pencegahan thalassemia edit pustaka gabungan
TRANSCRIPT
Health Technology Assessment Indonesia
Pencegahan Thalassemia
[Hasil kajian HTA tahun 2009]
Dipresentasikan pada Konvensi HTA 16 Juni 2010
Dirjen Bina Pelayanan MedikKEMENTRIAN KESEHATAN
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
REPUBLIK INDONESIA
2
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
PANEL AHLI
1. DR. Dr. Tubagus Djumhana Atmakusumah, SpPD – KHOMPerhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)Subbagian Hematologi Onkologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCMJakarta
2. DR. Dr. Pustika Amalia Wahidiyat, SpA (K)Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)Subbagian Hematologi Onkologi, Departemen IKA, FKUI/RSCM, Jakarta
3. Prof. Abdul Salam SofroUTDC-PMI YogyakartaFakultas Kedokteran & Pusat Studi Bioteknologi UGM, Yogyakarta
4. Prof. Riadi Wirawan, SpPK (K)Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia (PDS PATKLIN)Departemen Patologi Klinik, FKUI/RSCM, Jakarta
5. Dr. Teny Tjitrasari, SpAIkatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)Subbagian Hematologi Onkologi, Departemen IKA, FKUI/RSCM, Jakarta
6. Dr. Iswari Setyaningsih, SpA, PhDIkatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)Lembaga Eikjman, FKUI/RSCM, Jakarta
7. DR. Dr. Aria Wibawa, SpOG (K)Perhimpunan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)Subbagian Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi, FKUI/RSCM, Jakarta
UNIT PENGKAJIAN TEKNOLOGI KESEHATAN INDONESIA
1. Prof. DR. Dr. Eddy Rahardjo, SpAn, KICKetua I
2. Dr. Santoso Soeroso, SpA, MARSKetua II
3. Drg. Anwarul Amin, MARSAnggota
4. Dr. Diar Wahyu Indriarti, MARSAnggota
5. Dr. Ady ThomasAnggota
6. Dr. Ririn Fristikasari, M.KesAnggota
7. Dr. Titiek ResmisariAnggota
8. Dr. Sad Widyanti SoekadiAnggota
9. Dr. Maria Gita Dwi WahyuniAnggota
3
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Kajian HTA
PENCEGAHAN THALASSEMIA
A. Latar Belakang
Thalassemia dan hemoglobinopati merupakan penyakit kelainan gen tunggal (single
gene disorders) terbanyak jenis dan frekuensinya di dunia. Penyebaran penyakit ini mulai dari
Mediterania, Timur Tengah, Anak Benua (sub-continent) India dan Burma, serta di daerah
sepanjang garis antara China bagian selatan, Thailand, semenanjung Malaysia, kepulauan
Pasifik dan Indonesia.1,2 Daerah-daerah tersebut lazim disebut daerah sabuk thalassemia,
dengan kisaran prevalens thalassemia sebesar 2,515%.3 World Health Organization (WHO)
pada tahun 1994 menyatakan bahwa tidak kurang dari 250 juta penduduk dunia, yang meliputi
4,5% dari total penduduk dunia adalah pembawa sifat (bentuk heterozigot).4 Dari jumlah
tersebut sebanyak 80-90 juta adalah pembawa sifat thalassemia dan sisanya adalah
pembawa sifat thalassemia , jenis lain pembawa sifat hemoglobin varian seperti HbE, HbS,
HbO, dan lain-lain. Saat ini sekitar 7% dari total penduduk dunia adalah pembawa sifat kelainan
ini.5
Di Indonesia, thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan.
Angka pembawa sifat thalassemia- adalah 3-5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10%,6
sedangkan angka pembawa sifat HbE berkisar antara 1,5-36%.7 Berdasarkan hasil penelitian di
atas dan dengan memperhitungkan angka kelahiran dan jumlah penduduk Indonesia,
diperkirakan jumlah pasien thalassemia baru yang lahir setiap tahun di Indonesia cukup tinggi,
yakni sekitar 2.500 anak. Sementara itu, biaya pengobatan suportif seperti transfusi darah dan
kelasi besi seumur hidup pada seorang pasien thalassemia sangat besar, yakni berkisar .200-300
juta rupiah/anak/tahun, diluar biaya pengobatan jika terjadi komplikasi. Selain itu, beban psikologis
juga menjadi hal yang harus ditanggung oleh pasien dan keluarganya.
Sampai saat ini, thalassemia belum dapat disembuhkan. Pengobatan satu-
satunya bagi pasien adalah dengan melakukan transfusi darah rata-rata sebulan sekali seumur
hidupnya, di samping terapi kelasi besi untuk mengeluarkan kelebihan besi dalam tubuh akibat
transfusi darah rutin. Komplikasi seperti gagal jantung, gangguan pertumbuhan, pembesaran
limpa, dan lainnya umumnya muncul pada dekade kedua, tetapi dengan tatalaksana yang baik
usia pasien dapat diperpanjang. Data Pusat Thalassaemia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak,
FKUI-RSCM, mencatat usia tertua pasien mencapai 40 tahun dan bisa berkeluarga serta
memiliki keturunan. Jumlah pasien yang terdaftar di Pusat Thalassaemia, Departemen Ilmu
4
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Kesehatan Anak, FKUI-RSCM, sampai dengan bulan Agustus 2009 mencapai 1.494 pasien
dengan rentang usia terbanyak antara 11-14 tahun. Jumlah pasien baru terus meningkat setiap
tahunnya mencapai 100 orang/tahun.
Banyak studi menunjukkan bahwa program pencegahan thalassemia akan lebih
menguntungkan daripada mengobati penderita yang terus bertambah.8,9 Berdasarkan gambaran
masalah di atas, maka program pengelolaan penyakit thalassemia seharusnya lebih ditujukan
kepada pencegahan lahirnya pasien thalassemia mayor. Salah satu caranya ialah melalui
skrining thalassemia terutama pada pasangan usia subur yang dilanjutkan dengan diagnosis
pra-natal. Biaya pemeriksaan skrining thalassemia sekitar .350-400 ribu rupiah/orang. Jumlah
ini tentu jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya penanganan satu orang pasien selama
setahun. Jika penanganan seorang pasien sekitar .300 juta rupiah maka biaya tersebut setara
dengan biaya pemeriksaan skrining thalassemia untuk sekitar 750 orang. Lebih lanjut WHO
menyatakan besarnya biaya tahunan program nasional pencegahan thalassemia sama dengan
besarnya biaya yang dibutuhkan untuk penanganan medis 1 orang pasien selama 1 tahun.10 Biaya
program pencegahan thalassemia ini relatif konstan, sementara biaya penanganan medis
cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Sayangnya, meskipun dampak ekonomi dan
psikososial yang diakibatkannya cukup berat, sampai saat ini belum ada kebijakan nasional dalam
hal pencegahan thalassemia di Indonesia. Bagaimana bentuk program pencegahan, metode
skrining yang tepat guna dan mampu laksana, serta implikasi sosio-etiko-legalnya di Indonesia
memerlukan kajian ilmiah yang berbasis bukti dari pengalaman berbagai negara di dunia.
B. Tujuan Pengkajian
Pengkajian ini bertujuan untuk :
a. Tersusunnya rekomendasi teknik dan metode skrining thalassemia β homozigot dan β-HbE
yang tepat guna dan mampu laksana di Indonesia
b. Tersusunnya rekomendasi kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pencegahan
thalassemia β homozigot dan β-HbE di Indonesia
c. Tersusunnya rekomendasi solusi implikasi sosio-ekonomi-etiko-legal, asuransi dan agama
skrining thalassemia β homozigot dan β-HbE di Indonesia
C. Metode Pengkajian
1. Metode Pencarian Literatur
Penelusuran artikel dilakukan melalui kepustakaan elektronik dengan mengambil
database PUBMED, dan MEDLINE. Kata kunci yang digunakan adalah : thalassemia
5
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
prevention, thalassemia screening, thalassemia pranatal diagnosis, antenatal diagnosis.
