pengaruh pengawasan funsional terhadap kinerja …

16
Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236 87 | Page PENGARUH PENGAWASAN FUNSIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI KARANTINA PERTANIAN WILAYAH BANTEN Fathurroman Dosen Bidang Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Banten Indar Riyanto Dosen Bidang Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Banten Rachmat Irfanto Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Banten Abstract: This study aims to determine the effect of functional supervision on employee performance. The population in this study were civil servants at the Agriculture Quarantine Office of Banten Province, namely as many as 25 employees in the Administration and Finance field, who came from the Agriculture Quarantine Center Class II Cilegon as many as 13 people and the Soekarno Hatta Airport Agricultural Quarantine Center 12 people. Analysis tools used descriptive statistics, simple regression analysis and partial tests. The results of hypothesis testing show functional supervision has a positive effect on employee performance. Keywords: functional supervision, employee performance Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pegawai. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai negeri sipil Balai Karantina Pertanian Provinsi Banten, yaitu sebanyak 25 pegawai bidang Administrasi dan Keuangan, yang berasal dari Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon sebanyak 13 orang dan Balai Besar Karantina Pertanian Bandara Soekarno Hatta sebanyak 12 orang. Alat analisis yang digunakan statistik deskriptif, analisis regresi sederhana dan uji parsial. Hasil uji hipotesis menunjukkan pengawasan fungsional berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Kata kunci: pengawasan fungsional, kinerja pegawai. PENDAHULUAN Dalam era reformasi yang tengah bergulir sekarang ini maka Insatnsi Pemerintah tengah mendapat sorotan dari berbagai lapisan masyarakat. Bukan saja terhadap kesempurnaan kelembagaan, sikap dan kinerja aparatnya serta pelayanan aparat pada masyarakat. Disamping itu dalam era reformasi terlihat adanya indikasi bahwa tuntutan masyarakat menjadi demikian luas dan kompleks, bahkan terjadi kecenderungan adanya tuntutan yang diluar batas kemampuan aparatur pemerintah. Pada sektor lain juga sering kali didapati kualitas kerja aparat pemerintah tidak sesuai dengan harapan, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Dari sisi kualitas didapati hasil kerja yang tidak memuaskan baik dari isi maupun kemasan hasil kerja. Dari sisi

Upload: others

Post on 21-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

87 | P a g e

PENGARUH PENGAWASAN FUNSIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI

KARANTINA PERTANIAN WILAYAH BANTEN

Fathurroman

Dosen Bidang Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Banten

Indar Riyanto

Dosen Bidang Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Banten

Rachmat Irfanto

Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Banten

Abstract:

This study aims to determine the effect of functional supervision on employee performance. The

population in this study were civil servants at the Agriculture Quarantine Office of Banten Province,

namely as many as 25 employees in the Administration and Finance field, who came from the Agriculture

Quarantine Center Class II Cilegon as many as 13 people and the Soekarno Hatta Airport Agricultural

Quarantine Center 12 people. Analysis tools used descriptive statistics, simple regression analysis and

partial tests. The results of hypothesis testing show functional supervision has a positive effect on

employee performance.

Keywords: functional supervision, employee performance

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja

pegawai. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai negeri sipil Balai Karantina Pertanian Provinsi

Banten, yaitu sebanyak 25 pegawai bidang Administrasi dan Keuangan, yang berasal dari Balai Karantina

Pertanian Kelas II Cilegon sebanyak 13 orang dan Balai Besar Karantina Pertanian Bandara Soekarno

Hatta sebanyak 12 orang. Alat analisis yang digunakan statistik deskriptif, analisis regresi sederhana dan

uji parsial. Hasil uji hipotesis menunjukkan pengawasan fungsional berpengaruh positif terhadap kinerja

pegawai.

Kata kunci: pengawasan fungsional, kinerja pegawai.

PENDAHULUAN

Dalam era reformasi yang tengah bergulir

sekarang ini maka Insatnsi Pemerintah tengah

mendapat sorotan dari berbagai lapisan

masyarakat. Bukan saja terhadap

kesempurnaan kelembagaan, sikap dan kinerja

aparatnya serta pelayanan aparat pada

masyarakat.

Disamping itu dalam era reformasi terlihat

adanya indikasi bahwa tuntutan masyarakat

menjadi demikian luas dan kompleks, bahkan

terjadi kecenderungan adanya tuntutan yang

diluar batas kemampuan aparatur pemerintah.

Pada sektor lain juga sering kali didapati

kualitas kerja aparat pemerintah tidak sesuai

dengan harapan, baik dari sisi kualitas maupun

kuantitasnya. Dari sisi kualitas didapati hasil

kerja yang tidak memuaskan baik dari isi

maupun kemasan hasil kerja. Dari sisi

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

88 | P a g e

kuantitas didapati keluaran (output) hasil

pekerjaan tidak sesuai jumlahnya dengan apa

yang ditargetkan dari dokumen perencanaan.

Berbagai upaya penyempurnaan kinerja

aparat pemerintah terus diupayakan dan

ditumbuh kembangkan, salah satu bentuk

konkrit dari upaya itu dengan dibuatnya

Undang-Undang Nomor : 28 tahun 1999

tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih

dan bebas dari KKN. Pada intinya semua

upaya itu menurut kedisiplinan aparatur dalam

melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan

agar terwujud adanya sikap dan perilaku

disiplin, adalah melalui pengawasan. Hal ini

didasarkan atas pertimbangan bahwa

pengawasan menjaga dan mengusahkan agar

pelaksanaan sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan, artinya pengawasan berupaya agar

tidak terjadi penyelewengan, penyimpangan

serta bentuk in-disipliner lainnya.

Perlu diingat bahwa pengawasan tidak

mencari siapa yang salah, akan tetapi mencari

apa yang salah untuk kemudian dicari solusi

pemecahannya, agar tujuan yang ditetepkan

tercapai sebagimana mestinya. Dari uraian-

uraian tersebut jelas bahwa pengawasan

berupa mewujudkan adanya sikap dan

perilaku disiplin dari seluruh aparat

pemerintah sebagai pelaksana tugas-tugas

umum pemerintah dan tugas-tugas

pembangunan yang secara langsung berada di

tengah-tengah masyarakat.

Mengingat fenomena tersebut merupakan

masalah yang luas cakupannya, maka banyak

sekali faktor yang dapat mempengaruhi

kinerja pencapaian target tersebut, antara lain

perencanaan, pengawasan, kompensasi

pegawai, motivasi, pengorganisasian dan lain-

lain. Namun dari hasil pengamatan terdapat

faktor pengawasan yang berpengaruh cukup

dominan, dimana kedua faktor tersebut dapat

berpengaruh positif dan negatif.

Pengelolaan sumber daya manusia terkait

dan mempengaruhi kinerja organisasional

dengan cara menciptakan nilai atau

menggunakan keahlian sumber daya manusia

yang berkaitan dengan praktek manajemen

dan sasarannya cukup luas, tidak hanya

terbatas pegawai operasional semata, namun

juga meliputi tingkatan manajerial. Sumber

daya manusia sebagai penggerak organisasi

pemerintah banyak dipengaruhi oleh perilaku

para pesertanya (partisipannya) atau aktornya.

Keikutsertaan sumber daya manusia dalam

organisasi diatur dengan adanya pemberian

wewenang dan tanggung jawab. Merumuskan

wewenang dan tanggung jawab yang harus

dicapai pegawai dengan standar atau tolak

ukur yang telah ditetapkan dan disepakati oleh

pegawai dan atasan. Pegawai bersama atasan

masing-masing dapat menetapkan sasaran

kerja dan standar kinerja yang harus dicapai

serta menilai hasil-hasil yang sebenarnya

dicapai pada akhir kurun waktu tertentu.

Peningkatan kinerja pegawai secara

perorangan akan mendorong kinerja sumber

daya manusia secara keseluruhan, yang

direfleksikan dalam kenaikan produktifitas.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan

penilaian kinerja merupakan suatu hal yang

tidak dapat dipisahkan dengan organisasi/

instansi. Dukungan dari tiap manajemen yang

berupa pengarahan, dukungan sumber daya

seperti, memberikan peralatan yang memadai

sebagai sarana untuk memudahkan

pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam

pendampingan, bimbingan, pelatihan serta

pengembangan akan lebih mempermudah

penilaian kinerja yang obyektif.

