pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah terhadap kinerja guru
DESCRIPTION
PENELITIAN INI DILAKSANAKAN DI ENSINO SECUNDARIO 10 DE DEZEMBRO COMORO TAHUN AJARAN 2013, DILI, TIMOR LESTETRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu upaya untuk mendapatkan pengetahuan,
wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu pada individu-individu guna
mengembangkan dirinya sebagai taraf insani untuk mampu menghadapi setiap perubahan
yang terjadi sepanjang hidupnya. Di dalam perubahan itu banyak juga terjadi adanya faktor
penentu yang mempengaruhi kelangsungan pembangunan suatu negara adalah kualitas dan
kuantitas sumber daya manusia yang memadai dari berbagai aspek untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional.
Perkembangan dunia pendidikan dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan
yang seiring dengan tantangan dan hambatan dalam menyiapkan sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas dan mampu bersaing di era globalisasi. Salah satu permasalahan
yang dihadapi oleh bangsa kita adalah masih rendahnya kualitas pendidikan pada setiap
jenjang. Jika kualitas pendidikan belum terjamin maka berdirinya Negara dan bangsa belum
sehat dan masih diragukan untuk berkompetisi dalam dunia akademi.
Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan tingkat satuan pendidikan, yang
harus bertanggung jawab terhadap maju mundurnya sekolah yang dipimpinnya. Tidak
jarang kepala sekolah menerima ancaman, jika dia tidak dapat memajukan sekolahnya
maka akan dimutasikan atau diberhentikan dari jabatannya. Oleh karena itu, kepala sekolah
1
dituntut untuk memiliki berbagai kemampuan, baik berkaitan dengan masalah manajemen
maupun kepemimpinan, agar dapat mengembngkan dan memajukan sekolahnya secara
efektif, efisien, mandiri, produktif, dan akuntabel. Kondisi tersebut menuntut tugas yang
harus dikerjakan oleh para tenaga kependidikan sesuai dengan peran dan fungsinya masing-
masing, mulai dari evel makro sampai pada level mikro, yakni bertenaga kependidikan
tingkat sekolah.
Di sekolah yang berperan penting dalam menentukan kualitas pendidikan, yakni
kepala sekolah dan guru. Kepala sekolah merupakan figur sentral yang harus menjadi
teladan bagi seluruh warga sekolah. Oleh karena itu, untuk mewujudkan visi dan misi
sekolah, serta mencapai tujuan yang diharapkan, perlu dipersiapkan kepala sekolah yang
mampu memahami peranan sebagai manajemen sekolah, dan tugas sebagai seorang
pemimpin.
Untuk menjalankan tugas manajerial di atas, dan juga merespon tuntutan yang terus
berubah saat ini, kepala sekolah harus memiliki kepeimpinan yang kuat agar mampu
melaksanakan berbagai program yang mereka bina secara efektif. Hal ini mengingat bahwa
kepala sekolah tidak saja bertanggungjawab mengelola guru, dan staf peserta didik, tetapi
jiga harus menjalin huungan sekolah dengan masyarakat luas. Pelaksanaan tanggungjawab
tersebut, menuntut kepala sekolah untuk memiliki kemampuan dan ketrampilan
kepemimpinan, yang harus dipersiapkan sejak pencalonan kepala sekolah.
2
Studi yang dilakukan Heyneman dan Loxley (1983) di 29 negara, beliau menemukan
bahwa diantara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan sepertinya
ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi ditengah keterbatasan sarana dan
prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang termasuk
negara República Democrática de Timor Leste yang tercinta ini.
Perlu diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam melaksanankan dan
menjalankan roda pendidikan, meskipun fasilitasnya lengkap dan canggih, bila tidak
ditunjang oleh keberadaan guru yang berkualitas, maka mustahil juga dan akan
menimbulkan proses belajar dan pembelajaran yang maksimal, maka guru sebagai
pelaksana pendidikan nasional yang merupakan kunci utama keberhasilan.
Keberadaan guru sebagai unsur utama tenaga kependidikan yang merupakan faktor
yang sangat strategis dan keseluruhan penggerak pendidikan, dimana Sumber Daya
Manusia meliputi; sarana, anggaran, organisasi dan lingkungan (Nanang Fatta, 1988).
Dalam proses belajar mengajar berlangsung seharusnya guru menggunakan sarana dan
fasilitas yang memadai dari pemerintah untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang guru
yang mendidik, mengajar dan membina.
Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, baik sekolah negeri maupun swasta masih
ada guru yang belum dapat melaksanakan pengajarannya dengan baik dan optimal.
Kehadiran guru di sekolahuntuk melakukan kegiatan mengajar perlu juga membuat dan
menyusun rencana pengajaran harian, bulanan, trimestral, dan tahunan. Hubungan antara
3
guru dan siswa harus baik, tanggung jawab didasari dengan kejujuran, kesetiaan, mentaati
dan mengajar dengan tepat keikhlasan dan kerja sama karena hubungan tersebut, seperti
orangtua dan anak. Rendahnya kinerja guru hal seperti ini dapat menyebabkan oleh
beberapa hal seperti; (1) Perekrutan guru belum mengikuti aturan yang seharusnya (2)
Minimnya pendidikan tentang keguruan dalam menjalankan tugasnya.
Proses pembelajaran berlangsung dengan baik apabila yang didukung oleh guru yang
mempunyai kompetensi dan kinerja yang tinggi, sebab guru merupakan ujung tombak dan
pelaksana terdepan pendidikan anak-anak di sekolah dan sebaliknya akan mampu
menumbuh semangat dan motivasi belajar siswa yang lebih baik dan pada akhirnya mampu
meningkatkan kualitas pembelajaran, peningkatan prestasi pendidikan merupakan sesuatu
proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan prestasi sumber daya manusia (SDM)
itu sendiri.
Pentingnya proses peningkatan mutu sumber daya manusia, maka pemerintah masih
terus berupaya untuk menwujudkan melalui perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi,
perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi pengajaran serta
memberi pelatihan dan kursus serta pendidikan bagi para guru guna meningkatkan prestasi
belajar siswa sehingga dalam mengembangkan tugasnya guru dituntut dapat mendidik,
mengajar dan melatih agar penguasaan konsep tentang suatu pendidikan tertanam.
Dari pengamatan peneliti di Ensino Secundário 10 De dezembro Comoro masih
belum bertumbuhnya iklim yang demokratis di sekolah dan budaya sekolah yang kondusif
4
bagi terciptanya kualitas pembelajaran yang optimal sehingga gaya kepemimpinan dan
profesionalisme kepala sekolah masih perlu dikaji untuk mewujudkan sekolah yang efektif.
Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan perubahan yang
berorientasi pada unsur-unsur yang mendukung pendidikan dalam hal ini guru. Adapun
unsur tersebut adalah orangtua, guru, alat, metode, materi dan lingkungan pendidikan dan
semua unsur tersebut saling keterkaitan antara satu dengan yang lain demi tercapainya
tujuan pendidikan.