2. Penggolongan lLiteratur
Setiap literatur yang diperoleh dilakukan penilaian kritis (critical appraisal) berdasarkan
kaidah kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine), kemudian ditentukan
tingkatannya. Rekomendasi yang ditetapkan akan ditentukan tingkat rekomendasinya. Tingkat
pembuktian dan tingkat rekomendasi diklasifikasikan berdasarkan definisi dari Scottish
Intercollegiate Guidelines Network, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan US Agency for
Health Care Policy and Research.
2.1 a. Tingkat pPembuktian (Level of eEvidence)
Ia. Meta-analisis randomized controlled trials.
Ib. Minimal satu randomized controlled trials.
IIa. Minimal satu non-randomized controlled trials.
IIb. Studi kohort dan/atau studi kasus kontrol.
IIIa. Studi cross-sectional.
IIIb. Seri kasus dan laporan kasus.
IV. Konsensus dan pendapat ahli.
2.2 b. Tingkat rekomendasi
A. Pembuktian yang termasuk dalam tingkat Ia atau Ib.
B. Pembuktian yang termasuk dalam tingkat IIa atau IIb.
C. Pembuktian yang termasuk dalam tingkat IIIa, IIIb, atau IV.
D. Tinjauan Pustaka Pencegahan Thalassemia
1. Definisi dan Klasifikasi
Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang mengakibatkan
berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin.11 Klasifikasi
thalassemia didasarkan atas jenis subunit globin yang mengalami defek, yaitu thalassemia α,
thalassemia β, thalassemia δβ, dan thalassemia δγβ. Sejauh ini, jenis thalassemia α dan β
dianggap yang cukup penting. Pada populasi, yang banyak ditemukan adalah thalassemia β,
juga sering dijumpai varian gen hemoglobin seperti Hb S, C, dan E. Penyakit yang penting pada
golongan ini adalah sickle cell thalassemia dan Hb E thalassemia.12
2. Patogenesis
Penyakit ini diturunkan mengikuti kaidah Mendel dan merupakan kelainan mutasi gen
6
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
tunggal (single gen mutation) terbanyak di dunia. Menurut defek yang terjadi, ditemukan
beberapa jenis thalassemia, namun tipe yang paling sering, dengan tanda klinis yang umumnya
berat adalah thalassemia (kelainan pada rantai ) dan thalassemia (kelainan pada rantai ).
2.1. a. Thalassemia β
Thalassemia β adalah hasil lebih dari 150 mutasi dari rantai globin β, baik berupa
hilangnya rantai β (thalassemia β0) atau berkurangnya rantai β (thalassemia β+). Keadaan ini
menyebabkan ketidak-seimbangan sintesisa rantai globin yang mengakibatkan berlebihnya
rantai α sehingga terjadi presipitasi prekursor eritrosit, yang pada gilirannya menyebabkan
kerusakan sel darah merah di sumsum tulang dan perifer. Keseluruhan proses tersebut
mengakibatkan terjadinya anemia yang parah, yang selanjutnya akan menyebabkan
peningkatan produksi eritropoetin dan ekspansi sumsum tulang yang tidak efektif, deformitas
tulang, pembesaran limpa dan hati, serta hambatan pertumbuhan.Error: Reference source not
found Perjalanan penyakit selanjutnya tergantung apakah pasien mendapat transfusi yang
memadai atau tidak. Bila diberikan transfusi yang adekuat, pasien dapat tumbuh dan kembang
dengan normal tanpa kelainan klinis. Komplikasi dapat muncul pada akhir dekade pertama
sebagai akibat dari penumpukan zat besi akibat transfusi berulang. Penumpukan zat besi ini
dapat diatasi dengan pemberian kelasi besi.Error: Reference source not found Di akhir dekade
ke-2 kehidupan, komplikasi pada jantung mulai muncul dan kematian dapat terjadi akibat
timbunan zat besi pada jantung (cardiac siderosis). Selain itu pasien juga rawan terkena infeksi
yang ditularkan melalui darah yang ditransfusi seperti infeksi hepatitis dan HIV. Error: Reference source not
found
Thalassemia β mayor adalah thalassemia dengan gejala klinis yang paling berat.
Bentuk yang lebih ringan, dimana gejala klinis baru muncul pada usia yang lebih tua dan pasien
tidak memerlukan transfusi atau jarang memerlukan transfusi disebut thalassemia intermedia.
Sementara individu yang merupakan karier disebut thalassemia minor, dimana pasien tidak
menunjukkan gejala klinis dan kelainan baru diketahui melalui pemeriksaan hematologi berupa
anemia hipokrom mikrositer dan peningkatan kadar Hb A2.Error: Reference source not
found,Error: Reference source not found
2.2 b. Thalassemia α
Thalassemia α sangat berbeda dengan thalasssemia β. Karena rantai α juga terdapat
pada Hb F (fetal haemoglobin) dan Hb A (Aadult haemoglobin), maka penyakit ini dapat terjadi
pada masa janin dan usia dewasa. Lebih lanjut, kelebihan rantai γ dan β tidak langsung
mengalami presipitasi di sumsum tulang seperti rantai α, namun memproduksi tetramer yang
7
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
tidak stabil γ4 (Hb Bart’s) dan β4 (Hb H). Komponen genetik thalassemia α lebih kompleks dari
thalassemia , dimana komposisinya bisa berupa αα/ αα, -/αα (hilangnya kedua α gen pada
kromosom, disebut thalassemia α0), - α/αα (hilangnya salah satu gen α, disebut thalassemia α+).
Biasanya hilangnya gen α ini terjadi karena delesi, walaupun dapat juga akibat mutasi seperti
pada thalassemia β.13
Bentuk homozigot dari thalassaemia ° menyebabkan kematian intrauterin dimana
janin mengalami anemia yang hebat dan hidropik, sering disebut dengan sindroma hidrop fetalis
hemoglobin Bart. Ibu hamil dengan bayi sindroma hidrops fetalis biasanya mengalami toksemia
gravidarum dan perdarahan postpartum. Sementara bentuk heterozigot thalassemia α (α0
thalassemia dan α+) menunjukkan gejala yang lebih ringan berupa anemia dan splenomegali.
Bentuk terakhir (--/-) disebut juga dengan penyakit Hb H. Karier thalassaemia ° (–/ ) dan
homozigot thalassemia (- /- ) memiliki gambaran klinis anemia hipokrom ringan. Sementara
karier thalassaemia + tidak menunjukkan kelainan haematologis.Error: Reference source not found
33. Diagnosis
Diagnosis thalassemia ditegakkan dengan berdasarkan kriteria anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan laboratorium.
