pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja
TRANSCRIPT
PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH
(Studi pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat)
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Andhika Ardiansyah 044020051
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
2010
PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP KINERJA
PEMERINTAH DAERAH
(Studi kasus pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat )
Draft Skripsi
Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bandung, 2010
Mengetahui,
Pembimbing,
Isnaeni Nurhayati, SE., MSi., Ak.
Dekan, Ketua Program Studi,
Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MP. Dr. Liza Laila Nurwulan, SE., MSi., Ak.
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan. Maka apabila kamu
Telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain. Dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap“.
(Q.s. 94 Al-Insyiroh: 6 – 8).
“Jika mengalami kesedihan…
Janganlah mengeluh dan terlalu bersedih…
Sebab dua hal tersebut…
Bisa malemahkan semangat kita…”
Skripsi ini Kupersembahkan
untuk Ibu dan Ayah Tercinta yang
selalu mendo’akan dan memberikan
semangat dalam hidupku serta adikku
dan teman-teman seperjuangan..
ABSTRAK
Pengawasan Fungsional merupakan pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional, baik yang berasal dari lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal. Sedangkan kinerja Pemerintah Daerah adalah kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk terhadap tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta pada tingkat keberhasilan dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kinerja dikatan baik bila dapat tercapai dengan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah, Instansi yang dijadikan sebagai objek penelitian oleh penulis adalah Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat yang beralamat di jalan Surapati No 4 Bandung.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode Survey, dengan pendekatan deskriptif asosiatif. Data yang digunakan adalah data primer dari pegawai Bappeda, analisis statistik yang digunakan adalah koefisien korelasi Rank Spearman dan uji hipotesis, teknik pengumpulan data digunakan wawancara, observasi, penyebaran kuesioner, dan studi literatur.
Dari hasil pengujian statistik dapat diketahui bahwa nilai rata-rata Pengawasan fungsional di Inspektorat Provinsi Jawa Barat sebesar 128, yang artinya pelaksanaan telah memadai. Sedangkan Kinerja Pemerintah Daerah sebesar 63 yang artinya pelaksanaan kinerja pemerintah daerah telah dilaksanakan secara memadai. Dalam penyusunan hipotesis penulis dengan menggunakan analisis Rank Spearman, sr hitung (0,835) > sr tabel (0,544), yang artinya Ha diterima dan Ho ditolak, sedangkan dengan taraf signifikansi α = 0,05 maka ttabel 2,201. sehingga thitung (5,032) > ttabel (2,201) yang artinya Ha diterima. Hasil koefisien determinasi (KD) = (R²) x 100%. KD = 0,835² x 100% = 69,72% menunjukan bahwa Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah sebesar 69,6% sedangkan sebesar 30,28% dipengaruhi faktor lain seperti: faktor kepuasan kerja. Dengan demikian dapat dapat diinformasikan bahwa Pengawasan Fungsional Turut Berpengaruh Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah, dalam hal ini dapat diterima.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan
tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan program sarjana di Fakultas
Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Pasundan, dengan judul
“PENGARUH PENGAWASAN FUNGSIONAL TERHADAP KINERJA
PEMERINTAH DAERAH”. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkannya.
Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan ataupun kesalahan dalam
penyusunan penelitian ini, baik dalam penyajian materi maupun dalam
penyusunan tata bahasanya. Disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki penulis.
Saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak merupakan
suatu bahan masukan demi kesempurnaan isi yang terkandung dalam skripsi ini.
Dalam penyusunan penelitian ini penulis mendapat saran, dorongan dan
bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tak
terhingga terutama kepada kedua orang tua ku, selaku orang tua penulis yang
telah banyak memberikan dorongan, semangat, dan do’a yang tiada henti agar
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, dan terima kasih juga yang sebesar–
besarnya kepada Ibu Isnaeni Nurhayati, SE., MSi Ak, selaku pembimbing terima
kasih atas segala bimbingan dan pengarahannya dalam memberikan bimbingan
kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
Selanjutnya penulis ucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, SE., MSc., Rektor Universitas Pasundan;
2. Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MP. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Pasundan;
3. Dr. Liza Laila Nurwulan, SE., MSi., Ak., Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan;
4. Ibu Isnaeni Nurhayati, SE., MSi., Ak., pembimbing dan sekaligus dosen
wali penulis;
5. Bapak Hilman Firmansyah, SIP., Kepala perpustakaan Pusat;
6. Hj.Euis.I.Z.A.Md selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian Inspektorat
Provinsi Jawa Barat. yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
melakukan Survey;
7. Bapak dan ibu yang telah memberikan motivasi selama penulis
menjalankan perkuliahan, serta adikku, terima kasih atas do’a, dan
pengarahannya;
8. Teman-teman D16-B hary, fajar, dayon, , terima kasih atas
kebersamaannya;
9. Untuk teman-teman, Ahmad Bahtiar, Arul, Ilmi, Yopie, Tamie, Risna,
Amoy, Eka, Faisal, Nugros, Dimas, Zevi, Fajar, Arif, Z, Wiwit, Eka, Igor,
Dude, Sandi, Rudian;
10. Untuk teman-teman, Eto, Gery, Novan, Erwin, Aris, Martin, Uphe, Dina,
Nopial, Fery (bos), Fitri, Vina;
11. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata semoga semua amal baik yang telah diberikan mereka kepada
penulis mendapat balasan dari Allah SWT, dan penulis berharap semoga skripsi
ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya, amin.
Wassalamu’alaikum, Wr, Wb.
Bandung, Juni 2010
Penulis
Andhika Ardiansyah
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO
ABSTRAKSI ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian .................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................ 6
1.3 Maksud dan tujuan penelitian .............................................................. 7
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................ 8
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Pengawasan Fungsional ....................................... 10
2.1.2 Aparat Pengawasan Fungsional .............................................. 13
2.1.3 Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah .. 14
2.1.4 Pelaksanaan Pengawasan Fungsional Pemerintah Daerah .... 28
2.2 Pengertian Kinerja
2.2.1 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ............... 33
2.2.2 Pengertian Sistem Akuntabilitas kinerja ................................ 34
2.2.3 Perencanaan Strategik ............................................................. 39
2.2.4 Perencanaan Kinerja ............................................................... 41
2.2.4.1 Fungsi Indikator Kinerja ........................................ 41
2.2.4.2. Indikator Kinerja .................................................... 43
2.2.5 Pengukuran kinerja ................................................................ 47
2.3 Program-program Pembangunan Kinerja Pemerintah Daerah
2.3.1 Langkah_langkah Kebijakan Kinerja Pemerintah Daerah ..... 49
2.3.2 Prinsip-prinsip Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Daerah ................................................................. 52
2.3.3 Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah ..... 53
2.4 Penilaian Kinerja
2.4.1 Tujuan Penilaian Kinerja ........................................................ 56
2.4.2 Kendala-kendala Penilaian Kinerja ........................................ 59
2.5 Efektivitas Kinerja ........................................................................ 60
2.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ............................................... 61
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
3.1.1. Unit Penelitian ........................................................................ 69
3.1.2 Proses Pemilihan Objek Penelitian ........................................ 69
3.1.3 Metode Penelitian ................................................................... 70
3.1.4 Pendekatan Penelitian ............................................................. 71
3.2. Definisi Variabel dan Operasional Variabel
3.2.1 Definisi Variabel ..................................................................... 72
3.2.2 Operasionalisasi Variabel ...................................................... 73
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian .................................................................. 77
3.3.2 Ukuran Sampel ....................................................................... 78
3.3.3 Teknik Sampling .................................................................... 81
3.3.4 Sumber Data Penelitian .......................................................... 82
3.4. Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Instrumen Penelitian ................................................................ 85
3.4.2 Model Penelitian ..................................................................... 87
3.5. Metode Analisis yang Digunakan
3.5.1 Analisis Data .......................................................................... 87
3.5.2 Pengujian Data ........................................................................ 92
3.6. Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
3.6.1 Rancangan Pengujian Hipotesis ............................................... 95
3.6.2 Proses Penelitian .................................................................. 100
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1. Sejarah Singkat Inspektorat Provinsi Jawa Barat ..................... 103
4.1.1.1 Visi Inspektorat Provinsi Jawa Barat ................................ 107
4.1.1.2 Misi Inspektorat Provinsi Jawa Barat ............................... 107
4.1.1.3 Rencana Strategis Inspektorat Provinsi Jawa Barat .......... 107
4.1.1.4 Struktur Organisasi dan Deskripsi Jabatan ........................ 109
4.1.2 Pelaksanaan Pengawasan Fungsional
4.1.2.1 Standar Umum .................................................................. 128
4.1.2.2 Standar Koordinasi dan Kendali Mutu ............................... 130
4.1.2.3 Standar Pelaksanaan .......................................................... 132
4.1.2.4 Standar Pelaporan............................................................... 138
4.1.2.5 Standar Tindak Lanjut ....................................................... 140
4.1.3 Kinerja Pemerintah Daerah
4.1.3.1 Tujuan Kinerja Pemerintah Daerah .................................... 141
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ........................ 143
4.2.1.1 Hasil pengujian terhadap Validitas Variabel X ................. 143
4.2.1.2 Hasil pengujian terhadap Validitas Variabel Y ................. 145
4.2.1.3 Hasil Pengujian Reliabilitas .............................................. 147
4.2.2 Analisis Data
4.2.2.1 Analisis Pengaruh Pengawasan Fungsional ...................... 148
4.2.2.2 Analisis Kinerja Pemerintah Daerah ................................. 161
4.2.2.3 Analisis Pengaruh Pengawasan Fungsional terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah ............................................... 168
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 172
5.2 Saran ................................................................................................. 173
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel Halaman
Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel (X) Pengaruh Pengawasan Fungsional ..... 73
Tabel 3.2. Operasionalisasi Variabel (Y) Kinerja Pemerintah Daerah ...........…76
Tabel 3.3. Rincian Jumlah Populasi Sasaran ….............................................. 78
Tabel 3.4. Skor pernyataan Variabel X dan Variabel Y ....................................86
Tabel 3.5. Pedoman untuk memberikan Interpretasi Koefisien korelasi ........... 98
Tabel 4.1 Hasil Uji Validasi Variabel X (Pengawasan Fungsional) ............... 144
Tabel 4.2 Hasil Uji Validasi Variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah) ........... 146
Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pengawasan Fungsional) ........... 147
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah) ...... 148
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Skor Jawaban Kuesioner Variabel X
( Pengawasan Fungsional) .............................................................. 149
Tabel 4.6 Rata-rata (Mean) Kuesioner Variabel X ........................................ 159
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Skor Jawaban Kuesioner Variabel Y
(Kinerja Pemerintah Daerah) ......................................................... 161
Tabel 4.8 Rata-rata (Mean) Kuesioner Variabel Y ........................................ 166
Tabel 4.9 Korelasi Variabel X dan Y ............................................................. 168
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Gambar Halaman
Gambar 3.1 Model Penelitian…………………………………………………. 87
Gambar 3.2 Proses Penelitian……………………………………………...… 101
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Tugas Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 : Surat Permohonan Survey.
Lampiran 3 : Surat Persetujuan Survey.
Lampiran 4 : Kartu Perkembangan Bimbingan Skripsi.
Lampiran 5 : Bagan Struktur Organisasi Inspektorat Provinsi Jawa Barat.
Lampiran 8 : Permohonan Pengisian Angket/Kuesioner.
Lampiran 9 : Kuesioner Penelitian.
Lampiran 10 : Tabel Frekuensi Skor Variabel (X) Pengawasan Fungsional
Lampiran 11 : Tabel Frekuensi Skor Variabel (Y) Kinerja pemerintah daerah.
Lampiran 13 : Daftar Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di penghujung abad ke-20, dunia dilanda arus globalisasi, transparansi,
dan tuntutan hak azasi manusia. Tidak satupun negara yang luput dari gelombang
perubahan tersebut.Seluruh negara, terutama negara-negara berkembang,
menghadapi berbagai tantangan baru yang membawa konsekuensi pada perubahan
atau pembaharuan yang akan mempengaruhi kehidupan umat manusia, baik di
bidang ekonomi, politik, maupun sosial budaya.Menghadapi perkembangan dunia
yang demikian pesat, dan seiring dengan derasnya aspirasi reformasi di dalam
negeri, maka peranan penyelenggaraan pemerintahan dan administrasi publik
yang baik menjadi semakin penting. Salah satu elemen yang penting dalam tata
pemerintahan yang baik adalah adanya akuntabilitas publik, disamping
transparansi, tegaknya hukum, dan peraturan. Karena itu, pengawasan yang
merupakan unsur penting dalam proses manajemen pemerintahan, memiliki peran
yang sangat strategis untuk terwujudnya akuntabilitas publik dalam pemerintahan
dan pembangunan. Melalui suatu kebijakan pengawasan yang komprehensif dan
membina, maka diharapkan kemampuan administrasi publik yang saat ini
dianggap lemah, terutama di bidang control pengawasan, dapat ditingkatkan
kapasitasnya dalam rangka membangun infrastruktur birokrasi yang lebih
kompetitif. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang pada saat ini
sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang untuk menuju
Indonesia baru yang pada hakekatnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Pembangunan dilaksanakan secara bertahap dengan tujuan
untukmeningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia serta
meletakkan landasan yang kuat bagi pelaksanaan pembangunan tahap berikutnya
yang bersifat multidimensional, yang meliputi bidang ekonomi, sosial budaya,
politik dan keamanan serta teknologi. Untuk mencapai tujuan daripada organisasi
itu secara optimal, maka diperlukannya aspek manajemen suatu organisai tersebut
agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu pula pengawasan
merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dilakukan untuk menjaga
agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam
rangka pencapaian tujuan. Melalui pengawasan dapat diperoleh informasi
mengenai kehematan, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan kegiatan. Informasi
tersebut dapat digunakan untuk Sebagaiman pada Ketetapan Nomor
IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Negara yang bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme, maka Pengawasan merupakan aspek penting dalam
manajemen kepegawaian, melalui Sosialisasi Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No. KEP/46/M.PAN/4/2004, tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintah ditegaskan bahwa pengawasan
merupakan salah satu unsur terpenting dalam rangka peningkatan Pendayagunaan
Aparatur Negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintah dan
pembangunan menuju terwujudnya pemerintah yang bersih dan berwibawa.
Berkaitan dengan instruksi Presiden pembukaan penataran pengawasan bagi
pejabat pemerintah lebih jelas menetapkan upaya pengembangan pengawasan
dalam rangka menanamkan kesadaran dan menumbuhkan budaya pengawasan
serta fungsi pengawasan sebagai suatu proses yang terjalin secara wajar, efektif,
dan membudaya. Dalam prakteknya pengawasan dalam setiap bidang pekerjaan
atau kegiatan dituntut satu tata cara, metode, teknik pengawasan dengan efektif
dan efisien. Upaya dalam mewujudkan hal itu, maka dapat menciptakan kondisi
dan iklim kerja yang mendukung serta menciptakan pengawasan sebagai suatu
proses yang wajar dalam suatu organisasi pemerintah dilingkungan pendidikan
dilakukannya pengawasan secara maksimal Sumber Daya Manusia menempati
posisi strategis dalam pembangunan daerah dan pembangunan Sumber Daya
Manusia merupakan kunci keberhasilan bagi segenap bidang pembangunan yang
diselenggarakan di daerah. Hal ini mengandung pengertian bahwa kinerja pegawai
merupakan sarana penentu dalam mencapai tujuan organisasi pemerintahan.
Pembinaan mutu penyelenggara pemerintahan daerah perlu dilaksanakan terus
menerus dan berkesinambungan sehingga Sumber Daya Manusia yang terlibat
dalam proses tersebut mampu menjawab tantangan pembangunan daerah serta
dapat memperbaiki kinerja Sumber Daya Manusia-nya yang selama ini rendah
Abdul Halim (2004:313) mengungkapkan permasalahan yang dihadapi
oleh aparat pengawasan kinerja pemerintah daerah, yaitu :
“adapun permasalah – permasalahan yang dihadapi oleh aparat
pengawasan kinerja pemerintah daerah selama ini pada umumnya adalah sebagai
berikut :
1. Tidak jarang pejabat bermasalah tidak mendapat sangsi atas tindakan
yang telah dilakukan.
2. Terkait dengan masalah struktur lembaga audit terhadap pemerintah
pusat dan daerah di Indonesia.
3. Masih lemahnya mental dan budaya aparat pengawasan fungsional.
4. Kurangnya kualitas sumber daya manusia di instansi pemerintahan.
5. Rendahnya tunjangan pejabat yang diberikan kepada aparat
pengawasan fungsional.
6. Kurangnya koordinasi antara sesama aparat pengawasan fungsional
intern.
J.B. Sumarlin (2004) menyatakan bahwa dengan semakin besarnya
tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara yang
didasarkan pada prinsip-prinsip good governance, maka kebutuhan terhadap peran
pengawasan akan semakin meningkat. Pengawasan perlu dilaksanakan secara
optimal, yaitu dilaksanakan secara efektif dan efisien serta bermanfaat bagi audit
(organisasi, pemerintah dan negara) dalam merealisasikan tujuan/program secara
efektif, efisien dan ekonomis. Namun pengalaman menunjuukan bahwa
banyaknya aparat pengawasan justru menimbulkan inefisiensi, karena timbulnya
pemeriksaan yang bertubi-tubi dan tumpang tindih diantara berbagai aparat
pengawasan intern pemerintah, serta antara aparat pengawasan intern pemerintah
dengan aparat pengawasan ekstern pemerintah (BPK)
Penelitian terdahulu yang direplikasi berjudul “Pengaruh Pengawasan
Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah di Kabupaten Cianjur” Novi
Krisnawati (2006) Variabel yang digunakan peneliti terdahulu sama dengan
peneliti sekarang, variabel Independen yaitu Pengawasan Fungsional adalah
pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional, baik yang berasal
dari lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal pemerintahan.
Variabel Dependen yaitu Kinerja Pemerintah Daerah adalah kinerja merupakan
seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk terhadap tindakan pencapaian serta
pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta untuk mencapai tujuan yang telah
diterapkan.
H0 : r = 0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional
terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
Ha : r ≠ 0 : Terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah.
Populasi yang digunakan jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30
orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang
sangat kecil. Jadi dalam penelitian ini seluruh sampel yang berjumlah 30 orang
dijadikan sampel penelitian.teknik sampling Metode penelitian yang akan
digunakan adalah metode survei dan deskriptif analisis. metode deskriptif
kuantitatif, Pada penelitian sebelumnya nilai rank spearman (rs) pengawasan
fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur sebesar
0.925, dan koefisien determinasinya adalah 92.5%.
Artinya bahwa Pengawasan fungsional dapat berperan terhadap Variabel
Y Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur sebesar 75.56%. Hal ini berarti
sisanya ada 24.44%
Penelitian ini memiliki perbedaan keterbatasan dalam peneilitian
terdahulu adalah tempat penelitiannya Di Kabupaten Cianjur sedangkan sekarang
adalah di Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Peneliti sekarang memiliki
perbedaan pada Sub Indikator yang terdahulu adalah Persiapan pemeriksaan,
Pelaksanaan pemeriksaan dan Penyusunan laporan pemeriksaan sedangkan
peneliti sekarang Sub Indikator adalah Standar umum, Standar koordinasi dan
kendali mutu, Standar pelaksanaan, Standar pelaporan dan Standar tindak lanjut.
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan maka penulis cukup tertarik
untuk mengambil teme judu skripsi “Pengaruh Pengawasan Fungsional
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah ”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka
masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengawasan fungsional di pemerintah Provinsi Jawa Barat?
2. Bagaimana pelaksanaan kinerja pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat?
3. Berapa besar pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja
pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian yang dilakukan ini adalah mengadakan studi
perbandingan untuk mengetahui relevansi antara teori yang ada dengan praktik
yang sebenarnya tentang bagaimana pengaruh pengawasan fungsional terhadap
kinerja pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat. penelitian ini juga dirmaksudkan
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar S1.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penelitian ini memiliki
tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana pengawasan fungsional di pemerintahan Provinsi
Jawa Barat.
2. Mengetahui bagaimana peran kinerja pada pemerintahan daerah Provinsi
Jawa Barat .
3. Mengetahui pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah
daerah Provinsi Jawa Barat
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu secara praktis dan teoritis
yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1.4.1Kegunaan Praktis
Penelitian ini merupakan suatu hal yang dapat menimbulkan manfaat
baik bagi penulis, maupun bagi pembaca pada umumnya. Adapun manfaat-
manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
a. Sebagia suatu pengalaman yang berharga karena penulis dapat
memperoleh gambaran secara langsung mengenai Pengaruh
Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah
b. Sebagi saran untuk menambah khasanah keilmuan, khususnya
dalam menambah wawasan untuk menyikapi isu-isu kekinian
dalam mengembangkan akuntansi khususnya akuntansi sektor
piblik itu sendiri
2. Bagi Pembaca
Bagi pembaca pada umumnya diharapkan dapat dijadikan sumber
pengetahuan dan sumber pemikiran yang bermanfaat dalam
membangun bangsa ini lebih baik untuk kedepannya melalui ilmu
akuntansi.
3. Bagi Instansi pemerintah Daerah
Bagi instansi pemerintah daerah dapat dijadikan sumber
pengetahuan dan dan pada akhirnya diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi instansi itu sendiri
1.4.2 Kegunaan Teoritis
Penulis sangat berharap hasil dari penelitian yang dilakukan dapat berguna
bagi dunia akuntansi khususnya dan disiplin ilmu lain pada umumnya. Penulis
juga berharap hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengawasan fungsional dan
kinerja pemerintah daerah dan mengetahui sejauh mana pengawasan fungsiol
dalam kinerja pemerintah daerah
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Kantor Inspektorat
Provinsi Jawa Barat di jalan Surapati No. 4 Bandung adapun waktu penelitian
yang dilaksanakan yaitu dari tanggal disyahkannya proposal penelitian hingga
selesai.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka.
Teori yang akan dikaji paba Bab II ini adalah teori yang berkaitan dengan
akuntansi sektor publik, diantaranya tentang Pengawasan Fungsional dan Kinerja
Pemerintah Daerah.
2.1.1. Pengertian Pengawasan Fungsional.
Menurut Revrisond Baswir (2002:118) dalam bukunya “Akuntansi
Pemerintahan Indonesia” definisi pengawasan secara umum adalah:
“Segala kegiatan dan tindakan untuk menjamin agar
penyelenggaraan suatu kegiatan tidak menyimpang dari tujuan serta
rencana yang telah digariskan”
Sedangkan pengertian pengawasan menurut Abdul Halim (2002:145)
yaitu :
“pengawasan adalah suatu proses kegiatan penilaian terhadap objek pengawasan kegiatan tertentu dengan tujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan tugas dan fungsi objek pengawasan dan atau kegiatan tersebut telah sesuai dengan yang telah ditetapkan”
sehingga dapat disimpulkan bahwa pengawasan bukan berupa pemeriksaan tetapi
pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah
ditetapkan dalam peraturan daerah. adapun pengertian pengawasan fungsional
berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2002 tentang
pertimbangan dan pengawasan atas penyelenggara pemerintah daerah
mengemukakan bahwa:
“Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga atau badan atau unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian, penyusutan dan penilaian”
pengertian pengawasan fungsional menurut Abdul Halim (2002:351)
menyatakan sebagai berikut :
“Segala kegiatan dan bentuk tindakan untuk menjamin agar
pelaksanaan suatu kegiatan berjalan dengan sesuai dengan rencana,
aturan-aturan dan tujuan yang telah ditetapkan”
menurut Baldrik Siregar dan Bonni Siregar (2001:351) pengawasan fungsional
adalah :
“Pengawasan oleh aparatur pengawasan fungsional adalah pengawasan oleh instansi independen dari unsure yang diawasi seperti badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BKP) Inspektor Jendral Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Negara dan Inspektorat Wilayah.”
Secara khusus tujuan pengawasan fungsional menurut Abdul Halim (2004:306)
adalah :
1. Menilai ketaatan terhadap perundang – undangan yang berlaku.
2. Menilai apakah kegiatan berjalan dengan pedoman akuntansi yang berlaku
3. Menilai apakah yang dilaksanakan secara ekonomis, efisien dan efekti.
4. Mendeteksi adanya kecurangan.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, jelas bahwa penekanan dari
pengawasan lebih pada upaya untuk mengenali penyimpangan atau hambatan di
dalam pelaksanaan kegiatan tersebut disesuaikan dengan peraturan perundang-
undangan, peraturan pemerintah baik pusat maupun daerah. Bila ternyata
kemudian ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan diharapkan agar dapat
segera dideteksi atau diambil tindakan koreksi sehingga pelaksanaan kegiatan
yang bersangkutan diharapkan masih dapat mencapai tujuan sebagaimana yang
telah direncanakan sebelumnya.
Sedangkan Statement of Auditing Standars (SAS) dalam Sawyer (2005:58)
mendefenisikan lima komponen kontrol internal yang saling berkaitan pada
pernyataan COSO adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan control. Komponen ini meliputi seikap manajemen di semua tingkatan terhadap operasi secara umum dan konsep control secara khusus.
2. Penentuan Resiko. Komponen ini telah menjadi bagian dari aktivitas audit internal yang telah berkembang.
3. Aktivitas Kontrol. Komponen ini mencakup aktivitas-aktivitas yang dulunya dikaitkan dengan konsep control internal.
4. Informasi dan Komunikasi. Komponen ini merupakan bagian penting dari proses manajemen. Manajemen tidak dapat berfungsi tanpa informasi.
5. Pengawasan. Pengawasan merupakan evaluasi rasional yang dinamis atas informasi yang diberikan pada komunikasi informasi untuk tujuan manajemen control.