Faktor penilaian obyektif memfokuskan

pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya

dapat diukur,misalnya kuantitas, kualitas,

kehadiran, prosentase target capaian dan

sebagainya. Sedangkan faktor-faktor

subyektif cenderung berupa opini seperti

menyerupai sikap, kepribadian, penyesuaian

diri dan sebagainya. Faktor-faktor subyektif

seperti pendapat dinilai dengan meyakinkan

bila didukung oleh kejadian-kejadian yang

terdokumentasi. Dengan pertimbangan faktor-

faktor tersebut diatas maka dalam penilaian

kinerja harus benar-benar obyektif yaitu

dengan mengukur kinerja karyawan yang

sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku

yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

89 | P a g e

pekerjaan. Penilaian kinerja yang obyektif

akan memberikan feed back yang tepat

terhadap perubahan perilaku ke arah

peningkatan produktivitas kinerja yang

diharapkan.

Zweig dalam Prawirosentono (2011),

menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah

proses penilaian hasil kerja yang akan

digunakan oleh pihak manajemen untuk

memberi informasi kepada para karyawan

secara individual, tentang mutu hasil

pekerjaannya dipandang dari sudut

kepentingan perusahaan. Dalam hal ini,

seorang karyawan harus diberitahu tentang

hasil pekerjaannya, dalam arti baik, sedang

atau kurang. Karyawan akan terdorong untuk

berperilaku baik atau memperbaiki serta

mengikis kinerja (prestasi) dibawah standart.

Sumber daya manusia yang berbakat,

berkualitas, bermotivasi tinggi dan mau

bekerja sama dalam tim akan menjadi kunci

keberhasilan organisasi. Karena itu pimpinan

harus dapat menetapkan sasaran kerja yang

akan menghasilkan karyawan yang berkualitas

tinggi, bermotivasi tinggi dan produktif.

Penetapan target-target spesifik dalam kurun

waktu tertentu tidak hanya bersifat kuantitatif

tetapi juga bersifat kualitatif misalnya, dengan

pengembangan diri untuk menguasai

pengetahuan dan keahlian yang diperlukan

untuk pekerjaan dengan tingkat kompetensi

yang makin baik.

Penilaian kinerja karyawan sebagai pelaku

dalam organisasi dengan membuat ukuran

kinerja yang sesuai dengan tujuan organisasi.

Standar penilaian kinerja suatu organisasi

harus dapat diproyeksikan kedalam standar

kinerja para karyawan sesuai dengan unit

kerjanya. Evaluasi kinerja harus dilakukan

secara terus menerus agar tujuan organisasi

dapat tercapai secara efektif dan efisien. Untuk

itu perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja

secara periodik yang berorientasi pada masa

lalu atau masa yang akan datang.

Badan Karantina Pertanian Wilayah

Banten yang terdiri dari Balai Karantina

Pertanian Kelas II Cilegon dan Balai Besar

Karantina Pertanian Bandara Soekarno Hatta,

sebagai salah satu unit kerja di lingkungan

Kementerian Pertanian menyadari bahwa

pengawasan pegawai sangat dibutuhkan untuk

meningkatkan kinerja. Dari hasil pengamatan

sementara yang penulis lakukan terlihat bahwa

terlihat adanya pegawai yang belum dapat

menyelesaikan pekerjaansesuai target

keluaran dalam dokumen perencanaan.

Capaian target kinerja utama hanya mencapai

95,85% dari target 100%, dengan kinerja input

(penyerapan anggaran) sebesar 89,94%.

Selain itu, Penumpukan realisasi anggaran

sebesar 31,23% di triwulan ke-empat atau

15,76% di bulan Desember Tahun 2016

menjadi potret Balai Karantina Pertanian

Kelas II Cilegon dalam Laporan Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) – Balai

Karantina Pertanian Kelas II Cilegon tahun

2016. Karenanya, pengawasan fungsional dari

aparat Satuan Pengawasan Intern sangat

dibutuhkan, minimal untuk mengurangi beban

penumpukan realisasi anggaran di akhir

tahun. Berasumsi dari hal tersebut penulis

menganggap bahwa faktor pengawasan

fungsional sangat berpengaruh terhadap

pencapaian target kinerja.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan

fungsional pegawai bagian keuangan dan

akuntansi pada Badan Karantina Pertanian

Wilayah Banten?

2. Bagaimanakah kinerja pegawai bagian

keuangan dan akuntansi pada Badan

Karantina Pertanian Wilayah Banten?

3. Seberapa besar pengaruh pengawasan

fungsional terhadap kinerja pegawai bagian

keuangan dan akuntansi pada Badan

Karantina Pertanian Wilayah Banten?

TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui pelaksanaan

pengawasan fungsional pegawai bagian

keuangan dan akuntansi pada Badan

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

90 | P a g e

Karantina Pertanian Wilayah Banten.

2. Untuk mengetahui kinerja pegawai bagian

keuangan dan akuntansi pada Badan

Karantina Pertanian Wilayah Banten.

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh

pengawasan fungsional terhadap kinerja

pegawai bagian keuangan dan akuntansi

pada Badan Karantina Pertanian Wilayah

Banten.

MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bermanfaat bagi:

1. Memperkaya khazanah ilmu ekonomi

khususnya ilmu manajemen yang mampu

menjelaskan pengaruh pengawasan

fungsional terhadap kinerja pegawai bagian

keuangan dan akuntansi pada Balai

Karantina Pertanian Kelas II Cilegon

sehingga diharapkan dapat diterima

sebagai dokumen ilmiah yang berguna

untuk pengembangan ilmu Akuntansi

Manajemen.

2. Diharapkan dapat berguna juga untuk

menjadi rujukan aktual bagi para peneliti

selanjutnya dalam mengembangkan

penelitian yang terkonsentrasi pada studi

tentang masalah pengawasan pengaruhnya

terhadap kinerja.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengawasan

Pengawasan merupakan mekanisme

manajemen yang menjalankan fungsi sebagai

pengontrol seluruh kegiatan organisasi agar

tidak terjadi penyimpangan- penyimpangan

dari rencana yang ditetapkan. Hal ini sejalan

dengan pendapat Handayaningrat (2012: 143)

yang menyatakan: “Maksud pengawasan

untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan,

penyimpangan, ketidaksesuaian,

penyelewengan dan lainya yang tidak sesuai

dengan tugas dan wewenang yang telah

ditentukan”

Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris

disebut “controlling”. Dikembalikan dalam

bahasa Indonesia artinya kata ini beragam.

Tetapi dalam penulisan skripsi ini Penulis

hanya menggunakan istilah “pengawasan”.

Meski beragam makna yang dilekatkan

dalam istilah ini, pada dasarnya rumusan para

ahli mengenai pengawasan umumnya sama.

Selanjutnya di bawah ini akan diberikan

beberapa pengertian di bidang pengawasan

yang diberikan oleh para ahli.

Dalton E.Mc.Farland seperti dikutip

Handayaningrat (2012: 143), memberikan

definisi pengawasan yaitu:

”Suatu proses dimana pimpinan, ingin

mengetahui apakah hasil pelaksanaan

pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya

sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau

kebijakasanaan yang telah ditentukan".

Sejalan dengan itu adalah pendapat

Soekarno (2014:107) yang menyatakan :

“Pengawasan adalah suatu proses yang

menentukan tentang apa yang harus

dikerjakan agar apa yang diselenggarakan

sejalan dengan rencana”.

Kedua pengertian pengawasan tersebut,

terdapat kesamaan yang menyoroti pengertian

pengawasan dari aspek yang sama yaitu

pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan agar

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Pengertian lain diberikan oleh Sujamto

(2014:18) yang mengutip pendapat Goerge

R.Terry, yang menyatakan:

“Pengawasan adalah untuk menentukan

apa yang ingin dicapai, mengadakan evaluasi

atasnya dan mengambil tindakan-tindakan

korektif bila diperlukan untuk menjamin agar

hasilnya sesuai dengan rencana”.

