMA/sederajat dan pendidikan tinggi
yaitu PT/sederajat) maupun non formal (Paket A setara SD, paket B setara SMP
dan paket C setara SMA) yang berada di bawah pengawasan Kementrian
71
Pendidikan Nasional (Kemendiknas), Kementrian Agama (Kemenag), instansi
lainnya negeri maupun swasta.
Menerima Raskin adalah apabila suatu rumah tangga menerima program bantuan
pangan bersyarat dalam bentuk subsidi beras yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Indonesia yang diperuntukkan bagi rumah tangga berpenghasilan
rendah.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. Dampak kenaikan harga beras paling dirasakan pada kelompok rumah
tangga berpendapatan rendah dimana kelompok rumah tangga
berpendapatan rendah masih lebih bergantung pada beras sebagai pangan
pokok daripada kelompok rumah tangga lainnya
2. Masih cukupnya pendapatan riil pada kelompok rumah tangga
berpendapatan sedang menyebabkan ketika terjadi peningkatan harga beras
dalam jangka pendek hanya mengurangi sedikit permintaan terhadap
komoditi beras dan tidak sampai menggantinya dengan pangan lain sebagai
sumber pangan pokok
3. Pada kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi, kenaikan harga beras
direspon positif terhadap permintaan komoditi padi-padian lainnya dan
umbi-umbian. Hal ini disebabkan pengaruh faktor pendidikan yang
menjadikan kesehatan sebagai gaya hidup membuat komoditi ini sudah
menjadi barang substitusi.
4. Kenaikan harga beras memicu terjadinya pengeluaran lain yang lebih besar,
hal ini menyebabkan daya beli masyarakat berkurang dan berakibat pada
gizi buruk terutama pada kelompok rumah tangga berpendapatan rendah.
104
5. Semakin rendah pendapatan suatu rumah tangga maka proporsi terhadap
konsumsi beras akan semakin meningkat dan sebaliknya semakin tinggi
pendapatan suatu rumah tangga maka proporsi konsumsi beras akan
semakin menurun.
6. Ketika terjadi kenaikan harga beras, kelompok berpendapatan rendah akan
merespon perubahan harga beras terhadap konsumsi kelompok lain dengan
semakin meningkatkan elastisitas permintaan kelompok konsumsi lain yaitu
kelompok padi-padian lainnya dan umbi-umbian serta komoditi kacang-
kacangan. Semantara pada kelompok berpendapatan sedang merespon
dengan meningkatkan elastisitas permintaan terhadap kelompok konsumsi
komoditi kacang-kacangan.
7. Tingginya nilai elastisitas kelompok ikan/daging/telur dan susu pada
kelompok rumah tangga berpendapatan rendah jika dibandingkan dengan
kelompok lainnya menunjukkan bahwa ketika harga beras naik, kelompok
ini cenderung mudah mengganti konsumsi ikan/daging/telur dan susu
dengan komoditi lain.
8. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi pola konsumsi
rumah tangga dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka konsumsi
terhadap beras akan semakin berkurang dan konsumsi ikan/daging/telur dan
susu akan semakin meningkat
9. Tempat tinggal mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga dimana rumah
tangga yang tinggal didaerah perkotaan lebih banyak mengkonsumsi
ikan/daging/telur dan susu serta makanan lainnya daripada rumah tangga
yang tinggal didaerah pedesaan
105
10. Usaha yang dilakukan oleh rumah tangga mempengaruhi pola konsumsi
rumah tangga dimana rumah tangga berusaha disektor pertanian lebih
banyak mengkonsumsi komoditi beras dan padi-padian lainnya dan umbi-
umbian serta lebih sedikit mengkonsumsi makanan lainnya daripada rumah
tangga yang berusaha bukan disektor pertanian
11. Rumah tangga yang menerima raskin lebih sedikit dalam mengkonsumsi
ikan/daging/telur dan susu daripada rumah tangga yang tidak menerima
raskin
12. Rumah tangga yang terdapat anggota rumah tangga (ART) bersekolah untuk
kelompok berpendapatan rendah lebih sedikit mengkonsumsi
ikan/daging/telur dan susu. Sedangkan pada kelompok rumah tangga
berpendapatan sedang dan tinggi untuk rumah tangga yang memiliki ART
bersekolah lebih banyak mengkonsumsi ikan/daging/telur/dan susu daripada
rumah tangga yang tidak memiliki ART bersekolah
5.2. Saran
Untuk menjamin stabilnya harga beras, menjaga dari sisi supply saja yaitu
ketersediaan produksi beras tidaklah cukup. Pemerintah Provinsi Lampung harus
mengupayakan pengendalian terhadap harga beras. Selain itu, pemerintah juga
perlu melakukan pengendalian harga komoditi ikan/daging/telur dan susu yang
saat ini masih merupakan makanan mewah bagi rumah tangga pendapatan rendah
dan sedang di Provinsi Lampung. Hal ini bertujuan agar tercukupinya kebutuhan
nutrisi sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG) terutama pada kelompok rumah
tangga berpendapatan rendah.
106
Selain itu pemerintah perlu membuat kebijakan fiskal yang bertujuan
untuk meningkatkan pendapatan riil masyarakat. Dengan meningkatnya
pendapatan riil masyarakat diharapkan kemampuan daya beli masyarakat juga
meningkat. Dengan demikian permintaan dari masyarakat turut meningkat.
Meningkatnya permintaan dari masyarakat diharapkan mampu memperbaiki
kualitas gizi yang dikonsumsi masyarakat terutama bagi kelompok rumah tangga
berpendapatan rendah.
Dari sisi demand, perlu peningkatan kesadaran masyarakat dalam perilaku
konsumsi, terutama konsumsi makanan pokok. Kesadaran ini salah satunya
melalui program diversifikasi pangan namun dengan harga yang mampu
dijangkau. Pemerintah Provinsi Lampung perlu mengupayakan hadirnya inovasi
produk alternatif makanan pokok selain beras yang lebih murah namun kaya akan
nutrisi sebagai produk unggulan dari diversifikasi pangan dengan memanfaatkan
kelebihan Provinsi Lampung sebagai penghasil jagung dan ubi kayu.
Apabila dari sisi supply dan demand sudah tercapai titik keseimbangan
dimana harga beras dapat dikendalikan dan kesadaran masyarakat akan
diversifikasi pangan sudah tercapai maka secara perlahan subsidi pemerintah
terhadap sektor pertanian dapat dikurangi. Saat ini subsidi pemerintah untuk
sektor pertanian mencapai 52 Triliun untuk APBN-P 2016. Pergeseran dari
subsidi pertanian ke bidang lain yang lebih produktif bertujuan untuk
mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan sosial.