Terdapat hubungan langsung antara tujuan, yang merupakan hal yang
diperjuangkan untuk dicapai perusahaan dan komponen-komponen tersebut, yang
mencerminkan hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tidak semua
tujuan dan komponen ini relevan untuk audit laporan keuangan. Kontrol interna,
sebaik apa pun dirancang dan dioperasikan, hanya bisa memberikan keyakinan
yang wajar tentang pencapaian tujuan.
2.1.2 Aparat Pengawasan Fungsional
Menurut Revrisond Baswir (2000:138) aparat pengawasan fungsional
adalah ;
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
2. Inspektorat Jendral Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga
Pemerintah Non Departemen dan Instansi Pemerintah lainnya.
3. Inspektorat Wilayah Provinsi.
4. Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya.
Selanjutnya uraian mengenai aparat pengawasan fungsional menurut
Baldric Siregar dan Bonni Siregar (2001.353 – 354) adalah :
1. Badan Pengawasan Keuanga dan Pembangunan (BPKP) BPKP merupakan instansi pengawasan dan pemeriksa yang berada dilingkungan pemerintah. BPKP harus melaporkan pelaksanaan tugas dan fungsinya kepada Presiden. Laporan hasil pengawasan dan pemeriksaan disampikan kepada mentri atau pejabat lain yang bersangkutan. Apabila laporan hasil pengawasan berkaitan dengan pemeriksaan, maka dalam tembusan laporan tersebut disampaikan dalan badan pemeriksaan keuangan (BPK). Apabila diperkirakan terdapat tindakan pidana korupsi, BPKP harus melaporkan kepada jaksa agung. Tugas pokok BPKP meliputi ; 1). Merumuskan kebijaksanaan pengawasan keuangan dan pembangunan 2). Melaksanakan pengawasan umum terhadap penguasaan dan pengurusan keuangan
2. Inspektorat Jendral Departemen atau Unit Pengawasan Lembaga Negara merupakan instansi yang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap seluruh unsure organisasi yang ada di lingkungan departemen atau lembaga Negara yang bersangkutan. Tugas pokok Inspektorat Jendral atau Unit pengawasan adalah melakukan pengawasan terhadap tugas rutin dan pembangunan
semua unsure yang ada di lingkungan departemen atau lembaga Negara agar pelaksanaan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Inseptorat Wilayah Provinsi Adalah instansi pengawasan yang melakukan pengawasan terhadap akativitas pemerintah provinsi. Instansi ini bertanggung jawab kepada Gubernur. Instansi ini mempunyai tugas melakukan pengawasan umum atas aktivitas pemerintah daerah, baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat pembangunan agart dapat berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan melakukan pengawasan terhadap tugas Departemen Dalam Negri di provinsi.
4. Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya Adalah instansi yang melakukan pengawasan terhadap aktivitas Pemerintah Daerah. Termasuk Kecamatan, Kelurahan atau Desa selain itu Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya juga melakukan pengawasan terhadap tugas departemen Dalam Negri di Kabupaten atau Kotamadya.
2.1.3 Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah
Berdasarkan Keputusan BPKP No. KEP-378/K/2004 tanggal 30 Mei 2004
Tentang Penetapan Berlakunya Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional
Pemerintah.
Redwan Jaafar dan Sumiati (2006:29) dalam bukunya berjudul “Kode Etik
dan Standar Audit” mengemukakan :
“Standar Audit APFP merupakan prinsip-prinsip dasar dan persyaratan yang diperlukan APFP serta akuntan public yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi suatu APFP, untuk menjamin mutu hasil audit dan konsitensi pelaksanaan tugas audit”
Selanjutnya Redwan Jaafar dan Sumiati (2006:29) bahwa maksud dan
tujuan standar audit APFP adalah sebagai berikut :
1. Standar audit APFP ini menjadi acuan dalam menetapkan batas-batas tanggungjawab pelaksanaan tugas audit yang dilakukan oleh APFP dan auditornya sesuai dengan jenjang dan ruang lingkup tugas audit.
2. Tujuan standar audit ini adalah untuk menjamin mutu koordinasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit. Standar ini juga bertujuan untuk mendorong efektivitas tindak lanjut temuan hasil audit serta konsistensi penyajian laporan hasil audit yang bermanfaat bagi pemakainnya. Menurut Redwan Jaaftar dan Sumiati (2004: 33) mengemukakan :
“Standar audit aparat pengawasan fungsional pemerintah (APFP) merupakan
prinsip-prinsip dasra persyaratan yang diperluka untuk menjamin mutu hasil audit
dan konsistensi pelaksanaan tugas audit APFP.
Menurut Badan Pengawasan Daerah Jawa Barat (2002:2) dan Redwan
Jaaftar dan Sumiati (2004: 33) dalam bukunya yang berjudul “Kode Etik dan
Standar Audit” dan standar audit terdiri dari 24 butir standar yang terbagi atas
lima katogori yaitu :
1. Standar Umum
a). Keahlian
b). Independensi
c). Kecermatamn profesi
d). Kerahasian
2. Standar Koordinasi dan Kendalian Mutu
a). Program kerja pengawasan
b). Koordinasi pengawasan
c). Kendali mutu
3. Standar Pelaksanaan
a). Pelaksanaan dan supervise
b). Pengendalian Internal
c). Bukti audit
d). Ketaatan peraturan perundang – undangan
e). Kertas kerja audit
4. Standar Pelaporan
a). Kesesuaian dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
b). Konsistensi
c). Pengungkapan yang memadai
d). Pernyataan pendapat
e). Laporan audit operasional
f). Kesesuaian dengan standar audit APFP
g). Tertulis dan segera
h). Distribusi laporan
5. Standar Tindak Lanjut
a). Kominikasi dengan auditan
b). Pemantauan tindak lanjut
c). Status temuan
d). Penyelesaian hukum
Uraian diatas masing-masing standar audit adalah sebagai berikut :
1. Standar Umum
Standar umum audit merupakan persyaratan bagi APFP dan para
auditornya untuk dapat melaksanakan penugasan audit secara kompeten
dan efektif.
Standar umum ini terdiri dari empat pernyataan, yaitu :
a. Keahlian
Standar ini menegaskan bahwa audit hanya dapat dilakukan oleh
seseorang atau lebih yang memiliki kemampuan, baik secara teori
maupun praktik dibadang audit.standar ini juga menegaskan bahwa
kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam
bidang keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang
dimaksudkan dalam standar audit ini, jika ia tidak memiliki
kemampuan pendidikan serta pengalaman yang memadai dalam
bidang audit.
b. Independensi
Standar ini bertujuan untuk menghasilkan pendapat audit atau
kesimpulan audit yang objektif. Dalam pembuatan laporan pendapat
atau simpulan auditor harus bebas dari pengaruh pihak-pihak yang
berkepentingan, untuk mencapai tujuan tersebut standar ini
mengharuskan APFP dan para auditornya untuk memiliki intergritas,
yaitu sikap kepribadian yang jujur, bijaksana, berani dan
tanggungjawab sehingga dapat menimbulkan kepercayaan dan rasa
hormat masyarakat.
c. Kecermatan Profesi
Standar ini menghendaki auditor untuk melaksanakan tugasnya dengan
cermat dan seksama. Kecermatan dan keseksamaan ini menekankan
bahwa auditor bertanggungjawab untuk mendalami dan mematuhi
standar audit APFP dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan
fungsi APFP salah satu wujud penerapan kecermatan dan keseksamaan
adalah reviu secara kritis pada tingkat supervise terhadap pelaksanaan
audit dan terhadap pertimbangan yang digunakan oleh mereka yang
membantu audit.
d. Kerahasiaan
APFP dan para auditornya harus menjaga kerahasiaan hal-hal yang
berkaitan dengan audit maupun informasi yang dihasilkan dari audit
tersebut. Kecuali dalam ha-hal yang berkaitan dengan pemerintah dan
pihak yang berwenang, menggunakan informasi yang diperoleh dari
suatu penugasan audit untuk hal-hal di luar lingkup pembentukan
pendapat, penyusunan temuan dan rekomendasi audit.
2. Standar Koordinasi dan Kendali Mutu
a. Program Kerja Pengawasan
Program kerja pengawasan (PKP) merupakan alat bantu bagi APFP
untuk mencapai hasil pengawasan yang efektif. PKP ini merupakan
masukan yang sangat berguna bagi penyusunan rencana induk
pengawasan dan rencana pengawasan kerja tahunan.
b. Koordinasi Pengawasan
Agar tujuan audit bisa dicapai secara maksimal, harus dilakukan
koordinasi secara terus menerus antara APFP baik dalam bentuk rapat
koordinasi pengawasan maupun bentuk koordinasi lainya. Koordinasi
antara APFP terutama dalam hal ini perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan, pembahasan tindak lanjut dan pembentukan tim audit.
Koordinasi pengawasan dilakukan dengan maksud mendorong sinergi
pelaksanaan tugas APFP.
c. Kendali Mutu
Sistem kendali mutu yang memadai meliputi struktur organisasi dan
seperangkat kebijakan serta prosedur yang dirancang untuk
memberikan keyakinan yang memadai bahwa pekerjaan audit APFP
telah mengikuti standar yang ditentukan. APFP harus memantau
sistem kendali mutu audit yang ada secara terus-menerus pemantauan
sistem kendali mutu secara intern dilakukan oleh suatu bagian yang
tidak terlibat dalam tugas audit. Untuk lebih mengefektfkan sistem
kendali mutu juga dilakukan secara berkala oleh pihak ekstern.
3. Standar Pelaksanaan
a. Perencanaan dan Supervisi
Perencanaan dan supervise adalah penting untuk mencapai tujuan audit
dan menjaga mutu pekerjaan audit. Rencana audit harus dibuat untuk
setiap penugasan berdasarkan pengetahuan mengenai kegiatan dan
seluk-beluk usaha auditan, bila perlu rencana tersebut harus diperbaiki
selama proses audit. Supervise berupa bimbingan dan pengawasan
terhadap para asisten, diperlukan untuk mencapai tujuan audit dan
menjaga mutu audit. Supervisi harus dilakukan dalam semua
penugasan tanpa memandang tingkat pengalaman auditor yang
bersangkutan.
b. Pengendalian Intern
Standar ini mewajibkan untuk mempelajari dmenilai struktur
pengendalian auditan. Dalam audit keuangan, tujuan penilaian struktur
pengendalian intern adalah untuk menetukan luas dan lingkup
pengujian yang perlu dilakukan. Sedangkan dalam audit operasional
tujuan penilaian struktur pengendalian intern adalah untuk menentukan
keekonomisan, efisiensi dan efektivitas operasi auditan. Auditor perlu
melakukan pengujian terhadap penerapan dan perancangan struktur
pengendalian intern untuk memastikan bahwa rancanagan tersebut
telah diterapkan sebagimana mestinya.
c. Bukti Audit
Bukti audit disebutkan relevan jika bukti tersebut secara logis
mendukung atau menguatkan pendapat atau argument yang
berhubungan dengan tujuan dan simpulan audit. Bukti audit dikatan
kompeten jika bukti tersebut sah dan dapat diandalkan untuk menjamin
kesesuaian dengan faktanya. Bukti yang sah ialah bukti yang
memenuhi persyaratan hokum dan undang-undang bukti yang dapat
diandalkan berkaitan dengan sumber dan cara perolehan bukti itu
sendiri. Bukti audit yang cukup berkaitan dengan jumlah bukti yang
dapat dijadikan sebagian dasar untuk pemeriksaan simpulan audit
untuk menetukan kecukupan bukti audit, auditor harus menerapkan
pertimbangan keahlian secara sehat dan objektif.
d. Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan
Dalam audit terhadap entitas pemerintah, ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan mendapat perhatian yang sangat penting dengan
alasan :
1. Para pengambil keputusan di sector pemerintah perlu mengetahui
bahwa :
a. Peraturan perundang-undangan sudah diikuti.
b. Penerapan peraturan perundang-undangan tersebut telah
membuahkan hasil yang diinginkan.
c. Terdapat alasan yang jelas untuk pengusulan revisi peraturan
yang sedang berlaku.
2. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan merupakan salah
satu bentuk utama dari akuntabilitas pemerintah.
e. Kertas Kerja Audit
Hal-hal penting berupa metodologi audit yang dipilih, prosedur audit
yang ditempuh, bukti audit yang dikumpulkan, kesimpulan audit yang
diperoleh selama audit harus di dokumentasikan ke dalam kertas kerja
audit (KKA).
Sedangkan pedoman pemeliharaan KKA harus meliputi :
1. Status pemilikan KKA
2. Sistem kearsipan KKA yang berisi penentuan lokasi penyimpanan
KKA dan lama penyimpanan KKA
3. Aturan tingkat kerahasiaan
4. Standar Pelaporan
a. Kesesuaian dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum
Bahwa pengertian prinsip akuntansi yang berlaku umum adalah
meliputi baik prinsip dan praktik akuntansi maupun metode
penerapannya. Standar ini mengharuskan auditor menyatakan pendapat
apakah laporan keuangan telah disajikan sesui dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, jika laporan keuangan disusun dengan
basis akuntansi komprehensif auditor harus mengungkapkan dalam
laporan audit dengan pernyataan pendapat bahwa laporan keuangan
telah disajikan sesuai dengan basis akuntansi komprehensif tersebut.
Jika terdapat pembatasan terhadap lingkup audit yang tidak
memungkinkan auditor untuk memberikan pendapat mengenai
kesesuaian tersebut, maka diperlukan pengecualian yang semestinya
dalam laporan audit.
b. Konsisten
Tujuan standar ini adalah memberikan jaminan adanya daya banding,
jika daya banding laporan keuangan diantara dua priode secara
material berbeda karena perubahan prinsip, auditor harus
mengungkapkan perubahan tersebut dalam laporannya. Daya banding
akan diperoleh jika penyajiaanyasuatu laporan keuangan criteria yang
sama. Standar ini mengharuskan auditor mengungkapkan setiap
perubahan penerapan akuntansi yang berlaku umum, baik perubahan
yang mempengaruhi konsistensi maupun perubahan yang tidak
mempengaruhi konsintensi.
c. Pengungkapan yang Memadai
Standar ini mengharuskan auditor mempertimbangkan kecukupan
pengungkapan dalam laporan keuangan. Pengungkapan informasi
memadai atas hal-hal material mencangkup pengungkapan mengenai
bentuk, susunan dan isi laporan keuangan, serta catatan atas laporan
keuangan. Bila terdapat pengungkapan yang tidak memadai dalam
laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan pengaruhnya
terhadap pendapat yang diperoleh tanpa ikin dari auditan, sepanjang
tidak mengungkapan informasi tersebut tidak bertentangan dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
d. Pernyataan Pendapat
Standar ini mengharuskan auditor memberikan pendapat atas laporan
keuangan secara keseluruhan. Jika auditor tidak memberikan pendapat
secara keseluruhan, maka alasan yang tepat dapat dinyatakan. Tujuan
standar ini adalah mengungkapkan tingkat tanggungjawab auditor bila
namanya dikaitkan dengan laporan keuangan. Jika nama auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus memuat
penjelasan mengenai sifat pekerjaan dan tingkat tanggung jawab yang
dipikulmya.
Menurut Standar Profesional Akuntansi Publik yang dikutif oleh
Jedwan Jaafar dan Sumiati (2006:56) ada lima jenis pendapat akuntan
yaitu :
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang
ditambahkan dalam laporan audit standar (unqualified opinion with
explanatory language)
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)
e. Laporan Audit Operasional
Standar ini mengatur bahwa temuan dan simpulan yang disampaikan
kepada auditan harus dikemukakan secara objektif dan disertai
informasi yang jelas mengenai pokok masalah yang terkait, sehingga
auditan dapat memahami temuan dan rekomendasi tersebut secara
utuh.
Laporan audit harus berisi rekomendasi yang kontruktif. Jika
rekomendasi tidak dapat diberikan, alasan yang memadai harus dimuat
dalam laporan auditan harus lebih memperhatikan tercapainya
perbaikan atas kelemahan auditan dari pada hanya sekedar
terlaksananya rekomendasi audit tertentu.
Temuan dan rekomendasi harus memuat unsur-unsur sebagi berikut :
1. Kriteria yang harus dicapai
2. Kondisi atau penyimpangan yang terjadi
3. Penyimpangan antara kondisi dibandingkan dengan criteria
4. Sebab-sebab terjadinya penyimpangan
5. Akibat penyimpangan
6. Rekomendasi
f. Kesusuaian dengan Standar Audit APFP
Laporan ini harus memuat pernyataan bahwa audit telah dilaksanakan
sesuai dengan standar audit APFP. Karena standar audit mengacu
kepada SPAP, maka untuk audit keuangan pernyataan kesesuaian
dengan standar audit APFP mengandung arti kesesuaian dengan SPAP.
g. Tertulis dan Segera
Lapoaran audit dibuat secara tertulis, hal ini dimaksudkan untuk
menghindari kemungkinan salah tafsir atas temuan dan simpulan
auditor. Laporan tertulis juga dapat dijadikan bahan untuk perencanaan
berikutnya, disamping itu tindak lanjut atas rekomendasi dapat lebih
memiliki dasar dan memudahkan pembuktian jika terjadi tuntutan dari
pihak yang dirugikan. Keharusan membuat laporan secara tertulis tidak
berarti membatasi atau mencegah pembahasan lisan dengan auditan,
bentuk dan isi laporan harus disususn sedemikian rupa, sehingga
memenuhi tujuan audit, jelas, mudah dimengerti, lengkap dan objektif.
h. Disribusi Laporan
Standar ini mengharuskan auditor mendistribusikan laporan audit
kepada pihak-pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, auditor harus memastikan bahwa laporan tidak jatuh ketangan
pihak yang tidak berwenang.
5. Standar Tindak Lanjut
a. Komunikasi dengan Auditan
Komunikasi mengenai tanggung jawab penyelesaian tindak lanjut
dimaksudkan untuk menegaskan bahwa auditan bertanggungjawab
untuk menindak lanjuti temuan dan rekomendasi audit. kesalahan atau
kekeliruan yang tidak segera dibenahi atau diperbaiki dapat
memperburuk keadaan yang pada akhirnya dapat menimbulkan
kerugian yang lebih besar. sebelum audit berakhir, auditor memperoleh
pernyataan atau penegasan tertulus dari auditan bahwa hasil audit akan
ditindak lanjuti.
b. Pemantauan Tindak Lanjut
APFP harus memelihara data temuan audit untuk keperluan
pemantauan tindak lanjut dan pemutahkiran data temuan sesuai dengan
informasi tentang tindak lanjut yang telah dilaksanakan oleh auditan.
Pemantauan dan penilaian tindak lanjut bertujuan untuk memastikan
bahwa tindakan yang tepat telah dilaksanakan oleh auditan sesuai
dengan rekomendasi. Manfaat audit tidak hanya terletak pada
banyaknya temuan yang dilaporkan, namun juga terletak pada
efektivitas tindak lanjut temuan tersebut. temuan yang tidak ditindak
lanjuti dapat merupakan indikasi lemahnnya pengendalian auditan
dalam mengelola sumber daya yang diserahkan kepadanya.
c. Status Temuan
APFP harus mengidentifikasi status temuan audit guna menunjang
penyusunan laporan status temuan, hal tersebut dilakukan dalam upaya
penuntasan tindak lanjut temuan. Laporan status temuan disampaikan
oleh APFP kepada pihak yang berkepentingan sesuai ketentuan yang
berlaku. Laporan tersebut memuat antara lain :
1. Temuan dan rekomendasi
2. Sebab-sebab belim ditindak lanjutinya temuan
3. Komentar dan rencana pihak auditan untuk menuntaskan temuan
d. Penyelesaian Hukum
Temuan yang berindikasi adanya tindakan melawan hukum merupakan
temuan yang mengungkapkan kesalahan atau kesengajaan yang
merugikan Negara, atau tindakan yang menyimpang dari ketentuan
yang berlaku yang dapat mengandung unsur tuntutan pidana atau
pidata. Tindak lanjut temuan hasil audit yang berindikasi tindakan
melawan hukum perlu ditangani oleh instansi terkait dengan cepat dan
lugas, sehingga penyelesainnya tidak berlarut-larut. APFP
berkewajiban untuk melaporkan temuan tersebut melalui jalur yang
telah ditetapkan dan wajib membantu aparat hukum dalam
menyelesaikan kasus tersebut. Auditor harus melakukan kerja sama
dengan aparat hukum terkait dan memiliki sebab-sebab tidak atau
belum adanya proses hukum.
Standar audit APFP menjadi acuan dalam menetapkan batas-batas
tanggung jawab pelaksanaan tugas audit yang dilakukan oleh APFP dan
auditornya sesuai dengan jenjang dan ruang lingkup tugas auditny. Standar audit
APFP bertujuan untuk menjamin mutu koordinasi, perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan audit. Standar audit bertujuan untuk mendorong aktivitas tindak lanjut
temuan hasil audit serta konsistensinya penyajian laporan keuangan hasil audit
yang bermanfaat bagi pemakainya.
2.1.4 Pelaksanaan Pengawasan Fungsional Pemerintah Daerah
Pelaksanaan pengawasan fungsional diarahkan terhadap pelaksanaan tugas
umum pemerintah dan pembangunan. Dengan tujuan agar pelaksanaan tugas
umum dan pembangunan itu berlangsung sesuai dengan rencana dan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
Menurut Revrisond Baswir (2001:138) dapat digolongkan kedalam bentuk
katogori sebagi berikut :
a). Kegiatan Pengawasan Tahunan.
b). Kegiatan Pengawasan Khusus.
c). Kegiatan Pengawasan Hal – hal tertentu.
1. Kegiatan Pengawasan Tahunan
Kegiatan pengawasan tahunan didasarkan pada program kerja
pengawasan tahunan (PKPT) manfaat yang diharapkan dari keberadaan PTKP ini
adalah sebagai berikut :
a. Dihindarinya sejauh mungkin tumpang tindih pelaksanaan
pemeriksaan.
b. Terarahnya ruang lingkup dan sasaran pemeriksaan sesuai dengan
petunjuk Menko Ekuin/Wasbag.
c. Dikuranginya inefesiensi dan pemborosan penggunaan tenaga
pemeriksaan yaitu dengan jalan menentukan standar hasil
pemeriksaan (HP) untuk setiap jenis pemeriksaan.
d. Karena rencana kerja dikaitan dengan hasil pemeriksaan yang
tersedia, maka penyusunan rencana kerja yang melebihi
kemampuan yang diharapkan dapat dihindari.
Dalam pelaksanaanya PKPT dikoordinasikan oleh BPKP yaitu dengan
penerbitan nama pengawasan fungsional pemerintah, dapat dihindari dengan jalan
sebagi berikut :
a. Penerbitan nama pengawas aparat pengawasan fungsional
pemerintah.
b. Mengeluarkan pedoman pemeriksaan.
c. Memantau pelaksanaan Program Kerja Pengawasan Tahunan
(PKPT).
d. Menyelenggarakan rapat koordinasi aparat pengawasan fungsional
pemerintah untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan PKPT.
2. Kegiatan Pengawasan Khusus
Pengawasan khusus biasanya ditujukan terhadap penyimpangan -
penyimpangan dan atau masalah – masalah dalam bidang administrasi
dalam lingkungan pemerintah, yang dinilai mengundang dampak luas
terhadap jalannya pemerintah dan kehidupan masyarakat. Pengawasan
khusus ini dapat dilakukan sendiri oleh BPKP atau oleh tim pemeriksa
gabungan yang terbentuk oleh kepala BPKP.
3. Kegiatan Pengawasan Hal-hal Tertentu
Sedangkan pengawasan hal-hal tertentu dilaksanakan oleh
Inspektur Jendral Pembangunan atas petunjuk Presiden dan atau Wakil
Presiden. Hasilnya dilaporkan kepada Presiden atau Wakil Presiden
dengan tembusan kepada Menko Ekuin/ Wasbag serta kepala BPKP.
2.2 Pengertian Kinerja
Kata “kinerja” belakangan ini menjadi topik yang hangat di kalangan
pegawai pengusaha dan kalangan administrator. Kinerja seakan menjadi sosok
yang bernilai dan telah dijadikan tujuan pokok pada organisasi atau badan usaha,
selain profit. Karena dengan laba saja tidak cukup apabila tidak dibarengi dengan
efektivitas dan efisiensi.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dijabarkan beberapa pengertian
mengenai kinerja menurut beberapa ahli.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000: 67) kinerja itu dapat
didefinisikan sebagai:
“Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
Sedangkan Pengertian kinerja menurut Indra Bastian (2002:329)
menyatakan bahwa :
“Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi”.
Pengertian kinerja menurut Malayu S.P Hasibuan (2002: 94) mengatakan
bahwa :
“Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan dan tepat waktu”. Sedangkan menurut Bernardin dan Russsell yang dikutip oleh Ambar
Teguh Sulistiyani dan Rosidah (2003: 224) bahwa kinerja adalah:
“Kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Sedang kinerja suatu jabatan secara keseluruhan sama dengan jumlah (rata-rata) dari kinerja fungsi pegawai atau kegiatan yang dilakukan. Pengertian kinerja di sini tidak bermaksud menilai karakteristik individu tetapi mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh selama periode waktu tertentu”.
Menurut pendapat T.R Mitchell yang dikutip oleh Sedarmayanti
(2001:51) mengatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu :
1. “Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
2. Promptness, ketangkasan atau kegesitan pegawai dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.
4. Capability, kemampuan individu untuk mengerjakan sebagian tugas dalam suatu pekerjaan baik kemampuan intelektual (yakni kemampuan yang diperlakukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecepatan kekuatan dan keterampilan serupa) dan kemampuan fisik.
5. Communication, komunikasi merupakan bagian penting untuk membangun relasi dan menumbuhkan motivasi antar pegawai sehingga terbina suatu kerjasama yang harmonis”.
Salah satu kemajuan Instansi yang paling diharapkan adalah terciptanya
kinerja pegawai dalam instansi, dibutuhkan teknik penggerakan dan motivasi yang
sesuai dengan kebutuhan instansi dan kondisi pegawai yang bekerja didalam
instansi tersebut. Disinilah letak kunci kearah peningkatan kinerja pegawai yang
harus dicapai.
