pengaruh dana zis dan faktor makroekonomi...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH DANA ZIS DAN FAKTOR MAKROEKONOMI TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2010-2017
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
PUTRI KHIKMATUL MAULIDIYAH
NIM: 1113086000063
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439H/2018M
ii
Pengaruh Dana ZIS Dan Faktorn Makroekonomi Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia Tahun 2010-2017
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
PUTRI KHIKMATUL MAULIDIYAH
NIM: 1113086000063
Di Bawah Bimbingan
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Putri Khikmatul Maulidiyah
No. Induk Mahasiswa : 1113086000063
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Syariah
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa ijin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 8 Agustus 2018
Yang Menyatakan,
(Putri Khikmatul Maulidiyah)
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
a. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Putri Khikmatul Maulidiyah
2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Agustus 1995
3. Alamat : Jl. Panca 3 RT.12 RW.01 No.11
Kel.Serdang Kec.Kemayoran, Jakarta Pusat
DKI Jakarta
4. Telepon : 087878464468
5. E-mail : [email protected]
b. PENDIDIKAN
1. SDIT Meranti Tahun 2000 – 2007
2. SMP Manbaul Ulum Ponpes Asshiddiqiyah Tahun 2007 – 2010
3. MA Manbaul Ulum Ponpes Asshiddiqiyah Tahun 2010 – 2013
4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 – 2018
c. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Sunarlan
2. Pekerjaan Ayah : Wirausaha
3. Ibu : Umiyah
4. Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
d. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Organisasi : OSIS SMP Manbaul Ulum
Jabatan : wakil ketua
Tahun : 2009-2010
2. Organisasi : OSPA Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat
Jabatan : Ketua Koordinator
Tahun : 2012-2013
vii
3. Organisasi : Dema Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Jabatan : Departemen Sosial dan Agama
Tahun : 2014-2015
4. Organisasi : Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Jabatan : Ketua Komisi IV Kelembagaan
Tahun : 2015-2016
5. Organisasi : HMI Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (KAFEIS)
Jabatan : Departemen Pemberdayaan Perempuan
Tahun : 2015-2016
6. Organisasi : Korps HMI-wati (KOHATI) KAFEIS
Jabatan : Sekretaris Umum
Tahun : 2016-2017
7. Organisasi : HMI Cabang Ciputat
Jabatan : Wakil Bendahara Umum
Tahun : 2018
viii
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of ZIS fund collection, and
macroeconomic variables namely BI rate, Inflation, and Exchange Rate
(exchange rate) on economic growth by using the Vector Auto Regression
/ Vector Error Correction Model (VAR / VECM) method. The results
showed that based on the VECM estimation test in the long run the ZIS
and BI rate variables had a positive effect on economic growth (EG).
While the exchange rate variable has a negative effect on economic
growth (EG). In the short term there are no variables that have a
significant effect on economic growth (EG). In general, based on the IRF
test, the shock that occurs in all independent variables is responded
negatively by the economic growth variable (EG). The results of this
study also showed based on the FEVD test variable exchange rates,
inflation, and ZIS collection which had the largest contribution in the
model.
Keywords: ZIS, Exchange Rate, BI rate, Inflation, Economic Growth, and
VECM
ix
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penghimpunan dana ZIS,
dan variabel makroekonomi yaitu BI rate, Inflasi, dan Nilai Tukar (kurs) terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan metode Vector Auto Regression /
Vector error Correction Model (VAR/VECM). Hasil penelitian menunjukkan
berdasarkan uji estimasi VECM dalam jangka panjang variabel ZIS dan BI rate
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (EG). Sementara variabel
nilai tukar berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi (EG). Dalam
jangka pendek tidak terdapat satu pun variabel yang berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi (EG). Secara umum berdasarkan uji IRF, shock
yang terjadi pada seluruh variabel independen direspon negative oleh variabel
pertumbuhan ekonomi (EG). Hasil penelitian ini juga menunjukkan berdasarkan
uji FEVD variabel nilai tukar, inflasi, dan penghimpunan ZIS yang memiliki
kontribusi paling besar dalam model.
Kata kunci : ZIS, Nilai Tukar, BI rate, Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan VECM
x
KATA PENGANTAR
Alhmadulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah serta kemudahan bagi setiap hambanya yang
sedang berjuang untuk menuntut ilmu. Dengan ridho dan pertolongan Allah SWT
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh Dana
ZIS Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Periode 2010-2017”. Shalawat serta salam
semoga tetatp tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, para keluarga,
sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan
untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terkait dengan penelitian ini, peneliti mengucapkan terimakasih pada
berbagai pihak yang telah membantu selama proses pengerjaan penelitian ini.
Untuk itu, peneliti mengucapkan terimakasih terutama kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan pretolongan, petunjuk dan kemudahan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terimakasih Allah
telah memberikan kesempatan bagiku untuk sampai di penghujung awal
perjuanganku. Terimakasih Allah selalu memberi kemudahan disela-sela
kesulitan.
2. Bapak Dr. Arief Mufraini, M.Si, Lc selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah.
Terima kasih sudah menyetujui judul yang saya ajukan pak Yoghi.
4. Bapak Ali Rama SE.,M.Ec selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
selalu memberi arahan kepada saya mengenai mata kuliah dan hal lain
selama saya menjalani proses perkuliahan.
5. Bapak Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi.
Terima Kasih sudah membimbing saya dalam pembuatan skripsi,
meluangkan waktu dan memberi banyak solusi dari kendala yang saya
hadapi dalam pembuatan skripsi ini. Berkat bimbingan dan kesabaran
xi
bapak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Saya merasa beruntung
dibimbing oleh bapak. Semoga Allah membalas kebaikan bapak dan
keberkahan hidup selalu menyertai bapak dan keluarga.
6. Teruntuk abah dan mama tersayang dan tercinta berkat doa yang tiada
henti serta semangat yang selalu kalian beri memberi kemudahan untuk
ananda dalam menyelesaikan jenjang perkuliahan. Kesabaran kalian dalam
menanti kelulusan ananda merupakan motivasi terbesar untuk
menyelesaikan skripsi ini. Kupersembahkan karya kecil ini untuk abah dan
mama yang selalu memberikan cinta kasih, dorongan, semangat dan
pengorbanan yang tak akan terganti.
7. Untuk kakak dan adikku Lela, Ulfah, Fatih dan Nayla terimakasih untuk
terus memacu semangat dalam penyusunan skripsi ini. Oman dan Oyyan
keponakan kesayangan ante yang tawanya selalu menjadi moodbooster
ketika ante capek, dan bosen selama di rumah kalo lagi mengerjakan
skripsi.
8. Teruntuk M. Adam Camubar terimakasih telah memberi motivasi dikala
kesulitan dan kejenuhan datang dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Terimakasih untuk selalu meluangkan waktu untuk memberi dukungan
moril sehingga skripsi ini dapat selesai. Terimakasih sudah menjadi orang
terdekat untuk berkeluh kesah ketika menghadapi kesulitan selama
menjalani proses kuliah tidak hanya dalam penyusunan skripsi ini.
9. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama masa
perkuliahan.semoga Allah memberi keberkahan untuk kalian semua.
10. Teman–teman “Man Jadda” terima kasih untuk semangat, motivasi dan
segalanya yang tidak bisa kusebut. Terutama Diyanah, Gita, dan Via yang
memberi dukungan, semangat, serta bantuan selama proses pengerjaan
skripsi ini.
11. Seluruh teman-teman seperjuangan konsentrasi Ekonomi Pembangunan
Syariah Angkatan 2013.
12. Seluruh teman-teman Ekonomi Syariah B Angkatan 2013. Miss You all
xii
13. Seluruh teman-teman seperjuangan jurusan Ekonomi Syariah Angkatan
2013 terimakasih untuk semangat, motivasi, dukungan dan kehadiran
kalian selama ini.
Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis membutuhkan kritik atau
saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi berbagai pihak dan dapat menjadi amal shaleh bagi penulis.
Jakarta, 8 Agustus 2018
Putri Khikmatul Maulidiyah
viii
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................. i
ABSTRACT ................................................................................................ iii
ABSTRAK .................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GRAFIK .................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 11
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 12
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 14
A. Landasan Teori ................................................................................. 14
1. Teori Perumbuhan Ekonomi ...................................................... 14
2. Nilai Tukar .................................................................................. 25
3. Tingkat Suku Bunga (BI rate) .................................................... 29
4. Inflasi .......................................................................................... 32
viii
5. Zakat, Infaq, Shodaqoh (ZIS) ..................................................... 38
B. Hubungan Antar Variabel ................................................................ 47
C. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 53
D. Kerangka Penelitian ......................................................................... 59
E. Hipotesis .......................................................................................... 60
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 61
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 61
B. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 61
C. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 62
D. Metode Analisis Data ....................................................................... 63
E. Model Penelitian .............................................................................. 69
F. Operasional Variabel Penelitian ....................................................... 70
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................... 73
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................... 73
1. Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi .............................. 74
2. Perkembangan Penghimpunan Dana ZIS .................................. 75
3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ............................................. 76
4. Perkembangan BI rate ................................................................ 78
5. Perkembangan Inflasi .................................................................. 79
B. Analisis Uji Ekonometrik ................................................................ 81
1. Uji Stasioneritas Data ................................................................ 81
2. Penentuan Lag Optimum ........................................................... 83
3. Uji Stabilitas VAR ..................................................................... 84
ix
ix
4. Uji Kointegrasi ........................................................................... 85
5. Uji Kausalitas Granger .............................................................. 87
6. Uji Vector Error Correction Model (VECM) ............................ 88
7. Uji Impulse Response Function (IRF) ....................................... 91
8. Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) .............. 96
C. Pembahasan ...................................................................................... 99
BAB V : PENUTUP ................................................................................... 105
A. Kesimpulan ...................................................................................... 105
B. Saran ................................................................................................ 106
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 107
LAMPIRAN ................................................................................................ 114
x
1
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Penghimpunan Dana ZIS dan Pertumbuhan ekonomi 6
4.1 Uji Stasioneritas Data level 82
4.2 Uji Stasioneritas Data first difference 82
4.3 Uji Stasioneritas Data second difference 83
4.4 Uji Lag Optimum 84
4.5 Uji Stabilitas VAR 85
4.6 Uji Kointegrasi 86
4.7 Uji Kausalitas Granger 87
4.8 Uji Estimasi VECM 89
4.10 Uji Forecast Error Variance Decompositions (FEVD) 95
xi
xi
DAFTAR GRAFIK
Nomor Keterangan Halaman
4.1 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi 73
4.2 Perkembangan Penghimpunan Dana ZIS 75
4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 77
4.4 Perkembangan BI rate 78
4.5 Perkembangan Inflasi 79
4.6 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan
Pertumbuhan Ekonomi 92
4.7 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan
Penghimpunan Dana ZIS 93
4.8 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Nilai Tukar 94
4.9 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan BI rate 95
4.10 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Inflasi 96
xii
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1. Uji Stasioneritas Data 113
2. Uji Lag Optimum 114
3. Uji Stabilitas VAR 115
4. Uji Kointegrasi 116
5. Uji Kausalitas Granger 119
6. Uji Estimasi VECM 120
7. Uji Impulse Response Function (IRF) 121
8. Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) 122
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat perekonomian
dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi.
“pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi
semua negara di dunia. Berhasil tidaknya program-program pembangunan di
negara berkembang sering dinilai dari tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan
output dan pendapatan nasional (Todaro dan Smith, 2004:91).
Pada dasarnya, setiap negara mengalami perubahan terhadap keadaan
ekonominya. Ada negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi dan ada pula
negara yang malah mengalami kemunduran ekonomi. Indonesia sebagai negara
berkembang tidak lepas dari putaran roda kegiatan ekonomi internasional yang
penuh dengan berbagai dinamika. Kesiapan dalam menghadapi era perdagangan
bebas secara global kedepan merupakan tantangan bagi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi menjelaskan tentang kemajuan ekonomi,
perkembangan ekonomi, serta perubahan fundamental perekonomian suatu negara
dalam jangka waktu relatif panjang. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan
adanya peningkatan kapasitas produksi atas barang maupun jasa secara fisik
dalam periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi nasional yang umumnya dihitung
melalui PDB (Produk Domestik Bruto) dapat dijadikan indikator atas laju
2
perekonomian nasional, dalam hal permintaan dan penawaran agregat, konsumsi
dan tabungan, dan tingkat investasi. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari laju
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (GDP Growth) yang dihasilkan suatu
negara dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan PDB yang semakin meningkat
dapat menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi yang positif.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang positif seringkali tidak diimbangi
dengan terdistribusinya kekayaan dan pendapatan di masyarakat. Salah satu
variabel penting yang menjamin keadilan dalam pertumbuhan ekonomi sebuah
negara adalah adanya keseimbangan distribusi pendapatan dan kekayaan. Seorang
ekonom syariah Malaysia, Aslam Haneef, mengatakan dalam perspektif
makroekonomi syariah, konsep distribusi ini dapat ditinjau dari 3 aspek. Analisa
terhadap tiga aspek distribusi ini dapat dijadikan sebagai landasan untuk
menjustifikasi apakah pembangunan ekonomi sebuah negara akan melahirkan
pemerataan dan keadilan, atau sebaliknya, justru akan melahirkan kesenjangan
yang semakin lebar antara kelompok kaya dan kelompok miskin.
(www.pusat.baznas.go.id, diakses 20 April 2018)
Pertama adalah pre-production distribution, yaitu distribusi pra
produksi. Dalam hal ini indikator makro yang digunakan adalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika sebuah negara
memiliki struktur APBN yang pro-poor, dimana alokasi anggaran untuk
pemberdayaan kelompok miskin sangat signifikan, maka arah kebijakan
pembangunan negara tersebut dipastikan berada pada jalur yang benar.
3
Kedua, post-production distribution, yaitu distribusi pasca-produksi, dimana
terkait dengan reward yang diterima oleh faktor produksi, seperti tenaga kerja dan
modal berdasarkan keterlibatan mereka dalam proses produksi, baik melalui
mekanisme pasar maupun melalui intervensi pemerintah. Salah satu contoh
indikator makro yang dapat digunakan adalah kebijakan upah minimum regional
(UMR), yang memberi dampak langsung terhadap kesejahteraan kelompok buruh.
Kebijakan UMR yang didasarkan atas pertimbangan keadilan dan kemaslahatan
publik akan menciptakan pemerataan dalam pembangunan ekonomi nasional.
Sementara yang ketiga adalah redistribution (redistribusi ekonomi), yang
terdiri dari tiga instrumen: yaitu instrumen positif (zakat), instrumen sukarela
(infak/sedekah dan wakaf), dan instrumen terlarang (larangan riba/bunga dan
penimbunan /spekulasi). Dua instrumen pertama akan menjamin terciptanya aliran
kekayaan dan pendapatan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin,
sedangkan instrumen ketiga akan mencegah terkonsentrasinya kekayaan di tangan
segelintir kelompok. (www.pusat.baznas.go.id, diakses 20 April 2018)
Menurut Zaim (1989:117) zakat juga memiliki efek multiplier untuk
ekonomi. Beberapa ekonom Muslim percaya bahwa sejumlah dana zakat
diinvestasikan sesuai dengan prioritas produksi keseluruhan ekonomi akan
menguntungkan orang miskin pada khususnya dan perekonomian secara umum,
melalui efek multiplier terhadap ketenagakerjaan dan pendapatan. Zakat secara
bertahap akan menghilangkan kemiskinan, dan mengurangi perputaran harga pada
segelintir orang.
4
Sebagai dampaknya, pekerjaan dan pendapatan akan meningkat dalam
perekonomian. Sehingga meningkatkan standar hidup dari orang-orang, dan
akhirnya akan meningkatkan volume agregat zakat yang terkumpul, yang
selanjutnya akan mempengaruhi secara positif laju pertumbuhan ekonomi dalam
hal pengentasan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan menekan tingkat
inflasi.
Dalam konteks sosial ekonomi, institusi zakat memiliki berbagai implikasi
ekonomi penting baik ditingkat mikro maupun makro. Di tingkat mikro, zakat
memiliki implikasi ekonomi terhadap perilaku konsumsi dan tabungan individu,
serta perilaku produksi dan investasi perusahaan tanpa berpengaruh negatif pada
insentif bekerja. Sedangkan di tingkat makro, zakat memiliki implikasi ekonomi
terhadap efisiensi alokatif, penciptaan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi,
stabilitas makro ekonomi, distribusi pendapatan, pengentasan kemiskinan, dan
jaring pengaman sosial. (Indonesia Zakat & Development Report, 2009)
Zakat juga merupakan sebagai sumber penerimaan alternatif yang potensial
dalam sistem fiskal Nasional. Zakat dapat dimasukkan sebagai sumber pendapatan
negeri-negeri muslim yang paling mungkin dan dapat dikembangkan dalam era
modern. Jika dibandingkan dengan potensi zakat yang terdapat di Indonesia pada
tahun 2013 yakni sekitar Rp 217 triliun dengan dibandingkan dengan belanja
negara pada APBN tahun 2013 yakni Rp 1.678 triliun. Sehingga Zakat juga
memiliki justifikasi yang kuat untuk diintegrasikan dalam sistem fiskal nasional.
Secara filosofis, zakat memiliki legitimasi yang kuat ketika diintegrasikan dalam
5
sistem fiskal. Hal ini didukung kenyataan bahwa topik dalam pembiayaan publik
Islam yang paling banyak diskusikan adalah mengenai zakat.
Potensi zakat di Indonesia sangat besar. Hal tersebut juga sudah disadari
oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian BAPPENAS, yang telah
mengintegrasikan program-program zakat di OPZ ke dalam program nasional
pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Selain itu BAPPENAS juga
memasukkan zakat ke dalam Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia
(MAKSI) yang diluncurkan pada tahun 2015. Berdasarkan MAKSI, BAZNAS
diarahkan sebagai koordinator dalam pengaturan, pengumpulan, dan distribusi
zakat nasional, dengan Kementerian Agama sebagai regulator dan pengawas
kinerja BAZNAS.
Perzakatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat dinamis
seiring dengan perkembangan zaman. Hal tersebut dapat dilihat setidaknya dari
dua aspek. Pertama, Indonesia telah memiliki regulasi mengenai pengelolaan
zakat dalam UU No.23/2011 dan regulasi turunannya yang terangkum dalam PP
No.14/2014 dan Inpres No.3/2014. Regulasi-regulasi ini menandakan keseriusan
pemerintah dalam upaya memajukan perzakatan nasional ke arah pembangunan
ekonomi yang lebih merata. Kedua, adanya peningkatan jumlah ZIS di Indonesia
dari tahun ke tahun. Secara umum, hal ini menandakan bahwa populasi muslim
Indonesia semakin sadar untuk berzakat dan menyalurkan zakatnya melalui
lembaga amil zakat. Selain itu, peningkatan jumlah data ZIS ini juga menjadi
salah satu tanda bahwa semakin banyak pegiat zakat di Indonesia. Dalam Tabel
6
1.1 merupakan perbandingan antara pertumbuhan penghimpunan dana zakat,
infaq, shodaqoh (ZIS) dengan pertumbuhan ekonomi (Economic Growth).
Tabel 1.1 Perkembangan Penghimpunan ZIS dan Pertumbuhan
PDB
Tahun Penghimpunan
Dana ZIS (Milyar)
Pertumbuhan
Dana ZIS
(%)
Nilai PDB
(milyar)
Pertumbuhan
PDB (%)
2010 1.500.164.240.975 25.00 6.864.133,1 6,22
2011 1.728.864.359.398 15.27 7.287.635,3 6,17
2012 2.212.398.951.344 27.94 7.727.083,4 6,03
2013 2.639.604.069.729 19.30 8.156.497,8 5,56
2014 3.300.000.000.000 25.05 8.566.271,2 5,02
2015 3.650.369.012.964 10.61 8.976.931,5 4,79
2016 5.017.293.126.950 37.46 9.433.034,4 5,02
Sumber: BPS dan BAZNAS
Berdasarkan Tabel 1.1 menunjukkan bahwa perkembangan penghimpunan
dana ZIS yang terus meningkat setiap tahun mulai dari tahun 2010-2016 dalam
milyar Rupiah. Meskipun pertumbuhan penghimpunan dana ZIS tidak selalu
meningkat berdasarkan persentase. Hal serupa juga terjadi pada PDB, jumlah
7
PDB juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun peningkatan jumlah
PDB ini belum tentu mengindikasikan terjadinya pemerataan pertumbuhan
ekonomi.
Dalam Islam baik pertumbuhan maupun pemerataan menjadi tujuan dalam
perekonomian, istilah yang sering digunakan adalah “growth through equality”.