Berdasarkan pada uraian diatas maka penulis selanjutnya mencoba untuk mengetahui
secara lebih mendalam dan mewujudkan dengan melakukan penelitian yang berjudul :
“PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KEPALA SEKOLAH
TERHADAP KINERJA GURU DI ENSINO SECUNDÁRIO 10 DE DEZEMBRO
TAHUN AJARAN 2013”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah secara simultan berpengaruh
terhadap kinerja guru diEnsino Secundário 10 De Dezembro Comoro Tahun Ajaran
2013?
5
2. Apakah gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah secara parsial berpengaruh
terhadap kinerja guru di Ensino Secundário 10 De Dezembro Comoro Tahun Ajaran
2013?
3. Diantara gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah variable manakah yang lebih
dominan berpengaruh terhadap kinerja guru Ensino Secundário 10 De Dezembro
Comoro Tahun Ajaran 2013?
1.3. Tujuan
Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah yang berpengaruh
secara simultan terhadap kinerja guru diEnsino Secundário 10 De Dezembro Comoro
Tahun Ajaran 2013?
2. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah yang berpengaruh
secara Parsial terhadap kinerja guru diEnsino Secundário 10 De Dezembro Comoro
Tahun Ajaran 2013?
3. Untuk mengetahui diantara gaya kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah yang lebih
dominan berpengaruh terhadap kinerja guru Ensino Secundário 10 De Dezembro
Comoro Tahun Ajaran 2013?
6
1.4. Kegunaan
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka yang menjadi manfaat dalam penelitian
ini adalah:
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi orang tua, kepala sekolah, guru dan siswa agar
dapat mengambil kebijakan dan upaya perbaikan kepemimpinan kepala sekolah,
motivasi guru agar mencapai kineja guru yang maksimal.
2. Bagi almamater Instituto Superior Cristal penelitian ini dapat menjadi referensi bagi
peneliti selanjutnya yang mempunyai obyek penelitian yang sama kajian manajemen
sumber daya manusia tentang pengaruh kepemimpinan dan motivasi guru terhadap
kinerja guru.
3. Bagi peneliti karya tulis akhir ini sebagai salah satu syarat akademis untuk meraih gelar
Sarjana Pendidikan dan sekaligus mengapliksikan ilmu pengetahuan teoritis di
lapangan yang telah diperoleh selama studi di ISC.
1.5. R uang Lingkup
Mengingat keterbatasan kemampuan, waktu dan literatur dari penulis, maka penulis
membatasi permasalahan ini hanya pada pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kepala
sekolah terhadap kinerja guru di Ensino Secundário 10 de Dezembro Comoro tahun
Ajaran 2013.
7
BAB IITINJAUAN TEORITIS
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan proses atau rangkaian kegiatan yang saling berhubungan
satu dengan yang lain, meskipun tidak mengikuti rangkaian yang sistematis. Rangkaian itu
berisi kegiatan menggerakkan, membimbing dan mengarahkan serta mengawasi orang lain
dalam berbuat sesuatu, baik secara perseorangan maupun bersama-sama. Seluruh kegiatan
itu dapat disebut usaha mempengaruhi perasaan, pikiran dan tingkah laku orang lain kearah
pencapaian suatu tujuan. Oleh karena itu, kepemimpinan juga merupakan proses interaksi
antara seorang (pemimpin) dengan sekelompok orang lain, yang menyebabkan seseorang
atau sekelompok orang lain untuk berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak pemimpin.
George P. Terry berpendapat bahwa: “Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi
orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok” (Kartini
Kartono, 1983: 160).
Howard H. Hoyt, ia berpendapat bahwa “kepemimpinan adalah seni untuk
mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing orang” (Kartini
Kartono. 1983: 160 )
Kepemimpinan sebagai satu bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas / pribadi,
yaitu mampu mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai
8
10
tujuan bersama (Kartini Kartono, 1983: 187). Kepemimpinan adalah suatu proses
penggunaan pengaruh positif terhadap orang lain untuk melakukan usaha lebih banyak
dalam sejumlah tugas atau mengubah perilakunya (Kenneth N. Wexly dan Gary A. Yuki,
2003:189).
Dari pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kepemimpinan sebagai dasar
atau rangkaian teori yang dapat dipahami oleh seorang pimpinan kepala sekolah, untuk
memotivasikan dan mengarahkan bawahannya untuk menjalankan kegiatan proses belajar
mengajar sesuai rencana yang telah ditetapkan.
2.1.2 Asas-Asas Kepemimpinan
Dibawah ini terdapat tiga asas dalam Kepemimpinan yaitu antara lain :
1. Kemanusian, kepemimpinan mengutamakan sifat-sifat kemanusian, yaitu
pembimbingan manusia oleh manusia, untuk mengembangkan potensi dan kemanpuan
setiap individu, demi tujuan-tujuan human.
2. Efisien, efesiensi teknis maupun sosial, berkaitan dengan terbatasnya sumber-sumber,
materi, dan jumlah manusia, atas prinsip penghematan, adanya nilai-nilai ekonomis,
serta asas-asas manajemen modern.
3. Kesejahteraan dan kebahagian yang lebih merata, menuju pada tarap kehidupan yang
lebih tinggi. Dari ketiga asas tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa, seorang
pemimpin mampu menciptakan situasi dan kondisi yang diharapkan oleh masyarakat
9
atau bawahannya dan mampu mengarahkan dan memotivasikan masyarakat atau
bawahannya dalam meningkatkan tujuan yang ingin dicapai secara merata.
2.1.3 Etika dan Profesi Kepemimpinan
Di bawah ini ada beberapa etika dan profesi Kepemimpinan yaitu:
1. Pemimpim harus memiliki satu atau beberapa kelebihan dan pengetahuan,ketrampilan
sosial, kemahiran teknis serta pengalaman,
2. Kompeten melakukan kewajiban dan tugas-tugas kepemimpinannya,
3. Mampu bersikap susila dan dewasa,
4. Memiliki kemanpuan mengontrol diri yaitu mengontrol pikiran, emosi, keinginan dan
segenap perbuatannya, disesuaikan dengan norma-norma kebaikan. Sehingga
memunculkan sikap moral yang baik dan bertangung jawab,
5. Selalu melandaskan diri pada nilai-nilai etis (kesusilaan, kebaikan). Sekaligus mampu
menciptakan nilai-nilai yang tinggi atau yang berarti. Nilai adalah segala sesuatu yang
dapat memenuhi kebutuhan manusia. dan
6. Adanya norma perintah dan larangan yang harus ditaati oleh pemimpin demi
kesejahteraan hidup bersama dan demi efisiensi organisasi, maka segenap tindakan dan
kesalahan pemimpin itu dikontrol.
Dari uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pemimpin harus memiliki etika
dan profesi untuk melaksanakan dan menyelenggarakan tugasnya sesuai dengan etiket
kepemimpinannya.