Pencapaian pegawai kearah kinerja yang menimbulkan efektivitas dan
efisiensi kinerja yang dibutuhkan, perlu dibina atas dasar adanya perpaduan
pandangan antara pegawai dengan pimpinan, ke arah kerjasama yang harmonis
serta adanya suasana yang menimbulkan rasa tanggungjawab.
Kinerja dihasilkan oleh adanya 3 (tiga) hal, yaitu : a. “Kemampuan (ability) dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk
berprestasi (capacity to perform). b. Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya
sebagai kesediaan untuk berprestasi (willingness to perform). c. Kesempatan untuk berprestasi (opportunity to perform)”.
(http://willemkana.com/wp-content/uploads/2008/08/teori-prestasi-kerja1.doc)
Kinerja bagian produktivitas kerja, produktivitas berasal dari kata
”Produktif” artinya sesuatu yang mengandung potensi untuk digali, sehingga
produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegiatan yang terstruktur guna
menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi.
Menurut beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
kinerja mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas dan efektivitas
kinerja, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk
mencapai tingkat produktivitas dan efektivitas kinerja yang tinggi dalam suatu
instansi. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya untuk mengadakan
penilaian terhadap kinerja di suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting.
Berbicara tentang kinerja personil, erat kaitannya dengan cara mengadakan
penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu ditetapkan standar kinerja
atau standard performance. Ungkapan tersebut menyatakan bahwa standar kinerja
perlu dirumuskan guna dijadikan tolak ukur dalam mengadakan perbandingan
antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan, kaitannya dengan
pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar
termaksud dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan pertanggung
jawaban terhadap apa yang telah dilakukan.
2.2.1 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Menurut Instruksi Presiden No. 7 tahun 2004 , pelaksanaan penyusunan
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Mempersiapkan dan menyusun Perencanaan Strategis (Strategic
Planning).
2. Merumuskan Visi, Misi, Faktor-faktor Kunci Keberhasilan (Success Key
Factors), Tujuan, Sasaran dan Strategi instansi pemerintah.
3. Merumuskan Indikator Kinerja (Performance Indicators) instansi
pemerintah dengan berpedoman pada Kegiatan yang Dominan, Kegiatan
yang menjadi Isu Nasional dan Vital bagi pencapaian Visi dan Misi
instansi pemerintah.
4. Memantau dan mengamati pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi dengan
seksama.
5. Mengukur Pencapaian Kinerja dengan :
1) perbandingan antara Kinerja Aktual dengan Rencana atau Target;
2) perbandingan antara Kinerja Aktual dengan Kinerja Tahun-tahun
sebelumnya;
3) perbandingan antara Kinerja Aktual dengan Kinerja di Negaranegara
lain atau dengan Standar Internasional;
4) membandingkan Pencapaian Tahun Berjalan dengan Tahun-tahun
sebelumnya;
5) membandingkan Kumulatif Pencapaian Kinerja dengan Target
Selesainya Rencana Strategis.
6. Melakukan Evaluasi Kinerja dengan :
1) menganalisis Hasil Pengukuran Kinerja;
2) menginterpretasikan Data yang Diperoleh;
3) membandingkan Pencapaian Program dengan Visi dan Misi
Intansi Pemerintah.
2.2.2 Pengertian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Akuntabilitas adalah “kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban
atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan
hukum/pimpinan kolektif atau organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan pertanggungjawaban”.
Sjahruddin Rasul (2004:15) menyatakan bahwa akuntabilitas didefinisikan
secara sempit sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada otoritas yang
lebih tinggi atas tindakan “seseorang” atau “sekelompok orang” terhadap
masyarakat secara luas atau dalam suatu organisasi. Dalam konteks institusi
pemerintah, “seseorang” tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah sebagai
penerima amanat yang harus memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
amanat tersebut kepada masyarakat atau publik sebagai pemberi amanat
J.B. Ghartey (2004:18) menyatakan bahwa akuntabilitas ditujukan untuk
mencari jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan stewardship yaitu
apa, mengapa, siapa, ke mana, yang mana, dan bagaimana suatu
pertanggungjawaban harus dilaksanakan.
Ledvina V. Carino (2005:43) mengatakan bahwa akuntabilitas
merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang
petugas baik yang masih berada pada jalur otoritasnya atau sudah keluar jauh dari
tanggung jawab dan kewenangannya. Setiap orang harus benar-benar menyadari
bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi pengaruh pada dirinya
sendiri saja.
Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa tindakannya juga akan membawa
dampak yang tidak kecil pada orang lain. Dengan demikian, dalam setiap tingkah
lakunya seorang pejabat pemerintah harus memperhatikan lingkungannya.
Kinerja Instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah
instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui
sistem pertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi
organisasi, terdiri dari berbagai komponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu
perencanaan strategik, perencanaan kinerja, dan pelaporan kinerja.
Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean government)
telah mendorong pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang
jelas, tepat, teratur, dan efektif yang dikenal dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP). Penerapan sistem tersebut bertujuan agar
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara
berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab dan bebas dari praktik-praktik
KKN.. Sistem AKIP yang telah dikembangkan, diharapkan dapat merupakan
suatu sistem yang komprehensif untuk memperbaiki proses-proses pengambilan
keputusan mulai dari Perumusan Kebijakan Stratejik; Perencanaan Kinerja
Tahunan; Pengukuran Kinerja dan Laporan Akuntabilitas Kinerja berikut Evaluasi
dan Tindak Lanjut atas Evaluasi berupa Perbaikanperbaikan/ Pemecahan masalah
yang dihadapi oleh setiap instansi pemerintah secara berkelanjutan. Dengan
demikian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang ada dapat
merupakan :
1. Sarana/instrumen penting dan vital untuk melaksanakan reformasi
birokrasi dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan
dan pelayanan publik.
2. Sarana yang efektif untuk mendorong seluruh Pimpinan Instansi
Pemerintah atau Pimpinan Unit Kerja untuk meningkatkan Disiplin dalam
menerapkan prinsip-prinsip good governance dan fungsi-fungsi
manajemen modern secara taat asas.
3. Sarana yang efektif untuk mendorong pengelolaan dana dan sumber daya
lainnya menjadi efisien dan efektif dalam rangka meningkatkan kinerja
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan public secara
terukur dan berkelanjutan.
4. Sarana untuk mengetahui dan mengukur tingkat keberhasilan dan atau
kegagalan dari setiap Pemimpin instansi pemerintah atau Unit Kerja dalam
menjalankan Misi, Tujuan, dan Sasaran Organisasi yang telah ditetapkan
dalam Rencana Stratejik dan Rencana Kerja Tahunan.
5. Sarana untuk mendorong usaha penyempurnaan struktur organisasi,
kebijakan publik, sistem perencanaan dan penganggaran,ketatalaksanaan,
metode kerja dan prosedur pelayanan masyarakat, mekanisme pelaporan
serta pencegahan praktik-praktik KKN;
6. Sarana untuk mendorong kreativitas, produktivitas, sensitivitas, disiplin
dan tanggung jawab aparatur negara dalam melaksanakan tugas/jabatan
berdasarkan aturan/kebijakan, prosedur dan tata kerja yang telah ditetapkan.
Manfaat Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai berikut :
1. Mempertajam penetapan prioritas program-program pembangunan
nasional dan daerah
2. Meminimalisasi duplikasi pembiayaan kegiatan rutin dan
pembangunan sekaligus dapat meningkatkan kinerja secara terukur dan
berkelanjutan
3. Tersedianya mekanisme pencatatan pemanfaatan sumber daya nasional
dalam pelaksanaan seluruh program dan kegiatan nasional dan daerah
secara lebih akurat
4. Mempercepat dan meningkatkan keakurasian dalam penyusunan,
revisi,perhitungan APBN sesuai dengan amanat UU Keuangan Negara
5. Mencegah penggunaan dana APBN/APBD untuk kegiatan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan kepada publik;
6. Tersedianya sarana dan metoda kerja baru dalam pengendalian sistem
sistem manajemen (built in control system) yang lebih handal;
7. Dapat mengurangi jenis dan jumlah laporan yang harus disiapkan oleh
pejabat di setiap instansi pemerintah, sehingga waktu kerja pimpinan
dapat difokuskan untuk peningkatan kinerja instansi sesuai dengan
harapan masyarakat.
Keunggulan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai berikut :
1. Sebagai alat atau media laboran pertanggungjawaban instansi
pemerintah yang Nadal, baik secara hirarkis maupun fungsional
kepada Presiden selaku penanggung jawab penyelenggaraan
pemerintahan negara
2. Sistem AKIP pada dasarnya merujuk pada best practices serta
menggunakan pendekatan manajemen stratejik dan pengukuran
kinerja, sehingga diharapkan dapat mendorong perubahan paradigm
penyelenggaraan pemerintahan yaitu antara lain:
1) Dari orientasi Input dan Proses ke arah Efektivitas Hasil dan
Manfaat (outcomes);
2) Dari orientasi Jangka Pendek (tahunan) ke orientasi Jangka
Menengah (lima tahunan) yang Terukur dan Berkelanjutan;
3) Dari budaya Aparat yang Birokratis ke arah budaya
entrepreneurship;
4) Dari kebiasaan Menunggu Perintah atau Petunjuk Atasan ke arah
Kemandirian Berdasarkan Komitmen, Konsistensi pada Visi dan
Misi organisasi, serta Profesionalitas Aparat Negara;
3. Sistem AKIP merupakan upaya Preventif yang terbukti Efektif untuk
mencegah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di berbagai Negara
4. Memudahkan bagi Presiden untuk menilai Kinerja instansi-instansi
pemerintah
5. Memudahkan integrasi Sistem Perencanaan Nasional dengan
Penganggaran, Penentuan Prioritas Pembiayaan Program dan Kegiatan
atas dasar Kinerja setiap instansi pemerintah;
6. Membantu Presiden untuk meningkatkan Kualitas Laporan
Pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
dalam konteks Akuntabilitas Publik yang lebih Transparan.
2.2.3 Perencanan Strategik
Dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, perencanaan
strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan agar mampu menjawab
tuntutan lingkungan strategik lokal, nasional,dan global, dan tetap berada dalam
tatanan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dokumen
Rencana strategik setidaknya memuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi
( cara mencapai tujuan dan sasaran ) yaitu :
1. Visi
a). Visi berkaitan dengan pandangan ke depan menyangkut ke mana instansi
pemerintah harus dibawa dan harus diarahkan agar dapat berkarya secara
konsisten dan tetap eksis, antisifatif, inopatif, serta produktif. Visi adalah
suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang bersisikan cita
dan citra yang ingin diwujudkan instansi pemerintah.
b). Rumusan visi hendaknya :
1) Mencerminkan apa yang ingin dicapai sebuah organisasi.
2) Memberikan arah dan fokus strategi yang jelas.
3) Memiliki orientasi terhadap masa depan sehingga segenap jajaran harus
berperan dalam mendepenisikan dan membentuk masa depan organisasinya,
4) Mampu menumbuhkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan
organisasi,
5). Mampu menjamin keseimbangan kepemimpinan organisasi
c). Rumusan visi yang jelas diharapkan mampu :
1. Menarik komitmen dan menggerakkan orang.
2. Menciptakan makna bagi kehidupan anggota organisasi.
3. Menciptakan standar keunggulan.
4. Menjembatani keadaan sekarang dan keadaan masa depan. Visi instansi
perlu ditanamkan pada setiap unsur organisasi sehingga menjadi visi
berasama ( shared vision) yang pada gilirannya mampu mengerahkan dan
menggerakan segala sumber daya instansi.
2. Misi :
Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh instansi
pemerintah, sebagai penjabaran visi yang telah di tetapakan. Dengan
pernyataan misi diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang
berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal keberadaan dan peran
instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Misi suatu instansi harus jelas dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.
Misi juga terakait dengan kewenangan yang dimiliki oleh instansi pemerintah
dari peraturan perundangan atau kemampuan penguasaan teknologi sesuai
dengan strategi yang telah dipilih. Perumusan misi instansi pemerintah harus
memperhatikan masukan pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholders),dan memberikan peluang untuk perubahan/penyesuaian sesuai
dengan tuntutan perkembangan lingkungan strategik.
2.2.4 Perencanaan Kinerja
Perencanaan kinerja merupakan “proses penetapan kegiatan tahunan
dan insikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran
yang telah ditetapkan dalam rencana strategik. Hasil dari proses ini
berupa rencana kinerja tahunan”.
Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai
penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana
strategik, yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui
berbagaikegiatan tahunan. Didalam rencana kinerja ditetapkan rencana capaian
kerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang susunan rencana kerja
dilakukann seiring dengan agenda penyusunan dan kebijakan anggaran, serta
merupakan komitmen bagi instansi untuk mencapainya dalam tahun
tertentu.Dokumen Rencana Kinerja memuat informasi tentang sasaran yang ingin
dicapai dalam tahun yang bersangkutan indikator kinerja sasaran,dan rencana
capaiannya ; program; kegiatan, serta kelompok indikator kinerja dan rencana
capaiannya.
2.2.4.1 Fungsi Indikator Kinerja
Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung
dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat
kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah
kegiatan selesai dan berfungsi. Oleh karena itu Kinerja Pemerintah Daerah perlu
dikembangkan agar dalam kinerjanya dapat mencapai suatu tujuan yang tepat
dengan sesuai peraturan perundang – undang yang berlaku. Hal ini dimaksudkan
untuk dapat suatu kinerja yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap
kinerja pemerintah daerah yang akurat.
Secara umum indikator kinerja memiliki beberapa fungsi sebagia berikut :
a. Memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan.
b. Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk
menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan / program /
kegiatan dan dalam menilai kinerjanya termasuk kinerja instansi
pemerintah yang melaksanakannya.
c. Membangun bagi dasar pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja
organisasi atau unit kerja
Dalam indikator kinerja terhadap syarat-syarat indikator kinerja adalah
sebagai beikut :
a. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan
kesalahan interpretasi.
b. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja
mempunyai kesimpilan yang sama.
c. Relevan yaitu harus menangani aspek-aspek objektif yang relevan
d. Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukan keberhasilan
masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak.
e. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan atau penyesuaian
pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan.
f. Efektif yaitu data atau informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja
yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan biaya
yang tersedia.
2.2.4.2 Indikator Kinerja
Menurut Indra Bastian (2001:337) dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik
di Indonesia Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan.
Indikator kinerja kegiatan yang akan ditetapkan dikategorikan sebagai berikut :
1. Masukan (Input) terdiri dari yaitu :
- Penggunaan Dana - Sumber daya Manusia - Material
2. Keluaran (Output) terdiri dari yaitu :
- Pencapaian Kebijakan Tujuan
3. Hasil (Outcomes) terdiri dari yaitu :
- Pelaksanaan Program dan Kegiatan - Laporan Akuntabilitas Kinerja
4. Manfaat (Benefits) terdiri dari yaitu :
- Tepat Lokasi - Tepat Waktu
5. Dampak (Impact) terdiri dari yaitu :
- Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat - Meningkatkan Prestasi Kerja - Efisiensi - Efektivitas
• Masukan (Inputs) Adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dan proram dapat berjalan atau dalam rangka
menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material ,
kebijakan atau peraturan perundang-undang. Yang dipergunakan untuk
melaksanakan kegiatan dengan meninjau distribusi sumber daya suatu
lembaga dapat menganalisis apakah alkasi sumber daya yang dimiliki
telah sesuai dengan rencana strategi yang telah ditetapkan
- Penggunaan Dana yaitu suatu yang sudah di tetapkan oleh
pemerintah daerah untuk merealisasi program kerja yang sudah di
rencanakan.
- Sumber daya Manusia yaitu suatu bentuk rencana yang sudah
ditetapkan dalam alokasi sumber daya manusia yang srtategi
- Material yaitu sarana dan prasarana untuk menunjang kinerja dalam
melaksanakan program kerja pemerintah.
• Keluaran (Outputs) adalah segala sesuatu berupa produk atau jasa (fisik
dan atau non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan
dan program berdasarkan masukan yang digunakan untuk mengukur
keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan. Dengan menbandingkan
keluaran, instansi dapat menganalisis apakah kegiatan terlaksana sesuai
dengan rencana. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai
kemajuan suatu kegiatan apabila tolak ukur dikaitan dengan sasaran
kegiatan yang terdefinisi dengan baikdan terukur. Oleh karena itu,
keluaran harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi.
- Pencapaian Kebijakan Tujuan yaitu suatu kegiatan yang dimana
dalam program kerja pemrintah yang sudah ada harus dijalankan
semestinya.
• Hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran
seberapa jauh setiap produk/jasa dapat memenuhi keutuhan dan harapan
masyarakat. Walaupun produk telah berhasil dicapai dengan baik, belum
tentu secara outcome kegiatan tersebut telah tercapai. Outcome
menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin
menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikatot outcome,
organisasi akan dapat mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam
bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan
memberikan keguanaan yang besar bagi masyarakat banyak.
- Pelaksanaan Program dan Kegiatan yaitu hasil dari keluaran yang
sudah tercapai dalam kegiatan dapat menghasilkan hasil yang baik.
- Laporan Akuntabilitas Kinerja yaitu suatu ukuran sebarapa jauh
dalam menjalankan tugas, suatu kegiatan/program kerja dan
hasilnya sesuai format pelaporan yang berlaku.
• Manfaat (Benefits) adalah kegunaan suatu keluaran (outputs) yang
dirasakan langsung oleh masyarakat. Dapat berupa tersedianya fasilitas
yang dapat diakses oleh publik.menggambarkan manfaat yang diperoleh
baru tampak setelah beberapa waktu kemudian, khususnya dalam jangka
menengah dan jangka panjang. Indikator manfaat menunjukan hal yang
diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi
dengan optimal.
- Tepat Lokasi yaitu suatu bentuk laporan dimana dalam
penyusunan harus secara sistematis serta sesuai dengan keinginan
masyarakat.
- Tepat Waktu yaitu bentuk kegiatan yang telah dikerjakan harus di
sajikan dalam bentuk laporan harus sesuai
• Dampak (Impact) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi,
lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh pencapaian
kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan. Indikator kinerja ini
memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari manfaat yang diperoleh
dari hasil kegiatan. Seperti halnya indikator manfaat, indikator dampak
juga baru dapat diketahui dalam jangka waktu menengah atau jangka
panjang. Hal ini menunjukan dasar pemikiran dilaksanakan kegiatan yang
menggambarkan aspek makro pelaksanaan kegiatan, tujuan kegiatan
secara sektoral, regional dan nasional.
- Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat yaitu tingkat kepercayaan
dalam menunjang kinerja yang ada sesuai kepentingan masyarakat
yang ada.
- Meningkatkan Prestasi Kerja yaitu bentuk apresiasi atau prestasi
dalam berkarir.
- Efisiensi yaitu manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dalam
menjalankan tugasnya.
- Efektivitas yaitu pencapaian kinerja untuk melaksanakan tugasnya
sesuai target yang diterapkan sehingga sesuai dalam berkarir.
2.2.5 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses sistematis dan
berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan
strategi instansi pemerintah.
Pengukuran kinerja mencakup :
1) Kinerja kegiatan yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana
tingkat pencapaian) dari masing-masing kelompok.
2) Tingkat pencapaian sasaran instansi pemerintah yang merupakan tingkat
pencapaian target (rencana tingkat pencapaian) dari masing-masing
indikator sasaran yang telah ditetapkan
sumber : www.setneg.go.id
Masih menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001:68) mengatakan
bahwa enam karakteristik dari pegawai yang memiliki motivasi prestasi tinggi,
yaitu :
1.Mempunyai tanggung jawab pribadi yang tinggi
2.Berani mengambil resiko 3.Memiliki tujuan yang realitas 4.Memiliki rencana kerja 5.Memanfaatkan umpan balik 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan”. 2.3 Program-program pembangunan Kinerja Pemerintah Daerah,
meliputi
1) Program Penerapan Kepemerintahan yang baik, bertujuan untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih, profesional, responsif, dan
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan.
2) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara,
bertujuan untuk menyempurnakan dan mengefektifkan sistem
pengawasan dan audit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam
mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN.
3) Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan, bertujuan untuk
menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen
pemerintahan pusat, pemerintahan provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota agar lebih proporsional, efisien dan efektif.
4) Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur, bertujuan utuk
meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas sumber daya manusia
aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas
kepemerintahan dan pembangunan.
5) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik bertujuan untuk
mengembangkan manajemen pelayanan publik yang bermutu,
transparan, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut, dan adil kepada
seluruh masyarakat guna menunjang kepentingan masyarakat dan
dunia usaha, serta mendorong partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat.
6) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara,
bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi
pemerintahan secara lebih efisien dan efektif serta terpadu.
2.3.1 Langkah-Langkah Kebijakan Kinerja Pemerintah Daerah
Untuk mempercepat terwujudnya tata pemerintahan yang bersih dan
berwibawa melalui reformasi birokrasi, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh
Pemerintah adalah melanjutkan kegiatan-kegiatan penting yang telah dilakukan
sebelumnya dan melakukan kegiatan baru yang bersifat terobosan, sebagai
berikut:
1. Pemerintah terus meningkatkan penanggulangan penyalahgunaan
kewenangan, melalui :
a) peningkatan komitmen para penyelenggara negara dalam
pemberantasan korupsi disertai pemberian sanksi yang seberat-
beratnya kepada pelaku korupsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b) penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik di semua
tingkatan dan kegiatan instansi pemerintahan.
c) penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah secara
konsisten dan berkelanjutan melalui penerapan manajemen berbasis
kinerja.
d) penataan dan peningkatan efektivitas pengawasan melalui koordinasi
dan peningkatan sinergi antara pengawasan internal, pengawasan
eksternal, dan pengawasan masyarakat serta percepatan tindak lanjut
atas hasil pengawasan.
e) pembangunan budaya kerja organisasi dalam birokrasi agar aparatur
berperilaku semakin profesional, bermoral, produktif dan bertanggung
jawab.
f) peningkatan pemberdayaan dan sinergi antara penyelenggara negara,
dunia usaha, dan masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
2. Pemerintah meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara
sebagai landasan utama untuk meningkatkan pelayanan publik melalui kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
a) melanjutkan penataan kelembagaan pemerintahan agar lebih
proporsional serta dapat berfungsi secara lebih efektif, efisien, dan
responsif terhadap tuntutan pelaksanaan tugas dan fungsi.
b) peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan (manajemen)
termasuk prosedur kerja di berbagai tingkatan dan kegiatan instansi
Pemerintah.
c) penataan dan peningkatan kapasitas pegawai agar lebih profesional
sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang
terbaik kepada masyarakat, antara lain melalui berbagai diklat dan
melalui berbagai pembinaan yang dilakukan oleh masing-masing
instansi Pemerintah.
d) meningkatkan koordinasi dan integrasi tugas pokok dan fungsi serta
program masing-masing instansi, sesuai dengan tahapan pelaksanaan
rencana.
e) peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karir
berdasarkan prestasi.
f) pengembangan dan pemanfaatan e-government dan dokumen/arsip
negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan. Sejalan
dengan peningkatan kesejahteraan pegawai, Pemerintah terus
mengupayakan peningkatan gaji pegawai secara proporsional, adil, dan
layak.
3. Pemerintah meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan melalui :
a) peningkatan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan mengawasi pelaksanaan tugas aparatur Pemerintah
termasuk pelaksanaan pelayanan public.
b). peningkatan transparansi, partisipasi, dan mutu pelayanan melalui
peningkatan akses dan sebaran informasi.
2.3.2 Prinsip-prinsip Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Daerah
Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah yang ditetapkan oleh Kepala Lembaga Administrasi
Negara, pelaksanaan AKIP harus berdasarkan antara lain pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang
bersangkutan.
2. Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-
sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
3. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan.
4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat
yang diperoleh.
5. Jujur, objektif, transparan, dan akurat.
6. Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan.
Selain prinsip-prinsip tersebut di atas, agar pelaksanaan sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah lebih efektif, sangat diperlukan
komitmen yang kuat dari organisasi yang mempunyai wewenang dan bertanggung
jawab di bidang pengawasan dan penilaian terhadap akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.
2.3.3 Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah
Sjahruddin Rasul (2002:46) menyatakan bahwa siklus akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah pada dasarnya berlandaskan pada konsep manajemen
berbasis kinerja. Adapun tahapan dalam siklus manajemen berbasis kinerja adalah
sebagai berikut:
1. Penetapan perencanaan stratejik yang meliputi penetapan visi dan misi organisasi dan strategic performance objectives.
2. Penetapan ukuran-ukuran kinerja atas perencanaan stratejik yang telah ditetapkan yang diikuti dengan pelaksanaan kegiatan organisasi.
3. Pengumpulan data kinerja (termasuk proses pengukuran kinerja), menganalisisnya, mereviu, dan melaporkan data tersebut. 4. Manajemen organisasi menggunakan data yang dilaporkan tersebut
untuk mendorong perbaikan kinerja, seperti melakukan perubahanperubahan dan koreksi-koreksi dan/atau melakukan penyelarasan(fine-tuning) atas kegiatan organisasi. Begitu perubahan, koreksi, dan penyelarasan yang dibutuhkan telah ditetapkan, maka siklus akan berulang lagi.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan suatu tatanan,
instrumen, dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahaptahap
sebagai berikut :
1. Penetapan perencanaan stratejik.
2. Pengukuran kinerja.
3. Pelaporan kinerja.
4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara
berkesinambungan.
Sumber : www.setneg.go.id
2.4 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah proses untuk mengukur prestasi kerja pegawai
berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran
(hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standar pekerjaan
yag telah ditetapkan selama periode tertentu. Penilaian kinerja juga merupakan
proses formal untuk melakukan evaluasi kinerja secara periodik. Penilaian kinerja
dapat memotivasi pegawai agar terdorong untuk bekerja lebih baik. Oleh karena
itu diperlukan penilaian kinerja yang tepat dan konsisten.