Islam tidak akan mengorbankan pertumbuhan ekonomi, karena memang
pertumbuhan sangat dibutuhkan. Pada sisi lain, Islam juga tetap memandang
pentingnya pemerataan, karena pertumbuhan ekonomi tidak menggambarkan
kesejahteraan secara menyeluruh. Terlebih apabila pendapatan dan faktor
produksi banyak terpusat bagi sekelompok kecil masyarakat.
Dalam ekonomi Islam, zakat memiliki peran dalam kebijakan fiskal. Zakat
dapat dipaksakan sama halnya dengan pajak, karena zakat hukumnya wajib dan
memiliki potensi yang besar. Dengan begitu zakat akan menjadi sumber
pendapatan bagi negara sehingga dapat mendorong pertumbuhan PDB di
Indonesia.
Menurut penelitian Sarea (2012) zakat sebagai alternatif pengukuran baru di
negara muslim untuk mengevaluasi pertumbuhan ekonomi, zakat merupakan
salah satu indikator yang tepat untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Secara
teori ketika orang-orang membayar zakat tingkat pertumbuhan ekonomi akan
lebih tinggi dan sebaliknya. Dengan kata lain, zakat sebagai sistem keuangan akan
mengintegrasikan untuk menjembatani kesenjangan ini dan pengurangan masalah
8
sosial di negara muslim serta dapat berkontribusi dalam kegiatan ekonomi dalam
rangka mencapai pembangunan berkelanjutan.
Sumber pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah faktor makroekonomi. Makroekonomi adalah studi tentang perekonomian
secara menyeluruh (Mankiw, 2007:2). Inflasi, BI rate, dan Nilai Tukar merupakan
indicator makroekonomi Indonesia. Inflasi merepresentasikan sektor riil, tingkat
bunga merepresentasikan sektor moneter, dan nilai tukar merepresentasikan sektor
luar negeri. Ketiga indikator tersebut secara langsung maupun tidak langsung
dapat memengaruhi pertumbuhan PDB baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Kebijakan ekonomi terutama kebijakan moneter suatu negara, berusaha agar
inflasi tetap berada pada taraf inflasi merayap. Inflasi dapat menimbulkan efek
yang baik dalam perekonomian. Keuntungan perusahaan meningkat dan akan
menggalakkan investasi, sehingga kesempatan kerja dan pendapatan meningkat
dan mendorong kepada pertumbuhan ekonomi. Inflasi yang tinggi pada sebuah
negara mengartikan bahwa perekonomian negara tersebut buruk.
Menurut Brick dalam Threshold Effect of Inflation on Economic Growth in
Developing Countries, menyatakan bahwa terjadi hubungan yang signifikan
antara inflasi dengan pertumbuhan ekonomi. Inflasi dapat mempengaruhi
stabilitas perekonomian di suatu negara karena dapat menurunkan produksi.
Menurunnya produksi tidak akan diimbangi dengan permintaan barang yang
menurun karena tingkat inflasi yang tinggi dalam suatu negara (Sukirno, 2005).
9
Menurut penelitian Silvia (2013) inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, karena masyarakat akan mengurangi
permintaan terhadap barang dan jasa. Sehingga, walaupun terjadi penurunan
inflasi pada suatu periode (kuartal) tidak langsung berdampak negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan berdasarkan penelitian Lubis (2013) terdapat
korelasi negatif serta terdapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang secara
signifikan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam tahun
1968-2012. Hal serupa juga terjadi dalam penelitian Antoni, dkk (2015) inflasi
berpengaruh negatif terhadap PDB Indonesia. Dengan asumsi ceteris paribus
(variabel lain dianggap tetap atau konstan).
Di sisi lain suku bunga merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh
bank sentral untuk menjaga stabilitas perekonomian. Dengan kata lain,
pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya suku
bunga. Suku bunga dapat memengaruhi beberapa indikator makroekonomi dalam
tujuannya untuk meningkatkan PDB. Suku bunga merupakan suatu kebijakan
yang dilakukan oleh bank sentral untuk menjaga stabilitas perekonomian. Dengan
kata lain, pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dipengaruhi oleh tinggi-
rendahnya suku bunga. Suku bunga dapat memengaruhi beberapa indikator
makroekonomi dalam tujuannya untuk meningkatkan PDB.
Berdasarkan penelitian Irwan (2012) BI rate memiliki hubungan satu arah
terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Artinya, BI rate dapat
menstimulus pertumbuhan ekonomi sementara pertumbuhan ekonomi tidak dapat
secara langsung mendorong perubahan BI rate.
10
Selain inflasi dan BI rate, nilai tukar merupakan salah satu variabel yang
penting dalam suatu perekonomian terbuka, karena variabel ini berpengaruh pada
variabel lain seperti harga, tingkat bunga, neraca pembayaran, dan transaksi
berjalan (Batiz, 1994). Seperti yang telah dijelaskan dalam teori Mundell-Fleming
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara kurs dengan
pertumbuhan ekonomi, dimana semakin tinggi kurs maka ekspor neto (selisih
antara ekspor dan impor) semakin rendah, penurunan ini akan berdampak pada
jumlah output yang semakin berkurang dan akan menyebabkan PDB menurun
(Mankiw, 2006:306-307).
Berdasarkan penelitian Pridayanti (2012) Sesuai dengan teori
MundellFleming, nilai tukar berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara nilai
tukar dan pertumbuhan ekonomi, yaitu jika nilai tukar mengalami kenaikan maka
pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan.
Setelah penjelasan yang telah dikemukakan diatas, penulis mencoba untuk
membahas masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dari
pertumbuhan penghimpunan dana zakat, infaq, shodaqoh (ZIS) di Indonesia serta
peran beberapa variabel makro ekonomi Indonesia dengan judul Pengaruh Dana
Zakat, Infaq, Shodaqoh (ZIS) Dan Faktor Makroekonomi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2010-2017
B. Rumusan Masalah
11
Adapun permasalah yang akan diangkat dalam penelitian adalah sebagai
berikut: Apakah ada pengaruh jangka pendek maupun jangka panjang kontribusi
dana zakat infaq sedekah (ZIS) terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia masa
periode 2010-2017?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang sudah dipaparkan diatas, maka tujuan
dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh jangka pendek kontribusi
tingkat penghimpunan dana ZIS terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia masa periode 2010-2017?
2. Untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh jangka panjang kontribusi
tingkat penghimpunan dana ZIS terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia masa periode 2010-2017?
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah
a. Sebagai sebuah penemuan pemerintah dalam bentuk kebijakan fiskal
Islam dan menjadi pedoman bagi pemerintah dalam membuat
kebijakan dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi
12
b.Sebagai pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan yang
mendukung kontribusi dana ZIS sebagai salah satu instrumen potensial
dalam pertumbuhan ekonomi
c. Sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi perekonomian nasional
2. Bagi Peneliti
a. Penemuan dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah
keilmuwan baik dibidang ekonomi secara umum maupun secara
syariah.
b.Memberi pemahaman mengenai ekonomi makro sesuai dengan kondisi
di Indonesia.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perkembangan
ekonomi di Indonesia dengan pendekatan sistem ekonomi Islam
3. Bagi Pembaca dan Penelitian Selanjutnya
a. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pertumbuhan
ekonomi ditinjau dari sisi makroekonomi. Serta memberi pemahaman
akan pentingnya instrumen fiskal Islam dalam meningkatkan
perekonomian di suatu negara
b.Mengembangkan analisis pertumbuhan ekonomi berdasarkan
instrumen sistem ekonomi Islam jika memang ada pengaruh yang
signifikan dari meningkatnya penghimpunan maupun penyaluran dana
ZIS di Indonesia
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi
a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) adalah perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno,
2006:9). Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau
perkembangan jika tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai lebih tinggi dari waktu
atau periode sebelumnya.
Menurut Tambunan (2001:38) pertumbuhan ekonomi adalah penambahan
Produk Domestik Bruto (PDB) yang berarti penambahan Pendapatan Nasional.
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi
dari perekonomian secara komprehensif dan terus-menerus atau
berkesinambungan sepanjang waktu, sehingga menghasilkan tingkat pendapatan
nasional yang semakin lama semakin besar (Todaro, 2000).
Pertumbuhan ekonomi menurut Suparmoko (1998) merupakan salah satu
tujuan penting dari kebijakan ekonomi makro yang berkaitan ukuran fisik berupa
14
peningkatan produksi barang dan jasa. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat
dipandang sebagai masalah makroekonomi dalam jangka panjang.
Perkembangan pertumbuhan ekonomi di suatu negara tidak terlepas dari
perkembangan indikator makroekonomi di negara tersebut. Namun terkadang juga
sering dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global, seperti kondisi varibel
makroekonomi di negara lain. Karena hal ini memberi impact pada aliran modal
yang masuk ke dalam negeri maupun perdagangan luar negeri Indonesia.
Sedangkan Islam sendiri memiliki aspek berbeda mengenai pertumbuhan
ekonomi. Menurut M. Qal’ah Jey dalam buku Mahabits fi Al-iqtishad al-Islamy
dalam Naf’an (2014:243) mengatakan bahwa salah satu tujuan ekonomi islam
adalah mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Untuk mewujudkan pertumbuhan
ekonomi, islam membutuhkan dua aspek, pertumbuhan ekonomi itu sendiri dan
pemerataan, keduanya dibutuhkan secara bersamaan. Dalam rangka pencapaian
keadilan sosioekonomi yang dapat membahagiakan, itulah realisasi pertumbuhan
ekonomi yang sangat diperlukan.
b. Indikator Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan apabila pendapatan riil
masyarakat pada tahun tertentu lebih besar daripada pendapatan riil masyarakat
tahun sebelumnya. Dan indikator yang biasanya digunakan adalah tingkat
pertumbuhan PDB. Menurut Mankiw (2006:11) menggunakan istilah komponen-
komponen PDB, yitu PDB yang ditunjukkan sebagai Y dibagi atas empat
komponen; konsumsi (C), investasi (I), belanja negara (G) dan ekspor neto (NX).
15
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP)
diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi
suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini mempunyai ukuran makro
utama tentang kondisi suatu negara. Mankiw (2007:19) mendefinisikan PDB
sebagai nilai pasar semua barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi dalam
perekonomian selama kurun waktu tertentu.
Sedangkan menurut Todaro dan Smith (2011) lebih lanjut mengatakan
bahwa PDB adalah indikator yang mengukur jumlah output final barang dan jasa
yang dihasilkan oleh perekonomian suatu negara, baik oleh penduduk (warga
negara) sendiri maupun bukan penduduk (WNA), tanpa memandang apakah
produksi output tersebut nantinya akan dialokasikan ke pasar domestik atau pun
luar negeri.
Menurut Keynes (Mankiw, 2007:115) pendapatan nasional mengalami
kenaikan atau penurunan tergantung pada total Aggregate Demand (AD). Model
permintaan agregat dibentuk dari variabel-variabel C, I, G, X-M dengan bentuk
perekonomian terbuka sebagai berikut:
Y = AD = C + I + G + NX (X-M)
Jika terjadi pertumbuhan dalam permintaan agregat maka kurva AD
bergeser ke kanan. Sisi AD terdiri dari: C, I, G dan ekspor netto (X-M) jika Y
meningkat maka permintaan agregat pun akan semakin besar. Sedangkan
pertumbuhan dari sisi penawaran agregat atau Agregate Supply (AS),
pertumbuhan ini dipengaruhi oleh peningkatan volume dari faktor-faktor produksi
16
yang digunakan. Pertumbuhan juga didorong oleh peningkatan produktivitas dari
faktor-faktor tersebut.
Dalam suatu perekonomian modern perbelanjaan agregat perlu dibedakan
kepada 4 komponen utama, yaitu pengeluaran rumah tangga atau konsumsi rumah
tangga, investasi yang dilakukan oleh pihak swasta, pengeluaran pemerintah
dalam bentuk konsumsi dan investasi pemerintah, dan ekspor bersih yaitu ekspor
dikurangi impor. Ciri-ciri dari setiap komponen perbelanjaan agregat tersebut
dikurangkan dalam uraian di bawah ini.
1) Konsumsi dan Tabungan Rumah Tangga
Dari data pendapatan nasional di berbagai negara, termasuk di
negara kita, dengan nyata dapat dilihat bahwa konsumsi rumah tangga
merupakan komponen yang sangat penting dalam perbelanjaan agregat, di
kebanyakan negara konsumsi rumah tangga merupakan 60-70 persen dari
pendapatan nasional.
2) Investasi Perusahaan
Ada dua macam investasi yaitu investasi fisik dan investasi
keuangan. Pemilik-pemilik modal yang membeli saham-saham di bursa
saham selalu dipandang sebagai melakukan investasi yang bersifat
keuangan. Sedangkan investasi fisik meliputi perbelanjaan perusahaan-
perusahaan untuk membeli barang-barang modal untuk meningkatkan
17
kemampuan suatu perekonomian menghasilkan barang dan jasa di masa
depan.
3) Pengeluaran Pemerintah
Pada dasarnya ada tiga faktor penting yang akan menentukan
pengeluaran pemerintah pada suau tahun tertentu, yaitu: (i) pajak yang
diharapkan akan diterima, (ii) pertimbangan-pertimbangan politik, (iii)
persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi.
4) Ekspor dan Impor
Ekspor akan memberikan efek yang positif ke atas kegiatan
ekonomi negara karena ekspor merupakan pengeluaran penduduk negara
lain ke atas barang-barang yang dihasilkan di dalam negeri. Impor
menimbulkan efek yang sebaliknya, yaitu pengeluaran ke atas barang
impor meningkat. Ini berarti pendapatan yang diterima telah dibelanjakan
untuk membeli barang yang diproduksikan di negara-negara lain dan
mengurangi perbelanjaan ke atas barang-barang dalam negeri. (Sukirno,
2007)
c. Faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Subandi (2011) adapun faktor-faktor penentu prospek
pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum, yaitu:
1). Faktor produksi
18
2). Faktor investasi
3). Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4). Faktor kebijakan moneter dan inflasi
5). Faktor keuangan negara
Menurut Riyandono (2008:53) Islam melarang umatnya menimbun harta
dan membiarkannya tidak produktif. Harta harus senantiasa berputar agar lebih
memberikan kemaslahatan bagi pemiliknya sendiri, bagi orang lain maupun
lingkungannya, dengan demikian harta tersebut tidak hanya berputar di antara
orang-orang kaya saja. Zakat yang diwajibkan dalam Islam memiliki fungsi salah
satunya adalah sebagai instrument untuk mendorong bahkan bisa digunakan untuk
memaksa seseorang uantuk menjadikan hartanya agar senantiasa produktif. Di sisi
lain zakat tersebut akan membuat perekonomian berputar. Dengan berputarnya
harta dalam perekonomian maka akan meningkatkan output (perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi.
Menurut Skousen (2005:190) dalam Anggraini (2016) ZIS berkontribusi
pada pertumbuhan ekonomi melalui jalur permintaan agregat maupun jalur
penawaran agregat. Dampak positif dari ZIS pada konsumsi dan investasi secara
jelas akan menaikkan permintaan agregat dalam perekonomian. Menurut
Riyandono (2008:55) dalam Anggraini (2016) zakat memiliki kemampuan untuk
mendorong perekonomian baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
tergantung dari bagaimana pengelolaannya.
19
Sedangkan menurut Tambunan (2001), mengatakan bahwa di dalam teori-
teori konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh ketersediaan
dan kualitas dari faktor-faktor produksi seperti SDM, kapital, teknologi, bahan
baku, entrepreneurship, dan energi. Akan tetapi, faktor penentu tersebut untuk
pertumbuhan ekonomi jangka panjang, bukan pertumbuhan ekonomi jangka
pendek.
Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan lebih
baik, sama atau lebih buruk dari beberapa tahun sebelumnya lebih ditentukan oleh
faktor-faktor yang sifatnya lebih jangka pendek, yang dapat dikelompokkan dalam
faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Eksternal
Kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau perekonomian
dunia merupakan faktor eksternal yang sangat penting untuk mendukung
pemulihan ekonomi Indonesia. kondisi ini sangat berpengaruh terhadap
prospek pertumbuhan ekspor dan investasi asing dalam negeri.
Faktor eksternal penentu pertumbuhan ekonomi didominasi oleh
faktor-faktor ekonomi, seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan
ekonomi kawasan atau dunia. Adapun beberapa indikator makro ekonomi luar
negeri yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu
seperti inflasi dan tingkat bunga di luar negeri. Karena kedua variabel ini
mempengaruhi komponen PDB yaitu ekspor dan investasi.
20
1) Tingkat Bunga di Luar Negeri
Dalam lingkup eksternal tingkat suku bunga sangat berperan
terhadap arus modal masuk dan keluar. Oleh karena itu upaya
pengendalian tingkat suku bunga yang dilakukan harus selalu
memperhatikan keseimbangan di antara berbagai faktor. Bagi otoritas
moneter, perkembangan dan tingkat suku bunga merupakan satu indikator
moneter yang sangat penting. Suku bunga diupayakan dapat menunjang
pencapaian sasaran-sasaran makro yang ditetapkan pemerintah.
Case dan Fair (2007:172) menyatakan bahwa ada hubungan timbal
balik antara investasi yang direncanakan dengan tingkat bunga, ketika
tingkat bunga turun, investasi direncanakan naik, dan sebaliknya ketika
tingkat bunga naik maka investasi direncanakan turun. Bond dan Kurniati
(1994), mengemukakan bahwa suku bunga domestik sangat terkait dengan
suku bunga internasional. Turunnya tingkat suku bunga internasional akan
mendorong meningkatnya aliran modal masuk. Dengan meningkatnya
aliran modal masuk akan menyebabkan turunnya suku bunga domestik,
terlepas dari faktor yang menyebabkan meningkatnya aliran modal masuk
tersebut.
Menurut Setiawan (2010) dalam Andrian (2013) perekonomian
Indonesia yang termasuk sistem perekonomian terbuka kecil (small open
economy) dan sistem nilai tukar mengambang bebas, tidak akan lepas dari
prinsip perekonomian global, dan prinsip liberasi perdagangan, dimana
21
semakin besar transaksi perdagangan dan keuangan internasional akan
berpengaruh pada besaran aliran dana dari luar negeri yang masuk (capital
inflow) dan keluar (capital outflow).
Nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan suku
bunga internasional. Hal ini disebakan oleh akses pasar keuangan
domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar
yang kurang fleksibel. (Laksmono, 2001)
Dalam konteks ini, secara khusus selisih antara suku bunga luar
negeri dengan suku bunga domestik seringkali sangat menjadi insentif
bagi masuknya modal asing. Bila suku bunga luar negeri turun, sementara
suku bunga domestik tetap, maka secara otomatis menjadi peningkatan
risk premium sehingga bisa mejadi insentif bagi capital inflow. Namun, di
sisi lain kurs Rupiah akan terapresiasi sehingga barang-barang produksi
dalam negeri menjadi tidak kompetitif di pasar internasional. Ada
kecenderungan bahwa penurunan suku bunga luar negeri diikuti oleh
penurunan penanaman modal asing (PMA) di Indonesia. Sebaliknya
peningkatan suku bunga asing tersebut juga diikuti oleh peningkatan
penanaman modal asing (PMA) di Indonesia. dengan kata lain ada
kedenderungan suku bunga asing berkorelasi positif dengan PMA di
Indonesia (Sriwardiningsih, 2010).
Dengan pendekatan IS-LM, turunnya suku bunga luar negeri akan
menyebabkan para investor asing tertarik untuk membeli aset di luar
22
negeri. Untuk dapat berinvestasi, mereka harus membeli mata uang asing
yang akan menguatkan nilai tukar tersebut. Penguatan nilai tukar akan
menurunkan nilai ekspor neto sehingga kurva IS bergeser ke kiri.
Sebaliknya dengan meningkatnya suku bunga luar negeri, akan membuat
investor domestik membawa uangnya ke luar negeri. Arus keluar modal
akan melemahkan nilai tukar. Selanjutnya hal ini akan memperbaiki
ekspor neto dan meningkatkan output sehingga kurva IS bergeser ke kanan
dan suku bunga meningkat (Raharja dan Manurung, 2008).
