pendekatan kognitif behavioral
TRANSCRIPT
KOGNITIF BEHAVIORAL
1. PENDEKATAN BEHAVIORAL (BEHAVIORAL THERAPHY)
PENDAHULUAN
Pendekatan behavioral didasari oleh hasil eksperimen yang melakukan
investigasi tentang prinsip-prinsip tingkah laku manusia. Eksperimen-eksperimen
tersebut menghasilkan teknik-teknik spesifik dalam pendekatan ini yang
dipelopori oleh beberapa tokoh behaviorisme yang terpercaya. Tokoh
behaviorisme yang melahirkan teknik-teknik konseling antara lain, Skinner,
Watson, Pavlov, dan Bandura. Pendekatan tingkah laku atau behavioral
menekankan pada dimensi kognitif individu dan menawarkan berbagai metode
yang berorientasi pada tindakan (action-oriented) untuk membantu mengambil
langkah yang jelas dalm mengubah tingkah laku. Istilah modifikasi perilaku
(behavior modification) dan pendekatan (behavioral approach) banyak digunakan
secara bersamaan dengan makna yang sama. Konseling behavior memiliki asumsi
dasar bahwa setiap tingkah laku dapat dipelajari, tingkah laku lama dapat diganti
dengan tingkah laku baru, dan manusia memiliki potensi berperilaku baik atau
buruk, tepat atau salah. Selain itu, manusia dipandang sebagai individu yang
mampu melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri, mengatur serta dapat
mengontrol perilakunya, dan dapat belajar tingkah laku baru atau dapat
mempengaruhi perilaku orang lain (Walker & Shea, 1988, p. 36).
SEJARAH
Perkembangan pendekatan behavior diawali pada tahun 1950-an dan awal
1960-an sebagai radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan.
Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen para behaviorist yang
memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia.
Pendekatan ini memiliki perjalanan panjang mulai dari penelitian laboraturium
terhadap binatang hingga eksperimen terhadap manusia. Secara garis besar,
sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari tiga trend utama, yaitu
trend I : konditioning klasik (classical conditioning), trend II kondisioning operan
(operant conditioning), dan ternd III terapi kognitif (cognitive therapy) (Corey,
1986, p.174)
1
TREND I : CLASSICAL CONDITIONING
Tren pertama dalam pendekatan behavioral adalah classical conditioning.
Tokoh classical conditioning yang banyak dijadikan refernsi adalah Ivan
Petrovich Pavlov. Ia adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjasan 14
september 1849 dan meninggal di Leningrad 27 februari 1936 (1849-1936). Ia
memiliki dasar pendidikan ilmu faal sebagai Doktor kedokteran dari Universitas
St. Petersburg. Studinya tentang refleks merupakan dasar bagi perkembangan
aliran psikologi behaviorisme dan sebagai dasar penelitian proses belajar dan
pengembangan teori belajar. Hasil penelitian Pavlov yang terkenal adalah tentang
refleks berkondisi (conditioned reflex) dengan sebutan proses kondisioning klasik,
penelitiannya menggunakan anjing yang dalam keadaan lapar ditempatkan pada
ruang kedap suara. Dihadapan anjing, diletakkan meja untuk meletakkan makanan
yang mudah dijangkau anjing. Pada leher dipasang alat pada kelenjar ludahnya
yang dihubungkan dengan selang sehingga saat air liur yang keluar dapat
ditampung dan diukur dengan menggunakan gelas ukuran.
Proses konditioning dalam penelitian ini adalah stimulus yang digunakan bunyi
bel, dan makanan. Pada percobaan pertama, tahapannya adalah Conditioning
Stimulus (CS) berupa bel, Unconditioning Stimulus (US) adalah makanan,
Unconditioning Response (UR) adalah air liur. Ketika percobaan pertama, bel
dibunyikan dan tidak menghasilkan air liur, makanan menghasilkan air liur.
Kemudian pada percobaan kedua proses konditioning, CS berupa bel diikuti
pemberian US berupa makanan dengan diulang sebanyak 10-20 kali. Setelah
terbentuk asosiasi antara CS dan US. Ketika CS berupa bunyi bel dibunyikan
tanpa US yaitu makanan, diikuti CR yaitu keluar air liur.
Pada penelitian ini jarak waktu pemberian CS dan US serta penghentian
pemberian US mengakibatkan terjadi proses penghapusan (extinction) yaitu ketika
CS dan US telah membentuk CR, proses ini disebut tahap akuisisi (acquisition
stage). Bila jarak waktu antara CS dan US selama 18 detik, maka terjadi
penurunan CR, seperti saat percobaan kesatu, kehadiran CS tanpa diikuti US
secara terus menerus akan melemahkan CR. Hal ini disebut dengan penghapusan
(extinction). Akan tetapi setelah fase laten, bila proses ini diulang dengan jarak
waktu 1 atau 2 detik antara CS1 dan US2, maka akan kembali terjadi CR. Dengan
2
demikian CS + US = CR. Dalam hal ini US memperkuat munculnya CR, maka
US berfungsi sebagai positive reinforcement. Pavlov menemukan bahwa fase
penurunan bersifat temporer, karena pada saat setelah periode istirahat selama 30
menit. Pemberian CS langsung diikuti munculnya CR. Peristiwa ini disebut
spontaneous recovery. Penerapan proses dapat dilakukan dengan berhasil pada
anjing, monyet, dan manusia. Proses penghapusan extinction dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
+
Pada tahun 1950-an Pavlovian classical conditioning dan Hullarin Lerning
Theory digunakan oleh Joseph Wolpe dan Arnold Lazarus di Afrika Utara dan
Hans Eysenck di Inggris dalam membantu menyembuhkan phobia di area
kedokteran (Corey, 1986, p. 174).
TREND II : OPERANT CONDITIONING
Trend kedua adalah operant conditioning. Operant behavior terdiri dari
tingkah laku yang beroperasi dilingkungan yang menghasilkan konsekuensi. Pada
classical conditioning, organisme dipandang sebagai responden yang pasif seperti
penggunaan air liur pada anjing. Sedangkan operant conditioning, organisme
dipandang sebagai responden yang aktif. Contoh tingkah laku operan adalah
membaca, menulis, menyetir, dan makan dengan menggunakan alat(Corey, 1986,
p. 174).
Operant conditioning awalnya dikembangkan oleh E.L. Thorndike.
Prinsip-prinsip operant conditioning yaitu reinforcer diasosiasikan dengan
respons, karena respon itu beroperasi memberi reinforcement. Respon tersebut
disebut tingkah laku operan (operant behavior). Dalam pecobaan ini
3
CR (Air Liur)
CS
CS
menggambarkan tingkah laku operan sebelumnya belum pernah dimiliki, ketika ia
melakukan tingkah laku tersebut dan mendapat hadiah (reinforcement) maka
tingkah laku tersebut berpeluang untuk sering terjadi.
Tokoh lain yang mengembangkan operant conditioning adalah B.F.
Skinner yang berpendapat bahwa tingkah laku yang dikontrol berdasarkan pada
prinsip operant conditioning yang memiliki asusi bahwa perubahan tingkah laku
diikuti dengan konsekuensi (Corey, 1986, p. 174-175). Operant conditioning
memusatkan pada akibat tingkah laku sehingga disebut juga instrumental
conditioning. Skinner percaya bahwa tingkah laku yang paling berarti adalah
tingkah laku operant dan tingkah laku ini dikontrol oleh akibat-akibatnya yang
diistilahkan dengan reinforcer atau punisher (Rosjidan, 1994, p. 8).
Skinner, pelopor behaviorisme menolak semua teori kepribadian dan
analisi kehidupan internal. Satu-satunya aspek yang nyata dan relevan dengan
psikologi adalah tingkah laku yang teramati dan satu-satuinya cara mengotrol dan
meramalkan tingkah laku adalah mengaitkannya dengan kejadian yang mengawali
tingkah laku di lingkungan (event antecedent). Ia juga tidak tertarik dengan
perbedaan individual seperti trait, gaya hidup (life style), ego dan self. Perbedaan
tingkah laku disebabkan oleh perbedaan kejadian yang menyebabkannya bukan
karena kondisi psikologis. Ia juga berpendapat bahwa binatang dan manusia
memiliki perbedaan kompleksitasnya, tapi secara umum proses tingkah laku
mengikuti prinsip yang sama. Berdasarkan hasil penelitian tingkah laku, diambil
kesimpulan tetang klasifikasi tingkah laku, yaitu :
1. Tingkah laku responden, yaitu respon organisme terhadap stimulus
spesifik berhubungan dangan rspon tersebut. Contohnya adalah air liur
keluar saat melihat makanan, menghindar saat akan dipukul, takut saat
akan ujian, dan sebagainya.
2. Tingkah laku operan yaitu, organisme melakukan pilihan respon saat
dihadapkan pada stimulus. Pilihan ini dipengaruhi efek atau
konsekuensi yang mengikuti respon tersebut.
Asumsi dasar operant conditioning tentang tingkah laku antara lain
tingkah laku mengikuti hukum atau prinsip tertentu, tingkah laku dapat
diramalkan, tingkah laku dapat dikontrol atau dimanipulasi, tingkah laku dikontrol
4
degan teknik analisis fungsional dalam bentuk hubungan sebab akibat dan
bagaimana suatu respon timbul mengikuti stimuli atau kondisi tertentu yang
dikontrol penyebabnya.
Percobaan operant conditioning dilakukan oleh B.F Skinner menggunakan
media burung merpati yang dimasukkan kedalam kotak Skinner yang kedap suara.
Salah satu dinding kotak terdapat bintik yang akan mengeluarkan cahaya merah
setiap dipatuk, dan diikuti oleh keluarnya makanan (reinforcement). Merpati
dilatih untuk mematuk dari lubang makanan. Pada percobaan ini, merpati berdiri
didekat bintik cahaya (dan lubang makanan) dan diberi makanan. Merpati berdiri
dekat bintik cahaya dan menegakkan kepala, kemudian keluar makanan.
Kemudian merpati mematuk bintik cahaya dan keluar makanan. Merpati menjadi
makin sering mematuk bintik cahaya karena akan mendapat hadiah
(reinforcement) beriupa makanan. Percobaan ini mengajar merpati untuk memilih
tingkah laku baru, yaitu mematuk bintik cahaya merah untuk mendapatkan
makanan. Pembentukan tingkah laku (shaping) dengan teknik ini disebut
pendekatan berangsur (successive approximation).
5
SAStimulus Kotak
R3Mematuk cahaya
R1Mematuk dinding
R2Menabrak dinding
R4Diam
Penguat
Diagram Konseling Instrumen
TREN III: KOGNITIF
Tokoh pada trend ketiga ini adalah Albert Bandura dengan teori belajar
sosial. Bandura berpandangan bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah
lakunya sendiri, manusia dan lingkungan saling mempengaruhi dan fungsi
kepribadian melibatkan interaksi satu orang dengan orang lainnya. Teori balajar
sosial didasarkan pada konsep saling menentukan (reciprocal determinism)-
menjelaskan hubungan timbal balik antara individu-lingkungan-tingkah laku-
tanpa reinforcement dan pengaturan diri(self regulation/kognitif). Terdapat tiga
proses yang dapat dipakai untuk regulasi diri yakni manipulasi
eksternal,memonitor, evaluasi tingkah laku internal.
6
R1Mematuk dinding
SAStimulus Kotak
R3Respon kondisi
R1Mematuk dinding
R2Menabrak dinding
R4Diam
Penguat
Proses regulasi internal:
Observasi diri,berdasarkan kualitas dan kuantitas penampilan ,orisinalitas
dan tingkah laku.
Penilaian tingkah laku, melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar
pribadi,dengan standar norma orang lain,menilai pentingnya aktifitas
tersebut dan memberi atribut performasi.
Standar pribadi, didapat dari pengalaman mengamati model,
menginterpretasi reinforcement dari performansi.
Perbandingan sosial, kolektif dan orang lain.
Respon diri,berdasarkan pengamatan dan penilaian.
Proses regulasi eksternal:
Memberikan standar untuk megevaluasi tingkah laku.
Memberi penguatan agar tingkah laku dilakukan lagi.
Faktor
Eksternal
Faktor Internal
Self Observation Judgemental Process Self Respon
Standar Masyarakat Dimensi Performansi
Standar pribadi,
sumber model dan
penguatan
Reaksi evaluasi diri
Penguatan
Kualitas Pedoman performs: Positif
Frenkuensi Norma standar Negatif
Kuantitas Perbandingan sosial Dampak terhadap self
Orisinalitas Perbandingan personal Dihadiahi
Kebenaran bukti Perbandingan kolektif Dihukum
Dampak Menghargai aktivasi
Tanpa respon self
Penyimpangan Sangan dihormati
Etika
Netral
Direndahkan
Atribut performansi
Lokus pribadi
Lokus eksternal
7
Struktur kepribadian menurut Bandura adalah:
Self system
Struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat
fungsi persepsi, evaluasi dan pengaturan tingkah laku.
Self regulation
Kemampuan berfikir digunakan untuk memanipulasi lingkungan dengann
strategi reaktif untuk mencapai tujuan dan proaktif untuk menentukan
tujuan baru yang lebih tinggi
Self effication
Penilaian diri, apakah ia mampu / tidak mampu melakukan tindakan
dengan baik dan memuaskan.
Sember self effication
o Pengalaman menguasai suatu prestasi yang berisi prestasi yang
dicapai di masa lalu
o Pengalaman vikarius, efikasi meningkat disaat mengamati
keberhasilan orang lain atau sebaliknya.
o Persuasi sosial, sangat bergantung rasa percaya pada pemberi
persuasi atau sifat realistik dari apa yang dipersuasi
o Pembangkitan emosi, kondisi emosi yang mengikuti kegiatan akan
mempengaruhi efikasi
Collective afficacy
Keyakinan masyarakat bahwa usaha secara bersama-sama dapat
menghasilkan perubahan sosial tertentu.
PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Manusia dipandang memiliki potensi untuk berperilaku baik atau buruk,
tepat atau salah. Manusia mampu melakukan refleksi atas tingkah lakunya, dapat
mengatur serta mengontrol perilakunya dan dapat belajar tingkah laku baru atau
mempengaruhi perilaku orang lain
8
KONSEP DASAR
Istilah behavioral conseling pertama sekali dikemukakan oleh Krumboltz.
Ciri-ciri utama behavioral conseling ini adalah:
Proses pendidikan
Konseling membantu konseli mempelajari tingkah laku baru untuk
memecahkan masalahnya
Teknik rakit secara individual
Dalam proses konseling, menentukan tujuan konseling, proses asesmen,
dan teknik-teknik dibangun oleh konseli dengna bantuan konselor
Metodologi ilmiah
Konseling behavioral dilandasi oleh metode ilmiah dalam melakukan
asesmen dan evaluasi konseling.