Penilaian kinerja dapat terpenuhi apabila penilaian mempunyai hubungan
dengan pekerjaan (job related) dan adanya standar pelaksanaan kerja
(performance standar) agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif, maka
standar penilaian hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan
setiap pekerjaan.
Menurut Panggabean (2002) mendefinisikan Penilaian kinerja adalah
sebagai berikut :
“Penilaian kinerja merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi kinerja seseorang secara periodik. Proses penilaian kinerja ini ditunjukkan untuk memenuhi kinerja seseorang, dimana kegiatan ini terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran dan pengembangan hasil kerja pegawai dalam sebuah organisasi”. Menurut Hendri Simaora (1997:415) mendefinisikan Penilaian kinerja
adalah sebagai berikut :
“Penilaian kinerja adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk
mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan
dan memotivasi kalangan karyawan”.
Menurut Panggabean (2002). Tahapan pada proses penilaian adalah
meliputi :
1. “Identifikasi Identifikasi merupakan tahap awal dari proses yang terdiri atas penentuan unsur-unsur yang akan diamati. Kegiatan ini diawali dengan melakukan analisis pekerjaan agar dapat mengenali unsur-unsur yang akan dinilai dan dapat mengembangkan skala penilaian.
Apa yang dinilai adalah yang berkaitan dengan pekerjaan, bukan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.
2. Observasi Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara seksama dan periodik. Semua unsur yang dinilai harus diamati secara seksama agar dapat dibuat penilaian yang wajar dan tepat. Observasi yang jarang dilakukan dan tidak berkaitan dengan prestasi kerja akan menghasilkan hasil penilaian sesaat dan tidak akurat.
3. Pengukuran Dalam pengukuran, para penilai akan memberikan penilaian terhadap tingkat prestasi karyawan yang didasarkan pada hasil pengamatan pada tahap observasi.
4. Pengembangan Pihak penilai selain memberikan penilaian terhadap prestasi kerja karyawan juga melakukan pengembangan apabila ternyata terdapat perbedaan antara yang diharapkan oleh pimpinan dengan hasil kerja karyawan. Menurut Veithzal Rivai dan Ahmad Fauzi (2005:129) mengatakan
bahwa :
“Sistem kinerja yang baik sangat bergantung pada persiapan yang benar-benar baik dan harus memenuhi syara-syarat sebagai berikut :
1. Praktis Keterkaitan langsung dan pekerjaan seseorang adalah bahwa penilaian ditujukan pada perilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.
2. Kejelasan standar Standar merupakan tolak ukur seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Agar memperoleh nilai tinggi, standar itu harus pula mempunyai kompetitif
3. Kriteria yang objektif Suatu penilaian kinerja dapat dapat dikatakan efektif apabila instrument penilaian kinerja tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: a. Reliability
Ukuran kinerja harus konsisten. Jika ada dua penilaian mengevaluasi pekerja yang sama, mereka perlu menyimpulkan hasil serupa menyangkut hasil mutu kerja.
b. Relevansi Ukuran kerja harus dihubungkan dengan output riil dari suatu kegiatan yang secara logika itu mungkin.
c. Sensitiviti
Beberapa ukuran mampu mencerminkan antara penampilan nilai tinggi dan rendah. Penampilan tersebut harus dapat membedakan dengan teliti tentang perbedaan kinerja.
d. Practicality Kriteria harus dapat diukur dan kekurangan pengumpulan data dan tidak terlalu mengganggu atau tidak in-efisien”.
2.4.1 Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan Penilaian kinerja dimaksudkan untuk memenuhi 3 hal.
1. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja organisasi dimana ukuran kinerja ini nantinya dapat digunakan untuk membantu organisasi berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini nantinya dapat meningkatkan efesiensi dan efektivitas suatu organisasi sehingga tujuan dan sasaran program kerja dapat tercapai.
2. Penilaian kinerja suatu organisasi digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3. Penilaian kinerja suatu organisasi dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban kepada atasan dan memperbaiki komunikasi kelembagaan”. (http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/tmi/2007/jiunkpe-ns-s-2007-25403057-8970-mbnqa-chapter2.pdf).
Secara umum, tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut :
a) Menetapkan target-target yang dapat diterima oleh mereka yang kinerjanya akan diukur, dan dilaksanakan dalam suasana yang dikarakterisasikan oleh komunikasi terbuka antara atasan dan bawahan dan mengusahakan kebersamaan dalam tindakan.
b) Menggunakan ukuran-ukuran prestasi yang dapat diandalkan, terbuka dan objektif, membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan yang direncanakan, dan menyediakan umpan balik bagi yang dinilai.
c) Bila prestasi kurang optimal, setelah melalui berbagai langkah sebelumnya, timbul kebutuhan untuk menspesifikasikan dan setuju dengan rencana pengembangan pribadi orang yang dinilai yang dapat didasarkan pada penilaian kebutuhan pelatihan dan pengembangan pribadi.
d) Membuat ketentuan untuk alokasi baik reward ekstrinsik (misalnya kesempatan untuk mempertinggi keterampilan seseorang) yang mengikuti proses penilaian.
e) Menjanjikan hasil-hasil yang diinginkan dalam bentuk pemenuhan pegawai, pemanfaatan penuh kapasitas individu, perubahan budaya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi dalam kondisi dimana
ada keharmonisan antara sasaran individu dengan organisasi. (http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/tmi/2007/jiunkpe-ns-s1-2007-25403057-8970-mbnqa-chapter2.pdf).
Bagi pegawai, penilaian kinerja dapat menimbulkan perasaan puas dalam
diri mereka, karena dengan cara ini hasil kerja mereka dinilai oleh organisasi
dengan sewajarnya dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam individu pegawai
dapat diketahui. Kelemahan-kelemahan tersebut harus diterima secara sadar oleh
pegawai sebagai suatu kenyataan dan pada akhirnya akan menimbulkan dorongan
untuk memperbaiki diri.
Pada dasarnya penilaian kinerja merupakan faktor kunci guna
mengembagkan suatu instansi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan
atau program yang lebih baik atas sumber daya yang ada dalam instansi.
Menurut Richard William (dalam Wungu, 2003:48) menunjuk adanya
sembilan kriteria faktor penilaian kinerja pegawai, yaitu :
1. “Reliable, harus mengukur prestasi kerja dan hasilnya secara obyektif.
2. Content valid, secara rasional harus terkait dengan kegiatan kerja. 3. Defined spesific, meliputi segenap perilaku kerja dan hasil kerja yang
dapat diidentifikasi. 4. Independent, perilaku kerja dan hasil kerja yang penting harus
tercakup dalam kriteria yang komprehensif. 5. Non-overlaping, tidak ada tumpang tindih antar kriteria. 6. Comprehensive, perilaku kerja dan hasil kerja yang tidak penting
harus dikeluarkan. 7. Accessible, kriteria haruslah dijabarkan dan diberi nama secara
komprehensif. 8. Compatible, kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya
organisasi. 9. Up to date, sewaktu-waktu kriteria perlu ditinjau ulang menilik
kemungkinan adanya perubahan organisasi”.
Kinerja sebagai hasil kerja (output) yang berasal dari adanya perilaku kerja
serta lingkungan kerja tertentu yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian
individu pegawai, maka lingkungan kerja sebagai kesempatan untuk berprestasi
yang dapat dipengaruhi oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal
kerja, perilaku kerja pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi,
informasi serta penghasilan secara keseluruhan akan dianggap konstan karena
bersifat pemberian, berasal dari luar diri pegawai dan bukan merupakan perilaku
pegawai.
Apabila dilihat dari sistematikanya, maka potensi dapat dikategorikan
sebagai faktor penilaian yang berasal dari kelompok masukan (input) dan ability
bersama-sama motivation sebagai suatu kesatuan dapat disebut sebagai faktor
penilaian dalam kelompok proses, dan performance merupakan faktor penilaian
dari kelompok keluaran (output).
2.4.2 Kendala-kendala penilaian kinerja
Penilaian kinerja harus bebas diskriminasi. Apapun bentuk penilaian yang
dilakukan haruslah adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang
akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah
prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja.
Kendala-kendala penilaian kinerja pegawai dalam bukunya Herry
Simamora (1999) yaitu :
1. “Hallo Effect Penilaian yang subjektif diberikan kepada pegawai, baik yang bersifat negative maupun positif yang berlebihan dilihatnya dari penampilan pegawai.
2. Liniency Penilaian kinerja yang cenderung memberikan nilai yang terlalu tinggi dari yang seharusnya.
3 Stickness Penilaian kinerja yang memiliki kecenderungan memberikan nilai yang terlalu rendah dari yang sebenarnya.
4. Central tendency Penilaian kinerja yang cenderung memberikan nilai rata-rata (sedang) kepada pegawai.
5. Personal Biases Penilaian kinerja memberikan nilai yang baik kepada pegawai senior lebih tua usia, yang berasal dari suku bangsa yang sama”.
Selain itu Veithzal Rivai (2004:317) menjabarkan kendala-kendala yang
lainnya sebagai berikut :
1. “Kendala hukum (penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal).
2. Bias oleh penilaian setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang terjadinya bias. Bentuk-bentuk bias pada umumnya terjadi adalah : a. Kesalahan kecenderungan terpusat (beberapa penilai tidak suka
menempatkan pegawai keposisi ekstrim dalam arti pegawai yang dinilai sangat positif atau sangat negatif).
b. Bias karena terlalu lunak atau terlalu keras (hal ini terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah ataupun ketat dalam mengevaluasi kinerja pegawai).
c. Self prejudice (sikap tidak suka seorang pegawai terhadap sekelompok orang tertentu dapat mengaburkan hasil penilaian seorang pegawai).
d. Pengaruh kesan terakhir (ketika penilai diharuskan menilai kinerja pegawai pada masa lampau, kadang-kadang penilai mempersepsikan dengan tindakan pegawai pada saat ini yang sebetulnya tidak berhubungan dengan kinerja masa lampau)”.
2.5 Efektivitas Kinerja
Masalah efektivitas merupakan hal yang penting dalam melaksanakan
aktivitas. Agar aktivitas dapat diukur, maka tujuan dari kegiatan tersebut
ditetapkan dengan jelas, karena tanpa adanya tujuan, kita tidak dapat menilai
tercapai atau tidaknya efektivitas tersebut.
Efektivitas merupakan ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai
tujuan. Apabila suatu Instansi berhasil mencapai tujuan, maka Instansi tersebut
bisa dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat
adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang seberapa besar biaya yang
telah dikeluarkan untuk memperoleh tujuan tersebut, tetapi efektivitas hanya
melihat apakah suatu program telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sebenarnya istilah efektivitas berkaitan erat dengan istilah efisiensi,
efektivitas dapat diukur dengan seberapa jauh tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
organisasi berhasil mencapai apa yang telah menjadi tujuan.
Menurut Hans Kartikahardi (2004:182) yang dikutip oleh Sukirno
Agoes, yang dimaksud dengan efektivitas adalah :
“Efektivitas diartikan sebagai perbandingan antara masukan dan keluaran dalam berbagai kegiatan sampai dengan tujuan yang ditetapkan baik ditinjau dari kuantitas (volume) hasil kerja, kualitas hasil kerja maupun batas waktu yang ditargetkan”. Menurut Abdul Halim Et. All (2001:205) mengemukakan bahwa
pengertian efektivitas adalah :
“Efektivitas adalah hubungan antara output dengan pusat
pertanggung jawaban, semakin besar kontribusi output terhadap
tujuan, maka semakin efektif suatu unit tersebut”.
Sedangkan pengertian efektiitas menurut Mardiasmo (2002:232)
menyatakan bahwa:
“Efektivitas adalah menggambarkan tingkat pencapaian hasil
program dengan target yang ditetapkan, secara sederhana efektivitas
merupakan perbandingan antara outcome dengan output (target)”.
Dari uraian-uraian diatas dapat diketahui bahwa efektivitas merupakan
hubungan antara masukan dan tujuan yang hendak dicapai. Efektivitas selalu
berhubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, dimana suatu organisasi juga
dikatakan telah beroperasi secara efektif apabila organisasi tersebut telah
mencapai hasil sesuai dengan yang telah ditetapkan.
2.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Saat sekarang kinerja pelayanan publik yang dilaksanakan oleh
pemerintah dituntut untuk lebih baik. Dalam banyak hal memang harus diakui
bahwa kinerja pelayanan publik pemerintah masih buruk. Hal ini disebabkan
antara lain adalah ; pertama, tidak ada sistem insentif untuk melakukan perbaikan.
Kedua, buruknya tingkat pengambilan inisiatif dalam pelayanan publik, yang
ditandai dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal (rule
driven) dan petunjuk pimpinan dalam melakukan tugas pelayanan.
Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah digerakkan
oleh peraturan dan anggaran bukan digerakkan oleh misi. Dampaknya adalah
pelayanan menjadi kaku, tidak kreatif dan tidak inovatif sehingga tidak dapat
mengakomodasi kepentingan masyarakat yang selalu berkembang. Ketiga, budaya
aparatur yang masih kurang disiplin dan sering melanggar aturan. Keempat,
budaya paternalistrik yang tinggi, artinya aparat menempatkan pimpinan sebagai
prioritas utama, bukan kepentingan masyarakat.Masalah pelayanan masyarakat
yang diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah merupakan satu masalah penting
bahkan seringkali variabel ini dijadikan alat ukur menilai keberhasilan
pelaksanaan tugas-tugas pokok pemerintah. Begitu juga halnya di daerah masalah
pelayanan publik sudah menjadi program pemerintah yang harus secara terus
menerus ditingkatkan pelaksanaannya.
Adanya pembuatan metode atau sistem pelayanan publik ternyata tidak
otomatis mengatasi masalah yang terjadi, sebab dari hari ke hari keluhan
masyarakat bukannya berkurang bahkan semakin sumbang terdengar. Hal ini
menunjukkan bahwa misi pemerintah yaitu sebagai public services masih belum
memenuhi harapan masyarakat. Sudah mulai sekaranglah seharusnya pemerintah
memberikan perhatian yang serius dalam upaya peningkatan dan perbaikan mutu
pelayanan. Antisipasi terhadap tuntutan pelayanan yang baik membawa suatu
konsekuensi logis bagi pemerintah untuk memberikan perubahan-perubahan
terhadap pola budaya kerja aparatur pemerintah. adapun pengertian pengawasan
fungsional berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2002
tentang pertimbangan dan pengawasan atas penyelenggara pemerintah daerah
mengemukakan bahwa:
“Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga atau badan atau unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan
pengawasan melalui pemeriksaan, pengkajian, penyusutan dan penilaian”
Sumber Daya Manusia menempati posisi strategis dalam pembangunan
daerah dan pembangunan Sumber Daya Manusia merupakan kunci keberhasilan
bagi segenap bidang pembangunan yang diselenggarakan di daerah. Hal ini
mengandung pengertian bahwa kinerja pegawai merupakan sarana penentu dalam
mencapai tujuan organisasi pemerintahan. Pembinaan mutu penyelenggara
pemerintahan daerah perlu dilaksanakan terus menerus dan berkesinambungan
sehingga Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam proses tersebut mampu
menjawab tantangan pembangunan daerah serta dapat membangun.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Novi Krisnawati (2006) pengawasan adalah merupakan usaha atau kegiatan
untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya apakah pekerjaan atau
kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Prinsip
pengawasan adalah bukan tujuan untuk mencari kesalahan atau siapa yang salah,
akan tetapi tujuan pengawasan adalah untuk memahami apa yang salah demi
untuk dilakukan tindakan korektif. Sehingga dapat tercapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh karena itu segala kegiatan pengawasan mutlak untuk
dilaksanakan. tugas pegawai dan kinerja pegawai dalam pencapaian tujuan yang
diharapkan Meningkatkan kinerja pegawai dibutuhkan kemampuan dari pucuk
pimpinan untuk memperhatikan kecakapan hubungan antar staf atau pegawai
dalam melaksanakan pengawasan yang mana merupakan seluruh segenap
aktivitas mengawasi, memeriksa, mencocokkan, mengendalikan segenap kegiatan
pegawai yang tentunya akan mengarah kepada pembinaan para pegawai, sehingga
pegawai dapat pula memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing serta
mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan sebelumnya dan demikian tentunya
akan berpengaruh pada peningkatan kinerja pegawai.Sehubungan dengan sifat
dari pekerjaan serta keadaan yang selalu dinamis dan selalu berkembang sebagai
akibat tuntutan pelaksanaan pembangunan agar berjalan tertib dan lancar maka
diperlukan pegawai yang benar-benar cakap, terampil dan tangguh dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya, terutama Pegawai Negeri Sipil yang
berada dalam lingkup Badan.
H0 : r = 0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional
terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
Ha : r ≠ 0 : Terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah.
dimana penelitian ini memiliki perbedaan keterbatasan dalam peneilitian
terdahulu adalah tempat penelitiannya di kabupaten cianjur sedangkan sekarang
adalah di Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Adapun faktor apa saja yang
mempengaruhi tentang Pengawasan Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah tersebut.
perbaiki kinerja Sumber Daya Manusia-nya yang selama ini rendah.
Menurut PP Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik. Dalam surat keputusan tersebut, untuk meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah diberikan arahan
mengenai prinsip-prinsip pelayanan publik, yaitu antara lain prinsip
kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan dan tanggung
jawab serta kedisiplinan.
Menurut Revrisond Baswir (2001:143) “terciptanya kondisi yang
mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan tugas-tugas umum
pemerintahan dan pembangunan, kebijaksanaan, rencana dan perundang-
undangan yang berlaku yang dilakukan oleh atasan langsung.”
Kinerja (performance) adalah prestasi yang dicapai oleh suatu instansi
sebagai suatu kesatuan yang utuh selama priode tertentu.
Indra Bastian dalam bukunya “Akuntansi Pemerintahan Indonesia”
Larry D Stout (1993) Performance Measurement Guide menyatakan bahwa:
“ Pengukuran atau Penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplisbment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses” Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pasal 1 butir (4) PP No. 79 tahun 2005
disebutkan bahwa
”pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Dalam hal ini maka yang menghubungkan antara pengawasan fungsional
terhadap kinerja pemerintah daerah dalam bukunya “Akuntansi Pemerintahan
Indonesia”
Revrisond Baswir (2004:138) menyatakan bahwa “Pelaksanaan fungsional yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional, baik yang berasal dari lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal pemerintah. pelaksanaan pengawasan fungsional diarahkan terhadap pelaksanaan kinerja umum pemerintah dan pembangunan dengan tujuan agar kinerja pemerintahan dalam pembangunan itu berlangsung sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam jangka waktu priode tertentu” Namun, suatu kebijakan tidak begitu saja dapat diimplementasikan dengan
baik. Disisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap
kualitas pelayanan publik terus meningkat seiring dengan meningkatnya dinamika
masyarakat itu sendiri. Bila tidak diimbangi dengan konsestensi pelaksanaan
kebijakan atau betapa banyak kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah maka
hasilnya tetap saja dirasakan kurang memuaskan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
1) menyatakan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:
a) pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah.
b) pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala
daerah.
2) menyatakan bahwa pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah
sesuai dengan peraturan peurundang-undangan.
Oleh karena itu Kinerja Pemerintah Daerah perlu dikembangkan agar
dalam kinerjanya dapat mencapai suatu tujuan yang tepat dengan sesuai peraturan
perundang – undang yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk dapat suatu kinerja
yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap kinerja pemerintah daerah
yang akurat dapat dipercaya dan tepet sasaran, serta terciptanya kinerja
pemerintah daerah yang sentralistik kepada desentralistik.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis membuat hipotesis bahwa
pengawasan fungsional berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah
Pengaruh Pengawasan Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Dalam
penelitian ini, peneliti membatasi pengaruh tersebut dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi Pengawasan fungsional Penelitian yang dilakukan banyak
ditekankan pada perbandingan antara mekanisme pengawasan fungsional dan
kinerja pemerintah daerah dengan membandingkan terhadap teori-teori yang ada
pada buku. Dengan demikian dapat diketahui sejauh mana pengawasan fungsional
berpengaruh dalam kinerja pemerintah daerah. Dalam hal ini peneliti penyusunan
skripsi ini penulis lakukan di Inspektorat di wilayah Jawa Barat. Untuk mencapai
tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien diperlukan adanya pengawasan, Dan
juga untuk mengetahui sejauhmana hasil dari pengawasan fungsional tersebut
dalam kinerja Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam pencapaian tujuan dan melaksanakan tugas sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan perencanaan yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
3.1.1 Unit Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi unit penelitian ini adalah pegawai
Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat yang beralamat Jalan Surapati No.4
Bandung.
3.1.2 Proses Pemilihan Objek Penelitian
Untuk menentukan objek penelitian, penulis melakukan langlah-langkah
sebagai berikut :
1. Penulis menanyakan kepada Kantor Inspektorat di Provinsi Jawa Barat
mengenai kemungkinan diadakannya penelitian di instansi tersebut. Dalam hal
ini penulis memperoleh informasi mengenai objek yang memungkinkan untuk
diteliti dan telah mendapat persetujuan dari pihak Inspektorat tersebut.
2. Penulis mengajukan usulan penelitian mengenai objek tersebut kepada
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan dan
akhirnya penulis mendapatkan persetujuan untuk melakukan penelitian
terhadap objek yang penulis teliti.
3. Penulis melakukan studi kepustakaan yang berhubungan dengan objek
penelitian. Penulis membaca beberapa teori, literatur-literatur dan sumber
lainnya yang dapat dijadikan bahan dan dapat memberikan gambaran
mengenai objek penelitian.
4. Penulis mengadakan penelitian di Kantor Inspektorat di Provinsi Jawa Barat
sesuai dengan objek penelitian.
5. Penulis menyusun data yang diperoleh dalam bentuk skripsi.
3.1.3 Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (1994:1) mengartikan bahwa metode penelitian adalah
sebagai berikut:
“Cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang objektif, valid dan reliabel dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan, sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode survey, adapun
pengertian metode survey menurut Sugiyono (2006:7) adalah:
“Penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah dari data sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distributif, dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis”.
Ada dua cara dalam pendekatan survey, yaitu kuesioner (pernyataan
tertulis) dan wawancara (pertanyaan lisan).
Menurut Sugiyono (2008:199) yang dimaksud dengan kuesioner adalah
sebagai berikut:
”Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya”.
Menurut Sugiyono (2008:194) wawancara adalah:
”Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil”.
3.1.4 Pendekatan Penelitian
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan
kuantitatif deskriptif-asosiatif, karena adanya variabel-variabel yang akan ditelaah
hubungannya serta tujuannya untuk menyajikan gambaran secara terstruktur,
faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar variabel yang
diteliti, yaitu Pengaruh Pengawasan Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah di Inspektorat Provinsi Jawa Barat melalui pengujian hipotesis.
Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono, (2008: 53) adalah sebagai
berikut:
“Metode yang digunakan untuk mencari jawaban dari rumusan masalah
yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri
baik hanya pada satu variable atau lebih”.
Pengertian metode Asosiatif menurut Sugiyono, (2008: 55) adalah sebagai
berikut:
“Metode dalam meneliti ada tidaknya hubungan secara signifikan antara
dua variabel atau lebih”.
Dalam menguji hiptesis, penulis melakukan penelitian atas dasar kuesioner dengan menggunakan perhitungan persentase, data yang berupa jawaban-jawaban atas kuesioner inilah yang dijadikan dasar bagi penulis dalam menarik kesimpulan
3.2. Definisi Variable dan Operasional Variabel
3.2.1 Definisi Variabel
Definisi variabel penelitian dijelaskan oleh Sugiyono (2004:39) “Variabel
penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”
1. Variabel Independen (bebas) yang dianggap berpengaruh terhadap
variabel lainya dalam penelitian ini adalah :
Pengawasan Fungsional (X) adalah Pengawasan yang dilakukan oleh
aparat pengawasan fungsional, baik yang berasal dari lingkungan internal
maupun dari lingkungan eksternal pemerintahan.
2. Variabel Dependen (Terikat) yang dipengaruhi oleh variabel bebas
adalah :
Kinerja Pemerintah Daerah (Y) adalah kinerja merupakan seperangkat
hasil yang dicapai dan merujuk terhadap tindakan pencapaian serta
pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta. kinerja merujuk pada tingkat
keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan
yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.
3.2.2 Operasional Variabel
Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang hendak diteliti dan
untuk menyamankan pandangan yang berkaitan dengan variabel-variabel, maka
penulis memandang perlu untuk menetapkan operasionalisasi variabel penelitian.
Adapun operasional variabel penelitian terbagi dua yaitu : Pengawasan
Fungsional dan Kinerja Pemerintah Daerah.
Untuk pengawasan fungsional yang menjadi sub indikator adalah Standar
APFP yang terdiri dari standar umum, standar koordinasi dan kendali mutu,
standar pelaksanaan, standar pelaporan dan standar tindak lanjut. Disini penulis
mengacu pada standar APFP apakah pemeriksaan / audit yang dilakukan
Bawasda/Inspektorat atas kinerja pemerintah daerah yang berpedoman kepada
standar audit yang telah ditetapkan. Adapun sasaran pemeriksaan terhadap kinerja
pemerintah daerah meliputi sub indikator terdiri dari masukan, keluaran, hasil,
manfaat dan dampak.