4.4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosais thalassemia meliputi
pemeriksaan darah tepi lengkap (complete blood count/CBC), khususnya nilai eritrosit rerata
seperti MCV (mean corpuscular volume), MCH (mean corpuscular haemoglobin), MCHC (mean
corpuscular haemoglobin concentration) dan RDW (red blood cell distribution width). Selain itu
perlu dievaluasi sediaan apus darah tepi, badan inklusi HbH dan analisais hemoglobin yang
meliputi pemeriksaan elektroforesis Hb, kadar HbA2, HbF. Selain itu diperlukan pemeriksaan
cadangan besi tubuh berupa pemeriksaan feritin atau serum iron (SI) / total iron binding
capacity (TIBC). Komite International untuk Standardisasi Panel Ahli Thalassemia dan abnormal
Hemoglobin pada tahun 1975 merekomendasikan uji preliminari meliputi pemeriksaan darah
lengkap yang diikuti dengan elektroforesis pada pH 9.2, uji solubilitas dan sikling serta uji
kuantitatif HbA2 dan HbF. Bila ditemukan hemoglobin yang abnormal, uji lanjutan untuk
menentukan Hb varian dengan elektroforesis pada pH 6,0-6,2; pemisahan rantai globin dan
isoelectric focusing (IEF).14
5. Penatalaksanaan
8
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Tatalaksana thalassemia mayor adalah transfusi sel darah merah secara reguler untuk
menjaga kadar Hb tetap > 9 g/dl, diiringi dengan terapi kelasi besi intensif parenteral
menggunakan deferoxamine. Splenektomi dipertimbangkan bila kebutuhan transfusi meningkat
melewati batas yang diharapkan. Pasien thalassemia juga memerlukan suplemen asam folat
yang dibutuhkan untuk eritropoesis, imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan Hemophilus
influenzae B, pemberian penisilincillin untuk profilaksis dan vaksinasi hepatitis B. Intervensi
terhadap defisiensi endokrin akibat penumpukan zat besi dan komplikasi lainnya di intervensi
tergantung kasus.Error: Reference source not found
6. Pencegahan Thalassemia
Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir
dengan thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan thalassemia yaitu
secara retrospektif dan prospektif.Error: Reference source not found,Error: Reference source not found
Pendekatan retrospektif dilakukan dengan cara dengan melakukan penelusuran terhadap
anggota keluarga dengan riwayat keluarga menderita thalassemia mayor. Sementara
pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukan skrining untuk mengidentifikasi karier
thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis besar bentuk pencegahan thalassemia dapat
berupa edukasi tentang penyakit thalassemia pada masyarakat, skrining (carrier testing),
konseling genetika pranikah, dan diagnosis pranatal. Error: Reference source not found
6.1a. Edukasi
Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat
penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang penyakit
yang bersifat genetik dan diturunkan, terutamanya tentang thalassemia dengan frekuensi
kariernya yang cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah,
demikian pula pengetahuan tentang gejala awal thalassemia. Media massa harus dapat
berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasi tentang thalassemia, meliputi gejala
awal, cara penyakit diturunkan dan cara pencegahannya.Error: Reference source not found
Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak terkait. Sekitar
10% dari total anggaran program harus dialokasikan untuk penyediaan materi edukasi
dan pelatihan tenaga kesehatan. 15
6.2 b. Skrining Kkarier
Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani dan tempat yang
memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi. Skrining pada populasi (skrining prospektif)
dikombinasikan dengan diagnostik pranatal telah menurunkan insidens thalassemia secara
9
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
dramatis. Error: Reference source not found
Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia pada
suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining ini bertujuan untuk
mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan menginformasikan kemungkinan
mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk
menghindarinya. Target utama skrining adalah penemuan β- dan αo thalassemia, serta Hb
S, C, D, E.Error: Reference source not found
Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia pada
suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining ini bertujuan untuk
mengidentifikasi individu dan pasangan yang menjadi karier, dan menginformasikan
terhadap kemungkinan mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang dapat
dilakukan untuk menghindarinya. Target utama skrining adalah penemuan thalassemia β -
dan α o , serta Hb S, C, D, E. 11
Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga
berencana, klinik antenatal, saat sebelum me pra nikah, atau pada saat bayi baru lahir.
Pada daerah dengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining khusus sebelum
me pra nikah atau sebelum memiliki anak.
Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan penelusuran silsilah
keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan skrining populasi. Bila ada individu yang
teridentifikasi sebagai karier, maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat
dilakukan. Skrining silsilah genetik khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi
perkawinan antar kerabat dekat. Error: Reference source not found
Algoritma skrining identifikasi karier rekomendasi the Thalassemia
International Federation (2003) mengikuti alur pada gambar 1 sebagai berikut :
10
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
11
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Gambar 1. Algoritma skrining thalassemia16
Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi pemeriksaan
kualitatif HbA2, HbF, ratsio sintestis rantai globin dan analisis DNA untuk mengetahui mutasi
spesifik. Namun, semua pemeriksaan ini mahal. Pasien thalassemia selalu mengalami anemia
hipokrom (MCH < 26 pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl), karenanya kedua kelainan ini tepat
digunakan untuk pemeriksaan awal karier thalassemia. Kemungkinan anemia mikrositik akibat
defisiensi besi harus disingkirkan melalui pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, feritin serum atau
kadar besi serum, dengan total iron-binding capacity.Error: Reference source not found
6.3c. Konseling genetika
Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier
dilakukan. Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani skrining dan
harus mampu menginformasikan pada peserta skirining bila mereka teridentifikasi karier
12
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
dan implikasinya. Prinsip dasar dalam konseling adalah bahwa masing-masing individu
atau pasangan memiliki hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk mendapat
informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal yang harus
diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara detil, prosedur obstetri yang
mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan diagnosis pranatal. Informasi tertulis harus
tersedia, dan catatan medis untuk pilihan konseling harus tersimpan. Pemberian informasi
pada pasangan ini sangat penting karena memiliki implikasi moral dan psikologi ketika
pasangan karier dihadapkan pada pilihan setelah dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan
yang tersedia tidak mudah, dan mungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda -
beda. Tanggung jawab utama seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat
dan komprehensif yang memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang paling
mungkin mereka jalani sesuai kondisi masing-masing.Error: Reference source not found
6.4d. Diagnosis Pranatal
Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan pranatal pada
wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya bila wanita hamil tersebut
teridentifikasi karier. Bila keduanya adalah karier, maka ditawarkan diagnosis pranatal pada
janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot. Saat ini, program
ini hanya ditujukan pada thalassemia β+ dan βO yang tergantung transfusi dan sindroma Hb
Bart’s hydrops. Error: Reference source not found
Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan.Error:
Reference source not found,Error: Reference source not found Metode yang digunakan adalah identifkasi
gen abnormal pada analisis DNA janin. Pengambilan sampel janin dilakukan melalui
amniosentesis atau biopsi vili korialis (VCS/ villi chorealis sampling). Biopsi vili korialis lebih
disukai, karena bila dilakukan oleh tenaga ahli, pengambilan sampel dapat dilakukan pada usia
kehamilan yang lebih dini,3 ,yaitu pada usia gestasi 9 minggu.Error: Reference source not found
Namun WHO menganjurkan biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12 minggu, karena pada
usia kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin. Seluruh prosedur pengambilan
sampel janin harus dilakukan oleh ahli fetomaternal dengan panduan USG kualitas tinggi.
Risiko terjadinya abortus pada biopsi villi korialis sekitar 1-2% bila dilakukan oleh tenaga
ahli.Error: Reference source not found Sedangkan tindakan amniosentesis, yaitu mengambil
cairan amnion, umumnya efektif dilakukan pada usia kehamilan > 14 minggu. Hal ini
dikarenakan untuk menjaring sel-sel janin yang baru lepas dalam jumlah cukup ke dalam cairan
amnion. Tekhnik ini relatif lebih mudah, namun mempunyai kelemahan pada usia kehamilan
13
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
yang lebih besar.
Teknik lain yang juga sudah dikembangkan adalah isolasi darah janin (fetal nucleated
red blood cell) sebagai sumber DNA janin dari darah perifer ibu.Error: Reference source not
found DNA janin dianalisis dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Untuk mutasi
thalassemia, analisais dilakukan dengan Southern blot analysis, pemetaan gen (gene mapping),
dan restriction fragmen length polymorphism (RFLP) analysis. Seiring dengan munculnya
trauma akibat terminasi kehamilan pada ibu hamil dengan janin yang dicurigai mengidap
thalassemia mayor, saat ini sedang dikembangkan diagnosis pranatal untuk thalassemia β
sebelum terjadinya implantasi janin dengan polar body analysis.Error: Reference source not
found
Metode pengakhiran kehamilan yang digunakan tergantung dari usia gestasi. Pada
umumnya dibedakan menjadi 2 metode: operatif dan medisinalis. Dengan standar prosedur
yang sesuai, kedua metodae ini, baik operatif maupun medisinalis, mempunyai efektivfitas yang
baik dalam pengakhiran kehamilan. Namun demikian beberapa praktisi kebidanan seringkali
mendasarkan pilihan metodea pada usia kehamilan. Pada usia gestasi kurang dari 13 minggu,
metode standar pengakhiran kehamilan adalah “suction method “. Setelah 14 minggu, aborsi
dilakukan dengan induksi prostaglandin. Error: Reference source not found Metode aborsi lainnya yang bisa
dilakukan adalah kombinasi antara medisinalis dan cara operatif.