Pendekatan behavioral didasari oleh pandangan ilmiah tentang tingkah
laku manusia yaitu pendekatan yang sistematik dan terstruktur dalam konseling.
Pandangan ini melihat individu sebagai produk dari kondisioning sosial, sedikit
sekali melihat potensi individu sebagai prosedur lingkungan. Pada awal
pendekatan ini hanya mempercayai hal yang dapat diamati dan diukur sebagai
sesuatu yang sah dalam pengukuran kepribadian (radical behaviorism), dan
dikembangkan lebih lanjut yang mulai menerima fenomena yang abstrak seperti
id, ego, super ego dan ilusi. Pendekatan ini memandang perilaku yang malajusted
sebagai hasil belajar dari lingkungan secara keliru.
Konseling behavioral dikenal juga dengan modifikasi perilaku yang dapat
diartikan sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku.
Modifikasi perilaku memiliki kelebihan dalam menangani masalah-masalah yang
dialami oleh individu, yaitu :
Langkah-langkah dalam memodifikasi perilaku dapat direncanakan
terlebih dahulu.
Perincian pelaksanaan dapat diubah selama treatmen disesuaikan dengan
kebutuhan konseli.
9
Bila berdasarkan evaluasi sebuah teknik gagal memberikan perubahan
pada konseli, teknik tersebut dapat diganti dengan teknik lain.
Teknik-teknik konseli dapat dijelaskan dan diatur secara rasional serta
dapat diprediksi dan dievaluasi secara objektif.
Waktu yang dibutuhkan lebih singkat
Dalam memahami tingkah laku, terdapat beberapa model tingkah laku
yang dipengaruhi oleh teori-teori psikologi. Model-model tersebut antara lain:
Model psikodinamika, yaitu tingkah laku manusia ditentukan kehidupan
dinamika intra-psikis individu (id, ego, superego).
Model biofisik, yaitu tingkah laku ditentukan oleh organisasi neurologi,
belajar perseptual motor, kesiapan fisiologis, integrasi dan perkembangan
sensori.
Model lingkungan, yaitu tingkah laku ditentukan oleh interaksi antara
individu dan lingkungan.
Model tingkah laku, yaitu tingkah laku dapat diobservasi dan diukur.
TUJUAN KONSELING
Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri
atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat
dan sesuai.
Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptif,
memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan
Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran
dilakukan bersama antara konseli dan konselor
PERAN DAN FUNGSI KONSELOR
10
Peran konselor dalam konseling behavioral berperan aktif, direktif dan
menggunakan pengetahuan ilmiah unuk menemukan solusi dari persoalan
individu. Konselor behavioral biasanya berfungsi sebagai guru, pengarah dan ahli
yang mendiagnosa tingkah laku yang maladaptive dan menetukan prosedur yang
mengatasi persoalan tingkah laku individu. Selain itu, konselor juga sebagai
model bagi kliennya.
TAHAP-TAHAP KONSELING
Konseling behavioral memiliki empat tahap yaitu :
Melakukan asesmen (assessment)
Menentukan tujuan (goal setting)
Mengimplementasikan teknik (technique implementation)
Evaluasi dan mengakhiri konseling (evaluation termination)
Melakukan Asesmen (Assessment)
Tujuan melakukan asesmen adalah untuk menentukan apa yang dilakukan
oleh konseli pada saat ini. Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan dan
pikiran konseli. Kanfer dan Saslow (1969) mengatakan terdapat tujuh informasi
yang digali dalam asesmen, yaitu :
Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini
Analisis situasi yang didalamnya masalah konseli terjadi
Analisis motivasional
Analisis self control,yaitu tingkatan control diri konseli terhadap tingkah
laku bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana control itu dilatih dan atas
dasar kejadian-kejadian yang menetukan keberhasilan self control
Analisis hubungan sosial
Analisis lingkungan fisik-sosial budaya
Dalam kegiatan asesmen ini konselor melakukan analisis ABC
A= antecedent (pencetus perilaku)
B= behavior (perilaku yang dipermasalahkan)
11
C= consequence (konsekuensi atau akibat perilaku tersebut)
Contoh Analisis Teori ABC
A= terlambat bangun pagi
B= terlambat masuk sekolah 30 menit setelah jam belajar pertama dimulai
sebanyak 6 kali dalam sebulan
C= tidak mengikuti pelajaran jam pertama, kurang memahami materi pelajaran
pada jam pertama
Menetapkan Tujuan (Goal Setting)
Burks dan Engelkes (1978) mengemukakan bahwa fase goal setting
disusun atas tiga langkah, yaitu :
(1) membantu konseli untuk memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan
yang diinginkan,
(2) memperhatikan tujuan konseli berdasarkan kemungkinan hambatan-
hambatan situasional tujuan belajar yang dapat diterima dan dapat diukur,
(3) memecahkan tujuan kedalam sub tujuan dan menyusun tujuan menjadi
susunan yang berurutan
Implementasi teknik (Technique Implementation)
Setelah merumuskan tujuan konseling, konselor dan konseli menentukan
strategi belajar yang terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkah
laku yang diinginkan. Dalam implementasi teknik konselor membandingkan
perubahan tingkah laku antara baseline data dengan data intervensi.
Evaluasi dan pengakhiran (Evaluation and Termination)
12
Evaluasi dibuat atas dasar apa yang konseli perbuat. Tingkah laku konseli
digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas konselor dan efektivitas
tertentu dari teknik yang digunakan. Terminasi lebih dari sekedar mengakhiri
konseling, terminasi meliputi:
Menguji apa yang konseli lakukan terakhir
Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan
Membantu konseli mentransfer apa yang dipelajari ke tingkah laku konseli
Memberi jalan untuk memantau secara terus menerus tingkah laku konseli
(Rosjidan,1994, p.25)
Selanjutnya konselor dan konseli mengevaluasi implementasi teknik yang
telah dilakukan serta menentukan lamanya intervensi dilaksanakan sampai tingkah
laku diharapkan menetap.
TEKNIK TEKNIK KONSELING
Ada 2 jenis, untuk meningkatkan tingkah laku atau menurunkan tingkah laku.
Untuk meningkatkan prilaku : penguatan positif, token economy,
pembentukan tingkah laku (shaping), pembuatan kontrak (contingency
contract)
Untuk menurunkan tingkah laku: Penghapusan (extinction), Time-out,
Pembanjiran (flooding), penjenuhan (satiation), Hukuman (punishment),
terapi aversi, desensitisasi sistematis.
Penguatan positif (positive reinforcement)
Penguatan positif (positive reinforcement) adalah memberikan penguatan
yang menyenangkan setelah setelah tingkah laku yang diinginkan ditampilkan
yang bertujuan agar tingkah laku yang diinginkan cenderung akan diulang ,
meningkat, atau menetap di masa yang akan dating (Walker & Shea, 1984)
Penguatan negatif (negative reinforcement) yaitu menghilangkan aversive
stimulus yang biasa dilakukan agar tingkah laku yang tidak diinginkan berkurang
dan tingkah laku yang diinginkan meningkat.
13
Reinforcement dapat bersifat tidak menyenangkan atau tidak memberi dampak
pada perubahan tingkah laku tujuan (Sukadji, 1983, p.12)
Klasifikasi Tingkah Laku
Awal
Konsekuensi Kemungkinan
efek
Reinforcement + Ria
membersihkan
kamarnya
Orangtua ria
member pujian
Ria akan terus
membersihkan
kamarnya
Reinforcement - Bob mengeluh
tentang kakak
kelas yang
memukul dan ia
tidak mau masuk
sekolah
Orangtua bob
membolehkannya
tidak masuk
sekolah
Bob akan terus
tidak masuk
sekolah
Prinsip-Prinsip penerapan penguatan positif (reinforcement positive)
Agar mendapatkan hasil yang maksimal konselor perlu memperhatikan
prinsip reinforcement, antara lain:
Penguatan positif tergantung pada penampilan tingkah laku yang
diinginkan
Tingkah laku yang diinginkan diberi penguatan segera setelah tingkah laku
tersebut ditampilkan
Pada tahap awal, proses perubahan tingkah laku yang diinginkan diberi
penguatan setiap kali tingkah laku tersebut ditampilkan
Ketika tingkah laku yang diinginkan sudah dapat dilakukan dengan baik,
penguatan diberikan secara berkala dan pada akhirnya dihentikan.
Pada tahap awal, penguatan social selalu diikuti dengan penguatan yang
berbentuk benda
Hubungan penguatan (reinforcement) dan tingkah laku
Reinforcement diikuti oleh tingkah laku (Grandma’s Law)
14
Tingkah laku yang diharapkan harus diberi reinforcement segera setelah
ditampilkan
Reinforcement harus sesuai dan bermakna bagi individu atau kelompok
yang diberi reinforcement
Pujian atau hadiah yang paling kecil tapi banyak lebih efektif dari yang
besar tapi sedikit
Jenis-jenis Penguatan (reinforcement)
Ada 3 jenis reinforcement yang dapat digunakan untuk modifikasi tingkah
laku, yaitu:
Primary reinforcer atau uncondition reinforcer, reinforcement yang
langsung dapat dinikmati misalnya makanan dan minuman
Secondary reinforcer atau conditioned reinforcer, reinforcement berupa
uang, senyuman, pujian, medali, pin, hadiah, dan kehormatan
Contingency reinforcement, tingkah laku yang tidak menyenangkan
dipakai sebagai syarat agar anak melakukan tingkah laku menyenangkan,
misal kerjakan PR dulu baru nonton TV
Penerapan Penguatan positif yang efektif
Ada beberapa persyaratan yang perlu dipertimbangkan agar penguatan
dapat bekerja secara efektif, antara lain:
Memberikan penguatan dengan segera
Penguatan akan memiliki efek yang lebih bermakna bila diberikan segera
setelah tingkah laku yang diinginkan dilakukan oleh konseli, dengan
alasan agar tidak ada tingkah laku lain yang menyela
Memilih penguatan yang tepat
Mengatur kondisi situasional
Menentukan kuantitas penguatan
Memilih kualitas dan kebaruan penguatan
Memberikan sampel penguatan
Menangani persaingan asosiasi
15
Mengatur jadwal penguatan
Mempertimbangkan efek penguatan terhadap kelompok
Menangani efek kontrol kontra
Langkah-Langkah pemberian penguatan (reinforcement)
1. Mengumpulkan informasi tentang permasalahan melalui analisis ABC
a. Antecendent (pencetus prilaku)
b. Behavior ( prilaku yang dipermasalahkan; Frekuensi, intensitas,
dan durasi )
c. Consequence (akibat yang diperoleh dari perilaku tersebut)
2. Memilih perilaku target yang ingin ditingkatkan
3. Menetapkan data awal (baseline) perilaku awal
4. Menetapkan reinforcement yang bermakna
5. Menetapkan jadwal pemberian reinforcement
6. Penerapan reinforcement positif
Ilustrasi Kasus
Rika sering terlambat masuk sekolah
Ibu tidak berhasil mendorong rika untuk siap lebih cepat
Ibu mempersiapkan hadiah dengan menyatakan “kalau rika siap tepat jam
6.30, akan mendapat boneka cantik.”
Pada saat rika siap jam 6.30, ibu member boneka cantik. Hal ini dilakukan
beberapa kali sampai terbentuk perilaku yang diharapkan atau target
perilaku
Kelemahannya adalah bila dalam jangka waktu lama hadiah boneka
dihilangkan, anak memiliki kemungkinan akan kembali terlambat.
Perilaku yang muncul semata-mata karena hadiah. Hal ini merupakan
prinsip belajar Clasiccal conditioning Pavlov
Bila menggunakan prinsip Operant Conditioning Skinner. Reinforcemnt
diberikan pada saat anak secara mandiri berperilaku yang diharapkan.
Perilaku akan cenderung menetap, karena kesadaran muncul dari diri
sendiri
16
Jadwal pemberian penguatan
Terdapat beberapa bentuk jadwal pemberian penguatan yang dibutuhkan
sesuai dengan karakteristik konseli.
Penguat berkelanjutan (Continuous reinforcement), diberikan setiap kali
tingkah laku muncul, bila reinforcement dihentikan maka tingkah laku
akan cepat hilang.
Penguat berselang seling (intermittent reinforecement), diberikan secara
selang seling yaitu:
o Interval tetap (fixed interval), berselang secara teratur misalnya
setiap 5 menit
o Interval berubah (variable interval), diberikan dalam waktu tidak
tentu, misalnnya berselang 3, 4, 5, 6, dan 7 menit. Penghapusan
lebih lambat disbanding interval tetap.
o Perbaikan tetap (fixed ratio): reinforcement sesudah respons yang
dikehendaki muncul kesekian kalinya misalnya setelah muncul
sepulu atau duabelas kali
o Perbandingan berubah (variable ratio): reinforcement diberi secara
acak setelah 8,9,10,11,12 kali perilaku muncul dengan rata-rata
sama dengan fixed ratio. Penghapusan pada rasio variabel paling
lambat terjadi.
Bagan Jadwal reinforcement
17
Kartu Berharga ( Token Economy)
Kartu berharga ( token economy ) merupakan teknik konseling behavioral
yang didasarkan pada prinsip operant conditioning Skinner yang termasuk di
dalamnya adalah penguatan. Token economy adalah strategi menghindari
pemberian reinforcement secara langsung, token merupakan penghargaan yang
dapat ditukar, kemudian dengan berbagai barang yang diinginkan oleh konseli.
Token Economy bertujuan untuk mengembangkan perilaku adaptif melalui
pemberian reinforcement dengan token. Ketika tingkah laku yang diinginkan telah
cenderung menetap, pemberian token dikurangi secara bertahap (Corey, 1986,p.
185).
Agrass (1978) mengatakan bahwa konselor sebaiknya memberikan variasi
cadangan reinforcement untuk meningkatkan perilaku. Ia memberikan catatan
bahwa substansi utama token adalah target perilaku yang teridentifikasi dengan
jelas dan berbagai barang atau hak istimewa yang akan didapatkan oleh konseli
(dalam Corey, 1986,p. 185). Menurut Corey, token economy dapat diaplikasikan
untuk membentuk tingkah laku ketika penghargaan dan berbagai reinforcement
social tidak berhasil digunakan. Penggunaan token sebagai reinforcer untuk
membentuk tingkah laku memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
Token tidak mengurangi nilai insentif, terutama ketika kekuatan
pemerolehan (earning power) dan nilainya meningkat seiring dengan
peningkatan perilaku.
18
Reinforcement
Continuous Reinforcement
Intermitted Reinforcement
Interval
Fixed interval
Variable interval
Ratio
Fixed ratio
Variable ratio
Token dapat mengurangi penundaan antara tingkah laku yang diinginkan
dengan hadiah (reward).