Tabel 3.1
Operasional Variabel (X)
Pengawasan Fungsional
Variabel Indikator Sub Indikator Skala Variabel (X)
Pengawasan
Fungsional
1. Standar
Umum
2. Standar
Koordinasi
dan Kendali
Mutu
3. Standar
Pelaksanaa
n
4. Standar
Pelaporan
- Keahlian dan penelitian
- Independensi - Kecermatan profesi - Kerahasiaan
- Program kerja pengawasan
- Koordinasi pengawasan
- Kendali mutu
- Perencanaan dan supervisi
- Pengendalian intern - Bukti audit - Ketaatan terhadap
peraturan perundang-undang
- Kertas kerja audit
- Kesesuaian dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
- Konsisten - Pengungkapan yang
memadai - Pernyataan
pendapat - Laporan audit
operasional
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
5. Standar
Tindak
Lanjut
- Kesesuaian dengan standar audit APFP
- Tertulis dan segera - Distribusi laporan
- Komunikasi dengan auditan
- Pemantauan tindak lanjut
- Status temuan - Penyelesaian
hukum
Ordinal
Sumber : Redwan Jaafar dan Sumiyati (2004:33)
Bawasda (2002:2)
Tabel 3.2
Operasional Variabel (Y)
Kinerja Pemerintah Daerah
Variabel Indikator Sub Variabel Skala Variabel
(Y) Kinerja
Pemerintah Daerah
1. Masukan (Input)
2. Keluaran (0utput)
- Penggunaan dana
- Sumber daya manusia
- Material
- Pencapaian
kebijakan tujuan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
3. Hasil (Outcomes)
4. Manfaat (Benefits)
5. Dampak (Impact)
- Pelaksanaan
program dan kegiatan
- Laporan akuntabilitas kinerja
- Tepat lokasi
- Tepat waktu
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat
- Meningkatkan prestasi kerja
- Efisiensi
- efektivitas
Ordinal
Ordinal
Sumber : Indra Bastian (2001:337)
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2008: 115) populasi adalah sebagai berikut:
“Objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”.
Populasi terdiri dari orang, dokumen atau catatan yang dapat dipandang
sebagai objek penelitian. Populasi sasaran adalah subjek yang berhubungan
dengan pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah. Inspektorat
Provinsi Jawa Barat. Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 15 pegawai
yang terdiri dari
Tabel 3.3 Rincian Jumlah Populasi Sasaran
Pegawai Jumlah
Kepala Inspektorat
Sekretaris
Ka Bidang
Ka Sub Bidang Auditor
1 Orang
1 Orang
4 Orang
9 Orang
Jumlah 15 Orang
3.3.2 Ukuran Sampel
Selain populasi sasaran, penulis juga harus menentukan ukuran sampel,
karena sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri
(karakteristik), yang dimiliki oleh populasi tempat sampel itu diperoleh. Ukuran
sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya sampel yang
diambil untuk melaksanakan penelitian. Bersarnya sampel yang di ambil dapat
dilakukan secara statistik maupun berdasarkan estimasi penelitian. Penentuan
sampel merupakan suatu langkah untuk menentukan besarnya sampel yang
diambil untuk melaksanakan penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis menetapkan sampel yang akan dijadikan
responden untuk meneliti variabel Pengaruh Pengawasan Fungsional Terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah.
Pengertian sampel menurut Sugiyono, (2008:116) adalah:
“Bagian dari jumlah dan karakterisitik yang dimiliki oleh populasi
tersebut”.
Sedangkan pengertian sampel menurut Riduwan dan Akdon, (2007:240)
adalah:
“Bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan yang akan
diteliti”.
Yang dimaksud dengan sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki
karakteristik yang di miliki oleh populasi itu sendiri di mana sampel itu di ambil.
Pengukuran sampel merupakan suatu langkah yang menentukan besarnya sampel
yang di ambil dalam melaksanakan suatu penelitian.
Sampel dari penelitian adalah orang-orang yang bekerja atau pegawai pada
Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Selain itu juga perlu diperhatikan sampel
yang dipilih harus respresentatif artinya segala karakteristik populasi hendaknya
tercermin dalam sampel yang dipilih.
Dalam penelitian ini penulis menentukan ukuran sampel secara statistik
berdasarkan pendapat Slovin, (1960) menurut Husen Umar (2003:78) dengan
rumus:
n = 21 Ne
N+
Di mana: n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan misal 10%
Dari populasi yang berkaitan dengan Pemberian Pengawasan Fungsional
terhadap Kinerja Pemerintah Daerah yang berjumlah 15 orang, maka penulis
mengambil sampel adalah 13. dengan adanya hambatan atau keterbatasan penulis
sebenarnya penulis memberikan kuesionernya 15 tetapi yang dikembalikan oleh
pihak instansi adalah 13 maka penulis menggambil ukuran sampel tersebut untuk
dijadikan responden penelitian.
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dari jumlah populasi sebanyak 15
orang maka diambil 13 Responden. responden terdiri dari 1 orang Kepala
Inspektorat, 1 orang Sekretaris, 4 orang Ka Bidang, 9 orang Ka Sub Bidang
Auditor.
3.3.3 Teknik Sampling
Sampling adalah suatu cara pengumpulan data yang tidak menyeluruh,
yaitu tidak mencakup seluruh objek penyelidikan (populasi), akan tetapi hanya
sebagian saja dari populasi ( )N .
Teknik sampling merupakan cara pengumpulan data yang sifatnya tidak
menyeluruh yaitu tidak mencakup seluruh objek penelitian, akan tetapi hanya
sebagian saja dari jumlah populasi yang ada. Pengambilan sampel ini
memungkinkan penulis untuk melakukan perhitungan statistik untuk menentukan
kedua variabel yang akan di teliti.
Pada metode ini penulis menggunakan pendekatan purposive sampling.
Menurut Sugiyono, (2004:78) :
“Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu”.
3.3.4 Sumber Data Penelitian
Data adalah fakta atau keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh sumber-
sumber data yang digunakan data primer yakni:
- Data Primer
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari pengamatan langsung
pada instansi pemerintah tempat penulis melakukan penelitian. Dalam
penelitian ini penulis memperoleh data primer dari perusahaan tempat
penulis melakukan penelitian. Adapun data primer dapat diperoleh dengan
cara:
- Observasi langsung
- Wawancara dengan pejabat-pejabat terkait dengan masalah yang akan
diteliti
- Mengamati dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang ada di instansi.
Menurut Sugiyono, (2004:129), data primer adalah :
“Sumber data yang langsung memberikan data pada pengumpul data”.
Data yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini sebagai dasar
untuk menguji hipotesis adalah data yang diperoleh langsung dari subjek yang
diteliti.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk
memperoleh data dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian.
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
adalah Penelitian Lapangan (Field Research) dan Penelitian Kepustakaan (Library
Research).
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku,
literatur-literatur serta buku-buku lainnya yang penulis anggap perlu dan
berhubungan dengan pokok masalah yang penulis bahas. Tujuan penelitian
kepustakaan ini adalah untuk memperoleh data sekunder sebagai landasan
teoritis yang akan diperbandingkan dengan penerapan sebenarnya pada
kegiatan perusahaan.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian ini dilakukan dengan melaksanakan observasi langsung ke instansi
yang menjadi objek penelitian untuk memperoleh data serta informasi melalui:
1. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan informasi secara
langsung melalui tanya jawab dengan Nabuko dan Acmad (1991:83)
menyatakan bahwa: “Wawancara adalah proses tanya jawab dalam
penelitian yang berlangsung secara lisan di mana dua orang atau lebih
bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau
keterangan”. Penulis melakukan
wawancara secara langsung kepada pihak-pihak yang berwenang maupun
dengan pegawai Kantor Inspektorat Jawa Barat yang berhubungan dengan
masalah yang diajukan penulis.
2. Observasi
Teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan melakukan
pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, dengan mencermati
dokumen-dokumen yang ada. Teknik ini dimaksudkan untuk memberikan
keyakinan bahwa data yang diperoleh sebelumnya adalah benar dan
memperoleh gambaran yang nyata mengenai kegiatan yang dilaksanakan.
Penulis mengadakan peninjauan secara langsung ke Inspektorat wilayah
Jawa Barat yang akan diteliti untuk memperoleh data primer dan personil
pada tiap bagian.
3. Kuesioner
Teknik ini, adalah pengumpulan data utama dengan cara memberikan
daftar pernyataan tertulis kepada responden mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. Jenis angket yang digunakan
adalah angket tertutup dengan jawaban telah disediakan, responden tinggal
memilih jawaban yang dianggap sesuai pendapatnya.
4. Dokumentasi
Merupakan teknik penelitian dimana peneliti mengumpulkan data-data
yang diperlukan sehubungan dengan penelitian berupa surat keputusan dan
formulir yang digunakan instansi.
3.4.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan dalam proses
penelitian guna memperoleh data. Suharsimi Arikunto, (dalam Ridwan, 2007:24)
mengemukakan pengertian instrument penelitian sebagai berikut:
“Suatu alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam
kegiatannya mengumpulkan data, agar penelitian menjadi sistematis dan
mudah”.
Instrument untuk mengukur pengaruh pengawasan fungsional yaitu
dengan menggunakan motede pertanyaan tertutup, dimana kumungkinan jawaban
sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberikan alternatif jawaban
lain. Selain kuesioner juga dengan menggunakan observasi. Instrumen untuk
mengukur kinerja pemerintah daerah sama dengan metode yang dikemukakan
sebelumnya.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Karena
data yang diperoleh dalam penelitian ini berbentuk ordinal, maka dalam penelitian
ini menggunakan Skala Likert. Menurut Ridwan dan Akdon, (2007:12)
mengemukakan pengertian Skala Likert sebagai berikut:
“Skala yang didasarkan pada ranking yang diurutkan dari jenjang yang
lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya”.
Dengan menggunakan Skala Likert dalam penelitian tersebut, maka
variabel dalam penelitian ini dijabarkan menjadi indikator-indikator yang dapat
diukur. Indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan sebagai titik tolak
dalam pembuatan pertanyaan dan pernyataan yang perlu dijawab oleh responden.
Tabel 3.4
Skor Pernyataan Variabel X (Pengawasan Fungsional)
dan Variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah)
Pernyataan Untuk skor
pertanyaan
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
5
4
3 2 1
(Sumber: Hasil Olah Data Penulis)
Penelitian ini pada prinsipnya adalah melakukan pengukuran terhadap
fenomena sosial maupun alam, maka dalam penelitian ini harus ada alat ukur yang
baik. Adapun instrument yang digunakan dalam penelitian ini:
3.4.2 Model Penelitian
Model penelitian adalah merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena
yang diteliti. Dalam hal ini sesuai dengan judul skripsi yaitu “Pengaruh
Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah”.
Model penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1
Kinerja Pemerintah
Daerah Pengawasan Fungsional
Dari pernyataan matematis tersebut di atas, maka dapat dikemukakan
hipotesis bahwa Pengawasan Fungsional mempunyai pengaruh terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah.
3.5 Metode Analisis yang Digunakan
3.5.1 Analisis Data
Dalam melakukan analisis data, diperlukan data yang akurat dan dapat
dipercaya yang nantinya akan digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh
penulis. Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah diinterpretasikan. Data yang di himpun dari hasil penelitian akan
penulis bandingkan antara data yang ada di lapangan dengan data kepustakaan,
kemudian dilakukan analisis untuk menarik kesimpulan.
Menurut Sugiyono (2008:142) menyatakan bahwa:
“Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden
terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data
berdasarkan variabel dan jenis responden, menstabulasi data berdasarkan variabel
dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan
perhitungan untuk rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis yang telah diajukan”.
Dalam melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan untuk
mencapai suatu kesimpulan, penulis melakukan pengolahan dan penganalisisan
data.Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1. Penulis melakukan pengumpulan dengan cara sampling di mana yang
diselidiki adalah sampel yang merupakan sebuah sub himpunan dari
pengukuran-pengukuran yang dipilih dari populasi yang menjadi perhatian
dalam penelitian.
2. Setelah metode pengumpulan data ditentukan kemudian ditentukan alat untuk
memperoleh data dari elemen-elemen yang akan diselidiki, alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah daftar penyusunan atau kuesioner.
3. Daftar kuesioner kemudian disebar ke bagian-bagian yang telah ditetapkan.
Berdasarkan setiap item dari masing-masing indikator akan dijabarkan dalam
sebuah daftar pernyataan (kuesioner) yang kemudian kuesioner ini dibagikan
kepada bagian bagian yang bersangkutan dengan masalah yang diuji, dimana
masing-masing indikator akan memiliki lima jawaban dengan masing-masing
nilai berbeda, tiap-tiap jawaban akan diberi skor, dimana hasil skor akan
menghasilkan skala pengukuran ordinal.
Menurut Sugiono, (2006:86) menyatakan bahwa:
“Jawaban setiap instrument yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata dengan diberi skor, misalnya : Sangat Setuju/sangat positif diberi skor 5
Setuju/sering/positif diberi skor 4 Ragu-ragu/netral diberi skor 3 Tidak Setuju/negarif diberi skor 2 Sangat Tidak Setuju/sangat positif diberi skor 1”.
4. Apabila data terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data, disajikan
dan dianalisis. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji statistik.
Untuk menilai variabel X dan variabel Y, maka analisis yang digunakan
berdasarkan rata-rata (Mean) dari masing-masing variabel. Nilai rata-rata
ini dapat dengan menjumlahkan data keseluruhan dalam setiap variabel,
kemudian dibagi dengan responden.
Rumus rata-rata (Mean) menurut Sugiyono (2002:43) adalah:
Di mana:
M e = Mean (Rata-rata)
Σ = Sigma (Jumlah)
X i = Nilai X ke i sampai ke n
Y i = Nilai Y ke i sampai ke n
n = Jumlah individu/Responden
Setelah mendapat rata-rata dari masing-masing variabel kemudian
dibandingkan dengan kriteria yang penulis tentukan berdasarkan nilai yang paling
rendah dan nilai yang paling tinggi dari hasil kuesioner.
Nilai terendah dan nilai tertinggi masing-masing peneliti ambil dari
banyak pertanyaan dalam kuesioner (30 dan 15 pertanyaan) dikalikan dengan skor
terendah (1) untuk nilai terendah dan skor tertinggi (5) untuk nilai tertinggi.
Sedangkan Rumus kelas interval menurut Sugiyono (1999:29) adalah
sebagai berikut:
Keterangan :
n = Jumlah Responden
Untuk Variabel X
M e =nXi∑
Untuk Variabel Y
M e =nYi∑
1 + 3,3 Log.n
Kemudian rentang data dihitung dengan cara nilai teritnggi dikurangi
dengan nilai terendah. Nilai terendah dan tertinggi diambil dari banyaknya
pertanyaan dalam kuesioner dikalikan dengan skor terendah (1) untuk nilai
terendah dan skor tertinggi (5) untuk menilai tertinggi. Sedangkan untuk
menghitung panjang kelas dengan cara rentang data dibagi dengan jumlah kelas.
Nilai variabel X terdapat 30 pertanyaan, nilai tertinggi Variabel X adalah 5
sehingga (5x30)=150, sedangkan nilai terendah adalah 1, maka (1x30)=30. atas
dasar nilai tertinggi dan terendah tersebut, maka dapat ditentukan tentang interval
yaitu nilai tertinggi dikurangi nilai terendah dibagi jumlah kriteria. Dengan
demikian dapat ditentukan panjang interval kelas masing-masing variabel adalah
sebagai berikut :
Berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kriteria untuk menilai pengawasan fungsional (Variabel X) penulis tentukan
sebagai berikut:
• Nilai 30-53, untuk kriteria “Tidak Memadai”
• Nilai 54-77, untuk kriteria “Kurang Memadai”
• Nilai 78-101, untuk kriteria “Cukup Memadai”
• Nilai 102-125, untuk kriteria “Memadai”
• Nilai 126-150, untuk kriteria “Sangat Memadai”
Untuk Nilai variabel Y terdapat 15 pertanyaan, nilai tertinggi Variabel X
adalah 5 sehingga (5x15)=75, sedangkan nilai terendah adalah 1, maka
(1x15)=15. atas dasar nilai tertinggi dan terendah tersebut, maka dapat ditentukan
tentang interval yaitu nilai tertinggi dikurangi nilai terendah dibagi jumlah
kriteria. Dengan demikian dapat ditentukan panjang interval kelas masing-masing
variabel adalah sebagai berikut:
Berdasarkan rumusan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kriteria untuk menilai Kinerja Pemerintah Daerah (Variabel Y) penulis tentukan
sebagai berikut:
• Nilai 15-26, untuk kriteria “Tidak positif”
• Nilai 27-38, untuk kriteria Positifi”
• Nilai 39-50, untuk kriteria “netral”
• Nilai 51-62, untuk kriteria “Negatif”
• Nilai 63-75, untuk kriteria “Sangat positif”
Perhitungan dari hasil kuesioner dilakukan setelah adanya analisis data
antara lapangan dengan kepustakaan agar hasil akhir analisis dapat teruji dan
dapat diandalkan.
3.5.2 Pengujian Data
1) Uji Validitas
Menurut Sevilla yang dikutip oleh Husein Umar (2000:58) Validitas
adalah:
“Validitas merupakan suatu derajat ketepatan dan kecermatan alat ukur penelitian tentang isi dan arti sebenarnya yang diukur dalam pengujian validitas, tiap butir digunakan analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir”.
Yang dimaksud dengan Uji validitas adalah suatu data dapat dipercaya
kebenarannya sesuai dengan kenyataan. Dalam hal ini Masrun yang dikutip oleh
Sugiyono, (2002:124) menyatakan bahwa:
“Tmemeyantin
Sy
kalau kore
instrumen
product m
2) Uji Re
Me
“U
me
ko
Uj
menunjuk
dalam men
Me
digunakan
Keteranga
Teknik koreerupakan tempunyai kng tinggi, m
nggi pula”.
yarat minimu
elasi antara
n tersebut di
moment, adap
eliabilitas
enurut Sugi
Uji reliabilit
enunjukkan
nsisten dala
i reliabilita
kkan tingkat
ngungkapka
enurut Suha
n rumus Alp
an: r11 = R
k =
elasi untuk teknik yangkorelasi posmenunjukan
um untuk d
a butir deng
nyatakan tid
pun rumus u
iyono (2008
as digunaka
tingkat k
am mengun
as digunakan
t ketepatan
an gejala ter
arsimi Ariku
pha sebagai
=11r
Reliabilitas
banyaknya
menentukag paling bsitif dengann bahwa ite
dianggap me
gan skor to
dak valid. M
untuk menc
8:172) meng
an untuk m
ketepatan,
gkapkan ge
n untuk me
n, tingkat k
rtentu.
unto, (2002
berikut:
( ) ⎢⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
= 11k
k
Instrumen
butir pertan
an validitasbanyak dign kriteriumem tersebut
emenuhi sya
otal kurang
Metode yang
cari nilai ko
gemukakan
mengetahui a
tingkat ke
ejala tertentu
engetahui a
eakuratan,
2:171) Untu
⎥⎥⎦
⎤− ∑
2
21
t
b
σσ
nyaan
item ini sgunakan. D
m (skor totamempunya
arat adalah
dari 0,3 m
g digunakan
orelasi terseb
bahwa :
apakah alat
eakuratan,
u”.
apakah alat
kestabilan
uk menguji
sampai sekDan item al) serta koai validitas
jika r = 0,3
maka butir d
n adalah ko
but adalah:
pengumpul
kestabilan
pengumpul
atau konsis
reliabilitas
arang yang
orelasi yang
. Jadi
dalam
orelasi
l data
atau
l data
stensi
maka
Σ σb2 = jumlah varians butir
σt2 = varians total
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:171) Untuk memperoleh jumlah
varians butir, harus dicari terlebih dahulu varians setiap butir yaitu adalah sebagai
berikut:
( )
NN
xx
b
∑ ∑−=
22
2σ
Keterangan: Σx2 = jumlah kuadrat varians tiap butir
N = jumlah responden
Syarat minimum yang dianggap memenuhi syarat adalah kalau koefisien
alpha cronbach’s yang didapat 0,6. Jika koefisien yang didapat kurang dari 0,6
maka instrumen penelitian tersebut dinyatakan tidak reliabel.
Apabila dalam uji coba instrumen ini sudah valid dan reliabel, maka dapat
digunakan untuk pengukuran dalam rangka pengumpulan data.
3.6 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
3.6.1 Rancangan Pengujian Hipotesis
Rancangan pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui korelasi dari
kedua variabel yang diteliti. Dalam hal ini adalah korelasi antara Pengaruh
Pengawasan Fungsional Terhadap Kinerja Kinerja Daerah yang menggunakan
pengujian statistik.
Langkah-langkah rancangan pengujian hipotesis terdiri dari:
1. Penetapan Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesi Alternatif (Ha)
Skala yang digunakan untuk mengukur kedua variabel penelitian adalah
menggunakan skala ordinal. Skala tersebut lalu dimasukkan ke dalam ukuran
penelitian sehingga dapat diukur dengan menggunakan alat statistika
nonparametrik. Dalam statistika nonparametrik data terdiri dari data kuantitatif
dan data kualitatif.
Penetapan Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesis Alternatif (Ha) digunakan
dengan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel yang diteliti.
Dimana hipotesis nol (Ho) adalah hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara Variabel X dan Variabel Y dan dalam hal ini diformulasikan
untuk ditolak. Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) merupakan hipotesis yang
menyatakan adanya hubungan antara kedua variabel yang akan diteliti yaitu
variabel X dan variabel Y, dan dalam hal ini diformulasikan untuk diterima.
• Perumusan Ho dan Ha
H0 : r = 0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional
terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
Ha : r ≠ 0 : Terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah.
2. Pemilihan Statistik Uji dan Perhitungan Nilai Statistik.
Dalam melakukan pengujian hipotesis, penulis menggunakan koefisien
korelasi Rank Spearman. Metode ini menggunakan ukuran asosiasi yang
menghendaki sekurang-kurangnya variabel yang diuji dalam skala ordinal,
sehingga objek penelitian dapat di rangking dalam 2 rangkaian berurutan.
rumusan Rank Spearman (Sidney Siegel,1997:256-257) dengan rumus sebagai
berikut:
NN
din
nsr −
−=∑−3
1
261
Di mana:
rs = Koefisien Rank Spearman yang menunjukkan hubungan antara
unsur-unsur Variabel X dan Variabel Y
2di = Selisih mutlak antara rangking atau varibel X dan variabel Y
N = Banyaknya responden.
Menurut Ety Rochaety, (2007:129) mengemukakan:
“Korelasi rank spearmen digunakan oleh peneliti untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara variabel X dengan variabel Y”.
Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan itu, maka
digunakan pedoman seperti yang tertera pada Tabel 3.5:
Tabel 3.5 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sangat Rendah
Lemah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
Sumber: Sugiono, 2008:250
Se
signifikan
Me
X terhadap
( )K rsd =
Di
dK
rs
3. Pe
Se
signifikan
pengujian
dan Ha T
karena di
pengawasa
tingkat sig
sosial.
5. Pe
Se
dengan m
lanjutnya,
nsi nilai rs ,
enurut Sugi
p Y, maka d
) %1002 x
mana:
d = koefisie
s = koefisie
enentuan tin
belum peng
nsi/ taraf n
agar dapat
Tingkat sign
nilai cukup
an fungsion
gnifikasi ya
enentuan kr
telah dilaku
menggunaka
Menurut I
maka digun
iyono, (200
digunakan k
en determin
n korelasi
ngkat signi
gujian dilak
nyata. Hal
t diketahui
nifikasi yan
p mewakili
nal dan k
ang umumn
riteria peng
ukan analis
an alat Ban
Iqbal Hasa
nakan uji t d
02:151) untu
koefisien dit
nan
ifikansi
kukan, maka
ini dilaku
batas-batas
ng digunaka
i hubungan
kinerja pem
nya digunak
gujian
sis dan pen
ntu softwar
an (2002:9
dengan rum
uk melihat b
erminasi de
a terlebih da
ukan untuk
s untuk men
an adalah 0
n antara du
merintah da
kan dalam p
ngolahan da
re SPSS 14
99) unuk m
musan sebag
besarnya pe
engan rumu
ahulu harus
k membuat
nentukan pi
0,05 (5%) a
ua variabel
aerah, ini j
penelitian b
ata regresi l
4.0 (Statist
menguji tin
gai berikut:
engaruh var
s:
s ditentukan
t suatu ren
ilihan antar
angka ini d
penilaian
juga merup
bidang ilmu
linear seder
tical Produ
ngkat
riabel
n taraf
ncana
ra Ho
dipilih
yaitu
pakan
u-ilmu
rhana
uct &
Service Solution), dilakukan pengujian dengan menggunakan kriteria yang
ditetapkan yaitu dengan membandingkan nilai rs hitung dengan rs tabel untuk regresi
linear sederhana yang peneliti rumuskan sebagai berikut :
rs hitung < rs tabel: Tidak ada terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Jika Ho diterima maka
Ha ditolak.
rs hitung ≥ rs tabel: Terdapat pengaruh signifikan Pengawasan Fungsional Terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah.
3.6.2 Proses Penelitian
Proses penelitian merupakan suatu rangkaian yang dilakukan secara terus-
menurus, terencana dan sistematis dengan maksud untuk mendapatkan pemecahan
masalah. Oleh karena itu langkah yang diambil dalam peneltian haruslah tepat dan
saling mendukung antara komponen satu dan komponen lainnya. Proses penelitian
yang dilakukan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Memilih dan menentukan judul
Penulis memilih judul yang berhubungan dengan program studi akuntansi,
serta masalah yang sering dihadapi dan menjadi kendala Kinerja Pegawai
Negeri Sipil, sehingga perlu penanganan khusus dan dalam penelitian ini
harus berdasarkan teori.
2. Latar belakang penelitian
Dijelaskan mengapa penulis tertarik untuk meneliti dan membahas masalah
tentang pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah.
3. Identifikasi masalah
Penulis menulis masalah-masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan
kinerja pemerintah daerah.
4. Metode Penelitian
Menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh penulis dalam melakukan
penelitian ini.
5. Pembahasan Penelitian
Penulis melakukan pembahasan penelitian berdasarkan data-data dan
informasi-informasi yang didapat dan dilandasi oleh teori.