E. Hasil Pengkajian
1. Teknik dan Metode Skrining
1.1 a. Skrining Karier
1) Pemeriksaan nilai eritrosit rerata (NER)
Hasil skrining terhadap 795 orang menunjukkan bahwa pengidap thalassemia α,
thalassemia β dan Hb lepore semuanya menunjukkan nilai MCV < 76 fL, dan MCH < 25 pg,
yang mengindikasikan bahwa kedua nilai tersebut dapat digunakan untuk uji saring awal
thalassemia.17 ,18 Pada skrining massal terhadap 289.763 pelajar yang dilakukan Silvestroni dan
Bianco (1983) menunjukkan bahwa uji saring 2 tahap dengan melihat morfologi darah tepi dan
uji fragilitas osmotik sel darah merah 1 tabung yang diikuti dengan pemeriksaan indeks eritrosit
dan analisis hemoglobin dapat mendeteksi thalassemia non-α sampai 99,65%.19
Penelitian Maheswari (1999) terhadap 1.286 wanita yang melakukan pemeriksaan
antenatal menyatakan bahwa angka sensitivitas dan spesivisitas dari nilai MCV dan MCH
dalam identifikasi karier thalassemia berturut-turut adalah 98 % dan 92%. MCV dan MCH
harus dipakai bersamaan karena bila hanya salah satu yang digunakan hasil sensitivitas dan
14
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
spesifisitasnya rendah.20 Pada skrining massal terhadap 289.763 pelajar yang dilakukan
Silvestroni dan Bianco (1983) menunjukkan bahwa uji saring 2 tahap dengan melihat morfologi
darah tepi dan uji fragilitas osmotik sel darah merah 1 tabung yang diikuti dengan pemeriksaan
indeks eritrosit dan analisis hemoglobin dapat mendeteksi thalassemia non-α sampai 99,65%.32
Demikian juga penelitian Rathod dkk (2007) menunjukkan penggunaan MCV dan MCH dengan
cell counter dapat digunakan dalam deteksi karier β thalassemia.21
Galanello et al dkk (1979) menganjurkan nilai MCV < 79 fL dan MCH < 27 pg sebagai
nilai ambang (cut-off) untuk uji saring awal thalassemia β (lihat tabel 1).22
Tabel 1. Nilai MCV dan MCH pada uji saring awal thalassemia βError: Reference source not found
Sementara penelitian Rogers dkk (1995) menyebutkan nilai cut off untuk skrining
antenatal thalassemia β pada wanita hamil adalah MCH < 27 pg dan MCV < 85 FLfl, dimana
nilai MCH lebih superior daripada MCV.23
2) Elektroforesis Hemoglobin
Peningkatan kadar HbA2 merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis karier
thalassemia.Error: Reference source not found Subyek skrining yang positif dalam skrining awal
dengan nilai eritrosit rerata dikonfirmasi dengan penilaian kadar HbA2. Beberapa metode dapat
digunakan, seperti kromatografi mikrokolum (microcolum chromatography), high High-
performance Performance liquid Liquid chromatography Chromatography (HPLC) dan capillary
iso-electrofocusing.Error: Reference source not found,24,25 Diagnosis ditegakkan bila Kkadar
HbA2 > 3,5%.Error: Reference source not found
3) Analisis DNA
Saxena et al. dkk (1998) melaporkan hasil analisis mutasi DNA dengan menggunakan
metodea Aamplification refractory Refractory mutation Mutation system System (ARMS) pada
diagnosis pranatal terhadap 415 kehamilan. Hasilnya menunjukkan bahwa ARMS dapat
mengkonfirmasi diagnosis pada 98.,3% kasus. Pemeriksaan ini relative relatif murah dan dapat
15
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
digunakan untuk diagnosis pranatal.Error: Reference source not found
b. Diagnosis Pranatal
Sumber sampel DNA diambil dengan beberapa cara yaitu dengan metode
amniosentesis pada usia gestasi setelah 15 minggu atau dengan pengambilan biopsi vili
khorialis (chorionic villus samples/ CVS) pada usia gestasi setelah 10-12 minggu.Error:
Reference source not found Saat ini, biopsi vili khorialis masih merupakan satu-satunya cara
yang dapat diandalkan untuk pengambilan sampel untuk analisis DNA pada trimester pertama
kehamilan.Error: Reference source not found, Error: Reference source not found Penelitian Rosatelli et aldkk34
terhadap pada populasi di Italia menunjukkan, diseksi yang hati-hati dan pemisahan jaringan
desidua ibu dengan bantuan mikroskop fase kontras memperlihatkan tidak adanya
misdiagnosis untuk thalassemia betaβ dengan metode pengambilan sampel biopsi vili khorialis
ini.26 Penelitian Jackson et aldkk (1992) yang membandingkan metode transervikal dan
transabdominal dalam biopsi vili khorialis pada 3.999 wanita hamil usia gestasi 7 sampai 12
minggu menunjukkan bahwa kedua cara memiliki tingkat keamanan yang sama untuk diagnosis
prenatal pada trimenster pertama kehamilan.Error: Reference source not found Sementara
penelitian Lau et aldkk 35 di China yang melakukan biopsi vili khorialis terhadap 1.355
kehamilan melaporkan bahwa bila dilakukan oleh tenaga ahli, biopsi vili khorialis
transabdominal adalah prosedur invasive invasif yang aman dan akurat. 27
The Cochrane Library melakukan kajian sistematik terhadap 16 studi RCT
menyimpulkan bahwa amniosentesis dini pada usia gestasi 9 – 14 minggu (early
amniocentesis) bukan merupakan pilihan yang aman dibandingkan amniosentesis pada
trimester kedua (usia gestasi 17 minggu) sebab meningkatkan keguguran (7.6% vs 5.9%; RR
1.29; 95% IK 1.03 - 1.61) dan terdapat insidens talipes yang lebih tinggi dibandingkan CVS (RR
4.61; 95% IK 1.82 - 11.66). Tabor (1986) melakukan studi terhadap 4.606 wanita pada populasi
risiko rendah mendapatkan bahwa amniosentesis pada trimester kedua meningkatkan
keguguran spontan sebesar 2.1%, sementara tanpa intervensi persentase keguguran sebesar
1.3%.28
Kelemahan utama dari amniosentesis trimester kedua adalah bahwa hasil akhir
biasanya hanya dapat diketahui setelah usia gestasi 17 minggu. Lamanya masa tunggu untuk
mendapatkan diagnosis merupakan hal yang sangat berat bagi pasangan, terutama karena
kebanyakan dokter kandungan enggan untuk menawarkan terminasi bedah pada usia
kehamilan lanjut. Pilihan untuk diagnosis pada usia gestasi sebelum 17 minggu yaitu CVS dan
amniosentesis dini.Error: Reference source not found
16
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Rueangchainkhom W, et al (2008) menemukan bahwa CVS dapat menjadi alternatif
untuk diagnosis pranatal dari berbagai kelainan sitogenetik dan skrining thalassemia di
Thailand. Meskipun tingkat kegagalan kultur jaringan dan kontaminasi oleh sel ibu lebih besar
daripada amniosentesis, namun CVS dapat dikerjakan lebih awal daripada amniosentesis dan
hal ini menguntungkan untuk deteksi kelainan genetik tertentu. Transabdominal CVS yang
dikerjakan oleh tenaga medis berpengalaman merupakan prosedur alternatif untuk diagnosis
pranatal thalassemia pada usia gestasi awal.29
2. Strategi Skrining Thalassemia
Program pengendalian hemoglobinopati yang didasarkan pada rekomendasi WHO
telah dilakukan di negara-negara di 6 wilayah kerja WHO dan menunjukkan keberhasilan.