10
2.1.4 Syarat-Syarat Kepemimpinan
Menurut Kartono Kartini (2005:36-38), persyaratan kepemimpinan harus selalu
dikaitkan dengan tiga hal penting , yaitu :
1. Kekuasaan, ialah kekuatan otoritas dan legalitas yang memberikan
wewenang kepada pemimpim guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk
berbuat sesuatu.
2. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga mampu
mengatur bawahan untuk patut dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
3. Kemampuan ialah segala daya kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau
ketrampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota
biasa.
Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa kepemimpinan dalam suatu
organisasi, pemimpin harus mengarahkan tujuan yang baik untuk menciptakan kebahagian,
kesejahteraan keadilan bagi masyarakat atau bawahannya dalam melakukan sesuatu guna
mencapai tujuan kebersamaan.
2.1.5 Sifat-Sifat Kepemimpinan
Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan
mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai
sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Teori kesifatan atau sifat dikemukakan
oleh beberapa ahli yaitu dalam Handoko dan Edwin Ghiselli, dalam Utami R.
11
Mutamimah. (2006: 17-18), mengemukakan teori mereka tentang teori kesifatan atau sifat
kepemimpinan yang meliputi 6 (enam) sifat kepemimpinan yaitu:
1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau
pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen.
2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan
keinginan sukses.
3. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya pikir.
4. Ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan
masalah-masalah dengan cakap dan tepat.
5. Kepercayaan diri, atau pandangan pada diri sehingga mampu menghadapi masalah.
6. Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan
serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi.
2.1.6. Tugas dan Fungsi Kepemimpinan
1. Tugas Kepemimpinan
Berdasarkan pengertian bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi tingkah
laku yang mengandung indikasi serangkaian tugas penting seorang pemimpin
(Wahjosimidjo 2002: 40). sebagai berikut:
12
a.Mendefenisikan misi dan peranan organisasi, misi dan organisasi dapat dirumuskan
dengan baik apabila seorang pemimpin lebih dulu memahami asumsi struktur sebuah
organisasi.
b. Pimpinan merupakan pengejewantahan tujuan organisasi, dalam tugas ini
pemimpin harus menciptakan kebijaksanaan kedalam tatanan atau keputusan terhadap
sarana untuk mencapai tujuan yang direncanakan.
c. Mempertahankan keutuhan organisasi, pimpinan bertugas untuk mempertahankan
keutuhan organisasi dengan melakukan koordinasi dan kontrol melalui dua cara, yaitu
melalui otoritas, peraturan, literally, melalui pertemuan, dan koordinasi khusus terhadap
berbagai peraturan.
d. Mengendalikan konflik internal yang terjadi didalam organisasi.
2. Fungsi Kepemimpinan
Ada beberapa fungsi yang dilakukan oleh seorang pemimpin seperti diungkapkan
oleh Mitfah Thoha dan Mintzberg, dalam Djaenuri M. Aries. (1989: 30) dalam bukunya
Perilaku Organisasi bahwa fungsi-fungsi pokok pemimpin antara lain memotivasi,
mengembangkan dan mengendalikan.
Pendapat Arifin Abdul Rachman (1986: 37), juga mengungkapkan hal yang serupa
bahwa kepemimpinan itu apabila ditinjau lebih dalam berkisar pada tugas-tugas tertentu
dalam fungsi menggerakkan; dengan mana pemimpin itu menjalankan peranannya.
13
Pengarahan yang sering juga disebut directing itu pada hakekatnya
mempunyai cakupan beberapa kegiatan antara lain seperti pemberian perintah,
instruksi, pembinaan dan memberi arahan kepada masyarakat atau bawahannya
dalam melaksanakan berbagai kegiatan.
Sofwan Badari dalam Djaenuri, M. Aries. (1989: 55), memberikan batasan
pada konsep directing sebagai “aktivitas memberi perintah harus jelas siapa yang
diberi perintah dan bertanggungjawab atas setiap bagian dari rencana”. Pendapat
yang lebih luas dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirdjo, yang berpendapat bahwa
inti directing adalah mengajar, memberi tahu dan membuat bisa melakukan.
Kesimpulan serupa juga didapati di dalam Ensiklopedi Administrasi yang
menegaskan bahwa directing adalah aktivitas berupa memerintah, menugaskan,
memberi arah dan menuntun bawahan untuk melaksanakan pekerjaan dalam
mencapai tujun.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam
fungsi pengarahan terdapat kegiatan yang dapat dikategorikan menjadi dua bagian,
yaitu;
1. Memberi Perintah dan Instruksi.
Memberi perintah dan instruksi, adalah merupakan aktivitas pemimpin sehari-
hari dalam rangka mengarahkan pelaksanaan tugas bawahannya untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Pemberian perintah oleh pemimpin kepada
14
bawahan merupakan salah satu wujud dari komunikasi vertikal. Perintah-perintah
harus diberikan oleh pemimpin dalam rangka mengendalikan organisasi yang di
pimpimnya.
7. Aktivitas untuk memberi tuntutan atau pembinaan, merupakan salah satu unsur
lain dari kegiatan pengarahan. Tujuan adalah agar orang-orang atau bawahan itu
tahu dan mengerti apa yang harus dikerjakan serta timbul kemauan untuk
mengerjakan sesuatu sesuai kehendak pemimpin.
2.2 Motivasi
2.2.1 Pengertian Motivasi
Menurut Thursan Hakim, (2001:26) berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan motivasi. :”Motivasi sebagai suatu dorongan kehendak yang menyebabkan
seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu”
Menurut Huitt, W. (2001), mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau status
internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang
mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai suatu
tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian motivasi menurut Huitt, yaitu:
1. Kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada perilaku
seseorang;
2. Keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai
suatu tujuan;
15
3. Tingkat kebutuhan dan keinginan akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku
seseorang.
Thursan Hakim (2000:26), mengemukakan pengertian motivasi adalah suatu
dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh
adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.
Pengertian motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan Danim (2004:2), motivasi
diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme
psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi
tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi paling tidak memuat tiga unsur
esensial, yakni:
1. Faktor pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal,
2. Tujuan yang ingin dicapai,
3. Strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan,
persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses
psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut
instrinsik sedangkan faktor di luar diri disebut ekstrinsik. Sedangkan pengarahan adalah
sebagai salah satu fungsi kepemimpinan, merupakan fungsi lain yang cukup dalam upaya
16
menggerakkan orang-orang ke tujuan yang telah ditetapkan, tanpa arahan akan sulit bagi
orang-orang / anggota organisasi menuju tercapainya tujuan.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa seseorang melaksanakan sesuatu
karena ada dorongan dalam dirinya untuk mencapai sesuatu. Makin kuat dorongan
tersebut maka makin optimal pula ia berupaya agar sesuatu yang dituju dapat
tercapai, di mana sesuatu yang diinginkan itu dapat tercapai maka ia akan merasa
berhasil dan juga akan merasa puas.