Adapun proses penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Gambar 3.2 Proses Penelitian
Hasil Penelitian
Latar belakang
Pembahasan
Identifikasi masalah
Metode Penelitian
Kesimpulan dan
Tinjauan Pustaka
Menetapkan Topik
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Inspektorat Provinsi Jawa Barat
Inspektorat Provinsi Jawa Barat berdasarkan beberapa keputusan Menteri
Dalam Negeri, dimana keseluruhan keputusan Menteri Dalam Negeri ini dari
tahun ke tahun diadakan peninjauan kembali karena semakin meningkatnya
pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah didaerah serta untuk
lebih meningkatkan penyelenggaraan pengawasan.
Adapun sejarah Inspektorat adalah sebagai berikut :
Sebelum tahun 1972
Pertama kali sebelum terbentuknya Inspektorat, pengawasan fungsional
dilakukan oleh salah satu biro dari lima pada Sektretariat Wilayah Daerah
(SETWILDA) Jawa Barat yang berkedudukan di gedung sate Bandung yaitu pada
Biro Pengawasan.
Tahun 1972 – 1975
Karena kebutuhan akan penyelengaraan pengawasan semakin meningkat
sejalan dengan peningkatkan roda pembangunan maka biro pengawasan
memisahkan diri dari lingkungan SETWILDA dan membentuk suatu unit
tersendiri, yang dinamakan Inspektorat Daerah (IRDA) sesuai dengan keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 100 Tahun 1972.
Tahun 1975 – 1979
Bersama pada Keputusan Menteri Dalam Negeri No.226 Tahun 1975
tentang susunan organisasi dan tata kerja, maka Inspektorat Daerah (IRDA)
diubah namanya menjadi Inspektorat Wilayah Daerah Provinsi (IRWILDA) yang
terdiri dari :
1. Bagian Tata Usaha
2. Inspektorat Pembantu Bidang Pemerintah dan Agrari
3. Inspektorat Pembantu Bidang Keuangan dan Peralatan
4. Inspektorat Pembantu Bidang Pembangunan
5. Inspektorat Pembantu Bidang Sospol dan Keuangan
6. Inspektorat Pembantu Bidang Umum
Tahun 1979 – 1991
Berdasarkan Keputusan Mendagri No.219 Tahun 1979 tentang organisasi
dan tata kerja, maka selanjutnya Inspektorat Wilayah Daerah Provinsi
(IRWILDA) dirubah menjadi Inspektorat Wilayah Provinsi (ITWILPROP) yang
terdiri dari :
1. Bagian Tata Usaha
2. Inspektorat Pembantu Bidang Pemerintah dan Agrari
3. Inspektorat Pembantu Bidang Keuangan dan Peralatan
4. Inspektorat Pembantu Bidang Pembangunan
5. Inspektorat Pembantu Bidang Sospol dan Keuangan
6. Inspektorat Pembantu Bidang Umum
Tahun 1991 – 2000
Dalam perkembangan selanjutnya dengan semakin meningkatnya dan
kompleksnya tugas-tugas umum pemerintah dan pembangunan di lingkungan
Depdagri dan Pemda serta untuk peningkatan pelaksanaan kegiatan pengawasan
dan penyempurnaan organisasi tata kerja Inspektorat Wilayah Provinsi
(ITWILPROP) maka ditetapkan Keputusan Mendagri No.110 Tahun 1991
ITWILPROP terdiri dari :
1. Bagian Tata Usaha
2. Inspektorat Pembantu Bidang Pemerintah dan Agreria
3. Inspektorat Pembantu Bidang Sospol
4. Inspektorat Pembantu Bidang Perekonomian
5. Inspektorat Pembantu Bidang Kesejahteraan Sosial
6. Inspektorat Pembantu Bidang Aparatur
7. Inspektorat Pembantu Bidang Pendapatan
8. Inspektorat Pembantu Bidang Kekayaan
9. Inspektorat Pembantu Bidang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Tahun 2000 – 2009
Dengan Peraturan Daerah Provinsi No.16 Tahun 2000 tentang lembaga
teknis daerah provinsi Jawa Barat, maka ITWILPROP diganti namanya menjadi
Badan Pengawasan Daerah Provinsi Jawa Barat (BAWASDA) yang terdiri dari :
1. Kepala Badan
2. Sekretariat
a. Sub Bagian Perencanaan
b. Sub Bagian Kepegawaian
c. Sub Bagian Umum
3. Bidang Pemerintah
a. Sub Bidang Desentralisasi
b. Sub Bidang Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
c. Sub Bidang Administrasi dan Kepegawaian
4. Bidang Perekonomian
a. Sub Bidang Sarana Perekonomian
b. Sub Bidang Bina Produksi
5. Bidang Kesejahteraan Sosial
a. Sub Bidang Pelayanan Sosial Dasar
b. Sub Bidang Pengembangan Sosial
6. Bidang Kekayaan Daerah
a. Sub Bidang Pengelolaan
b. Sub Bidang Pendayagunaan Aset Daerah
c. Sub Bidang BUMD dan Yayasan
7. Bidang Keuangan
a. Sub Bidang Pajak
b. Sub Bidang Non Pajak
c. Sub Bidang Belanja Daerah
Tahun 2009 – Sekarang
Dengan Peraturan Daerah Provinsi No.22 Tahun 2008 tentang teknis
Daerah Provinsi Jawa Barat. Maka BAWASDA diganti namanya menjadi
INSPEKTORAT Provinsi Jawa Barat
4.1.1.1 Visi Inspektorat Provinsi Jawa Barat
Visi Inspektorat Provinsi Jawa Barat, yaitu : "Melalui Pengawasan
Berwawasan Pembinaan Meningkatkan Efektifitas Pemerintah Daerah Jawa
Barat Tahun 2013"
4.1.1.2 Misi Inspektorat Provinsi Jawa Barat
Misi Inspektorat Provinsi Jawa Barat, yaitu :
1. Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi yang baik, bebas korupsi, kolusi
dan nepotisme, serta akuntabilitas;
2. Mengembangkan profesionalisme dan kompetisi Inspektorat Provinsi Jawa
Barat.
4.1.1.3 Rencana Strategis Inspektorat Provinsi Jawa Barat
Sejalan dengan visi dan misi serta sesuai dengan faktor kunci keberhasilan,
maka ditetapkanlah tujuan dan sasaran pelaksanaan penyelenggaraan pengawasan
fungsional oleh Inspektorat Provinsi Jawa Barat untuk kurun waktu 5 (lima) tahun,
yakni sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.
Tujuan dan sasaran sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut :
Tujuan
a. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang profesional, efisien, efektif dan
akuntabel.
b. Mengembangkan profesionalisme dan kompetensi Inspektorat Provinsi Jawa
Barat.
Sasaran
a. Meningkatnya akuntabilitas dan kualitas pengelolaan manajemen
pemerintahan di daerah Provinsi Jawa Barat.
b. Mendorong terciptanya kualitas aparatur pemerintah yang profesional dan
bersih;
c. Meningkatkan koordinasi dan sinergitas serta kualitas pelaksanaan dan hasil
pengawasan;
d. Meningkatnya kualitas, baik skill, knowledge maupun attitude aparatur
pengawasan;
e. Meningkatnya kesejahteraan aparatur pengawasan
f. Terciptanya kondisi kerja yang kondusif melalui penyelenggaraan administrasi
perkantoran;
g. Terpenuhinya kebutuhan akan alat–alat pengawasan (audit tools) yang
representatif.
h. Terciptanya kondisi kerja yang kondusif melalui sarana dan prasarana gedung
kantor yang memadai.
i. Sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan Inspektorat yang akuntabel.
4.1.1.4 Struktur organisasi dan Deskripsi Jabatan
Berdasarkan Keputusan Peraturan Daerah Provinsi No.22 tahun 2008
Tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Organisasi Lembaga Teknis
Daerah di Lingkungan Pemerintahan, maka struktur organisasi Inspektorat
Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:
1. Inspektorat
a. Penyelenggaraan perencanaan program pengawasan;
b. Penyelenggaraan perumusan kebijakan dan fasilitas
pengawasan;
c. Penyelenggaraan pemeriksaan, pengusutan, pengujian,
monitoring, evaluasi, review dan penilaian tugas pengawasan;
d. Penyelenggaraan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
2. Inspektur
a. Menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi Inspektorat;
b. Menyelenggarakan perumusan dan penetapan kebijakan teknis
Inspektorat;
c. Menyelenggarakan perumusan serta penetapan program kerja
dan rencana pengawasan;
d. Menyelenggarakan pengawasan meliputi kesekretariatan,
pengawasan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan;
e. Menyelenggarakan koordinasi penyusunan rencana strategi,
pelaksanaan tugas-tugas teknis serta evaluasi dan pelaporan
yang meliputi kesekretariatan serta pengawasan pemerintah,
pembangunan dan kemasyarakatan;
f. Menyelenggarakan koordinasi kegiatan teknis operasional
pengawasan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan;
g. Menyelenggarakan pembinaan pengawasan meliputi ketaatan,
efesiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pelaksanaan tugas
dan fungsi instansi pemerintah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
h. Menyelenggarakan pemberian peringatan dini dan
meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi instansi pemerintah;
i. Menyelenggarakan pemeliharaan dan peningkatan kualitas tata
kelola pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah;
j. Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan;
k. Menyelenggarakan perumusan dan penetapan Rencana
Strategi, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP), LKPJ dan LPPD Inspektorat;
l. Menyelenggarakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
m. Menyelenggarakan hasil evaluasi pengawasan sebagai bahan
perumusan kebijakan;
n. Menyelenggarakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
3. Sekretaris
a. Penyelenggaraan penyiapan bahan koordinasi serta
pengendalian rencana dan program kerja pengawasan;
b. Penyelenggaraan penghimpunan, pengelolahan, penilaian dan
penyimpanan laporan hasil pengawasan aparat pengawasan
fungsional daerah;
c. Penyelenggaraan inventarisasi, penyusunan dan koordinasi
penatuusahaan proses penanganan pengaduan.
3.1.Sub Bagian Perencanaan
a. Pelaksanaan penyusunan perencanaan dan program kerja sub
bagian perencanaan, sekretariata dan inspektorat;
b. Pelaksanaan penyusunan rencana dan program pengelolahan
administrasi keuangan dan perlengkapan;
c. Pelaksanaan penyusunan anggaran inspektorat.
3.2.Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan
a. Pelaksanaan inventarisasi hasil pengawasan dan penghimpun
tindak lanjut hasil pengawasan;
b. Pelaksana administrasi laporan hasil pengawasan;
c. Pelaksanaan evaluasi hasil pengawasan;
d. Pelaksanaan penyusunan laporan hasil pengawasan.
3.3.Sub Bagian Administrasi dan Umum
a. Pelaksanaan pengelolaan administrasi;
b. Pelaksanaan pengelolaan urusan kepegawaian;
c. Pelaksanaan pengelolaan urusan keuangan;
d. Pelaksanaan urusan perlengkapan dan rumah tangga.
4. Inspektur Pembantu Wilayah I
a. Menyelenggarakan pengkajian program kerja inspektur pembantu
wilayah I;
b. Menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis pengawasan
di wilayah I;
c. Menyelenggarakan pengkajian bahan pengawasan di wilayah II;
d. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah I bidang
pemerintahan;
e. Menyelenggarakaan pengawasan pemerintah wilayah II bidang
pembangunan;
f. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah I bidang
kemasyarakatan;
g. Menyelenggarakan fasilitasi pengawasan wilayah I bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyaraktan;
h. Menyelenggarakan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan
penilaian tugas pengawasan di wilayah I bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan;
i. Menyelenggarakan pemantauan, evaluasi dan review kegiatan
inspektur pembantu wilayah I;
j. Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan inspektur
pembantu wilayah I;
k. Meyelenggarakan pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan di
wilayah I;
l. Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan;
m. Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan inspektur
wilayah I
n. Menyelenggarakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
o. Menyelenggarakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
4.1. Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan
a. Pelaksanaan pengusulan program pengawasan di wilayah kerja
bidang pemerintah;
b. Pelaksanaan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintahan di bidang pemerintahan;
c. Pelaksanaan pengawasan dan fasilitas pengawasa;
d. Pelaksanaan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
pemerintah;
e. Pelaksanaan koordinasi pengawasan di bidang pemerintah.
4.2.Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan
a. pelaksanaan penyusunan program kerja seksi pengawas
pemerintah bidang kemasyarakatan;
b. Pelaksanaan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah di bidang kemasyarakatan;
c. Pelaksanaan pengawasan dan fasilitas pengawasan;
d. Pelaksanaan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
kemasyarakatan;
e. Pelaksanaan koordinasi pengawasan di bidang kemasyarakatan.
4.3 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan
a. Pelaksanaan pengusulan program pengawasan di wilayah kerja
bidang pembangunan
b. Pelaksanaan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah di bidang pembangunan;
c. Pelaksanaan pengawasan dan fasilitas pengawasan;
d. Pelaksanaan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
pembangunan;
e. Pelaksanaan koordinasi pengawasan di bidang pembangunan.
5. Inspektur Pembantu Wilayah II
a. Menyelenggarakan pengkajian program kerja inspektur
pembantu wilayah II;
b. Menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis
pengawasan di wilayah II;
c. Menyelenggarakan pengkajian bahan pengawasan di wilayah II;
d. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah II bidang
pemerintahan;
e. Menyelenggarakaan pengawasan pemerintah wilayah II bidang
pembangunan;
f. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah II bidang
kemasyarakatan;
g. Menyelenggarakan fasilitasi pengawasan wilayah II bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyaraktan;
h. Menyelenggarakan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan
penilaian tugas pengawasan di wilayah II bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan;
i. Menyelenggarakan pemantauan, evaluasi dan review kegiatan
inspektur pembantu wilayah II;
j. Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan inspektur
pembantu wilayah II;
k. Meyelenggarakan pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan di
wilayah II;
l. Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan;
m. Menyelenggarakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
n. Menyelenggarakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
5.1 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan
a. Melaksanakan penyusutan program kerja seksi pengawas
pemerintah bidang pemerintahan;
b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah bidang pemerintahan;
c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang
pemerintahan;
d. Melaksanakan pengawasan bidang pemerintahan;
e. Melaksanakan pemeriksa, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
pemerintah;
f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan
bidang pengawasan;
g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas
pemerintah bidang pemerintahan;
h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan
pertimbangan pengembalian kebijakan;
i. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
5.2 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan
a. Melaksanakan penyusunan program kerja seksi pengawas
pemerintah bidang pembangunan;
b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah bidang pembangunan;
c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang
pembangunan;
d. Melaksankanan pengawasan bidang pembangunan;
e. Melaksanakan pemeriksa, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
pembangunan;
f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan
bidang pengawasan;
g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas
pemerintah bidang pembangunan;
h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan
pertimbangan pengembalian kebijakan;
i. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
5.3 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan
a. Melaksanakan penyusunan program kerja seksi pengawas
pemerintah bidang kemasyarakatan;
b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah bidang kemasyarakatan;
c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang
kemasyarakatan;
d. Melaksankanan pengawasan bidang kemasyarakatan;
e. Melaksanakan pemeriksa, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
kemasyarakatan;
f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan
bidang kemasyarakatan;
g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas
pemerintah bidang kemasyarakatan;
h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan
pertimbangan pengembalian kebijakan;
i. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
6. Inspektur Pembantu Wilayah III
a. Menyelenggarakan pengkajian program kerja inspektur pembantu
wilayah III;
b. Menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis pengawasan
di wilayah III;
c. Menyelenggarakan pengkajian bahan pengawasan di wilayah III;
d. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah III bidang
pemerintahan;
e. Menyelenggarakaan pengawasan pemerintah wilayah III bidang
pembangunan;
f. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah III bidang
kemasyarakatan;
g. Menyelenggarakan fasilitasi pengawasan wilayah III bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyaraktan;
h. Menyelenggarakan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan
penilaian tugas pengawasan di wilayah III bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan;
i. Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan inspektur
pembantu wilayah III;
j. Meyelenggarakan pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan di
wilayah III;
k. Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan;
l. Menyelenggarakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
m. Menyelenggarakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
6.1 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan
a. Melaksanakan penyusunan program kerja seksi pengawas
pemerintah bidang pemerintahan;
b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah bidang pemerintahan;
c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang
pemeritahan;
d. Melaksankanan pengawasan bidang pemerintahan;
e. Melaksanakan pemeriksa, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
pemerintahan;
f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan
bidang pemerintahan;
g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas
pemerintah bidang pemerintahan;
h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan
pertimbangan pengembalian kebijakan;
i. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
6.2 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan
a. Melaksanakan penyusunan program kerja seksi pengawas
pemerintah bidang pembangunan;
b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah bidang pembangunan;
c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang
pembangunan;
d. Melaksankanan pengawasan bidang pembangunan;
e. Melaksanakan pemeriksa, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
pembangunan;
f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan
bidang pengawasan;
g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas
pemerintah bidang pembangunan;
h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan
pertimbangan pengembalian kebijakan;
i. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
6.3 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan
a. Melaksanakan penyusunan program kerja seksi pengawas
pemerintah bidang kemasyarakatan;
b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah bidang kemasyarakatan;
c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang
kemasyarakatan;
d. Melaksankanan pengawasan bidang kemasyarakatan;
e. Melaksanakan pemeriksa, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
kemasyarakatan;
f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan
bidang kemasyarakatan;
g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas
pemerintah bidang kemasyarakatan;
h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan
pertimbangan pengembalian kebijakan;
i. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
7. Inspektur Pembantu Wilayah IV
a. Menyelenggarakan pengkajian program kerja inspektur pembantu
wilayah IV;
b. Menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis pengawasan
di wilayah IV;
c. Menyelenggarakan pengkajian bahan pengawasan di wilayah IV;
d. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah IV bidang
pemerintahan;
e. Menyelenggarakaan pengawasan pemerintah wilayah IV bidang
pembangunan;
f. Menyelenggarakan pengawasan pemerintah wilayah IV bidang
kemasyarakatan;
g. Menyelenggarakan fasilitasi pengawasan wilayah IV bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyaraktan;
h. Menyelenggarakan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan
penilaian tugas pengawasan di wilayah IV bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan;
i. Menyelenggarakan pemantauan, evaluasi dan review kegiatan
inspektur pembantu wilayah IV;
j. Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan inspektur
pembantu wilayah IV;
k. Meyelenggarakan pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan di
wilayah IV;
l. Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan;
m. Menyelenggarakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
n. Menyelenggarakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
7.1 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pemerintahan
a. Melaksanakan penyusunan program kerja seksi pengawas
pemerintah bidang pemerintahan;
b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah bidang pemerintahan;
c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang
pemeritahan;
d. Melaksankanan pengawasan bidang pemerintahan;
e. Melaksanakan pemeriksa, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
pemerintahan;
f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan
bidang pemerintahan;
g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas
pemerintah bidang pemerintahan;
h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan
pertimbangan pengembalian kebijakan;
i. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
7.2 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Pembangunan
a. Melaksanakan penyusunan program kerja seksi pengawas
pemerintah bidang pembangunan;
b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah bidang pembangunan;
c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang
pembangunan;
d. Melaksankanan pengawasan bidang pembangunan;
e. Melaksanakan pemeriksa, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
pembangunan;
f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan
bidang pengawasan;
g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas
pemerintah bidang pembangunan;
h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan
pertimbangan pengembalian kebijakan;
i. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
7.3 Seksi Pengawas Pemerintah Bidang Kemasyarakatan
a. Melaksanakan penyusunan program kerja seksi pengawas
pemerintah bidang kemasyarakatan;
b. Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis pengawasan urusan
pemerintah bidang kemasyarakatan;
c. Melaksanakan penyusunan bahan pengawasan pemerintah bidang
kemasyarakatan;
d. Melaksankanan pengawasan bidang kemasyarakatan;
e. Melaksanakan pemeriksa, pengusutan, pengujian, evaluasi,
monitoring, review dan penilaian tugas pengawasan di bidang
kemasyarakatan;
f. Melaksanakan pengkoordinasian pada pelaksanaan pengawasan
bidang kemasyarakatan;
g. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan seksi pengawas
pemerintah bidang kemasyarakatan;
h. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan
pertimbangan pengembalian kebijakan;
i. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.
8. Wilayah Kerja
Setiap inspektur pembantu yang dibantu oleh masing-masing seksi
pengawasan sesuai bidang tugasnya melaksanakan pengusutan, pemeriksaan,
pengujian dan penilaian tugas pengawasan terhadap OPD di lingkungan
pemerintah daerah dan pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai wilayah kerja masing-
masing, yang ditentukan lebih lanjut oleh Inspektur
9. Kelompok Jabatan Fungsional
a. Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintah daerah sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.
b. Kelompok jabatan fungsional terdiri atas tenaga fungsional auditor dan
jabatan fungsional lainya sejumlah tenaga fungsional yang ditetapkan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kelompok jabatan fungsional dipimpin oleh seirang tenaga fungsional
senior yang ditunjuk.
d. Jenis dan jejang jabatan fungsional ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
e. Jumlah twnaga jabatan fungsional ditetapkan berdasarkan beban kerja.
f. Rician tugas kelompok jabatan fungsional ditetapkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Tata Kerja
a. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, inspektur, sekretaris,
inspektur pembantu wilayah, kepala subbagian, kepala seksi dan
kelompok jabatan fungsional, wajib menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi dan sikronisasi, baik dalam lingkungan masing-masing maupun
antara satuan organisasi di lingkungan inspektorat, serta instansi lain
diluar inspektorat, sesuai dengan tugas pokok masing-masing.
b. Inspektur wajib mengawasi bawahanya dengan ketentuan dalam hal
terjadi penyimpangan, harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Inspektur bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan
dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas
bawahannya.
d. Inspektur wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab
pada atasan serta menyampaikan laporan berkala secara tepat waktu.
e. Setiap laporan yang diterima oleh inspektur dari bawahanya wajib diolah
dan dipergunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut.
f. Dalam penyampaian laporan kepada atasan, tembusan laporan wajib
disampaikan kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional
mempunyai hubungan kerja.
g. Dalam melaksanakan tugas, inspektur dan unit organisasi di bawahan
wajib mengadakan rapat berkala dalam rangka pemberian bimbingan
kepada bawahan.
4.1.2 Pelaksanaan Pengawasan Fungsional
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis pada
Inspektorat Provinsi Jawa Barat dengan cara observasi dan wawancara. Adapun
informasi tersebut berupa pembahasan standar umum Audit Pengawasan
Fungsional Pemerintah APFP yang dilakukan oleh para Inspektorat Provinsi Jawa
Barat sebagai berikut :
4.1.2.1 Standar Umum
1. Keahlian dan Pelatihan
Para pelaksanaan pengawasan fungsional di Inspektorat Provinsi Jawa
Barat selain latar belakang pendidikan yang dimiliki tidak sesuai dengan
pengawasan dalam meningkatkan kemampuan teknis pengawasan fungsional
telah mengikuti berbagai seminar yang dilaksankan di dalam maupun di luar
organisasi. Seperti pelatihan yang dilaksanakan oleh BPKP. Hal ini menjadi
pendukung sehingga para pengawas selain mendapatkan pengetahuan dan
berbagai disiplin ilmu yang berkelanjutan yang penting dalam pelaksanaan
pengawasan fungsional juga meningkatkan kecakapan dalam menjalankan
tanggung jawab pengawasan. Selain itu menjamin mutu hasil pemeriksaan dan
konsistensinya standar audit aparat pengawasan fungsional pemerintah (SA-
APFP). Juga menjadi acuan meningkatkan batas-batas tanggung jawab
pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan jenjang dan ruang lingkupnya.
2.Independensi
Ditinjau dari status organisasinya, Inspektorat dalam menjalankan tugasnya
memperoleh keleluasan untuk memenuhi dan menyelesaikan tanggung jawab
pemeriksaan yang diberikan padanya. Para pelaksanaan pengawasan fungsional
dalam melaksanakan tugasnya tidak dipengaruhi oleh pendapat pribadi/golongan
dalam mengambil keputusan atau tindakan yang sekiranya dapat mengurangi
objektifitas dan kemandirian dalam melaksanakan tugasnya, tujuan, kewenangan
dan tanggung jawab Inspektorat temuan dalam dokumen tertulis.
3.Kecermatan Profesi
Dalam melakukan audit Inspektorat Provinsi Jawa Barat telah membuat
program kerja pemeriksaan tahunan (PKPT), yang mana dalam pelaksanaanya
dilaksanakan oleh para pengawas fungsional dengan dibentuk tim audit yang
terdiri dari auditor yang memiliki keahlian sebagaimana telah sesuai dengan
Standar audit pengawasan fungsional pemerintah (APFP).
4.Kerahasian
Para pelaksana pengawasan fungsional di Inspektorat Provinsi Jawa Barat
selalu menjaga kerahasiaan yang berkaitan dengan audit maupun informasi yang
dihasilkan dari audit tersebut. Hal tersebut dapat terlihat dengan telah
dilaksanakannya :
a. Penugasan auditor untuk menjadi ahli;
b. Menyimpan dokumen pemerintah;
c. Penyusunan konsep laporan dan penyelesaian laporan;
d. Pemilikan kertas kerja;
e. Hubungan dengan lembaga audit lainya, dan hubungan dengan media
massa, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga pendidikan telah disususn
prosedur yang berkaitan dengan hal tersebut diatas. Yang manatidak setiap
pegawai Inspektorat diijinkan memberikan informasi tanpa seijin pihak yang
berwenang yang dalam hal ini Gubernur Jawa Barat.
4.1.2.2 Standar Koordinasi dan Kendali Mutu
Sebelum melakukan pemeriksaan Inspektorat Provinsi Jawa Barat
mengajukan usulan program kerja pengawasan tahunan (UPKPT) kepada
Gubernur Jawa Barat. Setelah disetujui oleh gubernur, maka ditetapkanlah
program kerja pengawasan tahunan (PKPT) sebagai pedoman sebagai
pelaksanaan pemeriksaan. Maka pada koordinasi dan kendali mutu yang terdapat
dalam persiapan audit operasional Inspektorat terdapat tahapan-tahapan sebagai
berikut :
1. Pembentukan Tim.
a. Didasarkan pada :
- Surat perintah kepala Inspektorat atas nama Gubernur yang berisikan
susunan tim, auditan, ruang lingkup, audit, waktu secara kewajiban
yang dibebankan kepada tim.
