penelitian kevin fix hp
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak dasar anak yang harus dipenuhi. Anak yang sehat menjadi
investasi bagi modal manusia. Masa balita adalah masa yang penting, karena merupakan
masa kritis dalam kesehatan dan masa emas dalam pertumbuhan otak. Salah satu faktor
berpengaruh terhadap status kesehatan balita adalah perilaku ibu.
Peningkatan kesehatan merupakan suatu keharusan apabila bangsa Indonesia ingin mencapai
pembangunan manusia yang tinggi. Kesehatan merupakan hak asasi manusia termasuk hak dasar
anak yang harus dipenuhi dengan baik. Anak yang sehat akan menjadi investasi bagi modal manusia
yang berkualitas di masa depan. Berbagai indikator kesehatan di Indonesia menunjukkan pencapaian
kesehatan anak yang masih rendah. Salah satu faktor yang penting terhadap status kesehatan balita
adalah perilaku ibu, sebagai orang yang berperan dalam pengasuhan balita.
Menurut undang-undang Nomor 23 Tahun 1999, tentang kesehatan menyatakan
bahwa kesehatan adalah sejahtera dari badan, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara social dan ekonomi. Landasan ini adalah sebagai dasar pembangunan
kesehatan dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang sehat baik fisik, mental
maupun sosial (Depkes, 2005).
Perilaku individu ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor antara lain adalah faktor-
faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, pendidikan, nilai-nilai, dan
lain-lain), faktor-faktor pendukung (lingkungan fisik fasilitas-fasilitas kesehatan), faktor-
faktor pendorong terbentuk dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan ( Green, Lowrence,
1984 ).
Pendidikan kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam
rangka meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat agar dapat
mencapai kehidupan yang sehat, termasuk didalamnya peningkatan kemampuan ibu-ibu
dalam deteksi dini gangguan perkembangan anak balita sehingga sang ibu dapat
memberikan penanganan/ perawatan yang sedini mungkin untuk dapat mengurangi dampak
negatif dari gangguan perkembangan yang terjadi.
1
Penelitian ini difokuskan untuk melihat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
kemampuan Ibu dalam deteksi dini gangguan perkembangan anak balita. Dengan demikian
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan kemampuan ibu
dalam deteksi dini gangguan perkembangan anak balita sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi dalam bentuk pendidikan kesehatan. Berdasarkan pertimbangan hasil penelitian,
maka disarankan agar pendidikan kesehatan tentang gangguan perkembangan anak balita
perlu diberikan kepada keluarga terutama ibu sehingga ibu dapat melakukan deteksi dini dan
apabila menemukan gangguan perkembangan pada anak balitanya dapat lebih cepat
mengupayakan penanganannya.
Memasuki abad ke-21 ini bangsa Indonesia dihadapkan pada masalah dan tantangan
yang sangat kompleks. Di satu sisi, secara internal kita masih belum mampu keluar dari
krisis multi dimensial yang telah berlangsung sejak tahun 1997. Sementara di sisi lain,
secara eksternal kita dihadapkan pada realita persaingan antar bangsa yang semakin
meningkat dan kompetitif (Sugito, 2007). Dalam kaitannya dengan pengembangan sumber
daya manusia, anak usia dini memiliki peran yang sangat menentukan. Melalui upaya
pembinaan dan pengasuhan yang tepat, anak-anak di usia ini akan mudah diukir dan
dibentuk menjadi sosok manusia yang benar-benar berguna bagi masyarakat, negara dan
bangsa. Sosok manusia yang dimaksud adalah sosok manusia masa depan yang tidak saja
cerdas, berkarakter baik dan berkepribadian mantap, tetapi juga mandiri, disiplin dan
memiliki etos kerja tinggi yang secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan
daya saing bangsa Indonesia di antara bangsa-bangsa di dunia (BKKBN, 2004).
Abdulhak (2003) menyatakan bahwa anak usia bawah lima tahun (balita) atau sering
disebut sebagai anak usia dini adalah sosok individu makhluk sosial kultural yang sedang
mengalami suatu proses perkembangan yang sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya
dengan memiliki sejumlah potensi dan karakteristik tertentu. Sebagai individu, anak usia
dini adalah suatu organisme yang merupakan suatu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh
dengan segala struktur dan perangkat biologis dan psikologisnya sehingga menjadi sosok
yang unik. Sebagai makhluk sosio-kultural, ia perlu tumbuh dan berkembang dalam suatu
lingkungan sosial tempat ia hidup dan perlu diasuh dan dididik sesuai dengan nilai-nilai
sosio-kultural yang sesuai dengan harapan masyarakat.
2
Menurut Effendy (1998) pendidikan kesehatan berorientasi kepada perubahan
perilaku yang diharapkan, yaitu perilaku sehat. Upaya ini penting dilakukan agar setiap
individu mengenal kesehatan dirinya, keluarga dan kelompoknya dalam meningkatkan
kesehatannya. Notoatmodjo (2007) menegaskan bahwa peranan pendidikan kesehatan
adalah melakukan intervensi faktor perilaku individu sehingga perilaku individu, kelompok
atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Dengan demikian, terkait dengan aspek
perkembangan anak balita, pendidikan kesehatan memiliki peranan yang sangat besar dalam
rangka meningkatkan kemampuan ibu-ibu dalam optimalisasi perkembangan anak. Karena
melalui penyuluhan kesehatan, ibu-ibu yang memiliki balita akan banyak memperoleh
informasi tentang perkembangan anak, tahapan perkembangan anak, gangguan
perkembangan anak serta berbagai teknik dan cara untuk mengetahui apakah anak balitanya
mengalami gangguan perkembangan atau tidak.
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
bagi setiap penduduk agar dapat terwujudkan kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu
upaya untuk mencapai keadaan tersebut adalah dengan menurunkan angka kesakitan dan
kematian bayi dan balita. Program pengembangan imunisasi merupakan salah satu kegiatan
yang mendapat prioritas dalam sistem kesehatan nasional. Program ini bertujuan untuk
melindungi bayi dan balita dari PD3I (Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi)
seperti TBC, difteri, pertusis, tetanus, dan campak. Diperkirakan PD3I merupakan penyebab
dari sekitar 48 kematian bayi dan 56 kematian balita per 1000 kelahiran hidup dalam kurun
waktu satu tahunProgram UCI (Universal child immunization) yang ditetapkan
olehDepartemen Kesehatan (Depkes) RI secara nasional pada tahun 1990 telah berhasil
dicapai dengan cakupan DPT , polio dan campak minimal 80% sebelum umur 1 tahun.
Sedangkan cakupan untuk DTP , polio dan BCG minimal 90%. Target UCI merupakan
tujuan antara (intermediate goal) yang berarti cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, polio,
campak, dan hepatitis B harus mencapai 80% baik ditingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten bahkan setiap desa.
Berdasarkan survei maupun studi yang dilakukan, ternyata sampai saat ini setiap
tahunnya masih terdapat jutaan anak yang tertular penyakit – penyakit menular tersebut
dengan akibat sekitar 120.000 kematian, atau 1 anak setiap 5 menit, kelompok penyakit
infeksi merupakan penyebab kematian pada sebagian kasus (42,9%), yaitu meliputi 3
kematian per 1000 penduduk. Penyakit – penyakit yang dominan pada kelompok ini adalah
3
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, polio, tuberculosis, campak
dan tetanus. Angka kematian akibat tetanus adalah 19,3%, sedangkan difteri, polio, dan
campak sebesar 9,4.Angka kematian bayi (AKB atau IMR) dalam dua dasawarsa terakhir ini
menunjukkan penurunan yang bermakna. Pada tahun 1985 sampai 1990 Indonesia berhasil
menurunkan AKB dari 71 menjadi 54 dan bahkan dari data 2001 telah menunjukan angka
48 per 1000 kelahiran hidup. (profil Kesehatan Indonesia 2001). Prestasi tersebut tidak lain
disebabkan karena penggunaan teknologi tepat guna selama itu, yaitu memanfaatkan dengan
baik Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk memantau secara akurat tumbuh kembang anak,
peningkatan penggunaan ASI, pemberian oralit pada setiap kasus diare dan pemberian
imunisasi pada anak balita sesuai Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Boleh dikatakan
upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan.
Namun, dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) diketahui bahwa pada dua
tahun terakhir cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampaknya menurun. Penurunan
cakupan vaksinasi sangat dirasakan dengan ditemukannya kembali kasus polio dan difteria
di negara Indonesia. (hal 23 no 5). Tiga ratus neman orang anak menderita poliomielitis
pada periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006 sebagai akibat cakupan imunisasi
polio yang menurun di daerah Cidahu Sukabumi. Angka kejadian difteria yang masih tinggi
pada tahun 2000 ditemukan 1036 kasus dan 174 pada tahun 2007 merupakan bukti bahwa
vaksinasi DPT tidak merata (kompas.com, 2011). Keadaan yang memprihatinkan ini
ditambah lagi dengan maraknya kampanye anti vaksin yang disuarakan oleh kelompok
tertentu. Pandangan negatif terhadap vaksinasi bukan saja dikemukakan oleh masyarakat
awam namun juga oleh sebagian petugas kesehatan.
Walaupun terjadi penurunan AKB pada negara Indonesia, namun di indoneisa
tertinggi di antara negara ASEAN (4,6 kali Malaysia, 1,3 kali Filipina, dan 1,8 kali
Thailand). Pada tahun 2015 angka kematian balita harus turun menjadi 23 per 1000
kelahiran hidup. Di dalam mencapai tujuan keempat MDGs, program vaksinasi menduduki
peran yang sangat penting dan strategis. Imunisasi dapat memberikan dampak bukan hanya
kepada balita namun kepada orang dan masyarakat disekitarnya. Nilai vaksin dibagi dalam
tiga kategori yaitu secara individu, sosial, dan keuntungan dalam menunjang sistem
kesehatan nasional. Secara singkat, apabila seseorang anak telah mendapat vaksinasimaka
80%-95% akan terhindar dari penyakit infeksi yang ganas. Makin banyak bayianak yang
mendapat vaksinasi (dinilai dari cakupan imunisasi), makin terlihat penurunan angka
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas). Kekebalan individu ini akan
4
mengakibatkan pemutusan rantai penlaran penyakit dari anak ke anak lain atai orang dewasa
yang hidup bersama. Ini yang disebut keuntungan sosial, karena dalam hal ini 5%-20% anak
yang tidak diimunisasi akan juga terlindung, disebut herd immunity. Maka mendeteksi
daerah penularan penyakit melalui program imunisasi sangat membantu mencari siapa target
vaksinasi, sehingga akan tepat sasaran dan lebih cepat menurunkan insidens penyakit, upaya
ini disebut source drying. Keuntungan lain, dengan menurunnya angka kesakitan akan
menurunkan pula biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan
kecacatan yang akan menjadi beban masyarakat seumur hidup. Dengan mencegah seorang
anak dari penyakit infeksi yang berbahaya, berarti akan meningkatkan daya produktivitas di
kemudian hari. Vaksinasi merupakan upaya paling ampuh dalam mencegah
penyebaran/penularan penyakit infeksi yang ganas dan menular ke orang lain.
Reaksi samping imunisasi (RSI) adalah gejala yang sering menyertai imunisasi.
sebagian besar mempunyai patofisiologi yang jelas ataudapat diterangkan, berkaitan dengan
susunan vaksin, karakteristik responden, atau merupakan bagian dari proses pembentukan
antibodi. Reaksi local maupun sistemik yang tidak diinginkan dapat terjadi pasca imunisasi.
Sebagian besar hanya ringan seperti demam dan bisa hilang dengan sendirinya. Demam
yang tinggi sering membuat ibu khawatir. Apalagi pada bayi bila kenaikan suhu tubuh
terjadi secara tiba – tiba bisa menimbulkan komplikasi berupa kejang. Reaksi yang berat
bisa terjadi meskipun jarang. Umumnya reaksi terjadi segera setelah dilakukan vaksinasi,
namun bisa juga reaksi tersebut muncul kemudian. Menurut data di atas, terlihat bahwa
ketakutan ibu terhadap reaksi yang di timbulkan setelah imunisasi dapat menyebabkan anak
tidak mendapat imunisasi dengan lengkap. Hal ini tidak akan terjadi bila ibu memiliki
pengetahuan yang baik tentang reaksi samping imunisasi. Apabila dilihat dari penyebab
kematian tersebut, sebenarnya sebagian besar bayi dan anak tidak perlu meninggal, terutama
oleh penyakit infeksi, karena semua itu dapat dicegah dengan imunisasi.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh ASI ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita di
puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?
2. Bagaimanakah pengaruh konsumsi alkohol ibu terhadap kelengkapan imunisasi
balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?
5
3. Bagaimanakah pengaruh konsumsi rokok ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita
di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?
4. Bagaimanakah pengaruh karakteristik usia ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita
di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?
5. Bagaimanakah pengaruh karakteristik pendidikan ibu terhadap kelengkapan
imunisasi balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?
6. Bagaimanakah pengaruh karakteristik pekerjaan ibu terhadap kelengkapan imunisasi
balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?
7. Bagaimanakah pengaruh karakteristik penghasilan keluarga terhadap kelengkapan
imunisasi balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Umum
Untuk mengetahui pengaruh pola hidup dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan
imunisasi balita di puskesmas kecamatan Cipayung pada tahun 2012
2. Khusus
1. Untuk mengetahui pengaruh ASI ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita di
puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012
2. Untuk mengetahui pengaruh konsumsi alkohol ibu terhadap kelengkapan imunisasi
balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012
3. Untuk mengetahui pengaruh konsumsi rokok ibu terhadap kelengkapan imunisasi
balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012
4. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik usia ibu terhadap kelengkapan imunisasi
balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012
5. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik pendidikan ibu kelengkapan imunisasi
balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012
6. Untuk mengetahui pengaruh jenis pekerjaan ibu terhadap kelengkapan imunisasi
balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012
7. Untuk mengetahui karakteristik penghasilan keluarga terhadap kelengkapan
imunisasi balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?
6
1.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian kami, mungkin ada beberapa hal yang menjadi kendala atau keterbatasan
penelitian. Beberapa hal tersebut adalah:
1. Masalah dana untuk realisasi penelitian
Karena rata-rata anggota kami adalah mahasiswa yang kost dan belum bekerja maka
dana adalah salah satu faktor keterbatasan penelitian kami
2. Pengalaman
Tugas penelitian ini merupakan penelitian yang ketiga kalinya. Namun kami merasa
bahwa kami masih harus belajar kembali untuk memperbaiki kekurangan-
kekurangan yang ada
3. Waktu
Keterbatasan waktu adalah salah satu kendala yang kami hadapi karena adanya
kesibukan masing-masing anggota dalam hal menyelesaikan tugas-tugas dan target-
target yang ada dalam ruang lingkup kepaniteraan IKM
1.5 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi pemerintahan daerah
setempat dalam hal gambaran mengenai pola hidup dan karakteristik ibu terhadap
kelengkapan imunisasi balita di puskesmas kecamatan cipayung pada tahun 2012.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi Kepala puskesmas,
Dokter, Paramedis dan karyawan puskesmas Cipayung dalam hal gambaran
mengenai pola hidup dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita di
puskesmas kecamatan Cipayung pada tahun 2012.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat Puskesmas
Cipayung dalam hal gambaran mengenai pola hidup dan karakteristik ibu terhadap
kelengkapan imunisasi balita di puskesmas kecamatan cipayung pada tahun 2012.
7
4. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi dokter-dokter dan
paramedis yang berada di dalam lingkungan kecamatan Cipayung dalam hal
gambaran mengenai pola hidup dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan
imunisasi balita di puskesmas kecamatan Cipayung pada tahun 2012.
5. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi dokter-dokter,
paramedis, dan mahasiswa/i FK-UKI dalam hal gambaran mengenai pola hidup dan
karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita di puskesmas kecamatan
Cipayung pada tahun 2012.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan orang lain (Porwardiminata, 1990). Karakteristik adalah tabiat, watak,
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan dengan yang lain (Kamus Umum
Bahasa Indonesia).
Berdasarkan kedua pengertian di atas, kita dapat mengambil sebuah kesimpulan
bahwa karakter merupakan sifat-sifat batiniah seseorang yang membedakan dengan orang
lain. Karakter merupakan aktualisasi potensi dari dalam internalisasi nilai-nilai moral dari
luar menjadi bagian kepribadiannya.
Jenis karakteristik dapat didasarkan bermacam-macam, misalnya tingkatan sosial
ekonomi, umum dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2002). Menurut Mathiue & Zajac
(1990) menyatakan bahwa, karakteristik personal (individu) mencakup usia, jenis kelamin,
masa kerja, tingkat pendidikan, suku bangsa, dan kepribadian.
Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita malalui pendidikan,
pengalaman, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan, menjadi nilai intrinsik yang
melandasi sikap dan perilaku kita. Jadi, karena karakter harus diwujudkan melalui nilai-nilai
moral yang dipatrikan untuk menjadi semacam nilai instrinsik dalam diri kita, tentu karakter
tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus kita bentuk, kita tumbuh kembangkan dan
kita bangun (Soedarsono, S. 2008)
Karakteristik dan pola hidup ibu
1. Alkohol
Minuman beralkohol selama ini memang identik dengan minuman pria tapi saat ini
semakin banyak kaum wanita yang mulai rajin meminum alkohol. Padahal, dalam konsumsi
berlebih minuman beralkohol lebih berdampak buruk untuk kaum hawa.
9
Kenyataan penelitian menyebutkan bahwa kaum wanita ternyata lebih cepat mabuk,
para dokter mengingatkan bahwa penyakit-penyakit yang berkaitan dengan alkohol lebih
cepat muncul pada wanita. Otak perempuan alkoholik dapat mengalami kerusakan, terutama
pada fungsi syaraf kognitifnya. Namun bukan berarti pria alkoholik terbebas dari masalah.
Perempuan alkoholik memiliki hasil tes yang buruk dalam hal memori visual, fleksibilitas
kemampuan kognitif, penyelesaian masalah dan perencanaan.
Selain merusak saraf otak, alkohol juga merusak bagian liver. Dampak kerusakannya
lebih cepat terjadi pada perempuan dibanding pria. Komposisi air dalam tubuh wanita lebih
sedikit dibanding pria. Pada tubuh pria terdapat 65 persen air, sedangkan wanita hanya 55
persen sehingga wanita lebih mudah mabuk. Alkohol diserap ke dalam darah kemudian
dibawa oleh air ke dalam sel. Oleh karena air dalam tubuh wanita lebih sedikit, maka
konsenstrasi alkohol dalam darah lebih tinggi meski mereka minum dalam jumlah yang
sama dengan pria. Walaupun organ hati kaum wanita tidak sensitif pada alkohol, namun
konsentrasi alkohol dalam tubuh wanita yang tinggi itu akan membuat liver wanita lebih
cepat rusak dibanding pria.
Dampak alkohol pada metabolisme wanita berbeda dengan pria. Selain itu, tubuh
pria lebih banyak memiliki kandungan air sehingga dapat mengurangi dampak alkohol.
Alasan lain yang dikemukakan adalah enzim yang mengubah alkohol menjadi materi inaktif
lebih sedikit pada perempuan. Jika wanita dan pria yang berat badannya sama diberikan
alkohol dalam jumlah yang sama, kadar alkohol dalam darah wanita tiga kali lebih tinggi.
Selain itu, penyalahgunaan alkohol juga dapat menyebabkan kekurangan gizi dan
menurunkan ketahanan terhadap penyakit, sekaligus memberikan dampak yang buruk pada
penampilan Anda. Tidak seorang pun dapat mengatakan dengan pasti, tetapi pantang minum
alkohol mungkin menjadi salah satu cara seorang wanita dapat tetap sehat dan tampak lebih
muda lagi.
Konsumsi minuman beralkohol bagi wanita yang sedang hamil akan merusak janin.
Konsumsi itu akan berdampak pada kemampuan kognitif anak dikemudian hari. Selain
masalah koginitif anak yang lahir dari seorang ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol
saat hamil juga akan mengalami masalah dengan rendahnya perhatian dan reaksi.
10
Dalam ilmu kimia alkohol adalah sebutan untuk senyawa kimia organik yang
mengandung gugus hidroksil (-OH) dan terikat pada atom karbon. Atom karbon tersebut,
kemudian terikat pada atom karbon lain. Manfaat alkohol dalam kehidupan sangat banyak.
Alkohol bisa digunakan untuk kebutuhan medis, otomotif, kecantikan, dan campuran bahan
minuman.
Namun apa yang terjadi jika alkohol tidak dinikmati secara wajar dan cenderung
berlebihan. Pasti dampak negatif yang akan selalu muncul. Perlu diketahui tentang
pengertian tentang minuman beralkohol. Minuman beralkohol adalah minuman yang
mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan
penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi ke
sejumlah kalangan saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu.
Etanol atau jenis alkohol yang biasa terkandung dalam minuman alkohol bisa diproduksi
dari proses permentasian buah, gandum, atau ragi. Etanol adalah jenis alkohol yang bisa
diciptakan secara alami. Etanol, bahkan, sudah ada sejak ribuan tahun lalu dan dikenal
dengan istilah obat untuk bersenang-senang yang paling tua dan paling banyak digunakan.
Mengkonsumsi minuman beralkohol kini seperti menjadi bagian gaya hidup dari sebagian
masyarakat Indonesia. Berawal dari sekedar coba-coba, banyak yang kemudian akhirnya
ketagihan dengan jenis minuman yang satu ini. Minuman beralkohol memiliki kadar yang
berbeda-beda. Misalnya, bir dan soda alkohol (1-7 % alkohol), anggur (10-15 % alkohol),
dan minuman keras atau biasa disebut dengan spirit (35-55 % alkohol). Konsentrasi alkohol
dalam darah dicapai dalam 30-90 menit setelah diminum.
Berikut ini adalah pengaruh buruk akohol bagi kesehatan yang mungkin belum anda ketahui
sebelumnya :
1. Mabuk : Konsumsi alkohol yang banyak dapat membuat mabuk dan
menyebabkan korban mengalami sakit kepala, mual, muntah serta nyeri pada
bagian tubuh tertentu.
2. Berat badan naik : Karena pada umumnya minuman beralkohol memiliki kadar
kalori dan gula yang tinggi.
3. Tekanan darah tinggi : Alkohol merupakan pemicu tekanan darah.
11
4. Sistem kekebalan tubuh menurun : Dengan sistem kekebalan tubuh yang
lemah, maka tubuh anda akan mudah terserang infeksi.
5. Kanker, penyakit jantung, gangguan pernafasan & gangguan hati : Semakin
sering dan semakin banyak jumlah alkohol yang anda konsumsi, semakin besar
pula resiko anda terjangkit kanker, penyakit jantung, gangguan pernafasan dan
gangguan pada organ hati.
Berdasarkan hasil penelitian yang digunakan dalam penelitian dapat diketahui bahwa
ketika ibu mengalami stress dan depresi, ia akan memberikan contoh regulasi emosi yang
kurang tepat bagi anaknya sehingga anak akan menunjukkan perilaku bermasalah juga.
Apabila ibu termasuk kategori peminum alkohol dan sering mabuk, maka akan
memperlakukan anak secara tidak tepat sehingga anak juga akan belajar tentang perilaku
yang tidak tepat bahkan mengembangkan perilaku bermasalah karena akan menjadi
peminum juga yang juga menunjukkan kurang mampunya anak dalam cara mengelola
emosinya (Alink et al., 2009, Fischer et al., 2007; Chang et al., 2003; Maughan et al., 2002;
Schulz et al., 2005; Ramsden & Hubbard, 2002).
2. Rokok
Para ahli kesehatan menyatakan bahwa merokok merupakan perilaku yang
berbahaya, merokok sama dengan mencari mati. Meski semua orang tahu akan bahaya yang
ditimbulkan akibat merokok. Perilaku merokok saat ini merupakan kebiasaan yang sangat
wajar menjadi pola hidup yang dipandang oleh beberapa anggota masyarakat Indonesia.
Pola hidup merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan hal yang masih dapat
ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan
rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat disaksikan
dan dijumpai orang yang sedang merokok., bahkan dilingkungan pendidikan, khususnya
kampus yang seharusnya bebas dari asap rokok.
Merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri
sendiri maupun orang disekelilingnya. Dilihat dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan
kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar akan memacu
kerja dari susunan syaraf pusat dan susunana syaraf simpatis sehingga mengakibatkan
12
tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan
berbagai penyakit lain (Komalasari & Helmi, 2000). Beberapa berdasarkan Center for the
Advancement of health (Wulandari, 2007), contoh penyakit yang disebabkan oleh
kandungan di dalam rokok yaitu kanker paru-paru, bronkitis, penyakit-penyakit
kardiovaskular, berat badan lahir rendah, dan keterbelakangan. Bahkan pada bungkus rokok
pun terdapat seruan bahwa merokok dapat merugikan kesehatan dan dikatakan bahwa
merokok dapat menyebabkan kanker, impotensi, jantung, gangguan kehamilan dan janin.
Hal ini menunjukkan betapa rokok memiliki resiko yang sangat tinggi bagi kesehatan.
Dilihat dari sisi ekonomi, merokok pada dasarnya ‘membakar uang’ apalagi jika hal
tersebut dilakukan remaja yang belum mempunyai penghasilan sendiri. Safarino
menyatakan bahwa merokok menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif. Resiko yang
ditanggung perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan
terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah (Komalasari & Helmi, 2000).
Penelitian mengenai perilaku merokok telah banyak dilakukan sejak tahun 1950an
sejalan dengan semakin berkembangnya kesadaran mengenai kesehatan. Sejak saat itu, dapat
disimpulkan bahwa ,merokok adalah faktor yang dapat menyebabkan dan mempercepat
kematian. Tidak ada yang memungkiri adanya dampak negatif dari perilaku merokok tetapi
perilaku merokok bagi kehidupan manusia merupakan kegiatan yang ‘fenomenal’. Artinya,
meskipun sudah diketahui akibat negatif merokok tetapi jumlah perokok bukan semakin
menurun tetapi semakin meningkat.
Menurut Smet ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok
yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah :
1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.
2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok :
1. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
a) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati
kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka
menempatkan diri di smoking area.
13
b) Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok,
anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).
2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
a. Kantor atau di kamar tidur pribadi.
Perokok memilih tempat-tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan
kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang
mencekam.
b. Toilet.
Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.
3. Pendidikan Ibu
Pendidikan ibu merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk
mengembangkan diri. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam merespon sesuatu yang
datang dari luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran atau nasihat. Orang berpendidikan
tidak akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan dengan berpendidikan
rendah atau tidak berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima serta
mengembangkan pengetahuan dan teknologi sehingga dapat menigkatkan produktivitas dan
kesejahteraan keluarga (hapsari dkk, 2001, Sulystyorini, 2007)
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan
semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang
mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta
berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.
Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu
pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.Pemahaman ibu
atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oeleh tingkat pendidikan ibu.
(Ali,Muhammad,2002).
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan
14
semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang
mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta
berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.
Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan
seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat
berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan
pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan
bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan
kesehatan yang lebih baik
Penelitian yang dilakukan oleh Aceh Besar tahun 1998-1999. Pada penetlitian
tersebut didapatkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan
imunisasi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh M.Ali 2002 menyatakan bahwa
pendidikan sebenarnya sangat penting dalam mempengaruhi pengertian dan partisipasi
orang tua dalam program imunisasi. Dengan pendidikan yang semakin tinggi, maka orang
tua cenderung menggunakan sarana jesehatan sebagai suatu upaya pencegahan bukan
pengobatan.
4. Umur Ibu
Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama.
Umur mempunyai hubungan dengan besarnya resiko serta perbedaan pengalaman terhadap
masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu
tersebut (Noor,N.N,2000)
Beberapa studi menemukan bahwa usia ibu, ras,pendidikan, dan status sosial
ekonomi berhubungan dengan cakupan imunisasi dan opini orang tua tentang vaksin
berhubungan dengan status imunisasi anak mereka.( Ali, Muhammad, 2002) .
Umur ibu menentukan pola pengasuhkan dan penentuan makan yang sesuai bagi
anak karena semakin bertambah umur ibu maka makin bertambah pula pengalaman dan
kematangan ibu dalam pola pengasuhan dan penentuan makan anak (hariski 2003, ratri
2005).
15
Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa usia ibu berhubungan
dengan pengetahuan dan perilaku mereka terhadap imunisasi (p < 0,05).Penelitian ini
menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Lubis (1990;dalam Ali,Muhammad,2002).
Penelitian Salma Padri,dkk (2000) juga menemukan bahwa faktor utama yang
berhubungan dengan imunisasi campak adalah umur ibu (OR 2,53 95% CI: 1.21 -
5.27).Selanjutnya hasil penelitian Ibrahim D.P.(2001) menunjukkan bahwa karakteristik ibu
yang erat hubungannya dengan status imunisasi campak anak umur 9-36 bulan adalah: umur
ibu yaitu umur ibu yang dihitung sejak lahir sampai saat penelitian.
Saat ini masih banyak perempuan yang menikah pada usia bawah 20 tahun. Secara
fisik dan mental mereka belum siap hamil dan melahirkan. Hal ini karena rahimnya belum
siap menerima kehamilan dan ibu muda tersebut belum siap merawat, mengasuh, serta
membesarkan bayinya. Bayi yang terlahir dari seorang ibu muda kemungkinan lahir belum
cukup bulan, berat badan lahir rendah (BBLR) dan mudah meninggal sebelum bayinya
berusia 1 tahun. Sebaliknya perempuan yang umurnya diatas 35 tahun akan lebih sering
meghadapi kesulitan selama kehamilan daripada saat melahirkan serta akan mempengaruhi
kelangsungan hidupnya (UNICEF, 2002 : 4)
5. Paritas Ibu
Paritas atau jumlah kelahiran bayi sangat berkaitan dengan jarak kelahiran. Semakin
tinggi paritasnya makan semakin pendek jarak kelahirannya. Hal ini dapat menyebabkan
seorang ibu cukup waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan. Seorang
ibu memerlukan waktu paling sedikit 2 tahun untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah
melahirkan (UNICEF 2002).
Paritas dikatakan tinggi bila seorang wanita melahirkan anak keempat atau lebih.
Anak dengan urutan paritas yang lebih tinggi seperti anak kelima dan keenam dan
seterusnya ternyata kemungkinan untuk menderita gangguan gizi lebih besar dibandingan
dengan anak satu, dua dan tiga. Bahaya yang mungkin beresiko terhadap seorang anak
timbul apa bila terjadi kelahiran lagi, sedangkan anak sebelumnya masih minum ASI,
16
sehingga perhatian ibu teralih pada anak yang baru lahir, terhentinya pemberian ASI
merupakan faktor pendorong terjadinya gizi buruk.
Apabila terjadi paritas yang tinggi besar kemungkinan bayinya akan lahir sebelum
waktunya (prematur) dengan berat badan rendah. Bayi dengan berat badan rendah memiliki
kemungkinan kecil untuk dapat tumbuh dengan baik dan akan lebih mudah terserang
penyakit. Kemungkinan meninggal sebelum berusia satu tahun lebih besar dengan bayi lahir
dengan berat badan normal (UNICEF 2002).