2) Inflasi di Luar Negeri
Inflasi luar negeri adalah inflasi yang bersumber dari kenaikan
harga barang di luar negeri atau masalah ketidakseimbangan dalam neraca
pembayaran. Kedua faktor ini akan menyebabkan harga barang-barang
impor meningkat dan menimbulkan kenaikan biaya produksi di dalam
negeri. Struktur perekonomian dengan ketergantungan impor yang tinggi
khususnya untuk barang modal dan bahan baku, dalam jangka pendek
dalam menimbulkan kerentanan terhadap keseimbangan eksternal ketika
kegiatan investasi terus mengalami peningkatan. (www.BI.go.id, diakses
20 november 2017)
Dalam penelitian Sriwardiningsih (2010) dampak inflasi yang
terjadi di luar negeri mengakibatkan harga-harga barang yang diproduksi
dalam negeri mereka meningkat. Peningkatan harga-harga tersebut
kemudian menyebabkan investasi di dalam negeri mereka menjadi lebih
23
mahal, yang mendorong para investor untuk meningkatkan investasinya ke
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Dimana SDA dan SDM
yang dimiliki Indonesia sangat melimpah. Dengan kata lain, trend
peningkatan inflasi di luar negeri diikuti oleh peningkatan PMA di
Indonesia.
Menurut Sukirno (2005) dalam Pratiwi (2015) inflasi dapat
mempengaruhi stabilitas perekonomian di suatu negara karena dapat
menurunkan produksi. Menurunnya produksi tidak akan diimbangi dengan
permintaan barang yang menurun karena tingkat inflasi yang tinggi dalam
suatu negara. Inflasi memberikan dampak negatif terhadap kegiatan
investasi berupa biaya investasi yang tinggi. Biaya investasi akan lebih
murah jika tingkat inflasi suatu negara rendah dan akan meningkatkan
PMA di Indonesia.
2. Faktor Internal
Kolawole (2013) dalam Ismaila (2015) menegaskan bahwa stabilitas
mekroekonomi merupakan dasar fundamental pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, karena meningkatkan tabungan nasional dan investasi swasta
dan juga meningkatkan ekspor dan pembayaran, bersamaan dengan
meningkatkan daya saing. Stabilitas makroekonomi, menjamin kesejahteraan
ekonomi rakyat secara luas. Untuk tujuan ini, ada beberapa faktor yang
diidentifikasi sebagai penentu potensial stabilitas makroekonomi seperti
rendahnya inflasi, defisit rendah stabilitas suku bunga riil dan hubungan
24
pertukaran. Faktor-faktor tersebut di atas adalah pendorong serius
pertumbuhan ekonomi.
2. Nilai Tukar
Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:305) nilai tukar dapat diartikan
sebagai jumlah unit mata uang yang dibutuhkan untuk dapat ditukarkan dengan
per unit mata uang lain, atau dengan kata lain, harga suatu mata uang terhadap
mata uang lainnya. Menurut Manurung (2008:91) yang dimaksud dengan valuta
asing adalah mata uang negara lain dari suatu perekonomian. Mata-mata uang
yang dipergunakan mempunyai harga tertentu dalam mata uang negara lain untuk
dapat digunakan dalam kegiatan ekonomi. Harga tersebut menggambarkan berapa
banyak suatu mata uang harus dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata
uang lain.
Nilai tukar uang merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu
mata uang ke mata uang yang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi,
antara lain transaksi perdagangan internasional, investasi internasional ataupun
aliran uang jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas geografis
ataupun batas-batas hukum (Karim, 2007).
Perubahan dalam nilai tukar disebut depresiasi dan apresiasi. Keadaan
dimana nilai tukar mata uang suatu negara meningkat atas mata uang asing disebut
depresiasi, dan sebaliknya keadaan dimana nilai tukar mata uang suatu negara
menurun atas mata uang asing disebut apresiasi. Depresiasi mata uang suatu
negara membuat harga barang-barangnya menjadi lebih murah bagi pihak luar
25
negeri. Adapun sebaliknya apresiasi membuat mata uang suatu negara rmenjadi
lebih mahal bagi pihak luar negeri. (Krugman dan Obstfeld, 1999)
Jadi, nilai tukar Rupiah adalah nilai mata uang suatu negara yang diukur
berdasarkan perbandingan dengan mata uang negara lain. Ketika mata uang asing
menjadi lebih mahal, ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri merosot.
Turunnya harga valuta asing disebut apresiasi mata uang dalam negeri, dan
apabila mata uang asing menjadi lebih murah, ini berarti nilai relatif mata uang
dalam negeri meningkat. Perubahan nilai tukar valuta asing dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran di pasar valuta asing. Sesuai dengan hukum
permintaan dan penawaran. Ada beberapa sebab yang mempengaruhi perubahan
nili tukar seperti; neraca ekspor impor, aliran modal, perubahan struktur, dan
perdagangan, dll. (Dornbusch dan Fisher, 1994).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Valas
a. faktor pembayaran impor apabila impor barang dan jasa semakin tinggi,
maka permintaan akan valas menjadi semakin besar, dan hal ini akan
menyebabkan nilai tukar cenderung melemah. Begitupun sebaliknya
apabila impor menurun, maka permintaan akan valas menurun, dan
mendorong penguatan nilai tukar, dengan asumsi dimana hal lain dalam
keadaan konstan.
b. Faktor aliran modal keluar (capital outflow)
26
Apabila aliran modal keluar semakin besar, maka akan menyebabkan
permintaan akan valas menjadi semakin meningkat, sehingga mendorong
nilai tukar semakin melemah.
c. Kegiatan spekulasi
Keadaan dimana para spekulan melakukan permintaan terhadap valuta
asing dalam jumlah besar, maka akan mempengaruhi nilai tukar menjadi
semakin melemah terhadap mata uang asing.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Valuta Asing:
a. Faktor Penerimaan Hasil Ekspor
Apabila penerimaan hasil ekspor semakin tinggi, maka jumlah valas yang
dimiliki juga semakin tinggi, sehingga nilai tukar terhadap mata uang
asing semakin menguat (apresiasi).
b. Faktor Aliran Modal Masuk (capital inflow)
Salah satu yang termasuk aliran modal masuk adalah penanaman modal
asing. Baik penanaman modal jangka pendek (portfolio investment)
maupun investasi langsung (foreign direct investment) akan membuat nilai
tukar cenderung menguat (apresiasi).
Pengaruh tingkat kurs yang berubah pada investasi dapat langsung lewat
beberapa saluran, perubahan kurs tersebut akan berpengaruh pada dua saluran, sisi
permintaan dan sisi penawaran domestik. Dari sisi permintaan, penurunan nilai
27
tukar akan mempengaruhi investasi melalui absorb domestic atau expenditure
reducing effect. (Pujialwanto, 2014)
Menurut Cahyanto (2012) dalam Pratiwi dkk (2015) penurunan nilai tukar
akan menurunkan aset riil masyarakat karena meningkatnya tingkat harga secara
umum sehingga permintaan domestik masyarakat akan menurun. Keadaan
tersebut akan menurunkan pengeluaran alokasi modal pada investasi. Sedangkan
dari sisi penawaran, nilai tukar rupiah akan berpengaruh tidak menentu terhadap
investai yang masuk dalam suatu negara. Pengaruh aspek pengalihan pengeluaran
(expenditure switching) yang akan merubah nilai investasi tersebut. Produk impor
yang diukur dengan mata uang domestik akan menaikkan harga barang ekspor
terhadap barang-barang yang tidak diperdagangkan.
Kebijakan nilai tukar mata uang besar pengaruhnya terhadap kegiatan
transaksi perusahaan. Terutama perusahaan yang tergantung pada impor dan yang
berorientasi pada pasar luar negeri. Hal ini dapat terjadi karena besarnya nilai
tukar akan mempengaruhi harga barang yang diperdagangkan, sekaligus
berpengaruh terhadap besarnya investasi. Kebijaksanaan nilai tukar di Indonesia
diarahkan untuk memelihara stabilitas neraca pembayaran dengan cara
mempertahankan dan memperbaiki tingkat daya saing ekonomi nasional dengan
senantiasa memelihara stabilitas pasar financial domestik serta perkembangan
pasar internasional.
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing pun mempunyai
pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Dengan menurunnya nilai
28
tukar rupiah terhadap mata uang asing akan mengakibatkan meningkatnya biaya
impor bahan-bahan baku yang akan digunakan untuk produksi dan juga
meningkatkan suku bunga. Walaupun menurunnya nilai tukar juga dapat
mendorong perusahaan untuk melakukan ekpor.
3. Tingkat Suku Bunga (BI rate)
Menurut Sunariyah (2004:80) suku bunga adalah harga dari sebuah
pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit. Saat
tingkat suku bunga rendah, maka dana yang mengalir akan semakin banyak dan
pertumbuhan ekonomi semakin meningkat. Sebaliknya, ketika tingkat bunga
tinggi, maka sedikit dana yang mengalir akan mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi yang rendah.
Suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam
bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima
tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. (Case dan Fair, 2001:635)
Menurut Ken dan Gultman, suku bunga merupakan sebuah harga dan
sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi
antara permintaan dan penawaran (Laksmono, 2001).
Adapun fungsi suku bunga adalah:
a. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih
untuk diinvestasikan.
29
b. Suku bunga dapat digunakan sebagai instrumen moneter dalam rangka
mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam
suatu perekonomian. Misalnya pemerintah memberi tingkat bunga
yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.
c. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah
uang beredar. Ini berarti pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang
dalam suatu perekonomian. (Sunariyah, 2004:81)
Sedangkan BI rate adalah tingkat bunga kebijakan yang mencerminkan
sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik. BI rate diumumkan oleh dewan gubernur bank
Indonesia setiap rapat dewan gubernur bulanan dan diimplementasikan pada
operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas
(liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada
perkembangan tingkat bunga pasar uang antra bank overnight (PUAB O/N).
Pergerakan di tingkat bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh
perkembangan tingkat bunga deposito, dan pada gilirannya tingkat bunga kredit
perbankan.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, bank
Indonesia akan menaikkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan
melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya bank Indonesia akan
30
menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran
yang telah ditetapkan.
Penentuan arah kebijakan moneter diantaranya untuk menentukan tingkat
BI rate, BI rate mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk faktor eksternal.
Hal ini karena karakteristik sistem perekonomian Indonesia yang menganut sistem
perekonomian terbuka kecil (Small Open Economy) dan sistem nilai tukar
mengambang bebas (Free Floating Exchange Rate), tidak akan lepas dari prinsip
perekonomian global, dan prinsip liberalisasi perdagangan, dimana semakin besar
transaksi perdagangan dan keuangan internasional akan berpengaruh pada besaran
aliran dana dari luar negeri yang masuk (capital inflow) dan yang keluar (capital
outflow)
3. Inflasi
Menurut Rahardja dan Manurung (2004:155) mengatakan bahwa, inflasi
adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-
menerus. Sedangkan menurut Ebert dan Griffin (2003:19) inflasi merupakan
kondisi dimana jumlah barang yang beredar lebih sedikit dari jumlah permintaan
sehingga akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga yang meluas dalam
sistem perekonomian secara keseluruhan.
Adapun jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan pada tingkat laju inflasi
(Murni, 2006:204) yaitu:
31
a. Moderat inflation (laju inflasi antara 7-10%) dan ditandai dengan
harga-harga yang meningkat secara lambat.
b. Galloping inflation atau inflasi ganas (laju inflasi antara 20-100%)
inflasi ini dapat menimbulakn gangguan-gangguan serius terhadap
perekonomian dan meimbulkan distorsi besar dalam perekonomian.
c. Hyperinflation (laju inflasi >100%) inflasi ini tingkatnya sangat tinggi
Sebenarnya, tidak ada patokan yang baku sampai seberapa rendah target
inflasi yang ditetapkan. Banyak negara yang menoleransi inflasi moderat
(moderate inflation) dengan satu digit seperti 9, 8 atau 7 persen, ini dikarenakan
inflasi yang moderat dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, melalui
dampaknya pada redistribusi pendapatan dari mereka yang berpondapatan tinggi
ke mereka yang berpendapatan rendah.
Akan tetapi jika inflasi sudah mengganas (galloping inflation) dengan dua
atau tiga digit seperti yang pernah terjadi di Argentina dan Brasil tahun 1970-an
atau 1980-an, atau “hiperinflasi” (hyperinflation) dengan lima atau enam digit
seperti yang pernah terjadi di Jerman tahun 1920-an maka permasalahan serius
dalam perekonomian akan muncul. Di Indonesia sejak tahun 2005 Bank Indonesia
sebagai pemegang otoritas moneter menetapkan target inflasi (inflation target)
sebesar kurang lebih 7% per tahunnya, sebagai perwujudan dari stabilitas harga.
Inflasi juga dapat dilihat berdasarkan sumbernya. Inflasi ini dibagi menjadi
dua, yaitu domestic inflation dan imported inflation. Domestic inflation
32
merupakan inflasi yang berasal dari dalam negeri itu sendiri misalnya inflasi
yangg disebabkan oleh defisit keuangan negara yang ditutupi dengan pengenaan
pajak oleh pemerintah atau dengaan pencetakan uang baru. Imported inflation,
yaitu inflasi yang bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor,
terutama barang impor tersebut mempunyai peranan penting atau dalam setiap
produksi (Murni, 2006:204-205).
Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad Ibn Al-Maqrizi yang merupakan salah
satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu:
(Karim, 2014:139)
a. Natural Inflation
Sesuai dengan namanya infasi ini diakibatkan oleh sebab-sebab
alamiah, dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (mencegah).
Ibn Al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang
diakibatkan oleh turunnya penawaran agregat (AS) atau naiknya
permintaan agregat (AD).
Maka natural inflation dapat diartikan sebagai:
(1) Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam
suatu perekonomian. Misalnya jumlah barang dan jasa turun
sedangkan jumlah uang beredar dan kecepatan peredaran uang
tetap, maka konsekuensinya tingkat harga naik.
33
(2) Naiknya daya beli masyarakat secara riil, misalnya nilai ekspor
lebih besar dari pada nilai impor, sehingga secara netto impor uang
yang mengakibatkan jumlah uang beredar turun sehingga jika
kecepatan peredaran uang dan jumlah barang dan jasa tetap maka
tingkat harga naik.
b. Human Error Inflation
Human Error Inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-
kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri. Adapun penyebabnya:
(1) Korupsi dan administrasi yang buruk
Al-Maqrizi mengatakan bahwa pengangkatan para pejabat
pemerintah yang berdasarkan pemberian suap dan bukanlah
kapabilitas, akan menempatkan orang-orang yang tidak
mempunyai kredibilitas pada berbagai jabatan penting dan
terhormat, baik dikalangan legislatif, yudikatif, maupun eksekutif.
(2) Pajak yang berlebihan (Excessive tax).
Excessive tax dapat mengakibatkan terjadinya efficiency loss atau
dead weight loss
(3) Pencetakan uang dengan maksud untuk menarik keuntungan yang
berlebihan (excessive seignorage).
Ekonomi Islam Al-Maqrizi berpendapat bahwa pencetakan uang
yang berlebihan jelas akan mengakibatkan naiknya tingkat harga
umum (inflasi). Kenaikan harga komoditi tersebut adalah kenaikan
34
dalam bentuk jumlah uang nominal, sedangkan jika diukur dalam
emas (dinar) maka harga komoditi tersebut jarang sekali mengalami
kenaikan.
Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi
selama satu periode tertentu, yaitu:
a. Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan
tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga
barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode
tertentu.
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) perbedaan antara IHK dan IHPB
adalah apabila IHK melihat inflasi dari sisi konsumen sedangkan IHPB
melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh akrena itu IHPB sering juga disebut
sebagai indeks harga produsen. IHPB menunjukkan harga yang diterima
produsen dalam berbagai tingkat produksi.
c. Indeks Harga Implisit (GDP deflator) menggambarkan pengukuran level
harga barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian suatu
negara. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga
nominal dengan PDB atas dasar harga konstan (Rahardja dan Manurung,
2008:365).
35
Ketika suatu negara mengalami kenaikan inflasi yang tinggi dan bersifat
tidak menentu (uncertainty) maka resiko dari investasi dalam aset-aset keuangan
akan meningkat dan kredibilitas mata uang domestik akan melemah terhadap mata
uang global. Dampak inflasi terhadap individu dan masyarakat menurut Rahardja
dan Manurung (2004) adalah:
a. Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat
Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi semakin rendah,
terutama pada orang yeng berpenghasilan tetap. Karena kenaikan upah
tidak secepat kenaikan harga-harga, sehingga menurunkan upah riil
masyarakat berpenghasilan tetap.
b. Memperburuk distribusi pendapatan
Bagi msyarakat berpendapatan tetap akan menghadapi kemeroosotan nilai
riil dari pendapatannya. Dan pemilik kekayaan dalam bentuk uang
punakan mengalami penuruunan juga. Akan tetapi, bagi pemilik kekayaan
tetap seperti tanah dan bangunan dapat mempertankan atau justru
menambah niali riil kekayaannya. Dengan demikian, inflasi akan
menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan yang
berpendapatan tetap dengan para pemilik kekayaan tetap akan menajdi
semakin tidak merata.
Dalam suatu negara prospek pembangunan ekonomi jangka panjangnya
akan menjadi semakin memburuk apabila inflasi tindak dapat dikendalikan.
36
Menurut Fischer (1993) dalam Erbaykal dan Okuyan (2008) inflasi dapat
mengurangi pertumbuhan, investasi, dan produktivitas. Inflasi yang semakin
tinggi dan tak terkendali cenderung menurunkan investasi yang produktif,
mengurangi ekspor dan menaikkan impor. Sehingga pada akhirnya kecenderungan
ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
5. Zakat, Infaq, Shodaqoh (ZIS)
a. Definisi Zakat, Infaq, dan Shodaqoh
(1). Pengertian Zakat
Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan
bertambah). Kadang-kadang dipakaikan dengan makna ath-thaharah (suci) dan
al-barakah (berkah). Zakat dalam pengertian suci, adalah membersihkan diri,
jiwa, dan harta. Seseorang yang mengeluarkan zakat berarti dia telah
membersihkan diri dan jiwanya dari penyakit kikir, membersihkan hartanya dari
hak orang lain. Sementara itu zakat dari pengertian berkah adalah sisa harta yang
sudah dikeluarkan zakatnya secara kualitatif akan mendapat berkah dan akan
berkembang walaupun secara kuantitatif jumlahnya berkurang.
Zakat merupakan mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang
telah sampai nishabnya untuk orang-orang yang berhak menerimanya. Pada
definisi lain, zakat juga berarti pemindahan pemilikan harta tertentu untuk orang
yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. (Rozalinda, 2015:247-
248)
37
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian
menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan
zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan
baik. Adapun dasar hukum zakat yaitu:
كىة واركعىا مع الزاكعيهواقيمىا الصلىة واتىا الش
Artinya: “dan dirikanlah oleh mu sholat dan keluarkanlah zakat dan tunduklah
bersama orang-orang yang tunduk” [Q.S. Al Baqarah [2]:43].
Syarat wajib zakat yang dikenakan kepada Muzakki (orang yang wajib
membayar zakat) yaitu: baligh dan berakal, mencukupi nishab (jumlah harta yang
ditentukan secara hukum), harta itu miliki sendiri dan sempurna, sampai haul
(sudah sampai 1 tahun), dan berkembang.
Dan adapun yang menjadi mustahik (orang-orang yang berhak menerima
zakat) yaitu: fakir, miskin, amil (orang yang mengumpulkan dan membagikan
zakat), muallaf, riqab (budak), gharimin (orang yang berhutang), sabilillah
(kepentingan di jalan Allah), ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan dan
kehabisan bekal).
Beberapa hikmah zakat dan manfaat zakat antara lain sebagai berikut:
a). Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, menghilangkan
sifat kikir, rakus, dan materialistis, membersihkan dan
mengembangkan harta yang dimiliki.
38
b). Menolong dan membantu fakir miskin ke arah hidup yang lebih
baik dan sejahtera
c). Sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang
berkecukupan kepada para mujahid
d). Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana dan
prasarana yang harus dimiliki umat Islam
e). Untuk mensyaratkan etika bisnis yang benar
f). Sebagai instrumen pemerataan pendapatan untuk kesejahteraan
umat
g). Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha
sehingga memiliki kekayaan baik untuk dirinya sendiri maupun orang
lain.
Zakat yang dikelola dengan baik akan mampu membuka lapangan kerja
dan usaha yang luas, sekaligus penguasaan aset-aset oleh umat Islam. Dengan
demikian zakat menurut Yusuf al Qardhawi adalah ibadah maaliyah al
ijtima’iyyah, yaitu ibadah di bidang harta yang memiliki fungsi strategis, penting,
dan menentukan dalam membangun kesejahteraan masyarakat (Hafidhuddin,
2002:15).