Token dapat digunakan sebagai motivator konkrit (concrete motivator)
untuk merubah tingkah laku tertentu.
Token adalah bentuk penguatan yang positif.
Individu memiliki kesempatan untuk menentukan bagaimana
menggunakan token yang didapat.
Token economy dapat mengarahkan ke peningkatan moral konseli dan staf.
Sisten token dapat memungkinkan untuk mengukur penguatan social.
Token menjadi jembatan antara institusi dan kehidupan di luar sekolah
(Corey, 1986,p. 185).
Langkah – Langkah Penerapan Token Economy, Yaitu:
Membuat analisis ABC
Menetapkan target perilaku yang akan dicapai dengan konseli
Penetapan besar harga atau poin token yang sesuai dengan perilaku target
Penetapan saat kapan token akan diberikan pada konseli
Menetapkan perilaku awal program
Memilih reinforcement yang sesuai dengan konseli
Memilih tipe token yang akan digunakan, misalnya: bintang, stempel, dan
kartu.
Mengidentifikasi pihak yang terlibat dalamprogram seperti staf sekolah,
guru, relawan, siswa, anggota token economy
Menetapkan jumlah dan frekuensi penukaran token,missal 25-75 token
perorang dan menurun hingga 15- 30 token perhari
Membuat pedoman pelaksanaan token economy (perilaku mana yang akan
diberi penguatan, bagaiman cara memberi penguatan dengan token, kapan
waktu pemberian, berapa jumlah token yang bisa diperoleh, data apa yang
harus dicatat, kapan dan di mana data akan dicatat siapa administratornya,
dan bagaimana prosedur evaluasinya).
Pedoman diberikan pada konseli dan staf
Lakukan monitoring.
19
Checklist token economy diiringi dengan reward menu
Reward Waktu Poin
Meminjam buku cerita 2 hari 20
Menonton film 1 kali 30
Main di time zone 1 kali 50
Pembentukan ( Shaping )
Shaping adalah membentuktingkah laku baru yang sebelumnya belum
ditampilkan dengan memberikan reinforcement secara sistematik dan langsung
setiap kali tingkah laku ditampilakan. Tingkah laku diubah secara bertahap
dengan memperkuat unsur – unsur kecil tingkah laku baru yang diinginkan secara
berturut – turut sampai mendekati tingkah laku akhir.
Langkah – langkah Penerapan Shaping
Membuat analisis ABC
Menetapkan target perilaku yang akan dicapai dengan konseli
Tentukan bersama jenis reinforcement positif yang akan digunakan
Membuat perencanaan dengan membuat tahapan pencapaian perilaku
mulai dari perilaku awal sampai perilaku akhir
Perencanaan dapat dimodikasikan selama berlangsung program shaping
Penetapan waktu pemberian reinforcement pada setiap tahap program
Penerapan Perencanaan Shaping
Konseli harus diberi tahu sebelum perencanaan dilakukan
Beri penguatan segera pada saat awal perilaku
Jangan pindah ke tahap berikut sebelum konseli menguasai perilaku pada
satu tahap
Bila belum yakin penguasaan perilaku konseli, dapat digunakan aturan:
perpindahan tahap bila sudah benar 6 dari 10 percobaan
20
Jangan terlalu sering memberi penguatan pada satu tahap, dan tidak
memberi penguatan pada tahap lainnya
Kalau konseli berhenti bekerja, maka konselor dapat berpindah cepat ke
tahap berikut. Mungkin tahapan tidak tepat atau reinforcement tidak
efektif.
Cek efektivitas penguatan
Atau apakah tahapan terlalu rendah
Atau perpindahan tahap terlalu cepat, sehingga harus kembali pada tahap
sebelumnya.
Bila untuk melanjutkan konseli mendapatkan kesulitan, maka dilatih ulang
pada tahap yang dirasa sulit.
Factor Yang Mempengaruhi Efektivitas Shaping
Spesifikkan perilaku akhir yang ingin dicapai. Ketepatan pemilihan
perilaku yang spesifik akan mempengaruhi ketepatan hasil.
Memilih perilaku awal. Hal ini bertujuan untuk menetapkan level
pencapaian awal yang dimiliki,karena program shaping bertujuan untuk
mencapai perilaku secara bertahap
Memilih tahap shaping, mulai dari perilaku awal bergerak ke perilaku
akhir
Tidak ada pedoman yang ideal ; berapa kali percobaan dari satu
langkah ke langkah berikutnya.
Tidak ada pedoman yang ideal ; berapa banyak tahapan yang harus
digunakan pada program shaping.
Penetapan ditentukan fleksibel sesuai kecepatan belajar konseli
Ketepatan jarak waktu perpindahan tahapan
Perpindahan dari langkah pertama ke langkah berikutnya harus sesuai
dengan tahapan, jangan terlalu cepat dan jangan terlalu lambat.
Upayakan pindah pada saat perilaku sudah menetap.
Penetapan setiap tahapan jangan terlalu dekat/kecil jaraknya
21
Tapi kalau terlanjut terlalu cepat pindah tahap dan perilaku yang
diharapkan hilang atau tidak muncul, maka kembali ke tahap
sebelumnya.
Pembuatan Kontrak (Contingency Contacting)
Pembuatan kontrak adalah mengatur kondisi sehingga konseli
menampilkan tingkah laku yang diinginkan berdasarkan kontrak antara konseli
dan konselor.
Prinsip Dasar Kontrak
Kontrak disertai dengan penguatan
Reinforcement diberikan dengan segera
Kontrak harus dinegoisasikan secara terbuka dan bebas serta disepakati
antara konseli dan konselor
Kontrak harus fair
Kontrak harus jelas (target tingkah laku, frekuensi, lamanya kontrak)
Kontrak dilaksanakan secara terintegrasi dengan program sekolah.
Langkah – langkah pembuatan kontrak
Pilih tingkah laku yang akan diubah dengan melakukan analisis ABC.
Tentukan data awal (baseline data) (tingkah laku yang akan diubah).
Tentukan jenis penguatan yang akan diterapkan.
Berikan reinforcement setiap kali tingkah laku yang diinginkan
ditampilkan sesuai jadwal kontrak.
Berikan penguatan setiap saat tingkah laku yang ditampilkan menetap.
Contoh kontrak 1
Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Jumlah
Tidak terlambat
Murid
mengajukan
pertanyaan yang
22
bagus pada guru
Murid
menyerahkan
tugas tepat waktu
KONTRAK TINGKAH LAKU
Tingkah laku yang bermasalah
Masalah yang dialami saat ini adalah subjek sering tidak dapat
menyelesaikan tes atau ulangan sebelum waktu yang disediakan berakhir. Perilaku
yang ditunjukkan oleh subjek adalah pada subjek mengerjakan tes atau ulangan
dengan batas waktu yang telah ditentukan subjek tidak dapat fokus dalam
mengerjakan tes atau ulangan. Subjek cenderung untuk mengajak temannya
mengobrol, sambil sesekali mengerjakan tugasnya. Sehingga pada saat waktu
untuk mengerjakan sudah habis, subjek tidak dapat menyelesaikan seluruh tugas
ataupun soal yang diberikan.
Tingkah laku yang diinginkan
Subjek mampu untuk focus dan tepat waktu dalam menyelesaikan tes atau
ulangan tanpa berbicara dengan temannya.
Sangsi
Bila subjek tidak dapat menyelesaikan tes atau ulangan tepat waktu, maka
subjek juga tidak dapat waktu istirahat.
Hadiah
Bila subjek dapat menyelesaikan tes atau ulangan tepat waktu, maka
subjek akan mendapatkan tambahan 10 poin nilai.
Tanda tangan
Siswa : …………………………………………………..
23
Guru : …………………………………………………..
Pihak lain yang terlibat : …………………………………………………..
KONTRAK TINGKAH LAKU
Saya, (nama subjek), pada tanggal ..... menyatakan bahwa saya setuju melakukan
hal – hal di bawah ini :
- Focus dan tepat waktu dalam menyelesaikan tes atau ulangan tanpa
berbicara dengan teman.
- Tidak mengajak teman mengobrol saat mengerjakan tes atau ulangan.
………………….. …………………
Tanda tangan siswa Tanda tangan guru
Usaha saya dianggap berhasil bila:
Saya dapat menyelesaikan tes atau ulangan tepat waktu tanpa berbicara dengan
teman.
Bila saya telah berhasil melakukan hal di atas, maka saya akan mendapatkan
tambahan 10 poin nilai.
Tanggal berakhirnya kontrak, …………….
………………….. ………………….
Tanda tangan siswa Tanda tangan guru
Penokohan (Modeling)
Modeling merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan atau
mengurangi tingkah laku yang teramati, menggenelisirkan berbagai pengamatan
24
sekaligus, melibatkan proses kognitif. Terdapat beberapa tipe modeling, yaitu
modeling tingkah laku baru yang dilakukan melalui observasi terhadap model
tingkah laku yang diterima secara social individu memperoleh tingkah laku model
baru. Modeling mengubah tingkah laku lama yaitu dengan maniru tingkah laku
model yang tidak diterima social akan memperkuat / memperlemah tingkah laku
tergantung tingkah laku model itu diganjar atau dihukum. Modeling simbolik yaitu
modeling melalui film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku, berpotensi
sebagai sumber model tingkah laku. Modeling kondisioning banyak dipakai untuk
mempelajari respons emosional. Contoh emosi seksual yang timbul akibat nonton
film porno dilampiaskan ke objek yang ada di dekatnya, perkosaan atau
pelecehan.
Proses penting modeling
Perhatian, harus focus pada model. Proses ini dipengaruhi asosiasi
pengamat dengan model, sifat model yang atraktif, arti penting tingkah
laku yang diamati bagi si pengamat.
Representasi, yaitu tingkah laku yang akan ditiru harus disimbolisasikan
dlam ingatan.
Peniruan tingkah laku model, yaitu bagaimana melakukannya ? Apa yang
harus dikerjakan ? Apakah sudah benar ? Hasil lebih pada pencapaian
tujuan belajar dan efikasi pembelajar.
Motivasi dan penguatan. Motivasi tinggi untuk melakukan tingkah laku
model membuat belajar menjadi efektif.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan penokohan (Modeling)
Ciri model seperti, usia, status social, jenis kelamin, keramahan.
Anak lebih senang meniru model seusianya daripada model dewasa.
Anak cenderung meniru model yang standar prestasinya dalam
jangkauannya.
Anak cenderung mengimitasi orang tuanya yang hangat dan terbuka.
Prinsip – prinsip modeling
25
Belajar bisa diperoleh melalui pengamatan langsung dan bisa tidak
langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut
konsekwensinya.
Kecakapan social tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan
mencontoh tingkah laku model yang ada.
Reaksi – reaksi emosional yang terganggu bisa dihapus dengan mengamati
orang lain yang mendekati objek atau situasi yang ditakuti tanpa
mengalami akibat menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya.
Pengendalian diri dipelajari melalui pengamatan atau model yang dikenai
hukuman.
Status kehormatan model sangat berarti.
Individu mengamati seorang model dan dikuatkan untuk mencontoh
tingkah laku model.
Modeling dapat dilakukan dengan model symbol melalui film dan alat
visual lainnya.
Para konseling kelompok terjadi model ganda karena peserta bebas meniru
pemimpin kelompok atau peserta lain.
Prosedur modeling dapat menggunakan berbagai teknik dasar modifikasi
perilaku.
Kasus yang diterapi dengan modeling antara lain : penderita fobia,
ketergantungan atau kecanduan obat – obatan, ketergantungan atau kecandaan
alcohol, gangguan kepribadian berat psikosis, kesulitan anak adaptasi di sekolah,
dan takut sekolah.
Prinsip-prinsip modeling
Belajar bisa di peroleh melalui pengalaman langsung dan tidak langsung
dengan cara mengamati tingkah laku orang lain berikut dengan
konsekuensinya.
26
Kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan
mencontoh tingkah laku model yang ada.
Reaksi-reaksi emosional yang terganggu bisa dihapus dengan mengamati
orang lain yang mendekatiobyek atau situasi yang ditakuti tanpa
mengalami akibat menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya.
Pengendalian diri dipelajari melalui pengamatan dari model yang dikenai
sebuah hukuman.
Status kehormatan model sangat berarti
Individu mengamati seorang model dan dikuatkan untuk mencontoh
tingkah laku model.
Modeling dapat dilakukan dengan model simbol melalui film dan alat
visual lain.
Pada konseling kelompok terjadi model ganda karena peserta bebas
meniru perilaku pemimpin kelompok atau peserta lain.
Prosedur modeling dapat menggunakan berbagai teknik dasar modifikasi
perilaku.
Pengaruh modeling
Pengambilan respon atau keterampilan baru dan memperlihatkannya
dalam perilaku baru.
Hilangnya respon takut setelah melihat tokoh melakukan sesuatu yang
menimbulkan rasa takut konseli,tidak berakibat buruk bahkan berakibat
positif.
Melalui pengamatan terhadap tokoh, seseorang terdorong untuk
melakukan sesuatu yang mungkin sudah diketahui atau dipelajari dan tidak
ada hambatan.
Macam-macam model
Model nyata (live modeling), seperti: terapis,guru,anggota keluarga atau
tokoh yang dikagumi dijadikan model oleh konseli
Model simbolik (symbolic modeling), seperti: tokoh yang dilihat melalui
film,video, atau media lain.
27
Model ganda (multiple modeling), seperti:terjadi dalam kelompok, seorang
anggota mengubah sikap dan memperlajari sikap baru setelah mengamati
anggota lain bersikap.
Langah-langkah
Menetapkan bentuk model (live model,symbolic model,multiple model )
Pada live model, pilih model yang bersahabat atau teman sebaya konseli
yang memiliki kesamaan seperti : usia,status ekonomi,dan penampilan
fisik. Hal ini penting terutama bagi anak-anak.
Bila mungkin gunakan lebih dari satu model.
Kompleksitas perilaku yang dimodelkan harus sesuai dengan tingkat
perilaku konseli.
Kombinasikan modeling dengan aturan,instruksi,behavioral rehearsal, dan
penguatan.
Pengelolaan Diri (Self Management)
Sekf Management adalah prosedur dimana individu mengatur perilakunya
sendiri. Pada teknik ini individu terlibat pada beberapa atau keseluruhan
komponen dasar yaitu: menentukan perilaku sasaran, memonitor perilaku tersebut,
memilih prosedur yang akan diterapkan, melaksanakan prosedur tersebut, dan
mengevaluasi efektivitas prosedur tersebut (Sukadji, 1983, p.96).