6. Pekerjaan
Pekerjaan orang tua terutama ibu mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perkembangan anak. Ibu yang baik dapat menjaga dan melakukan tugas-tugas dirumah,
memperhatikan perawatan anak baik makanan atau kesehatan, membina dan membimbing
anak. Peran tersebut akan sangat ideal jika ibu tinggal di rumah saja. Namun dengan
semakin sullitnya keadaan ekonomi keluarga menghendaki peran ibu harus bergeser
sehingga di tuntut serta bisa menyeimbangkan kehidupan keluarga dan bekerja.
Saat penting dalam interaksi ibu anak adalah pemberian makanan, termasuk
pemberian ASI. Penyapihan pada bayi umur muda dengan berbagai alasan sering
menimbulkan masalah gizi pada umur selanjutnya. Kejadian tersebut merupakan akibat
perubahan pemberian ASI yang berpindah kepada susu botol. Perubahan ini mulai tampak
dikota-kota dan pinggiran kota, dan pada gilirannya akan menjalar ke pelosok desa bila
penggunaan ASI tidak dilestarikan selama mungkin tanpa melupakan makan
pendampingnya .
Faktor yang mendorong penyapihan bayi usia muda antara lain adalah makin
banyaknya ibu-ibu yang bekerja mencari nafkah diluar rumah. Ibu-ibu yang tidak bekerja
lebih banyak yang menyapih anaknya pada usia 19-24 bulan dibandingkan dengan ibu yang
bekerja. Hal tersebut terjadi karena ibu tidak sering keluar melaksanakan peranan wanita
17
dalam fungsi sosial maupun ekonomi. Disamping itu karena ibu tidak terlalu lelah sehingga
dapat menyusui anaknya dengan baik.
Ibu yang bekerja hendaknya benar-benar membagi waktunya agar tugas rumah
tangga dapat diselesaikan dengan baik dan anak-anak juga mendapat perhatian. Kegiatan
ekonomi ibu kan berdampak negatif terhadap perawatan anak hanya jika kegiatan itu tidak
dapat dijalankan selaran dan bersama-sama dan pengasuh anak dengan baik. Berpendapat
bahwa dalam anak yang sehat tidak terletak dalam kuantitas waktu yang diberikan oleh
tubuh tetapi pada kualitas pengasuhan yang mereka terima.
7. Ekonomi
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2011 sebesar 29,89 juta orang
(12,36 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang berjumlah
30,02 juta (12,49 persen), jumlah penduduk miskin berkurang 0,13 juta orang selama enam
bulan tersebut. Seseorang dikatakan dibawah garis kemiskinan apabila dalam pengukuran
pendapatan (pada daerah kota dan desa) Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan
Bukan makanan berada dibawah kurang lebih Rp. 243.729,-. Upaya mengukur kemiskinan,
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase
penduduk miskin terhadap total penduduk.Metode yang digunakan adalah menghitung Garis
Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan- Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan
dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata- rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis
Kemiskinan.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk
perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar bukan
makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Terlihat bahwa ada keterkatian antara pendapat per bulan suatu keluarga dalam memenuhi
18
kebutuhan bahan makanan dan bukan bahan makanan. Bukan bahan makanan tersebut salah
satunya adalah kemampuan mencegah atau mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang berbeda berdasarkan status ekonomi
pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua) hal (Azwar,Azrul, 1999)., yaitu :
1. Terdapatnya perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah penyakit atau
mendapatkan pelayanan kesehatan
2. Terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang dimiliki.
Menurut Noor,N.N (2000) menyebutkan berbagai variabel sangat erat hubungannya
dengan status sosio ekonomi sehingga merupakan karakteristik.Status sosio ekonomi erat
hubungannya dengan pekerjaan/jenisnya, pendapatan keluarga, daerah tempat
tinggal/geografis, kebiasaan hidup dan lain sebagainya.Status ekonomi berhubungan erat
pula dengan faktor psikologi dalam masyarakat. Noor,N.N (2000)
Depkes RI (2000) menyebutkan komponen pendukung ibu melakukan imunisasi
dasar pada bayi antara lain kemampuan individu menggunakan pelayanan kesehatan yang
diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan, pengetahuan, sumber pendapatan atau
penghasilan. (Depkes RI, 2000). Tentunya aktifitas ibu yang bekerja akan berpengaruh
terhadap waktu yang dimiliki ibu untuk memberikan pelayanan/kasih sayang terhadap
anaknya termasuk perhatian ibu pada imunisasi dasar anak tersebut.
Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan
pengetahuan tentang imunisasi antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja,
dimana tingkat pengetahuan tentang imunisasi ini masih sangat kurang. Begitupun, walau
tanpa dasar pengetahuan yang memadai ternyata di kalangan ibu tidak bekerja sikap dan
perilaku mereka tentang imunisasi lebih baik dibanding ibu yang bekerja.Namun menurut
hasil kesimpulan penelitian Idwar (2000), justru menyebutkan bahwa ibu yang bekerja
mempunyai risiko 2,324 kali untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu
yang tidak bekerja disebabkan kurangnya informasi yang diterima ibu rumah tangga
dibandingkan dengan ibu yang bekerja.
19
8. Pengetahuan Ibu
Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang
dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupan.
Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala
sesuatu, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan
hidup yang belum dibuktikan secara sistimatis. (Azwar, 1996)
Tanggung jawab keluarga terutama para ibu terhadap imunisasi bayi/ balita sangat
memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap keberhasilan
imunisasi serta peningkatan kesehatan anak. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh komponen-komponen pendorong yang menggambarkan faktor-faktor individu secara
tidak langsung berhubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan yang mencakup
beberapa faktor, terutama faktor pengetahuan ibu tentang kelengkapan status imunisasi dasar
bayi atau anak.
Komponen pendukung antara lain kemampuan individu menggunakan pelayanan
kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan, pengetahuan, sumber
pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000). Faktor pengetahuan memegang peranan
penting dalam menjaga kebersihan dan hidup sehat. Slamet (1999) menegaskan bahwa
wawasan pengetahuan dan komunikasi untuk pengembangan lingkungan yang bersih dan
sehat harus dikembangkan yaitu dengan pendidikan dan meningkatkan pengetahuan. Dengan
adanya pendidikan dan pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan yang ditujukan
terutama kepada para ibu sebagai anggota masyarakat memberikan dorongan dan motivasi
untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan.
Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan serta informasi
yang didapat seseorang. Pengetahuan dapat menambah ilmu dari seseorang serta merupakan
proses dasar dari kehidupan manusia. Melalui pengetahuan, manusia dapat melakukan
perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua
aktivitas yang dilakukan para ibu seperti dalam pelaksanaan imunisasi bayi tidak lain adalah
hasil yang diperoleh dari pendidikan. (Slamet, 1999)
20
Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi
populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi
secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena
memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi.Program imunisasi dapat berhasil jika ada
usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang memiliki
pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi.Jika suatu program intervensi
preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola
penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku
kesehatan masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat diperlukan.
(Ali,Muhammad,2002).
Berdasarkan hasil penelitian Cahyono,K.D.,(2003) memberikan gambaran bahwa
anak mempunyai kesempatan lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap bagi yang ibunya
tinggal di perdesaan, berpendidikan rendah,kurang pengetahuan, tidak memiliki KMS
(Kartu Menuju Sehat), tidak punya akses ke media massa ( surat kabar/majalah, radio, TV),
dan ayahnya berpendidikan SD ke bawah. Semakin banyak jumlah anak, semakin besar
kemungkinan seorang ibu tidak mengimunisasikan anaknya dengan lengkap.
Selanjutnya Masykur (1983) dalam kesimpulan penelitiannya juga menyatakan ibu-
ibu yang tahu tentang imunisasi tertinggi pada ibu yang tamat SLTA yaitu 80,7% dan secara
statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan
pengetahuan ibu tentang imunisasi. Menurut Lubis(dalam Ali,Muhammad,2002),dari suatu
penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa kurangnya peran serta ibu rumah tangga dalam
hal ini disebabkan karena kurang informasi (60-75%),kurang motivasi (2-3%) serta
hambatan lainnya (23-37%).
Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan
seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat
berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan
pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan
bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan
kesehatan yang lebih baik.
21
Hasil penelitian Ramli,M.R (1988) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian drop out atau tidak lengkapnya status imunisasi bayi adalah : pengetahuan
ibu tentang imunisasi , faktor jumlah anak balita, faktor kepuasan ibu terhadap pelayanan
petugas imunisasi, faktor keterlibatan pamong dalam memotivasi ibu dan faktor jarak rumah
ke tempat pelayanan imunisasi.
Pengetahuan orang tua merupakan satu-satunya variabel yang memeiliki hubungan
bermakna dengan kelengkapan imunisasi dasar. Kelompok orang tua dengan pengetahuan
yang baik menunjukkan angka kelengkapan imunisasi dasar yang lebih tinggi daripada
kelompok lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Mathilda Albertina pada tahun 2009 mengatakan
61% Balita memiliki imunisasi dasar yang lengkao dan 39% lainnya tidak lengkap. Hampir
seluruh responden memiliki pengetahuan dan sikap yang baik terhadap imunisasi. adapun
alasan ketidaklengkapan imunisasi dasar terbanyak adalah orang tua tidak tahu jadwal
imunisasi. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan orang tua mengenai
imunisasi dengan dengan kelengkapan imunisasi dasar anak balita.
Hal serupa persis diungkapkan oleh dr Mabrouka Bofarraj dari Universitas Omar Al-
Moukhtar pada tahun 2011, faktor pendidikan menjadi salah satu kontribusi orang tua dalam
memberikan imunisasi dasar pada balita. Dari penelitan tersebut ibu yang mempunyai
kemampuan membaca memiliki angka kelengkapan imunisasi dasar pada balita. (boofaraj).
Thalia Velho Barreto pada jurnal of Epidemiology and Community Health tahun
1992 mengungkapkan status pernikahan, umur, dan ketidakmampuan memcana pada ibu
tidak dapat diasosiaskiaan dengan pelayanan imunisasi disuatu daerah. Namun
mengungkapna bahwa rendahnya tingkat pendidikan ibu diasosiasikan dengan
ketidaklengkapan imunisasi. (j epdi)
22
9. Perilaku Kesehatan
Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang pada
dasarnya menyangkut dua aspek utama, yaitu fisik, seperti misalnya tersedianya sarana
kesehatan dan pengobatan penyakit, dan non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan.
Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu
maupun masyarakat.
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap
dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap
stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif
(tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai
dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman
dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan,
dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.
Keberhasilan upaya pencegahan dan pengobatan penyakit tergantung pada kesediaan
orang yang bersangkutan untuk melaksanakan dan menjaga perilaku sehat. Banyak
dokumentasi penelitian yang memperlihatkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam
pemeriksaan kesehatan, imunisasi, serta berbagai upaya pencegahan penyakit dan banyak
pula yang tidak memanfaatkan pengobatan modern. Karena itu tidaklah mengherankan bila
banyak ahli ilmu perilaku yang mencoba menyampaikan konsep serta mengajukan bukti-
bukti penelitian untuk menggambarkan, menerangkan, dan meramalkan keputusan-
keputusan orang yang berkaitan dengan kesehatan.
Becker menuliskan pendapat Kasl dan Cobb yang mengatakan bahwa biasanya orang
terlibat dengan kegiatan medis karena 3 alasan pokok , yaitu:
a) Untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala penyakit
belum dirasakan (perilaku sehat);
b) Untuk mendapatkan diagnosis penyakit dan tindakan yang diperlukan jika ada gejala
penyakit yang dirasakan (perilaku sakit); dan
23
c) Untuk mengobati penyakit, jika penyakit tertentu telah dipastikan, agar sembuh dan
sehat seperti sediakala, atau agar penyakit tidak bertambah parah (peran sakit).
Menurut Notoatmodjo, semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status
kesehatan mengacu kepada Bloom. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai
salah satu negara yang sudah maju, Bloom menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai
andil yang paling besar terhadap status kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh
perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil
yang paling kecil terhadap status kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap status kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia belum ada
penelitian. Ahli lain, Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau
dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni: faktor-faktor predisposisi (predisposing faktors),
faktor–faktor yang mendukung (enabling faktors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau
mendorong ( reinforcing faktors). Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha
intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan
pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:
a) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge)
b) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(attitude)
c) Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi
pendidikan yang diberikan (practice)
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain
kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau
objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut. Ini
selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang
diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari
sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan
(action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, di
dalam kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat langsung menimbulkan tindakan.
Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu
24
makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak
harus didasari oleh pengetahuan atau sikap.
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang ( overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b. Interest ( merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai terbentuk
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.
b. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa
manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
25
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.
Dalam bagian lain Allport, menurut Notoatmodjo, menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
c. Kecendrungan untuk bertindak
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit
polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan
membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam
berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan
mengimunisasikan anaknya untuk mencegah anaknya terkena polio.
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
1. Menerima (Receiving)
Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang
menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu
masalah
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat
sikap yang paling tinggi.
26
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung
dapat ditanyakan bagaiamana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian
ditanyakan pendapat responden.(Sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju)
c. Praktek atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap
imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah
dicapai, agar ibu tersebut dapat mengimunisasikan anaknya.
Tingkat-tingkat Praktek
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil
2. Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat
tiga.
4. Adaptasi (Adaptation)
Merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu
sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu
(recall). Pengukuran langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
IMUNISASI
27
1. Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit
dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan
ke dalam tubuh. Dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut diharapkan tubuh
dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya nanti digunakan tubuh untuk melawan
kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan
dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam
rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit
belum tentu kebal terhadap penyakit lain. (Depkes RI, 1994)
Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan
tubuh terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing
tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk
membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). (Musa, 1985)
Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang
dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit tertentu.
2. Program Imunisasi
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) telah dicanangkan oleh WHO sejak tahun
1974 dengan tujuh penyakit target yaitu difteri, tetanus, pertusis, polio, campak,
tuberkulosis, dan hepatitis B. Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke
19 untuk membasmi penyakit cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia
ditemukan pada tahun 1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara
bebas cacar.
Tahun 1977 sampai dengan tahun 1980 mulai diperkenalkan imunisasi BCG, DPT
dan TT secara berturut-turut untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC
anak, difteri, pertusis dan tetanus neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai
28
diperkenalkan antigen polio dan campak yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal
sebagai kecamatan Pengembangan Program Imunisasi (PPI). (Depkes RI, 2000)
Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4%.
Dengan strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada akhir
tahun 1989. Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan kemampuan
manajemen program. Dengan bantuan donor internasional (antara lain WHO, UNICEF,
USAID) program berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai
dinginnya serta melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin . Pada akhir tahun
1989, sebanyak 96% dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi
dasar secara teratur. (Abednego, 1997)
Dengan status program demikian, pemerintah bertekad untuk mencapai Universal
Child Immunization (UCI) yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada
akhir tahun 1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi social dan pengembangan
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir
tahun 1990. Akhirnya lebih dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap
sebelum ulang tahunnya yang pertama. (Depkes RI, 2000)
3. Macam-macam Imunisasi
Macam imunisasi ada dua, yaitu:
a) Imunisasi aktif
Bila tubuh anak membuat sendiri zat penolak terhadap suatu penyakit. Prosesnya lambat
tetapi tahan lama. Imunisasi aktif ini dapat dibagi dengan 2 cara, yaitu:
Imunisasi aktif alamiah
Artinya tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami atau sembuh dari
penyakit.
Imunisasi aktif buatan
Artinya tubuh anak akan membuat kekebalan tertentu setelah mendapat vaksin.