39
(2). Pengertian Infaq
Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali
memperoleh rezeki sebanyak yang dikehendakinya. (Hidayat, 2010:316).
Sedangkan menurut Hafidhuddin (2003:19) “infak” berasal dari kata anfaqa yang
berarti mengeluarkan sesuatu harta untuk suatu kepentingan. Adapun nilai rezeki
yang harus diinfakkan adalah “kelebihan dari keperluan”.
Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2011
tentang pengelolaan zakat, di pasal 1 ayat 3 terdapat pengertian infaq. Infaq adalah
harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha diluar zakat untuk
kemaslahatan umat.
Dasar hukum infak itu sendiri yaitu:
الذيه يؤمنىن بالغ ويقيمىن الصلىة ومما رسقنهم ينفقىن
Artinya: “mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan sholat, yang
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”[Q.S. Al
Baqarah [2]:3]
Perbedaan antara zakat dengan infaq dapat dilihat dari waktu
dikeluarkannya, dalam zakat ada nishabnya, sedangkan infaq tidak ada. Baik
seseorang itu memiliki penghasilan tinggi maupun rendah. Selain itu, zakat hanya
diberikan kepada delapan ashnaf sedangkan infaq dapat diberikan pada siapa pun
juga, baik keluarga, anak yatim, dan lain-lain. Infaq tidak ditentukan jenisnya,
jumlah dan kadarnya, serta waktu penyerahannya.
40
(3). Pengertian Shodaqoh
Istilah sedekah berasal dari bahasa Arab shodaqo. Kata shodaqoh diartikan
yang niatnya mendapatkan pahala dari Allah, bukan sebagai penghormatan.
Secara umum, dapat diartikan bahwa, sedekah adalah pemberian dari seorang
muslim secara sukarela tanpa dibatasi waktu dan jumlah (haul dan nishab) sebagai
kebaikan dengan mengharap ridho Allah.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat pasal 1 ayat 4, sedekah adalah harta atau non harta
yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha diluar zakat untuk
kemaslahatan umat. (Anggraeni, 2016)
Menurut Hafidhuddin (1998:15) Shodaqoh berasal dari kata shodaqo yang
berarti benar. Maksudnya dalam hal ini shodaqoh merupakan wujud dari
ketaqwaan seseorang, bahwa orang yang bersedekah adalah orang yang
membenarkan pengakuan sebagai orang yang bertaqwa melalui amal perbuatan
positif kepada sesamanya baik berupa amal atau yang lainnya.
Berdasarkan definisi diatas pengertian sedekah sama dengan pengertian
infaq, hanya saja apabila infaq hanya berkaitan dengan materi sedangkan sedekah
memiliki arti lebih luas menyangkut hal yang bersifat non materi.
Adapun dasar hukum sedekah yaitu:
مه ذاالذي يقزض هللا قزظا حسنا فيععفه له اظعافا كثيزة وهللا يقبط ويبصط واليه تزجعىن
41
Artinya: “Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan ganti
kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada
Nya lah kamu dikembalikan” [Q.S. Al Baqarah [2]:245].
Sedekah secara hukumnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu, sedekah
wajib dan sedekah tidak wajib. Sedekah wajib dikategorikan zakat sedangkan
sedekah yang tidak wajib dikategorikan infaq. Zakat wajib dikeluarkan apabila
telah mencapai nishab dan haul. Sedangkan infaq boleh dikeluarkan secraa
sukarela baik harta tersebut belum atau telah mencapai syarat-syarat untuk
berzakat. Dengan demikian orang yang berzakat itu sebenarnya belum meberikan
hartanya melainkan hanya menunaikan kewajiban atas hartanya. Sedangkan yang
dikategorikan memberikan hartanya (bersedekah) adalah orang yang berinfaq.
Karena dalam setiap harta yang dimiliki oleh seseorang itu ada hak bagi orang
yang miskin dan orang yang tidak beruntung dalam perekonomian. (Anggraini,
2016).
(4). Makro Ekonomi Zakat
F.R Faridy (1983) dalam Wibisono (2015) mengatakan bahwa sejak lama
zakat telah dianjurkan sebagai instrumen kebijakan fiskal untuk stabilisasi
perekonomian dengan adanya diskresi yang dimiliki oleh pemerintah atau otoritas
fiskal. Disini, belanja dana zakat bisa tidak sama dengan dana zakat yang
terkumpul, tergantung pada situasi perekonomian. Pada saat perekonomian
mengalami ekspansi, pengumpulan dana zakat meningkat akibat naiknya basis
42
zakat. Namun, pada saat yang sama, jumlah penerima zakat akan berkurang
karena kondisi ekonomi yanhg sedang baik. Dengan demikian, dimungkinkan
untuk memperoleh surplus dana zakat. Ketika perekonomian sedang mengalami
resesi, jumlah muzaki berkurang dan sebaliknya jumlah mustahik meningkat.
Maka hal ini akan membawa kita pada defisit dana zakat dimana defisit ditutup
dengan surplus tahun sebelumnya. Dengan demikian, belanja dana zakat akan
bekerja sebagai discretionary fiscal stabilizers, dengan pemerintah sebagai
pengelolanya.
El Din (1995) berpendapat bahwa pengumpulan dan belanja dana zakat
telah ditentukan oleh syariah dan oleh karenanya tidak diperbolehkan
memanipulasi jeda antara keduanya secara diskresi sebagai kebijakan fiskal. Jika
terdapat surplus zakat, maka surplus dapat didistribusikan ke daerah lain yang
membutuhkan. Hal ini akan meminimalkan peran stabilisasi zakat. Namun, El Din
menyatakan bahwa zakat dapat dibelanjakan dalam bentuk barang konsumsi
maupun produksi, dan rasio dari barang konsumsi terhadap barang produksi dapat
digunakan sebagai instrumen fiskal.
Selain sebagai discretionary fiscal stabilizers, zakat juga berfungsi sebagai
automatic fiscal stabilizers. Zakat dengan tarif tetap bertindak sebagai pajak
proporsional yang akan menurunkan dampak pengganda sehingga akan
mengurangi fluktuasi output secara otomatis. Disaat yang sama, dana zakat yang
terkumpul akan dibelanjakan kepada kelompok miskin sehingga membuat
konsumsi kelompok ini dapat terus berjalan tanpa terpengaruh oleh kondisi
ekonomi. Hal ini membuat pengganda dan output menjadi lebih stabil. Dengan
43
demikian, kombinasi fungsi zakat sebagai pajak proporsional dan tunjangan bagi
kelompok miskin, akan meredam dampak fluktuasi siklus bisnis terhadap
perekonomian.
Di samping itu, secara ekonomi moneter, zakat dapat pula mengekang laju
inflasi yang disebabkan oleh peredaran mata uang yang tidak seimbang dan
distribusi kekayaan yang tidak merata dalam masyarakat. Oleh karena itu, dengan
pengelolaan zakat yang tepat dan produktif secaara bertahap dapat menciptakan
stabilitas ekonomi. Tujuan aturan zakat adalah menciptakan distribusi pendapatan
menjadi lebih merata. Selain untuk tujuan distribusi, analisis kebijakan fiskal dan
sistem ekonomi dilakukan untuk stabilitas kegiatan ekonomi. (Rozalinda,
2015:249)
Secara keseluruhan zakat akan berkontribusi positif pada pertumbuhan
ekonomi baik melalui jalur permintaan agregat maupun jalur penawaran agregat.
dampak positif zakat pada konsumsi dan investasi secara jelas akan menaikkan
permintaan agregat dalam perekonomian. Kombinasi dampak zakat terhadap
konsumsi dan investasi akan meningkatkan permintaan agregat perekonomian.
Melalui dampak pengganda dalam perekonomian, hal ini akan membawa pada
peningkatan pendapatan nasional. (Wibisono, 2015)
Berdasarkan penelitian Azam dkk (2014) dalam Tambunan (2016)
menunjukkan bahwa zakat memiliki dampak positif dan signifikan terhadap
pembangunan ekonomi di Pakistan baik di tingkat mikro dan makro. Temuan ini
menunjukkan bahwa zakat, sebagai pembayaran transfer, merupakan instrumen
44
penting untuk mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Peningkatan pada
permintaan agregat dari penerima zakat akan meningkatkan permintaan untuk
produk dan karenanya meningkatkan produksi dan investasi, yang pada gilirannya
akan berdampak pada peningkatan permintaan tenaga kerja (pengangguran
menurun). Secara bersamaan, transfer kekayaan dari orang kaya kepada orang
miskin akan mencegah akumulasi kekayaan sedemikian rupa sehingga
mengurangi kesenjangan ekonomi.
Penerimaan zakat secara proporsional yaitu dalam persentase dan bukan
ditentukan nilai nominalnya. Secara ekonomi makro menciptakan built in
stability. Penerimaan zakat akan menstabilkan harga dan menekan inflasi ketika
permintaan agregat lebih besar daripada penawaran agregat. selain itu penerimaan
zakat ini dapat digunakan untuk berbagai macam kegunaan dalam rangka
menjamin stabilitas ekonomi. (Huda dkk, 2008)
Selain sebagai alat untuk menjamin stabilitas ekonomi, zakat juga merupakan
salah satu amal makro yang dapat mengatur akumulasi modal melalui peningkatan
rasio modal tenaga kerja dan dapat meningkatkan potensi ekonomi serta
pembangunan social dari para penerima zakat. Untuk upaya ini dalam
mentransformasikan zakat dari tugas dan nilainilai yang hanya sebatas agama
menjadi instrument pembangunan ekonomi, konsep zakat harus disesuaikan untuk
mencapai kemakmuran bagi seluruh masyarakat.
45
(5). Pengelolaan Zakat di Indonesia
UU No.38/1999 menjadi milestone sejarah zakat modern, berbasis
desentralisasi dan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam
peneglolaan zakat nasional. Berdasarkan UU tersebut, pengelolaan zakat nasional
dilakukan oleh BAZNAS. BAZNAS merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang melakukan tugas opengelolaan zakat nasional (Pasal 6). BAZNAS
menyelenggarakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta
pelaporan dan pertanggungjawaban dari kegiatan pengelolaan zakat nasional
(pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat). BAZNAS melapor ke
presiden melalui Menteri Agama dan DPR paling sedikit 1 tahun sekali (Pasal 7).
(Wibisono, 2015)
B. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan ZIS dan Pertumbuhan Ekonomi
Zakat menunjang pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran nasional
dengan dua cara, zakat mencegah penimbunan kekayaan dan mendorong
sirkulasinya. Penimbun harta mengetahui bahwa jika ia tetap membiarkan
hartanya menganggur maka zakat akan sedikit demi sedikit menghabiskannya.
Maka ia pun akan terpaksa mengeluarkan hartanya kedalam sirkulasi dengan cara
membelanjakannya atau menginvestasikannya. Investasi maupun konsumsi akan
memiliki efek penggandaan (multiplier effect), terhadap pertumbuhan pendapatan
nasional.
46
Kedua, zakat dipungut dari si kaya yang jumlahnya sedikit kepaada si
miskin yang jumlahnya banyak, dan proses ini akhirnya akan meningkatlan
aggregate demand bagi barang-barang konsumsi di masyarakat karena sudah
memiliki daya beli maka kaum miskin itu akan seegra melakukan permintaan
barang dan jasa. Para industrialis akan memproduksi lebih banyak untuk
memenuhi permintaan yang meningkat tersebut. Peningkatan permintaan dan
penawaran itu selanjutnya akan menyuburkan industrialisasi, kegiatan bisnis,
ekspansi kesempatan kerja, dan pertumbuhan pendapatan nasional (Chaudry,
2012).
Al Arif (2009) menyatakan bahwa zakat akan memberikan efek terhadap
peningkatan pendapatan sehingga akan meningkatkan konsumsi masyarakat dan
memberikan efek multiplier terhadap pembangunan ekonomi. Zakat baik dalam
bentuk bantuan konsumtif maupun bantuan produktif berdasarkan mekanisme
yang ada telah mampu memberikan pengaruh cukup signifikan dalam
perekonomian melalui mekanisme efek penggandanya. Berdasarkan hal ini, maka
zakat harus mampu dikelola dengan baik agar efek penggandanya dapat dirasakan
dalam perekonomian.
Shirazi (1994) dalam Suprayitno (2013) menemukan bahwa terdapat
dampak dari pendayagunaan dana infaq dalam mengurangi kemiskinan baik di
perkotaan maupun di pedesaan Pakistan. Lebih jauh lagi yaitu dana infaq yang
dapat mengurangi kesenjangan kemiskinan dan tingkat keparahan indeks
kemiskinan. Hal ini berdampak pada peningkatan konsumsi masyarakat,
khususnya penerima zakat dan infaq.
47
Dengan demikian peningkatan zakat, infaq, dan shodaqoh memiliki
dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Apabila penghimpunan dan
pendistribusian ZIS meningkat maka akan berdampak kepada peningkatan
konsumsi dan investasi di masyarakat yang disebabkan oleh peningkatan
pendapatan mustahik. Pendistribusian ZIS juga dapat dilakukan dengan
memberikan modal usaha bagi para mustahik. Pendistribusian ZIS dengan cara ini
akan memberikan dua efek yaitu meningkatkan pendapatan mustahik dan juga
akan berdampak pada ekonomi secara makro.
2. Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Malik dan Chowdhury (2001) dalam Kasidi (2012) menemukan dua hasil:
pertama, hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi adalah positif dan
signifikan secara statistik di Bangladesh, Pakistan, India dan Sri Lanka. Kedua,
sensitivitas pertumbuhan terhadap perubahan tingkat inflasi lebih kecil daripada
inflasi terhadap perubahan tingkat pertumbuhan. Implikasi kebijakan dari hasil ini
adalah fakta bahwa meskipun inflasi moderat mendorong pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat menyerap inflasi oleh overheating
economy.
Fisher dan Modigliani (1978) dalam Kemu (2016) menunjukkan adanya
hubungan negatif antara tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi melalui
mekanisme baru teori pertumbuhan. Hal itu pun sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Lubis (2014) menunjukkan adanya korelasi negatif antara inflasi dan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
48
Menurut Sukirno (2005) dalam Pratiwi (2015) inflasi dalam suatu
perekonomian dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian di suatu negara
karena dapat menurunkan produksi. Menurunnya produksi tidak akan diimbangi
dengan permintaan barang yang menurun karena tingkat inflasi yang tinggi dalam
suatu negara. Inflasi memberikan dampak negatif terhadap kegiatan investasi
berupa biaya investasi yang tinggi. Biaya investasi akan lebih murah jika tingkat
inflasi suatu negara rendah dan akan meningkatkan PMA di Indonesia.
Semakin tinggi inflasi, suku bunga cenderung akan menjadi semakin
tinggi. Pemilik modal akan berusaha untuk memperoleh suku bunga riil yang tetap
besarnya dan ini dilakukan dengan menuntut suku bunga nominal yang lebih
tinggi pada waktu inflasi yang semakin cepat. Hubungan inflasi dalam
perekonomian yaitu inflasi yang meningkat menyebabkan suku bunga naik,
kemudian investasi merosot dan pada akhirnya pengeluaran agregat semakin
menurun dan pendapatan nasional riil semakin menurun. Selain itu inflasi yang
tinggi menyebabkan ekspor semakin menurun dan menggalakkan impor. Karena
harga barang dalam negeri yang tinggi tidak diminati di pasar luar negeri.
(Sukirno, 2011)
Hasanov (2010) dalam Saymeh dan Orabi (2013) menguji kemungkinan
dampak inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi Azerbaijan selama periode 2000-
2009. Hasil penelitian ini menunjukkani Inflasi di bawah tingkat ambang memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan GDP, namun hubungan
positif ini menjadi negatif ketika inflasi melampaui 13 persen.
49
3. Hubungan Tingkat BI rate dan Pertumbuhan Ekonomi
Perubahan BI rate mempengaruhi tingkat bunga deposito dan tingkat
bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan,
Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui
penurunan tingkat bunga untuk mendorong aktivitas ekonomi. Penurunan tingkat
bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan
investasi. ini semua akan meningkatkan aktivitas konsumsi dan investasi sehingga
aktivitas prekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi
mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan tingkat bunga
BI rate untuk mengerem aktivitas perekonomian yang terlalu cepat. Sehingga
mengurangi tekanan inflasi. Perubahan tingkat bunga BI rate mempengaruhi
perekonomian makro melalui harga aset. Kenaikan tingkat bunga akan
menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan
individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi konsumsi dan
investasi. (Ambarini, 2015).
Kenaikan BI rate akan menaikkan tingkat suku bunga antar bank dan
tingkat suku bunga deposito yang berakibat pada kenaikan suku bunga kredit.
Dengan demikian BI rate tersebut memberi sinyal bahwa pemerintah
mengharapkan pihak perbankan dapat menggerakkan sektor riil untuk dapat
mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan jika BI rate
diturunkan dikhawatirkan akan memicu pelarian dana jangka pendek yang akan
mengganggu stabilitas nilai tukar Rupiah dan pertumbuhan ekonomi. (Indriyani,
2016)
50
4. Hubungan Nilai Tukar (Kurs) dan Pertumbuhan Ekonomi
Nilai tukar merupakan salah satu variabel yang penting dalam suatu
perekonomian terbuka, karena variabel ini berpengaruh pada variabel lain seperti
harga, tingkat bunga, neraca pembayaran, dan transaksi berjalan (Batiz, 1994).
Nilai tukar riil suatu negara akan berpengaruh pada kondisi perekonomian makro
suatu negara, khususnya dengan ekspor netto atau neraca perdagangan. Pengaruh
ini dapat dirumuskan menajdi suatu hubungan natar nilai tukar riil dengan ekspor
netto atau neraca perdagangan. (Mankiw, 2003)
Seperti yang dijelaskan dalam teori Mundell-Fleming yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan negatif antara kurs dengan pertumbuhan ekonomi,
dimana semakin tinggi kurs maka ekspor neto (selisih antara ekspor dan impor)
semakin rendah, penurunan ini akan berdampak pada jumlah output yang semakin
berkurang yang akan menyebabkan PDB atau pertumbuhan ekonomi menurun.
(Pratiwi, 2015)
Berdasarkan penelitian Pridayanti (2012) terdapat hubungan yang
berbanding terbalik antara nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi, yaitu apabila
nilai tukar mengalami kenaikan maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami
penurunan. Arize (2000) dalam Ginting (2013) menemukan adanya hubungan
negatif antara nilai tukar dan ekspor di beberapa negara termasuk Indonesia,
Filipina, dan Thailand.
Secara umum, mata uang yang lemah akan merangsang ekspor dan
membuat impor lebih mahal, sehingga mengurangi defisit perdagangan suatu
51
negara (atau meningkatkan surplus dari waktu ke waktu). Sebaliknya, mata uang
yang menguat secara signifikan dapat mengurangi daya saing ekspor dan
membuat impor lebih murah, yang dapat menyebabkan defisit perdagangan akan
terus berlanjut. Karena ekspor neto memiliki korelasi negatif dengan kekuatan
mata uang domestik. Jika ekspor neto positif maka mencerminkan tingginya
permintaan akan barang dan jasa dalam negeri, tentunya hal ini akan
meningkatkan produktivitas yang menyebabkan naiknya pertumbuhan ekonomi
dalam negeri. Sebaliknya, jika ekspor neto negatif maka mencerminkan turunnya
permintaan barang dan jasa yang akan menyebabkan menurunnya produktivitas,
dan akan mengganggu laju pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi nilai ekspor
neto maka semakin tinggi PDB suatu negara.
C. Penelitian Terdahulu
Untuk memberi gambaran dan kerangka pemikiran dalam penelitian maka
perlu kiranya untuk membahas hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai acuan
dalam membandingkan penelitian saat ini dengan penelitian terdahulu sehingga
akan menghasilkan suatu analisa yang sesuai dengan teori.
1. Faraji Kasidi, “ Impact of Inflation on Economic Growth: A Case Study in
Tanzania”, Asian Journal of Empirical Research 3(4): 363-380
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dampak inflasi terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi
memiliki dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. Studi ini juga
mengungkapkan bahwa tidak ada kointegrasi antara inflasi dan
52
pertumbuhan ekonomi selama periode studi. tidak ada hubungan jangka
panjang antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Tanzania.
2. Ismail Fahmi Lubis, “Analisis Hubungan Antara Inflasi dan
Pertumbuhan Ekonomi: Kasus Indonesia”, QE Journal Vol.03-No.01
Penelitian ini dilakukan untuk mencari korelasi jangka pendek
serta hubungan jangka panjang antara inflasi dan ekonomi di Indonesia
selama 1968 -2012. Selain itu, untuk menemukan kausalitas Granger
antara Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Produk Domestik Bruto (PDB).