Masih dalam buku yang sama, mengutip

pendapat Henry Fayol (Sujamto, 2014:18)

yang berpendapat:

“Pengawasan terdiri dari pengujian

apakah segala sesuatu berlangsung sesuai

dengan rencana yang ditentukan, dengan

instruksi yang telah diberikan dan dengan

prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia

bertujuan menemukan kelemahan-kelemahan

dan kesalahan-kesalahan dengan maksud

untuk memperbaiki dan mecegah terulangnya

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

91 | P a g e

kembali”.

Sejalan dengan itu, Silalahi (2014:175)

mengutip Herbert G. Hicks, medefinisikan

pengawasan sebagai berikut:

“Berhubungan dengan (1) perbandingan

kejadian-kejadian dengan rencana-rencana

dan (2) melakukan tindakan-tindakan koreksi

yang perlu terhadap kejadian-kejadian yang

menyimpang dari rencana”

Dari tiga pengertian diatas, dapat

diartikan, pengawasan bertujuan agar

pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan

dapat dipantau pelaksanaannya, hingga bila

ada penyimpangan atau kesalahan dapat

dikoreksi atau diperbaiki agar pelaksanaan

sesuai dengan rencana semula.

Proses Pengawasan

Proses Penentuan Standar

Penentuan ukuran-ukuran yang

dipergunakan sebagai dasar penentuan tingkat

pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

Dalam hal harus ditentukan ukuran-ukuran

keberhasilan dari suatu kegiatan.

Proses Evaluasi dan Proses Penilaian

Melakukan pengukuran terhadap realita

yang telah terjadi, kemudian dibandingkan

dengan ukuran-ukuran standar yang telah

ditentukan. Pengukuran dan penilaian adalah

merupakan proses evaluasi, atau sering juga

disebut proses verifikasi. Dari proses evaluasi

atau verifikasi akan ditemukan adanya tingkat

pencapaian tujuan serta terjadinya

penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan

yang telah ditentukan.

Proses Perbaikan

Tahap mencari jalan keluar untuk

mengambil langkah-langkah tindakan korelasi

terhadap penyimpangan-penyimpangan yang

terjadi.

Jenis-Jenis Pengawasan

Agar dapat dipahami makna dan tujuan

pengawasan dengan lebih lengkap pada bagian

berikut akan penulis uraikan jenis-jenis dan

macam-macam pengawasan yang

dikemukakan oleh para ahli.

Macam-macam pengawasan dapat

dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan

aspek yang menjadi perhatian utamanya.

Sarwoto (2015 : 99) memberikan pendapat,

bahwa jenis pengawasan berdasarkan titik

pandangnya yaitu:

Dilihat dari segi bidang kerja atau objek

yang diawasi : pengawasan-pengawasan di

bidang penjualan, produksi, pembiayaan,

perbekalan, kualitas, anggaran belanja,

pemasaran dan sebagainya.

Dilihat dari segi subjek atau petugas

pengawasan: pengawasan intern, ekstern,

formal, informal dan sebagainya.

Dilihat dari segi waktu pengawasan:

pengawasan-pengawasan preventif, represif,

tengah berprosesnya pengawasan dan

sebagainya.

Dilihat dari segi-segi lainya: pengawasan-

pengawasan umum, khusus, langsung, tidak

langsung, mendadak, teratur, terus-menerus,

menurut kekecualian dan sebagainya”.

Sedangkan (Siagian, 2010: 198-204).

memberikan pendapatnya mengenai jenis-

jenis pengawasan di lingkungan pemerintahan

sebagai berikut:

Pengawasan Melekat

Bahwa efektifitas manajerial seseorang

yang menduduki jabatan pimpinan, tanpa

mempersoalkan tingkatannya dalam jajaran

kepemimpinan itu sangat tergantung pada

kemampuannya melakukan pengawasan

melekat disamping kemampuannya

menyelenggarakan berbagai fungsi organik

manajerial lainnya.

Pengawasan Fungsional

Pengawasan ini bisa dilakukan oleh aparat

pengawasan yang terdapat dalam suatu instasi

tertentu, tetapi dapat pula dilakukan oleh

aparat pengawasan yang berada diluar suatu

instansi meskipun masih dalam lingkungan

pemerintah.

Pengawasan oleh Lembaga Konstitusional

Dalam Sistem Administrasi Negara

Republik Indonesia terdapat dua lembaga

konstitusional yang turut melakukan

Pengawasan yang dapat dikatakan politis.

Pertama adalah Badan Pemeriksa Keuangan

yang dikelola oleh semua aparat yang terdapat

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

92 | P a g e

dalam lingkungan Negara Republik Indonesia.

Kedua adalah Dewan Perwakilan Rakyat,

yang melalui berbagai kegiatannya. Dewan ini

dalam arti yang seluas-luasnya juga

melakukan kegiatan Pengawasan.

Pengawasan Sosial

Dalam masyarakat yang menganut paham

demokrasi, partisipasi masyarakat dalam

mengawasi jalannya roda pemerintahan bukan

saja dibenarkan, tetapi juga didorong. Salah

satu bentuknya ialah dengan turut serta

mengamati pelaksanaan kegiatan tugas-tugas

umum pemerintahan seperti dalam pemberian

pelayanan kepada masyarakat dan

penyelenggaraan berbagai kegiatan

pengaturan dan juga dalam menyelenggarakan

kegiatan-kegiatan pembangungan dalam

segala segi kehidupan negara dan bangsa.

Pengawasan Fungsional

Menurut Revrisond Baswir (2012:118)

dalam bukunya “Akuntansi Pemerintahan

Indonesia” definisi pengawasan secara umum

adalah:

“Segala kegiatan dan tindakan untuk

menjamin agar penyelenggaraan suatu

kegiatan tidak menyimpang dari tujuan serta

rencana yang telah digariskan”

Sedangkan pengertian pengawasan

menurut Abdul Halim (2012:145) yaitu :

“pengawasan adalah suatu proses kegiatan

penilaian terhadap objek pengawasan kegiatan

tertentu dengan tujuan untuk memastikan

apakah pelaksanaan tugas dan fungsi objek

pengawasan dan atau kegiatan tersebut telah

sesuai dengan yang telah ditetapkan”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pengawasan bukan berupa pemeriksaan tetapi

pengawasan yang lebih mengarah untuk

menjamin pencapaian sasaran yang telah

ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan. adapun pengertian pengawasan

fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan

Pemerintah No 20 tahun 2002 tentang

pertimbangan dan pengawasan atas

penyelenggara pemerintah daerah

mengemukakan bahwa:

“Pengawasan fungsional adalah

pengawasan yang dilakukan oleh lembaga

atau badan atau unit yang mempunyai tugas

dan fungsi melakukan pengawasan melalui

pemeriksaan, pengkajian, penyusutan dan

penilaian”

Pengertian pengawasan fungsional

menurut Abdul Halim (2002:351) menyatakan

sebagai berikut : “Segala kegiatan dan bentuk

tindakan untuk menjamin agar pelaksanaan

suatu kegiatan berjalan dengan sesuai dengan

rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah

ditetapkan”

Menurut Baldrik Siregar dan Bonni

Siregar (Susmanto, 2012:351) pengawasan

fungsional adalah : “Pengawasan oleh aparatur

pengawasan fungsional adalah pengawasan

oleh instansi independen dari unsur yang

diawasi seperti Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan (BPKP) Inspektorat

Jenderal Departemen, Unit Pengawasan

Lembaga Negara dan Inspektorat Wilayah.”

Secara khusus tujuan pengawasan

fungsional menurut Abdul Halim (2012:306)

adalah : Menilai ketaatan terhadap perundang

– undangan yang berlaku.

Menilai apakah kegiatan berjalan dengan

pedoman akuntansi yang berlaku

Menilai apakah yang dilaksanakan secara

ekonomis, efisien dan efektif.