Beberapa negara telah sukses menekan angka kelahiran bayi thalassemia mayor, seperti di
Cyprus dan Italia.Error: Reference source not found Sementara di kelompok negara
berkembang, program pencegahan di Iran15 danemikian pula di Thailand dapat dijadikan
model.Error: Reference source not found,Error: Reference source not found,30,31,32
Pengalaman Cyprus (data demografi 1984 : populasi 653.400 jiwa, angka kelahiran bayi
20,.70/00, GNP US $3.339, dan angka bebas buta huruf 93.,1%), dimana 1 dari 7 penduduknya
adalah karier thalassemia β dan 1 dari 158 bayi baru lahir diperkirakan adalah thalassemia
homozigot, program pengendalian thalassemia dapat menekan angka kelahiran bayi dengan
thalassemia mayor hingga tinggal 2 kasus pada tahun 1984.Error: Reference source not found
Program ini dimasukkan dalam program pembangunan 5-tahunan pemerintah setempat sejak
tahun 1969. Program pengendalian thalassemia meliputi kampanye edukasi masyarakat,
skrining populasi, konseling genetik dan diagnosis pranatal (lihat tabel 2). Pasangan yang
sebelumnya telah memiliki anak dengan thalassemia mayor dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsi, sementara pasangan karier yang berisiko memiliki anak dengan thalassemia
mayor cenderung untuk tidak memiliki anak atau melakukan aborsi.Error: Reference source not found
Tabel 2. Tahapan program pengendalian thalassemia di CyprusError: Reference source not found
17
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Tabel 1. Tahapan program pengendalian thalassemia di Cyprus18
Di Cyprus, edukasi masyarakat dilakukakan melalui media massa, sekolah dan lembaga
swadaya masyarakat. Pelajaran tentang thalassemia diajarkan di sekolah dan Departemen
Pendidikan memasukkannya dalam kurikulum sekolah menengah. Pihak gGereja berpartisipasi
dengan mensyaratkan adanya sertifikat pra-nikah yang menandai bahwa pasangan yang akan
menikah telah melakukan skrining dan telah mendapat cukup informasi tentang
thalassemia.Error: Reference source not found Partisipasi masyarakat telah menjadi bagian
yang integral dalam program ini. Organisasi perkumpulan pasien dan orang tua pasien dibentuk
dan berperan serta dalam implementasi program, pengumpulan dana, membantu promosi dan
edukasi diantaranya dengan menyelenggarakan “pekan thalassemia”, serta saling memberi
dukungan moral diantara keluarga pasien.Error: Reference source not found
Di negara berkembang dengan sumber daya yang terbatas, salah satu kunci
keberhasilan program pencegahan thalassemia adalah pelaksanaan program yang melibatkan
18
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
sarana pelayanan primer untuk skrining dan konseling dengan pendekatan holistik melalui
edukasi masyarakat, surveilans, dan perkembangan bentuk layanan untuk mengakomodasi
kebutuhan populasi yang berisiko thalassemia dengan memperhatikan nilai sosio-etiko-legal
setempat seperti yang dilakukan di Iran.33 Sejak tahun 1991, pencegahan penyakit tidak
menular telah dimasukkan dalam program kesehatan primer, dan departemen pengendalian
penyakit tidak menular—termasuk penyakit genetik—telah dibentuk di bawah Kementrian
Kesehatan dan Pendidikan Kedokteran.34 Lima tahun sejak program pencegahan dicanangkan
tahun 1996, skrining yang disertai dengan konseling genetik telah dilakukan atas 2,7 juta
pasangan dan mampu menjaring lebih dari 10.000 pasangan yang berisiko memiliki anak
dengan thalassemia mayor. Pelaksanaan program ini mampu menurunkan kelahiran bayi
dengan thalassemia mayor.Error: Reference source not found
Dengan jumlah pasien thalassemia β mayor sekitar 20.000 orang, 3,75 juta karier,35 dan
frekuensi karier yang bervariasi di berbagai wilayah (dapat mencapai 10% di beberapa
provinsi), pemerintah Iran mewajibkan skrining thalassemia dalam pemeriksaan kesehatan
pranikah (premarital blood test). Skrining dan konseling dilakukan di layanan kesehatan primer
yang menyediakan layanan diagnostik genetik, konseling genetik dan surveilans. Tim konseling
genetik di layanan primer terdiri dari dokter dan tenaga kesehatan tersedia di tiap kota. Sarana
laboratorium milik swasta dan pemerintah diperlengkapi untuk dapat menskriningdeteksi dini
thalassemia dengan protokol standar dan akreditasi nasional. Edukasi pada masyarakat
dilakukan melalui pemberian informasi tentang thalassemia di sekolah menengah dan instansi
militer.Error: Reference source not found,Error: Reference source not found
Di Iran, tiap pasangan yang akan menikah harus menjalani skrining pranikah di
laboratorium setempat. Nilai eritrosit rerata (NER) calon mempelai pria diperiksa terlebih
dahulu, bila hasilnya mencurigakan, barulah calon mempelai wanita diperiksa. Bila keduanya
mencurigakan, dilakukan pemeriksaan elektroforesais hemoglobin, dan bila positif karier maka
dilakukan konseling genetik. Setelah mendapatkan konseling genetik, pasangan diberikan
kebebasan untuk menentukan pilihan. Bila pasangan yang berisiko memilih untuk melanjutkan
pernikahan, diagnosis pranatal menjadi opsi yang dapat dipilih selanjutnya sebelum memiliki
anak. Apabila hasil konsepsi terdiagnosis thalassemia mayor, maka aborsi terapeutik boleh
dilakukan sebelum usia janin 16 minggu.Error: Reference source not found,Error: Reference source not found
Algoritma skrining thalassemia yang dikerjakan di Iran dapat dilihat pada gambar 2.Error:
Reference source not found
19
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Gambar 2. Algoritma skrining thalassemia di Iran Error: Reference source not found
Hasil dari program skrining meningkatkan deteksi prevalensi pasangan karier dari
3,.0/1.000 menjadi 4.,5/1.000 dan sampai tahun 2000, angka kelahiran bayi dengan
thalassemia mayor telah turun sampai 30%.Error: Reference source not found Dengan
menerapkan program skrining, prevalensi kelahiran bayi dengan thalassemia β homozigot
menurun dari 0,253 untuk setiap 100 kelahiran di tahun 1.995 menjadi 0,082 untuk setiap 100
kelahiran pada tahun 2004.Error: Reference source not found
Di Thailand, dengan hampir 40% populasi potensial mengalami mutasi dan kelainan
hemoglobin, program pencegahan thalassemia ditujukan untuk mengendalikan 3 kasus utama
thalassemia berat yaitu Hb Bart’s hydrops fetalis, thalassemia β mayor dan tThalassemia β-
HbE, dengan melakukan skrining karier, menawarkan diagnosis pranatal pada janin yang
20
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
berisiko dan memberikan pilihan aborsi terapeutik bagi janin yang terdiagnosis thalassemia
mayor.36 Program pencegahan dan pengendalian thalassemia telah dicanangkan oleh
Kementrian Kesehatan Masyarakat bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan dan
Thalassemia Foundation. Kementrian Kesehatan Masyarakat telah membuat beberapa standar
laboratorium, sesuai dengan tingkat layanan kesehatan sebagai berikut :
• Tingkat RS Komunitas : pemeriksaan darah lengkap, osmotic fragility test, dan
dichlorophenol indophenols (DCIP) precipitation test ( untuk skrining Hb E dand
unstable Hb)
• Tingkat RS Provinsi : pemeriksaan darah lengkap, osmotic fragility test, DCIP
precipitation test, dan Hb typing dengan elektroforesis.
• Tingkat RS Regional : pemeriksaan darah lengkap, osmotic fragility test, DCIP
precipitation test, dan Hb typing dengan elektroforesis otomatis atau HPLC.
2.1. a. Target populasi
Target populasi yang akan di skrining :
1) Anggota keluarga dari pasien thalassemia mayor, thalassemia intermedia, dan karier
thalassemia
[2)] karier thalassemia (skrining retrospektif).
Penelitian Ahmed dkk (Pakistan, 2002) melibatkan 15 keluarga besar (extended family)
dengan total 988 orang, dimana 10 keluarga (591 orang) memiliki riwayat anggota keluarga
dengan thalassemia β dan kelainan hemoglobin, sementara 5 keluarga (397 orang, sebagai
kontrol) tidak memiliki riwayat thalassemia. Dilaporkan bahwa 31% dari anggota keluarga
yang diskrining pada kelompok studi ternyata terbukti karier thalassemia β dan kelainan
hemoglobin lainnya dan 8% dari 214 pasangan suami istri kelompok ini merupakan karier
ganda (kedua suami-istri karier). Skrining retrospektif ini terutama akan bermakna pada
populasi yang biasa melakukan pernikahan dengan orang yang memiliki pertalian darah
(consanguineous marriage).Error: Reference source not found
2)[3)] Ibu hamil dan pasangannya saat pemeriksaan antenatal (skrining antenatal).