- Surat perintah untuk penanganan yang bersifat khusus yang berisikan
susunan tim, auditan, ruang lingkup, audit, waktu secara kewajiban
yang dibebankan kepada tim.
b. Susunan, Wewenang dan Yanggungjawab Tim
- Menetapkan personal tim
- Mendatangani surat perintah tim atas nama gubernur
- Melaksanakan review pelaksanaan audit
- Menerima ekspose hasil audit dari koordinasi dan ketua tim
- Mendatangani LHA
- Memaraf surat gubernur
- Mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan audit
2. Pemberitahuan pada auditan.
a. Sebelum survey pendahuluan dimulai, Kepala Inspektorat secara formal
memberitahukan secara tertulis kepada pimpinan auditan paling lambat
dua minggu sebelum pelaksanaan
b. Pemberitahuan ini menyangkut kapan audit akan dilaksanakan, lamanya
audit dan nama auditor yang akan ditugaskan
c. Dalam pemberitahuan ini harus dilampirkan daftar permintaan informasi
dan data yang akan diperlukan untuk survey pendahuluan.
3. Survey Pendahuluan.
a. Survey pendahuluan adalah langkah dalam proses audit
b. Dalam survey pendahuluan dikumpulkan seluruh data yang relevan dengan
kegiatan audit selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk penyusunan
PKA
c. Survey pendahuluan harus memungkinkan tim audit dapat memahami
bagaimana suatu kegiatan atau suatu kegiatan dan jenis pekerjaan
dilaksanakan dan bagaimana pekerjaan itu berhubungan dengan bagian
lain dari organisasi itu.
d. Seluruh sumber daya informasi harus dimanfaatkan, baik uraian tugas,
metodekerja, maupun data-data keuangan dan data-data lainya yang
diperlukan.
4. Penyusunan Program Kerja Audit
Program kerja audit adalah langkah-langkah prosedur dan teknik audit yang
disusun secara sistematis yang harus diikuti atau dilaksanakan oleh auditor selama
pelaksanaan audit untuk mencapai tujuan audit.
4.1.2.3 Standar Pelaksanaan
1. pertemuan Awal (Entry Briefing)
a. Pembicaraan pendahuluan hendaknya dipersiapkan dalam seksama dan
dilakukan oleh penanggung jawab dan atau koordinasi bersama tim
auditdengan jabatan audit/pimpinan audit.
b. Agar pimpinan auditan mendapat gambaran yang tepat tentang audit
operasional, hendaknya dijelaskan pengertian audit operasional dan manfaat
yang diperoleh dari audit tersebut.
c. Tim audit hendaknya mengungkapkan secara jelas tentang sasaran audit,
masa yang di audit, waktu audit serta petugas audit.
2. Penilaian dan Pengujian SPM
Hakekatnya pengendalian manajemen adalah tindakan yang dilakukan
oleh manajemen untuk mengarah atau menjalankan operasi sesuai dengan
standar atau tujuan yang diinginkan. Dengan demikian pegendalian
manajemen mancakup sistem organisasi, prosedur, dan praktek dalam
penanganan dan penyelesaian tugas-tugas manajemen secara efektif.
a. Tujuan
Pengujian pengendalian manajemen adalah untuk menilai tingkat
efektivitas yang mengenal kemungkinan adanya kelemahan pengendalian
manajemen auditan dan unsur-unsur yang penting adalah :
- Organisasi
- Kebijakan-kebijakan pimpinan auditan
- Prosedur kerja
- Perencanaan
- Akuntansi/catatan keuangan
- Pelaporan
- Audit eksternal.
b. Cara Pendekatan
Pendekatan yang dapat dilakukan auditor adalah sebagai berikut :
- Penelahaan pedoman kerja dan kemudian menguji dengan
pelaksanaan.
- Pengamatan langsung yaitu menyelusuri dari awal sampai akhir
tindakan-tindakan dan proses yang diterapkan dalam pelaksanaan
sebenarnya.
c. Tujuan Pendekatan
Tujuan pendekatan adalah untuk memperoleh informasi mengenai sebagai
berikut :
- Bagaimana sebenarnya pelaksanaan kegiatan auditan.
- Langkah-langkah atau prosedur yang diperlukan dan digunakan
dalam proses auditan.
- Hasil-hasil yang telah dicapai ditinjau dari :
a. maksud dan tujuan auditan.
b. ketentuan hukumannyadan praktek-praktek yang lajim.
- Efektivitas pengendalian manajemen.
d. Hal-hal yang dipertimbangkan
Dalam pengujian pengendalian manajemen perlu diperhatikan unsur
pengendalian manajemen organisasi, kebijakan, perencanaan, prosedur, akuntansi,
personalia dan pelapor.
3. Pelaksanaan Audit Operasional
Audit operasional adalah suatu audit yang dimaksud sebagai penilaian
terhadap cara pengelolahan suatu organisasi tersebut untuk melaksanakan
tugasnya dengan lebih baik. Penilaian tersebut adalah penilaian yang sistematis
dan objektif atas operasi manajemen untuk perbaikan dan pengembangannya di
masa yang akan datang. Audit operasional ditekankan pada penilaian terhadap
cara-cara manajemen pengelolahan sumber daya untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan bagi suatu kegiatan/program dari hasil audit diharapkan adanya
saran konstruktif.
4. Temuan dan Pengembangan Temuan
Pengembangan temuan adalah pengumpulan dan pendalaman informasi
khusus yang bersangkutan dengan auditan untuk dievaluasi dan dianalisis
kerena diperkirakan akan berguna bagi pimpinan auditan.
a.faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan temuan :
- Pertimbangan harus ditekankan pada situasi dan kondisi pada saat
kejadian, bukan pada saat pemeriksaan dilakukan.
- Harus dipertimbangkan sifat kompleksitas dan besarnya jumlah serta
nilai yang dilibatkan dalam auditan.
- Temuan harus dianalisis secara jujur dan kritis untuk menghindari
ungkapan yang tidak logis.
- Kewenangan hukum auditan perlu dikemukakan pada laporan.
5. Pembahasan Hasil Audit dengan Koordinator dan atau Penanggungjawab
(Review)
Tujuannya sebagai berikut :
- Pelaksanaan audit lebih terarah dan terkendali.
- Temuan dan rekomendasi mendapat pertimbangan yang lebih
matang.
- Koordinator atau pertanggungjawab audit memperoleh informasi
yang cukupluas sebagai bahan pembahasan temuan dengan auditan.
6. Pembahasan Hasil Audit dengan Auditan
Tujuannya sebagai berikut :
- Mengkonsumsikan dan menyamankan persepsi tentang suatu
masalah/temuan.
- Mempercepat penyususnan konsep laporan.
- Mengurangi kemungkinan sanggahan terhadap laporan.
- Lebih lengkap dan tepatnya konsep laporan.
- Dapat lebih cepatnya dilakukan tindakan koreksi.
7. Penyusunan Kertas Kerja Audit (KKA)
a.Pengertian
- KKA adalah catatan-catatan yang dibuat dan data yang dikumpulkan
auditor secara sistematis pada saat melaksanakan audit.
- KKA harus mencerminkan langkah-langkah audit yang telah dituangkan
dalam pengujian yang dilakuakan, informasi yang diperoleh dan
kesimpulan hasil audit.
- Setiap auditor wajib membuat KKA pada saat melaksanakan tugas
b.Manfaat
- Merupakan dasar penyusunan laporan hasil audit.
- Merupakan alat atasan untuk mereview dan mengawasi pelaksanaan
pekerjaan para auditor.
- Merupakan alat pembuktian dari laporan hasil audit
- Menyajikan data untuk keperluan referensi.
- Merupakan salah satu pedoman untuk audit berikutnya.
- Merupakan alat bukti tertulis bagi auditor apabila terjadi pengaduan
kepada auditor atas temuan yang dihasilkan pada saat audit.
8. Penyusunan Naskah Hasil Audit (NHA)
Naskah hasil audit adalah pelapor awal dari suatu rangkaian kegiatan audit
yang disampaikan kepada auditan setelah pelaksanaan audit. Naskah hasil audit
berisikan temuan yang meliputi kondisi, kriteria, sebab, akibat, komentar
auditan serta rekomendasi. Naskah hasil audit juga berisi batas waktu auditan
untuk melaksanakan tindak lanjut hasil audit serta di tandatangani oleh ketua
tim dan disetujui oleh pimpinan auditan.
9. Exit Briefing
Exit briefing adalah pertemuan antara tim audit yang dipimpin oleh
koordinator dan atau penanggungjawab dengan pimpinan auditan setelah
berakhirnya suatu rangkaian kegiatan auditan. Dalam exit briefing disampaikan
pokok-pokok hasil pemeriksaan serta catatan-catatan yang lain berguna bagi
auditan.
4.1.2.4. Standar Pelaporan
Sebagai kegiatan terakhir dari tugas adalah penyusunan laporan hasil
audit (LHA) laporan tersebut adalah sarana komunikasi yang resmi dan sangat
penting bagi auditor untuk menyampaikan informasi tentang temuan. Kesimpulan
dan rekomendasi kepada auditan atau yang perlu mengetahui informasi tersebut.
LHA dibuat berdasarkan kertas kerja audit dan naskah hasil audit yang disusun
selama melaksanakan audit agar informasi akurat dan objektif.
1. Syarat Laporan
Persyaratan dari kriteria pelaporan hasil audit menjadi pedoman
dasar bagi aparat pengawasan fungsional pemerintah yang antara lain
menyatakan :
a.dibuat secara tertulis
b.dibuat segera
c.menbuat ruang lingkup dan tujuan audit.
2. Materi Laporan Hasil Audit
Sesuai dengan standar audit, laporan hasil audit harus disampaikan
dalam bentuk tertulis pada berbagai pihak yang berkepentingan sebagai
sarana komunikasi sebagai pelaksanaan audit.
LHA merupakan dokumen atau media komunikasi auditor untuk
menyampaikan informasi tentang kesimpulan temuan dan rekomendasi
hasil audit kepada pejabat yang berwenang dijelaskan sebagai berikut :
a. Informasi Umum
Tersedia informasi penting bagi pembaca laporan mengenai
kegiatan program dan atau fungsi yang di audit sehingga informasi ini
dapat digunakan untuk membantu memahami, menanggapi informasi
utama dari laporan
b. Informasi mengenai kegiatan, program dan fungsi auditan
Tersedia informasi mengenai tujuan intansi atau program yang
diaudit, sifat, ukuran kegiatan serta organisasi dan manajemen
c. Informasi mengenai sifat audit
Biasanya mengurangi identifikasi priode yang mencangkup oleh
audit atau saat kondisi yang dilaporkan yaitu penjelaskan singkat
mengenai ruang lingkup audit
d.Temuan dan Rekomendasi
1.Temuan sebagai berikut :
- Ketidak efesianan
- Ketidak efektian
- Pemborosan dan ketidak hematan
- Pengeluaran yang tidak sepatutnya atau pendapatan penerimaan
yang tidak sebanarnya
- Ketidak taatan terhadap peraturan perundang-undangan.
2.Rekomendasi
Dari hasil audit, temuan akan mengungkapkan penyebab yang
membawa akibat yang tidak diinginkan berkaitan dengan temuan tersebut
rekomendasi menyatakan tindakan yang harus diambil untuk
menghilangkan faktor penyebab atau meminimaliskan akibat.
3. Panduan Dalam Menyusun Laporan
a. Laporan ditandatangani oleh ketua tim penanggungjawab, setelah
pekerjaan audit diselesaikan dengan tuntas
b. Auditor harus mendiskusikan kesimpulan dan rekomendasi secara tepat
sebelum menerbitkan LHA final.
c. Laporan harus objektif jelas, singkat konstruktif dan tepat waktu.
d. Laporan harus membuat tujuan, ruang lingkup dan hasil audit.
e. Laporan dapat memuat rekomendasi untuk perbaikan dan pengakuan
kinerja yang memuaskan serta pengakuan tindakan koreksi.
4.1.2.5. Standar Tindak Lanjut
Tindak lanjut adalah tindakan yang dilaksanakan oleh auditan sesuai
dengan rekomendasi yang telah dikemukakan oleh auditor dalam Laporan
Hasil Audit. Yang bertanggungjawab melaksanakan tindak lanjut adalah pihak
auditan, sedangkan Inspektorat berkewajiban untuk memantau pelaksanaan
tindak lanjut tersebut.untuk memudahkan pemantauan tindak lanjut,
Inspektorat harus mengadministrasikan seluruh kegiatan dengan tertib.
Dalam memantau tindak lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai beriku :
a. Perlu adanya ketentuan yang mengharuskan pimpinan auditan untuk
membuat pernyataan tertulis mengenai tindakan yang telah diambil atas
rekomendasi yang telah diajarkan auditor.
b. Copy dari pernyataan tertulis tersebut harus disampaikan kepada kepala
Inspektorat sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil tindakan
selanjutnya.
c. Dalam laporan auditor harus mengungkap rekomendasi yang
dimasukan dalam laporan hasil audit sebelumnya yang membahas
pokok persoalan yang sama dalam rangka pemantauan tindak lanjut.
d. Apabila kondisi yang telah dilaporkan sebelum masih berlanjut karena
pihak auditan tidak mengambil tindakan, maka harus ditegaskan
kembali dalam rekomendasi yang dikemukakan dalam laporan hasil
audit yang disampaikan sekarang.
e. Jika dipandang perlu, auditor dapat menempatkan sesuatu bagian
tersendiri dalam laporan hasil audit, yaitu bagian yang menguraikan
kembali rekomendasi terdahulu yang belum anda tindak lanjutnya.
4.1.3 Kinerja Pemerintah Daerah
4.1.3.1 Tujuan kinerja Pemerintah Daerah
Secara umum, tujuan kinerja pemerintah daerah adalah sebagai berikut :
f) Menetapkan target-target yang dapat diterima oleh mereka yang
kinerjanya akan diukur, dan dilaksanakan dalam suasana yang
dikarakterisasikan oleh komunikasi terbuka antara atasan dan bawahan dan
mengusahakan kebersamaan dalam tindakan.
g) Menggunakan ukuran-ukuran prestasi yang dapat diandalkan, terbuka dan
objektif, membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan yang
direncanakan, dan menyediakan umpan balik bagi yang dinilai.
h) Bila prestasi kurang optimal, setelah melalui berbagai langkah
sebelumnya, timbul kebutuhan untuk menspesifikasikan dan setuju dengan
rencana pengembangan pribadi orang yang dinilai yang dapat didasarkan
pada penilaian kebutuhan pelatihan dan pengembangan pribadi.
i) Membuat ketentuan untuk alokasi baik reward ekstrinsik (misalnya
kesempatan untuk mempertinggi keterampilan seseorang) yang mengikuti
proses penilaian.
j) Menjanjikan hasil-hasil yang diinginkan dalam bentuk pemenuhan
pegawai, pemanfaatan penuh kapasitas individu, perubahan budaya
organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi dalam kondisi dimana ada
keharmonisan antara sasaran individu dengan organisasi.
Kinerja Instansi pemerintah sebagai hasil kerja (output) yang berasal dari
adanya perilaku kerja serta lingkungan kerja di inspektorat Jawa Barat tertentu
yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian individu pegawai, maka
lingkungan kerja sebagai kesempatan untuk berprestasi yang dapat dipengaruhi
oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal kerja, perilaku kerja
pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi, informasi serta
penghasilan secara keseluruhan akan dianggap konstan karena bersifat pemberian,
berasal dari luar diri pegawai dan bukan merupakan perilaku pegawai.
Dalam perencanaan kinerja di inspektorat penyusunan rencana kinerja sebagai
penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana
strategik, yang akan dilaksanakan oleh instansi Inspektorat pemerintah di wilayah
Jawa Barat. melalui berbagaikegiatan tahunan. Didalam rencana kinerja
ditetapkan rencana capaian kerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang
susunan rencana kerja dilakukann seiring dengan agenda penyusunan dan
kebijakan anggaran, serta merupakan komitmen bagi instansi untuk mencapainya
dalam tahun tertentu.Dokumen Rencana Kinerja memuat informasi tentang
sasaran yang ingin dicapai dalam tahun yang bersangkutan indikator kinerja
sasaran,dan rencana capaiannya ; program; kegiatan, serta kelompok indikator
kinerja dan rencana capaiannya.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Pada bagian ini akan dilakukan pengujian atas data penelitian yang telah
diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada 13 responden. Pengujian data ini
mencakup uji validitas dan uji reliabilitas dengan tujuan agar penulis tidak
mengambil kesimpulan yang keliru mengenai gambaran keadaan yang sebenarnya
terjadi. Pengujian validitas dan reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan
program Statistical Product & Service Solution (SPSS) for windows versi 14.0.
4.2.1.1 Hasil pengujian terhadap Validitas Variabel X
Validitas digunakan untuk menunjukan sejauh mana alat pengukur
tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur untuk mencari nilai validitasnya
dari sebuah item, maka digunakan korelasi skor item dengan total item-item
tersebut.
Uji validitas terdiri dari 30 pertanyaan untuk variabel X (Pengawasan
Fungsional). Untuk mengukur Validitas setiap butir digunakan analisis item yaitu
mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan skor jumlah
tiap skor butir.
Dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi. Item yang
mempunyai korelasi. Item-item yang mempunyai korelasi dengan kriterium (skor
total) serta korelasi yang tinggi, menunjukan bahwa item tersebut mempunyai
validitas yang tinggi pula. Syarat minimum menurut Sugiyono, untuk dianggap
memenuhi syarat adalah jika r = 0,3 jadi jika korelasi antar butir dan skor butir
kurang dari 0,3 maka butir instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
Hasil uji validitas untuk masing – masing variabel dijelaskan dalam bentuk
tabel dibawah ini, perhitungan uji validitas dalam penelitian dibantu dengan
menggunakan alat statistik yang ada dalam program SPSS 14.0 For Windows. dan
hasil perhitungan disajikan dalam lampiran.
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Variabel X
Pengawasan Fungsional
Corrected Item-Total Correlation
Angka Kritis Keterangan
Pernyataan 1 0,503 0,3. ValidPernyataan 2 0,383 0,3. ValidPernyataan 3 0,859 0,3. ValidPernyataan 4 0,540 0,3. ValidPernyataan 5 0,793 0,3. ValidPernyataan 6 0,706 0,3. Valid
Pernyataan 7 0,302 0,3. ValidPernyataan 8 0,815 0,3. ValidPernyataan 9 0,884 0,3. ValidPernyataan 10 0,805 0,3. ValidPernyataan 11 0,805 0,3. ValidPernyataan 12 0,677 0,3. ValidPernyataan 13 0,815 0,3. ValidPernyataan 14 0,848 0,3. ValidPernyataan 15 0,673 0,3. ValidPernyataan 16 0,792 0,3. ValidPernyataan 17 0,440 0,3. ValidPernyataan 18 0,750 0,3. ValidPernyataan 19 0,875 0,3. ValidPernyataan 20 0,803 0,3. ValidPernyataan 21 0,579 0,3. ValidPernyataan 22 0,652 0,3. ValidPernyataan 23 0,798 0,3. ValidPernyataan 24 0,721 0,3. ValidPernyataan 25 0,884 0,3. ValidPernyataan 26 0,747 0,3. ValidPernyataan 27 0,664 0,3. ValidPernyataan 28 0,798 0,3. ValidPernyataan 29 0,492 0,3. ValidPernyataan 30 0,677 0,3. Valid
(Sumber: Pengolahan Data)
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil uji validitas pada tabel tersebut diatas yaitu variabel X
(Pengawasan Fungsional) bahwa semua item lebih dari nilai kritis yaitu 0,3, jadi
dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan yaitu sebanyak 30 item adalah valid.
4.2.1.2 Hasil pengujian terhadap Validitas Variabel Y
Validitas digunakan untuk menunjukan sejauh mana alat pengukur
tersebut mampu mengukur apa yang akan diukur untuk mencari nilai validitasnya
dari sebuah item, maka digunakan korelasi skor item dengan total item-item
tersebut.
Uji validitas terdiri dari 15 pertanyaan untuk variabel Y (Kinerja
Pemerintah Daerah). Untuk mengukur Validitas setiap butir digunakan analisis
item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan skor
jumlah tiap skor butir.
Dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi. Item yang
mempunyai korelasi. Item-item yang mempunyai korelasi dengan kriterium (skor
total) serta korelasi yang tinggi, menunjukan bahwa item tersebut mempunyai
validitas yang tinggi pula. Syarat minimum menurut Sugiyono, untuk dianggap
memenuhi syarat adalah jika r = 0,3 jadi jika korelasi antar butir dan skor butir
kurang dari 0,3 maka butir instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
Hasil uji validitas untuk masing – masing variabel dijelaskan dalam bentuk
tabel dibawah ini, perhitungan uji validitas dalam penelitian dibantu dengan
menggunakan alat statistik yang ada dalam program SPSS 14.0 For Windows. dan
hasil perhitungan disajikan dalam lampiran.
Tabel 4.2 Hasil uji Validitas variabel Y
Kinerja Pemerintah Daerah
Corrected Item-Total Correlation
Angka Kritis Keterangan
Pernyataan 1 0,394 0,3. ValidPernyataan 2 0,475 0,3. ValidPernyataan 3 0,444 0,3. ValidPernyataan 4 0,422 0,3. ValidPernyataan 5 0,890 0,3. ValidPernyataan 6 0,890 0,3. ValidPernyataan 7 0,890 0,3. ValidPernyataan 8 0,671 0,3. ValidPernyataan 9 0,785 0,3. ValidPernyataan 10 0,725 0,3. ValidPernyataan 11 0,580 0,3. Valid
Pernyataan 12 0,611 0,3. ValidPernyataan 13 0,859 0,3. ValidPernyataan 14 0,859 0,3. ValidPernyataan 15 0,604 0,3. Valid
(Sumber: Pengolahan Data) Kesimpulan:
Berdasarkan hasil uji validitas pada tabel tersebut diatas yaitu variabel Y
(Kinerja Pemerintah Daerah) bahwa semua item lebih dari nilai kritis yaitu 0,3,
jadi dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan yaitu sebanyak 15 item adalah
valid.
4.2.1.3 Hasil Pengujian Reliabilitas
Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk menunjukan sampai
sejauhmana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran
dilakukan dua kali atau lebih.
Dalam uji reliabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini penulis
menggunakan alat Bantu statistik yang ada dalam program SPSS 14.0 For
Window yaitu dengan menggunakan rumus Cronbach’s alpha. Diperoleh hasil
pengujian variable X sebagai berikut :
a. Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pengawasan Fungsional)
Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized
Items N of Items .965 .969 30
Hasil dari statistik reliabilitas variabel X diperoleh cronbach’s Alpha lebih
besar dari 0,6 yaitu 0,969 > 0,6 yang menyatakan bahwa instrument tersebut
reliabel.
b. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Kinerja Pemerintah Daerah)
Dengan menggunakan alat Bantu software SPSS 14.0 for window
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized
Items N of Items .923 .935 15
Hasil dari statistik reliabilitas variabel Y diperoleh cronbach’s Alpha lebih
besar dari 0,6 yaitu 0,935 > 0,6 yang menyatakan bahwa instrument tersebut
reliabel.
4.2.2 Analisis Data
4.2.2.1 Analisis Pengaruh Pengawasan Fungsional
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di lapangan dan
perbandingan dengan literatur-literatur tinjauan pustaka yang ada, maka
pengawasan fungsional yang dilakukan di Kantor Inspektorat Jawa Barat.
Berikut hasil dari kuesioner untuk Pengawasan Fungsional pada Kantor
Inspektorat Jawa Barat. Frekuensi jawaban responden terhadap variabel X dapat
dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil Analisis Deskriptif Jawaban Kuesioner
Pengawasan Fungsional (Variabel X)
Tabel 4.5.1
Pernyataan 1 Auditor semestinya memiliki keahlian dan pelatihan teknis untuk menjaga profesi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 4 30.8 30.8 30.8
5.00 9 69.2 69.2 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat
setuju 69.2%, setuju 30.8%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa Keahlian dan Pelatihan sangat di butuhkan di Inspektorat Jawa Barat.
Tabel 4.5.2 Pernyataan 2
Audit Inspektorat harus memiliki sifat idenpendensi dalam melakukan tugasnya
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 9 69.2 69.2 69.2
5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat
setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa Indepedensi harus dijalankan sesuai tugasnya.
Tabel 4.5.3 Pernyataan 3
Auditor harus menggunakan kemahiran profesinya dengan cermat dan seksama
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 4.00 7 53.8 53.8 53.8 5.00 6 46.2 46.2 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat
setuju 46.2%, setuju 53.8%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa Kecermatan Profesi harus profesional dalam menjalankan tugasnya.
Tabel 4.5.4
Pernyataan 4 Auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang berkaitan dengan tugasnya
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 6 46.2 46.2 46.2
5.00 7 53.8 53.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat
setuju 53.8%, setuju 46.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa kerahasiaan informasi sangat berkaitan dengan tugasnya.
Tabel 4.5.5
Pernyataan 5 Auditor perlu memperhatikan kebijakan dalam program kerja kegiatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 9 69.2 69.2 69.2
5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat
setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa program kerja pengawasan perlu dilaksanakan dalam instansi pemerintahan.
Tabel 4.5.6
Pernyataan 6 Pengawasan fungsional dilakukan secara terus-menerus
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 2.00 2 15.4 15.4 15.4
4.00 8 61.5 61.5 76.9 5.00 3 23.1 23.1 100.0
Total 13 100.0 100.0 Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 61.5%, tidak setuju 15.4% Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa koordinasi pengawasan harus dilakukan secara terus menurus.