Mendeteksi adanya kecurangan.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas,

jelas bahwa penekanan dari pengawasan lebih

pada upaya untuk mengenali penyimpangan

atau hambatan didalam pelaksanaan kegiatan

tersebut disesuaikan dengan peraturan

perundang-undangan, peraturan pemerintah

baik pusat maupun daerah. Bila ternyata

kemudian ditemukan adanya penyimpangan

atau hambatan diharapkan agar dapat segera

dideteksi atau diambil tindakan koreksi

sehingga pelaksanaan kegiatan yang

bersangkutan diharapkan masih dapat

mencapai tujuan sebagaimana yang telah

direncanakan sebelumnya.

Kinerja

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

93 | P a g e

Menurut Mario Teguh (2014), Kinerja

adalah kemampuan seseorang menghasilkan

sesuatu bagi organisasi. Sedangkan menurut

Ambar Teguh dan Rosidah (2003) kinerja

seseorang merupakan kombinasi dari

kemampuan, usaha dan kesempatan yang

dapat dinilai dari hasil kerjanya.

Secara definitif Bernardin dan Russel

(2015) menjelaskan kinerja merupakan

catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi

pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan

selama periode waktu tertentu. Sedang kinerja

suatu jabatan secara keseluruhan sama dengan

jumlah (rata-rata) dari kinerja fungsi pegawai

atau kegiatan yang dilakukan. Pengertian

kinerja disini tidak bermaksud menilai

karakteristik individu tetapi mengacu pada

serangkaian hasil yang diperoleh selama

periode waktu tertentu.

Sedangkan Dwiyanto (2013) menyatakan

bahwa : “Kinerja dalam organisasi merupakan

jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan

organisasi yang telah ditetapkan. Para pegawai

negeri sipil sering tidak memperhatikan

kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu

jadi serba salah. Terlalu sering para pegawai

tidak mengetahui betapa buruknya kinerja

telah merosot sehingga organisasi dalam suatu

instansi pemerintahan menghadapi krisis yang

serius”.

Kinerja menurut Simamora (2015:78)

mengacu kepada kadar pencapaian tugas-

tugas yang membentuk sebuah pekerjaan

pegawai. Kinerja merefleksikan seberapa baik

pegawai memenuhi persyaratan sebuah

pekerjaan. Sering disalahtafsirkan sebagai

upaya (effort), yang mencerminkan energi

yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi

hasil.

Selanjutnya menurut Stoner (2011:406)

Kinerja adalah fungsi dari motivasi, ability

dan role perception. Motivasi adalah

kebutuhan psikologis yang mendorong atau

menggerakkan perilaku seseorang menuju

tercapainya suatu tujuan atau insentif. Ability

adalah semua non motivational attributes yang

dimiliki individu untuk melaksanakan suatu

tugas. Sedang role perception adalah

pemahaman peran atau pemahaman seseorang

atas tugas atau perilaku yang diperlukan untuk

mencapai kinerja yang tinggi.

Yaslis Ilyas (2012 : 65) menyatakan

bahwa: “Kinerja adalah hasil penampilan

karya seseorang atau sekelompok orang baik

kuantitas maupun kualitas dalam dalam suatu

organisasi. kinerja dapat merupakan

penampilan individu maupun kelompok kerja

personel, penampilan hasil karya tersebut

tidak terbatas struktural saja tetapi juga

seluruh jajaran personel di dalam organisasi.

Kinerja merupakan penampilan hasil kerja

pegawai baik kuantitas maupun kualitas”.

Kinerja dapat berupa penampilan perorangan

maupun kelompok

The Liang Gie (2015:11) berpendapat

bahwa, “ Kinerja adalah seberapa jauh

tugas/pekerjaan itu dikerjakan/dilakukan oleh

seseorang atau organisasi”. Gie melihat

kinerja didasarkan seberapa besar dilakukan

seseorang atau organisasi.

Prasetya Irawan (2014:588 ) menyatakan

bahwa : “ Kinerja (performance) adalah hasil

kerja yang konkrit, dapat diamati, dan dapat

diukur”. Sehingga kinerja merupakan hasil

kerja yang dicapai oleh pegawai dalam

pelaksanaan tugas yang berdasarkan ukuran

dan waktu yang telah ditentukan.

Menurut Mangkunegara (2010:67) ,

kinerja adalah sepadan dengan prestasi kerja

actual performance , yang merupakan hasil

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang karyawan dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya.

Simanjuntak (2010:376) mendefinisikan

kinerja sebagai tingkat pencapaian hasil atau “

the degree of complishment ”. Atau dengan

kata lain, kinerja merupakan tingkat

pencapaian tujuan organisasi. Dari definisi

tersebut mengandung pengertian bahwa

melalui kinerja tingkat pencapaian hasil dapat

diukur dan diketahui.

Menurut Simamora (2015:32) , Kinerja

diartikan sebagai pencapaian persyaratan

pekerjaan tertentu yang akhirnya secara

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

94 | P a g e

langsung dapat tercermin dari output yang

dihasilkan. Output yang dihasilkan tersebut

terkait dengan hasil pelaksanaan suatu

pekerjaan yang bersifat fisik/ material maupun

non–fisik/ non material. Sehingga Simamora

berpendapat apabila dikaitkan dengan

organisasi yang menghasilkan produk secara

kuantitas, misalnya pabrik sepatu, rokok,

pengukuran kinerja mudah dilakukan. Tidak

demikian halnya suatu organisasi yang terkait

dengan pekerjaan pelayanan/ jasa dan

mengutamakan kerja tim/ kelompok, kinerja

karyawan secara perorangan agak sulit

diidentifikasi. Lebih lanjut Simamora

menegaskan bahwa untuk mengidentifikasi

kinerja pegawai dapat dilihat dari indikator –

indokator : ( 1 ) kepatuhan terhadap segala

aturan yang telah ditetapkan dalam

perusahaan, ( 2 ) dapat melaksanakan tugas

tanpa kesalahan ( dengan tingkat kesalahan

yang paling rendah ), dan ( 3 ) ketepatan dalam

menjalankan tugasnya.

Stephen P. Robbins (2016 : 218 ) Kinerja

diartikan fungsi dari interaksi antara

kemampuan ( ability ), motivasi ( motivation )

dan keinginan ( obsetion ) atau kinerja = f ( A

x M x O ). Jika ada yang tidak memadai

kinerja akan mempengaruhi secara negatif,

disamping motivasi perlu juga

dipertimbangkan kemampuan dan kapabilitas

untuk menjelaskan dan menilai kinerja

seorang pegawai. Dengan motivasi kerja yang

tinggi akan mempunyai kinerja tinggi dan

sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa kedua faktor yaitu motivasi dan

kemampuan mempunyai hubungan yang

positif.

Hariandja (2012 : 143) menyatakan,

kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/

kegiatan seseorang atau sekelompok dalam

suatu organisasi yang dipengaruhi oleh

berbagai faktor untuk mencapai tujuan

organisasi dalam periode waktu tertentu.

Fungsi pekerjaan atau kegiatan yang

dimaksudkan di sini adalah pelaksanaan hasil

pekerjaan atau kegiatan seseorang atau

sekelompok orang yang menjadi wewenang

dan tanggung jawab dalam suatu organisasi.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

hasil pekerjaan atau prestasi kerja seseorang

atau kelompok terdiri dari faktor intern dan

ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi

kinerja karyawan terdiri dari kecerdasan,

keterampilan, kestabilan emosi, motivasi,

persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik

seseorang dan karakteristik kelompok kerja,

dan sebagainya. Sedangkan pengaruh

eksternal antara lain adalah peraturan

ketenagakerjaan, keinginan pelanggan,

persaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh,

kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja dan

kondisi pasar.

Jadi, bisa dikatakan kinerja merupakan

fungsi hasil-hasil pekerjaan yang ada dalam

organisasi/perusahaan yang dipengaruhi oleh

faktor intern dan ekstern dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

Sementara itu Hasibuan (2016 : 56)

mengemukakan:

Kinerja atau Performance merupakan hasil

kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu organisasi,

sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab

masing-masing dalam rangka upaya mencapai

tujuan organisasi bersangkutan secara legal,

tidak melanggar hukum, sesuai dengan moral,

dan etika.