Penelitian Ridolfi dkk (Turki, 2002) terhadap skrining thalassemia β pada ibu
504 ibu hamil dengan usia gestasi kurang dari 14 minggu berhasil menjaring 10 orang
ibu hamil sebagai karier thalassemia β. Setelah dilakukan skrining yang sama terhadap
suami dari ibu hamil tersebut kemudian ditemukan bahwa 1 orang karier, dan janin dari
pasangan tersebut terdiagnosis thalassemia mayor.37
3)[4)] Pasangan yang berencana memiliki anak (skrining pra-konsepsi).
21
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
4)[5)] Pasangan yang akan menikah (skrining pra-marital).
5)[6)] Skrining massal untuk identifikasi karier.
b. Analisis Biaya
Angastiniotis dkk (1984) melaporkan biaya pencegahan thalassemia di Cyprus selama
tahun 1984 yang melibatkan skrining terhadap 14.430 orang, dan 183 kasus diagnosis pranatal
berjumlah kira-kira sebesar US $ 66.000. Sementara total biaya yang dibutuhkan untuk terapi
pasien thalassemia mayor pada tahun yang sama adalah US $ 420.300. Error: Reference source not found
Penelitian Ginsberg dkk (1998) di Israel menyebutkan bahwa biaya yang dibutuhkan
untuk terapi pasien thalassemia mayor selama hidupnya (asumsi usia harapan hidup 30 tahun)
adalah sebesar US $ 284.154 / perorang. Biaya tersebut terdiri dari biaya transfusi (33,1%),
biaya terapi kelasi besi (22,1%), dan sisanya (44,8%) adalah biaya untuk perawatan di rumah
sakit, biaya rawat jalan, biaya operasi, biaya laboratorium, biaya jasa konsultasi dan biaya
lainnya yang diperlukan, sesuai dengan standar prosedur dari rumah sakit setempat (Sharai
Zedek Medical Center dan Hadassah-Ein Kerem Universitas Hospital, di YJerusalem).
Sementara itu program skrining nasional diperkirakan sebesar US$ 900.197 dan diharapkan
dapat mencegah kelahiran bayi thalassemia mayor sebanyak 13,4 orang, atau sekitar $
67.369/kelahiran. Rasio biaya yang dibutuhkan antara pengobatan dan pencegahan adalah
4.22:1, dimana pencegahan thalassemia lebih cost-effective dibanding pengobatan.Error: Reference
source not found
3. Implikasi Skrining Thalassemia tTerhadap Psiko-Sosial, Etiko-Legal dDan Agama
a. Implikasi pPsiko-sSosial
Implikasi skrining thalassemia terhadap kondisi psiko-sosial dapat berakibat negatif bila
tidak disertai edukasi yang baik. Karenanya edukasi masyarakat merupakan langkah awal
dalam program pencegahan thalassemia.Error: Reference source not found Tanpa diawali
edukasi masyarakat yang optimal, skrining thalassemia akan menimbulkan keresahan di
masyarakat yang mengakibatkan stigmatisasi terhadap karier atau pasien dan berlanjut pada
adanya diskriminasi dalam mendapat pekerjaan serta asuransi kesehatan, seperti yang pernah
terjadi di Amerika Serikat dengan mewajibkan skrining terhadap penyakit sickle cell.Error: Reference
source not found
Konseling pada individu/pasangan yang mengidap thalassemia (karier, intermedia
atau mayor) sangat penting karena adanya implikasi moral dan psikologi ketika pasangan
karier dihadapkan pada beberapa opsi reproduksi. Pilihan yang tersedia tidak mudah, dan
22
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
mungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda.Error: Reference source not
found Tanggung jawab utama seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat
dan komprehensif yan gsehingg a memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang
paling mungkin mereka jalani sesuai kondisi masing-masing seperti tabel 3 berikut ini :
Tabel 3 Beberapa pilihan bagi karier Error: Reference source not found
Saat diketahui karier Pilihan yang mungkin diambil
1 Weatherall, DJ. The Thalassemias. Williams Hematology. 6th edition. Mc-Graw Hill, November 2000.2 Langlois S, Ford JC, Chitayat D. Carrier Screening for Thalassemia and Hemoglobinopathies in Canada. Joint
SOGC–CCMG Clinical Practice Guideline 2008; 218: 950-959.3 Forget, BG. Thalassemia Syndromes in : Hoffman Hematology, basic principles and practice. 3 rd edition. Churchill
Livingstone 2000.4 World Health Organization/Thalassaemia International Federation. Prosiding dari: Joint meeting on the prevention
and control of haemoglobinopathies. Nicosia-Cyprus: World Health Organization/Thalassaemia International Federation, 1994:20.
5 Weatherall DJ, Clegg JB. Inherited haemoglobin disorders: an increasing global health problem. Bull World Hlth Org. 2001;79:704-12.
6 Sofro ASM. Molecular pathology of beta-thalassemia in Indonesia. South East Asian J Trop Med Public Health 1995;26:221-2214.
7 Lanni F, Gani RA, Widuri, Rochdiyat W, Verawaty B, Sukmawati, dkk. β-thalassemia and hemoglobin-E traits in Yogyakarta population. Dipresentasikan pada 11th International Conference on Thalassaemia and Haemoglobinophaties & 13rd International TIF Conference for Thalassaemia patients and parents. Singapore; 8-11 Oktober 2008.
8 Angastiniotis M, Kyriakidou S, Hadjiminas M. How thalassaemia was controlled in Cyprus. World Health Forum 1986, 7: 291-297
9 Ginsberg G, Tulchinsky T, Filon D, Goldfarb A, Abramov L, Rachmilevitz EA. Cost-benefit analysis of a national thalassemia prevention programme in Israel. J Med Screen 1998;5: 120-126.
10 Eleftheriou A. About Thalassemia. Thalassemia International Federation Publication (4). Nicosia-Cyprus; 2003.11 Weatheral DJ and Clegg JB, 1981. The Thalassemia Syndromes (3th ed). Blackwell Scientific Publ. Oxford.12 Weatherall DJ.Fortnightly Review : Thalassemia. BMJ 1997; 314:1675.16 Renzo Galanello (co-ordinating editor). Prevention of Thalassaemias and other haemoglobin disorders. Nicosia:
Thalassemia International Federation; 2003.13 Marengo-Rowe AJ, MD. He thalassemias and related disorders. Baylor University Medical Center. 2007;20:27-3114 14 Clarke GM, Higgins TN. Laboratory Investigation of Hemoglobinopathies and Thalassemias: Review and Update.
Clinical Chemistry 46:8(B) 1284–1290 (2000)15 WHO. Guidelines for the control of haemoglobin disorder. Geneva 1994.17 Health Technology Assessment Unit Ministry of Health Malaysia. Maternal Screening for Foetal Abnormality.2003.18 Jackson LG, Zachary JM, Fowler SE, Desnick RJ, Golbus MS, Ledbetter DH, Mahoney MJ, Pergament E,
Simpson JL, Black S, et al. A randomized comparison of transcervical and transabdominal chorionic-villus sampling. The U.S. National Institute of Child Health and Human Development Chorionic-Villus Sampling and Amniocentesis Study Group. N Engl J Med. 1992 Aug 27;327(9):636-8.
19 Silvestroni E., Bianco I et al. A highly cost effective method of mass screening for Thalassemia. Br Med J (Clin Res Ed) 1983 Mar 26;286(6370):1007-9.
20 Maheshwari M, Menon PSN. et al. Carrier screening and pre-natal diagnosis of beta-Thalassemia. Indian Pediatrics 1999;36: 1119-1125
23
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Sebelum menikah (jarang terjadi)
1. Tidak menikah (jarang dipilih)2. Menghindari pernikahan dengan pasangan yang karier (sangat jarang)3. Memilih pasangan seperti biasa (paling sering dipilih)
Sesudah menikah (lebih sering terjadi)
4. Memutuskan untuk tidak mempunyai anak (sering dipilih pada kasus berat dimana diagnosis pranatal mustahil dilakukan)
5. Mengambil risiko tetap memiliki anak (paling sering dipilih)6. Melakukan diagnosis pranatal (paling sering dipilih)7. Melakukan inseminasi buatan dengan bantuan donor (AID : Artificial
Insemination by Donor; sangat jarang dipilih) atau bentuk prosedur reproduksi bantuan lainnya.