Pertama kali menguji Unit-Root-nya menggunakan Augmented Dickey
Fuller, kemudian uji kointegrasi menggunakan Johansen Cointegration
Test dan hubungan kausalnya menggunakan uji Granger-Kausalitas serta
membuat mekanisme Error Correction Model (ECM).
Dalam penelitian ini ditemukan baik inflasi maupun pertumbuhan
ekonomi memiliki korelasi. Terdapat hubungan jangka panjang yang
signifikan melalui nilai probabilitas dari hubungan residual dan jangka
pendeknya melalui nilai probabilitas inflasi dan pertumbuhan ekonomi
dalam diferensiasinya. Kemudian ditemukan secara signifikan hubungan
satu arah yaitu PDB menyebabkan CPI tetapi tidak ditemukan CPI
menyebabkan GDP.
3. Nabilla Mardiana Pratiwi, “Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI,
dan Nilai Tukar Terhadap Penanaman Modal Asing dan Pertumbuhan
53
Ekonomi Indonesia (Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2013)”, Jurnal
Administrasi Bisnis Vol.26 No.2 September 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Inflasi, tingkat
suku bunga SBI, dan nilai tukar terhadap penanaman modal asing dan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebagai Emerging Market. Jenis
penelitian yang digunakan yaitu penelitian penjelasan, dengan pendekatan
kuantitatif. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 40 sampel yang
diperoleh dari Triwulan 1 hingga triwulan 4 mulai tahun 2004 hingga
2013. Pengukuran pertumbuhan ekonomi menggunakan GDP harga
konstan.
Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan analisis
jalur. Hasil pengujian secara statistik menunjukan bahwa variabel inflasi
berpengaruh negatif signifikan terhadap PMA; Tingkat suku bunga
berpengaruh positif signifikan terhadap PMA; Nilai tukar rupiah
berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap PMA; Inflasi berpengaruh
negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi; tingkat suku bunga
berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi; Nilai tukar
rupiah berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
4. Lella N Q Irwan, “Penetapan dan Proyeksi Tingkat Suku Bunga Bank
Indonesia (BI rate) Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia”, Trikonomika volume 11 No 2, Desember 2012, ISSN
1411514X.
54
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami penentuan atau
penyesuaian dan perkiraan BI rate, juga hubungan kausal antara BI rate
dan tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penelitian ini
menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji kausalitas BI rate tidak
memiliki hubungan kausal langsung dengan pertumbuhan ekonomi.
Meskipun diindikasikan bahwa BI rate akan memiliki hubungan satu arah
dengan laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yang berarti bahwa BIrate
mengarah pada pertumbuhan ekonomi sementara pertumbuhan ekonomi
tidak dapat secara langsung mendorong perubahan BI rate.
5. Ayunia Pridayanti, “Pengaruh Ekspor, Impor, dan Nilai Tukar Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2002-2012”
Penelitian ini menggunakan analisis Ordinary Least Square. Hasil
analisa menyimpulkan bahwa variabel ekspor, impor, dan nilai tukar
secara simultan dan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia pada taraf signifikansi 5%. Ekspor berpengaruh
positif, sedangkan impor dan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
6. Khairina Tambunan, “Analisis Pengaruh Investasi, Operasi Moneter, dan
ZIS Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”.
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linier
berganda. Hasil penelitian ini menemukan bahwa secara simultan variabel
reksadana konvensional, reksadana syariah, FASBIS, dan ZIS
55
mempengaruhi PDB Indonesia periode Januari 2013-Desember 2015.
Sedangkan secara parsial diantara semua variabel reksadana syariah belum
terlihat nyata terhadap PDB riil.
7. Mohammed B Yusoff, “An Analysis of Zakat Expenditure and Real
Output: Thory and Empirical Evidence”.
Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi data panel.
Dengan zakat sebagai variabel independen dan PDB sebagai variabel
dependen. Hasil analisis regresi data panel menunjukkan bahwa
pengeluaran zakat dapat secara signifikan menjelaskan variasi output riil.
ini menunjukkan bahwa negara-negara muslim harus melakukan upaya
serius untuk meningkatkan efisiensi pengumpulan dan pengeluaran zakat
untuk menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan ummat.
8. Siti Melani Gustiani Willis, “Pengaruh Dana ZIS serta Variabel
Makroekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 2011-
2015”, skripsi 2016.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh distribusi zakat,
infak dan sedekah serta variabel makroekonomi terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dengan menggunakan metode Vector Correction
Error Model (VECM). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah PDB riil Indonesia, distribusi ZIS di BAZNAS Pusat dan LAZ
Rumah Zakat, inflasi, BI rate, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah,
investasi dan ekspor.
56
Hasil analisis menunjukkan pada jangka panjang, distribusi ZIS,
nilai tukar rupiah, investasi dan ekspor memberikan pengaruh positif
secara signifikan, sedangkan inflasi dan jumlah uang beredar berpengaruh
negatif secara signifikan terhadap PDB riil. Terdapat hubungan kausalitas
antara PDB dan variabel distribusi ZIS, nilai tukar rupiah, investasi dan
ekspor. Guncangan yang terjadi pada distribusi ZIS, BI Rate, nilai tukar
dan ekspor direspon negatif oleh PDB riil, sedangkan guncangan inflasi,
jumlah uang beredar dan investasi direspon positif oleh PDB riil dan akan
stabil pada jangka panjang. Berdasarkan hasil FEVD, BI Rate, investasi,
nilai tukar rupiah dan distribusi ZIS memberikan komposisi pengaruh
yang dominan terhadap pertumbuhan PDB riil.
57
Tidak Stasioner
D. Kerangka Penelitian
Uji lag optimum
Uji Kointegrasi
Impulse Response Function (IRF)
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
VAR pada first/second
Terkointegrasi
VECM
Pertumbuhan PDB ( Y )
Nilai tukar (X3) ZIS (X1) BI rate (X2) Inflasi (X4)
Stasioner
Uji Stasioneritas
VAR pada level
Tidak Terkointegrasi
VAR
Interpretasi
Analisis & Kesimpulan
58
E. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah
yang diajukan dan jawaban itu masih diuji secara empiris kebenarannya. Adapun
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. H0 : diduga ZIS tidak memiliki pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia
H1 : diduga ZIS memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia
2. H0 : diduga BI rate tidak memiliki pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia
H1 : diduga BI rate memiliki pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia
3. H0 : diduga nilai tukar tidak memiliki pengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia
H1 : diduga nilai tukar memiliki pengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia
4. H0 : diduga inflasi tidak memiliki pengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia
H1 : diduga inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
59
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Terdapat lima variabel dalam penelitian ini, satu variabel terikat dan tiga
variabel bebas, yaitu:
1. Variabel Terikat : Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth)
2. Variabel Bebas : Zakat Infaq Shodaqoh (ZIS), Nilai Tukar (Kurs), BI rate,
dan Inflasi
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang
berupa data deret waktu (time series) triwulanan. Periode penelitian dimulai dari
triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan III tahun 2017. Data yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, yaitu Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS), Bank Indonesia (BI), dan Badan Pusat Statistik
(BPS), yang mencakup :
1. Data tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS)
2. Data penghimpunan zakat nasional diperoleh dari Laporan Keuangan
BAZNAS
3. Data nilai tukar (kurs) diperoleh dari Bank Indonesia
60
4. Data inflasi diperoleh dari Bank Indonesia
C. Metode Pengumpulan Data
1. Library Research (Studi Literatur)
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data diperoleh
dari mebaca literatur, buku, artikel, jurnal dan sejenisnya yang
berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk memperoleh
data yang valid.
2. Field Research (Studi Lapangan)
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pengolahan pihak kedua (data
eksternal) atau data yang sudah publikasi untuk menjelaskan gejala dari
suatu fenomena. Data ini seperti referensi dari Bank Indonesia (BI), Biro
Pusat Statistik (BPS), dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Bank
Indonesia (BI), Biro Pusat Statistik (BPS).
3. Internet research
Dengan adanya teknologi yang selalu berkembang penulis juga
mendapatkan bahan referensi dari internet karena memang datanya sudah
lebih berkembang sesuai perkembangan zaman.
61
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
VAR/VECM yang dibantu dengan software E-views 9 untuk menganalisis peran
penghimpunan dana ZIS dan variabel makroekonomi Indonesia terhadap output
yang dalam penelitian ini direpresentasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi
(Economic Growth). Analisis VECM digunakan untuk melihat hubungan jangka
panjang dan jangka pendek antara variabel dependen dan variabel independen.
Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan VECM
yang umumnya digunakan yaitu estimasi VECM, Impulse Response Function
(IRF), dan Forecast Error Variance Decompositions (FEVD), dan Uji kausalitas
Granger. Sebelum melakukan estimasi VAR/VECM penting untuk melakukan
beberapa tahapan pra estimasi. Ada beberapa pengujian yang harus dilewati antara
lain Uji Stasioneritas Data, Penentuan Lag Optimum, dan Uji Kointegrasi.
1. Uji Stasioneritas Data
Data time series yang tidak stasioner cenderung dapat menyebabkan
terjadinya regresi lancung dimana nilai R squarenya lebih besar, namun
hubungan yang ditunjukkan hanya berupa hubungan yang diakibatkan
persamaan trend semata. Data time series baru dapat dikatakan stasioner
jika data tersebut tidak mengandung akar-akar unit (unit root) dengan kata
lain bahwa mean, variance, dan covariance konstan sepanjang waktu.
Pengujian yang umumnya digunkaan untuk menguji stasioneritas data
yaitu Augmented Dickey Fuller Test dan Phillpis Perron Test.
62
Uji stasioneritas dalam penelitian ini menggunakan Augmented
Dickey-Fuller Test, yaitu dengan membandingkan nilai ADF statistic
dengan Mackinnon critical value pada level 1%, 5%, ataupun 10%.
Apabila nilai mutlak t-statistik ADF lebih kecil dari nilai mutlak
MacKinnon Critical Value maka data telah stasioner pada taraf nyata yang
telah ditentukan. Apabila berdasarkan hasil uji ADF data tidak stasioner
pada tingkat level maka harus dilakukan penarikan diferensial sampai data
stasioner pada tingkat first difference atau second difference.
2. Penentuan Lag Optimum
Langkah selanjutnya untuk mengestimasi model VAR/VECM,
harus terlebih dahulu menentukan lag optimal yang akan digunakan dalam
estimasi VAR/VECM, penetapan lag optimal penting dilakukan karena
dalam metode VAR, lag optimal dari variabel endogen merupakan
variabel independen yang digunakan dalam model. Pengujian panjang lag
optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi
dalam system VAR/VECM yang digunakan sebagai analisis stabilitas
VAR. Penentuan jumlah lag dalam model VAR ditentukan pada kriteria
informasi yang direkomendasikan oleh nilai terkecil dari Final Predictor
Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC),
dan Hannan-Quinn (HQ). Program E-views telah memberikan petunjuk
berupa tanda bintang bagi lag yang ditetapkan sebagai lag optimum.
63
3. Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas Var dilakukan dengan menghitung akar-akar unit
fungsi polynomial. Jka semua akar dari fungsi polynomial tersebut berada
di dalak unit circle atau jika nilai absolutnya <1 maka model VAR tersebut
dianggap sudah stabil. Stabilitas VAR perlu diuji terlebih dahulu sebelum
melakukan analisis lebih jauh, karena jika hasil estimasi VAR yang akan
dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan tidak stabil, maka
Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD) menjadi tidak valid (Rusydiana, 2009)
4. Uji Kointegrasi
Keberadaan variabel non stasioner menyebabkan kemungkinan
besar adanya hubungan jangka panjang diantara variabel dalam system.
Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui keberadaan hubungan antar
variabel, khususnya dalam jangka panjang. Jika terdapat kointegrasi antar
variabel maka dapat dipastikan adanya hubungan jangka panjang diantara
variabel. Metode yang dapat digunakan dalam menguji keberadaan
kointegrasi ini adalah metode Johansen Cointegration. Untuk mengetahui
adanya kointegrasi dilihat dari nilai trace statistic yang dibandingkan
dengan nilai kritis (critical value). Apabila nilai trace statistic > critical
value, maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut memiliki
kointegrasi.
64
5. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas dimaksudkan untuk menentukan variabel mana yang
lebih dahulu, atau dengan kata lain uji ini dimaksudkan untuk mengetahui
bahwa dari dua variabel yang berhubungan, maka variabel mana yang
menyebabkan variabel lain berubah. Diantara beberapa uji yang ada, uji
kausalitas Granger merupakan metode yang paling populer. Uji ini dapat
mengindikasikan apakah satu variabelmempunyai hubungan dua arah atau
hanya satu arah saja. Jika ada dua variabel Y dan X, maka apakah Y
menyebabkan X, atau X menyebabkan Y. atau berlaku keduanya atau
tidak ada hubungan keduanya. Dalam uji kausalitas Granger ini dapat
dilihat adanya pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang, sehingga
data yang digunakan adalah data runtut waktu (time series).
Basuki dan Yuliardi (2015) Menjelaskan bahwa apabila nilai
probabilitas < dari α, maka H0 ditolak yang berarti terdapat hubungan
kausal pada masing-masing variabel. Dan begitu sebaliknya apabila nilai
probabilitas > α, maka H1 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan
kausal pada masing-masing variabel.
6. Estimasi VECM
VECM pada dasarnya merupakan model VAR yang terkendala
(restricted) oleh adanya kointegrasi di dalam spesifikasi modelnya.
Dengan demikian desain model ini digunakan untuk data runtut waktu
yang non stasioner yang diharapkan saling berkointegrasi. Melalui model
65
VECM ini dapat diketahui perilaku kointegrasi jangka panjang variabel
yang diamati, maupun dinamika variabel tersebut dalam jangka pendek.
Ketika dua atau lebih variabel yang terlibat dalam suatu persamaan
pada data level tidak stasioner maka kemungkinan terdapat kointegrasi
pada persamaan tersebut. Jika setelah dilakukan uji kointegrasi terdapat
persamaan kointegrasi dalam model yang digunakan maka dianjurkan
untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang
digunakan. Kebanyakan data time series stasioner pada perbedaan
pertama. Maka untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang
dalam penelitian ini akan digunakan model VECM (Istiqomah, 2012).
Pengaruh jangka panjang dan jangka pendek dapat dilihat dari nilai
t-statistik yang dibandingkan dengan nilai t-tabel. Apabila nilai t-statistik
lebih besar dari nilai t-tabel maka variabel tersebut signifikan memiliki
pengaruh dalam jangka panjang atau jangka pendek.
7. Impulse Response Function (IRF)
Analisis IRF adalah metode yang digunkan untuk menentukan
respon suatu variabel endogen terhadap guncangan (shock) variabel
tertentu. IRF juga digunakan untuk melihat guncangan dari satu variabel
lain dan berapa lama pengaruh tersebut terjadi. Melalui IRF, respon
sebuah perubahan independen sebesar satu standar deviasi dapat ditinjau.
IRF menelusuri dampak gangguan sebesar satu standar kesalahan sebagai
inovasi pada suatu variabel endogen terhadap variabel endogen yang lain.
66
Suatu inovasi pada satu variabel, secara langsung akan berdampak pada
variabel yang bersangkutan, kemudian dilanjutkan ke semua variabel
endogen yang lain melalui dinamik dari VAR (Nugroho, 2009).
8. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Forecats Error Variance Decomposition (FEVD) atau dekomposisi
ragam kesalahan peramalan menguraikan inovasi pada suatu variabel
terhadap komponen-komponen variabel yang lain dalam VAR. informasi
yang disampaikan dalam FEVD adalah proporsi pergerakan secara
berurutan yang diakibatkan oleh guncangan sendiri dan variabel lain
(Nugroho, 2009).
Variance Decomposition (VD) merupakan bagian dari analisis
VECM yang berfungsi mendukung hasil-hasil analisis sebelumnya. VD
menyediakan perkiraan tentang seberapa besar kontribusi suatu variabel
terhadap perubahan variabel itu sendiri dan variabel lainnya pada beberapa
periode mendatang, yang nilainya diukur dalam bentuk persentase.
Dengan demikian variabel mana yang diperkirakan akan memiliki
kontribusi terbesar terhadap suatu variabel tertentu akan dapat diketahui
(Batubara, 2015).
67
E. Model Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian ini mengenai pengaruh
penghimpunan dana ZIS terhadap output yang dalam penelitian ini
direpresentasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi.
Berikut adalah model yang dibentuk dalam penelitian ini:
EG = β0 + β1LnZISt + β2LnKURSt+ β3BIratet + β4Inflasit + et
Keterangan:
EG = Laju Pertumbuhan PDB sebagai proxy dari pertumbuhan
ekonomi (persen)
LnZIS = Penghimpunan Dana Zakat Infaq Shodaqoh (Rupiah)
LnKURS = Nilai Tukar Rupiah Terhadap mata uang asing (Rupiah)
Inflasi = Indeks Harga Konsumen sebagai proxy dari inflasi (persen)
F. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
“Variabel terikat identik dengan variabel yang dijelaskan atau dependent
variable” (Kuncoro, 2009:50). Pada penelitian ini, variabel terikatnya adalah
pertumbuhan PDB. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau
68
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh
unit ekonomi. PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah
barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada
satu tahun tertentu sebagai dasar. Pada penelitian ini menggunakan
Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2010.
2. Variabel Independen
Variabel independen identik dengan variabel bebas, penjelas, explanatory
variable. Variabel ini biasanya dianggap sebagai “variabel prediktor atau
peneyebab karena memprediksi atau menyebabkan variabel dependen”
(Kuncoro, 2009:50).
a. Penghimpunan Zakat Infaq Sedekah (ZIS)
Zakat menurut bahasa berarti “tumbuh dan bertambah”. Juga bisa
diartikan berkah, bersih, dan suci. Sedangkan menurut istilah agama Islam
zakat adalah ukuran/kadar harta tertentu yang harus dikeluarkan oleh
pemiliknya untuk diserahkan kepada golongan yang berhak menerimanya
dengan syarat-syarat tertentu. Sedangkan infaq adalah mengeluarkan
sebagian harta untuk sesuatu kepentingan yang dipertintahkan Allah SWT.
Dan sedekah adalah mengeluarkan harta dijalan Allah, sebagai bukti
kejujuran atau kebenaran iman seseorang. Dalam penelitian ini ZIS
menggunakan satuan Rupiah.
69
b. Nilai Tukar (KURS)
Nilai tukar atau dikenal sebagai kurs adalah sebuah perjanjian yang
dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau
di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau
wilayah.
c. Tingkat Suku Bunga BI (BI rate)
BI rate adalah tingkat bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau
stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik. BI rate diumumkan oleh dewan gubernur bank
Indonesia setiap rapat dewan gubernur bulanan dan diimplementasikan
pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan
likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran
operasional kebijakan moneter.
d. Inflasi (IHK)
Inflasi adalah meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat dikatakan inflasi
kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga)
pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Indikator yangs
sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga
Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan
pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
70
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Grafik 4.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Staristik (data diolah)
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami trend yang selalu
menurun dalam kurun waktu 6 tahun terakhir yaitu pada periode 2010
sampai dengan 2015. Belum pulihnya negara-negara maju telah memberi
dampak pada kinerja perekonomian negara-negara emerging market yang
melambat pada tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh
masih tingginya permintaan domestik khususnya konsumsi rumah tangga
dan investasi. Tingginya permintaan domestik mampu menahan
6.22 6,17
6,03 5,56
5,02
4,79
5,02 5,07
4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
71
pertumbuhan ekonomi sehingga tetap tumbuh diatas 6%, dan lebih tinggi
dari rata-rata pertumbuhan ekonomi pada sepuluh tahun terakhir sebesar
5.55%.
Menurut BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015
merupakan pertumbuhan ekonomi terendah selama 6 tahun terakhir dan
merupakan kali pertama ekonomi Indonesia berada dibawah 5% sejak
2009 ketika terjadi krisis keuangan global. Meskipun pertumbuhan
ekonomi melambat, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang
yang perekonomiannya tetap stabil dan relatif tumbuh tinggi disbanding
negara lain. (BI, 2016)
Namun pada tahun 2016 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
kembali meningkat setelah beberapa tahun sebelumnya mengalami
penurunan. Hal ini dikarenakan pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi
nasional dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang
menunjukkan peningkatan. Demikian pula ekonomi beberapa mitra
dagang Indonesia pada umumnya membaik. Penyumbang pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada tahun 2016 masih didominasi oleh konsumsi
rumah tangga sebesar 2.72% atau berkontribusi sebesar 56.5%. pada tahun
berikutnya yaitu 2017 pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 5.07%
hal ini disebabkan oleh kenaikan harga komoditas ekspor yang mendorong
nilai ekspor Indonesia.