Istilah motivasi adalah kata yang berasal dari ahasa latin yaitu “movere yang
berarti menggerakkan” (Prasetyo Irawan,Suciati dan IGK Wardani, 1996:41).
.
Menurut Keller dalam Prasetya, Suciati, dan Wardani dikemukakan model
ARCS (Attention, Relevance,Confidance, and Satisfaction) yakni :
a. Perhatian
Perhatian siswa didorong oleh rasa ingin tahu. Oleh sebab itu rasa ingin tahu
ini perlu mendapat rangsangan sehingga siswa akan memberikan perhatian, dan
perhatian tersebut terpelihara selama proses belajar mengajar, bahkan lebih lama
lagi. Rasa ingin tahu ini dapat dirangsang atau dipancing melalui elemen-elemen
yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada.
Apabila elemen-elemen seperti itu dimasukkan dalam rancangan
pembelajaran, hal itu akan menstimulir rasa ingin tahu siswa. Namun yang perlu
17
diperhatikan stimuli tersebut jangan terlalu berlebihan, sebab akan menjadikan
hal yang kebiasaan dan kurang kefektifannya.
b. Relevan
Relevan menunjukkan adanya hubungan antara materi pelajaran dengan
kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi akan terpelihara apabila mereka
mengganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi,atau bermanfaat
dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Kebutuhan pribadi dikelompokkan ke
dalam tiga kategori yaitu motivasi pribadi, motif instumental, dan motif kultural.
c. Kepercayaan diri
Merasa diri kompoten atau mampu merupakan potensi untuk dapat
berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Konsep tersebut berhubungan
dengan keyakinan pribadi siswa bahwa dirinya memiliki untuk melakukan suatu
tugas yang menjadi syarat keberhasilan. Prinsip yang berlaku dalam hal ini
adalah bahwa motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan
untuk berhasil. Hal ini seringkali dipengaruhi oleh pengalaman sukses dimasa
yang lampau.
Dengan demikian, ada hubungan spiral antara pengalaman sukses dengan
motivasi. Motivasi dapat menghasilkan ketekunan yang membawa keberhasilan
(prestasi), dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi siswa
untuk mengerjakan tugas berikutnya.
18
d. Kepuasan
Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan, dan
siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan serupa. Kepuasan
karena mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterima, baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Untuk memelihara dan
meningkatkan motivasi siswa, guru dapat menggunakan pemberian penguatan
berupa pujian, kesempatan dan lain-lain.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas sudah sangat jelas sekali bahwa,
seseorang di dalam melakukan sesuatu tindakan pasti mempunyai suatu alasan
yang dijadikan dasar, atas sebab apa dia melakukan tindakan tersebut. Pengertian
motif tidak bisa dipisahkan dengan kebutuhan.
Senada dengan pengertian tersebut di atas, Freemont dan James, seperti
yang diterjemahkan oleh Hasyim Ali menyatakan: “Motivasi adalah apa yang
menggerakan seseorag untuk bertindak dengan cara tertentu atau sekurang-
kurangya mengembangan sesuatu kecenderungan perilau tertentu, yang dapat
dipicu oleh ransangan luar, atau yang lahir dari dalam diri orang itu sendiri
(Ngalim Purwanto ; 1996).
Setiap manusia memiliki kebutuan-kebutuhan yang secara sadar mupun
tidak, berusaha mewujudkannya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan
merupakan awal timbulnya suatu perilaku, diperlukan adanya suatu dorongan
19
(motivasi) yang mampu menggerakkan atau mengarahkan peilaku tersebut.
Setiap Mnusia berbeda antara satu dengan yang lain, perbedaan itu selain pada
kemampuannya dalam bekerja juga tergantung pada keinginan untuk bekerja atau
tergantung kepada keinginan, dorongan dan kebutuhannya untuk bekerja.
Keinginan untuk bekerja dalam hal ini disebut motivasi.
Menurur Sardiman A.M. (1996) Motivasi dapat juga dikatakan sebagai
serangkai usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang
itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, makaberusaha untuk
meniadakan atau mengelakan perasaan tidak suka tersebut. Jadi motivasi itu
dapat dirangkai oleh factor dari luar tetapi motivasi adalah tumbuh di dalam diri
seseorang (Sardiman A.M : 1996).
Dari berbagai teori dan penanganan mengenai motivasi yang dikemukakan
di atas dapat disimpulkan bahwa motivas adalah suatu kondisi internal yang
mampu menimbulkan dorongan dalam diri manusia yang menggerakkan dan
mengarahkan untuk melakukan perilaku dan aktivitas tertentu guna mencapai
tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Dimiyati dan Mudjiono (2002:43) mengatakan bahwa “motivasi
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan seorang siswa, seperti
kepintaran dan hasil belajar sebelumnya yang akan dapat menentukan
20
keberhasilan dalam mencapai kesuksesan berupa ilmu pengetahuan dan
katrampilan’.
Koeswara (1989:80) menjelaskan bahwa dalam motivasi terkandung
adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan
mengarahkan sikap dan perilaku individu dalam hal ini siswa untuk belajar.
Pendapat tersebut di pertegas oleh R. Soetarno(1989:39) bahwa “motivasi
merupakan dorongan keinginan atau penggerak yang berasal dari dalam diri
manusia dan juga dari luar diri manusia untuk melakukan sesuatu demi
terwujudnya suatu tujuan”.
Dari kedua pendapat tersebut di atas, Koeswara dan R. Soetorno hendak
menunjukkan kepada kita bahwa sesungguhnnya ada dua hal yang mendorong
siswa untuk belajar dimana hal yang terpenting adalah motivasi yakni motivasi
dalam dirinya (Inrtinsic motivation). Dan motivasi dari luar dirinya (Extrinsic
Motivation). Motivasi dari dalam diri sendiri dapat di lihat sebagai suatu tenaga
yang mendorong dari dalam diri seseorang untuk bertindak melakukan suatu
aktivitas yang bersifat positif. Sedangkan motivasi dari luar diri sebagai dorongan
yang di berikan secara sadar oleh orang lain terhadap individu yang membutuhkan
motivasi. Selain itu, sebenarnya faktor mental siswa juga turut berpengaruh, sebab
mental juga merupakan alat penggerak dalam pribadi siswa untuk melaksanakan
tugas pokoknya sebagai seorang pelajar. Untuk meningkatkan niat belajar siswa,
21
maka ia perlu dibimbing atau diberikan suatu informasi yang aktual dan benar
sehingga dengn perlahan-lahan siswa tersebut akan memperbaiki pribadinya.
Contoh siswa yang prestasinya menurun akan menjadi baik apabila memperoleh
informasi yang benar dalam hal belajar.