Untuk selanjutnya perlu penelitian lebih lanjut dengan pembentukan
kelompok konsumsi yang lebih spesifik, misalkan dengan memperluas ruang
lingkup penelitian, yaitu dengan membandingkan pola konsumsi Provinsi
107
Lampung terhadap pola konsumsi nasional atau membagi pola konsumsi Provinsi
Lampung berdasarkan kabupaten/kota. Atau dengan mencari titik keseimbangan
kenaikan harga beras yang bisa ditoleransi oleh rumah tangga baik di Provinsi
Lampung atau di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Ketahanan Pangan. 2013. Data Statistik Ketahanan Pangan Tahun 2013.Jakarta: Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian
_____. 2014. Data Statistik Ketahanan Pangan Tahun 2014. Jakarta: BadanKetahanan Pangan Kementrian Pertanianq
Badan Pusat Statistik. 2011. Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesiadan Provinsi 2011 (Berdasarkan Hasil Susenas September 2011). Jakarta:BPS-Statistics Indonesia
_____. 2011. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi2011 (Berdasarkan Hasil Susenas September 2011). Jakarta: BPS-StatisticsIndonesia
_____. 2012. Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi2012 (Berdasarkan Hasil Susenas September 2012). Jakarta: BPS-StatisticsIndonesia
_____. 2012. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi2012 (Berdasarkan Hasil Susenas September 2012). Jakarta: BPS-StatisticsIndonesia
_____. 2013. Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi2013 (Berdasarkan Hasil Susenas September 2013). Jakarta: BPS-StatisticsIndonesia
_____. 2013. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi2013 (Berdasarkan Hasil Susenas September 2013). Jakarta: BPS-StatisticsIndonesia
_____. 2014. Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi2014 (Berdasarkan Hasil Susenas September 2014). Jakarta: BPS-StatisticsIndonesia
_____. 2014. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi2014 (Berdasarkan Hasil Susenas September 2014). Jakarta: BPS-StatisticsIndonesia
Badan Pusat Statistik. 2016. Berita Resmi Statistik Provinsi Lampung. BandarLampung: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
109
Bank Indonesia. 2014. Laporan Kegiatan Tim Koordinasi Pemantauan DanPengendalian Inflasi tahun 2014. Jakarta:Bank Indonesia
Arifin, Imamul. 2009. Membuka Cakrawala Ekonomi. Jakarta. Pusat PerbukuanDepartemen Pendidikan Nasional
Ariningsih, Ening. 2004. Analisis Perilaku Konsumsi Pangan Sumber ProteinHewani Dan Nabati Pada Masa Krisis Ekonomi di Jawa. ICASERDWorking Paper No.56. Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian
Bakhshoodeh, M dan M. Piroozirad. 2003. Effects of Rice Price Change onWelfare: Evidence from Households in Fars Province, Iran. Paper forpresentation at the International Conference on Policy Modeling.Department of Agricultural Economics, College of Agriculture, Universityof Shiraz
De Janvry, Alain dan Elisabeth S. 2009. The Impact of Rising Food Prices onHousehold Welfare in India. University of California at Berkeley
Deaton, Angus dan John Muellbauer. 1980. An Almost Ideal Demand System.The American Economic Review, Volume 70, Number 3 Pp. 312-326
____.1987. Estimation of Own-Price Elasticities from Household Survey Data.Journal of Econometrics 36 Pp.7-30
Engel, J.F., R.D.Blackwell, dan P.W. Miniard 1994. Perilaku Konsumen.Binarupa Aksara Jakarta.
Food and Agriculture Organization (FAO). 2014. FAO Statistical Yearbook2014:Asia and Pasific Food and Agriculture. Bangkok: FAO
Farooq, Umar, Trevor Young dan Muhammad Iqbal. 1999. An Investigation intothe Farm Household Consumption Pattern in Punjab, Pakistan. The PakistanDevelopment Review. Vol. 38, No. 3, pp. 293-305
Gbakou, Monnet Bp. dan Alfonso Sousa-Poza. 2011. Engel Curves, SpatialVariation In Prices and Demand for Commodities in Côte D’ivoire. IzaDiscussion Paper No. 5551