Misalnya, anak diberi vaksin DPT, BCG.
b) Imunisasi pasif
29
Bila tubuh anak tidak ada usaha untuk membentuk kekebalan sendiri, tetapi didapat
dari luar setelah memperoleh zat penolak (zat toxin). Prosesnya cepat tetapi hilangnya juga
cepat. Imunisasi pasif ini dapat pula terjadi dengan 2 cara, yaitu:
Imunisasi pasif alamiah / bawaan
adalah kekebalan dibawa anak sejak lahir yang diperoleh dari ibunya semasa masih
dalam kandungan. Kekebalan ini tidak berlangsung lama hanya kurang lebih lima bulan
setelah anak lahir. Misal: Difteri, Morbili, Tetanus
Imunisasi pasif buatan
Yaitu kekebalan yang diperoleh anak setelah anak mendapatkan suntikan zat
penolak. Setelah anak tersebut mendapatkan zat penolak, tubuhnya akan
mendapatkan rangsangan untuk membuat zat penolak terhadap suatu penyakit tertentu sesuai
dengan zat penolak yang diberikan. Misal: DPT, BCG.
4. Tujuan Imunisasi
Tujuan dari pemberian imunisasi adalah:
Memberikan kekebalan pada bayi dengan maksud menurunkan angka kematian dan
kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari PD3I (Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi).
Bila anak terserang sakit tidak akan terlalu parah bila dibandingkan dengan anak
yang belum mendapat imunisasi.
Mencegah terjadinya gejala sisa
5. Jenis – jenis imunisasi
1. BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya
percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ
tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal,
hati, atau selaput otak. Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang terbuat dari
Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapat basil yang
30
tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG menimbulkan sensitivitas
terhadap tuberkulin. Masih banyak perbedaan pendapat mengenai timbulnya imunitas.
BCG diberikan pada umur 2 bulan. BCG sebaiknya diberikan pada anak dengan
uji mantoux (tuberkulin) negatif. Vaksin BCG diberikan dengan dosis pemberian 0,05ml
sebanyak 1 kali untuk bayi < 1 tahun dan 0,1ml untuk anak >1 tahun. Usia lewat 2 bulan
diuji Mantoux dulu. Diberikan dengan cara disuntikan secara intarkutan di daerah lengan
kanan atas (insertio musculus deltoideus). Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan
sebelum 3 jam
Kontraindikasi BCG
Reaksi uji tuberkulin > 5 mm
Sedang menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai
sumsum tulang atau sistem limfe,
Anak dengan gizi buruk,
Sedang demam tinggi,
Menderita infeksi kulit luas,
Pernah sakit tuberkulosis
Kehamilan.
Kejadian ikutan pasca imunisasi
31
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2
minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang berubah
menjadi pustula, kemudian pecah menjadi ulkus lokal yang superfisal 3 minggu setelah
penyuntikan. Ulkus yang biasanya tertutup kusta akan sembuh dalam 2-3 bulan dan
meinggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus
yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam maka parut yang terjadi
tertarik ke dalam (retracted). Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan
meninggalkan tanda parut.\
Komplikasi
Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai. Hal ini
tergantung pada umur anak, dosis dan galur (strain) yang dipakai. Limfadenitis akan
sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul
fistula maka dapat dibersihkan (dilakukan drainage) dan diberikan obat anti tuberkulosis
oral. Pemberian obat anti tuberkulosis sistemik tidak efektif.
2. HEPATITIS B
Target di tahun 2007 adalah Indonesia bebas dari Hepatitis B. Sebesar 50% dari Ibu
hamil pengidap Hepattis B akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data
epidemiologi menyatakan sebagian kasus yang terjadi pada penderita Hepatitis B ( 10 % )
akan menjurus kepada kronis dan dari kasusu yang kronis ini 20%-nya menjadi hepatoma.
Dan kemungkinan akan kronisitas kan lebih banyak terjadi pada anak-anak Balita oleh
karena respon imun pada mereka belum sepenuhnya berkembang sempurna.Program
vaksinasi Hepatitis B (hepB) segera setelah lahir perlu lebih digalakkan mengingat vaksinasi
ini merupakan upaya yang sangat efektif untuk memutuskan rantai transmisi maternal dari
ibu kepada bayinya.
Vaksinasi hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non-infectious, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula
polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5
32
ml atau 1(buah) HB PID, pemberian suntikan secara intramuskuler, sebaiknya pada
anterolateral paha
1. Stadium hepatitis
Akut simtomatik (sub klinik)
tanda klinis tanpa keluhan kadang-kadang lemah, lesu, seperti flu.
Akut simtomatik yang khas
terdiri dari tiga tahap (stadium), yaitu:
Stadium prodromal (3-4 hari sampai 2-3 minggu)
Keluhan seperti mual, muntah, nafsu makan menurun, lesu, sakit kepala, demam disertai
pilek, batuk dan sakit tenggorokan.
Stadium ikterik (1-4 minggu)
tubuh menjadi kuning dan timbul gatal-gatal.
Stadium konvalesen (penyembuhan)
Stadium warna kuning berangsur-angsur hilang, kencing dan tinja menjadi normal, nafsu
makan meningkat.
2. Jadwal imunisasi Hepatitis B
a. Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir. Bayi lahir dari ibu dengan
status HbsAG yang tidak diketahui, hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah
lahir, dan dilanjutkan sesuai jadwal. Apabila semula status HbsAG ibu tidak diketahui
dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAG positif maka
masih dapat diberikan HBlg (hepatitis B imunoglobulin) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7
hari. Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAG-B ibu positif, dalam waktu 24-48 jam
setelah lahir bersamaan dengan vaksin HepB-1 diberikan juga HBlg 0,5 ml.
b. Hepatitis B-2 diberikan dengan interval 1 bulan dari hepB-1 (saat bayi berumur 1
bulan).
c. Hepatitis B-3 diberikan dengan interval 5 bulan dari Hep B-2 yaitu pada saat umur bayi
6 bulan.
33
3. Kejadian ikutan pasca imunisasi
Reaksi lokal: rasa sakit, kemerahan, pembengkakan disekitar tempat penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
4. Kontraindikasi :
Hiposensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain,
vaksin ini tidak diberiakan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang.
3. POLIO
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh
pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin
yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin (kuman yang
dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Di beberapa negara dikenal pula
Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio.
Terdapat 2 macam vaksin polio :
Vaksin virus polio oral (oral polio vaccine = OPV)
Berisi virus polio tipe 1, 2, dan 3 yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan
(attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan
sukrosa, dosis 2 tetes oral.
Vaksin polio inactivated (inactived poliomyelitis vaccine = IPV)
Vaksin polio inactivated berisi tipe 1, 2, 3 dibiakkan pada sel-sel vero ginjal kera dan
dibuat tidak aktif dengan formaldehid. Imunitas yang ditimbulkan oleh IPV lebih rendah
dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh OPV
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, dan IV) dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio
IV, lalu saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia
umumnya dipakai vaksin Sabin dengan jadwal bersama-sama DPT. Penting diperhatikan
setelah pemberian vaksin polio dalam 2 jam jangan diberi ASI lebih dulu karena zat anti
virus yang terdapat pada ASI akan menghancurkan vaksin polio.
34
Kontraindikasi :
demam > 38.50C
Muntah atau diare berat
Dalam pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif yang diberikan oral maupun suntikan,
Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem retikuloendotelial
(limfoma, leukemia, dan penyakit Hodgkin) dan yang mekanisme imunologisnya terganggu,
misalnya pada hipogamaglobulinemia.
jangan diberikan kepada ibu hamil pada 4 bulan pertama kehamilan, kecuali terdapat alasan
mendesak misalnya berpergian ke daerah endemis poliomielitis
Kejadian ikutan pasca imunisasi
o sebagian kecil dapat mengalami gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot.
o Kasus poliomielitis yang berkaitan dengan vaksin telah dilaporkan terjadi pada resipien
(VAPP = vaccine associated polio paralytic) maupun yang kontak dengan virus yang
menjadi neurovirulen. (VDPV = vaccine derived polio virus)
4. DTwP dan DtaP
35
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian
atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel ( tonsil ) dan terlihat selaput
puith kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri
dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui
udara ( betuk / bersin ) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.
Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “ Batuk Seratus Hari “ adalah
penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas
yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan
muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan
dalamberbunyi melengking.Penularan umumnya terjadi melalui udara ( batuk / bersin ).
Saat ini telah beredar vaksin DtaP (DTP dengan komponen acelluler pertusis)
disamping vaksin DTwP (DTP dengan komponen whole cell pertusis) yang telah kita kenal
selama ini. Kedua DTP tersebut dapat dipergunakan secara bersamaan dalam jadwal
imunisasi.
Jadwal imunisasi
Imunisasi DTwP dan DtaP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTwP atau DtaP
tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan inteval 45-6 minggu, DTwP atau
DtaP-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTwP atau DtaP-2 pada umur 3 bulan dan DTwP atau
DtaP-3 pada umur 4 bulan. Ulangan selanjutnya (DTwP atau DtaP-4) diberikan satu tahun
setelah DTwP atau DtaP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTwP atau DtaP-5 pada saat
masuk sekolah umur 5 tahun.
36
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Kejadian ikutan pasaca imunisasi toksoid difteria secara khusus sulit dibuktikan karena
selama ini pemberiannya selalu digabung bersama toksoid tetanus dan atau tanpa vaksin
pertusis.
5. CAMPAK
Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak, yaitu Vaksin yang berasal
dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmostoon B) dan Vaksin yang berasal
dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang
dicampur dengan garam aluminium). Setiap dosis (0,5ml) mengandung tidak kurang dari
1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan
30 mcg residu erythromycin.
Hasil pada penelitian litbangkes Depkes 2000, didapatkan bahwa titer antibodi
campak pada anak usia sekolah 10-12 tahun hanya tinggal 50% diantaranya yang masih
mempunyai antibodi campak diatas ambang pencegahan. Sedangkan 28,3% diantara
kelompok usia 5-7 tahun pernah menderita campak walaupun sudah diimunisasi saat bayi.
Bardasarkan hal tersebut dianjurkan pemberian imunisasi campak ulangan pada saat masuk
sekolah dasar (5-6 tahun), guna mempertinggi serokonversi. Namun apabila telah mendapat
vaksinasi MMR pada usia 15-18 bulan, ulangan campak umur 5 tahun tidak diperlukan.
37
Gejala campak dibagi 3 tahap, yaitu:
Kataral atau Prodormal
berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk, mata merah.
Erupsi
batuk menjadi bertambah, timbul bintik-bintik merah dikulit, rasa gatal, muka bengkak.
Konvalensi atau Penyembuhan
Mula-mula bintik-bintik hitam akan menghilangkan bercak coklat tua sampai hitam.
Kontraindikasi :
Demam tinggi
Dalam pengobatan imunosupresi
Orang hamil
Memiliki riwayat alergi
Dalam pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah.
Kejadian ikutan pasca imunisasi
1. Gejala KIPI berupa demam yang lebih dari 39,5oC yang terjadi pada 5-15% kasus,
demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2
hari.
2. Berbeda dengan infeksi alami demam tidak tinggi, walaupun demikian peningkatan
suhu tubuh tersebut dapat merangsang terjadinya kejang demam.
3. Ruam dapat dijumpai pada 5% resipien, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi
dan berlangsung selama 2-4 hari.
Epidimiologi dan karakteristik yang menentukan imunisasi
Faktor yang berperan yaitu:
a. Usia
Perbandingan bayi mana yangdiimunisasi dasar lengkap dan yang diimunisasi dasar
tidak lengkap
b. Jenis kelamin
38
perbandingan jumlah bayi laki-laki dan wanita yang diimunisasi dasar lengkap
c. Keadaan sosial ekonomi
umumnya bayi yang tidak diimunisasi dasar lengkap di negara yang tingkat sosial
ekonominya rendah
d. Lingkungan fisik, biologi, sosial yang kurang sehat
e. Status gizi
adalah status gizi buruk yang dapat mempengaruhi keadaan bayi tidak sehat apabila
tidak diimunisasi dasar lengkap.
Jadwal pemberian imunisasi dasar menurut depkes
Kelengkapan imunisasi
Kelengkapan imunisasi meliputi:
a. Imunisasi BCG
Yaitu berguna untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tubercolusa, dengan
kuman mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis. Diberikan sebanyak 1 kali
bagi balita yang berumur 0-11 bulan.
b. Imunisasi DPT
Yaitu berguna untuk memberikan kekebalan secara stimulan terhadap penyakit
Difteria, Pertussis dan Tetanus. Diberikan sebanyak 3 kali bagi balita yang berumur 0-11
bulan.
c. Imunisasi Polio
39
Umur Vaksinasi
2 bulan BCG, DPT 1, Polio 1
3 bulan Hepatitis B1, DPT 2, Polio 2
4 bulan Hepatitis B2, DPT 3, Polio 3
9 bulan Hepatitis B3, Campak, Polio 4
Yaitu berguna untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit polio. Diberikan
sebanyak 4 kali bagi balita yang berumur 2-11 bulan.
d. Imunisasi Campak
Yaitu berguna untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit campak, yaitu dengan
istilah penyakit gabagan (Jawa) atau morbili. Diberikan sebanyak 1 kali bagi balita yang
berumur 9-11 bulan.
e. Imunisasi Hepatitis B
Yaitu berguna untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit Hepatitis B.
Diberikan sebanyak 3 kali bagi balita yang berumur 0-11 bulan.
BAB III40
KERANGKA TEORITIS DAN KONSEP
3.1. Kerangka Teoritis
3.2 Kerangka Konsep
41
Sikap
Pemberian ASI saat imunisasi
Imunisasi saat anak sakit
Imunisasi saat anak kejang
Imunisasi pada bayi prematur
Ketaatan imunisasi
Pengetahuan
Defenisi imuniasi
Manfaat imunisasi
Cara pemberian imunisasi
Nama-nama vaksin
Syarat imunisasi
Jarak pemberian imunisasi
Penyakit yang ingin dicegah
Efek samping imunisasi
Pengetahuan ASI eksklusif
Pola Hidup Alkohol Rokok Olah raga
Praktek
Kelengkapan mendapatkan imunisasi Keteraturan pengisian KMS
Pola hidup
Jenis makanan
Pola makanan
Obat
Rokok
Olah raga
Alkohol
Tujuan pemberian ASI eksklusif
Cara pemberian ASI eksklusif
PASI
Karakteristik Umum
Umur
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Agama
Suku
Penghasilan keluarga
Jumlah anak
Kelengkapan
Imunisasi
Lengkap atau Tidak Lengkap
BAB IV
42
Sikap
Ketaatan melakukan imunisasi sesuai jadwal
Praktek
Kelengkapan mendapat imunisasi
Karakteristik Umum
Umur Pekerjaan ibu Pendidikan terakhir Penghasilan keluarga
Pengetahuan
Manfaat imunisasi Jadwal imunisasi Syarat imunisasi Defenisi imunisasi
Kelengkapan
Imunisasi
Lengkap atau Tidak Lengkap
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian merupakan cross sectional yang bertujuan menghubungkan antara variabel-
variabel penelitian melalui pengujian hipotesis yaitu untuk mengetahui hubungan pola hidup
ibu terhadap tumbuh kembang balita di Kecamatan Cipayung Tahun 2012.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus 2012 sampai September 2012.
4.3 Populasi dan Sample Penelitian
Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak balita berusia 1-5 tahun
di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur tahun 2012 berjumlah 100 orang.
Sample Penelitian
Pengambilan sample dilakukan secara Accidental Sampling
4.4 Metode Pengumpulan Data
43
Data primer adalah data yang diperoleh dari responden (langsung) melalui wawancara
berpedoman dari kuesioner yang telah disusun dan melakukan observasi kepada balita agar
dapat mencakup variable independen, yaitu : pola hidup dan karakteristik ibu, serta variable
dependen yaitu : kelengkapan imunisasi balita.