Tahap-tahap pengelolaan diri
Pengelolaan diri biasanya dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
Tahap montor diri atau observasi diri
Pada tahap ini konseli dengan sengaja mengamati tingkah lakunya sendiri
serta mencatatnya dengan teliti. Catatan ini dapat menggunakan daftar cek
atau catatan observasi kualitatif. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh
konseli dalam mencatat tingkah lakuadalah frekuensi,intensitas, dan durasi
tingkah laku.
28
Tahap evaluasi diri
Pada tahap ini konseli membandingkan hasil catatan tingkah laku dengan
target tingkah laku yang telah dibuat oleh konseli. Perbandingan ini
bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi program. Bila
program tersebut tidak berhasil, maka perlu ditinjau kembali program
tersebut, apakah target tingkah laku yang ditetapkan memiliki ekspektasi
yang terlalu tinggi, perilaku yang ditargetkan tidak cocok, atau penguatan
yang diberikan tidak sesuai.
Tahap pemberian penguatan,penghapusan atau hukuman
Pada tahap ini konseli mengatur dirinya sendiri, memberikan
penguatan,menghapus dan membarikan hukuman pada diri-sendiri. Tahap
ini merupakan tahap yang paling sulit karena membutuhkan kemauan yang
kuat dari konseli untuk melaksanakan program yang yang telah dibuat
secara kontinyu.
Penghapusan (Extinction)
Penghapusan (extinction) adalah menghentikan reinforcement pada
tingkah laku yang sebelumnyadiberi reinforcement.
klasifikasi Tingkah laku
awal
konsekuensi Kemungkinan
efek
Extinction
(penurunan)
Jim mencuci
mobil ayahnya
Ayahnya tidak
peduli
Jim akan berhenti
mencuci mobil
ayah
Extinction
(penurunan)
Jason meletakkan
jem ditempat
duduk joe
Joe tidak
mempedulikannya
Jason akan
menghentikan
meletakkan jem
dikursi teman-
temannya
Langkah-langkah
29
Tentukan tingkah laku yang akan dihentikan dengan analisis ABC
Bila tingkah laku itu ditampilkan, guru atau orang tua diam dan tidak
memberikan indikasi bahwa guru atau orang tua melihat tingkah laku
tersebut
Extinction akan lebih kuat bila dikombinasikan dengan teknik penguatan
positif.
Factor yang mempengaruhi pelaksanaan penghapusan
Control terhadap pemberi penguatan bagi perilaku yang akan
diturunkan/dihapuskan. Saat perilaku diabaikan jangan sampai ada orang
lain yang member perhatian/penguatan pada perilaku yang tidak
diharapkan.
Penurunan perilaku dikombinasi dengan penguatan positif bagi perilaku
alternatif. Penguatan diberi secara gradual. Misalnya saat anak menangis
menjerit-jerit diabaikan, kemudian setelah anak diam menangis selama 15
detik-1 menit kemudian diberi penguatan positif.
Lakukan pada situasi yang memaksimalkan program extinction dan
meminimalkan situasi yang memungkinkan pihak lain memperkuat
perilaku yang tidak diharapkan. Misalnya anak temper tantrum di super
market akan sulit ditenangkan dibandingkan dilakukan di rumah.
Memberi instruksi dengan membuat aturan. Contoh suami setiap pulang
kantor selalu mengeluh kemacetan lalu lintas. Istri mengatakan “Tono
kemacetan terjadi setiap hari dan tidak ada yang bisa dilakukan dengan
mengeluh. Saya lebih suka bicara dengan kamu tentang hal lain. Tapi
kalau suatu saat nanti kamu pulang dan complain lagi tentang lalu lintas,
saya akan mengabaikannya”. Ini perlu dilakukan beberapa kali agar benar-
benar menurun.
Extinction akan berlangsung cepat setelah diikuti continuous
reinforcement pemberian penguatan setiap kali perilaku diharapkan
muncul. Contohnya anak meminta perhatian saat ibu sedang bicara di
telepon, ibu mengabaikan. Begitu anak diam dan tenang, ibu langsung
memperhatikan dan memberikan apa yang dibutuhkan anak.
30
pemberian continuous reinforcement pada extinction akan lebih cepat
menurunkan perilaku yang tidak diharapkan dibandingkan intermittent
reinforcement.
Extinction bisa menghasilkan perilaku agresi. Hal ini dapat diminimalisir
apabila mengkombinasi antara penghapusan (extinction) dengan penguatan
positif (positive reinforcement) bagi perilaku alternatif yang muncul.
Perilaku yang sudah hilang dapat muncul kembali setelah beberapa waktu.
Ini disebut spontaneous recovery. Bila hal ini terjadi maka perlu dilakukan
kembali atau dilanjutkan program penghapusan (extinction).
Prinsip penting dalam modifikasi tingkah laku adalah :bila ingin perilaku
muncul lebih sering maka beri dia penguatan. Bila ingin perilaku menurun
atau hilang,maka abaikanlah.
Pembanjiran (Flooding)
Pembanjiran (flooding) adalah membanjiri konseli dengan situasi atau
penyebab kecemasan atau tingkah laku tidak dikehendaki, sampai konseli sadar
bahwa yang dicemaskan tidak terjadi. Pembanjiran (flooding) merupakan teknik
modifikasi perilaku berdasarkan prinsip teori yang dikemukakan oleh B.F.
Skinner. Pembanjiran sesuai untuk menangani kasus fobia. Tujuannya untuk
menurunkan tingkat rasa takut yang ditimbulkan, dengan menggunakan stimulus
yang dikondisikan (condition stimulus) yang dimunculkan secara berulang-ulang
sehingga terjadi penurunan, tanpa member penguatan (reinforcement).
Cara-cara penerapan pembanjiran (flooding)
Terdapat dua cara melakukan penerapan pembanjiran (flooding), yaitu:
1. Invivo
Yaitu, konselor mencoba membawa konseli hadir pada situasi atau
stimulus yang menimbulkan rasa takut dengan segera selama terapi
berlangsung, dilakukan selama 1 jam atau lebih setiap sesinya, disertai
pencegahan terhadap perilaku untuk menghindari atau lari dari situasi
31
tersebut. Misal takut akan ketinggian, dimulai dengan mengajak konseli
melihat ke jendela dari ruang lantai 1, lantai 2, sampai ke lantai 10.
2. Imajeri
Yaitu, stimulus yang menakutkan bisa dihadirkan juga dengan
membayangkan, konselor akan membuat gambaran situasi yang semakin
meningkatkan rasa takut dan semakin mencemaskan. Pengalaman konseli
membayangkan tanpa disertai akibat yang dahsyat dapat menurunkan
tingkat rasa takutnya, dan ia akan siap menghadapi situasi sebenarnya.
Teknik ini biasa digunakan untuk kasus-kasus fobia, obsesif, psikotik.
Teknik flooding dikembangkan oleh Stamfl 1975 dengan nama terapi
implosif.
Prosedur terapi implosif
Langkah-langkah penerapan terapi implosif adalah:
Pencarian stimulus yang memicu gejala.
Menaksir bagaimana gejala-gejala berkaitan dan bagaimana gejala-
gejala membentuk perilaku konseli.
Meminta konseli membayangkan sejelas-jelasnya apa yang dijabarkan
tanpa disertai celaan atas kepantasan situasi yang dihadapi.
Bergerak semakin dekat kepada ketakutan paling kuat yang dialami
konseli, dan meminta konseli untuk membayangkan apa yang paling
ingin dihindarinya.
Mengulang prosedur tersebut sampai kecemasan tidak muncul lagi
dalam diri konseli.
Penjenuhan (Satiation)
Penjenuhan (satiation) adalah varian flooding untuk self control. Kontrol
diri adalah bagaimana individu mengontrol variable eksternal yang menentukan
tingkah laku. Hal ini dilakukan dengan memindahkan atau menghindar
32
(removing/avoiding) dari situasi berpengaruh buruk. Memperkuat diri (reinforce
oneself) yaitu member reinforcement kepada diri sendiri, terhadap ‘prestasi”
dirinya. Self punishment yaitu menghukum diri sendiri bisa hukuman fisik atau
mengurangi hak-haknya seperti menonton TV atau membeli makanan atau barang
yang diinginkannya.
Penjenuhan (satiation) adalah membuat diri jenuh terhadap suatu tingkah
laku, sehingga tidak lagi bersedia melakukannya. Menurunkan atau
menghilangkan tingkah laku yang tidak diinginkan dengan memberikan
reinforcement yang semakin banyak dan terus menerus, sehingga individu merasa
puas dan tidak akan melakukan tingkah laku yang tidak diinginkan lagi.
Contoh:
Ani suka sekali makan permen, untuk menurunkan kebiasaan tersebut, ia
diberi permen sebanyak-banyaknya sampai ia tidak ingin lagi permen, karena
nilai permen sudah berkurang.
Agus selalu meminjam alat tulis temannya tanpa izin. Pada hari penerapan
satiation, guru mempersiapkan alat tulis di meja agus. Setelah jam pertama,
guru memberi lagi tiga alat tulis, hal ini berlangsung sampai jam sekolah
berakhir. Pada batas tertentu, agus tidak membutuhkan alat tulis lagi, karena
nilai dari alat tulis tersebut sudah berkurang.
Hukuman (punishment)
Hukuman atau punishment merupakan intervensi operant-conditioning
yang digunakan konselor untuk mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan.
Skinner berkeyakinan bahwa hukuman kerap kali digunakan bukan untuk
menghilangkan tingkah laku yang tidak diinginkan tetapi hanya mengurangi
kecenderungan tingkah laku. Ketika hukuman dihilangkan maka tingkah laku
tersebut akan muncul kembali
Klasifikasi Tingkah Laku
AwalKonsekuensi
Kemungkinan
efek
Punishment Gina duduk di Gina dicubit ibu Gina tidak lagi
33
(Hukuman) tangan kursi setiap kali duduk
di tangan kursi
duduk di tanag
kursi
Akan tetapi, hukuman memiliki efek emosional yang negative seperti
kemarahan atau depresi. Bila hukuman digunakan harus diiringi dengan penguatan
positif.
Hal-hal yang harus diperhatikan
Dalam pemberian punishment terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan yaitu:
Hukuman diberikan segera setelah perilaku yang tidka diinginkan muncul pada
satu situasi, agar individu sedikit memiliki keinginan untuk mengulang kembali
perilaku tersebut bila berada pada situasi yang sama.
Penerapan punishment dalam pengubahan tingkah laku, lebih kepada fungsi
konsekuensi yang memberi efek penurunan perilaku.
Pemberian hukuman bisa dilakukan sebagai tambahan atas kensekuensi tingkah
laku (tambahan tugas) atau penghilangan sesuatu yang menyenangkan bagi
siswa (mengikuti kegiatan ekstrakurikuler diganti dengan tugas tambahan).
Efek samping emosional pemberian hukuman
Tingkah laku yang tidak diinginkan hanya ditekan saat ada hukuman
Jika tingkah laku alternative tidak muncul, konseli akan menarik diri
Pengaruh hukuman bisa jadi generalisasi pada tingkah laku lain yang berkaitan
dengan tingkah laku yang dihukum. Misal anak dihukum karena terlambat, jadi
tidak suka sekolah, semua pelajaran, semua guru dan sebagainya.
Terdapat tiga metode operan yang digunakan untuk mengurangi perilaku, yaitu
time-out, overcorrection dan response cost.
1. Hukuman fisik
Bentuknya bisa stimulus aversif, hukuman aversif, aversif sederhana. Jenis
hukuman aversif yaitu kejut listrik (electric shock), suara keras, diberi
34
amoniak, ditarik rambutnya, dan cubit yang disebut dengan unconditional
punishers.
2. Timeout
Yaitu pemberian hukuman dengan memisahkan individu dari situasi.
3. Reprimands
Stimulus verbal negative (Jangan! Itu jelek! ) diterapkan saat perilaku yang
tidak diharapkan muncul.
4. Response cost
Membebankan “biaya” apabila individu melakukan perilaku yang tidak
diharapkan, misalnya tidak boleh pinjam buku perpustakaan, dan memberi
tugas tambahan di rumah. Biasa digunakan sebagai bagian darin penerapan
token economy, dengan pengurangan atao pemotongan nilai token.
Time-out
Merupakan teknik menyisihkan peluang individu untuk mendapatkan
penguatan positif. Teknik ini biasa digunakan di kelas, di mana siswa yang
berprilaku tidak diharapkan diasingkan atau dipindahkan dari siswa-siswa yang
lain pada waktu yang spesifik dan terbatas. Sehingga dalam keadaan terasing,
individu tidak lagi berupaya untuk melakukan perilaku yang dapat menarik
perhatian guru maupun teman-temannya.
Tipe-tipe time out
Exclusionary atau ekslusi
Memindahkan individu dari situasi yang member peluang mendapat penguatan
untuk waktu singkat ke dalam ruang time out. Berdasarkan hasil penelitian,
lima menit adalah waktu yang efektif dalam pemberian time out. Kalau dalam
situasi belajar di kelas, berarti individu dipindahkan dari ruang kelas. Akan
dopindahkan ke ruang time out tertentu (isolasi) misalnya perpustakaan atau
ruang lain.
Nonexclusionary
Individu dipindahkan untuk beberapa saat pada situasi dengan sedikit
ponguatan. Contoh ketika siswa menganggu kelas, tidak diperbolehkan
35
berpartisipasi dalam aktivitas kelad dan diabaikan oleh guru selama beberapa
saat. Setelah itu boleh kembali berpartisipasi. Dapat disebut observational,
menempatkan siswa di luar akitivitas (tidak boleh mengikuti) tapi ia masih bisa
melihat aktivitas tersebut. Contoh: menempatkan siswa di pojok kelas atau
menuruhnya menundukkan kepala atau tetap di tempat duduk tapi tidak boleh
ikut aktivitas beberapa saat.
Contoh Format time-out
Siswa : ……………………………………….
Guru : ………………………………………..
Tanggal : ………………………………………..
Waktu Tingkah laku
sebelum time-
out
Tingkah laku selama
time-out
Tingkah laku
setelah time-
out
Masuk Keluar
Langkah – langkah time out
Menyeleksi perilaku spesifik yang akan diubah, misalnya: lompat dari
bangku.
36
Memaksimalkan kondisi untuk memunculkan perilaku alternative,
sehingga dapat diberi penguatan saat ini dilakukan individu sebagai
pengganti perilaku yang tidak diharapkan.
Meminimalisir penyebab timbulnya perilaku yang mendapat hukuman,
dengan mengidentifikasi di awal program. Serta menghilangkan peluang
munculnya penguatan bagi perilakunynag tidak diharapkan.