72
2. Perkembangan penghimpunan dana ZIS
Perzakatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat
dinamis seiring dengan perkembangan zaman. Hal tersebut dapat dilihat
setidaknya dari dua aspek. Pertama, Indonesia telah memiliki regulasi
mengenai pengelolaan zakat dalam UU No.23/2011 dan regulasi
turunnannya yang terangkum dalam PP No. 14/2014 dan Inpres
No.3/2014. Regulasi-regulasi ini menandakan keseriusan pemerintah
dalam upaya memajukan perzakatan nasional ke arah pembangunan yang
lebih merata. Kedua, adanya peningkatan jumlah ZIS di Indonesia dari
tahun ke tahun. (BAZNAS, 2017)
Grafik 4.2 Penghimpunan Dana ZIS Nasional
Sumber: BAZNAS (data diolah)
1.500
1.728 2.212
2.639 3.300 3.650
5.017
6.224
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
73
Berdasarkan Grafik 4.2 perkembangan penghimpunan dana ZIS di
Indonesia mengalami trend yang selalu meningkat setiap tahunnya.
Mulai dari tahun 2010 jumlah penghimpunan dana ZIS sebesar 1.500
miliar Rupiah. Kemudian meningkat di tahun 2011 sebesar 1.728 miliar
Rupiah. Meskipun setiap tahunnya jumlah penghimpunan dana ZIS
selalu meningkat, namun peningkatan penghimpunan dana ZIS terbesar
terjadi pada tahun 2016, yaitu sebesar 5.017 miliar Rupiah yang pada
tahun sebelumnya sebesar 3.650 milyar Rupiah.
Secara umum, hal ini menandakan bahwa populasi muslim
Indonesia semakin sadar untuk berzakat dan menyalurkan zakatnya
melalui lembaga amil zakat. Selain itu, peningkatan jumlah data ZIS ini
juga menjadi salah satu tanda bahwa semakin banyak pegiat zakat di
Indonesia.
3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Secara umum perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap USD
cenderung melemah. Berdasarkan Grafik 4.3 pada tahun 2010, nilai tukar
Rupiah terhadap USD menguat dan berada di level Rp 8.900, hal ini
dikarenakan perkembangan ekonomi yang menguat dan inflasi yang
terkendali. Namun memasuki tahun 2012, USD yang berada di level Rp
9.670 dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu ditetapkannya kebijakan
moneter di AS yang berdampak pada negara emerging market. Dan dari
faktor internal yaitu defisit yang besar pada neraca pembayaran
mengakibatkan terganggunya fundamental ekonomi Indonesia. Mulai
74
tahun 2013 hingga 2017 mata uang Rupiah terus terdepresiasi oleh US
Dollar.
Mulai tahun 2015, nilai tukar Rupiah terhadap USD mengalami
pelemahan hingga menembus level Rp 13.000. Pelemahan Rupiah tidak
lepas dari pengaruh defisit transaksi berjalan (current account deficit)
penyebab utama defisit bertambah ialah impor barang modal untuk
infrastruktur sebagai motor pembangunan dari pemerintah saat ini.
Tingginya impor membuat kebutuhan terhadap USD semakin kuat
sehingga melemahkan Rupiah. Karenanya, perlu pengendalian impor dan
peningkatan ekspor. (BI, 2015)
Grafik 4.3 Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
8,991
9.068 9.670
12.189 12.440
13.795
13.436 13.548
8.500
9.500
10.500
11.500
12.500
13.500
14.500
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Ru
pia
h
75
4. Perkembangan BI rate di Indonesia
Grafik 4.4 Tingkat BI rate Indonesia
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
Secara umum pergerakan BI rate pada tahun 2010 sampai dengan
2016 mengalami perkembangan yang berfluktuasi. Tingkat BI rate mulai
tahun 2010 hingga 2012 selalu menurun, pada tahun 2012 BI rate sebesar
5.75% Hal ini sebagai langkah untuk memberikan dorongan bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah menurunnya kinerja ekonomi
global, dengan tetap mengutamakan pencapaian sasaran inflasi dan
stabilitas nilai tukar Rupiah.
Namun pada akhir tahun 2013 BI rate menjadi 7.5% hal ini
merupakan langkah BI dalam mengatasi defisit transaksi berjalan. Namun
kenaikan BI rate berdampak pada perekonomian dan sektor riil.
Pertumbuhan ekonomi juga akan melambat. Di sisi lain, kenaikan BI rate
akan mengakibatkan kenaikan suku bunga perbankan, baik suku bunga
6.5 6
5,75
7,5 7,75 7,5
4,75
4,25
4
4,5
5
5,5
6
6,5
7
7,5
8
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
76
simpanan maupun pinjaman. Pada tahun 2017 BI menentukan BI rate
sebesar 4.25% hal ini disesuaikan dengan kondisi internal dan eksternal
pada saat itu. Dan kebijakan tersebut pun konsisten dengan kebijakan
makroekonomi.
5. Perkembangan Inflasi di Indonesia
Grafik 4.5 Laju Inflasi (IHK) Indonesia
Sumber: BI (data diolah)
Pergerakan inflasi di Indonesia cenderung mengalami trend yang
fluktuatif. Di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global,
kinerja perekonomian domestik selama tahun 2010 terus mengalami
perbaikan. Di sisi harga, inflasi sampai dengan pertengahan tahun 2010
masih cukup terjaga. Namun mulai paruh kedua tahun laporan intensitas
gangguan dari sisi pasokan, khususnya bahan pangan memberikan tekanan
6.96
3,79 4,3
8,38 8,36
3,35 3,02 3,61
2
3
4
5
6
7
8
9
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
77
yang cukup besar terhadap inflasi, sehingga inflasi tercatat lebih tinggi
dari target yang ditetapkan. (BI, 2010)
Berdasarkan Grafik 4.5 Inflasi yang terjadi pada tahun 2011 secara
keseluruhan sebesar 3.79% atau dibawah target pemerintah yang sebesar
5.65%. setelah tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 tingkat inflasi lebih
tinggi dari target yang ditetapkan. Pada tahun 2012 tingkat inflasi
meningkat menjadi 4.30% namun peningkatan ini masih tergolong wajar.
Mulai ahun 2013 kenaikan inflasi cukup tinggi, tercatat pada tahun
tersebut tingkat inflasi sebesar 8.38% hal ini ditopang oleh kenaikan harga
BBM yang menyebabkan harga-harga ikut melambung.
Pada tahun 2014 inflasi sebesar 8.36% masih tinggi meskipun lebih
rendah dari tahun sebelumnya. Inflasi yang tinggi ini dipengaruhi oleh
komoditas yang harganya berfluktuasi sepanjang tahun 2014, seperti
bensin, listrik, tansportasi umum, dan bahan pangan, serta bahan bakar
rumah tangga. Sedangkan pada tahun 2015 inflasi sebesar 3.35% dan
berada dalam kisaran inflasi Bank Indonesia. Pada tahun 2016 inflasi
sebesar 3.02% merupakan inflasi terendah sejak tahun 2010. Meskipun
pada tahun 2017 inflasi meningkat menjadi 3,61% namun relative stabil
dan dibawah target inflasi tahunan.
B. Analisis Uji Ekonometrik
Analisis ekonometrika dalam penelitian ini secara umum terbagi menjadi
dua tahap. Tahap pertama adalah sebelum melakukan estimasi VAR/VECM,
78
maka harus melakukan Uji Pra-Estimasi. Pengujian Pra-Estimasi meliputi Uji
Stasioneritas Data, Penentuan Lag Optimum, dan Uji Kointegrasi. Tahap kedua
adalah dengan melakukan uji Kausalitas Granger, melakukan Uji estimasi
VECM, kemudian dilanjutkan dengan analisis Impulse Response Function (IRF),
dan Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD).
1. Uji Stasioneritas Data
Pengujian stasioneritas data dalam penelitian ini menggunakan uji
Augmented Dicky Fuller (ADF) dengan taraf nyata (alpha) 5%.
Jika nilai ADF test stastistic lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon
atau jika nilai probabilitas ADF test statistic lebih kecil dari alpha
0.05 maka dapat dikatakan bahwa data yang digunakan sudah
stasioner atau dalam kata lain idak terdapat akar unit. Berdasarkan
uji ADF tidak semua data yang ada dalam penelitian ini stasioner
pada tingkat level maupun diferensi pertama (first difference).
Seluruh data stasioner pada tingkat nyata 5% setelah diuji pada
tingkat diferensi kedua (second difference). Berdasarkan hasil uji
ADF dalam penelitian ini, hanya variabel nilai tukar (Kurs) dan
ZIS yang stasioner pada tingkat first difference. Sedangkan untuk
variabel BI rate, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi atau Economic
Growth (EG) stasioner pada tingkat second difference.
Hasil Uji Stasioneritas Data pada Tingkat Level
79
Tabel 4.1 Uji Stasioneritas Data pada tingkat level
Variabel ADF Statistic Critical Value Keterangan
EG -0.699005 -2.963972 Tidak stasioner
LnZIS -1.031833 -2.976263 Tidak stasioner
LnKurs -0.699950 -2.963972 Tidak stasioner
BIrate -1.462581 -2.967767 Tidak stasioner
Inflasi -1.666084 -2.986225 Tidak stasioner
Hasil Uji Stasioneritas Data pada Tingkat First Difference
Tabel 4.2 Uji Stasioneritas Data pada tingkat first difference
Variabel ADF Statistic Critical Value Keterangan
EG -2.364340 -2.981038 Tidak stasioner
LnZIS -13.64154 -2.976263 Stasioner
LnKurs -5.083576 -2.967767 Stasioner
BIrate -2.813865 -2.967767 Tidak stasioner
Inflasi -2.042420 -2.986225 Tidak stasioner
80
Hasil Uji Stasioneritas Data pada Tingkat Second Difference
Tabel 4.3 Uji Stasioneritas Data pada tingkat second difference
Variabel ADF Statistic Critical Value Keterangan
EG -6.606511 -2.981038 Stasioner
LnZIS -6.564023 -2.991878 Stasioner
LnKurs -6.629632 -2.976263 Stasioner
BIrate -5.719519 -2.971853 Stasioner
Inflasi -6.433187 -2.986225 Stasioner
2. Penentuan Lag Optimum
Pemilihan lag dilakukan berdasarkan kriteria yang tersedia, yaitu
Likelihood Ratio (LR), Final Predictor Error (FPE), Akaike Information
Criterion (AIC), dan Schwarz Criterion (SC). Pada penelitian ini
pengujian panjang lag dilakukan dari lag 1 hingga lag 2. Berdasarkan
tabel 4.4 lag yang paling banyak terdapat tanda bintang merupakan lag
optimum.
Tabel 4.4 Hasil uji lag optimum
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -70.08037 NA 0.000122 5.177957 5.413697 5.251788
1 48.03106 187.3492 2.05e-07 -1.243521 0.170923* -0.800535
2 80.72655 40.58750* 1.42e-07* -1.774245* 0.818903 -0.962103*
81
3. Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar unit
(unirt roots) dari fungsi polynomial atau dikenal dengan roots of
characteristics polynomial. Model VAR dianggap stabil jika semua akar
dari fungsi polynomial tersebut memiliki modulus lebih kecil dari satu
(<1) dan berada di dalam unit circle.
Hasil uji stabilitas VAR menunjukkan bahwa model VAR sudah
stabil karena memiliki nilai modulus <1 yang terletak pada rentang
0.287475 sampai dengan 0.968377 sehingga uji pra estimasi VECM
selanjutnya dapat dilakukan. Kondisi model yang sudah stabil ini juga
menunjukkan bahwa hasil IRF dan FEVD valid.
Tabel 4.5 Hasil Uji Stabilitas VAR
Root
Modulus
0.968377
0.968377
0.856445 - 0.262066i 0.895643
0.856445 + 0.262066i 0.895643
-0.012979 - 0.837931i 0.838031
-0.012979 + 0.837931i 0.838031
-0.138167 - 0.470165i 0.490046
-0.138167 + 0.470165i 0.490046
82
0.216291 - 0.377264i 0.434868
0.216291 + 0.377264i 0.434868
-0.287475 0.287475
4. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi dilakukan untuk menentukan apakah variabel-
variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak agar dapat
melanjutkan tahapan analisis model menggunakan analisis VECM.
Apabila tidak terdapat kointegrasi antar variabel, maka metode yang
digunakan adalah model VAR yang hanya bisa mengestimasi hubungan
jangka pendek. Jika terdapat kointegrasi antar variabel, maka metode yang
tepat dalam menganalisis hubungan jangka panjang dan pendek adalah
dengan metode VECM. VECM dapat mengestimasi hubungan jangka
panjag dan pendek antar variabel.
Tabel 4.6 Hasil uji kointegrasi
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Statistic Critical Value None * 136.3761 76.97277
At most 1 * 84.16769 54.07904
At most 2 * 36.81354 35.19275
At most 3 11.59631 20.26184
At most 4 4.484113 9.164546
Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan Johansen
Cointegration Test dengan membandingkan antara nilai trace statistic
83
dengan critical value yang dalam penelitian ini sebesar 5%. Jika trace
statistic lebih besar dari critical value, terdapat kointegrasi antar variabel
dalam sistem persamaan tersebut. Hasil uji kointegrasi menunjukkan
bahwa pada model terdapat tiga persamaan terkointegrasi. Sehingga
metode VECM adalah metode yang tepat untuk digunakan dalam
penelitian ini.
5. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan antar
variabel yang ada dalam model apakah mempunyai hubungan satu arah,
dua arah, ataupun tidak ada keduanya. Uji ini digunakan untuk melihat
hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel penghimpunan
ZIS dan variabel makroekonomi seperti nilai tukar Rupiah, BI rate, dan
inflasi. Hubungan hubungan dua arah atau sebab akibat diantara variabel
terjadi jika nilai probabilitasnya < taraf nyata 5%.
Tabel 4.7 Hasil uji kausalitas Granger
Variabel
Hubungan Kausalitas Granger
LZIS does not Granger Cause EG
0.5985
EG does not Granger Cause LZIS
0.0003
LKURS does not Granger Cause EG
0.2520
EG does not Granger Cause LKURS
0.0002
BIRATE does not Granger Cause EG
0.7406
84
EG does not Granger Cause BIRATE
0.3533
INFLASI does not Granger Cause EG
0.1669
EG does not Granger Cause INFLASI
0.4325
Terlihat hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dengan
variabel penghimpunan ZIS dan variabel makroekonomi. Pada pengujian
kausalitas Granger dalam model tersebut terlihat hubungan kausalitas
searah antara pertumbuhan PDB dengan variabel penghimpunan ZIS dan
nilai tukar Rupiah (kurs).
Berdasarkan Tabel 4.7 terdapat hubungan kausalitas satu arah
antara variabel dependen dan independen, yaitu pertumbuhan ekonomi
(EG) secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan penghimpunan ZIS.
Hal serupa juga terjadi didalam variabel nilai tukar Rupiah (kurs). Namun
tidak berlaku sebaliknya untuk kedua variabel tersebut.
6. Uji Estimasi Vector Error Correction Model (VECM)
Setelah dilakukan uji pra estimasi model, dibuktikan bahwa data
stasioner pada tingkat second difference, semua data dinyatakan stabil, lag
optimum berdasarkan kriteria LR, FPE, dan AIC adalah lag 2. Serta
terdapat 3 persamaan kointegrasi dalam model VAR yang digunakan
dalam penelitian ini. Sehingga tahapan analisis selanjutnya yang dapat
dilakukan yaitu uji estimasi VECM. Hasil uji estimasi VECM dikatakan
signifikan atau mempunyai pengaruh baik untuk jangka pendek dan jangka
85
panjang adalah ketika nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel yang telah
ditetapkan yaitu sebesar 5%.
Berdasarkan tabel 4.8, dapat dilihat bahwa dalam jangka pendek
tidak ada variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi baik variabel penghimpunan ZIS maupun variabel
makroekonomi. Karena nilai t-Statistik semua variabel kurang dari nilai t-
tabel yang dalam penelitian ini sebesar 1.7081. Pada jangka pendek
terdapat koreksi kesalahan sebesar 0.015714 untuk menuju keseimbangan
jangka panjang.
Tabel 4.8 Hasil uji estimasi VECM
Jangka Pendek
Variabel Koefisien t-Statistik
CointEq1 0.015714 0.16599
LZIS 0.011283 0.06007
LKURS 0.056191 0.07049
BIRATE 0.010485 0.09123
INFLASI -0.001142 -0.04074
Jangka Panjang
Variabel Koefisien t-Statistik
LZIS (-1) 3.353956 9.60671
LKURS (-1) -4.913350 -5.62665
86
BIRATE (-1) 0.246890 3.08956
INFLASI (-1) 0.030168 0.44789
Hasil estimasi VECM dalam jangka panjang menunjukkan bahwa
hampir semua variabel signifikan dalam mempengaruhi output yang dalam
penelitian ini direpresentasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi. Hanya
satu variabel yaitu inflasi yang tidak berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Koefisien yang diperoleh untuk masing-masing variabel adalah
sebesar 3.353956 untuk penghimpunan ZIS, kemudian -4.913350 untuk
nilai tukar Rupiah (kurs), 0.246890 untuk BI rate, dan 0.030168 untuk
inflasi. Nilai koefisien yang didapatkan hampir semuanya positif yang
mengindikasikan bahwa baik variabel penghimpunan ZIS dan
makroekonomi memiliki hubungan yang positif terhadap laju
pertumbuhan ekonomi. Hanya nilai tukar yang memiliki hubungan negatif
terhadap laju pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil estimasi VECM variabel ZIS memiliki
hubungan yang positif pada jangka panjang, sehingga apabila terjadi
peningkatan dalam penghimpunan ZIS sebesar 1% maka akan
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 3.353956%. untuk
variabel BI rate juga memiliki hubungan yang positif terhadap laju
pertumbuhan ekonomi yaitu apabila dalam jangka panjang BI rate
meningkat sebesar 1% maka akan meningkatkan laju pertumbuhan
87
ekonomi sebesar 0.246890%. Berbeda dengan penghimpunan ZIS dan BI
rate, variabel nilai tukar memiliki arah hubungan yang negative dengan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Sehingga apabila nilai tukar
meningkat sebesar 1% maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 4.913350%. Hanya variabel inflasi yang tidak berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
7. Uji Impulse Reponse Function (IRF)
Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk mengamati
pergerakan dan respon antar variabel pada periode sekarang dan
peramalan kondisi variabel jika terjadi guncangan atau shock. IRF dapat
mengukur pengaruh suatu guncangan pada suatu waktu kepada perubahan
variabel endogen pada saat tersebut dan dimasa yang akan datang sebesar
satu standar deviasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon yang
diberikan laju pertumbuhan ekonomi terhadap guncangan penghimpunan
ZIS, nilai tukar (kurs), BI rate, dan inflasi.
Berdasarkan hasil analisis Impulse Response Function (IRF) yang
melibatkan variabel penghimpunan ZIS, nilai tukar Rupiah, BI rate, dan
inflasi sebagai impulse yang terkena shock atau guncangan akibat perilaku
ekonomi, dapat kita lihat bahwa adanya shock pada variabel
penghimpunan ZIS, nilai tukar, BI rate, dan inflasi belum direspon oleh
variabel pertumbuhan ekonomi pada periode pertama. Guncangan pada
88
semua variabel independen mulai direspon oleh variabel pertumbuhan
ekonomi pada periode ke 2.
Grafik 4.6 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Guncangan Pertumbuhan Ekonomi
-.1
.0
.1
.2
.3
2 4 6 8 10
Response of EG to EG
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Dalam grafik 4.6 respon pertumbuhan ekonomi terhadap
guncangan yang diberikan variabel itu sendiri dapat dilihat bahwa
guncangan yang diberikan terhadap pertumbuhan ekonomi direspon positif
oleh variabel itu sendiri pada periode selanjutnya. Dimana guncangan
pertumbuhan ekonomi sebesar satu standar deviasi akan menyebabkan
peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.137677% pada periode
pertama.
Grafik 4.7 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Guncangan Penghimpunan ZIS
89
-.1
.0
.1
.2
.3
2 4 6 8 10
Response of EG to LZIS
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Guncangan pada penghimpunan ZIS sebesar satu standar deviasi
belum memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada periode
kedua guncangan sebesar satu standar deviasi pada penghimpunan ZIS
mulai direspon positif oleh pertumbuhan ekonomi sebesar 0.009631%.