8. Memilih berpisah dan mengganti pasangan (sangat jarang dipilih)
Sesudah kelahiran anak dengan thalassemia
Sama dengan pilihan 1-8 diatas, disertai dengan kondisi :9. Menerima keadaan dan merawat anak dengan thalassemia (sering terjadi)10. Menerima keadaan anak namun menolak penatalaksanaan selanjutnya
(kadang terjadi)
21 Rathod DA, Kaur A, Patel V, Patel K, Kabrawala R,Viral Patel,et al. Usefulness of Cell Counter–Based Parameters and Formulas in Detection of β-Thalassemia Trait in Areas of High Prevalence. Am J Clin Pathol 2007;128:585-589
22 Galanello R, Melis MA, Ruggeri R, Addis M, Scalas MT, Maccioni L, Furbetta M, Angius A, Tuveri T, Cao A. Beta 0 thalassemia trait in Sardinia. Hemoglobin. 1979; 3: 33–46.
23 Rogers M, Phelan L, Bain L. Screening criteria for thalassaemia trait in pregnant women. J Clin Pathol 1995;48:1054-1056.
28 Alfirevic Z, Mujezinovic F, Sundberg K. Amniocentesis and chorionic villus sampling for prenatal diagnosis (Review). Cochrane Database of Systematic Reviews 2003, Issue 3. Art. No.: CD003252. DOI: 10.1002/14651858.CD003252.
29 Rueangchainikhom W, Sarapak S and Orungrote N. Chorionic Villus Sampling for Early Prenatal Diagnosis at Bhumibol Adulyadej Hospital. J Med Asoc Thai 2008; 91 (1): 1-6.
36 Ratanasiri T, Charoenthong R, Komwilaisak Y, Fucharoen S, Wongkham J, et al. Prenatal Prevention for Severe Thalassemia Disease at Srinagarind Hospital. J Med Assoc Thai 2006; 89 (Suppl 4): S87-93.
37 Ridolfi F, Ermis H, Has R, Kokrek A, Gedikoglu G. Prevention of homozygous beta thalassemia by carrier screening in pregnancy. Haema 2002;5(3): 242-245.
24 Giordano PC. Carrier diagnostics and prevention of hemoglobinopathies using High-Performance Liquid Chromatography. 1st ed. USA : Bio-Rad Laboratories; 2006.
25 Giordano PC. Carrier diagnostics and prevention of hemoglobinopathies using capillary electrophoresis. 1st ed. France : Laboratories Sebia; 2007.
26 Rosatelli M.C., Tuveri T., Scalas M.T., et al: "Molecular screening and foetal diagnosis of β thalassaemia in the Italian population". Human Genetics 1992, 89:585-9
27 Lau KT, Leung YT, Fung YT, Chan LW, Sahota DS, Leung NT. Outcome of 1,355 consecutive transabdominal chorionic villus samplings in 1,351 patients. Chin Med J (Engl). 2005 Oct 20;118(20):1675-81.
30 Issaragrisil S, Siritanaratkul N, Fucharoen S. Diagnosis and management of thalassemia : Thailand as a model. In : Major hematologic disease in the developing world—New aspect of diagnosis and management of thalassemia, malaria, anemia and acute leukemia. Hematology 2001. p.483-488
31 Arnold C, Allison S. Darr A. Lesson from thalassemia screening in Iran. BMJ 2004:329 : 1115-111732 Samavat A, Modell B. Iranian national thalassaemia screening programme. BMJ 2004:329 : 1134-113733 Christianson A, Streetly A, Darr A. Lessons from thalassaemia screening in Iran Screening programmes must
consider societal values. BMJ 2004;329:1115–7.34 Ahmed S , Saleem M, Modell B, Petrou M. Screening extended families for genetic hemoglobin disorders in
pakistan. N Engl J Med Oktober 2002; 347(15):1162-1168.35 Karimi M, Jamalian N, Yarmohammadi H, Askarnejad A, Afrasiabi A, Hashemi A. Premarital screening for b-
thalassaemia in Southern Iran: options for improving the programme. J Med Screen 2007;14:62–66.
24
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
11. Menolak keadaan anak (dapat terjadi)
Tabel 2. Beberapa pilihan bagi karier 11
b. Implikasi Tterhadap Jasa Asuransi
Di Iran, pemerintah membiayai perencanaan program, edukasi, konseling dan
surveilans. Sementara biaya skrining (sekitar $5), ditanggung oleh pasangan yang akan
menikah. Asuransi kesehatan milik pemerintah menanggung biaya pemeriksaan DNA dan
diagnosis pranatal. Sekitar 90% populasi memiliki asuransi dan yang tidak memiliki asuransi
dibantu oleh pemerintah. Swadana untuk skrining dimungkinkan karena pasangan yang akan
menikah menginginkan keluarga yang sehat dan telah dipersiapkan untuk berbagai pendanaan
terkait pernikahan, sementara pihak asuransi bersedia menanggung biaya pemeriksaan karena
dengan begitu mereka dapat terbebas dari pembiayaan yang lebih besar.Error: Reference
source not found
c.
Implikasi Etiko-Legal dDan Agama
Pengetahuan atas status karier bagi individu atau pasangan yang akan /telah menikah
dan ingin mempunyai anak bisa jadi menjadi begitu penting. Lebih lanjut, informasi atas status
karier seseorang /pasangan ini memungkinkan tenaga kesehatan /ahli hematologi untuk
menginformasikan beberapa opsi reproduksi seperti menjalani diagnosis pranatal, mengakhiri
kehamilan pada janin yang dicurigai mengidap thalassemia mayor atau mungkin melakukan
bayi tabung dengan kombinasi diagnosis genetik pra-implantasi.38
Masalah etiko-legal dan agama di beberapa negara terkait dengan program pencegahan
thalassemia, terutama berhubungan dengan diagnosis pranatal dan tindak lanjutnya.
Di Pakistan, tindakan diagnosis pranatal untuk skrining thalassemia β pertama kali
diperkenalkan pada bulan Mei 1994. Ulama setempat memfatwakan bahwa pengakhiran
kehamilan pada janin yang terdiagnosais mengidap thalassemia mayor diizinkan sebelum usia
120 hari ( usia gestasi 17 minggu). 39
Pengalaman program pencegahan di Iran menunjukkan efektivitas program skrining
yang didukung oleh penyesuaian kebijakan yang memperhatikan aspirasi populasi yang
diskrining. Ketika skrining pasangan pra-nikah digulirkan pada tahun 1997, pengakhiran
kehamilan dilarang, sehingga pasangan yang akan menikah hanya mempunyai pilihan yang
terbatas yaitu tetap melanjutkan kehamilan, menunda pernikahan atau menunda memiliki anak,
25
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
atau memutuskan hubungan /bercerai dan mencari pasangan lain. Hal tersebut menimbulkan
dilema dan akhirnya mendorong adanya diskusi di kalangan ulama yang kemudian
memfatwakan bolehnya izin untuk melakukan pengakhiran kehamilan sebelum usia gestasi 15-
16 minggu dihitung dari waktu haid terakhir, bila janin yang dikandung terdiagnosis mengidap
thalassemia mayor. Error: Reference source not found,40
F. Diskusi
Informasi dasar tentang frekuensi dan heterogenitas gen thalassemia pada populasi
target adalah persyaratan utama sebelum menentukan strategi, teknik dan metode skrining
dalam mengidentifikasi karier. Selain itu, fasilitas teknis, infrastruktur dan ketersediaan biaya
juga harus menjadi pertimbangan.Error: Reference source not found
Dengan mempertimbangkan hal-hal diatas, berikut beberapa hal yang dapat diterapkan
dalam program pencegahan thalassemia di Indonesia :
1. Teknik dan mMetode Sskrining tThalassemia β hHomozigot dan β-HbE
a. Alur Diagnostik Skrining Thalassemia
Alur diagnostik dapat dimulai dengan pemeriksaan nilai MCV dan MCH yang diikuti
dengan elektroforesis hemoglobin secara otomatis yang menghasilkan kadar HbA2, HbF dan
Hb varian. Pada pasien defisiensi besi dengan mikrositik hipokrom disertai kadar feritin < 12,0
μg/dL atau saturasi transferin < 5% perlu diberikan terapi suplementasi besi. Bila pada
pemeriksaan kadar hemoglobin setelah 2 minggu menunjukkan peningkatan, terapi besi
diteruskan dan elektroforesis hemoglobin perlu diulang kembali setelah 3 bulan. Alur diagnostik
skrining thalassemia dapat dilihat pada gambar 3.