Memilih hukuman yang efektif, dengan memastikan menghukum segera
saat perilaku tidak diharapkan muncul, dan diberikan setiap kali perilaku
tersebut muncul, dan tidak diberikan bersamaan dengan penguatan
Penerapan hukuman dilakukan dengan aturan yang jelas; beri tahu konseli
semua program yang akan dilakukan, dan katakan ia akan diberi hukuman
segera setiap kali perilaku tidak diharapkan muncul, dan akan mendapat
penguatan. Hindari hukuman diberi bersamaan dengan reinforcement,
administrasikan dengan baik pemberian hukuman.
Program dilakukan dengan langkah dan aturan main yang jelas, lakukan
pencatatan data dan lakukan pemantauan
Terapi Aversi
Kontrol diri aversi → Konseli
Terapi pengaturan diri → Terapis
Stimuli yang tidak disukai ( aversive stimuli) akan menciptakan stimulus
yang tidak menyenangkan bersamaan dengan stimulus yang ingin dikontrol.
Terapi aversi merupakan teknik yang bertujuan untuk meredakan gangguan-
gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiaan tingkah laku
simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang
tidak diinginkan terhambat kemunculannya.
Stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau
ramuan yang membuat mual. Kendali aversi bisa melibatkan penarikan penguatan
positif atau penggunaan hukuman. Area penggunaan aversi adalah untuk tingkah
laku maladatif antara lain; ketergantungan alcohol, obat-obatan, merokok, obsesi,
37
kompulsi, berjudi, homoseksualitas, penyimpangan seksual seperti pedofila.
Merupakan teknik utama untuk alkoholik, melalui pemberian ramuan yang
menimbulkan mula kedalam alcohol yang diminum. Prosedur aversif menyajikan
cara-cara menahan respons maladaptive pada suatu periode, sehingga ada
kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternative yang adaptif.
Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan terapi aversi
Hukuman jangan sering digunakan, meskipun konseli menginginkannya. Apabila
masih ada alternative baiknya digunakan cara-cara pemberian reinforcement
positif, untuk mengurangi efek samping hukuman.
Bila menggunakan hukuman, perumusan tingkah laku alternative harus spesifik
dan jelas.
Hukuman digunakan dengan cara-cara yang tidak mengakibatkan konseli merasa
ditolak sebagai pribadi
Konseli harus tahu bahwa konsekuensi aversif diasosiasikan dengan tingkah laku
maladaptive spesifik
Jenis konseling aversi
Aversi kimia yaitu dengan memasukkan bahan kimia yang menimbulkan mual ke
dalam alcohol
Kejutan listrik yaitu dengan menggunakan 2 elektroda yang dipasang dilengan,
betis atau jari
Covert sensitization yaitu dengan meminta konseli membayangkan perilaku
maladaptive yang biasa dilakukan dan akibat negative utnuk menimbulkan rasa
menyesal atau merasa bersalah
Disensitisasi sistematis
Digunakan untuk menghapus rasa cemas dan tingkah laku menghindar.
Dilakukan dengan menerapkan pengkondisian klasik yaitu dengan melemahkan
kekuatan stimulus penghasil kecemasan, gejala kecemasan bisa dikendalikan dan
38
dihapus melalui penggantian stimulus. Melibatkan teknik relaksasi. Melatih
konseli untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman
pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasi
Langkah-langkah
Analisis tingkah laku yang membangkitkan kecemasan
Menyusun tingkat kecemasan
Membuat daftar situasi yang memunculkan/ meningkatkan taraf kecemasan mulai
dari yang paling rendah-paling tinggi
Melatih relaksasi konseli yang digariskan Yacobsen dan diuraikan rinci oleh
Wolpe yaitu dnegan berlatih pengenduran otot dan bagian tubuh dengan titik berat
wajah, tangan, kepala, leher, pundak, punggung, perut, dada, dan anggota badan
bagian bawah
Konseli mempraktikkan 30 menit tiap hari, hingga terbiasa untuk santai dengan
cepat
Pelaksanaan desensitisasi konseli dalam santai dan mata tertutup
Meminta konseli membayangkan dirinya berada pada suatu situasi yang netral,
menyenangkan, santai, nyaman, tenang. Saat konseli santai diminta
membayangkan situasi yang menimbulkan kecemasan pada tingkat yang paling
rendah
Dilakukan terus secara bertahap sampai tingkat yang memunculkan rasa cemas,
dan dihentikan
Kemudian dilakukan relaksasi lagi sampai konseli santai, diminta membayangkan
lagi pada situasi dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi dan sebelumnya
Terapi selesai apabila konseli mampu tetap santai ketika membayangkan situasi
yang sebelumnya paling menggelisahkan dan mencemaskan
Cocok untuk kasus fobia, takut ujian, impotensi, frigiditas, kecemasan neurotic,
kekuatan yang digeneralisasikan
Penyebab kegagalan disensitisasi sistematis :
– Konseli yang mengalami kesulitan dalam melakukan relaksasi
– Tingkatan kecemasan yang tidak relevan atau tidak tepat saat disusun bersama
konseli
39
– Ketidak memadaian dalam membayangkan (Wolpe 1969)
2. PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR
THERAPY (REBT)
PENDAHULUAN
40
Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah
pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan,
tingkah laku, dan pikiran. Pendekatan REBT dikembangkan oleh Albert Ellis
melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia
adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah
satunya didapat melalui belajar sosial. Di samping itu, individu juga memiliki
kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional. Pendekatan ini bertujuan
untuk mengajak individu untuk mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran
yang rasional melalui teori GABCDE.
SEJARAH
Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan yang
dikembangkan oleh Albert Ellis pada tengah tahun 1950an yang menekankan pada
pentingnya peran pikiran pada tingkah laku (Corey,1995,p.381). Pada awalnya
pendekatan ini disebut dengan Rational Therapy (RT). Kemudian Ellis
mengubahnya menjadi Rational-Emotive Therapy (RET) pada tahun 1961. Pada
tahun 1993, dalam Newsletter yang dikeluarkan oleh the Institute for Rational
Emotive Therapy, Ellis mengumumkan bahwa ia mengganti nama Rational
Emotive Therapy (RET) menjadi Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT).
(Nelson Jones,1995, p.309; Corey, 1995,p.381)
Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) merupakan pendekatan
kognitif-behavioral. Pendekatan ini merupakan pengembangan dari pendekatan
behavioral. Dalam proses konselingnya, Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT) berfokus pada tingkah laku individu, akan tetapi REBT menekankan
bahwa tingkah laku yang bermasalah disebabkan oleh pemikiran yang irasional
sehingga fokus penanganan pada pendekatan REBT adalah pemikiran individu.
REBT adalah pendekatan yang bersifat direktif, yaitu pendekatan yang
membelajarkan kembali konseli untuk memahami input kognitif yang
menyebabkan gangguan emosional, mencoba mengubah pikiran konseli agar
membiarkan pikiran irasionalnya atau belajar mengantisipasi manfaat atau
konsekuensi dari tingkah laku (George & Cristiani, 1990,p.81).
41
Kata rational yang dimaksud Ellis adalah kognisi atau proses berpikir yang
efektif dalam membantu diri sendiri (self helping) bukan kognisi yang valid secara
empiris dan logis. Menurut Ellis, rasionalitas individu bergantung pada penilaian
individu berdasarkan keinginan atau pilihannya atau berdasarkan emosi dan
perasaannya (Nelson-Jones,1995,p.309). Ellis memperkenalkan kata behavior
(tingkah laku) pada pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT)
dengan alasan bahwa tingkah laku sangat terkait dengan emosi dan perasaan
(Nelson-Jones,1995,p.309).
PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) memandang
manusia sebagai individu yang didominasi oleh sistem berpikir dan sistem
perasaan yang berkaitan dalam dalam sistem psikis individu. Keberfungsian
individu secara psikologis ditentukan oleh pikiran, perasaan, dan tingkah laku.
Tiga aspek ini saling berkaitan karena satu aspek mempengaruhi aspek lainnya
(Walen et.al., 1992,p.15). Secara khusus pendekatan Rational-Emotive Behavior
Therapy (REBT) berasumsi bahwa individu memiliki karakteristik sebagai
berikut:
Individu memiliki potensi yang unik untuk berpikir rasional dan irasional.
Pikiran irasional berasal dari proses belajar yang irasional yang didapat
dari orang tua dan budayanya.
Manusia adalah makhluk verbal dan berpikir melalui simbol dan bahasa.
Dengan demikian, gangguan emosi yang dialami individu disebabkan oleh
verbalisasi ide dan pemikiran irasional.
Gangguan emosional yang disebabkan oleh verbalisasi diri (self
verbalising) yang terus menerus dan persepsi serta sikap terhadap kejadian
merupakan akar permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri.
Individu memiliki potensi untuk mengubah arah hidup personal dan
sosialnya.
42
Pikiran dan perasaan yang negatif dan merusak diri dapat diserang dengan
mengorganisasikan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi
logis dan rasional (George & Cristiani, 1990, p.82-83).
Landasan filosofi Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) tentang
manusia tergambar dalam quotation dari Epictetus yang dikutip oleh Ellis :
Men are disturbed not by things, but by the views which they take of them.
(manusia terganggu bukan karena sesuatu, tetapi karena pandangan terhadap
sesuatu)
Landasan filosofi Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) tentang
manusia, melekat pada epistemology atau theory of knowledge, dialectic atau
sistem berpikir, sistem nilai dan prinsip etik (Walen et.al.,1992,p.3). Secara
epistemologi, individu diajak mencari cara yang reliable dan valid untuk
mendapatkan pengetahuan dan menentukan bagaimana kita mengetahui bahwa
sesuatu itu benar. Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) mengadvokasi
berpikir ilmiah dan berdasarkan bukti empiris (Walen et.al.,1992,p.4). Secara
dialektik, Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) berasumsi bahwa berpikir
logis itu tidak mudah. Kebanyakan individu cenderung ahli dalam berpikir tidak
logis (Walen et.al., 1992, p.5).
Contoh berpikir tidak logis yang biasanya banyak menguasai individu
adalah :
Saya harus sempurna.
Saya baru saja melakukan kesalahan, bodoh sekali !
Ini adalah bukti bahwa saya tidak sempurna, maka saya tidak berguna
(Walen et. al., 1992, p.5).
Secara sistem nilai, terdapat dua nilai eksplisit dalam filosofi Rational-
Emotive Behavior Therapy (REBT) yang biasanya dipegang oleh individu namun
tidak sering diverbalkan, yaitu :
1. Nilai untuk bertahan hidup (survival)
2. Nilai kesenangan (enjoyment)
43
Kedua nilai ini didesain oleh individu agar ia dapat hidup lebih panjang,
meminimalisir stress emosional dan tingkah laku yang merusak diri, serta
mengaktualisasikan diri sehingga individu dapat hidup dengan penuh dan bahagia
(Walen et.al.,1992,p.5-6). Tujuan-tujuan ini dipandang sebagai pilihan daripada
kebutuhan. Hidup yang rasional terdiri dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku
yang berkontribusi terhadap pencapaian tujuan-tujuan yang dipilih individu.
Sebaliknya, hidup yang irasional terdiri dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku
yang menghambat pencapaian tujuan tersebut (Nelson-Jones, 1995, p.313).
Selanjutnya, manusia dipandang memiliki tiga tujuan fundamental (Nelson-
Jones,1995,p.312), yaitu :
1. Untuk bertahan hidup (to survive)
2. Untuk bebas dari kesakitan (to be relatively free from pain)
3. Untuk mencapai kepuasan (to be reasonably satisfied or content)
Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) juga berpendapat bahwa
individu adalah hedonistik, yaitu kesenangan dan bertahan hidup adalah tujuan
utama hidup. Hedonisme dapat diartikan sebagai pencarian kenikmatan dan
menghindari kesakitan. Bentuk hedonisme khusus yang membutuhkan perhatian
adalah penghindaran terhadap kesakitan dan ketidaknyamanan. Dalam Rational-
Emotive Behavior Therapy (REBT), hal ini menghasilkan Low Frustation
Tolerance (LFT). Individu yang memiliki LFT terlihat dari pernyataan-pernyataan
verbalnya seperti : ini terlalu berat, saya pasti tidak mampu, ini menakutkan, saya
tidak bisa menjalani ini (Walen et.al.,1992,p.8).
Ellis mengidentifikasi 11 keyakinan irasional individu yang dapat
mengakibatkan masalah, yaitu :
1. Dicintai dan disetujui oleh orang lain adalah sesuatu yang sangat esensial.
2. Untuk menjadi orang yang berharga, individu harus kompeten dan
mencapai setiap usahanya.
3. Orang yang tidak bermoral, kriminal dan nakal merupakan pihak yang
harus disalahkan.
44
4. Hal yang sangat buruk dan menyebalkan adalah bila segala sesuatu tidak
terjadi seperti yang saya harapkan.
5. Ketidakbahagiaan merupakan hasil dari peristiwa eksternal yang tidak
dapat dikontrol oleh diri sendiri.
6. Sesuatu yang membahayakan harus menjadi perhatian dan harus selalu
diingat dalam pikiran.
7. Lari dari kesulitan dan tanggung jawab lebih mudah daripada
menghadapinya.
8. Seseorang harus memiliki orang lain sebagai tempat bergantung dan harus
memiliki seseorang yang lebih kuat yang dapat menjadi tempat bersandar.
9. Masa lalu menentukan tingkah laku saat ini dan tidak bisa diubah.
10. Individu bertanggung jawab atas masalah dan kesulitan yang dialami oleh
orang lain.
11. Selalu ada jawaban yang benar untuk setiap masalah. Dengan demikian,
kegagalan mendapatkan jawaban yang benar merupakan bencana
(Gladding, 1992, pp.115-116).
Ellis berpendapat bahwa secara natural berpikir irasional dan memiliki
kecenderungan merusak diri sendiri (self-defeating behavior), oleh karena itu
individu memerlukan bantuan untuk berpikir sebaliknya. Namun, Ellis juga
mengatakan individu memiliki cinta dan menolong orang lain selama mereka
tidak berpikir irasional. Untuk menjelaskannya dalam lingkaran berpikir irasional
(the circle of irrational thinking). Berpikir irasional mengarah kepada kebencian
terhadap diri (self-hate) yang mengarah pada tingkah laku yang merusak diri
sendiri (self distructed behavior) kemudian individu akan membenci orang lain
sehingga pada akhirnya menyebabkan bertindak irasional kepada orang lain dan
secara terus menerus mengikuti lingkaran tersebut (Thompson et.al.2004,p.207).