Secara umum pada periode ketiga hingga akhir periode pengamatan,
guncangan pada penghimpunan ZIS direspon secara negative oleh
pertumbuhan ekonomi. namun pada periode respon pertumbuhan ekonomi
terhadap guncangan yang diberikan oleh penghimpunan ZIS mulai
mencapai keseimbangan pada periode kelima dengan respon secara
negative sebesar 0.024664%.
Grafik 4.8 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Guncangan Nilai Tukar
90
-.1
.0
.1
.2
.3
2 4 6 8 10
Response of EG to LKURS
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Guncangan nilai tukar sebesar satu standar deviasi pada periode
pertama belum memberikan respon terhadap pertumbuhan ekonomi.
Secara umum laju pertumbuhan ekonomi memiliki respon yang negative
terhadap shock pada variabel nilai tukar (kurs) mulai dari periode kedua
hingga periode ke sepuluh. Respon pertumbuhan ekonomi terhadap
guncangan nilai tukar mulai mencapai keseimbangan pada periode
keempat yaitu sebesar 0.051392%.
Grafik 4.9 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Guncangan BI rate
91
-.1
.0
.1
.2
.3
2 4 6 8 10
Response of EG to BIRATE
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Pada periode kedua guncangan yang terjadi pada BI rate direspon
secara positif oleh pertumbuhan ekonomi. Namun pada periode ketiga
hingga periode ke sepuluh guncangan pada variabel ini direspon secara
negative oleh pertumbuhan ekonomi. Respon pertumbuhan ekonomi mulai
mencapai keseimbangan pada periode keempat dengan merespon secara
negative sebesar 0.12896%.
92
Grafik 4.10 Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Guncangan Inflasi
-.1
.0
.1
.2
.3
2 4 6 8 10
Response of EG to INFLASI
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Guncangan pada inflasi tidak direspon cepat oleh pertumbuhan
ekonomi, dibuktikan dengan guncangan inflasi sebesar satu standar deviasi
pada periode pertama belum memberikan dampak terhadap pertumbuhan
ekonomi. Sedangkan pada periode kedua hingga periode ke sepuluh
guncangan inflasi direspon secara negative oleh pertumbuhan ekonomi.
Pada periode keempat guncangan pada variabel ini mulai mencapai
keseimbangan serta mendapat respon negative oleh pertumbuhan ekonomi
sebesar 0.043163%.
8. Uji Forecast Error Variance Decompositions (FEVD)
FEVD bertujuan untuk menjelaskan kontribusi dari masing-masing
variabel terhadap shock yang ditimbulkannya terhadap variabel endogen
utama yang diamati. Dengan kata lain, FEVD menjelaskan proporsi
variabel lain dalam menjelaskan variabilitas variabel endogen utama
93
penelitian. Dalam kaitannya dengan FEVD maka penelitian ini akan
menjelaskan seberapa besar persentase kontribusi masing-masing shock
variabel penghimpunan ZIS, nilai tukar Rupiah (kurs), BI rate, dan inflasi.
Dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Jangka waktu yang
digunakan dalam menjelaskan FEVD ini adalah 10 periode.
Tabel 4.9 Hasil Uji FEVD
84
88
92
96
100
104
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
EG LZIS LKURS
BIRATE INFLASI
Variance Decomposition of EG
Tabel 4.9 menjelaskan bahwa pada periode 1 guncangan
pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi itu sendiri
sebesar 100%. Namun pada periode kedua sampai ke sepuluh tampak
bahwa variabel lain mulai memiliki kontribusi dalam mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Pada periode kedua guncangan pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh guncangan pertumbuhan ekonomi itu sendiri
sebesar 99.73497%, penghimpunan ZIS sebesar 0.214667%, nilai tukar
94
(kurs) sebesar 0.006466%, BI rate sebesar 0.004087%, dan inflasi sebesar
0.039808%.
Hingga akhir periode, variabel yang paling dominan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ekonomi adalah nilai tukar, inflasi, penghimpunan
ZIS, dan terakhir BI rate. Nilai tukar menjadi variabel yang paling
dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi hingga akhir
periode pengamatan sebesar 4.662296%. Sedangkan untuk variabel inflasi
di posisi kedua dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi hingga akhir
periode pengamatan yaitu sebesar 4.590028%.
Variabel penghimpunan ZIS berada pada posisi ketiga dalam
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hingga akhir periode pengamatan
pengaruh penghimpunan ZIS terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar
2.517042%. Untuk variabel BI rate memiliki pengaruh yang paling kecil
terhadap pertumbuhan ekonomi hingga akhir periode pengamatan. BI rate
hanya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar
0.945072%.
C. Pembahasan
Hasil uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa terdapat hubungan
kausalitas satu arah antara pertumbuhan ekonomi dengan penghimpunan ZIS pada
periode 2010 sampai 2017. Hal ini sesuai dengan teori apabila terjadi peningkatan
pertumbuhan ekonomi mengindikasikan bahwa terjadinya peningkatan konsumsi
95
dan investasi dimasyarakat. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan pendapatan
masyarakat. Secara teori apabila jumlah pendapatan masyarakat meningkat maka
akan meningkatkan jumlah nishab zakat yang harus dibayarkan. Sehingga apabila
dana zakat yang dibayar oleh muzakki lebih banyak maka akan meningkatkan
penghimpunan dana ZIS.
Selain penghimpunan ZIS, pertumbuhan ekonomi juga memiliki hubungan
satu arah dengan nilai tukar (kurs). Hal ini didukung oleh penelitian
Puspitaningrum (2014) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki
pengaruh positif terhadap nilai tukar meskipun tidak signifikan. Hubungan tidak
signifikan ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil dan
cenderung mengalami peningkatan diwujudkan dengan impor lebih besar daripada
ekspor. Hal ini menyebabkan fundamental ekonomi yang kurang baik dan
kemudian berdampak pula terhadap makroekonomi di Indonesia. Kondisi ini
menyebabkan orang akan cenderung untuk lebih memilih membeli barang
daripada memegang uang sehingga nilai Rupiah akan melemah (terdepresiasi).
Hal ini sesuai dengan perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap USD Dollar
yang semakin lama cenderung terus terdepresiasi.
Kemudian, berdasarkan uji estimasi VECM dalam jangka pendek tidak
terdapat variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
hal ini didukung oleh penelitian Wilis (2016) yang menyatakan bahwa pada
jangka pendek tidak ada variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu distribusi ZIS, inflasi, BI rate, jumlah uang beredar, nilai tukar, investasi,
96
dan ekspor yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang
menggunakan PDB riil sebagai proksinya.
Sedangkan dalam jangka panjang hampir semua variabel memiliki
pengaruh signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik
penghimpunan ZIS maupun variabel makroekonomi yaitu BI rate, dan nilai tukar.
Hanya satu variabel yaitu inflasi yang tidak memiliki pengaruh siginifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Variabel penghimpunan dana ZIS memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan arah yang positif. Hal ini sesuai dengan
penelitian Wilis (2016) bahwa dalam jangka panjang distribusi ZIS
mempengaruhi PDB riil secara positif signifikan. Dalam penelitian Tambunan
(2016) dana zakat, infaq, shodaqoh (ZIS) memiliki pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam penelitian ini diproxikan dengan PDB riil
Indonesia. Variabel penghimpunan dana ZIS memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan arah yang positif. Berdasarkan penelitian
Sarea (2012) zakat sebagai patokan dapat memperkirakan pertumbuhan ekonomi
dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi dalam hal pengentasan
kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan tingkat inflasi. Hal ini lah yang pada
gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam jangka panjang variabel nilai tukar memiliki pengaruh negative
terhadap pertumbuhan ekonomi. Sesuai dengan teori MundellFleming yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara nilai tukar (kurs) dengan
97
pertumbuhan ekonomi, dimana semakin tinggi kurs maka ekspor netto semakin
rendah, penurunan ini akan berdampak pada jumlah output yang semakin
berkurang, dan akan menyebabkan PDB menurun. Hasil penelitian ini juga
didukung oleh penelitian Pridayanti (2012) yang menyatakan bahwa nilai tukar
memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Untuk variabel BI rate dalam jangka panjang pun memiliki pengaruh
positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian Irwan (2012)
meskipun tidak terdapat hubungan kausal langsung antara BI rate dengan
pertumbuhan ekonomi, namun terjadi hubungan satu arah dari BI rate terhadap
laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. yang artinya, BI rate dapat menstimulus
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam jangka panjang BI rate memberikan
pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Secara teoritis, bank sentral
menggunakan suku bunga acuan untuk menstabilkan (menahan) laju inflasi.
Selain meredam laju inflasi, kenaikan BI rate diharapkan mampu menciptakan
stabilitas nilai tukar dan neraca pembayaran yang sehat. Naiknya BI rate akan
memicu naiknya suku bunga di dalam negeri yang diharapkan mampu menahan
capital outflow dan menarik capital inflow yang pada akhirnya akan memperbaiki
defisit neraca transaksi berjalan dan menguatkan nilai tukar Rupiah.
Dalam jangka panjang inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Lubis
(2012) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan dalam jangka
panjang antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil penenlitian
ini tidak sesuai dengan teori Keynes, yaitu apabila dalam jangka panjang inflasi
98
meningkat namun pertumbuhan ekonomi turun. Keadaan ini membenarkan
pembuktian secara empiris dari beberapa penelitian yang menjelaskan tentang
hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi bahwa inflasi yang tinggi
menyebabkan pertumbuhan ekonomi turun.
Dari hasil uji Impulse Response Function (IRF) menunjukkan bahwa
dalam penelitian ini guncangan atau shock yang terjadi pada variabel ZIS, BI rate,
nilai tukar, dan inflasi baru direspon oleh laju pertumbuhan ekonomi diperiode
kedua. Namun, hanya dua varibel yaitu ZIS dan BI rate yang diresponse positif
oleh pertumbuhan ekonomi pada periode ketiga. Secara umum shock yang terjadi
pada seluruh variabel dalam penelitian ini mendapat respon negative dari
pertumbuhan ekonomi mulai periode ketempat hingga akhir periode pengamatan.
Hal ini mengindikasikan bahwa apabila terjadi guncangan atau shock pada
variabel makroekonomi yang dalam penelitian ini yaitu nilai tukar, BI rate, dan
inflasi terjadi dalam suatu periode maka akan memberikan dampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil uji FEVD menunjukkan bahwa variabel yang dominan
kontribusinya terhadap laju pertumbuhan ekonomi adalah nilai tukar, Inflasi
penghimpunan ZIS, dan BI rate. Nilai tukar menjadi variabel yang paling
dominan kontribusinya yaitu hingga 4.662296% pada akhir periode pengamatan.
Hal ini mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi
akan dipengaruhi oleh seberapa kuat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Karena
hal ini berkaitan dengan perdagangan internasional, investasi, dan neraca
pembayaran.
99
Sedangkan variabel inflasi menempati posisi kedua paling dominan
kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 4.590028%. Karena
inflasi yang terkendali dapat memberikan pengaruh positif terhadap
perekonomian. Inflasi yang terkendali memberikan stimulus bagi para pelaku
usaha terutama produsen untuk meningkatkan output sehingga hal ini akan
meningkatkan perekonomian di sector riil. Namun apabila inflai terlalu tinggi
akan menyebabkan overheating economy dalam perekonomian di suatu negara.
Variabel penghimpunan ZIS memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi sebesar 2.517042% hingga akhir periode pengamatan. Hal
ini menjelaskan bahwa semakin tinggi jumlah penghimpunan ZIS kedepannya
maka akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Apabila
terdapat peningkatan penghimpunan ZIS serta distribusimya maka akan
meningkatkan aktivitas ekonomi baik itu secara konsumtif maupun produktif.
Karena ZIS memiliki multiplier effect dalam perekonomian yang apabila dikelola
dengan baik dapat menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. hal ini sesuai
dengan teori apabila terdapat peningkatan penghimpunan ZIS maka akan
meningkatkan persentase distribusi ZIS di masyarakat. Hal ini akan meningkatkan
daya beli masyarakat yang mendapatkan distribusi dana ZIS tersebut apabila dana
ZIS yang diberikan dalam bentuk konsumtif. Peningkatan konsumsi mustahik
apabila terjadi secara merata maka akan meningkatkan konsumsi agregat
masyarakat. Hal ini kemudian akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
BI rate memiliki kontribusi terkecil terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hingga akhir periode pengamatan kontribusi BI rate terhadap pertumbuhan
100
ekonomi sebesar 0.945072%. Dalam hal ini peningkatan dan penurunan BI rate
di periode mendatang akan menyesuaikan dengan kondisi perekonomian. BI rate
dapat ditingkatkan ketika overheating economy terjadi, hal ini untuk meredam
inflasi. Dan ketika perekonomian dalam keadaan lesu BI rate dapat ditingkatkan
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan mengerakkan sektor riil.
101
BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diperoleh suatu kesimpulan. Hasil
analisis VECM menunjukkan bahwa pada jangka pendek tidak terdapat satu pun
variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan
dalam jangka panjang variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara
positif dan signifikan adalah penghimpunan ZIS dan BI rate. Sedangkan yang
mempengaruhi secara negative signifikan hanya variabel nilai tukar. Dan untuk
variabel inflasi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang.
Hasil FEVD menunjukkan bahwa hingga akhir periode pengamatan
variabel yang memiliki kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi adalah
nilai tukar, inflasi, penghimpunan ZIS dan terakhir BI rate. Hal ini membuktikan
bahwa selain variabel makroekonomi yang secara konvensional dapat
mempengaruhi peningkatan pertumbuhan ekonomi, terdapat instrument syariah
yang memiliki kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yaitu
penghimpunan ZIS yang diikuti dengan distribusinya. Hal ini dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dari sisi pemberian bantuan baik konsumtif maupun
produktif, peningkatan pemerataan pendapatan, serta mengurangi terjadinya
ketimpangan.
102
B. Saran
1. Mengetahui adanya kontribusi penghimpunan dana ZIS terhadap
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang maka penting adanya
penyerapan potensi dana ZIS secara optimum oleh lembaga pengelola
zakat. Selain dari sisi penghimpunan dana ZIS pendistribusian dana ZIS di
Indonesia juga harus efektif dan merata, serta berdasarkan prioritas
kebutuhan mustahik agar dana ZIS ini dapat menjadi salah satu instrumen
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Meskipun saat ini
kontribusi dari dana ZIS masih sangat kecil kedepannya diharapkan
pemerintah serta BAZNAS dapat mengelola dana ZIS di negara ini agar
lebih besar kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Penelitian ini hanya menggunakan variabel makroekonomi (BI rate, nilai
tukar, dan inflasi) serta ZIS sebagai variabel yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. semoga penelitian selanjutnya ada variabel lain
baik variabel makroekonomi maupun variabel dari sisi syariah yang dapat
digunakan untuk menguji apakah dari sisi ekonomi syariah terdapat
variabel yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara nyata dan bersifat
jangka panjang selain zakat, infaq, dan shodaqoh.
103
Daftar Pustaka
Al Arif, M.N.R. (2009). Efek Multiplier Zakat Terhadap Pendapatan di Propinsi
DKI Jakarta. Jurnal Al-Iqtishad, Vol.1, No.1. \
Anggraini, R. (2016). Analisis Pengaruh Dana Zakat, Infaq, Shodaqoh (ZIS) Dan
Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Pada Periode 2011-
2015. Skripsi. Surabaya. Universitas Airlangga.
Antoni, dkk. (2015). Analisis Variabel Makroekonomi Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia. Jurnal KBP Vol 3, No. 1, Juli 2015.
Basuki, A.T., & Yuliadi, I. (2015). Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Mitra Pustaka Nurani
Batiz, R. 1994. International Finance and Open Economy Macroeconomics.
Prentice Hall, USA
Batubara, D.M.H., & Saskara, I.A.N. (2015, Februari). Analisis Hubungan
Ekspor, Impor, PDB, dan Utang Luar Negeri Indonesia Periode 1970-2013.
Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan Vol. 8 No.1 ISSN: 2301 – 8968.
Bond, J.T., & Kurniati, Y. (1994). The Determination of Interest Rates in
Indonesia. META Project: URES, Bank Indonesia.
Case, K. E., & Fair, R.C. (2001). Prinsip-prinsip Ekonomi Makro (edisi 5).
Jakarta: Prenhallindo.
Chaudhry, M, S. (2012). Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar. Jakarta:
KENCANA.
Dornbusch, R., & Fischer, S. (1994). Makro Ekonomi. (Julius A. Mulyadi,
Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Ebert, R.J., & Griffin, R.W. (2003). Bisnis. Jakarta: Prenhallindo.
El firdausy, M.I. (2009). Dahsyatnya Sedekah Meraih Berkah Dari Sedekah.
Yogyakarta: Cemerlang.
Erbaykal, E., & Okuyan, H. A. (2008, Oktober). Does Inflation Depress
Economic Growth? Evidence from Turkey. International Journal of
Finance and Economics, Vol. 13 No. 17.
Gilarso, T. (1999). Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Yogyakarta:
Kanisius.
104
Ginting, A.M. (2013, Juli). Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Ekspor Indonesia.
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Vol .7 No.1.
Hafidhuddin, D (1998). Tentang Zakat, Infaq, Sedekah. Jakarta: Gema Insani.
Hafidhuddin, D. (2002). Zakat: Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema
Insani Pers.
Hafidhuddin, D & Tanjung, H. (2003). Manajemen Syariah Dalam Praktek.
Jakarta: Gema Insani Pers.
Huda, N. dkk. (2008). Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis. Jakarta:
Kencana.
Indonesia Zakat Development Report (2009) Zakat Dan Pembangunan: Era Baru
Menuju Kesejahteraan Ummat, Ciputat, Indonesia Magnificence of Zakat
(IMZ).
Indriyani, S, N. (2016). Analisis Pengaruh Inflasi Dan Suku Bunga Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Tahun 2005-2015. ISSN: 2338-4794
Vol. 4. No. 2 Mei 2016.
Irwan, L, N, Q. (2012). Penetapan dan Proyeksi Tingkat Suku Bunga Bank
Indonesia (BI rate) Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia. Trikonomika Vol. 11, No. 2, Hal. 148-159 ISSN 1411-514X
Ismaila, M. (2015). Macroeconomic Determinants of Economic Growth In
Nigeria: A Co-integration Approach. International Journal of Academic
Research in Economics and Management Sciences 201, Vol.4, No.1 ISSN:
2226-3624
Istiqomah. (2012). Dinamika Interaksi Antara Variabel Moneter Dan Pasar Modal
Syariah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Karim, A, A. (2007). Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kasidi, F., & Mwakanemela, K. (2012). Impact Of Inflation On Economic
Growth: A Case Study of Tanzania. Asian Journal of Economic Research
3(4):363-380.
Kemu, S.Z., & Ika, S. (2016, Desember). Transmisi BI rate sebagai Instrumen
untuk Mencapai Sasaran Kebijakan Moneter. Kajian Ekonomi & Keuangan
Vol. 20 No.3.
Kogid, M. et al. (2012). The Effect of Exchange Rates on Economic Growth:
Empirical Testing on Nominal versus Real. The IUP Journal of Finacial
Economics, Vol X, No. 1.
105
Krugman, P., & Maurice, O. (1999). Ekonomi Internasional: Teori Dan
Kebijakan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kuncoro, M. (2009). Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Laksmono, R, D. (2001). Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi
Inflasi. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Lestari, A. (2015). Ekonomi Moneter. Bogor: IN MEDIA.
Lubis, I.F. (2011). Analisis Hubungan Antara Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi:
Kasus Indonesia, QE Journal Vol.03 – No.01.
Mankiw, N. G. (2003). Pengantar Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Mankiw, N. G. (2006). Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mankiw, N. G. (2007). Makroekonomi. Jakarta: Erlangga.
Mankiw, N. G. (2009). Macroeconomics (7th Edition). New York: Worth
Publishers.
Manurung, M., & Rahardja, P. (2004). Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter
(Kajian Kontekstual Indonesia). Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.
Manurung, M. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi dan
Makroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Mbulawa, S. (2015). Effect of Macroeconomic Variables on Economic Growth in
Bostwana. Journal of Economics and Sustainable Development, Vol.6, No.4
ISSN 2222-2855.
Murni, A. (2006). Ekonomika Makro. Bandung: PT Refika Aditama.
Naf’an. (2014). Ekonomi Makro Tinjauan Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Nopirin. (2009). Ekonomi Moneter Buku II. Yogyakarta: BPFE.