4.5 Variabel dan Definisi Operasional
Variabel penelitian terdiri dari variable bebas (independent variabel) dan variable terikat
(dependent variabel)
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel :
Variabel Dependen : Kelengkapan Imunisasi Dasar
Variabel Independen : Karakteristik
Pola Hidup
Variabel dan Definisi oprasional44
Ibu dengan Balita
No VariabelDefinisi
Operasional
Cara
PengukuranKategori
1. Pola Hidup Kebiasaan yang
dilakukan objek
Wawancara
dengan
kuisioner
Alkohol Kegiatan
meminum alkohol
yang dilakukan
berulangkali dan
teratur
Wawancara
dengan
kuisioner
Tidak Mengkonsumsi
Jarang ( 1-2x seminggu)
Sering ( 3-4x seminggu)
Sangat sering (setiap
hari)
Rokok Kegiatan
menghisap rokok
yang dilakukan
berulangkali dan
teratur
Wawancara
dengan
kuisioner
Tidak merokok
Jarang ( 1-4 batang
sehari)
Sering ( 5-12 batang
sehari)
Sangat sering (>12
batang sehari)
Olahraga Wawancara
dengan
kuisioner
Tidak pernah
Ringan ( jalan santai)
Sedang ( senam,
jogging)
Berat (Lari, berenang)
2. Karakteristik Ciri – ciri, sifat
khusus yang ada
pada suatu objek
Wawancara
dengan
kuisioner
45
Umur Lama hidup
dalam satuan
tahun saat
melahirkan anak
terakhir
Wawancara
dengan
kuisioner
Muda (< 20 tahun)
Dewasa Muda (21-25
tahun)
Dewasa (26-35 tahun)
Dewasa tua ( >35 tahun)
Pekerjaan Sesuatu yang
dikerjakan
sebagai profesi
untuk
mendapatkan
penghasilan
Wawancara
dengan
kuisioner
Ibu Rumah Tangga
Wiraswasta
Swasta
Pegawai Negeri
Sipil
Pendidikan
Terakhir
Jenjang
pendidikan formal
terakhir yang
telah diselesaikan
seseorang pada
sebuah institusi
pendidikan yang
diakui.
Wawancara
dengan
kuisioner
Tidak Sekolah
Kurang ( SD-SMP)
Cukup ( SMA )
Baik ( S1 )
Penghasilan Kemampuan
ekonomis yang
diterima
seseorang dalam
satu bulan
Wawancara
dengan
kuisioner
Sangat Kurang (<
300.000)
Kurang ( 300.000-
500.000)
Cukup( 500.000-
1.000.000)
Lebih dari cukup ( >
1.000.000 )
46
3.Pengetahuan Kemampuan yang
dimiliki ibu untuk
menjawab
sejumlah
pertanyaan tentan
imunisasi dasar
meliputi
pengertian
imunisasi,
manfaat
imunisasi, jadwal
imunisasi, dan
syarat imunisasi
Wawancara
dengan
kuisioner
Tidak baik jika < 40%
jawaban benar
Kurang baik jika 40 –
55% jawaban benar
Cukup baik jika
jawaban 56 – 75%
jawaban benar
Baik jika jawaban 76%-
100% jawaban benar
4 Sikap Cara seseorang
dalam
menanggapi /
melakukan
sesuatu
Wawancara
dengan
kuisioner
Baik
Cukup
Kurang
Ketaatan
Kunjungan
Imunisasi
Kepatuhan
kunjungan ulang
imunisasi sesuai
dengan jadwal
imunisasi
(rekomendasi
depkes) dan telah
mendapatkan
imunisasi dasar
lengkap
Wawancara
dengan
kuisoiner
-Ketaatan tinggi jika 76
– 100% sesuai jadwal
-Ketaatan sedang jika
56 – 75% sesuai jadwal
-Ketaatan rendah jika <
56% sesuai jadwal
5 Praktek Melaksanakan
secara sesuatu
secara nyata
Wawancara
dengan
47
seperti dalam
teori
kuisoiner
Tempat Imunisasi Tempat ibu
melakukan
kegiatan
imunisasi
Wawancara
dengan
kuisoiner
Baik
Kurang
Buruk
Kelengkapan
Imunisasi
Terpenuhinya
Imunisasi dasar
yang dianjurkan
oleh Kementrian
Kesehatan
Republik
Indonesia
Wawancara
dengan
kuisoiner
Baik jika anak
mendapat Imunisasi
lengkap (HiB, BCG,
Combo 1, Combo 2,
Combo 3, Campak) <
10 bulan
Cukup Baik jika anak
belum imunisasi
lengkap
BAB V
48
TABEL UNIVARIAT DAN BIVARIAT
5.1 TABEL UNIVARIAT
POLA HIDUP
Tabel 1. Distribusi tentang ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol di Puskesmas Kecamatan
Cipayung Tahun 2012
Ibu yang mengkonsumsi
minuman beralkohol
Jumlah Persntase (%)
Tidak mengkonsumsi
minuman berakolhol
187 95,41
Jarang (1-2 kali seminggu) 3 1,53
Sering (3-4 kali seminggu) 1 0,51
Sangat sering (setiap hari) 5 2,55
TOTAL 196 100
Berdasarkan dari Tabel 1. didapatkan sebagian besar responden (95,41%) tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol. Sedangkan hanya satu responden (0,51%) sering
mengkonsumsi minuman beralkohol.
Tabel 2. Distribusi jumlah batang rokok yang dikonsumsi ibu dalam satu hari di Puskesmas
Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Batang rokok yang dikonsumsi Jumlah Persentase (%)
49
ibu dalam satu hari
Tidak mengkonsumsi 166 84,69
Jarang (1-4 bbatang) 28 14,29
Sering (5-12 batang) 2 1,02
TOTAL 196 100
Berdasarkan Tabel 2. didapatkan sebagian besar responden (84,69%) tidak mengkonsumsi
rokok. Sedangkan dua responden (1,02%) sering mengkonsumsi rokok.
Tabel 3. Distribusi Olahraga yang sering ibu lakukan di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Olahraga Jumlah Persentase (%)
Tidak pernah 158 80,61 %
Ringan 26 13,27%
Sedang 2 1,02%
Berat 10 5,10 %
TOTAL 196 100%
Berdasarkan Tabel 3. didapatkan 158 responden (80,61%) tidak pernah berolahraga dan
sebanyak 2 responden (1,02%) berolahraga sedang.
KARAKTERISTIK
KARAKTERISTIK UMUM
50
Tabel 4. Distribusi usia ibu saat melahirkan anak terakhir di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun
2012
Tingkat Usia Jumlah Persentase (%)
Muda 16 8,16 %
Dewasa muda 64 32,65%
Dewasa 78 39,79%
Dewasa tua 38 19,39%
TOTAL 196 100%
Berdasarkan Tabel 4. Didapatkan 78 Responden (39,79%) Hamil Anak Terakhir Pada Saat
Usia Dewasa Dan Sebanyak 16 Responden (8,16%) Hamil Anak Terakhir Pada Saat Usia
Muda.
Tabel 5. Distribusi pekerjaan ibu di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
Ibu rumah tangga 173 88,27 %
Wiraswasta 9 4,60%
Pegawai swasta 5 2,55%
Pegwai negri sipil 9 4,60%
TOTAL 196 100%
Berdasarkan Tabel 5. didapatkan 173 responden (88,27%) bekerja sebagai Ibu rumah
tangga dan sebanyak 5 responden (2,55%) bekerja sebagai pegawai swasta.
Tabel 6. Distribusi tingkat pendidikan ibu di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun
2012
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
Tidak sekolah 1 0,50 %
51
SD/SMP dan setaranya 79 40,31%
SMA/SMA/SMEA/SMIP
dan setaranya107 54,59%
Perguruan tinggi 9 4,60%
TOTAL 196 100%
Berdasarkan Tabel 6. didapatkan 107 responden (54,59%) berpendidikan
SMA/SMA/SMEA/SMIP dan setaranya dan sebanyak 1 responden (0,50%) tidak
menempuh jenjang pendidikan sama sekali.
Tabel 7. Distribusi Penghasilan keluarga dalam satu bulan di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun
2012
Penghasilan Keluarga Jumlah Persentase (%)
< Rp 300.000,- 34 17,35 %
Rp 300.000 – Rp 500.000 56 28,57%
Rp 500.000 – Rp 1.000.000 92 44,94%
> Rp 1.000.000,- 18 9,18%
TOTAL 196 100%
Berdasarkan Tabel 7. didapatkan 92 responden (44,94%) berpenghasilan Rp 500.000 – Rp
1.000.000 dan sebanyak 18 responden (9,18%) berpenghasilan > Rp 1.000.000,-
PENGETAHUAN
Tabel 8. Distribusi mengenai pengetahuan ibu tentang imunisasi di Puskesmas Kecamatan Cipayung
Tahun 2012
52
Pengertian Imunisasi Jumlah Persentase (%)
Pemberian kekebalan tubuh terhadap
suatu penyakit dengan memasukan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh
tahan terhadap penyakit yang sedang
mewabah atau berbahaya bagi
seseorang
153 78,06%
Pemberian vitamin agar anak tumbuh
sehat
43 21,94%
TOTAL 196 100%
Berdasarkan Tabel 8. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang benar
sebanyak 153 orang (78,06%) dan sebanyak 43 orang (21,94%) menjawab pertanyaan yang
salah
Tabel 9 distribusi mengenai pengetahuan ibu tentang manfaat dari imunisasi di
Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Manfaat Imunisasi Jumlah Persentase (%)
Untuk pembentukan
kekebalan tubuh terhadap
penyakit
144 73,47%
Agar anak tidak manja 46 23,47%
Kebiasaan yang diajarkan
oleh orang tua anda
6 3,06%
TOTAL 196 100%
Berdasarkan Tabel 9. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang benar
sebanyak 144 orang (73,47%) dan sebanyak 52 orang (26,53%) menjawab pertanyaan yang
salah.
Tabel 10. distribusi mengenai pengetahuan ibu tentang jadwal pemberian imunisasi
campak di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
53
Usia pemberian imunisasi
campak
Jumlah Persentase (%)
3 – 5 bulan 2 1,02%
6 – 8 bulan 12 6,12%
9 – 10 bulan 182 92,86%
TOTAL 196 100%
Berdasarkan Tabel 10. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang benar
sebanyak 182 orang (92,86%) dan sebanyak 14 orang (7,14%%) menjawab pertanyaan yang
salah
Tabel 11. Distribusi mengenai pengetahuan ibu tentang kondisi anak yang tidak
diijinkan imunisasi di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Kondisi yang tidak
diijinkan untuk imunisasi
Jumlah Persentase (%)
Demam 4 2,04%
Batuk 17 8,67%
Diare 54 27,55%
Semua jawaban diatas benar 121 61,74%
TOTAL 196 100%
Berdasarkan Tabel 11. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang benar
sebanyak 121 orang (61,74%) dan sebanyak orang 75 (38,26%) menjawab pertanyaan yang
salah
SIKAP
54
Tabel 12. Distribusi Sikap Ibu dalam membawa balita untuk imunisasi Di Puskesmas
Kecamatan Cipayung tahun 2012
Sikap ibu dalam membawa balita untuk
imunisasi
Jumlah Persentase %
Dari lahir, disusul imunisasi lain setiap 1 bulan 177 90,30 %
Setiap 3 bulan sekali 13 6,63 %
Setiap 6 bulan sekali 4 2,04 %
Tidak membawa anak untuk imunisasi 2 1,03 %
TOTAL 196 100 %
Berdasarkan Tabel 12. didapatkan sebagian besar sejumlah 177 responden (90,30%)
membawa anak balitanya untuk imunisasi dari lahir disusul imunisasi lain setiap bulan,
sedangkan 2 responden (1,03 %) tidak membawa anak balitanya untuk imunisasi.
Tabel 13. Distribusi Imunisasi Yang Diberikan Pada Balita Usia <10 Bulan Di
Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Imunisasi Yang Diberikan Pada
Balita Usia <10 Bulan
Jumlah Persentase%
HiB, BCG, Combo I/II/III, Campak 162 82,65 %
HiB, BCG, Combo I/II/III 14 7,14 %
HiB, BCG, Combo I 20 10,21 %
TOTAL 196 100 %
Berdasarkan Tabel 13. didapatkan sebagian besar balita sejumlah 162 (82,65 %) telah
mendapatkan imunisasi HiB, BCG, Combo I/II/III, Campak saat berusia <10 bulan,
sedangkan 14 responden (7,14 %) hanya mendapatkan imunisasi HiB, BCG, Combo I/II/III
saat usia <10 bulan.
5.2 Tabel Bivariat
55
Pola Hidup
Tabel 1. Distribusi tentang ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol terhadap kelengkapan
imunisasi balita di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2012
Ibu yang
mengkonsumsi
minuman
beralkohol
Kelengkapan Imunisasi Jumlah
Lengkap Tidak Lengkap
N % N % N %
Tidak
mengkonsumsi
minuman
berakolhol
159 81,12 28 14,29 187 95,41
Jarang (1-2 kali
seminggu)
2 1,02 1 0,51 3 1,53
Sering (3-4 kali
seminggu)
0 0 1 0,51 1 0,51
Sangat sering
(setiap hari)
1 0,51 4 2,04 5 2,55
TOTAL 162 82,65 34 17,35 196 100
Berdasarkan Tabel 1. didapatkan 159 responden (81,12%) dengan tidak mengkonsumsi
minuman beralkohol dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 1 responden
(0,51%) yang sering mengkonsumsi minuman beralkohol dan memiliki kelengkapan
imunisasi. Sedangkan 28 responden (14,29%) yang tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol dan tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 1 responden (0,51%) yang
jarang dan sering mengkonsumsi alkohol, dan tidak lengkap imunisasinya.
56
Tabel 2. Distribusi jumlah batang rokok yang dikonsumsi ibu dalam satu hari terhadap kelengkapan
imunisasi balita di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2012
Batang rokok
yang
dikonsumsi
ibu dalam
satu hari
Kelengkapan Imunisasi Jumlah
Lengkap Tidak Lengkap
N % N % N %
Tidak
mengkonsumsi
134 68,36 32 16,33 166 84,69
Jarang (1-4
batang)
27 13,78 1 0,51 28 14,29
Sering (5-12
batang)
1 0,51 1 0,51 2 1,02
TOTAL 162 82,65 34 17,35 196 100
Berdasarkan Tabel 2. didapatkan 134 responden (68,36%) dengan tidak mengkonsumsi
rokok dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 1 responden (0,51%) yang
sering mengkonsumsi rokok dan memiliki kelengkapan imunisasi. Sedangkan 23 responden
(16,33%) yang tidak mengkonsumsi rokok dan tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan
pula 1 responden (0,51%) yang jarang dan sering mengkonsumsi rokokl, dan tidak lengkap
imunisasinya.
57
Tabel 3. Distribusi Olahraga Yang Sering Ibu Lakukan terhadap Kelengkapan
Imunisasi Balita Di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Olahraga Kelengkapan imunisasi TOTAL
Lengkap Tidak lengkap
N % N % N %
Tidak pernah 130 66,33% 28 14,29% 158 80,62 %
Ringan 20 10,20 % 6 3,06% 26 13,26%
Sedang 2 1,02 % 0 0% 2 1,02 %
Berat 0 5,10% 0 0 0 5,10 %
TOTAL 162 82,65% 34 17,35% 196 100%
Berdasaarkan Tabel 3. didapatkan 130 responden (66,33%) tidak pernah berolahraga dan
memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 2 responden (1,02 %) berolahraga
sedang dan memiliki kelengkapan imunisasi. Sedangkan 28 responden (14,29%) tidak
pernah berolahraga dan tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 6 responden
(3,06%) berolahraga ringan serta tidak lengkap imunisasinya.