Dengan demikian dari beberapa uraian

tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pokok

pemikiran yang terkandung dalam kinerja

adalah “prestasi kerja”. Menurut Bernandin &

Russel (1998), kinerja itu merupakan hasil dari

fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama

satu periode waktu tertentu. Sementara

menurut Sianipar (2000 : 5) kinerja itu dapat

berupa produk akhir (barang dan jasa) atau

berbentuk perilaku, kecakapan, kompetensi,

sarana, dan keterampilan spesifik yang dapat

mendukung tujuan dan sasaran organisasi.

Dimensi-Dimensi Kinerja

Sementara itu Dwiyanto (2013:50)

mengungkapkan bahwa kinerja meliputi dua

dimensi yaitu :

Dimensi Produktivitas, terdiri atas :

Pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

95 | P a g e

waktunya,

Kualitas kerja atau mutu kerja sesuai

dengan yang diharapkan,

Efisiensi dalam berbagai hal, seperti

waktu, biaya, dan sebagainya

Efektif dalam pekerjaan.

Dimensi Responsibilitas, terdiri atas

adanya kegiatan organisasi dilakukan

sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi,

Kebijakan organisasi dilaksanakan dengan

benar,

Kebijakan dan kegiatan organisasi

konsisten dengan kehendak masyarakat

Akurat antara laporan dengan kenyataan di

lapangan.

Dengan demikian berarti bahwa setiap

pegawai harus menyadari bahwa pekerjaan

yang dilakukannya akan membuahkan suatu

hasil. Karena kinerja atau dapat diartikan

sebagai hasil kerja atau kemampuan kerja

yang diperlihatkan oleh seseorang,

sekelompok orang, atau organisasi atas suatu

pekerjaan pada waktu tertentu.

Tercapainya suatu tujuan organisasi hanya

dimungkinkan karena adanya daya upaya para

pelaku yang terdapat didalam organisasi/

lembaga tersebut. Sebenarnya terdapat

hubungan yang erat antara kinerja dengan

perorangan (individual performance) atau

kinerja lembaga (insitusional lperformance)

mau pun kinerja perusahaan (corporate

performance). Jadi apabila kinerja karyawan

baik maka kemungkinan besar baik pula

kinerja organisasi atau lembaga tersebut.

Kinerja pegawai akan baik bila dia memiliki

keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja

karena diberi upah sesuai dengan perjanjian,

dan mempunyai harapan masa depan yang

lebih baik.

Kinerja yang digunakan tidak hanya ada

pada level top manager saja, tetapi juga harus

ada pada level middle manager dan para

bawahan. Jika hanya para top manager yang

mempunyai kinerja tinggi tetapi bawahan

tidak memiliki kinerja tinggi maka kualitas

pelayanan akan rendah. Hal ini dikarenakan

dalam prakteknya para pelaksana di lapangan

justru adalah para bawahan oleh karena itu

upaya peningkatan kinerja organisasi harus

meliputi keseluruhan level yang ada dalam

suatu organisasi.

Kinerja organisasi atau instansi dapat

dilihat dari sudut makro, sedangkan kinerja

perorangan atau kelompok dapat dilihat dari

sudut mikro dalam sebuah organisasi.

Smith (dalam Sedarmayanti, 2011 : 65)

menyatakan bahwa kinerja merupakan

“…output drive from processes human or

otherwise”. Sementara Hasibuan (2012 : 105)

berpendapat kinerja itu suatu hasil kerja yang

dicapai seseorang dalam menjalankan tugas-

tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan

atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan

serta waktu.

Kinerja seorang pegawai merupakan

gabungan dari tiga faktor penting yaitu:

Kemampuan dalam minat seseorang

bekerja;

Kemampuan dalam penerimaan atas

penjelasan delegasi tugas;

Peran serta tingkat motivasi seseorang

bekerja.

Dilihat dari sifatnya, kinerja itu bisa

bersifat tangible (konkrit) atau intangible

(abstrak). Kinerja yang bersifat konkrit artinya

hasil kerja yang mudah dan langsung dapat

dilihat, dibuktikan, dan diukur serta kuantitatif

seperti kehadiran, banyaknya hasil kerja,

jumlah produk, jumlah angka penjualan, dan

lain-lain. Sedangkan yang bersifat abstrak

adalah hasil kerja yang tidak dapat dilihat dan

ditentukan melalui suatu proses yang rumit

untuk mengukurnya, seperti: tanggung jawab,

disiplin, loyalitas, dan sebagainya.

Selain dimensi-dimensi di atas, kinerja

memiliki banyak dimensi yang masing-

masing mempunyai arti pentingnya sendiri-

sendiri. Dimensi yang satu tidak lebih penting

dari dimensi yang lainnya. Dalam proses

pengukuran kinerja sebaiknya semua dimensi

itu diukur dan diperlakukan sama. Dimensi

kinerja dari suatu pekerjaan yang lain bisa

berbeda-beda dan tergantung dan uraian

pekerjaan (job description), tetapi masih dapat

ditentukan dimensi-dimensi umum.

Selanjutnya Prawirasentono (2012 : 32)

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

96 | P a g e

menyatakan, kinerja individu maupun kinerja

organisasi itu dapat diukur, dan kinerja

memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut:

1. Quality of work (kualitas hasil kerja)

2. Promptness (ketepatan kerja)

3. Initiative (prakarsa dalam

menyelesaikan tugas)

4. Capability (kemampuan menyelesaikan

tugas)

5. Communication (menjalin kerja sama

dengan pihak lain).

Adapun menurut Bernandin & Russel

(2012:23), kinerja merupakan catatan yang

dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu

atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.

Gibson (2011: 43) menyatakan bahwa :

“Dimensi waktu dihubungkan dengan

tujuan dan sasaran organisasi memiliki dua

indikator yang bersifat jangka pendek yang

meliputi: ukuran mengenai produksi

(prodiktive, efficiency dan satisfaction) dan

indikator yang bersifat jangka waktu

menengah yang meliputi penyesuaian

(adaptiveness) dan perkembangan

(development).”

Menurut Anoraga (2015:25), efisien

dalam pekerjaan adalah perbandingan yang

terbaik antara suatu kerja dengan hasil yang

dicapai oleh kerja itu. Pencapaian kinerja yang

lebih baik, dapat dilakukan melalui

pengembangan etos atau budaya kerja.

Selanjutnya menurut Anaroga (2015:25),

etos kerja itu suatu pandangan dan sikap

daripada suatu bangsa atau suatu umat

terhadap kerja, apabila pandangan atau sikap

itu melihat kerja sebagai sesuatu yang luhur

untuk eksistensi manusia maka etos kerjanya

akan tinggi, atau sebaliknya. Oleh karena itu,

untuk menimbulkan pandangan dan sikap

kerja sebagai sesuatu yang luhur, diperlukan

dorongan atau motivasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa,

kinerja merupakan suatu hasil kerja dari

seseorang atau kelompok orang dalam

organisasi yang merupakan performance

(tampilan) orang atau organisasi tersebut

secara keseluruhan, sehingga kinerja akan

memberi suatu ciri khas tertentu yang menjadi

kebanggaan orang atau organisasi tersebut.

Mengingat pentingnya masalah efisiensi

dalam peningkatan prestasi kerja, maka sangat

perlu mengidentifikasi efisiensi kerja. Secara

singkat, Anoraga (2015;29) menyebutkan

sumber energi efisiensi kerja adalah disiplin,

kesadaran diri pribadi pekerja, disamping

adanya keahlian atau keterampilan yang tinggi

dalam melaksanakan pekerjaan, serta

organisasi tempat bekerja dan perlengkapan

kerja.