Tabel 4.5.7 Pernyataan 7
Auditor melakukan pekerjaan sesuai dengan standar kendali mutu yang ditentukan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 8 61.5 61.5 69.2 5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat
setuju 30.8%, setuju 61.5%, ragu-ragu 7.7% Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pekerjaan harus sesuai dengan standar kendari mutu yang ditentukan.
Tabel 4.5.8
Pernyataan 8 Pekerjaan audit direncanakan dengan baik dan di supervise dengan semestinya
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 8 61.5 61.5 61.5
5.00 5 38.5 38.5 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat
setuju 38.5%, setuju 61.5%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa perencanaan dan supervisi sudah dijalankan sesuai ketentuan.
Tabel 4.5.9
Pernyataan 9 Auditor perlu malaksanakan pengendalian intern untuk menentukan luas lingkup pengujian
yang akan dilaksanakan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 8 61.5 61.5 61.5
5.00 5 38.5 38.5 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 61.5%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pengendalian intern di inspektorat sudah dilaksanakan.
Tabel 4.5.10 Pernyataan 10
Bukti audit semestinya relevan, kompeten dan dapat dipercaya sebagai dasar yang memadai untuk memdukung pendapat, kesimpulan dan rekomendasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 6 46.2 46.2 46.2
5.00 7 53.8 53.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat
setuju 53.8%, setuju 46.2 %. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya terdapat temuan bukti audit sudah sangat relevan.
Tabel 4.5.11
Pernyataan 11 Auditor melakukan pengujian atas ketaatan auditan terhadap peraturan perundang-
undangan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 6 46.2 46.2 46.2
5.00 7 53.8 53.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden
sangat setuju 53.8%, setuju 46.2 %. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa ketaatan dan peraturan perundang-undangan sudah sesuai dilaksanakan.
Tabel 4.5.12
Pernyataan 12 Auditor melakukan pengujian atas kemungkinan adanya kekeliruan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 8 61.5 61.5 69.2
5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 61.5 %, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa auditor melakukan pengujian atas kemungkinan adanya kekeliruan cenderung sedikit kesalahannya.
Tabel 4.5.13 Pernyataan 13
Auditor melakukan pengujian atas ketidak wajaran
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 8 61.5 61.5 61.5
5.00 5 38.5 38.5 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel . tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 61.5 %. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa auditor melakukan pengujian atas ketidak wajaran sudah sesuai dengan pelaksanaanya.
Tabel 4.5.14 Pernyataan 14
Auditor melakukan pengujian selama tidak melawan hukum
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 2.00 2 15.4 15.4 15.4
3.00 1 7.7 7.7 23.1 4.00 7 53.8 53.8 76.9 5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 53.8 %, ragu-ragu 7.7%, tidak setuju 15.4%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa auditor melakukan pengujian selama tidak melawan hukum sudah terlaksanakan.
Tabel 4.5.15 Pernyataan 15
Auditor menunjukan bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 4.00 7 53.8 53.8 53.8 5.00 6 46.2 46.2 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel . tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 46.2%, setuju 53.8 %. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa auditor menunjukan bahwa audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang sudah diterapkan di Inspektorat provinsi jawa barat.
Tabel 4.5.16 Pernyataan 16
Audit menyatakan laporan keuangan telah disusun dengan standar akuntansi pemerintah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 7 53.8 53.8 61.5 5.00 5 38.5 38.5 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 53.8 %, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa audit menyatakan laporan keuangan telah disusun dengan standar akuntansi pemerintah.
Tabel 4.5.17 Pernyataan 17
Laporan keuangan menunjukan laporan audit secara konsisten
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 6 46.2 46.2 46.2
4.00 5 38.5 38.5 84.6 5.00 2 15.4 15.4 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 15.4%, setuju 38.5 %, ragu-ragu 46.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan keuangan menunjukan laporan audit secara konsisten sangat minimum.
Tabel 4.5.18 Pernyataan 18
Laporan audit harus berisi pengungkapan yang memadai
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 2 15.4 15.4 15.4
4.00 7 53.8 53.8 69.2 5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 53.8 %, ragu-ragu 15.4%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit harus berisi pengungkapan yang memadai.
Tabel 4.5.19 Pernyataan 19
Laporan audit sudah memuat penjelasan pernyataan pendapat atas pekerjaan dan tanggungjawab auditor
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 8 61.5 61.5 69.2 5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 61.5 %, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit sudah memuat penjelasan pernyataan pendapat atas pekerjaan dan tanggung jawab auditor.
Tabel 4.5.20 Pernyataan 20
Laporan audit manajemen harus memuat temuan yang secara objektif
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 2.00 2 15.4 15.4 15.4
4.00 6 46.2 46.2 61.5 5.00 5 38.5 38.5 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 46.2%, tidak setuju 15.4%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa Laporan audit manajemen harus memuat temuan yang secara objektif
Tabel 4.5.21
Pernyataan 21 Laporan audit manajemen memuat temuan secara konstruktif
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 3 23.1 23.1 23.1
4.00 7 53.8 53.8 76.9 5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 53.8%, ragu-ragu 23.1%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit manajemen memuat temuan secara konstruktif
Tabel 4.5.22 Pernyataan 22
Laporan audit manajemen lebih mengutamakan usaha perbaikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 9 69.2 69.2 76.9 5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 69.2%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit manajemen lebih mengutamakan usaha perbaiakan.
Tabel 4.5.23 Pernyataan 23
Laporan audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar aparat pengawasan fungsional pemerintah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 10 76.9 76.9 76.9
5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 76.9%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar aparat pengawasan fungsional pemerintah.
Tabel 4.5.24
Pernyataan 24 Laporan audit dimuat secara tertulis setelah berakhirnya pelaksanaan audit
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 9 69.2 69.2 69.2
5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit dimuat secara tertulis setelah berakhirnya pelaksanaan audit.
Tabel 4.5.25 Pernyataan 25
Laporan audit di distribusikan kepada pihak-pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 8 61.5 61.5 61.5
5.00 5 38.5 38.5 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 61.5%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa laporan audit di distribusikan kepada pihak-pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tabel 4.5.26 Pernyataan 26
Aparat pengawasan fungsional pemerintah merekomendasikan terhadap temuan audit
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 8 61.5 61.5 61.5
5.00 5 38.5 38.5 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 38.5%, setuju 61.5%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa aparat pengawasan fungsional pemerintah merekomendasikan temuan audit
Tabel 4.5.27 Pernyataan 27
Aparat pengawasan fungsional pemerintah memantau tindak lanjut atas temuan beserta rekomendasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 9 69.2 69.2 69.2
5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa aparat pengawasan fungsional pemerintah memantau tindak lanjut atas temuan beserta rekomandasi.
Tabel 4.5.28 Pernyataan 28
Aparat pengawasan fungsional pemerintah melaporkan temuan audit beserta rekomendasi audit sebelum di tindak lanjuti
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 10 76.9 76.9 76.9
5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 76.9%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa aparat pengawasan fungsional pemerintah melaporkan temuan audit beserta rekomendasi sebelum di tindak lanjut.
Tabel 4.5.29 Pernyataan 29
Temuan audit yang berindikasi adanya tindak melawan hukum dilaporkan kepada aparat terkait
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 9 69.2 69.2 76.9 5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 69.2%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling
dominan, menunjukkan bahwa temuan audit yang berindikasi adanya tindak melawan hukum dilaporkan kepada aparat terkait.
Tabel 4.5.30 Pernyataan 30
Aparat pengawasan fungsional pemerintah membantu aparat hukum terkait dalam upaya penindak lanjutan temuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 8 61.5 61.5 69.2 5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 61.5%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa aparat pengawasan fungsional pemerintah membantu aparat hukum terkait dalam upaya penindakan lanjutan temuan.
Pengawasan Fungsional pada Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat
dilaksankan dengan sangat memadai. Hal ini didasarkan pada perhitungan rata-
rata (mean) sebagai berikut :
Tabel 4.6 Rata-rata (Mean)
Responden Skor1 1482 1113 1114 1445 1246 1287 1338 1199 147
10 121
11 12112 12013 138
Jumlah 1665 Sumber : Hasil Pengolahan Data
Nilai mean (rata-rata) dari hasil perhitungan table 4.6 adalah
M e = nXi∑
M e = 13
1665
M e = 128
Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata di atas dapat diketahui bahwa nilai
rata-rata dari variabel (X) adalah sebesar 128. Apabila nilai tersebut dibandingkan
dengan kriteria yang telah penulis tetapkan (pada Bab III) maka nilai rata-rata
variabel (X) tersebut termasuk dalam kriteria “Sangat Memadai” yaitu antara 126-
150
Hal tersebut mengambarkan bahwa dalam pelaksanaan pengawasan
fungsional di Inspektorat Jawa Barat, telah berjalan sebagaimana mestinya hanya
tinggal meningkatkan pengawasan dalam setiap instansi pemerintah di wilayah
Jawa Barat yang ada.
Meskipun demikian, penulis telah menemukan beberapa kelemahan dari
pengawasan fungsional di Inspektorat Jawa Barat, yaitu sesuai hasil kuesioner
masih kurangnya penerapan prosedur/ perubahan reformasi yang telah diterapkan
selama ini.
Oleh karena itu, solusi yang dapat penulis berikan adalah dengan cara
meningkatkan pengawasan fungsional di instansi pemerintah wilayah Jawa Barat
agar lebih berjalan dengan prosedur yang telah ditetapkan .
4.2.2.2 Analisis Kinerja Pemerintah Daerah
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di lapangan dan
perbandingan dengan literatur-literatur tinjauan pustaka yang ada, maka kinerja
pemerintah daerah yang dilakukan di Kantor Inspektorat Wilayah Jawa Barat.
Sedangkan hasil dari kuesioner untuk Kinerja Pemerintah Daerah pada
Kantor Inspektorat Wilayah Jawa Barat. Frekuensi jawaban responden terhadap
variabel Y dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Hasil Analisis Deskriptif Jawaban Kuesioner
Kinerja Pemerintah Daerah (Variabel Y)
Tabel 4.7.1
Pernyataan 1 Realisasi atas pelaksanaan program kegiatan harus mengungkapan dana sesuai anggaran
yang telah ditetapkan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 9 69.2 69.2 76.9 5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 69.2%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa realisasi atas pelaksanaan program kegiatan harus mengungkapkan dana sesuai anggaran yang telah ditetapkan.
Tabel 4.7.2 Pernyataan 2
Sumber daya manusia dialokasikan sesuai dengan keahlian secara baik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 2 15.4 15.4 15.4
4.00 9 69.2 69.2 84.6 5.00 2 15.4 15.4 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 15.4%, setuju 69.2%, ragu-ragu 15.4%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa sumber daya manusia dialokasikan sesuai dengan keahlian secara baik.
Tabel 4.7.3 Pernyataan 3
Alokasi sumber daya manusia sesuai dengan rencana strategi yang ditetapkan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 10 76.9 76.9 84.6 5.00 2 15.4 15.4 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 15.4%, setuju 76.9%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa alokasi sumber daya manusia sesuai dengan strategi yang ditetapkan.
Tabel 4.7.4 Pernyataan 4
Penyediaan sarana dan prasarana dapat meningkatkan kinerja pemerintah yang memadai
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 2 15.4 15.4 15.4
4.00 8 61.5 61.5 76.9 5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 61.5%, ragu-ragu 15.4%. Hal ini berarti jawaban yang paling
dominan, menunjukkan bahwa penyediaan sarana dan prasarana dapat meningkatkan kinerja pemerintah yang memadai.
Tabel 4.7.5 Pernyataan 5
Pengukuran kinerja dilakukan sesuai dengan kebijakan tujuan yang telah ditetapkan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 10 76.9 76.9 76.9
5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 76.9%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pengukuran kinerja dilakukan dengan sesuai dengan kebijakan tujuan yang telah ditetapkan.
Tabel 4.7.6 Pernyataan 6
Rencana kegiatan telah dijabarkan ke dalam bentuk program kegiatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 10 76.9 76.9 76.9
5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 76.9%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa rencana kegiatan telah dijabarkan ke dalam bentuk program kegiatan.
Tabel 4.7.7 Pernyataan 7
Dalam laporan akuntabilitas kinerja harus sesuai dengan format pelaporan yang berlaku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 10 76.9 76.9 76.9
5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 76.9%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa dalam laporan akuntabilitas kinerja harus sesuai dengan format pelaporan yang berlaku.
Tabel 4.7.8 Pernyataan 8
Lokasi kegiatan dalam bentuk laporan harus dibuat secara rutin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 3.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 9 69.2 69.2 76.9 5.00 3 23.1 23.1 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 23.1%, setuju 69.2%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa lokasi kegiatan dalam bentuk laporan harus dibuat secara rutin.
Tabel 4.7.9 Pernyataan 9
Waktu pelaporan harus dibuat secara berkala
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 9 69.2 69.2 69.2
5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa waktu pelaporan harus dibuat secara berkala.
Tabel 4.7.10 Pernyataan 10
Kinerja yang baik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 7 53.8 53.8 53.8
5.00 6 46.2 46.2 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 46.2%, setuju 53.8%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa kinerja yang baik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Tabel 4.7.11 Pernyataan 11
Pengawasan fungsional yang baik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas kinerja pemerintah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 6 46.2 46.2 46.2
5.00 7 53.8 53.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 53.8%, setuju 46.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pengawasan fungsional yang baik dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas kinerja pemerintah.
Tabel 4.7.12 Pernyataan 12
Instansi pemerintah harus menyediakan fasilitas yang dapat meningkatkan kinerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 12 92.3 92.3 92.3
5.00 1 7.7 7.7 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 7.7%, setuju 92.3%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa instansi pemerintah harus menyediakan fasilitas yang dapat meningkatkan kinerja.
Tabel 4.7.13 Pernyataan 13
Penghargaan diberikan berdasarkan keberhasilan pelaksanaan program kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 4.00 9 69.2 69.2 69.2 5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa penghargaan diberikan berdasarkan keberhasilan pelaksanaan program kerja.
Tabel 4.7.14 Pernyataan 14
Pencapaian kinerja perlu diterapkan secara efisiensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 4.00 9 69.2 69.2 69.2
5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 69.2%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pencapaian kinerja perlu diterapkan secara efesiensi.
Tabel 4.7.15 Pernyataan 15
Pencapaian kinerja dapat melakukan perubahan-perubahan secara efektif
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent Valid 2.00 1 7.7 7.7 7.7
4.00 8 61.5 61.5 69.2 5.00 4 30.8 30.8 100.0 Total 13 100.0 100.0
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa jawaban responden sangat setuju 30.8%, setuju 61.5%, ragu-ragu 7.7%. Hal ini berarti jawaban yang paling dominan, menunjukkan bahwa pencapaian kinerja dapat melakukan perubahan-perubahan secara efektif.
Kinerja Pemerintah Daerah yang dilaksanakan pada Kantor Inspektorat
Jawa Barat. telah dilaksanakan secara memadai. Hal ini didasarkan pada
perhitungan rata-rata (mean) seperti yang tercantum dibawah ini:
Tabel 4.8 Rata-rata (Mean)
Rata-rata (Mean)
Responden Skor1 752 623 604 735 596 637 608 589 69
10 6011 6012 6013 65
Jumlah 824 Sumber : Hasil Pengolahan Data
Nilai mean (rata-rata) dari hasil perhitungan table 4.8 adalah
M e =nYi∑
M e = 13824
M e = 63
Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka rata-rata dari Variabel Y adalah
sebesar 63. Apabila dibandingkan dengan kriteria yang telah penulis tetapkan
(pada Bab III) maka nilai rata-rata dari Variabel Y tersebut termasuk dalam
kriteria “Sangat Memadai” karena terletak diantara 63-75.
Hal tersebut menggambarkan bahwa masih terdapat kelemahan serta
kekurangan dalam pelaksanaan kinerja Pemerintah Daerah Inspektorat Jawa
Barat, tetapi pelaksanaan kinerja telah berjalan sebagaimana mestinya hanya
tinggal memperbaiki kelemahan-kelemahan maupun kekurangan-kekurangan
yang ada sehingga dapat menimbulkan pelaksanaan kinerja yang sangat baik
dalam tubuh Inspektorat Jawa Barat.
Meskipun demikian, penulis telah menemukan beberapa kelemahan dari
pelaksanaan kinerja Pemerintah Daerah Inspektorat Jawa Barat, yaitu kurangnya
suasana harmonis dan disiplin di suasana kerja pegawai/instansi pemerintahan.
Oleh karena itu, solusi yang dapat penulis berikan adalah dengan cara
menciptakan dan meningkatkan suasana harmonis dan disiplin di suasana kerja
pegawai. Karena lingkungan kerja pegawai mempunyai pengaruh terhadap kinerja
pegawai/ instansi pemerintahan.
4.2.2.3 Analisis Pengaruh Pengawasan Fungsional terhadap Kinerja
Pemerintah Daerah
Dalam hal ini analisis rank spearmen digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antara Pengawasan Fungsional (variabel X) dan Kinerja
Pemerintah Daerah (variabel Y). Berikut ini adalah hasil analisis rank spearmen:
Tabel 4.9
Korelasi Variabel (Rank Sperman) Correlations
Pengawasan
Fungsional
Kinerja
Pemerintah
Daerah
Spearman's rho Pengawasan Fungsional Correlation Coefficient 1.000 .835*
Sig. (2-tailed) . .000
N 13 13
Kinerja Pemerintah
Daerah
Correlation Coefficient .835* 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 13 13
*. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel di atas hasil koefisien korelasi adalah 0,835 jika
dibandingkan dengan kriteria koefisien korelasi yang di ambil dari teori yang
penulis ungkapkan di bab 3. Dimana, 0,835 berada pada kriteria 0.80 – 1,000 yang
artinya memiliki tingkat hubungan yang sangat kuat antara Pengawasan
Fungsional terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.
Dengan bantuan program Statistical Product & Service Solution (SPSS)
for windows versi 14.0, penulis menggunaka Rank Spearman untuk melakukan
pengujian hipotesis dengan hasil sebagai berikut:
rshitung = 0,835 tingkat signifikansi α = 0,05. Uji dilakukan dua sisi (two
tail), nilai rstabel = 0,544.
Karena nilai rshitung > rstabel atau 0,835 > 0,544 maka Ho ditolak sehingga
terdapat pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah.
Un
tidak, mak
thitung > ttab
Pe
t =
Da
α = 0,05
Sehingga
(Ha) diter
Un
kinerja pem
Adap
adalah :
KD
ntuk lebih m
ka dilakuka
bel maka Ho
ngujian t ad
= 5,0327
ari hasil pen
, maka dan
thitung (5,03
ima.
ntuk menge
merintah da
pun nilai k
= rs2 X 100
= (0.835)2
= 69.72 %
meyakinkan
an uji t dan
o ditolak dan
dalah sebag
ngujian, did
dk = n – 2
27) > ttabel
etahui besa
aerah maka
koefisien d
0 %
X 100 %
n bahwa ke
hasilnya di
n apabila thi
ai berikut :
dapat nilai th
(dk = deraj
(2,201) dan
arnya penga
dihitung ko
eterminasi
edua variab
ibandingkan
tung < ttabel m
hitung 5,0327
ajat kebebas
n ini menu
aruh pengaw
oefisien dete
yang dilak
el tersebut
n dengan ni
maka Ha dit
dengan tin
san)maka tta
unjukkan hip
wasan fung
erminasi (K
kukan pada
berkorelasi
ilai ttabel. Ap
erima.
ngkat signifi
abel adalah 2
potesis alte
gsional terh
Kd).
a penelitian
i atau
pabila
ikansi
2,201.
ernatif
hadap
n ini,
Dimana besarnya pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja
pemerintah daerah adalah 69,72% dan sisanya sebesar 30,28 % adalah faktor lain
yang tidak diteliti oleh penulis, seperti: Faktor kepuasan kerja
Iis Iskandar (2008) dengan judul skripsi “Pengaruh Kepuasan Kerja
terhadap kinerja pemerintah daerah Kabupaten Cianjur ”. Pada dasarnya
kepuasan kerja merupakan hal yang individu setiap individual akan memiliki
kepuasan kerja yang berbeda-beda dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada
masing-masing individu. di Negara lain yang sedang berkembang orang
cenderung mengatakan gaji atau upah dan kesejahteraan hal ini faktor utama
untuk timbulnya kepuasan kerja.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut
Nitisemito (1996:170) adalah sebagi berikut : gaji yang cukup, memperhatikan
kebutuhan rohani, memberikan kepada mereka untuk maju, tempatkan karyawan
pada posisi yang tepat, usahakan para pekerja mempunyai loyalitas. Kebutuhan
yang diinginkan sehingga mereka akan lebih mencintai pekerjaannya dengan
kepuasan yang diperolehnya dan mereka pun akan merasakan bahwa dirinya
benar-benar diperhatikan, dengan demikian bahwa di antara pimpinan dengan
pegawai saling mengerti dan demi tercapainya satu tujuan tertentu.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data serta pembahasan yang
didasarkan dari identifikasi masalah yang penulis lakukan di Inspektorat Provinsi
Jawa Barat, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengawasan Fungsional telah berjalan dengan sesuai aturan yang
ditetapkan. Hal ini terlihat dari perolehan nilai mean sebesar 128 yang
berada pada kategori sangat memadai.
2. Kinerja Pemerintah Daerah sudah diterapkan dengan sangat positif. Hal ini
terlihat dari perolehan nilai mean sebesar 63 yang berada pada kategori.
Dan didukung dengan adanya kemampuan yang dimiliki pegawai
Inspekrorat.
3. Hasil pengolahan data dengan analisis rank spearmen, terdapat pengaruh
pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah, hal ini dapat
terlihat dari hasil koefisien korelasi 69,72% sehingga didapat rshitung lebih
besar dari rstabel yaitu 0,835 > 0,544 yang berarti Ho ditolak. Sedangkan
thitung 5,032 > ttabel = 2,201 yang artinya Ha diterima. Dapat diambil
kesimpulan bahwa Koefisien kolerasinya sangat kuat terdapat pengaruh
pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah. Besarnya
pengaruh pengawasan fungsional terhadap kinerja pemerintah daerah
adalah sebesar 69,72%. Dan sisanya sebesar 30,28% dipengaruhi oleh
faktor yang lain seperti: faktor Kepuasan Kerja
5.2 Saran
Dari hasil penelitian dan berdasarkan studi kepustakaan yang penulis
lakukan, maka penulis memberikan saran yang mungkin dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi Kantor Inspektorat Provinsi Jawa Barat :
1. Dalam melaksanakan pengawasan fungsional hendaknya dilaksanakan
sesuai dengan prosedur yang ada. Selain itu perlu dilakukan monitoring
agar bisa berjalan sesuai dengan program kerja yang sudah ditetapkan
harus dipertahankan.
2. Mengevaluasi dan memotivasi atas koreksi dan rekomendasi terhadap
objek yang diperiksa sehingga tujuan yang diharapkan dapat dilaksanakan
secara efisien dan efektif.
3. Pengawasan fungsional dalam koordinasi pengawasan harus dilakukan
agar kinerja dapat berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
4. Dalam laporan keuangan yang dilakukan seorang audit secara umum dan
konsisten harus secara objektif dan transparansi untuk pengambilan
keputusan atau kebijakan.
5. Sumber daya manusia dalam kinerja pemerintah daerah harus di
tingkatkan agar tujuan yang telah diterapkan dapat dilaksanakan secara
efektif.
6. Pemerintah daerah harus meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana agar
dapat meningkatkan kinerja di instansi pemerintahan.
7. Berkaitan dengan penelitian ini, diharapkan bagi peneliti selanjutnya jika
ingin melakukan penelitian yang sama, maka seharusnya penulis harus
secara spesifik dalam penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
A.Anwar Prabu Mangkunegara (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia,
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Abdul Halim, (2002), Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah,
ed Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
Bintang Susmanto (2009). Pengawasan fungsional. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Deddi Nordiawan (2008). Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, Jakarta
Halim Abdul Et. All, (2000), Sistem Pengendalian Manajemen, Upp Amp ykpn,
Yogyakarta
Mardiasmo, (2002), Akuntansi Sektor Publik, ed. Pertama, Cetakan Pertama,
ANDI, Yogyakarta
Robert L. Mathis (2002). Managemen Sumber Daya Manusia, Salemba Empat,
Jakarta.
Revrisond Baswir. (2001), Akuntansi Pemerintahan Indonesia, Yogyakarta.
Syaiful F.Prihadi, (2004). Assesment Centre, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sedarmayanti (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar
Maju, Bandung.
Sugiyono (2002). Statistik Untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 14
for Windows, Alfabeta, Bandung.
Sugiyono (2004). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Surya Dharma (2005). Manajemen Kinerja. Pustaka Pelajar, Jakarta.
Umar Husein, (2003), Evaluasi Kinerja Karyawan, Cetakan kedua, PT Sun, Jakarta
Veithzal Rivai (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Keputusan Presiden No.74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggraan Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah
(2002) Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 70 Tahun 2002 tentang Pedoman Operasional Audit Badan Pengawasan Daerah Propinsi Jawa Barat
Daftar Materi Audit, 2003.
http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-kinerja
http://bandungvariety.wordpress.com/2008/10/15/
http://72legal.wordpress.com/2009/03/08 dap-kinerja.html
\
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Andhika Ardiansyah
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang 20 Juni 1986
Alamat : Jl. Jambu III B11 No 9 RT 001/RW 08 Pondok
Makmur
Kuta Baru Kec. Pasar Kemis Kab. Tangerang
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Nama Ayah : Ade Ruhiat
Nama Ibu : Eha Julaeha
Riwayat Pendidikan
1991 – 1992 : Tk Islam Al-Makmur
1992 – 1998 : SD Negeri II Karet
1998 – 2001 : SLTP Negeri 1 Mauk - Tangerang
2001 – 2004 : SMU Yuppentek Tangerang
2004 – 2010 : Universitas Pasundan