58
KARAKTERISTIK
KARAKTERISTIK UMUM
Tabel 4. Distribusi usia ibu saat melahirkan anak terakhir Terhadap Kelengkapan
Imunisasi Balita di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Ibu Saat Melahirkan
Anak Terakhir
Kelengkapan imunisasi TOTAL
Lengkap Tidak lengkap
N % N % N %
Muda 16 8,16% 0 0% 16 8,16 %
Dewasa muda 60 30,61 % 4 2,04% 64 32,65%
Dewasa 78 39,80 % 0 0% 78 39,80%
Dewasa tua 8 4,08% 30 15,31% 38 19,39%
TOTAL 162 82,65 % 34 17,35% 196 100%
Berdasaarkan Tabel 4. didapatkan 78 responden (39,80 %) hamil anak terakhir pada saat
usia dewasa dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 8 responden (4,08%)
hamil anak terakhir pada saat usia muda dan memiliki kelengkapan imunisasi. sedangkan 30
responden (15,31%) hamil anak terakhir pada saat usia dewasa tua dan tidak lengkap
imunisasinya, dan didapatkan pula 4 responden (2,04%) hamil anak terakhir pada saat usia
dewasa muda serta tidak lengkap imunisasinya.
59
Tabel 5. Distribusi pekerjaan ibu Terhadap Kelengkapan Imunisasi Balita di
Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Jenis Pekerjaan
Kelengkapan imunisasi TOTAL
Lengkap Tidak lengkap
N % N % N %
Ibu rumah tangga 160 81,63% 13 6,63% 17
3
88,26
%
Wiraswasta 0 0 % 9 4,59% 9 4,59 %
Pegawai swasta 2 1,02 % 3 1,53% 5 2,55%
Pegawai negeri sipil 0 0% 9 % 9 4,59 %
TOTAL 162 82,65% 34 17,34% 196 100%
Berdasarkan Tabel 5. didapatkan 160 responden (81,63%) bekerja sebagai Ibu rumah tangga
dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 2 responden (1,02%) bekerja
sebagai wiraswasta dan pegawai negeri sipil serta memiliki kelengkapan imunisasi.
Sedangkan 13 responden (6,63%) bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak lengkap
imunisasinya, dan didapatkan pula 3 responden (1,53%) bekerja sebagai pegawai swasta dan
tidak lengkap imunisasinya.
60
Tabel 6. Distribusi tingkat pendidikan ibu Terhadap Kelengkapan Imunisasi Balita di
Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Tingkat Pendidikan
Kelengkapan imunisasi TOTAL
Lengkap Tidak lengkap
N % N % N %
Tidak sekolah 0 0% 1 0,51% 1 0,51 %
SD/SMP dan setaranya 70 35,71 % 9 4,59% 79 40,30%
SMA/SMA/SMEA/SMIP
dan setaranya
83 42,35 % 24 12,25% 107 54,60%
Perguruan tinggi 4,59% 9 4,59%
TOTAL 162 82,65% 34 17,35% 196 100%
Berdasarkan Tabel 6. didapatkan 83 responden (42,35 %) tingkat pendidikan
SMA/SMA/SMEA/SMIP dan setaranya dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan
didapatkan pula 9 responden (4,59%) tingkat pendidikan perguruan tinggi dan memiliki
kelengkapan imunisasi. sedangkan 24 responden (12,25%) dengan tingkat pendidikan
SMA/SMA/SMEA/SMIP dan setaranya dan Tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan
pula 1 responden 0,51% yang Tidak menempuh jenjang pendidikan sama sekali serta Tidak
lengkap imunisasinya.
61
Tabel 7. Distribusi Tentang Penghasilan Keluarga per Bulan Terhadap Kelengkapan
Imunisasi Balita di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012
PENGHASILAN PER
BULAN
Kelengkapan imunisasi TOTAL
Lengkap Tidak lengkap
N % N % N %
< Rp 300.000,- 30 15,31% 4 2,04% 34 17,35 %
Rp 300.000 – Rp 500.000 25 12,76 % 27 13,76% 56 26,52%
Rp 500.000 – Rp 1.000.000 90 45,92 % 2 1,02% 92 46,94%
> Rp 1.000.000,- 8,67% % 9,18%
TOTAL 162 82,66% 34 17,33% 196 100%
Berdasaarkan Tabel 7. didapatkan 90 responden (45,92 %) dengan penghasilan Rp 500.000
– Rp 1.000.000 dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 17 responden
(8,67%) dengan penghasilan > Rp 1.000.000,-dan memiliki kelengkapan imunisasi.
Sedangkan 27 responden (13,76%) dengan penghasilan Rp 300.000 – Rp 500.000 dan Tidak
lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 1 responden (0,51%) dengan penghasilan > Rp
1.000.000,- dan dan Tidak lengkap imunisasinya.
62
Tabel 8. Distribusi Sikap Ibu dalam membawa balita untuk imunisasi di Puskesmas Kecamatan
Cipayung 2012
Sikap ibu
dalam
membawa
balita untuk
imunisasi
Kelengkapan imunisasi TOTAL
Lengkap Tidak lengkap
N % N % N %
Tinggi 160 81,63 17 8,67 177 90,30
Sedang 1 0,51 12 6,12 13 6,63
Rendah 1 0,51 3 1,53 4 2,04
Buruk 0 0 2 1,03 2 1,03
TOTAL 162 82,65% 34 17,35% 196 100%
Berdasarkan Tabel 8. didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 160 orang
(81.63%) ibu membawa balitanya untuk imunisasi lengkap dan sebanyak 2 responden
(1,03%) ibu Tidak membawa balitanya untuk imunisasi lengkap.
Tabel 9. Distribusi Imunisasi Yang Diberikan Pada Balita Usia <10 Bulan Terhadap Kelengkapan
Imunisasi Balita di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2012
Imunisasi Yang
Diberikan Pada
Balita Usia <10
Bulan
Kelengkapan imunisasi TOTAL
Lengkap Tidak lengkap
N % N % N %
Baik 160 81,63 2 1,02 162 82,65
Cukup Baik 2 1,02 12 6,12 14 7,14
Kurang Baik 0 0 0 0 0 0
Buruk 0 0 20 10,21 20 10,21
TOTAL 162 82,65% 34 17,35% 196 100%
Berdasarkan Tabel 9. didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 160 orang
(81.63%) mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan dan sebanyak 20 responden
(10,21%) Tidak mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan
63
Tabel 10. Distribusi mengenai pengetahuan ibu akan pengertian imunisasi dengan
kelengkapan imunisasi di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2012
Pengetahuan
Ibu Tentang
Imunisasi
Kelengkapan imunisasi TOTAL
Lengkap Tidak lengkap
N % N % N %
Tidak Baik 0 0 1 0,51% 1 0,51%
Kurang Baik 1 0,51% 3 1.53% 4 2,04%
Cukup Baik 15 7,65% 5 2,55% 20 10,20%
Baik 146 74,49% 25 12,76% 171 87,25%
TOTAL 162 82,65 34 17,35 196 100
Berdasarkan Tabel 10. didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 146 orang (74,49%)
memiliki pengetahuan baik tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10
bulan, sedangkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 25 orang (12,76%) memiliki
pengetahuan baik tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan dan
didapatkan sebanyak 1 responden (0,51%) pengetahuan ibu tidak baik tentang imunisasi dan
tidak mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan
64
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 TABEL UNIVARIAT
Berdasarkan dari Tabel 1. didapatkan sebagian besar responden (95,41%) tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol. Sedangkan hanya satu responden (0,51%) sering
mengkonsumsi minuman beralkohol. Apabila ibu pengkonsumsi alkohol maka ibu tidak
dapat menjalankan tugasnya sebagai ibu dengan baik. Hal ini dikarenakan alkohol
mempunyai dampak dari berbagai aspek yaitu fisik, psikologis, orang tua dan keluarga, dan
sosial. Sehingga ibu tidak peduli dengan kesehatan anaknya salah satunya dengan tidak
membawa anaknya imunisasi.
Berdasarkan Tabel 2. didapatkan sebagian besar responden (84,69%) tidak
mengkonsumsi rokok. Sedangkan dua responden (1,02%) sering mengkonsumsi rokok.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebutkan
bahwa jumlah perokok Indonesia terbanyak ketiga di seluruh dunia. "Indonesia berada di
peringkat ketiga setelah Cina dan India, di atas Rusia dan Amerika," kata Ketua Umum
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Adang Bactiar mengutip data WHO.
Dalam deklarasi Koalisi Profesi Kesehatan Anti Rokok di Jakarta, Kamis, Adang
menyebutkan bahwa 4,8 persen dari 1,3 milyar perokok di dunia berasal dari Indonesia.
Jumlah perokok di Indonesia, menurut dia, juga diperkirakan terus meningkat karena
konsumsi rokok remaja laki-laki yang tahun 1995 hanya 13,7 persen naik menjadi 37,3
persen tahun 2007. Perokok wanita jumlahnya juga meningkat dari 0,3 persen pada tahun
1995 menjadi 1,6 persen tahun 2007.
Berdasarkan Tabel 3. didapatkan 158 responden (80,61%) tidak pernah berolahraga
dan sebanyak 2 responden (1,02%) berolahraga sedang. Olahraga ringan selama masa
kehamilan tidak hanya bermanfaat untuk memberikan energi ekstra untuk tubuh. Tapi, juga
akan membuat mood lebih baik dan menjaga otot tetap kencang. Selain itu, juga
meningkatkan kualitas tidur dan tentunya akan memudahkan persalinan, bahkan sampai
pemulihan paskakehamilan. Hal ini didasarkan pada studi American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Namun, tentu saja porsi latihan Anda tidak perlu
berat. Cukup yang ringan, aman, efektif, dan tingkat kesulitannya sedikit, Latihan terbaik.
65
Berjalan kaki merupakan latihan yang sangat bermanfaat, di samping untuk meredakan stres,
olahraga ini juga baik untuk tulang dan sendi Anda.Latihan renang juga bagus. Justru
olahraga ini dianjurkan para dokter kandungan bagi ibu hamil, bahkan pada kehamilan
bermasalah atau kontra indikasi absolute. Biasanya ibu hamil memiliki masalah dengan
berat badan dan lututnya, sebab dia menopang berat tubuh janin dan dirinya.Nah, renang
adalah kegiatan non-weight bearing, yakni aktivitas yang gaya gravitasi buminya rendah. Di
dalam kolam tubuh terasa lebih ringan dan ibu hamil tidak merasa ada beban karena
ditopang air sehingga memiliki daya angkat.Latihan mengayuh sepeda juga sangat baik,
asalkan dengan tingkat kesulitan dan kecepatan yang tepat dan nyaman.
Berdasarkan Tabel 4. Didapatkan sepertiga yaitu 78 Responden (39,79%) Hamil
Anak Terakhir Pada Saat Usia Dewasa Dan Sebanyak 16 Responden (8,16%) Hamil Anak
Terakhir Pada Saat Usia Muda. Ini menunjukkan bahwa responden termasuk dalam
kelompok usia produktif dimana menurut data dari departemen kesehatan pada tahun 2009
dikatakan bahwa komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, adalah penduduk
yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 26,96%, yang berusia produktif (15-64 tahun)
sebesar 67,92% dan yang berusia tua (> 65 tahun) sebesar 5,12% (depkes.go.id.profil
kesehatan Indonesia 2009).
Berdasarkan Tabel 5. didapatkan hampir setengah responden (44,94%) dengan lama
persalinan normal memiliki penghasilan keluarga 1-3 juta per bulan dan sebanyak 7
responden (10%) dengan lama persalinan yang tidak normal memiliki penghasilan keluarga
1-3 juta rupiah per bulan. Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makanan, pola
kebersihan, pola gizi, kunjungan ke dokter untuk antenatal care dan lain-lain. Selain itu
pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan yang
berhubungan dengan gizi. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan
yang diperoleh, dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase
dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa jenis makanan lainnya
(Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007). Keluarga dengan pendapatan terbatas
kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya, serta kondisi sosial ekonomi yang
mempengaruhi tingkat daya beli manusia terhadap bahan pangannya. Pekerjaan orang tua
terutama ibu mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak. Ibu yang baik
dapat menjaga dan melakukan tugas-tugas dirumah, memperhatikan perawatan anak baik
66
makanan atau kesehatan, membina dan membimbing anak. Peran tersebut akan sangat ideal
jika ibu tinggal di rumah saja. Namun dengan semakin sullitnya keadaan ekonomi keluarga
menghendaki peran ibu harus bergeser sehingga di tuntut serta bisa menyeimbangkan
kehidupan keluarga dan bekerja.
Berdasarkan dari Tabel 6, didapatkan bahwa 40,31% ibu-ibu adalah lulusan SMP,
54,59% lulusan SMA dan 4,60% lulusan perguruan tinggi. Ini menunjukan bahwa hampir
seluruh responden telah menerima pendidikan wajib sembilan tahun, yang diharapkan
mereka mengetahui tentang imunisasi.
Berdasarkan dari Tabel 7. didapatkan 92 responden (44,94%) yang berpenghasilan
Rp 500.000 – Rp 1.000.000 dan sebanyak 18 responden (9,18%) berpenghasilan > Rp
1.000.000,-. Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah
tingkat sosial ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk
membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal dan kelengkapannya. Biasanya keluarga
dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan
makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya, serta kondisi
sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat daya beli manusia terhadap bahan pangannya.
Status ekonomi keluarga adalah kedudukan seseorang atau keluarga secara ekonomis
ditinjau dari pendapatan yang diperoleh setiap anggota keluarga setiap bulan (Departemen
Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007). Status ekonomi terlebih jika yang bersangkutan hidup
dibawah garis kemiskinan (keluarga prasejahtera) berguna untuk pemastian apakah ibu
berkemampuan membeli dan memilih makanan yang bernilai gizi tinggi (Arisman, 2007).
Perpaduan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi yang sangat tidak merata
akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Namun berkat program pemerintah di
Puskesmas maka terlihat perbedaan yang ada pada program imunisasi sehingga kelengkapan
imunisasi dapat terjangkau di kalangan prasejahtera. Semakin tinggi pendapatan maka
semakin rendah jumlah kemiskinan absolut. Namun tingginya tingkat pendapatan perkapita
tidak menjamin rendahnya tingkat kemiskinan absolut (Lia, 2007).
Berdasarkan Tabel 8. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang
benar sebanyak 153 orang (78,06%) dan sebanyak 43 orang (21,94%) menjawab pertanyaan
yang salah. Menurut data WHO sekitar 194 negara maju maupun sedang berkembang tetap
melakukan imunisasi rutin pada bayi dan balitanya. Negara maju dengan tingkat gizi dan
67
lingkungan yang baik tetap melakukan imunisasi rutin pada semua bayinya, karena terbukti
bermanfaat untuk bayi yang diimunisasi dan mencegah penyebaran keanak sekitarnya.
Setiap tahun sekitar 85-95% bayi dinegara-negara tersebut mendapat imunisasi rutin,
sedangkan sisanya belum terjangkau imunisasi karena menderita penyakit tertentu, sulitnya
akses terhadap layanan imunisasi, hambatan jarak, geografis, keamanan, sosial-ekonomi dan
lain-lain. Imunisasi bukan hanya program kesehatan di Indonesia tapi juga program dunia
(WHO). Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak itu, karena rendahnya
kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan
masyarakat pada imunisasi. Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang
dimasyarakat. Banyak pula orang dan kalangan praktisi tertentu kawatir terhadap resiko dari
beberapa vaksin. Masalah pengertian, pemahaman, kepatuhan ibu dalam program program
imunisasi bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan
yang memadai tentang hal itu diberikan.