Ngalim Purwanto (2003:81) menguraikan bahwa “Motivsi merupakan
dorongan bagi perbuatan seseorang, menyangkut soal mengapa ia berbuat
demikian, dan apa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan memotivasi”.
Dalam pernyataan Ngalim Purwanto menantang setiap orang yang biasanya
melakukan sesuatu aktivitas, dengan pertanyaan mengapa orang melakukan hal
tersebut, apa yang mendorongnya berbuat demikian. Dari sini penulis berasumsi
bahwa seseorag melakukan apa yang menurutnya baik demi perubahan dirinya
maupun pada orang lain di samping harus menjauhkan hal-hal yang dilarang oleh
norma-norma agama di mana yang terpenting adalah bagaimana seseorang
berbuat sesuatu dengan membina pribadi, sambil memperhatikan hal-hal positif
yang akan bermanfaat bagi pribadinya, keluarga dan masyarakat umumnya.
Motif-motif untuk bekerja atau belajar perlu ditanam dalam diri seorang siswa
demi terwujudnya impian dan cita-citanya di masa depan. Oleh karena itu, upaya-
upaya untuk mewujudkan impian dan cita-citanya di masa depan. Oleh karena itu,
upaya-upaya untuk mewujudkan impian dan cita-cita siswa perlu di laksanakan
dengan menjamin kondisi belajar siswa yang harmonis di sekolah dan
22
menciptakan suasana kondusif demi timbulnya persaingan atau kompetisi di
kalangan para siswa secara positif dan sehat.
2.3. Kepala Sekolah
2.3.1 Pengertian Peranan Kepala Sekolah
Defenisi tentang peranan kepala sekolah sangat berfariasi banyak orang yang
mencoba mendefenisikan konsep ini. Defenisi peranan kepala sekolah secara luas
meliputi proses mempengeruhi dalam menentukan tujuan organisasi sekolah,
memotivasi guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan bermutu.
Apapun bentuk organisasi sekolah, dalam kenyataannya pasti memerlukan
seseorang dengan atau tanpa dibantu orang lain untuk menduduki posisi
pimpinan/pemimpin. Seseorang yang menduduki posisi pimpinan dalam suatu
organisasi sekolah mengemban tugas melaksanakan kepemimpinan sekolah.
Kepala sekolah adalah seorang tenaga professional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Dari penjelasan tentang pengertian peranan kepala sekolah tersebut diatas
penulis berpendapat bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin hendaklah
mempunyai kemampuan untuk memimpin, menggerakkan, melakukan koordinasi
atau mempengaruhi para guru dan segala sumber daya yang ada di sekolah
23
sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
2.3.2 Peranan Kepemimpinan
Wahjosumidjo, (2010:38) menyatakan bahwa kepala sekolah adalah
pimpinan pendidikan di sekolah yang mempunyai peranan sangat besar dalam
mengembangkan mutu pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Peranan-peranan
tersebut antara lain; berkembangnya semangat kerja, kerja sama yang
harmonis,minat terhadap perkembangan pendidikan, suasana kerja yang
menyenangkan dan perkembangan mutu professional di antara para guru banyak
ditentukan oleh kualitas kepemimpinan kepala sekolah.
Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, kepala sekolah harus mampu
menolong stafnya untuk tujuan saling bertukar pendapat dan gagasan sebelum
menetapkan tujuan. Di samping itu kepala sekolah juga harus mampu
membangkitkan semangat kerja yang tinggi, menyenangkan, aman dan penuh
semangat. Hal ini berarti ia harus mampu membagi wewenang dalam pengambilan
keputusan, sebab banyak tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh kepala
sekolah (Soewadji.L. :2006:26).
2.3.3 Fungsi Kepala sekolah
Dalam organisasi sekolah, fungsi kepala sekolah adalah tugas yang diemban
oleh seorang pemimpin sekolah untuk memajukan organisasi sekolahnya. Fungsi
24
artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan suatu hal atau kerja
suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepala sekolah berhubungan langsung
dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi sekolah yang
mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi
itu.
Fungsi kepala sekolah tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan situasi
sosial yang terbentuk dan sedang berlangsung di lingkungan sutu organisasi
sekolah. Oleh karena situasi itu selalu berkembang dan dapat berubah-ubah, maka
fungsi kepala sekolah tidak mungkin dilakukan sebagai kegiatan rutin yang
diulang-ulang. Tidak satupun cara bertindak/ berbuat yang dapat digunakan secara
persis sama dalam menghadapi dua situasi yang terlihat sama, apalagi berbeda di
lingkungan suatu organisasi sekolah oleh seorang kepala sekolah.
Dengan demikian berarti juga suatu cara bertindak yang efektif dari seorang
kepala sekolah yang berbeda dengan situasi sosial yang tidak sama, maka hasilnya
juga akan berbeda. Cara bertindak dari seorang kepala sekolah didasari oleh
keputusan yang ditetapkannya, yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan
menganalisa situasi sosial sekolahnya. Kepala sekolah yang baik akan selalu
berusaha mengembangkan situasi sosal yang bersifat kebersamaan yang mampu
memberikan dukungan positif terhadap keputusan yang ditetapkannya.
1. Fungsi Instruktif
25
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, kepala sekolah sebagai Administrator
sekolah merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, kapan dan dimana
perintah itu dikerjakan oleh para guru dan pegawai lainnya agar keputusan
dapat dilasanakan secara efektif. Kepala sekolah yang handal memerlukan
kemampuan menggerakan dan memotivasi para guru dan pegawai lainnya agar
mau melaksanakan perintah.
2. Fungsi Konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha
menetapan keputusan, kepala sekolah kerapkali memerlukan bahan
pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan guru dan pegawai
lain yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang
diperlukan dalam menetapkan keputusan ditetapkan dan sedang dalam
pelaksanaan. Konsultsi itu dilaksanakan dengan maksud untuk memperoleh
umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan
yang telah ditetapkan.
3. Fungsi Partisipatif
Dalam menjalankan fungsi ini kepala sekolah berusaha mengaktifkan
bahannya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam
melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, teapi
26
dilaksanakan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak
mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain
4. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat
dan menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa
persetujuan dari kepala sekolah. Fungs delegasi pada dasarnya berarti
kepercayaan. Wakil kepala sekolah atau guru penerima delegasi itu harus
diyakini merupakan pembantu kepala seolah yang memiliki persamaan
prinsip, persepsi dan aspirasi.
5. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepala sekolah yang sukses mampu
mengatur aktivitas bawahannya scara terarah dan dalam koordinasi yang
efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.
Fungsi pengendalian ini dapat diwujudka melalui kegiatan
bimbingan,pengarahan, koordinasi dan pengawasan.
Berkaitan dengan fungsi kepala sekolah, Gerungan sebagaimana mengutip
pendapat Ruch bahwa ada tiga fungsi dari kepala sekolah antara lain :
27
1. Seorang kepala sekolah bertugas memberikan struktur yang jelas dari situasi-
situasi yang rumit yang dihadap oleh kelompoknya (structuring the situation).