Lingkaran berpikir irasional :
45
KONSEP DASAR
Asumsi Dasar
Ellis (1993) mengatakan beberapa asumsi dasar REBT yang dapat
dikategorisasikan pada beberapa postulat, antara lain:
- Pikiran, perasaan dan tingkah laku secara berkesinambungan saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain
- Gangguan emosional disebabkan oleh faktor biologi dan lingkungan
- Manusia dipengaruhi oleh orang lain dan lingkungan sekitar dan
individu juga secara sengaja mempengaruhi orang lain disekitarnya
46
Doni membenci dirinya
Doni bertingkah laku yang
merusak diri (self-defeating
behavior)
Doni membenci orang lain
Orang lain merespon
secara irasional
kepada Doni
Doni terlibat dalam
berpikir irasional
- Manusia menyakiti diri sendiri secara kognitif, emosional, dan tingkah
laku. Individu sering berpikir yang menyakiti diri sendiri dan orang
lain
- Ketika hal yang tidak menyenangkan terjadi, individu cenderung
menciptakan keyakinan yang irasional tentang kejadian tersebut
- Keyakinan irasional menjadi penyebab gangguan kepribadian individu
- Sebagian besar manusia memiliki kecenderungan yang besar untuk
membuat dan mempertahankan gangguan emosionalnya
- Individu bertingkah laku menyakiti diri sendiri (self-defeating
behavior)
Tiga hipotesis fundamental yang menjadi landasan pendekatan Rational-
Emotive Behavior Therapy (REBT) menurut Nelson-Jones (1995), yaitu :
1. Pikiran dan emosi yang saling berakitan
2. Pikiran dan emosi biasanya saling mempengaruhi satu sama lain,
keduanya bekerja seperti lingkaran yang memiliki hubungan sebab-
akibat, dan pada poin tertentu, pikiran dan emosi menjadi hal yang
sama
3. Pikiran dan emosi cenderung berperan dalam self-talk (perbincangan
dalam diri individu yang kerap kali diucapkan oleh individu sehingga
menjadi pikiran dan emosi). Sehingga pernyataan internal individu
sangat berarti dalam menghasilkan dan memodifikasi emosi individu
Menurut Ellis, terdapat enam prinsip teori REBT, antara alain:
1. Pikiran adalah penentu proksimal yang paling penting terhadap emosi
individu
2. Disfungsi berpikir adalah penentu utama stress emosi
3. Cara terbaik untuk mengatasi stress adalah mengubah cara berpikir
(mind set)
4. Percaya atas berbagai faktor yaitu pengaruh genetik dan lingkungan
yang menjadi penyebab pikiran yang irasional
47
5. Menekankan pada masa sekarang (present) daripada pengaruh masa
lalu
6. Perubahan tidak terjadi dengan mudah (Walen et. al., 1992, p.15-16)
Proses Berpikir
Tiga tingkatan berpikir yang dimiliki individu menurut pandangan
pendekatan REBT, yaitu:
1. Berpikir tentang apa yang terjadi berdasarkan fakta dan bukti-bukti
(inferences)
2. Mengadakan penilaian terhadap fakta dan bukti (evaluation)
3. Keyakinan terhadap proses inferences dan evaluasi (core belief)
(Froggatt, 2005, p.4)
Ellis berpendapat bahwa yang menjadi sumber terjadinya masalah-
masalahemosional adalah evaluative belief yang dikenal dalam istilah REBT
adalah irrational belief yang dapat dikategorikan menjadi empat yaitu:
1. Demand (tuntutan) adalah tuntutan atau ekspektasi yang tidak realistis
dan absolute terhadap kejadian atau individu yang dapat dikenali
dengan kata-kata seperti, harus, sebaiknya, dan lebih baik
2. Awfulising adalah cara melebih-lebihkan konsekuensi negatif dari
suatu situasi sampai pada level yang ekstrim, sehingga kejadian yang
tidak menguntungkan menjadi kejadian yang sangat menyakitkan
3. Low frustation tolerance (LFT) adalah kelanjutan dari tuntutan untuk
selalu berada dalam kondisi nyaman dan merefleksikan
ketidaktoleransian terhadap ketidaknyamanan
4. Global evaluations of human worth, yaitu menilai keberhargaan diri
sendiri dan orang lain. Hal ini bermakna bahwa individu dapat diberi
peringkat yang berimplikasi bahwa pada asumsi beberapa orang lebih
buruk atau tidak berharga dari yang lain (Walen et. al., 1992, pp. 17-
18)
Ellis membagi pikiran individu dalam tiga tingkatan, yaitu:
48
1. Pikiran dingin (cool), yaitu pikiran yang bersifat deskriptif dan
mengandung sedikit emosi
2. Pikiran hangat (warm), yaitu pikiran yang mengarah pada satu
preferensi atau keyakinan rasional, pikiran ini mengandung evaluasi
yang mempengaruhi pembentukan perasaan
3. Pikiran panas (hot), yaitu pikiran yang mengadung unsur evaluasi yang
tinggi dan penuh dengan perasaan
Tabel 6.1 contoh tiga tingkatan pikiran manusia
Pikiran yang dingin
“Saya perhatikan bahwa ayah saya itu galak”
Pikiran yang hangat
“Saya tidak suka kegalakan ayah saya, saya harap dia tidak bertindak seperti itu”
Pikiran yang panas
“Saya benar-benar benci perbuatan ayah saya. Dia tidak boleh berbuat itu pada
saya. Dia tidak berhak melakukan itu! Saya akan bunuh dia!”
Rasionalitas sebagai Filosofi Personal
Individu memiliki personal aturan-aturan atau filosofi hidup yang
dipengaruhi oleh pola asuh, ajaran agama, prinsip umum hidup atau opini yang
dipegang teguh secara umum. Karena dipegang teguh secara dogmatik, prinsip ini
dipaksakan secar kaku dapat menjadi masalah bagi individu yang menghambat
pencapaian tujuan untuk kesenangan dan bertahan hidup. Prinsip-prinsip ini yang
menjadi fokus untuk diubah (Walen et. al., 1992, p.13)
REBT membantu individu untuk mengembangkan filosofi hidup yang baru
yang dapat membantu mengurangi stress dan meningkatkan kebahagiaan.
Pandangan REBT bahwa individu dapat memilih untuk menyakiti diri sendiri
dengan pikiran yang tidak logis dan tidak ilmiah atau mengembangkan
kebahagiaan hidup dengan berpikir rasional berdasarkan bukti-bukti dan fakta.
49
Tujuan-tujuan prinsip rasional adalah untuk meningkatkan keyakinan dan
kebiasaan yang sesuai dengan prinsip untuk bertahan hidup, mencapai kepuasan
dalam hidup, berhubungan dengan orang lain dengan cara yang positif, dan
mencapai keterlibatan yang intim dengan beberapa orang
Konselor membantu konseli untuk selalu ingat bahwa semua orang bisa
salah dan terpeleset, mengurangi tuntutan untuk menjadi perfeksionis,
mengembangkan penerimaan diri, dan penerimaan terhadap orang lain yang
positif. Perubahan ini dilandasi oleh pikiran yang logis dan ilmiah yang
menghasilkan perubahan yang mendalam pada filosofi hidup dan sikap individu
(Walen et. al., 1992, p. 13-14)
Teori ABC
Teori ABC adalah teori tentang kepribadian individu dari sudut pandang
pendekatan REBT, kemudian ditambahkan D dan E untuk mengakomodasi
perubahan dan hasil yang diinginkan dari perubahan tersebut. Selanjutnya,
ditambahkan G yang diletakkan diawal untuk memberikan konteks pada
kepribadian individu:
G (Goals) atau tujuan-tujuan yaitu tujuan fundamental
A (Activating events in a person’s life) atau kejadian yang mengaktifkan atau
mengakibatkan individu
B (Beliefs) atau keyakinan baik rasional maupun irasioanl
C (Consequences) atau konsekuensi baik emosional maupun tingkah laku
D (Disputing irrational belief) atau melakukan dispute pikiran rasional
E (Effective new philosophyof life) atau mengembangkan filosofi hidup yang efektif
F (Futher action / new feeling) atau aksi yang dilakukan lebih lanjut dan perasaan baru
yang dikembangkan
(Nelson-Jones, 1995, p.316)
Contoh episode emosional yang cenderung salah menginterpretasikan
kejadian dan mengakibatkan salah
A1 Activating event – apa yang terjadi
“Saya bertemu teman di jalan tetapi tidak menyapa saya”
A2 Inferences about what happened
50
“Dia mengacuhkan saya, dia membenci saya”
B Belief about A
“Saya tidak berharga sebagai teman, maka saya adalah orang yang tidak berharga
(evalusai)”
C Reaksi
Emosi : depresi
Tingkah laku : menghindari orang-orang (Froggatt, 2005, p.1)
Ellis menegaskan bahwa irrational thinking (berpikir rasional) menjadi
masalah bagi individu karena:
1. Menghambat individu-individu dalam mencapai tujuan, menciptakan
emosi yang ekstrim yang melibatkan stress dan menghambat mobilitas
dan mengarahkan pada tingkah laku yang menyakiti diri sendiri
2. Menyalahkan kenyataan (salah menginterpretasikan kejadian yang
terjadi atau tidak didukung oleh bukti yang kuat)
3. Mengandung cara yang tidak logis dalam mengevaluasi diri, orang lain
dan lingkungan sekitar (Froggatt, 2005, p.1)
Pendekatan REBT berpendapat bahwa individu mengalahkan atau
mengganggu dirinya dengan dua cara, yaitu dengan memegang teguh keyakinan
irasional tentang self (diri) yang disebut dengan ego disturbance dan dengan
memegang teguh keyakinan irasioanl tentang emosi dan kenyamanan fisik, hal ini
disebut dengan discomfort disturbance (Froggatt, 2005, p.2)
Ego disturbance mempresentasikan kecemasan dan kemarahan terhadap
citra diri (self-image) seperti “saya harus…”, melakukan yang terbaik atau tidak
boleh gagal. Kemudian diikuti oleh evaluasi diri yang negatif , ketika saya gagal
atau tidak mendapat pengakuan dari orang lain, berarti saya adalah orang yang
tidak baik. Hal ini mengakibatkan kecemasan, tekanan emosional yang
diakibatkan dari persepsi negatif yang mengarah pada berbagai masalah seperti
menghindari situasi terjadinya kegagalan tersebut, ketidak setujuan, ketakutan
untuk mengemukakan pendapat (Froggatt, 2005, p.2)
51
Sedangkan discomfort disturbance dihasilkan dari tuntutan atas orang lain
seperti: “orang lain harus memperlakukan saya dengan baik, atau tuntutan atas
lingkungan sekitar seperti situasi dimana saya tinggal harus seperti yang saya
harapkan “ (Froggatt, 2005, p.2). Discomfort disturbance terdiri dari dua tipe
yaitu:
1. Low frustration-tolerance (LFT)
Hal ini dihasilkan dari tuntutan terhadap lingkungan yang tidak
terpenuhi, diikuti oleh kejadian buruk. Seperti : “lingkungan harus seperti
yang saya inginkan, atau saya tidak bisa bertahan bila lingkungan sekitar
tidak seperti yang saya inginkan”
2. Low discomfort-tolerance (LDT)
Hal ini timbul dari tuntutan individu bahwa ia tidak boleh memiliki
pengalaman yang tidak nyaman secara emosi dan fisik. Seperti keyakinan
sebagai berikut: “saya harus dapat berbahagia setiap saat. Hal ini
mengakibatkan individu tidak memiliki toleransi terhadap
ketidaknyamanan dan cenderung menghindari dari situasi yang
membuatnya tidak nyaman.“ (Froggatt, 2005, p.3)
TUJUAN KONSELING
Memiliki minat diri (self interest)
Memiliki minat social (social interest)
Memiliki pengarahan diri (self direction)
Toleransi (tolerance)
Fleksibel (flexibility)
Memiliki penerimaan (acceptance)
Dapat menerima ketidakpastian (acceptance of uncertainty)
Dapat menerima diri sendiri (self acceptance)
Dapat mengambil resiko (risk taking)
Memiliki harapan yang realistis (realistic expectation)
Memiliki toleransi terhadap frustasi yang tinggi ( high frustration
tolerance).
52
Memiliki tanggung jawab pribadi (self responbility)
PERAN DAN FUNGSI KONSELOR
Peran dan fungsi konselor dalam pendekatan Rational-Emotive Behavior
Therapy (REBT):
a. Aktif-direktif : mengambil peran lebih banyak untuk memberikan
penjelasan terutama pada awal konseling.
b. Mengkonfirmasi pikiran irasional konseli secara lansung.
c. Menggunakan berbagai teknik untuk menstimulus konseli untuk berfikir
dan mendidik kembali diri konseli sendiri.
d. Secara terus-menerus “menyerang” pemikiran irasional konseli.
e. Mengajak konseli untuk mengatasi masalahnya dengan kekuatan berfikir
bukan emosi.
f. Bersifat didaktif (George & cristiani).
Konselor diharapkan memiliki kemampuan bahasa yang baik karena
dalam REBT di dominasi oleh teknik-teknik yang menggunakan pengolahan
verbal. Selain itu konselor harus mempunyai keterampilan untuk membangun
hubungan konseling yang diantaranya adalah :
1. Empati
2. Menghargai
3. Ketulusan
4. Kekongkritan
5. Konfrontasi
TAHAP-TAHAP KONSELING
Terdapat beberapa tahap konseling dalam REBT antara konselor dan
konseli :
TAHAP 1
53
Proses dimana konseli diperihatkan dan disadarkan bahwa mereka tidak
logis dan irasional. Proses ini membantu konseli memahami bagaimana
dan mengapa dapat menjadi irasional. Pada tahap ini konseli diajarkan
bahwa mereka memiliki potensi untuk mengubah hal tersebut.
TAHAP 2
Tahap ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan perasaan
negative tersebut dapat ditantang dan diubah. Tahap ini konseli
mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan rasional. Konselor
membantu konseli mengembangkan pikiran rasionalnya dengan cara
mendebat pikiran irasional konseli dengan menggunakan pertanyaan untuk
menantang validitas ide tentang diri, orang lain, dan lingkungan sekitar
dengan menggunakan teknik-teknik REBT.
TAHAP 3
Dalam tahap akhir ini konseli dibantu untuk secara terus menerus
mengembangkan pikiran rasional serta mengembangkan filosofi hidup
yang rasional sehingga konseli tidak terjebak pada masalah yang
disebabkan oleh pemikiran irasional.
Tahap konseling ini merupakan proses natural dan berkelanjutan. Dalam
tahap-tahap tersebut terdapat dua tugas utama konselor yaitu :
1. Interpersonal : membangun hubungan terapeutik, membangun rapport,
dan suasana yang kolaboratif.
2. Organizational : bersosialisasi dengan konseli untuk memulai terapi,
mengadakan proses asesmen awal, menyetujui wilayah masalah dan
membangun tujuan konseling.
Terdapat beberapa langkah intervensi konseling dengan pendekatan REBT :
1. Bekerja sama dengan konseli ( engage with client )
Membangun hubungan dengan konseli yang dapat dicapai dengan
mengembangkan empati, kehangatan dan penghargaan.