Gujarati. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. The McGraw-HillCompanies
Handayani, Sri. 2013. Pengaruh Perubahan Harga Beras Terhadap PolaKonsumsi Pangan Di Indonesia Dalam Jangka Pendek. Tesis PPIE:Universitas Indonesia
Hubbard, Carmen dan Kenneth J.Thomson. 2006. Romania’s Accession to TheEU: Short-Term Welfare Effects on Food Consumers. Food Policy 32pp.128–140. University of Newcastle
110
Ike Deviana, Novira Kusrini dan Adi Suyatno. 2014. Analisis Permintaan RumahTangga Terhadap Beras Produksi Kabupaten Kubu Raya Tahun 2014.Jurnal Social Economic of Agriculture, Volume 3, Nomor 2
Isvilanonda, Somporn dan Weerasak Kongrith. 2008. Thai Household’s RiceConsumption and Its Demand Elasticity. ASEAN Economic Bulletin Vol. 25,No. 3, pp. 271–282
Jensen, Helen. H dan Justo Manrique. 1996. Disagregate Welfare Effect ofAgriculture Price Policies in Urban Indonesia. Working Paper 96 – WP 173
Johnson, Paul M. 2005. A Glossary of Political Economy Terms. AuburnUniversity
Kahar, Muhardi. 2010. Analisis Pola Konsumsi Daerah Perkotaan dan Pedesaanserta Keterkaitannya dengan Karakteristik Sosial Ekonomi di ProvinsiBanten. Tesis: Institut Pertanian Bogor
Lumbantobing, Ischak P. 2005. Analisis Permintaan dan Pola Konsumsi Pangandi Provinsi Jambi. Tesis: Institut Pertanian Bogor
Mellor, John. W. 1978. Food Price Policy and Income Distribution In Low-Income Countries. Economic Development And Cultural Change Volume27, Number 1
Moeis, Jossy. P. 2003. Indonesia Food Demand System: An Analysis of theImpacts of the Economic Crisis on Household Consumption and NutritionalIntake. Dissertation of the Faculty of Columbian College of Arts andSciences. Washington DC: The George Washington University
Nicholson, Walter. 2005. Microeconomic Theory: Basic Principles andExtensions. Ninth Edition. Thomson South-Western.
Pindyck, Robert S. dan Daniel L Rubinfeld. 2005. Microeconomics. 6 Edition.Pearson Education, Inc.
Pusposari, Fitria. 2012. Analisis Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Di ProvinsiMaluku. Tesis FEUI: Universitas Indonesia
Rizieq, Rahmatullah. 2005. Analisis Permintaan Bahan Pangan Di Indonesia.Jurnal Agrosains, Volume 2, No.2
Rohmanyu, Jonet. 2009. Estimasi Fungsi Permintaan Rumahtangga Imdonesiaterhadap Pangan Sumber Protein Hewani. Tesis PPIE: UniversitasIndonesia
Sudarmadji, Slamet. 1979. Food Consumption Patterns and The ASEAN FoodDilemma. Contemporary Southeast Asia Vol.1, No.1, pp. 92-105
111
Sugema, Iman. 2007. Inflasi Beras. Republika, 19 Februari 2007. Diunduh darihttp://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/32176/1/Pages%20from%20image0001-54.pdf
Suharno. 2010. An Almost Ideal Demand System For Food, Based on CrossSection Data: Rural and Urban East Java, Indonesia. Disertasi: Georg-August Universitaet Goettingen
Timmer, C. Peter. 2004. Food Security in Indonesia:Current Challenges and theLong-Run Outlook. Center for Global Development. Working Paper No: 48.
Torero. Maximo. 2011. Food Prices: Riding the Rollercoaster. 2011 Global FoodPolicy Report, IFPRI
Varian, Hal.R. 1992. Microeconomic Analysis. Third Edition. New York: W.W.Norton & Company, Inc.
Virgantari, Fitria. 2012. Analisis Permintaan Produk Perikanan di Indonesia:Suatu Studi Cross-Sectional. Disertasi: Institut Pertanian Bogor
World Bank. 2007. Kajian Pengeluaran Publik Indonesia. World Bank
Yao, Wei. 2008. Agricultural Commodity Prices and Household Welfare inGhana. Tufts University
Yeong-Sheng, Tey, MN Shamsudin, Z Mohamed, AM Abdullah, dan AliasRadam. 2008. Demand Analyses of Rice In Malaysia. Journal of Economicsand Management 16, No. 2, pp. 209-2019. The International IslamicUniversity Malaysia
Yuliana, Rita. 2008. Evaluasi Perubahan Tingkat Kesejahteraan RumahtanggaSebagai Dampak Kenaikan Harga BBM di Indonesia, Periode Pebruari2005 – Maret 2006. Tesis PPIE. Jakarta: Universitas Indonesia