Berdasarkan dari Tabel 9. didapatkan hampir lebih dari setengah responden
(73,47%) mengerti manfaat imunisasi. Ini menunjukkan bahwa kebanyakan responden pada
puskesmas cipayung mengerti dan tahu apa manfaat imunisasi untuk balita , manfaat
imunisasi adalah sebua informasi yang didapat dari berbagai sumber, salah satunya dari
pendidikan yang didapat, dimana menurut Nursalam (2001) bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak
pula pengetahuan yang dimiliki. Responden yang berpendidikan tinggi akan mudah
menyerap informasi, sehingga ilmu pengetahuan yang dimiliki lebih tinggi namun
sebaliknya orang tua yang berpendidikan rendah akan mengalami hambatan dalam
menyerap informasi sehingga ilmu yang dimiliki juga lebih rendah yang berdampak pada
kehidupannya.( Nursalam. (2003) Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta, Salemba Medika).
Berdasarkan Tabel 10. sebanyak 182 orang (92,86%) memiliki pengetahuan baik
tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan dan sebanyak 14
orang (7,14%%) menjawab pertanyaan yang salah Hal ini menunjukkan bahwa responden di
Kecamatan Cipayung memiliki pengetahuan tentang imunisasi, mengetahui tentang
kelengkapan imunisasi, dan memberikan imunisasi secara lengkap kepada para balita.
68
Berdasarkan Tabel 11. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang
benar sebanyak 121 orang (61,74%) dan sebanyak orang 75 (38,26%) menjawab pertanyaan
yang salah. Mayoritas pengetahuan ibu tentang kondisi anak yang tidak diijinkan imunisasi
cukup baik hal ini dikarenakan minat untuk mengetahui tentang imunisasi atau juga karena
penyuluhan yang mereka terima atau memperoleh informasi tentang imunisasi dari
posyandu.
Berdasarkan Tabel 12. didapatkan sebagian besar sejumlah 177 responden (90,30%)
membawa anak balitanya untuk imunisasi dari lahir disusul imunisasi lain setiap bulan,
sedangkan 2 responden (1,03 %) tidak membawa anak balitanya untuk imunisasi. Menurut
data WHO sekitar 194 negara maju maupun sedang berkembang tetap melakukan imunisasi
rutin pada bayi dan balitanya. Negara maju dengan tingkat gizi dan lingkungan yang baik
tetap melakukan imunisasi rutin pada semua bayinya, karena terbukti bermanfaat untuk bayi
yang diimunisasi dan mencegah penyebaran keanak sekitarnya. Setiap tahun sekitar 85-95%
bayi dinegara-negara tersebut mendapat imunisasi rutin, sedangkan sisanya belum
terjangkau imunisasi karena menderita penyakit tertentu, sulitnya akses terhadap layanan
imunisasi, hambatan jarak, geografis, keamanan, sosial-ekonomi dan lain-lain. Imunisasi
bukan hanya program kesehatan di Indonesia tapi juga program dunia (WHO).
6.2 TABEL BIVARIAT
Berdasarkan Tabel 1. didapatkan 159 responden (81,12%) dengan tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan
pula 1 responden (0,51%) yang sering mengkonsumsi minuman beralkohol dan memiliki
kelengkapan imunisasi. Sedangkan 28 responden (14,29%) yang tidak mengkonsumsi
minuman beralkohol dan tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 1 responden
(0,51%) yang jarang dan sering mengkonsumsi alkohol, dan tidak lengkap imunisasinya.
Apabila ibu pengkonsumsi alkohol maka ibu tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai ibu
dengan baik. Hal ini dikarenakan alkohol mempunyai dampak dari berbagai aspek yaitu
fisik, psikologis, orang tua dan keluarga, dan sosial. Sehingga ibu tidak peduli dengan
kesehatan anaknya salah satunya dengan tidak membawa anaknya imunisasi.
69
Berdasarkan Tabel 2. didapatkan 134 responden (68,36%) dengan tidak
mengkonsumsi rokok dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 1
responden (0,51%) yang sering mengkonsumsi rokok dan memiliki kelengkapan imunisasi.
Sedangkan 23 responden (16,33%) yang tidak mengkonsumsi rokok dan tidak lengkap
imunisasinya, dan didapatkan pula 1 responden (0,51%) yang jarang dan sering
mengkonsumsi rokok, dan tidak lengkap imunisasinya. Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (World Health Organization/WHO) menyebutkan bahwa jumlah perokok Indonesia
terbanyak ketiga di seluruh dunia. "Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Cina dan
India, di atas Rusia dan Amerika," kata Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia (IAKMI) Adang Bactiar mengutip data WHO. Dalam deklarasi Koalisi Profesi
Kesehatan Anti Rokok di Jakarta, Kamis, Adang menyebutkan bahwa 4,8 persen dari 1,3
milyar perokok di dunia berasal dari Indonesia. Jumlah perokok di Indonesia, menurut dia,
juga diperkirakan terus meningkat karena konsumsi rokok remaja laki-laki yang tahun 1995
hanya 13,7 persen naik menjadi 37,3 persen tahun 2007. Perokok wanita jumlahnya juga
meningkat dari 0,3 persen pada tahun 1995 menjadi 1,6 persen tahun 2007.
Berdasaarkan Tabel 3. didapatkan 130 responden (66,33%) tidak pernah berolahraga
dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 2 responden (1,02 %)
berolahraga sedang dan memiliki kelengkapan imunisasi. Sedangkan 28 responden (14,29%)
tidak pernah berolahraga dan tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 6 responden
(3,06%) berolahraga ringan serta tidak lengkap imunisasinya. Olahraga ringan selama masa
kehamilan tidak hanya bermanfaat untuk memberikan energi ekstra untuk tubuh. Tapi, juga
akan membuat mood lebih baik dan menjaga otot tetap kencang. Selain itu, juga
meningkatkan kualitas tidur dan tentunya akan memudahkan persalinan, bahkan sampai
pemulihan paskakehamilan. Hal ini didasarkan pada studi American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Namun, tentu saja porsi latihan Anda tidak perlu
berat. Cukup yang ringan, aman, efektif, dan tingkat kesulitannya sedikit, Latihan terbaik.
Berjalan kaki merupakan latihan yang sangat bermanfaat, di samping untuk meredakan stres,
olahraga ini juga baik untuk tulang dan sendi Anda.Latihan renang juga bagus. Justru
olahraga ini dianjurkan para dokter kandungan bagi ibu hamil, bahkan pada kehamilan
bermasalah atau kontra indikasi absolute. Biasanya ibu hamil memiliki masalah dengan
berat badan dan lututnya, sebab dia menopang berat tubuh janin dan dirinya.Nah, renang
adalah kegiatan non-weight bearing, yakni aktivitas yang gaya gravitasi buminya rendah. Di
70
dalam kolam tubuh terasa lebih ringan dan ibu hamil tidak merasa ada beban karena
ditopang air sehingga memiliki daya angkat.Latihan mengayuh sepeda juga sangat baik,
asalkan dengan tingkat kesulitan dan kecepatan yang tepat dan nyaman.
Berdasarkan Tabel 4. Didapatkan 78 responden (39,80 %) hamil anak terakhir pada
saat usia dewasa dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 8 responden
(4,08%) hamil anak terakhir pada saat usia muda dan memiliki kelengkapan imunisasi.
sedangkan 30 responden (15,31%) hamil anak terakhir pada saat usia dewasa tua dan tidak
lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 4 responden (2,04%) hamil anak terakhir pada
saat usia dewasa muda serta tidak lengkap imunisasinya. Ini menunjukkan bahwa responden
termasuk dalam kelompok usia produktif dimana menurut data dari departemen kesehatan
pada tahun 2009 dikatakan bahwa komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur,
adalah penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 26,96%, yang berusia produktif
(15-64 tahun) sebesar 67,92% dan yang berusia tua (> 65 tahun) sebesar 5,12%
(depkes.go.id.profil kesehatan Indonesia 2009).
Berdasarkan Tabel Bivariat 5. didapatkan 160 responden (81,63%) bekerja sebagai
Ibu rumah tangga dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 2 responden
(1,02%) bekerja sebagai wiraswasta dan pegawai negeri sipil serta memiliki kelengkapan
imunisasi. Sedangkan 13 responden (6,63%) bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak
lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 3 responden (1,53%) bekerja sebagai pegawai
swasta dan tidak lengkap imunisasinya. Ibu yang bekerja hendaknya benar-benar membagi
waktunya agar tugas rumah tangga dapat diselesaikan dengan baik dan anak-anak juga
mendapat perhatian. . Kegiatan ekonomi ibu kan berdampak negatif terhadap perawatan
anak hanya jika kegiatan itu tidak dapat dijalankan selaran dan bersama-sama dan pengasuh
anak dengan baik. Berpendapat bahwa dalam anak yang sehat tidak terletak dalam kuantitas
waktu yang diberikan oleh tubuh tetapi pada kualitas pengasuhan yang mereka terima,
termasuk dalam imunisasi anak.
Berdasarkan Tabel 6. didapatkan bahwa dari hampir keseluruhan responden yang
telah lulus SMP (99,49%) tidak dapat dijamin kelengkapan imunisasi bagi balita mereka.
Didapatkan 17,20% responden yang telah lulus SMP atau wajib belajar sembilan tahun tidak
lengkap imunisasi balitanya. Ini menunjukan bahwa status pendidikan ibu tidak begitu
berpengaruh terhadap kelengkapan imunisasi.
71
Berdasarkan Tabel 7. didapatkan hampir setengah 45,92 % responden dengan
penghasilan Rp 500.000 – Rp 1.000.000 dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan
didapatkan pula 8,67% responden dengan penghasilan > Rp 1.000.000,-dan memiliki
kelengkapan imunisasi. Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makanan, pola
kebersihan, pola gizi, kunjungan ke dokter dan lain-lain. Selain itu pendapatan merupakan
faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan yang berhubungan dengan
gizi yang juga akan mempengaruhi imunitas seseorang. Semakin banyak mempunyai uang
berarti semakin baik makanan yang diperoleh, dengan kata lain semakin tinggi penghasilan,
semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan
beberapa jenis makanan lainnya (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007). Keluarga
dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan
makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya, serta kondisi
sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat daya beli manusia terhadap keperluan primer,
sekunder maupun tersiernya. Ternyata masih saja didapatkan 0,51% responden dengan
penghasilan > Rp 1.000.000,- dan 13,76% responden dengan penghasilan Rp 300.000 – Rp
500.000 namun keduanya tidak lengkap imunisasinya.
Berdasarkan Tabel 8. didapatkan sebagian besar lebih dari setengah responden
yaitu sebanyak 160 orang (81.63%) ibu membawa balitanya untuk imunisasi lengkap dan
sebanyak 2 responden (1,03%) ibu tidak membawa balitanya untuk imunisasi lengkap.
Menurut data WHO sekitar 194 negara maju maupun sedang berkembang tetap melakukan
imunisasi rutin pada bayi dan balitanya. Negara maju dengan tingkat gizi dan lingkungan
yang baik tetap melakukan imunisasi rutin pada semua bayinya, karena terbukti bermanfaat
untuk bayi yang diimunisasi dan mencegah penyebaran keanak sekitarnya. Setiap tahun
sekitar 85-95% bayi dinegara-negara tersebut mendapat imunisasi rutin, sedangkan sisanya
belum terjangkau imunisasi karena menderita penyakit tertentu, sulitnya akses terhadap
layanan imunisasi, hambatan jarak, geografis, keamanan, sosial-ekonomi dan lain-lain.
Imunisasi bukan hanya program kesehatan di Indonesia tapi juga program dunia (WHO).
Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak itu, karena rendahnya kesadaran
yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat
pada imunisasi. Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dimasyarakat.
Banyak pula orang dan kalangan praktisi tertentu kawatir terhadap resiko dari beberapa
vaksin. Masalah pengertian, pemahaman, kepatuhan ibu dalam program program imunisasi
72
bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang
memadai tentang hal itu diberikan.
Berdasarkan Tabel 9. didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 160 orang
(81.63%) mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan dan sebanyak 20 responden
(10,21%) tidak mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan. Ini menunjukkan
bahwa responden termasuk dalam kelompok mengerti tentang imunisasi. Pemahaman
tentang pentingnya imunisasi merupakan suatu dorongan pada ibu untuk mengetahui jadwal
imunisasi dan bagaimana cara mendapatkannya. Pengetahuan ibu akan mempengaruhi
perilaku ibu dalam imunisasi terhadap bayinya. Selain pengetahuan imunisasi ibu, perilaku
juga dipengaruhi oleh pengalaman, sosial ekonomi, fasilitas (sarana dan jarak pelayanan),
budaya, paritas (jumlah anak) dan sebagainya. Tetapi diantara faktor-faktor tersebut untuk
terbentuknya perilaku yang langgeng adalah perilaku yang disadari oleh pengetahuan dan
kesadaran (Notoatmodjo, 2003: 128). Pengetahuan ibu tentang imunisasi akan membentuk
sikap positif terhadap kegiatan imunisasi. Imunisasi tanpa didukung dengan kesadaran
masyarakat tidaklah akan berarti, tentunya akan banyak kendala untuk mencapai target
100% (Ary Chandra herawati, 2007). Jadi dapat disimpulkan distribusi imunisasi pada balita
< 10 bulan, pada tabel bivariat menunjukkan gejala yang benar secara teori maupun
dilapangan, karena perilaku ibu yang terbentuk agar tahu dan mau mengerti serta
menjalankan jadwal imunisasi sehingga mencapai imunisasi yang lengkap dipengaruhi oleh
pendidikan, umur, pengalaman, serta pengaruh lingkungan yang mendominasi pengaruh
terhadap perilaku ibu yang ada di kecamatan cipayung.
Berdasarkan Tabel 10. didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 146
orang (74,49%) memiliki pengetahuan baik tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi
lengkap pada usia <10 bulan dan didapatkan sebanyak 0 responden (0%) pengetahuan ibu
tidak baik tentang imunisasi dan tidak mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan,
sedangkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 25 orang (12,76%) memiliki
pengetahuan baik tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10
bulan dan didapatkan sebanyak 1 responden (0,51%) pengetahuan ibu tidak baik tentang
imunisasi dan tidak mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan. pemberian
imunisasi yang terbaik adalah pemberian yang tepat jadual. bila tidak, perlindungan terhadap
penyakit yang ingin ditangkal, menjadi tidak optimal.boleh ditunda, bila kondisi anak
73
sedang sakit. bila anak sudah sehat segera lengkapi imunisasinya. BCG diberikan 1 kali
(pada usia 1 bulan), DPT diberikan 3 kali (pada usia 2,3,dan 4 bulan), Polio diberikan 4 kali
(pada usia 1,2,3, dan 4 bulan), Campak diberikan 1 kali (pada usia 9 bulan), dan Hepatitis B
diberikan 1 kali (pada usia 0-7 hari).
74
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN
1. Sebanyak 159 responden (81,12%) dengan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol dan
memiliki kelengkapan imunisasi, dan 2 responden (1,02%) sering mengkonsumsi alkohol
dan tidak lengkap imunisasinya.
2. Sebanyak 159 responden (81,12%) dengan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol dan
memiliki kelengkapan imunisasi, didapatkan pula 1 responden (0,51%) yang jarang dan
sering mengkonsumsi alkohol, dan tidak lengkap imunisasinya.
3. Dari 187 responden yang tidak mengkonsumsi alkohol, Sebanyak 159 responden (81,12%)
memiliki kelengkapan imunisasi dan didapatkan juga 28 responden (14,29%) tidak lengkap
imunisasinya
4. Sebanyak 134 responden (68,36%) dengan tidak mengkonsumsi rokok memiliki
kelengkapan imunisasi. Dan hanya 1 responden (0,51%) yang jarang dan sering
mengkonsumsi rokok, tidak lengkap imunisasinya
5. Sebanyak 134 responden (68,36%) dengan tidak mengkonsumsi rokok memiliki
kelengkapan imunisasi. Sedangkan yang mengkonsumsi rokok sebanyak 27 responden
(13,87%) juga memberikan imunisasi lengkap kepada anaknya.