Memperhatikan tentang “secondary disturbance” atau hal yang
mengganggu konseli yang mendorong konseli mencari bantuan.
54
Memperlihatkan kepada konseli tentang kemungkinan perubahan yang
bisa dicapai dan kemampuan konselor untuk membantu konseli
mencapai tujuan konseling.
2. Melakukan assessment terhadap masalah, orang dan situasi (assess the
problem, person, and situation).
Mulai mengidentifikasi pandangan-pandangan tentang apa yang
menurut konseli salah.
Perhatikan bagaimana perasaan konseli mengalami masalah ini.
Laksanakan asesmen secara umum dengan mengidentifikasi latar
belakang personal dan sosial, kedalaman masalah, hubungan dengan
kepribadian individu, dan sebab-sebab non psikis seperti : kondisi
fisik, lingkungan, dan penyalahgunaan obat.
3. Mempersiapkan konseli untuk terapi (prepare the client for therapy)
Mengklarifikasi dan menyetujui tujuan konseling dan motivasi konseli
untuk berubah.
Mendiskusikan pendekatan yang akan digunakan dan implikasinya.
4. Mengimplementasikan program penanganan (implement the treatment
program).
Menganilisis episode spesifik di mana inti masalah itu terjadi,
menemukan keyakinan-keyakinan yang terlibat dalam masalah, dan
mengembangkan homework.
Mengembangkan tugas-tugas tingkah laku untuk mengurangi
ketakutan atau memodifikasi tingkah laku.
Menggunakan teknik-teknik tambahan yang diperlukan.
5. Mengevaluasi kemajuan (evaluate progress).
Pada menjelang akhir intervensi konselor memastikan apakah konseli
mencapai perubahan yang significant dalam berfikir atau perubahan
tersebut disebabkan oleh faktor lain.
6. Mempersiapkan konseli untuk mengakhiri konseling (prepare the client
for termination).
Mempersiapkan konseli untuk mengakhiri proses konseling dengan
menguatkan kembali hasil yang sudah dicapai. Selain itu, mempersiapkan
55
konseli untuk dapat menerima adanya kemungkinan kemunduran dari hasil
yang sudah dicapai atau kemungkinan mengalami masalah di kemudian
hari.
TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Tujuh Faktor yang dapat digunakan untuk mendeteksi pikiran
irasional:
1.Lihat pada generalisasi yang berlebihan
(overgeneralisasion),seperti :’saya mendapatkan nilai 50, pada mata
pelajaran matematika, maka saya memang tidak bisa metematika”
2. Lihat pada distorsi (distortion), kadang-kadang mengacu pada pikiran
yang beranggapan tentang keseluruhan atau tidak sama sekali (all or
nothing thinking), berpikir hitam-putih, semua baik atau semua buruk,
seperti “saya tidak dapat nilai A pada semua mata kuliah, lihat saja KRS
saya, saya memang bukan mahasiswa yang baik”
3.Lihat pada hal-hal yang dihapus (deletion), yaitu tendensi untuk berfokus
pada kejadian negative dan menghapus kejadian positif, seperti : “saya
kalah dua kali,dan menang satu kali, pada permainan berikutnya, saya pati
kalah.
4. Lihat pada hal-hal yang dianggap tragedy atau bencana
(catastrophising) yaitu kesalahan yang dilebih-lebihkan dan kebrhasilan
yang dikecilkanseperti :”Saya Cuma beruntung dapat nilai A”
5.Lihat pada penggunaan kata-kata absolute seeprti harus , selalu, tidak
boleh, tidak pernah “saya tidak boleh berbuat kesalahan”
6.Lihat pada pernyataan yang menunjukan ketidaksetujuan terhadap
sesuatu atau seseorang yang konseli piker mereka tidak dapat menahannya,
seperti “dia seharusnya dihukum dan tidak diperbolehkan bebas begitu
saja”.
7.Lihat pada ramalan (Fortune Telling) atau prediksi masa depan seperti
“saya hanya tahu bahwa teman saya tidak senang pada pesta saya”
TEKNIK KOGNITIF
56
Dispute kognitif (cognitive disputation)
Adalah usaha untuk mengubah keyakinan irasional konseli melalui
Philosophical persuation, didactic Presentation, Socratic Dialogue, vicarious
experience, dan berbagai ekspresi verbal lainnya. Teknik untuk melakukan
Dispute kognitif (cognitive disputation) adalah dengan bertanya :
*Pertanyaan-pertanyaan untuk melakukan dispute logis :
Apa benar begitu ?
Apakah itu logis ?
Mengapa tidak ?
Mengapa harus begitu ?
*Pertanyaan untuk Reality testing :
Apa buktinya ?
Apa yang terjadi kalau ?
*Pertanyaan untuk Pragmartic Disputation
Apakah ini berharga untuk dipertahankan ?
Apa yang akan terjadi bila kamu berpikir demikian ?
Analisis Rasional (rational Analysis)
Teknik untuk mengajarkan konseli bagaimana membuka dan mendebat
keyakinan irasional.
Dispute Standard ganda (double-standard dispute)
Mengajarkan konseli melihat dirinya memiliki standar ganda mengenai
dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar.
57
Skala Katastropi (catastrophe scale)
Membuat proporsi tentang peristiwa –peristiwa yang
menyakitkan .Misalanya : dari 100% buatlah presentase peristiwa yang
menyakitkan, urutkan dari yang paling tinggi presentasenya sampai yang palin
rendah.
Devil’s advocate atau rational role reversal
Yaitu meminta konseli untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan
rasional sementara konselor memainkan peran menjadi konseli yang
irasional.Konseli melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan
rasional yang diverbalisasikan.
Membuat frame ulang (reframing)
Mengevaluasi kembali hal-hal yang mengecewakan dan tidak
menyenangkan dengan mengubh frame berfikir konseli.
TEKNIK IMAGERI
Dispute Imajinasi (Imaginal disputation)
Strategi Imaginal disputation melibatkan penggunaan imageri.setelah
melakukan dispute secara verbal ,Konselor meminta konseli membayangkan
dirinya kembali pada situasi yang menjadi masalah dan melihat apakah emosinya
berubah,.Bila ya, maka konselor meminta konseli untuk mengatakan [ada dirinya
sebagai individu yang berpikir lebih rasional dan mengulang kembali proses
diatas.bilabelum maka keyakinan irasionalnya masih ada.
Kartu control emosional (the emosional control card-ECC )
Adalah alat yang membantu konseli menguatkan dan memperluas praktik
Rational-Emotive Threpahy(REBT).ECC biasa digunakan untuk memperkuat
proses belajar , secara lebih kusus persaan marah (anger), kritik diri (self-
critiscm), kecemasan (anxiety),dan depresi.
58
Proyeksi waktu (Time Projection)
Meminta konseli untuk memvisualisasikan kejadian yang tidak
menyenagkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan seminggu
kemudian, sebulan kemudian,enam bulan kemudian, setahun kemudian dan
seterusnya.
Teknik melebih-lebihkan (the blow-up technique)
Adalah variasi dari teknik “worst Case imaginery). Memnita konseli
membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian yang menakutkan , lalu
melebih-lebihkan pada taraf yangtinggi, hal ini bertujuan agar konseli dapat
mengontrol ketakutannya.
TEKNIK BEHAVIORAL
Dispute tingkah laku (behavioral disputation)
Memberi kesempatan kepada konseli untuk mengalami kejadian yang
menyebabkannya berpikir irasional dan melawan keyakinannya tersebut.
Bermain peran (role Playing)
Dengan bantuan konselor, konseli memainkan role play tingkah laku baru
yang sesuai dengan keyakinan irasional
Peran rasional terbalik (rasional role reversal)
Meminta konseli memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional
sementara konselor memainkan peran menjadi konseli yang irasional.
Pengalaman langsung(exposure)
Konseli secara sengaja memasuki situasi yang menakutkan, proses ini
dilakukan melalui perencanaa dan penerapan keterampilan mengatasi masalah.
Menyerang rasa malu (shame attacking)
59
Melakukan konfrontasi terhadap ketakutan untuk malu dengan secara
sengaja bertingkah laku yang memalukan dan mengundang ketidaksetujuan
lingkungan sekitar.konseli diajarkan mengelola dan mengantisipasi persaan
malunya.
Pekerjaan rumah (homework assignments)
Bergunaatau dapat digunakan sebagai self-help work,terdapat beberapa
aktifitas yang dapat dilakukan dalam teknik ini yaitu :membaca, mendengarkan ,
menulis,dll.
TEKNIK KOGNITIF TEKNIK IMAGERI TEKNIK
BEHAVIORAL
Dispute kognitif
(cognitive disputation)
Dispute Imajinasi
(Imaginal disputation)
Dispute tingkah laku
(behavioral disputation)
Analisis Rasional
(rational Analysis)
Kartu control emosional
(the emosional control
card-ECC )
Bermain peran (role
Playing)
Dispute Standard ganda
(double-standard
dispute)
Proyeksi waktu (Time
Projection)
Peran rasional terbalik
(rasional role reversal)
Skala Katastropi
(catastrophe scale)
Teknik melebih-lebihkan
(the blow-up technique)
Pengalaman
langsung(exposure)
Devil’s advocate atau
rational role reversal
Menyerang rasa malu
(shame attacking)
Membuat frame ulang
(reframing)
Pekerjaan rumah
(homework assignments)
60
3. PENDEKATAN REALITAS (REALITY THERAPHY)
PENDAHULUAN
Pendekatan realitas dikembangkan oleh William Glasser,
seorang psikolog dari California. Dalam pendekatan ini,
61
konselor bertindak aktif, direktif, dan didaktif. Dalam konteks ini, konselor
berperan sebagai guru dan sebagai model bagi konseli. Disamping itu, konselor
juga membuat kontrak dengan konseli untuk pengubah perilakunya. Ciri yang
sangat khas dari pendekatan ini adalah tidak terpaku pada kejadian di masa lalu,
tetapi lebih mendorong konseli untuk menghadapi realitas. Pendekatan ini juga
tidak memberi perhatian pada motif-motif bawah sadar sebagaimana pandangan
kaum psikoanalis. Akan tetapi, lebih menekankan pada pengubahan tngkah laku
yang lebih bertanggungjawab dengan merencanakan dan melakukan tindakan-
tindakan tersebut.
SEJARAH
William Glasser merupakan lulusan dari the Case Institute of Technology
sebagai Insyinyur Kimia pada tahun 1944 di usia 19 tahun, kemudian ia
mengambil master di bidang Psikologi Klinis pada usia 23 tahun di Universitas
yang sama. Pada tahun 1956 Glasser menjadi kepala bagian psikiatri di the
Ventura School of Girls yang merupakan intituisi untuk menangani kenakalan
remaja perempuan. Pada saat inilah Glasser mengembangkan konsep pendekatan
realitas. Glasser menggunakan istilah reality therapy pada April 1964 pada
manuskrip yang berjudul Reality Therapy; A Realistic Approach ti the Young
Offender.
PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Glasser percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis
yang secara konstan (terus-menerus) hadir sepanjang rentang kehidupannya dan
harus dipenuhi. Ketika seseorang mengalami masalah hal tersebut disebabkan oleh
satu faktor, yaitu terhambatnya seseorang dalam memenuhi kebutuhan
psikologisnya. Keterhambatan tersebut pada dasarnya karena penyangkalan
terhadap realita, yaitu kecenderungan seseorang untuk menghindari hal-hal yang
tidak menyenangkan.
Cinta (Belonging/love)
62
Salah satu kebutuhan biologis manusia adalah kebutuhannya untuk merasa
memiliki dan terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain. Kebutuhan ini
disebut Glasser sebagai identity society, yang menekankan pentingnya hubungan
personal. Beberapa aktivitas yang menunjukan kebutuhan ini adalah;
persahabatan, acara perkumpulan tertentu, dan keterlibatan dalam organisasi
kemahasiswaan. Oleh Glasser dibagi dalam tiga bentuk; sociall belonging, work
belonging, dan family belonging.
Kekuasaan (Power)
Kebutuhan akan kekuasaan (power) meliputi kebutuhan untuk berprestasi,
merasa berharga, dan mendapatkan pengakuan. Kebutuhan ini biasanya
diekspresikan melalui kompetisi dengan orang-orang disekitar kita, memimpin,
mengorganisir, menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin, menjadi tempat
bertanya atau meminta pendapat bagi orang lain, melontarkan ide atau gagasan
dan sebagainya.
Kesenangan ( Fun )
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, bahagia. Pada anak-anak,
terlihat dalam aktivitas bermain. Kebutuhan ini muncul sejak dini, kemudian terus
berkembang hingga dewasa. Misalnya, berlibur untuk menghilangkan kepenatan,
bersantai, melucu, humor, dll
Kebebasan ( Freedom )
Kebebasan (freedom) merupakan kebutuhan untuk merasakan kebebasan
atau kemerdekaan dan tidak bergantung pada orang lain, misalnya membuat
pilihan (aktif pada organisasi kemahasiswaan), memutuskan akan melanjutkan
studi pada jurusan apa, bergerak dan berpindah dari suatu tempat ke tempat lain.
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya maka orang tersebut
mencapai identitas sukses, terkait dengan konsep perkembangan kepribadian yang
sehat itandai dengan berfungsinya individu dalam memenuhikebutuhan
psikologisnya secara tepat.(Hnasen, Warner, an Smith 1980, p. 224)dalam proses
63
pembentukan individu mengembangkan keterlibatan secara emosional dengan
orang lain. Orang lain memberikan perhatian dan individu berpikir bahwa ia
memiliki arti. Proses berlangsung sejak bayi. Ibu membuat anakbelajar merasakan
keterlibatan orang lain, kedekatan, kehangatan psikologis dan ikatan emosional.
Kemudian anak belajar bagaimana menerima dan memberi kasih sayang, dan
belajar bahwa dirinya memilik arti bagi dirinya dan orang lain.
Bila sejak kecil anak tidak merasakan menerima dan memberi kasih
sayang ia akan mengalami kesulitan dalam mencintai, memberi kasih sayang,
atau bagaimana ia berarti bagi dirinya dan orang lain. Belajar bagaimana
bertingkah laku yang bertangguang jawab merupakan hal yang sangat penting
unuk mencapai identitas sukses. Anak akan memperolehnya dengan terlibat pada
berbagai aktifitas yang memenuhi kebutuhannya melalui interaksi dengan
orangtua yang bertanggungjawab untuk menunjukkan keterlibatan alam
pengasuhan anaknya dengan menjai model, melatih keisiplinan, mencintai an
sebagainya.Dapat dirumuskan, pandangan glasser tentang manusia adalah :
1. Setiap individu bertanggung jawab terhadap kehidupannya
2. Tingkah laku seseorang merupakan upaya mengontrol lingkungan untuk
memenuhi kebutuhannya.