Dari pengalaman-pengalaman yang

diamatinya, Anoraga (2015:32)

mengemukakan tentang pedoman kerja yang

efisien, yaitu:

1. Bekerja menurut rencana;

2. Menyusun rangkaian pekerjaan menurut

urutan yang tepat;

3. Biasakanlah memulai dan

menyelesaikan pekerjaan dengan

seketika;

4. Jangan melakukan pekerjaan yang

semacam/sejenis;

5. Merubah pekerjaan rutin atau pekerjaan

yang memakai otak menjadi pekerjaan

otomatis;

6. Pakailah tangan untuk bekerja tanpa

bantuan mata;

7. Pembuatan tempat untuk benda-benda

yang diperlukan;

8. Menyimpan benda-benda yang betul-

betul diperlukan;

9. Biasakanlah membuat keputusan

seketika;

10. Pergunakalah catatan untuk membantu

otak;

11. Biasakanlah melimpahkan sebagian

tugas dan wewenang kepada pegawai

bawahannya.

Sementara menurut Hasibuan (2016:13)

terdapat tidak kurang 11 dimensi kinerja yang

bisa diukur, yaitu: 1) kesetiaan; 2) prestasi

kerja; 3) kejujuran; 4) kedisiplinan; 5)

kreativitas; 6) kerjasama; 7) kepemimpinan; 8)

kepribadian; 9) prakarsa; 10) kecakapan; dan

11) tanggung jawab.

Keith Davis, dkk. (2016:66),

menyebutkan dimensi-dimensi lain yang

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

97 | P a g e

belum disebutkan di atas, yaitu;

dependentability, attitude, dan attendance.

Dimensi-dimensi tersebut dapat dijadikan

indikator penilaian dalam melakukan

pengukuran kinerja. Kinerja yang tidak diukur

tidak akan memberikan informasi apa-apa,

akan tetapi kinerja yang diukur pun tidak akan

mendatangkan sesuatu yang kontra produktif

jika pengukurannya mengandung

diskriminasi, ketidak adilan, subjektivitas dan

ketertutupan.

Dalam membangun kinerja, orang bisa

berprestasi karena adanya interaksi dua hal,

yaitu; motivasi dan intelektual. Dalam

pelaksanaanya, kinerja yang diharapkan bisa

terwujud, jika ada pengarahan dan dukungan

manajemen, ada evaluasi, umpan balik

mengenai kinerja yang dicapai, ganjaran dan

pengakuan publik atas kinerja yang bisa

dibuktikan.

Indikator dan Penilaian Kinerja

Sementara itu Yudoyono (2013:31) pun

mengemukakan indikator penilaian kinerja,

yaitu: Konsistensi pencapaian tujuan;

Produktivitas; Kualitas pelayanan;

Responsivitas; Responsibilitas;

Akuntabilitas; dan Kualitas perlindungan

masyarakat.

Ada enam hal dikemukakan oleh Davis

(dalam Triguno, 2014:54) yang harus

dihindari dalam mengukur kinerja, yaitu:

1. Hello effect; yaitu ketika satu positif

atau negative dari yang dinilai

mempengaruhi penilaian si penilai

terhadap keseluruhan hasil penilaian.

2. Error of Central Tendency; yaitu jika

penilaian cenderung memberikan

pilihan pada option-option yang

mendekati netral.

3. Leniancy and Strictness Biases; yaitu

jika penilaian cenderung marah atau

pelit da dalam melakukan penilaian.

4. Cross Cultural Biases; yaitu jika

perbedaan budaya menyebabkan

kesalahan di dalam melakukan

penilaian.

5. Personal Prejudice; yaitu jika

prasangka-prasangka penilai, baik

positif maupun negative terhadap

aspek-aspek yang dinilai

mempengaruhi penilaian.

6. Regency Effect; yaitu kesan terakhir

memberikan pengaruh yang sangat

besar terhadap keseluruhan penilaian.

Kinerja tidak berada pada suasana vacuum

dan tidak berdiri sendiri. Kinerja selalu

merupakan hasil bentukan beberapa faktor dan

kualitas serta keberadaannya selalu tergantung

pada faktor-faktor tersebut. Tanpa faktor-

faktor tersebut tidak mungkin ada kinerja.

Faktor-faktor berbeda tidak mungkin

menghasilkan kinerja yang sama dan begitu

pula sebaliknya. Dengan demikian kinerja

pegawai dapat disimpulkan sebagai hasil kerja

pegawai yang diukur melalui beberapa faktor

atau dimensi yang disebutkan di atas atau

dengan kata lain kinerja pegawai adalah hasil

kerja yang dapat dilihat dari keahlian dan

kemampuan seseorang dalam mencapai suatu

tujuan dan sasaran organisasi dimana ia

bekerja.

Untuk memahami tentang pegawai

sebagai individu dalam sebuah organisasi

(organisasi pemerintah) maka perlu

dikemukakan beberapa konsep yang berkaitan

dengan pegawai tersebut. Keberadaan

manusia di dalam suatu organisasi atau

perusahaan baik perusahaan negara maupun

swasta pada hakekatnya sebagai faktor

esensial untuk mewujudkan tujuan yang ingin

dicapai oleh organisasi maupun perusahaan

yang bersangkutan.

Penilaian kinerja (Performance

Appraisal) pada dasarnya merupakan salah

satu faktor kunci guna mengembangkan suatu

organisasi secara efektif dan efisien, karena

adanya kebijakan atau program penilaian

prestasi kerja, berarti organisasi telah

memanfaatkan secara baik atas Sumber Daya

Manusia (SDM) yang ada dalam organisasi.

Untuk keperluan penilaian kinerja pegawai

publik, diperlukan adanya informasi yang

relevan dan reliabel tentang prestasi kerja

masing-masing individu. Di samping

informasi yang lengkap, informasi juga

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

98 | P a g e

diharapkan berkualitas dan valid, artinya

mampu menggambarkan kinerja pegawai

secara baik. Disamping itu informasi tersebut

juga diperlukan untuk perencanaan karir bagi

mereka masing-masing. Penyediaan informasi

secara akurat, lengkap dan valid hanya dapat

dilakukan jika ada sistem pengorganisasian

informasi secara baik. Dengan demikian untuk

kebutuhan penilaian kinerja juga

membutuhkan management information

system (MIS).

Penilaian kinerja individual sangat

bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan

organisasi secara keseluruhan. Melalui

penilaian tersebut, maka dapat diketahui

bagaimana kondisi riil pegawai dilihat dari

kinerja. Dengan demikian data-data ini dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan baik pada level makro

organisasional, maupun level mikro

individual.

Robert Bacal (2012) menyatakan bahwa

Evaluasi kinerja atau penilaian kinerja

bukanlah manajemen kinerja, evaluasi kinerja

hanyalah merupakan sebagian saja dari sistem

manajemen kinerja. Sedangkan Manajemen

kinerja sendiri merupakan sebuah proses

komunikasi yang berkesinambungan dan

dilakukan dalam kemitraan antara seorang

pegawai dengan penyelia langsungnya. Proses

ini meliputi kegiatan membangun harapan

yang jelas serta pemahaman mengenai

pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan

sebuah sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah

bagian yang semuanya harus diikutsertakan,

kalau sistem manajemen kinerja ini hendak

memberikan nilai tambah bagi organisasi,

pemimpin, dan pegawai.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja seseorang sangat dominan

dipengaruhi oleh kemampuan dan motivasi,

sedangkan kemampuan dan motivasi tersebut

dapat dipengaruhi oleh lingkungan antara lain

: pola atau bentuk pekerjaan, pengawasan,

hubungan kerja, kepuasan, kondisi tempat

bekerja, latihan dan penilaian yang

didalamnya juga ada pemimpin.

Sebagian besar literatur mengenai masalah

kinerja memusatkan perhatian kepada enam

faktor eksternal yang menentukan tingkat

kinerja (prestasi kerja seorang pegawai).

Faktor penentu itu adalah lingkungan, perilaku

manajemen, desain jabatan, penilaian kinerja,

umpan balik dan administrasi pengupahan (A

Dale Timpe, 2014)

Lingkungan kerja yang menyenangkan

mungkin menjadi pendorong bagi para

pegawai untuk menghasilkan kinerja puncak

(Robert C Mill dalam A Dale Timpe (1988)).

Barangkali kesalahan paling serius yang

dilakukan pada saat memutuskan apa yang

akan dievaluasi adalah dengan menganggap

bahwa kinerja itu unidimensional yakni bahwa

semua individu adalah pelaksana baik,

pelaksana buruk, atau diantara keduanya.