2. Seorang kepala sekolah bertugas mengawasi dan menyalurkan perilaku bawahan
yang dipimpinnya (controlling group behavior). Ini juga berarti bahwa seorang
kepala sekolah bertugas mengendalikan perilaku bawahannya dan kelompok itu
sendiri.
3. Seorang kepala sekolah bertugas sebagai juru bicara kelompok yang
dipimpinnya (spokesman of the group). Seorang kepala sekolah harus dapat
merasakan dan menerangkan kebutuhan-kebutuhan kelompok yang dipimpinnya
ke dunia luar, baik mengenai sikap kelompok, tujuan, harapan-harapan atau hal-
hal yang lain.
Seluruh fungsi tersebut diselenggarakan dalam aktivitas kepala sekolah
secara integral. Adapun dalam pelaksanaannya kepala sekolah berkewajiban
menjabarkan program pembelajaran, mampu memberikan petunjuk yang jelas,
berusaha mengembangkan kebebasab berpikir dan mengeluarkan pendapat,
mengembangkan kerja sama yang harmonis, mampu memecahkan masalah dan
mengambil keputusan sesuai dengan batas tanggungjawab masing-masing,
berusaha menumbuhkembangkan kemampuan memikul tanggung jawab,
mendayagunakan pengawasan sebagai alat pengendali.
28
Melihat fungsi-fungsi tersebut di atas maka penulis menyimpulkan bahwa
tidaklah ringan beban tugas yang diemban oleh seorang kepala sekolah, sehingga
sudah barang tentu untuk menjadi pemimpin sekolah dituntut persyaratan-
persyaratan tertentu agar dalam melaksanakan kepemimpinannya dapat
berlangsung dengan baik.
2.4. Kinerja Kerja
2.4.1. Pengertian Kinerja Kerja
Kinerja pada dasarnya merupakan satu faktor kunci guna mengembangkan
suatu organisasi secara efektif dan efisien. Hal ini mengingat bahwa langkah,
tindakan maupun perilaku karyawan dalam pelaksanaan tugas sangat pengaruh
pada kualitas penggunaan optimal sumber daya manusia yang ada dalam
perusahaan, sehingga diperlukan informasi yang relevan, kinerja kerja masing-
masing individu atau kelompok. Informasi demikian akan mempermudah
perumusan kebijaksanaan lebih lanjut yang lebih efektif, sangat bermanfaat bagi
dinamika perusahaan secara keseluruhan.
Prawiro Sentoso dalam Harbani Pasolong (1992 : 2 ) mengatakan kinerja
adalah hasil karya yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai
dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-
masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.
29
Mangkunegara (2002: 67 ) mengatakan bahwa kinerja adalah merupakan
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Susilo Martoyo (2000: 92) kinerja atau penilaian prestasi kerja (performance
appresial) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau
menilai prestasi kerja pegawai.
Handoko (2000 : 5) penilaian prestasi kerja adalah salah satu proses yang
dilakukan organisasi-organisasi untuk mengevaluasi dan menilai prestasi kerja
yang dicapai pegawai. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan dan
memberikan umpan balik para pegawai tentang pelaksanaan kerja pegawai.
Hasibuan (2002 : 87 ) penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio kerja
nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap pegawai.
Dengan penilaian prestasi kerja tersebut, maka organisasi dapat menentukan
kebijakan-kebijakan yang berarti apakah pegawai akan dipromosikan atau balas
jasanya dinaikkan.
Berkaitan dengan beberapa pengertian di atas maka kinerja merupakan
gabungan tiga faktor penting yaitu; kemampuan dan minat para pekerja serta
kemampuan untuk menerima penjelasan atas delegasi tugas serta peran atas
motivasi seseorang bekerja. Dan penilaian prestasi kerja diperlukan bagi seorang
30
pemimpin dalam pengambilan keputusan atau kebijakan-kebijakan tentang umpan
balik para bawahan maupun organisasi yang bersangkutan.
2.4.2. Tujuan Penilaian Kinerja Kerja
Setiap penilaian prestasi kerja pegawai harus benar-benar memiliki tujuan
yang jelas, tentang apa yang hendak dicapai.
Menurut Susilo Martoyo (2000 ; 95 ) ada beberapa tujuan yang dicapai antara
lain :
1) Mengidentifikasi para pegawai mana yang membutuhkan pendidikan dan
pelatihan
2) Menetapkan kenaikan gaji atau upah pegawai
3) Menetapkan kemungkinan pemindahan pegawai ke penugasan baru
4) Menentukan kebijkan baru dalam rangka reorganisasi
5) Mengidentifikasi para pegawai yang akan dipromosikan ke jabatan tertentu.
2.4.3. Manfaat Kinerja Kerja
Menurut Susilo Martoyo (2000 : 92 ) ada 10 (sepuluh) manfaat dari penilaian
kinerja kerja antara lain :
1). Perbaikan prestasi kerja.
Umpan balik memungkinkan pegawai, manajer dan departemen personalia
dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka demi perbaikan kinerja kerja.
31
2). Penyesuaian-penyesuaian kompensasi evaluasi prestasi kerja membantu para
pengambil keputusan dalam menentukan kanaikan upah, pemberian bonus dan
bentuk kompensasi lainnya.
3). Keputusan-keputusan penempatan
Promosi, transfer dan demosi (penurunan jabatan ) biasanya didasarkan pada
prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya.
4). Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan
Prestasi kerja yang jelek mungkin membutuhkan latihan. Demikian juga,
prestasi yang baik mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
5). Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik prestasi kerja seseorang
pegawai dapat mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur
karier tertentu yang harus diteliti.
6). Penyimpanan-penyimpanan proses staffing prestasi kerja yang baik atau jelek
mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen
personalia.
7). Ketidak akuratan informasional prestasi kerja yang jelek mungkin
menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisa jabatan, rencana-
rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen sistem informasi
manajemen personalia lainnya.
32
8). Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan prestasi kerja yang jelek mungkin
merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan tersebut.
9). Kesempatan kerja yang adil penilaian prestasi kerja secara akurat akan
menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa
diskriminasi.
10). Tantangan eksternal kadang-kadang prestasi dipengaruhi oleh faktor-faktor di
luar lingkungan kerja, seperti : keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau
masalah-masalah pribadi lainnya.
2.4.4. Pengukuran Kinerja Kerja
Menurut syarif dalam Dharma (1985 ) pengukuran kinerja didasarkan pada
mutu ( kehalusan,kebersihan, dan ketelitian ), jumlah waktu (kecepatan), jumlah
macam kerja (banyak keahlian), jumlah jenis alat (ketrampilan dalam
menggunakan macam-macam alat) dan pengetahuan tentang pekerjaan. Kinerja
juga dapat dilihat dari individu dalam bekerja, misalnya prestasi seseorang pekerja
ditunjukkan oleh kemandiriannya, kreativitas serta adanya rasa percaya diri.