3. Individu ditantang untuk menghadapi realitatanpa mempedulikan kejadian
dimasa lalu, serta tidak memberi perhatian pada sikap dan motivasi di
bawah sadar.
4. Setiap orang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada masa
kini
KOSEP DASAR
Ketika seseorang dapat memenuhi apa yang diinginkan, kebutuhan
tersebut terpuaskan.tetapi, jika apa yang diperoleh tidak sesuai dengan
keinginan,makaorang akan frustasi, dan pada akhirnya akan terus memunculkan
perilaku baru sampai keinginannya terpuaskan. Artinya, ketika timbul perbdaan
64
antara apa yang diinginkan dengan apa ygang diperoleh, membuat individu terus
memunculkan perilaku-perilaku yang spesifik. Jadi, perilaku yang dimunculkan
adalah bertujuan, yaitu dibentuk untuk mengatasi hambatan antara apa yang
diinginkan dengan apa yang diperoleh, atau muncul karena dipilih oleh individu.
Teori Kontrol
Penerimaan terhadap realita, menurut Glasser harus tercermin dalam
perilaku total (total behavioral) yang mengandung empat komponen, yaitu:
berbuat (doing), berpikir (thingking), merasakan(feeling) dan menunjukan respon-
respon fisiologis (physiology). Glasser dalam Corey menjelaskan bahwa secara
langsung mengubah cara kita merasakan terpisah dari apa yang kita dan pikirkan,
merupakan hal yang sangat sulit dilakukan.
Ketika seseorang berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser orang
tersebut mancapai indentitas sukses.
Konsep 3R
Responsibility (tanggungjawab)
Kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan tanpa harus merugikan
orang lain.
Reality (kenyataan)
Kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu untuk memenuhi
kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia nyata, dimana
mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi
masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang tersusundari kenyataan
yang ada dan apa adanya.
Right (kebenaran)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara umum,
sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini
mampu mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan
65
tersebut dan ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang
diterima secara umum.
PROSES KONSELING
Menurut Glasser, hal-hal yang membawa perubahan sikap dari penolakan
ke penerimaan realitas yang terjadi selama proses konseling adalah (Corey,
1991:553-536):
Konseli dapat mengeksplorasi keinginan, kebutuhan, dan apa yang
dipersepsiakn tentang kondisi yang dihadapinya
Konseli focus pada perilaku sekarang tanpa terpaku pada permasalahan
masa lalu
Konseli mau mengevaluasi perilakunya, merupakan kondisi dimana
konseli membuat penilaian tentang apa yang telah ia lakukan terhadap
dirinya berdasarkan sistem nilai yang berlaku di masyarakat
Konseli mulai menetapkan perubahan yang dikehendakinya dan komitmen
terhadap apa yang telah direncanakan
TAHAP-TAHAP KONSELING
Thompson, et.al. (2004: 115-120) mengemukakan delapan tahap dalam konseling
realitas
Tahap 1: Konselor Menunjukkan Keterlibatan dengan Konseli (Be Friend)
Pada taahp ini konselor mengawali pertemuan dengan bersikap otentik,
hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun. Konselor
harus dapat melibatkan diri kepada konseli dengan memperlihatkan sikap hangat
dan ramah. Hubungan yang terbangun antara konselor dengan konseli sangat
penting sebab konseli akan terbuka dan bersedia menjalani proses konseling jika
dia merasa bahwa konselornya terlibat, bersahabat, dan dapat dipercaya.
Menunjukkan keterlibatan dengan konseli dapat melalui perilaku
attending. Perilaku ini tampak dalam kontak mata (menatap konseli), ekspresi
66
wajah (menunjukkan minatnya tanpa dibuat-buat), duduk dengan sikap terbuka,
melakukan respon refleksi, dll.
Konselor harus menunjukkan sikap antusias dan berteksd membantu
konseli. Konselor harus bersikap genuine. Konselor juga tidak menghakimi
konseli atau tidak memberi penilaian terhadap apa yang telah dilakukan konseli.
Tahap 2: Fokus pada Perilaku Sekarang
Tahap kedua merupakan eksplorasi diri bagi konseli. Konseli
mengungkapkan ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi
permasalhannya. Lalu konselor meminta konseli mendeskripsikan hal-hal apa saja
yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut. Tahapan ini meliputi:
Ekplorasi “picture album” (keinginan, kebutuhan, dan persepsi
Menanyakan keinginan konseli
Konselor : “saya akan membantu anda jika anda bersedia mendiskusikan
apa yang sedang alami.”
Konseli : “ saya baik-baik saja kok.”
Konselor : “saya juga berharap seperti itu, tapi mungkin ada yang ingin
anda sampaikan dengan kedatangan anda ke sini.”
Konseli : “sudah satu tahun belakangan saya mengenal putaw dan
merasa tenang setelah mengkonsumsinya.”
Konselor : “apa yang anda inginkan dengan mengkonsumsi putaw?”
Konseli : “kondisi keluarga membuat saya tertekan dan saya
memperoleh ketenangan dengan mengkonsumsi putaw.”
Menanyakan apa yang benar-benar diinginkan konseli
Konselor : “ jadi, anda menginginkan ketenangan? Ketenangan yang
bagaimana yang anda inginkan?”
Konseli : “saya pusing setiap hari mendengar pertengkaran orangtua
saya.”
Konselor : “kamu ingin orangtuamu tidak selalu bertengkar?”
Konseli :” ya…”
Konselor :”apa lagi yang benar-benar kamu inginkan?”
67
Menanyakan apa yang terpikir oleh konseli tentang yang diinginkan orang
lain dari dirinya dan menanyakan bagaimana konseli melihat hal tersebut
Konselor : “apa yang diinginkan orangtua dari anda?”
Konseli :”mereka ingin saya menjadi anak yang penurut, padahal saya
begini karena mereka Cuma sibuk bertengkar, tidak pernah
memperhatikan saya…”
Pada tahapan kedua ini konselor juga perlu mengatakan kepada konseli
apa yang dapat dilakukan konselor, yang diinginkan konselor dan konseli, dan
bagaimana konselor melihat situasi tersebut, kemudian membuat komitmen untuk
konseling.
Tahap 3: Mengeksplorasi Total Behavior Konseli
Konselor menanyakan secara spesifik apa yang dilakukan konseli; cara
pandang dalam konseling realita, akar permasalahan konseli bersumber pada
perilakunya (doing), bukan pada perasaannya. Misal, konseli mengungkapkan
setiap kali menghadapi ujian ia mengalami kecemasan yang luar biasa. Dalam
pandangan konseling realita, yang harus diatasi bukan kecemasan konseli, tetapi
hal-hal apa saja yang telah dilakukannya untuk menghadapi ujian.
Tahap 4: Konseli Menilai Diri Sendiri atau Melakukan Evaluasi
Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan berikutnya didasari
oleh keyakinan bahwa hal itu baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai
besar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai
perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada konseli untuk mengevaluasi,apakah
ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut.
Pada tahapan ini, respon-respon konselor di antaranya menanyakan apakah
yang dilakukan konseli dapat membantunya keluar dari permasalahan atau
sebaliknya. Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya
didasari oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya. Fungsi konselor tidak
untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk
menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada konseli untuk
mengevaluasinya, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut.
68
Kemudian bertanya kepada konseli apakah pilihan perilakunya dapat memenuhi
apa yang menjadi kebutuhan konseli saat ini, menanyakan apakah konseli akan
tetap pada pilihannya, apakah hal tersebut meruapakan perilaku yang dapat
diterima, apakah realistis, apakah benar-benar dapat mengatasi masalahnya,
apakah keinginan konseli realistis atau dapat terjadi/dicapai, bagaimana konseli
memandang pilihan perilakunya, sehingga konseli dapat menilai apakah hal itu
cukup membantunya, dan menanyakan komitmen konseli untuk mengikuti proses
konseling.
Tahap 5: Merencanakan Tindakan yang Bertanggung Jawab
Tahap dimana konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak
menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya, dilanjutkan
dengan membuat perencanaan tindakan yang lebih bertanggung jawab. Rencana
yang disusun sifatnya spesisfik dan konkret. Hal-hal yang dilakukan konseli untuk
keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi.
Tahap 6: Membuat Komitmen
Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah
disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Tahap 7: Tidak Menerima Permintaan Maaf atau Alasan Konseli
Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada batas waktu yang
telah disepakati bersama. Pada tahapan ini konselor menanyakan perkembangan
perubahan perilaku konseli. Apabila konseli tidak atau belum berhasil melakukan
apa yang telah direncanakannya, permintaan maaf konseli atas kegagalannya tidak
untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya, konselor mengajak konseli untuk melihat
kembali rencana tersebut dan mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil.
Konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan kembali hal-hal yang
belum berhasil ia lakukan. Pada tahapan ini sebaiknya konselor menghindari
pertanyaan dengan kata “ mengapa” sebab kecenderungannya konseli akan
bersikap depensif dan mencari-cari alasan.
69
Kondisi: pada waktu yang telah disepakati (dua minggu setelah sesi
sebelumnya), konseli datang menemui konselor. Dalam proses konseling ia
bercerita bahwa dalam waktu dua minggu ini ia tetap cemas ketika jam pelajaran
matematika karena tidak dapat menjawab soal-soal latihan yang diberikan guru.
Contoh respon yang salah
Konseli : “ saya tetap merasa cemas saat pelajaran matematika,
pelajarannya sulit..”
Konselor : “menagapa kamu merasa sulit?”
Konseli : “saya tidak pernah sempat untuk belajar karena PR saya banyak
bu..”
Contoh respons yang benar
Konseli : “saya tetap merasa cemas saat pelajaran matematika, pelajarannya
sulit..”
Konselor : “ kamu bisa menceritakan kepada saya hal-hal yang menghambat
kamu tetap merasa sulit?”.
Pada tahapan ini, konselor juga tidak memberikan hukuman, mengkritik,
dan mendebat, tetapi hadapkan konseli pada konsekuensi. Menurut Glasser,
memberikan hukuman akan mengurangi hukuman akan mengurangi keterlibatan
konseli dan menyebabkan ia merasa lebih gagal. Saat konseli belum berhasil
melakukan perubahan, hal itu merupakan pilihannya dan ia akan merasakan
konsekuensi dari tindakannya. Konselor member pemahaman pada konseli, bahwa
kondisinya akan membaik jik ia bersedia melakukan perbaikan itu. Selain itu,
konselor jangan mudah menyerah. Proses konseling yang efektif antara lain
ditunjukkan dengan seberapa besar kegigihan konselor untuk membantu konseli.
Ada kalanya konseli mengharapkan konselor menyerah dengan bersikap pasif,
tidak kooperatif, marah, atau apatis, namun pada tapap ini konselor dapat
menunjukkan bahwa ia benar-benar terlibat dan ingin membantu konseli
mengatasi permasalahannya. Kegigihan konselor dapat memotivasi konseli untuk
bersama-sama memecahkan masalah.
Tahap 8: Tindak Lanjut
70
Merupakan tahap terakhir dalam konseling. Konselor dan konseli
mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseling dapat berakhir atau
dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai.
TUJUAN KONSELING
Layanan konseling bertujuan membantu konseli mencapai identitas
berhasil. Konseli yang mengetahui identitasnya, akan mengetahui langkah-
langkah apa yang akan ia lakukan di masa yang akan datang dengan segala
konsekuensinya. Bersama-sama konselor, konseli dihadapkan kembali pada
kenyataan hidup, sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realitas.
PERAN DAN FUNGSI KONSELOR
Fungsi konselor dalam pendekatan realitas adalah melibatkan diri dengan
konseli, bersikap direktif dan didaktik, yaitu berperan seperti guru yang
mengarahkan dan dapat saja mengkonfrontasi, sehingga konseli mampu
menghadapi kenyataan. Di sini, terapis sebagai fasilitator yang membantu konseli
agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.
RINGKASAN
Menurut Glasser, setiap individu memiliki kebutuhan psikologis yang
secara konstan hadir sepanjang rentang kehidupan dan harus dipenuhi, dan
individu mengalami permasalahan psikologis karena ia terhambat dalam
memenuhi kebutuhan psikologisnya.
Keterhambatan pemenuhan kebutuhan psikologis pada dasarnya karena
peyangkalan terhadap realitas, yaitu kecendrungan seseorang untuk
menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan.
Dalam pendekatan realistis, penerimaan terhadap realita dapat dicapai
dengan melakukan sesuatu yang realistis (reality), bertanggung jawab
(responsibility) dan benar (right) dikenal dengan istilah 3R.
Konsep 3R harus tercermin dalam keseluruhan perilaku konseli (total
behavior), meliputi tindakan (doing), pikiran (thinking), perasaan (feeling),
dan respon-respon fisiologisnya (physiology).
71
Perilaku total (total behavior) individu dianalogikan seperti berfungsinya
kendaraan roda empat. Seperti halnya keempat roda mobil membawa arah
mobil berjalan, demikian halnya keempat komponen dari total behavior
tersebut menetapkan arah hidup individu.
Pandangan Glasser tentang manusia adalah setiap individu bertanggung
jawab terhadap kehidupannya, tingkah laku seseorang merupakan upaya
mengontrol lingkungan untuk mememuhi kebutuhannya, individu
ditantang untuk menghadapi realita tanpa memperdulikan kejadian-
kejadian di masa lalu, serta tidak member perhatian pada sikap dan
motivasi dibawah sadar, dan setiap orang memiliki kemampuan untuk
melakukan sesuatu pada masa kini.
Kebutuhan dasar manusia menurut Glasser meliputi kebutuhannya untuk
merasa memiliki dan terlibat atau melibatkan diri dengan orang lain,
kebutuhan akan power, kebutuhan untuk merasa senang, bahagia, dan
kebutuhan untuk merasakan kebebasan/kemerdekaan dan tidak bergantung
pada orang lain.
Perkembangan kepribadian yang sehat ditandai dengan berfungsinya
individu dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya scara tepat. Gasser
menyebutnya dengan istilah : identitas berhasil” dan “identitas gagal”.
Konseling ini bertujuan membantu individu mencapai identitas berhasil,
yaitu individu yang mengetahui langkah-langkah apa yanga akan ia
lakukan di masa yang akan datang dengan segala konsekuensinya.
Bersama-sama konselor, konseli dihadapkan kembali pada kenyataan
hidup, sehingga dapat memahami dan mampu menghadapi realita.
Daftar Pustaka
Komalasari,Gantina, Eka Wahyuni, & Karsih.2011.Teori dan Teknik
Konseling.Jakarta Barat:PT Indeks
72