Sebuah skala tidak dapat menggambarkan

secara memadai kemajemukan kinerja semua

pegawai. Terdapat beragam dimensi kinerja,

banyak diantaranya yang tidak berhubungan.

Seseorang mungkin sangat tinggi pada satu

dimensi, namun rendah pada dimensi lainnya.

Supaya organisasi berfungsi secara efektif,

orang-orangnya mestilah dibujuk/dipikat agar

masuk dan bertahan di dalam organisasi,

mereka harus melakukan tugas-tugas peran

mereka dengan cara yang andal, dan mereka

harus memberikan kontribusi spontan dan

perilaku inovatif yang berada di luar tugas

formal mereka. Tiga perilaku dasar itu

hendaknya disertakan dalam penilaian kinerja.

Menurut Dwiyanto (2013:50)

memberikan beberapa indikator tentang

Kinerja :

Produktivitas

Karaktaristik-karaktaristik kepribadian

individu yang muncul dalam bentuk sikap

mental dan mengandung makna keinginan dan

upaya individu yang selalu berusaha untuk

meningkatkan kualitas kehidupannya.

Kualitas layanan

Banyak pandangan negatif yang terbentuk

mengenai organisasi public, muncul karena

ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

99 | P a g e

layanaan yang diterima dari organisasi publik.

Dengan demikian kepuasan dari masyarakat

bisa mejadi parameter untuk menilai kinerja

organisasi publik.

Responsivitas

kemampuan organisasi untuk mengenali

dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Responsivitas perlu dimasukan ke dalam

indicator kinerja karena menggambarkan

secara langsung kemampuan organisasi

pemerintah dalam menjalankan misi dan

tujuannya.

Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah

pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu

dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip

administrasi yang benar atau sesuai dengan

kebijakan organisasi,baik yang eksplisit

maupun implisit.

Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjukkan pada

berapa besar kebijakan dan kegiatan

organisasi publik tunduk pada pejabat politik

yang dipilih oleh rakyat. Dalam konteks ini,

konsep akuntabilitas publik dapat digunakan

untuk melihat berapa besar kebijakan dan

kegiatan organisasi publik itu konsisten

dengan kehendak masyarakat banyak.

METODE PENELITIAN

Populasi danTehnik Penarikan Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah

pegawai negeri sipil Balai Karantina Pertanian

Provinsi Banten, yaitu sebanyak 25 pegawai

bidang Administrasi dan Keuangan, yang berasal

dari Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon

sebanyak 13 orang dan Balai Besar Karantina

Pertanian Bandara Soekarno Hatta sebanyak 12

orang.

Penelitian ini menggunakan teknik

pengambilan sampel yang disebut metode

sensus. Artinya seluruh anggota populasi

dijadikan sampel. Namun, untuk menjaga

objektivitas penelitian maka pimpinan dan

peneliti tidak diikutsertakan sebagai sampel.

Dengan demikian, jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah sebanyak 25 pegawai.

Sebagian pakar mengatakan, bila populasi lebih

kecil atau sama dengan 100, maka sebaiknya

diambil semuanya sebagai sampel. Bila populasi

> 100, minimal diambil 25-30%. Bila

populasinya berlapis-lapis (berstrata), maka tiap

strata diambil secara proporsional menurut

presentasenya. (Prasetya Irawan, 2015: 183).

Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas, yaitu : Pengawasan

Fungsional (X)

2. Variabel Terikat, yaitu : Kinerja Pegawai

(Y)

Instrumen dan Pengukuran

1. Pengawasan Fungsional diukur berdasarkan

pengawasan dari Jaaftar dan Sumiati (2016;

33) dengan menggunakan 13 item

pernyataan. Masingmasing item pernyataan

menggunakan skala Likert satu sampai lima.

Angka satu mewakili sangat tidak setuju dan

angka lima mewakili sangat setuju.

2. Kinerja Pegawai menurut Dwiyanto

(2013;50-51), melalui beberapa indikator

kinerja dengan menggunakan 8 item

pernyataan. Masing-masing item pernyataan

menggunakan skala Likert satu sampai lima.

Angka satu mewakili mewakili sangat tidak

setuju dan angka lima mewakili sangat

setuju.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Uji Instrumen Penelitian

Pada bagian ini akan dilakukan pengujian

atas data penelitian yang telah diperoleh melalui

penyebaran kuesioner kepada 25 responden.

Pengujian data ini mencakup uji validitas dan uji

reliabiltas dengan tujuan agar penulis tidak

mengambil kesimpulan yang keliru mengenai

gambaran keadaan yang sebenarnya terjadi.

pengujian validitas dan reliabilitas ini dilakukan

dengan menggunakan program Statistical

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

100 | P a g e

Product & Service Solution (SPSS) for windows

versi 22.0.

Hasil Pengujian Terhadap Validitas Variable

X dan Y

Validitas digunakan untuk menunjukkan

sejauh mana alat pengukur tersebut mampu

mengukur apa yang akan diukur untuk mencari

nilai validitasnya dari sebuah item, maka

digunakan korelasi skor item dengan total item-

item tersebut.

Uji validitas terdiri dari 13 pertanyaan

untuk variabel X (Pengawasan Fungsional) dan

8 pertanyaan untuk variabel Y (Kinerja). Untuk

mengukur validitas setiap butir digunakan

analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap

butir dengan skor total yang merupakan skor

jumlah tiap skor butir.

Dalam memberikan interpretasi terhadap

koefisien korelasi, item yang mempunyai

korelasi dengan kriterium (skor total) serta

korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item

tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula.

Syarat minimum menurut Sugiyono, untuk

dianggap memenuhi syarat adalah jika r = 0,3

jadi jika korelasi antar butir dan skor butir

kurang dari 0,3 maka butir instrumen tersebut

dinyatakan tidak valid.

Hasil uji validitas untuk masing - masing

variable dijelaskan dalam bentuk tabel dibawah

ini.

Tabel 1. Validitas

Perta

nyaan

Corrected item -

Total Correlation

Signif

ikansi Hasil

Pengawasan Fungsional

1 0,406 0,3 Valid

2 0,531 0,3 Valid

3 0,566 0,3 Valid

4 0,444 0,3 Valid

5 0,526 0,3 Valid

6 0,338 0,3

Tidak

Valid

7 0,624 0,3 Valid

8 0,771 0,3 Valid

9 0,555 0,3 Valid

10 0,603 0,3 Valid

11 0,618 0,3 Valid

12 0,512 0,3 Valid

13 0,624 0,3 Valid

Kinerja

1 0,634 0,3 Valid

2 0,789 0,3 Valid

3 0,654 0,3 Valid

4 0,594 0,3 Valid

5 0,742 0,3 Valid

6 0,680 0,3 Valid

7 0,747 0,3 Valid

8 0,457 0,3 Valid

. Berdasarkan tabel 1 di atas, korelasi

antara masing-masing indikator menunjukkan

hasil yang siginifikan yaitu di atas nilai kritis 0,3

hanya satu pertanyaan nomor 6 yang tidak valid,

sehingga pada uji berikutnya tidak ikut sertakan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing

indikator pertanyaan untuk variabel x

(Pengawasan Fungsional) adalah valid.

Sedangkan untuk variabel kinerja korelasi antara

masing-masing indikator menunjukkan hasil

yang siginifikan yaitu di atas nilai kritis 0,3. Jadi

dapat disimpulkan bahwa masing-masing

indikator pertanyaan untuk variabel Y (Kinerja)

adalah valid.

Hasil Pengujian Reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen yang digunakan

untuk menunjukkan sampai sejauh mana suatu

hasil pengukuran relatif konsisten apabila

pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran

dilakukan dua kali atau lebih.

Dari hasil pengujuan diperoleh nilai

Cronbach's Alpha sebesar 0,808 dan 0,814

sebagaimana tampak pada tabel 2 berikut;

Tabel 2. Reliabilitas Variabel Cronbach's Alpha

Pengawasan Fungsional 0,808

Kinerja 0,814

Uji Analisis Statistik

Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji

apakah data yang telah terkumpul berdistribusi

normal. Pada dasarnya normalitas sebuah data

daat dikenali atau dideteksi dengan melihat

persebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari

grafik histogram dari residualnya.