Pengukuran prestasi kerja menurut Lopez dalam Swasto (1996) menyatakan
bahwa mengukur kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam
penilaian perilaku kerja secara mendasar yaitu meliputi : (1) kuantitas kerja, (2)
33
kualitas kerja, (3) pengetahuan tentang pekerjaan, (4) pendapat atau pernyataan
yang disampaikan, (5) keputusan yang diambil, (6) perencanaan kerja dan (7)
daerah organisasi kerja.
Berdasarkan berbagai pandangan dan pemikiran diatas dapat disimpulkan
banyak kriteria dan ukuran yang dapat digunakan untuk menilai kinerja. Semua
faktor tersebut pada dasarnya saling melengkapi dan dapat dijadikan acuan untuk
mengukur kinerja. Sehubungan dengan ukuran penilaian kinerja pegawai maka
kinerja pegawai dalam penelitian ini secara operasional diukur dengan indikator-
indikator sebagai berikut; (1) hasil kerja, hasil kerja kuantitas maupun kualitas; (2)
ketangguhan dalam melaksanakan tugas; (3) sikap menghadapi perubahan
pekerjaan, teman kerja dan bekerja sama.
2.4.5. Faktor-Faktor Yang dapat Mempengaruhi Penilaian Kinerja
Menurut Hasibuan (2002:95) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penilaian kinerja atau unsur-unsur yang akan dinilai antara lain :
a. Kesetiaan
Penilaian mengukur kesetiaan pegawai terhadap pekerjaannya, jabatannya dan
organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesetiaan pegawai menjaga dan
membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang
yang tidak bertanggung jawab.
b. Prestasi kerja
34
Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan
pegawai tersebut dari uraian pekerjaannya.
c. Kejujuran
Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi
perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada
bawahannya.
d. Kedisiplinan
Penilai menilai disiplin pegawai dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada
dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.
e. Kreativitas
Penilai menilai kemampuan pegawai dalam mengembangkan kreativitasnya
untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga lebih berdaya guna dan berhasil
guna.
f. Kerja sama
Penilai menilai kesetiaan pegawai berpartisipasi dan bekerja sama dengan
pegawai lainnya secara vertikal maupun horizontal di dalam maupun di luar
pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
g. Kepemimpinan
35
Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi
yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau
bawahannya untuk bekerja secara efektif.
h. Kepribadian
Penilai menilai pegawai dan sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai,
memberikan kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta
berpenampilan simpatik dan wajar.
i. Prakarsa
Penilai menilai kemampuan berpikir yang original dan berdasarkan inisiatif
sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan,
mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang
dihadapinya.
j. Kecakapan
Kecakaan pegawai dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam
elemen yang terlibat dalam penyusunan kebijaksanaan di dalam situasi
manajemen.
k. Tanggung jawab
Dalam hal ini pegawai mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan,
dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakan, serta perilaku
kerjanya.
2.5. Kerangka Berpikir
36
Sukses tidaknya pendidikan dan pembelajaran di sekolah sangat
dipengaruhi oleh kemampuan kepala sekolah dalam mengelola setiap
komponen sekolah salah satu komponen penting adalah guru. Kepala sekolah
yang mampu memberdayakan seluruh warga sekolah termasuk pengembangan
guru dan staf. Salah satu tujuan mendayagunakan guru adalah agar guru dapat
memiliki kinerja yang optimal namun dalam kondisi yang menyenangkan.
Sehubungan dengan itu fungsi guru yang harus dilaksanakan kepala sekolah
adalah mengembangkan dan memotivasi guru untuk mencapat tujuan
pendidikan, memaksimalkan perkembangan karier guru serta menyelaraskan
tujuan individu dan organisasi sekolah. Untuk memperjelas paradigma
pemikiran ini maka dapat dilihat dalam gambar 1 kerangka berpikir berikut
ini:
Gambar 1 Kerangka Berpikir
X1Y
X1X2Y
X2Y
2.6. Hipotesa
37
Kepemimpinan (X1)
Kinerja (Y)
Motivasi (X2)
Untuk menjawab permasalahan yang diajukan, maka jawaban sementara
yang akan dibuktikan kebenarannya:
1. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan dan motivasi
kepala sekolah secara simultan terhadap kinerja guru Di Ensino Secundário 10
De Dezembro Comoro Tahun Ajaran 2013.
2. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan dan motivasi
kepala sekolah secara parsial terhadap kinerja guru Di Ensino Secundário 10
De Dezembro Comoro Tahun Ajaran 2013.
3. Diduga dari kepemimpinan dan motivasi kepala sekolah, faktor motivasi
kepala sekolah sebagai faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap
kinerja guru Di Ensino Secundário 10 De Dezembro Comoro tahun Ajaran
20113.
BAB III METODE PENELITIAN
38
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini adalah SMA 10 De Dezembro Comoro karena
berdasarkan pengamatan penulis prediksikan bahwa ada pengaruh kepemimpinan
dan motivasi terhadap kinerja guru. Dan waktu penelitian berlangsung bulan Juni
sampai dengan Juli 2013.
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003 :90).
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah para guru di SMA 10 De
Dezembro Comoro Dili yang berjumlah 30 orang.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono,2009:115).
Sampel yang yang diambil dalam penelitian ini adalah sampel jenuh atau sampel
populasi yaitu jumlah populasi dijadikan sampel. Dengan demikian sampel yang
ditetapkan dalam penelitian ini adalah sejumlah 30 orang responden.
39
3.3. Defenisi Operasional Variabel
Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik berat
perhatian suatu penelitian ( Algifari, 2000:52). Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel penelitian adalah :
1. Kepemimpinan
Yang dimaksud dengan Kepemimpinan dalam penelitian ini adalah
kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan suatu kegiatan
bersama untuk mencapai tujuan.
Indikatornya, kemampuan berkomunikasi, kemampuan megembangkan
kurikulum dan pembelajaran,kemampuan supervisi, kemampuaan
pengambilan keputusan.
2. Motivasi
Yang dimaksud dengan motivasi dalam penelitian ini adalah suatu dorongan
kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk
mencapai tujuan tertentu.
Indikatornya; keinginan berprestasi, pengembangan intelektual, peningkatan
karier, pemenuhan kebutuhan fisik.
3. Kinerja
40
Yang dimaksud dengan kinerja dalam penelitian ini adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
fungsinya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Indikatornya : Ketuntasan, kerja sama,tanggungjawab,kesetiaan,ketaatan.
3.4.Pengukuran Instrumen
Pengukuran variabel ini menggunakan metode skala Likert dengan jalan
memilih salah satu dari beberapa alternatif jawaban yang disediakan yaitu : skor
skala yang digunakan adalah 1 sampai 5 untuk item positif dan sebaliknya 5
sampai 1 untuk item negatif dan skala yang digunakan merupakan skala Likert.