Nugroho, R.Y.Y. (2009). Analisis Faktor-Faktor Penentu Pembiayaan Perbankan
Syariah Di Indonesia: Aplikasi Model Vector Error Correction. Tesis.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi, N. M. (2015, September). Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI,
Dan Nilai Tukar Terhadap Penanaman Modal Asing Dan Pertumbuhan
Ekonomi Di Indonesia (Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2013). Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 26 No. 2.
106
Pridayanti, A. (2013). Pengaruh Ekspor, Impor, dan Nilai Tukar Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2002-2012. Skripsi. Surabaya :
Universitas Negeri Surabaya.
Pujialwanto, B. (2014). Perekonomian Indonesia Tinjauan Historis, Teoritis, dan
Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Purba, J.H.V., & Magdalena, A. (2017, September). Pengaruh Nilai Tukar
Terhadap Ekspor dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia. DeReMa Jurnal Manajemen Vo. 12, No. 2.
Puspitaningrum, R. dkk. (2014, Februari). Pengaruh Tingkat Suku Bunga (SBI),
dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Nilai Tukar Rupiah. Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB) Vol.8 No.1.
Rahardja, P. (2004). Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar (Edisi kedua).
Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Rahardja, P., & Manurung, M. (2008). Teori Ekonomi Makro (Edisi empat).
Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Rozalinda. (2015). Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas
Ekonomi. Jakarta: Rajawali Persada.
Rusydiana, A.S. (2009, Januari). Hubungan Antara Perdagangan Internasional,
Pertumbuhan Ekonomi Dan Perkembangan Industri Keuangan Syariah Di
Indonesia. Tazkia Islamic Finance & Business Review Vol. 4 No. 4 No. 1.
Ryandono, M.N.H. (2008). Ekonomi ZISWAQ (zakat, infaq, shodaqoh, dan
wakaf). Surabaya: IFDI dan Cenforis.
Samuelson, P.A. & Nordhaus, W.D. (2004). Ilmu Makroekonomi. Jakarta: PT.
Media Global Edukasi.
Sarea, A.M. (2012, September). Zakat as a Benchmark to Evaluate Economic
Growth: An Alternative Approach. International Journal of Business and
Social Science Vol. 3 No. 18.
Saymeh, A. A. F., & Orabi, M. M. A. (2013). The Effect of Interest Rate, Inflation
Rate, GDP, On Real Economic Growth Rate In Jordan. Asian Economic and
Financial Review 3(3); 341-354.
Silvia, E.D. dkk. (2013, Januari). Analisis Pertumbuhan Ekonomi, investasi, dan
Inflasi di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi Vol. 1, No. 02.
Subandi, (2011). Ekonomi Pembangunan (cetakan kesatu). Bandung: Alfabeta.
Sukirno, S. (1994). Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
107
Sukirno, S. (2004). Makroekonomi: Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sukirno, S. (2005). Mikro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sukirno, S. (2006). Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Kencana.
Sukirno, S. (2007). Makro Ekonomi Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sukirno, S. (2011). Makro Ekonomi Teori Pengantar (Edisi ketiga). Jakarta:
Rajawali Pers.
Sunariyah. (2004). Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Suparmoko. (1998). Pengantar Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE-UGM.
Suprayitno, E. dkk. (2013). The Impact of Zakat on Aggregate Consumtion in
Malaysia. Journal of Islamics Economics, Banking, and Finance, Vol. 9
No.1.
Sriwardiningsih, E. (2010, November). Dampak Pertumbuhan Ekonomi, Suku
Bunga, Inflasi, Dan Kebijakan Fiskal Terhadap Investasi Di Indonesia.
BINUS Business Review Vol. 1 No. 2 307-318.
Tambunan, K. (2016) Analisis Pengaruh Investasi, Operasi Moneter, dan ZIS
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal At-Tawassuth Vol. 1
No. 1 73-94.
Tambunan, T.H. (2001). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia.
Todaro, M.P. (1998). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. (Drs. Harris
Munandar MA, Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Todaro, M.P. (2000). Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara.
Todaro, M.P., & Smith, S.C. (2004). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga
(Edisi kedelapan). Jakarta: Erlangga.
Wibisono, Y. (2015). Mengelola Zakat Indonesia. Jakarta: Kencana.
Willis, S.M.G. (2016). Pengaruh Distribusi Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) serta
Variabel Makroekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Periode 2011-2015. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
108
LAMPIRAN
1. Uji Stasioneritas Data
Null Hypothesis: D(LZIS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -13.64154 0.0000
Test critical values: 1% level -3.699871
5% level -2.976263
10% level -2.627420
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LKURS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.083576 0.0003
Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
109
Null Hypothesis: D(BIRATE,2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.719519 0.0001
Test critical values: 1% level -3.689194
5% level -2.971853
10% level -2.625121
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(INFLASI,2) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.433187 0.0000
Test critical values: 1% level -3.724070
5% level -2.986225
10% level -2.632604
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
110
2. Uji Lag Optimum
VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: EG LZIS LKURS BIRATE INFLASI
Exogenous variables: C
Date: 04/19/18 Time: 09:45
Sample: 2010Q1 2017Q3
Included observations: 29
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -70.08037 NA 0.000122 5.177957 5.413697 5.251788
1 48.03106 187.3492 2.05e-07 -1.243521 0.170923* -0.800535
2 80.72655 40.58750* 1.42e-07* -1.774245* 0.818903 -0.962103*
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
3. Uji Stabilitas VAR
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: EG LZIS LKURS BIRATE INFLASI
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 2
Date: 04/19/18 Time: 09:46
Root Modulus
0.968377 0.968377
0.856445 - 0.262066i 0.895643
0.856445 + 0.262066i 0.895643
-0.012979 - 0.837931i 0.838031
-0.012979 + 0.837931i 0.838031
111
-0.138167 - 0.470165i 0.490046
-0.138167 + 0.470165i 0.490046
0.216291 - 0.377264i 0.434868
0.216291 + 0.377264i 0.434868
-0.287475 0.287475
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
4. Uji Kointegrasi
Date: 09/03/18 Time: 05:23
Sample (adjusted): 2010Q4 2017Q3
Included observations: 28 after adjustments
Trend assumption: No deterministic trend (restricted constant)
Series: EG LZIS LKURS BIRATE INFLASI
Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.845040 136.3761 76.97277 0.0000
At most 1 * 0.815705 84.16769 54.07904 0.0000
At most 2 * 0.593680 36.81354 35.19275 0.0331
At most 3 0.224314 11.59631 20.26184 0.4857
At most 4 0.147981 4.484113 9.164546 0.3448 Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.845040 52.20841 34.80587 0.0002
At most 1 * 0.815705 47.35414 28.58808 0.0001
At most 2 * 0.593680 25.21723 22.29962 0.0190
At most 3 0.224314 7.112196 15.89210 0.6558
At most 4 0.147981 4.484113 9.164546 0.3448 Max-eigenvalue test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): EG LZIS LKURS BIRATE INFLASI C
112
3.638582 12.20364 -17.87763 0.898330 0.109770 -146.5094
10.69834 2.550036 30.78383 0.004836 1.065936 -412.0259
-11.61972 -1.067289 -39.82072 -2.658256 2.191143 465.8828
2.027597 3.287450 -3.073681 0.080058 0.015085 -59.08639
2.255530 -2.395149 10.59171 -0.903444 -0.184122 -48.55110
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(EG) 0.004319 -0.007286 0.017552 -0.036060 -0.027537
D(LZIS) -0.228632 -0.056333 -0.019959 0.055132 0.000860
D(LKURS) 0.003346 -0.014683 0.009908 0.006587 -0.002319
D(BIRATE) 0.025185 -0.037286 0.129565 -0.050796 0.051511
D(INFLASI) 0.475387 -0.636903 0.079422 -0.076657 0.132784
1 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 83.13575 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
EG LZIS LKURS BIRATE INFLASI C
1.000000 3.353956 -4.913350 0.246890 0.030168 -40.26553
(0.34913) (0.87323) (0.07991) (0.06736) (1.77149)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)
D(EG) 0.015714
(0.09467)
D(LZIS) -0.831898
(0.14688)
D(LKURS) 0.012173
(0.02270)
D(BIRATE) 0.091639
(0.21532)
D(INFLASI) 1.729735
(0.73554)
2 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 106.8128 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
EG LZIS LKURS BIRATE INFLASI C
1.000000 0.000000 3.473474 -0.018402 0.104950 -38.37900
(0.07961) (0.03292) (0.02686) (0.71482)
0.000000 1.000000 -2.500577 0.079098 -0.022297 -0.562477
(0.06605) (0.02731) (0.02229) (0.59303)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)
D(EG) -0.062239 0.034124
(0.29333) (0.32363)
D(LZIS) -1.434563 -2.933798
(0.42924) (0.47357)
D(LKURS) -0.144907 0.003386
(0.05787) (0.06385)
D(BIRATE) -0.307264 0.212271
(0.66084) (0.72909)
D(INFLASI) -5.084071 4.177329
(1.47352) (1.62570)
113
3 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 119.4214 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
EG LZIS LKURS BIRATE INFLASI C
1.000000 0.000000 0.000000 -4.566962 5.631181 -6.839805
(1.10128) (0.90537) (4.45959)
0.000000 1.000000 0.000000 3.353637 -4.000667 -23.26776
(0.78699) (0.64699) (3.18690)
0.000000 0.000000 1.000000 1.309514 -1.590981 -9.080017
(0.31181) (0.25634) (1.26265)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)
D(EG) -0.266188 0.015391 -1.000447
(0.41505) (0.32041) (1.36774)
D(LZIS) -1.202642 -2.912496 3.148060
(0.61066) (0.47143) (2.01235)
D(LKURS) -0.260041 -0.007189 -0.906363
(0.07331) (0.05659) (0.24157)
D(BIRATE) -1.812778 0.073988 -6.757464
(0.79941) (0.61714) (2.63436)
D(INFLASI) -6.006929 4.092563 -31.26775
(2.09035) (1.61374) (6.88851)
4 Cointegrating Equation(s): Log likelihood 122.9775 Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
EG LZIS LKURS BIRATE INFLASI C
1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -0.498471 -0.273726
(1.19222) (6.79027)
0.000000 1.000000 0.000000 0.000000 0.500493 -28.08939
(0.87666) (4.99301)
0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 0.166612 -10.96275
(0.34194) (1.94753)
0.000000 0.000000 0.000000 1.000000 -1.342173 1.437734
(0.28993) (1.65130)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses)
D(EG) -0.339302 -0.103154 -0.889611 -0.045700
(0.39313) (0.31137) (1.28762) (0.06756)
D(LZIS) -1.090858 -2.731253 2.978604 -0.148189
(0.57535) (0.45569) (1.88446) (0.09887)
D(LKURS) -0.246685 0.014466 -0.926610 -0.022878
(0.06911) (0.05474) (0.22637) (0.01188)
D(BIRATE) -1.915771 -0.093001 -6.601334 -0.326040
(0.78010) (0.61786) (2.55507) (0.13406)
D(INFLASI) -6.162359 3.840556 -31.03213 0.206715
(2.08463) (1.65108) (6.82783) (0.35824)
114
5. Uji Kausalitas Granger
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/19/18 Time: 10:26
Sample: 2010Q1 2017Q3
Lags: 1
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
LZIS does not Granger Cause EG 30 0.28396 0.5985
EG does not Granger Cause LZIS 17.0317 0.0003
LKURS does not Granger Cause EG 30 1.37006 0.2520
EG does not Granger Cause LKURS 17.8752 0.0002
BIRATE does not Granger Cause EG 30 0.11186 0.7406
EG does not Granger Cause BIRATE 0.89210 0.3533
INFLASI does not Granger Cause EG 30 2.01763 0.1669
EG does not Granger Cause INFLASI 0.63502 0.4325
LKURS does not Granger Cause LZIS 30 11.8727 0.0019
LZIS does not Granger Cause LKURS 1.33097 0.2587
BIRATE does not Granger Cause LZIS 30 0.00586 0.9396
LZIS does not Granger Cause BIRATE 2.68942 0.1126
INFLASI does not Granger Cause LZIS 30 0.17527 0.6788
LZIS does not Granger Cause INFLASI 0.51837 0.4777
BIRATE does not Granger Cause LKURS 30 0.03906 0.8448
LKURS does not Granger Cause BIRATE 1.89429 0.1800
INFLASI does not Granger Cause LKURS 30 0.18849 0.6676
LKURS does not Granger Cause INFLASI 1.39391 0.2480
INFLASI does not Granger Cause BIRATE 30 17.0764 0.0003
BIRATE does not Granger Cause INFLASI 0.43709 0.5141
115
6. Uji Estimasi VECM
Vector Error Correction Estimates
Date: 09/03/18 Time: 02:18
Sample (adjusted): 2010Q4 2017Q3
Included observations: 28 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq: CointEq1
EG(-1) 1.000000
LZIS(-1) 3.353956
(0.34913)
[ 9.60671]
LKURS(-1) -4.913350
(0.87323)
[-5.62665]
BIRATE(-1) 0.246890
(0.07991)
[ 3.08956]
INFLASI(-1) 0.030168
(0.06736)
[ 0.44789]
C -40.26553
(1.77149)
[-22.7297]
Error Correction: D(EG) D(LZIS) D(LKURS) D(BIRATE) D(INFLASI)
CointEq1 0.015714 -0.831898 0.012173 0.091639 1.729735
(0.09467) (0.14688) (0.02270) (0.21532) (0.73554)
[ 0.16599] [-5.66377] [ 0.53633] [ 0.42560] [ 2.35164]
D(EG(-1)) 0.158940 0.884565 -0.007717 0.178880 0.267303
(0.21476) (0.33319) (0.05149) (0.48844) (1.66855)
[ 0.74010] [ 2.65482] [-0.14988] [ 0.36623] [ 0.16020]
D(EG(-2)) 0.092314 -0.306385 -0.230225 -1.259440 -4.753109
(0.23479) (0.36428) (0.05629) (0.53401) (1.82423)
[ 0.39317] [-0.84107] [-4.08990] [-2.35846] [-2.60554]
D(LZIS(-1)) 0.011283 1.233166 0.035297 -0.163660 -2.425217
(0.18783) (0.29142) (0.04503) (0.42721) (1.45938)
116
[ 0.06007] [ 4.23152] [ 0.78380] [-0.38309] [-1.66181]
D(LZIS(-2)) -0.098371 0.356036 -0.031282 -0.271050 -1.851663
(0.12465) (0.19339) (0.02988) (0.28350) (0.96846)
[-0.78919] [ 1.84101] [-1.04679] [-0.95609] [-1.91197]
D(LKURS(-1)) 0.056191 -0.977822 -0.283036 -0.839809 -11.32968
(0.79716) (1.23679) (0.19112) (1.81305) (6.19356)
[ 0.07049] [-0.79061] [-1.48095] [-0.46320] [-1.82927]
D(LKURS(-2)) -1.129380 -1.069146 0.272838 -0.198138 7.804731
(0.69947) (1.08523) (0.16770) (1.59087) (5.43458)
[-1.61462] [-0.98518] [ 1.62697] [-0.12455] [ 1.43612]
D(BIRATE(-1)) 0.010485 -0.341369 -0.061887 0.286096 -0.463209
(0.11493) (0.17831) (0.02755) (0.26139) (0.89294)
[ 0.09123] [-1.91447] [-2.24604] [ 1.09452] [-0.51875]
D(BIRATE(-2)) -0.053737 0.214380 0.038926 0.073209 -0.443944
(0.10276) (0.15944) (0.02464) (0.23372) (0.79842)
[-0.52292] [ 1.34460] [ 1.57996] [ 0.31323] [-0.55603]
D(INFLASI(-1)) -0.005657 0.020492 0.031139 0.156895 0.443696
(0.03327) (0.05162) (0.00798) (0.07567) (0.25848)
[-0.17005] [ 0.39701] [ 3.90394] [ 2.07351] [ 1.71653]
D(INFLASI(-2)) -0.001142 -0.021408 -0.006115 0.077431 0.337225
(0.02803) (0.04348) (0.00672) (0.06374) (0.21775)
[-0.04074] [-0.49234] [-0.91010] [ 1.21477] [ 1.54869]
R-squared 0.374077 0.874268 0.671995 0.594731 0.418069
Adj. R-squared 0.005886 0.800307 0.479051 0.356338 0.075757
Sum sq. resids 0.322232 0.775659 0.018522 1.666848 19.45177
S.E. equation 0.137677 0.213605 0.033008 0.313129 1.069683
F-statistic 1.015987 11.82079 3.482853 2.494747 1.221308
Log likelihood 22.77535 10.47718 62.76403 -0.232493 -34.63055
Akaike AIC -0.841096 0.037344 -3.697431 0.802321 3.259325
Schwarz SC -0.317730 0.560711 -3.174065 1.325687 3.782691
Mean dependent -0.046786 0.035115 0.014763 -0.071429 -0.083571
S.D. dependent 0.138084 0.478002 0.045732 0.390296 1.112659
Determinant resid covariance (dof adj.) 2.20E-08
Determinant resid covariance 1.81E-09
Log likelihood 83.13575
Akaike information criterion -1.581125
Schwarz criterion 1.321178
117
7. Uji Impulse Response Function (IRF)
- .1
.0
.1
.2
.3
2 4 6 8 10
Response of EG to EG
- .1
.0
.1
.2
.3
2 4 6 8 10
Response of EG to LZIS
- .1
.0
.1
.2
.3
2 4 6 8 10
Response of EG to LKURS
- .1
.0
.1
.2
.3
2 4 6 8 10
Response of EG to BIRATE
- .1
.0
.1
.2
.3
2 4 6 8 10
Response of EG to INFLASI
- .2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Response of LZIS to EG
- .2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Response of LZIS to LZIS
- .2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Response of LZIS to LKURS
- .2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Response of LZIS to BIRATE
- .2
-.1
.0
.1
.2
2 4 6 8 10
Response of LZIS to INFLASI
- .08
-.04
.00
.04
.08
2 4 6 8 10
Response of LKURS to EG
- .08
-.04
.00
.04
.08
2 4 6 8 10
Response of LKURS to LZIS
- .08
-.04
.00
.04
.08
2 4 6 8 10
Response of LKURS to LKURS
- .08
-.04
.00
.04
.08
2 4 6 8 10
Response of LKURS to BIRATE
- .08
-.04
.00
.04
.08
2 4 6 8 10
Response of LKURS to INFLASI
- .4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of BIRATE to EG
- .4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of BIRATE to LZIS
- .4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of BIRATE to LKURS
- .4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of BIRATE to BIRATE
- .4
.0
.4
.8
2 4 6 8 10
Response of BIRATE to INFLASI
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2 4 6 8 10
Response of INFLASI to EG
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2 4 6 8 10
Response of INFLASI to LZIS
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2 4 6 8 10
Response of INFLASI to LKURS
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2 4 6 8 10
Response of INFLASI to BIRATE
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2 4 6 8 10
Response of INFLASI to INFLASI
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Respo
nse of EG:
Period EG LZIS LKURS BIRATE INFLASI 1 0.137677 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.155382 0.009631 -0.001672 0.001329 -0.004148
3 0.190630 -0.025590 -0.036986 -0.020462 -0.006393
4 0.187465 -0.036384 -0.051392 -0.012896 -0.043163
5 0.235899 -0.024664 -0.048738 -0.024418 -0.046776
6 0.253186 -0.029496 -0.058287 -0.029227 -0.052503
7 0.271092 -0.060538 -0.068051 -0.037759 -0.067633
8 0.268718 -0.060586 -0.070563 -0.024503 -0.076637
9 0.289566 -0.046553 -0.069341 -0.027977 -0.076936
10 0.296902 -0.053540 -0.072687 -0.033630 -0.076139
118
8. Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Varian
ce Decomposition of EG:
Period S.E. EG LZIS LKURS BIRATE INFLASI 1 0.137677 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.207877 99.73497 0.214667 0.006466 0.004087 0.039808
3 0.286417 96.83441 0.911340 1.670918 0.512535 0.070795
4 0.350959 93.02508 1.681704 3.257135 0.476371 1.559712
5 0.429638 92.22098 1.451718 3.460297 0.640879 2.226123
6 0.506527 91.33285 1.383521 3.813655 0.794023 2.675955
7 0.586819 89.39094 2.095068 4.186265 1.005628 3.322099
8 0.657031 88.03387 2.521536 4.492785 0.941270 4.010540
9 0.727472 87.65461 2.466362 4.573377 0.915711 4.389937
10 0.795263 87.28556 2.517042 4.662296 0.945072 4.590028