Gambar 1. Histogram

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

101 | P a g e

Berdasarkan hasil uji yang tertuang dalam

tampilan chart diatas kita dapat melihat grafik

histogram maupun grafik plot. Dimana grafik

histogram memberikan pola distribusi yang

melenceng ke kanan yang artinya adalah data

berdistribusi normal.

Analisis Regresi Sederhana

Analisis regresi linier sederhana adalah

hubungan secara linear antara satu variabel

independen (X) dengan variabel dependen (Y).

Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan

antara variabel independen dengan variabel

dependen apakah positif atau negatif dan untuk

memprediksi nilai dari variabel dependen

apabila nilai variabel independen mengalami

kenaikan atau penurunan.. Data yang digunakan

biasanya berskala interval atau rasio.

Rumus regresi linear sederhana sebagi berikut:

Y’ = a + bX

Keterangan:

Y’ = Variabel dependen (nilai yang

diprediksikan)

X = Variabel independen

a = Konstanta (nilai Y’ apabila X = 0)

b = Koefisien regresi (nilai peningkatan

ataupun penurunan)

berikut tabel hasil penelitian analisis regresi

sederhana :

Tabel 3

Hasil Analisis Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -4.342 3.658

-1.187

.247

Pengawasan .703 .075 .890 9.355 .000

a. Dependent Variable: Kinerja

Persamaan regresinya sebagai berikut:

Y’ = a + bX

Y’ = -4,342 + 0,703X

Angka-angka ini dapat diartikan sebagai

berikut:

Konstanta sebesar -4,342; artinya jika

Pengawasan (X) nilainya adalah 0, maka Kinerja

(Y’) nilainya negatif yaitu sebesar -4,342.

Koefisien regresi variabel Pengawasan

(X) sebesar 0,703; artinya jika Pengawasan di

tingkatkan, maka Kinerja (Y) akan mengalami

peningkatan sebesar 0,703. Koefisien bernilai

positif artinya terjadi hubungan positif antara

Pengawasan dengan kinerja, semakin

meningkatnya pengawasan maka semakin

meningkatkan kinerja pegawai.

Dari hasil uji t di atas dapat diketahui nilai t

hitung sebesar 9.355. Karena t hitung sudah

ditemukan, maka selanjutnya kita melihat nilai t

tabel. Adapun rumus dalam mencari t tabel

adalah :

a = 0,05 derajat kebebasan (df) = n-2 = 25 - 2 =

23. Nilai 0,05 ; 23 jika dilihat pada t tabel yaitu

sebesar 2.06866. dilihata dari uji hipotesis

terlihat t hitung sebesar 9.355 lebih besar dari >

2.06866, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha

diterima dan H0 ditolak berarti ada pengaruh

yang signifikan dari masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen. Yang

berarti bahwa ada pengaruh Pengawasan

Fugsional (X) terhadap Kinerja (Y).

Untuk melihat Besarnya Pengaruh

Variabel X Terhadap Variabel Y

Tabel

Pengaruh Variabel X terhadap Y Model Summary

Model R

R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .890a .792 .783 1.73594

Sumber : data primer yang diolah 2017 SPSS versi 22.0

Dari hasil olah data diatas dapat diketahui

nilai R Square sebesar 0.792 . Nilai ini

mengandung arti bahwa pengaruh Pengawasan

Fungsional (X) terhadap Kinerja (Y) adalah

sebesar 79,2 % sedangkan sisanya sebesar 20,8

% Kinerja dipengaruhi oleh variabel lain yang

tidak diteliti.

Berdasarkan hasil analisis data dan

pengkajian hipotesis, Pengawasan Fungsional

(X) berpengaruh positif terhadap Kinerja (Y)

dengan total pengaruh sebesar 79,2 % . Pengaruh

positif ini bermakna semakin meningkatnya

pengawasan fungsional maka akan berpengaruh

terhadap peningkatan kinerja pegawai.

PENUTUP

Kesimpulan

Penelitian dilakukan pada Kantor Balai

Karantina Pertanian Kelas II Cilegon dan Balai

Besar Karantina Pertanian Soekarno- Hatta,

yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai

dengan bulan Juli 2017. Dengan mengambil

Vol. 14 No. 1 Februari 2018 ISSN : 1693-5236

102 | P a g e

judul "Pengaruh Pengawasan Fungsional

Terhadap Kinerja Pegawai Karantina Pertanian

Wilayah Banten" dari hasil Uji statistik

mendapatkan kesimpulan bahwa Pengawasan

Fungsional berpengaruh positif terhadap Kinerja

dengan total pengaruh sebesar 79,2 % . Dengan

Pengaruh positif ini bermakna semakin

meningkatnya pengawasan fungsional maka

akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja

pegawai sebagai berikut :

1. Dapat mendukung tercapainya kinerja

organisasi

2. Meningkatnya kinerja dalam pencapaian

target

3. Meningkatnya standar kualitas kerja

4. Meningkatnya ketaatan pegawai terhadap

peraturan perundang-undangan yang

mempengaruhi waktu penyelesaian

pekerjaan

5. Meningkatnya kemampuan pegawai

dalam berkomunikasi dan berinteraksi

sehingga meningkatkan waktu

penyelesaian pekerjaan.

6. Menciptakan kepemimpinan yang kuat

yang dapat meningkatkan kinerja

sehingga meningkatkan pencapaian target

kerja.

7. Terciptanya lingkungan kerja yang

kondusif

8. Perencanaan dan pelaksaanaan sesuai

degan output yang ingin di hasilkan

9. Komunikasi yang harmonis antara atasan

dan bawahan

10. Jabatan sesuai dengan kompetensi

pegawai

Saran

Dari beberapa kesimpulan yang telah

penulis kemukakan, maka penulis akan

memberikan saran. Penulis berharap saran ini

dapat dijadikan sebagai bahan masukan.

Adapun saran yang dapat penulis berikan

yaitu :

1. Penerapan Pegawasan dapat dijadikan

sebagai momentum untuk memperbaiki

diri organisasi.

2. Diusahakan agar ada upaya tegas dari

pimpinan terhadap pegawainya untuk

melaksanakan pengawasan terhadap

pegawai.

DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Erlangga, Jakarta

Bungin, Burhan. 2010. Metode Penelitian

Kuantitatif. Jakarta : Kencana Prenada

Media Group

Dessler, Grey. 2011. Manajaemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: PT. Indeks

Ghozali, Imam, 2011, Structural Equation

Modeling Metode Alternatif Dengan

Partial Least Square (PLS) Edisi 3.

Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro

Handoko, T.Hani. 2010. Manajemen Personalia

dan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: BPFE UGM.

Hasibuan, Malayu SP 2010. Manajemen Sumber

Daya Manusia, Edisi Revisi. Jakarta:

Bumi Aksara.

Luthans, Fred. 2010. Perilaku Organisasi. Edisi

10. Yogyakarta: Andi.

Mangkunegara, A. Anwar Prabu. 2011.

Manajemen Sumber Daya Manusia,

Bandung: PT.Remaja Rosda Karya

Prayitno, Dwi. 2010. Paham Analisa Statistik

Data dengan SPSS. Cetakan Pertama.

MediaKom, Yogyakarta

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif dan R&D. ALFABETA,

Bandung

Robbins, Stephen P. 2010. Prinsip-prinsip

Perilaku Organisasi. Edisi Kelima.

Jakarta: Erlangga

Robbins, S.P dan Judge, Timothy A. 2015.

Perilaku Organisasi. Edisi 16. Jakarta:

Salemba Empat.

Sedarmayanti. 2013. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Bandung: Refika Aditama.

Siagian, Sondang P, 2011, Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.

Cetakan kesembilan belas

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Manajemen.

Bandung : Alfabeta

Tika, Moh. Pabundu. (2010). Budaya Organisasi

dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. PT Bumi

Aksara. Jakarta.