Setiap alternatif jawaban diberi nilai dengan skala sebagai berikut:
1. Kategori sangat setuju skor 5
2. Kategori setuju skor 4
3. Kategori netal skor 3
4. Kategori tidak setuju skor 2
5. Kategori sangat tidak setuju skor 1.
Penyusunan kuisioner di lakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut
1. Pembuatan kisi-kisi berdasarkan indikator
41
2. Menyusun pernyataan-pernyataan sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat
serta melakukan diskusi dan konsultasi dengan pembimbing agar memperoleh
butir yang memenuhi validitas isi.
Penyusunan butir pernyataan kuisioner tetap mempertimbangkan
kemudahan pengisian oleh responden maka penyusunannya mempertimbangkan
beberapa hal antara lain:
a). Menghindari pernyataan yang meragukan
b). Menghindari kata-kata yang berbentuk abstrak
c). Tidak menggunakan kata-kata yang menimbulkan rasa curiga.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam peneliti ini penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai
berikut
1. Library Research ( Riset kepustakaan)
Dari buku-buku, majalah-majalah, jurnal, struktur, surat kabar dan situs yang
berkaitan dengan perumusan masalah. Yaitu dengan mempelajari literatur-
literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti terutama mengenai
masalah kepemimpinan dan motivasi.
2. Riset lapangan (Field Research)
42
Data-data yang penulis dapatkan dengan cara mengunjungi SMA Comoro Dili
yang menjadi sampel objek penelitian.
Hal-hal yang dilakukan sebagai berikut:
a. Observasi
Yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung pada objek yang diteliti
untuk memperoleh data yang diperlukan selama penulis melakukan
penelitian.
b. Kuesioner
Penulis menyebarkan angket yang berupa pernyataan kepada para guru
untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepemimpinan dan motivasi
terhadap kinerja.
3.6. Teknik Analisa Data
`Penulis menggunakan analisis data sebagai berikut : Analisis Regresi
Berganda.
Model analisis yang dipergunakan pada penelitian ini adalah dengan teknik
analisis regresi berganda.Teknik ini digunakan untuk menentukan ketepatan
prediksi dari keseluruhan variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.Model
persamaan dalam penelitian ini (Arikunto, 2007) adalah:
Y = a +β1X1+β2X2 + e
Keterangan:
43
Y = Kinerja
a = Intercept
β = Bilangan koefisien
X1 = kepemimpinan
X2 = Motivasi.
3.7. Uji Hipotesis
3. 7.1. Pengujian Hipotesis Satu
Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menguji pengaruh secara
simultan variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis statistiknya
dinyatakan sebagai berikut:
1. Ho : β1= β2 = 0, berarti bahwa secara simultan variabel independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
2. Ha : β1≠ β2≠ 0, berarti bahwa secara simultan variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Dengan tingkat signifikansi a = 5% dan dengan degree qf freedom (k) dan (n-k-
1) dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah variabel independen.
Maka Nilai Fhitung dirumuskan sebagai berikut:
Fhitung = R2 /k
( 1−R2 )/ (n−k )
44
Dimana:
R2= R Square
n = Banyaknya Data
k = Banyaknya variabel independent
1. Sedangkan F tabel ditentukan dengan melihat tingkat signifikan a sebesar
5% dan df = (n-1), sehingga Jika F hitung> Ftabel atau Sig. F <5 % maka Ho
ditolak dan H1 diterima
2. Jika F hitung<Ftabel atau Sig. F >5 % maka Ho diterima dan H1 ditolak
3. 7 .2. Pengujian Hipotesis Dua
Hipotesis dua akan diuji berdasarkan pada analisis yang dihasilkan dari
model regresi berganda.
1. Ho: β = 0, berarti variabel independen secara parsial tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
2. Ha: β ≠ 0 berarti variabel independen secara parsial memiliki pengaruh
signifikan terhadap variabel dependen. Dengan tingkat signifikansi a = 5%
dan dengan degreeof freedom (k) dan (n-k-1) dimana n adalah jumlah
observasi dan k adalah variabel independent.
Maka nilai t hitung dirumuskan sebagai berikut:
45
thitung=β i
Se β i
Dimana:
β i = koefisien regresiSe β
i = Standard error koefisien regresi
Sedangkan t tabel ditentukan dengan melihat tingkat signifikan a sebesar 5% dan
df = (n-1), sehingga:
1. Jika t hitung> ttabel maka Ho ditolak dan H1 diterima.
2. Jika t hitung< ttabel maka Ho diterima dan Hl ditolak.
3.7. 3. Pengujian Hipotesis Tiga
Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menguji variabel-variabel
independen yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap variabel
dependen. Hipotesis statistik dinyatakan sebagai berikut.
1. Ho : β1= β2 = 0, Hipotesis noll (Ho) ini berarti bahwa variabel independen
tidak berpengaruh dominan terhadap variabel dependen.
2. Ha : Minimal salah satu koefisien # 0, Hipotesis alternatif (Ha) ini berarti
bahwa salah satu variabel independen berpengaruh dominan terhadap variabel
dependen. Apabila di antara variabel-variabel independen yang mempunyai
nilai koefisien regresi (R) lebih besar diantara yang lainnya maka variabel
46
tersebut merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap
variabel dependen.
DAFTAR PUSTAKA
Furchan, Arief. (1982). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan,Surabaya Usaha
Nasional.
Hakim, Thursan. (2001). Belajar Secara Efektif.Jakarta.
Puspasari.Irawan, Prasetyo, Suciati dan IGK Wardani, (1996). Teori Belajar, Motivasi
dan Keterampilan Mengajar, Jakarta. Universitas Terbuka.
Kast, Freedom E dan James, E. Rosenzweig. Terjemahan : A. Hasyim, 1995.Jakarta.
Bumi Aksara.
Munadir, (1996) Kondisi Belajar dan Teori Pembelajaran, Jakarta. Universitas
Terbuka. Nawaw, Hadari. (1997).Administrasi Pendidikan. Jakarta: CV. Haji
Masagung.
Pasaribu, L.L., dan B. Simanjuntak. (1996).Teori Kepribadian. Bandung: Tarsito.
47
Purwanto, Ngalim. (1996) Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sardiman, A. M., (1996). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar . Jakarta: PT.Raja
Grafika Persada.
Soedijarto. 1997.Menuju Pendidikan yang Relevan dan Bermutu. Jakarta.
BalaiPustaka. Sutadipura, Salnadi. (1996) Aneka Problem Keguruan. Bandung:
Angkasa.
Riduwan. (2010) Dasar-Dasar Statistika. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Santoso, Singgih. (2011) Mastering SPSS Versi 19. Penerbit Kompas Gramedia,
Jakarta.
Sunyoto, Danang. (2011) Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Penerbit CAPS,
Yogyakarta.
Winkel W. S., (1996) Psikologi Pengajaran.Jakarta: Grasindo.
48