6. Didapatkan responden yang tidak pernah berolahraga dan memiliki kelengkapan imunisasi
sebanyak 130 responden (66,33%) dan didapatkan pula 32 responden (16%) berolahraga
ringan - berat memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya
7. Sebanyak 32 responden (16%) yang berolah raga ringan – berat memberikan imunisasi
terhadap balitanya dan 28 responden (14%) yang tidak berolah raga tidak memberikan
imunisasi terhadap balitanya.
75
8. Sebanyak 78 responden (39%) melahirkan anak terakhir pada saat usia dewasa memberikan
imunisasi lengkap terhadap balitanya dan tidak ada responden yang memberikan imunisasi
tidak lengkap terhadap balitanya.
9. Dari 80 responden yang melahirkan anak terakhirnya pada usia dewasa muda ke bawah, ada
76 responden (38 %) memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya dan hanya 4
responden yang tidak memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya.
10. Dari 38 responden yang melahirkan anak terakhirnya pada usia dewasa tua hanya 8
responden (4%) yang memberikan imunisasi lengakap terhadap balitanya sedangkan 30
(15%) responden usia tua lainnya tidak memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya.
11. Sebanyak 160 responden (81,63%) yang bekerja sebagai ibu rumah tangga memberikan
imunisasi lengkap terhadap balitanya dan hanya 21 responden ( 10,5%) yang aktif bekerja
diluar rumah tidak memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya.
12. Sebanyak 160 responden (81,63%) yang bekerja sebagai ibu rumah tangga memberikan
imunisasi lengkap terhadap balitanya dan hanya 2 responden (1%) yeng memberikan
imunisasi lengkap terhadap balitanya.
13. Dari 175 responden yang berkerja sebagai ibu rumah tangga terdapat 160 responden
(81,63%) yang memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya dan 13 (6,5%) responden
lainnya tidak memberikan iminisasi lengkap terhadap balitanya.
14. Hampir keseluruhan responden yang telah lulus SMP (97,5%) tidak dapat dijamin
kelengkapan imunisasi bagi balita mereka. Didapatkan 17 responden (20%) yang telah lulus
SMP atau wajib belajar sembilan tahun tidak lengkap imunisasi balitanya.
15. Dari 195 responden dengan pendidikan sekolah SMP keatas terdapat 70 responden (35%)
lulusan SMP, 83 responden (41,5%) lulusan SMA atau setingkat dan 9 responden (0,45%)
lulusan perguruan tinggi.
16. Lebih dari setengah (53,5% ) respoden yang bepenghasilan dalam keluarga > Rp.500.000,-
memiliki kelengkapan imunisasi. dan hanya 3 responden (0,15%) tidak memberikan
imunisasi lengkap terhadap balitanya
76
17. Sebanyak 107 responden dengan penghasilan > Rp 500.000,- memberikan imunisasi
lengkap terhadap balitanya sedangkan 31 responden (15,5%) dengan penghasilan < RP
500.000,-tidak memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya.
18. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 161 orang (80,5%) yang sering membawa
balitanya ke puskesmas memiliki imunisasi lengkap dan sebanyak 1 responden (0,5%) yang
jarang membawa balitanya ke puskesmas tidak memiliki imunisasi lengkap.
19. Sebanyak 161 responden (80,5%) yang sering membawa balitanya ke puskesmas
memberikan imunisasi lengkap terhadap anaknya sedangkan 29 responden (29%) yang
jarang membawa anaknya ke puskesmas tidak memberikan imunisasi lengkap terhadap
balitanya.
20. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 160 orang (81.63%) mendapatkan imunisasi
lengkap pada usia <10 bulan dan sebanyak 20 responden (10,21%) tidak mendapatkan
imunisasi lengkap pada usia <10 bulan
21. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 146 orang (74,49%) memiliki pengetahuan baik
tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan dan didapatkan
sebanyak 4 responden (2%) pengetahuan ibu tidak baik tentang imunisasi dan tidak
mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan
7.2 SARAN
Saran untuk Ibu – ibu di Kecamatan Cipayung :
1. Agar meningkatkan pola hidup sehat ibu guna menjadi motivasi dalam memberikan
imunisasi terhadap balitanya
2. Agar lebih rajin berolah raga terutama olah raga ringan pada saat kehamilan guna
meningkatkan kesehatan ibu dan janin serta menjadi motivasi dalam memberikan imunisasi
terhadap balitanya
3. Agar ingin ikut aktif dalam penyuluhan yang diadakan baik oleh puskesmas atau pun
lingkungan sekitar guna meningkatkan pemahaman tentang imunisasi
77
4. Agar ibu lebih memahami tentang arti dan manfaat imunisai harus ditingkatkan agar ibu
dapat memiliki motivasi untuk membawa balitanya imunisasi.
5. Agar mengandung anak pada usia produktif guna dapat turut aktif dalam kegiatan imunisasi
6. Agar bekerja dapat membagi perhatian terhadapa balitanya apapun pekerjaannyasehingga
dapat lebih fokus dalam merawat balitanya serta dapat membawa balitanya imunisasi ke
puskesmas
7. Agar pekerjaan dari seorang ibu seharusnya tidak membatasi kesadaran ibu untuk membawa
balitanya imunisasi.
8. Agar pedapatan dalam keluarga sebaiknya tidak mempengaruhi kesadaran ibu untuk
membawa balitanya imunisasi, sehingga diharapkan agar setiap kepala keluarga berusaha
mencari nafkah sebaik mungkin.
9. Agar meningkatkan pengetahuan ibu tentang kesehatan guna terlaksananya program
imunisasi.
Saran untuk Puskesmas Kecamatan Cipayung
1) Agar puskesmas memotivasi ibu hamil untuk memberikan imunisasi terhadap anaknya
dengan melakukan penyuluhan – penyuluhan baik berkelompok ataupun memberikan
edukasi terhadap ibu yang sedang memeriksakan kehamilan ataupun balitanya yang sedang
sakit
2) Agar puskesmas mau mengontrol dan mengecek status imunisasi setiap balita yang berobat
di puskesmas
3) Agar puskesmas menyediakan tenaga paramedis yang profesional di bidang imunisasi.
78
DAFTAR PUSTAKA
1. Sigarlaki,H.J.O. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta :
CV.INFOMEDIKA. 2009.
2. Ranuh, I.G.N et all. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Ed III. Jakarta : Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008.
3. Albertina Mathilda, Febriana Sari, Firmanda Wibisono, Permata Yusie. Kelengkapan
Imunisasi Dasar Anak Balita dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di Poliklinik
Anak Beberapa Rumah Sakit di Jakarta dan Sekitarnya pada Bulan Maret 2008. Vol.
11. No. 1, Juni 2009. Jakarta: Sari Pediatri. 2009.
4. Rejeki, Sri. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi : 3. Jakarta: IDAI. 2008.
5. Wijaya, Gama Brata et al. Imunologi Dasar. Edisi : 8. Jakarta : 2009.
6. South-Paul, Janet et al. Current Diagnosis and Treatment Family Medicine. Edisi: 2
Lange: McGrawHill. 2007.
7. Brandon, Ph.D., Thomas. Smoking, Stress, and Mood. H. Lee Moffit Cancer Center
and Research Institute at the University of South Florida. 2000.
8. Notoatmodjo, S. Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
2003.
9. Nur Salam. Penerapan Metodologi. Jakarta : Salemba Media. 2001.
10. World Health Organization. Strategic Directions for Improving the Health and
Development of Children and Adolescents. 2001.
11. Pemerintah Republik Indonesia dan UNICEF, The Situation of Children and Women
in Indonesia 2000. Jakarta. 2000.
12. Bedford H, Elliman D. Concern about immunization. BMJ 2000; 1081-9
79
13. Basuki B. Metodologi penelitian bidang kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 1999.
14. Becker MH, Maiman LA. Model-model perilaku kesehatan. Dalam: Muzaham F,
penyunting. Memperkenalkan sosiologi kesehatan. Jakarta : UI-Press. 1995.
15. Barreto, Thalia Velo, Laura C.R. Factor Influencing Childhood Immunization In An
Urban Area Brazil. Journal Epidemiology And Community. 1992.
16. Ranuh IGN. Imunisasi upaya pencegahan primer. Dalam: Buku imunisasi di
Indonesia, Edisi ke-1. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2001.
17. Peter G. Immunization practices. Dalam: Behrman E, Kliegman RM, Jenson HB, Ed.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia: WB Saunders, 2000.
18. Arikunto, S. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT.Rineka Cipta. 2000.
19. Suharsono. Pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu keturunan Cina yang
mempunyai bayi baru lahir tahun 1994 terhadap imunisasi bayi di Kecamatan Kelapa
Kampit, Kabupaten Belitung Propinsi Sumatera Selatan tahun 1996. Skripsi. Medan :
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 1996.
20. Lubis, IZ, Lubis M, Loebis MS, Manoeroeng SM, Lubis CP. Pengetahuan, sikap, dan
perilaku orang tua tentang imunisasi. Majalah Kedokteran Nusantara, Edisi khusus,
1990.
21. Indonesia, Kementerian Kesehatan. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jumlah Kasus
Penyakit Menular Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi di Negara-Negara ASEAN
Tahun 2008. Jakarta : Kementerian Kesehatan R. I.
http://www.depkes.go.id/downloads/profil_kesehatan_2009/index.html
22. WHO. Statistik Kesehatan Indonesia. Jakarta : Skripsi Kesehatan Masyarakat. 2008.
http://kumpulan-skripsi-kesehatan-masyarakat.blogspot.com/2011/10/statistik-
kesehatan-indonesia.html
80
23. Online, Referensi. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar.
2012.http://www.lontar.ui.ac.id-filefile=digital-123244-S09082fk Kelengkapan
%20imunisasi-Analisis
24. Delan Astriamzah. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kelengkapan Imunisasi
Dasar pada Bayi . 2011.
http://skripsi-kedokteran-unpad.blogspot.com/2011/10/hubungan-pengetahuan-ibu-
dengan.html#ixzz27JyK5E7C.
25. Baofarrah, Maborruka. Knowledge, Attitude And Practice Of Mothers Regarding
Imunization Of Infants And Preschool Children At Al-Beida, Libya 2008. Egypt : J
Pediatria Imumuol. 2011.
26. Anurannisa. 5 imunisasi dasar lengkap. 2012.
http://anurannisa.wordpress.com/2009/03/30/5-imunisasi-dasar-lengkap
27. Pratisti, Wiwien Dinar. Peran Kehidupan Emosional Ibu Dalam Perkembangan Regulasi Emosi Anak. Vol. 12. No. 1. Jakarta: Jurnal Penelitian Humaniora. Februari 2011. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/1990/1.%20WIWIN.pdf?sequence=1.
28. Feng, X., Shaw, D.S., Kovacs, M., Lane, T., O’Rourke, F.E., Alarcon, J.H. “Emotion Regulation in Preschoolers: The Roles of Behavioral, Inhibition, Maternal Affective Behavior, and Maternal Depression”. Journal of Child Psychology and Psychiatry.Vol. 49 (2). 2008. pp. 132-141. DOI 10.1111/j.1469-7610.2007.01828.x
29. Maryati. Jumlah perokok Indonesia terbanyak ketiga di dunia. Jakarta: Antaranews.
2012.http://www.antaranews.com/berita/313477/jumlah-perokok-indonesia-
terbanyak-ketiga-di-dunia.
30. Khoirurah, Ana. Pengaruh Merokok. 2012.
http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/06410096-ana-khoirurah.ps.
31. Leventhal, Howard & Cleary, Paul D. The Smoking Problem: A Review of the
Research and Theory in Behavioral Risk Modification. Psychological Bulletin. 1980.
80(2): 370-405.
81
32. Ali, Muhammad. Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Bekerja Dan Ibu Tidak
Bekerja Tentang Imunisasi. 2003. http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-
muhammad.pdf
33. Iffah, Lailatul. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dengan Kelengkapan
Imunisasi Pada Bayi Usia 9 – 11 Bulan di Polindes Kemuning Tasikmadu. 2012.
http://www.gudangreferensi.com/ebook_detail.php?recordID=149
34. Prayogo, Ari. Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Anak Usia 1 - 5 tahun. Vol 1.
2012. http://www.idai.or.id/saripediatri/abstrak.asp?q=588
35. Endista,Amiyella. Statistik Kesehatan. 2008.
http://berandakami.files.wordpress.com/2008/11/statistik_kesehatan.pdf
82
Lampiran 1
Pola Hidup, Karakteristik dan Perilaku Ibu Terhadap Kelengkapan
Imunisasi Dasar di Kecamatan Cipayung Tahun 2012
Identitas
Ibu
Nama :
Umur :
Alamat :
Agama :
Suku :
Pekerjaan :
Balita
Nama :
Umur :
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan (lingkari)
Jawablah salah satu pilihan dibawah ini!
Pola Hidup
1. Apakah anda pengkonsumsi minuman beralkohol?
a. Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol
b. Jarang (1-2 kali seminggu)
c. Sering (3-4 kali seminggu)
d. Sangat Sering ( setiap hari )
83
2. Berapa batang rokok yang anda konsumsi dalam satu hari?
a. Tidak Mengkonsumsi
b. Jarang (1 – 4 batang)
c. Sering (5 – 12 batang)
d. Sangat sering (>12 batang)
3. Olahraga apa yang sering anda lakukan
a. Tidak pernah
b. Ringan (jalan santai)
c. Sedang (senam, jogging)
d. Berat (lari, berenang)
Karakteristik
Karakteristik Umum
1. Berapa usia anda saat melahirkan anak terakhir
a. Muda (<20 tahun)
b. Dewasa muda (21 – 25 tahun)
c. Dewasa (26 – 35 tahun)
d. Dewasa tua (>35 tahun)
2. Apa pekerjaan anda:
a. Ibu rumah tangga
b. Wiraswasta
c. Pegawai swasta
d. Pegawai Negri Sipil84
3. Tingkat pendidikan terakhir anda:
a. Tidak sekolah
b. SD / SMP dan setararanya (Lingkari jawaban anda)
c. SMA /SMK /SMEA /SMIP dan setaranya (Lingkari jawaban anda)
d. Perguruan tinggi
4. Berapa penghasilan keluarga anda dalam satu bulan
a. < Rp 300.000,-
b. Rp 300.000 – Rp 500.000,-
c. Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-
d. > Rp 1.000.000,-
Pengetahuan
1. Apakah pengertian dari imunisasi
a. Pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan sesuatu
kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang.
b. Pemberian vitamin agar anak tumbuh sehat.
c. Pemberian makanan tambahan untuk balita yang terlihat kurang sehat
d. Pemberian obat pada balita sakit
2. Apakah manfaat dari imunisasi
a. Untuk pembetukan kekebalan tubuh terhadap penyakit
b. Agar anak tidak manja
c. Untuk menaikan berat badan anak
d. Kebiasaan yang diajarkan oleh orang tua anda
85
3. Pada usia berapa imunisasi campak diberikan
a. < 2 bulan
b. 3 – 5 bulan
c. 6 – 8 bulan
d. 9-10 bulan
4. Kondisi anak yang tidak diijinkan untuk imunisasi
a. Demam
b. Batuk
c. Diare
d. Semua jawaban diatas benar
Sikap
1. Seberapa sering anda membawa balita untuk imunisasi
a. Dari lahir kemudian disusul imunisasi lain setiap 1 bulan
b. Setiap 3 bulan sekali
c. Setiap 6 bulan sekali
d. Tidak membawa anak untuk imunisasi
Praktik
1. Imunisasi apa saja yang anak anda dapatkan saat berusia < 10 bulan :
a. HiB, BCG,Combo I/II/III, Campak
b. HiB, BCG,Combo I/II/III
c. HiB, BCG,Combo I/II
d. HiB, BCG,Combo I86