26
Hb varian Kadar Hb F Normal
Hb S, C, ED PunjabO ArabLepore dll
Thal δβHPFH
Interaksi Hb varian denganThal β, δβHPFH
Thal βhomozigot
DNA
Thal β traitThal α traitHb A2 normal thal β
Koreksi defisiensi besi
Ferritin
Meningkat Normal Defisiensi besi
NILAI ERITROSIT RERATA (NER)MCV < 80 fL, MCH < 27 pg
Kadar Hb A2 Elektroforesis Hb Otomatik
Normal, raguatau ↓
Hb A2 meningkat
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Gambar 3. Alur Diagnostik Skrining Thalassemia 41
Bila menggunakan alat elektroforesis otomatis, diagnosis dapat ditegakkan langsung
tanpa memeriksa nilai MCV dan MCH atau melalui pemeriksaan kedua parameter tersebut
seperti terlihat pada alur di bawah ini (gambar 4).
27
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Gambar 3. Alur Diagnostik Skrining Thalassemia (1)
Alur diagnostik dapat dimulai dengan pemeriksaan dengan MCV dan MCH yang
diikuti dengan elektroforesis hemoglobin secara otomatik yang menghasilkan kadar
HbA2, HbF dan Hb varian. Pada pasien defisiensi besi dengan mikrositik hipokrom
disertai kadar feritin < 12,0 ug/dL atau saturasi transferin < 5% perlu diberikan terapi
besi. Bila pada pemeriksaan kadar hemoglobin setelah 2 minggu menunjukkan
peningkatan, terapi besi diteruskan dan elektroforesis hemoglobin perlu diulang
28
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
kembali setelah 3 bulan.
Bila menggunakan alat elektroforesa otomatis, diagnosis dapat ditegakkan langsung
tanpa memeriksa nilai MCV dan MCH atau melalui pemeriksaan kedua parameter tersebut
seperti terlihat pada alur di bawah ini.
Gambar 4. Alur
Diagnostik Skrining ThalassemiaError: Reference source not found (1)
b.
Teknik dan metode skrining laboratorium thalassemia β homozigot dan β-HbE
Mengingat ketersediaan sarana, prasarana dan sumber daya di Indonesia, maka teknik
dan
metode skrining yang dapat di aplikasikan di Indonesia adalah sebagai berikut :
29
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Tabel 4 Teknik dan metode skrining laboratorium thalassemia β homozigot dan β-HbE di Indonesia
Level skrining
Tujuan Pemeriksaan
Jenis/ Teknik Pemeriksaan
Alat SDM Terkait Supervisor/ Quality Control
Level I(RS Kabupa- ten/Kota)
Skrining anemia mikrositik hipokromik
Hematologi Lengkap (Hb, MCV, MCH, MCHC, RDW,morfologi darah tepi)
Electronic blood cell counter (Sysmex, Cell Dyn)
Analis kesehatan Spesialis Anak Spesialis Obsgin Spesialis
Penyakit Dalam
Sarana dan prasarana : Balai Besar Laboratorium Kesehatan
Kompetensi SDM: Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik
Lembaga Eijkman
Level II(RS Provinsi/ RS pendidikan/ Laboratorium swasta yang memadai)
Skrining anemia mikrositik hipokromik Skrining thalassemia
Hematologi Lengkap
Feritin Hb typing
Electronic blood cell counter (Sysmex, Cell Dyn)ELISAElektroforesis otomatis
Spesialis Patologi Klinik
Spesialis Anak Spesialis Penya- kit Dalam Spesialis Obsgin
Level III(RS Rujukan Nasional)
Skrining anemia mikrositik hipokromik Skrining thalassemia Diagnosis pranatal
Analisis DNA (common mutation)
Hematologi Lengkap
Feritin Hb typing
Analisis DNA
Electronic blood cell counter (Sysmex, Cell Dyn)ELISAElektroforesis otomatis
Spesialis Patologi Klinik
Spesialis Anak Spesialis Penya- kit Dalam Spesialis Obgin
yg telah mendapat pelatihan dan sertifikat kompetensi
Ahli Genetika
Lembaga Eijkman, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Makassar, Bandung
Level IV(Laboratorium Rujukan Nasional)
Skrining anemia mikrositik hipokromik Skrining thalassemia
Analisis DNA (uncommon mutation)
Hematologi Lengkap
Feritin Hb typing
Analisis DNA
Electronic blood cell counter (Sysmex, Cell Dyn)ELISAElektroforesis otomatis
Ahli Genetika
Lembaga Eijkman
30
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
evel skrining Tujuan
Pemeriksaan
Jenis/ Teknik
Pemeriksaan
Alat SDM Terkait Supervisor/
Quality
Control
Level I
(RS Kabupa-
ten/Kota)
Skrining
anemia
mikrositik
hipokromik
Hematologi
Lengkap (Hb,
MCV, MCH,
MCHC,
RDW,morfologi
darah tepi)
Electronic blood
cell counter
(Sysmex,
Cell Dyn)
Analis kesehatan
Spesialis anak
Spesialis Obgin
Spesialis
Penyakit Dalam
Sarana dan
prasarana :
Balai Besar r
Laboratorium
Kesehatan
Kompetensi
SDM:
Perhimpuna
n Dokter
Spesialis
Patologi
Klinik
Lembaga
Eijkman
Level II
(RS Propinsi/
RS
pendidikan/
Laboratorium
swasta yang
memadai)
Skrining
anemia
mikrositik
hipokromik
Skrining
Thalassemia
Hematologi
lengkap
Feritin
Hb typing
Electronic blood
cell counter
(Sysmex, Cell
Dyn)
ELISA
Elektroforesis
otomatis
Spesialis
Patologi Klinik
Spesialis Anak
Spesialis Penya-
kit Dalam
Spesialis Obgin
Level III
(RS Rujukan
Nasional)
Skrining
anemia
mikrositik
hipokromik
Skrining
Thalassemia
Diagnosis
natal
Analisis DNA
(common
mutation)
Hematologi
lengkap
Feritin
Hb Typing
Analisis DNA
Electronic blood
cell counter
(Sysmex, Cell
Dyn)
ELISA
Elektroforesis
otomatis
Spesialis
Patologi Klinik
Spesialis Anak
Spesialis Penya-
kit Dalam
Spesialis Obgin
yg telah
mendapat
pelatihan dan
sertifikat
kompetensi
Ahli Genetika
Lembaga
Eijkman,
Surabaya,
Semarang,
Yogyakarta,
Makassar,
Bandung
Level IV
(Laboratorium
Rujukan
Nasional)
Skrining
anemia
mikrositik
hipokromik
Skrining
thalassemia
Analisis DNA
(uncommon
mutation)
Hematologi
lengkap
Feritin
Hb Typing
Analisis DNA
Electronic blood
cell counter
(Sysmex, Cell
Dyn)
ELISA
Elektroforesis
otomatis
Ahli Genetika Lembaga
Eijkman
Tabel 2. Teknik dan metode skrining laboratorium thalassemia β homozigot dan β-
31
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
HbE di Indones
32
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Gambar 5 Algoritma skrining thalassemia di Indonesia dengan sistem rujukan berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana
33
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Komponen uji saring pertama diagnosis laboratorium thalassemia adalah nilai MCV kurang
dari 80 fL dan MCH kurang dari 27 pg.
Individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL, MCH < 27 pg dengan Hb normal dicurigai sebagai
thalassemia, pemeriksaan Hb typing dilakukan untuk menegakkan diagnosis jenis
thalassemia.
Pada individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL, MCH < 27 pg, dengan Hb rendah tanpa
adanya tanda infeksi/radang dan tampilan klinis baik, harus dipastikan bukan suatu anemia
defisiensi besi.
Penyingkiran diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan dengan pemberian suplementasi
zat besi selama 2 minggu. Bila kadar Hb meningkat kurang lebih 1 g/dL maka dianggap
anemia defisiensi besi dan diterapi sesuai protokol terapi anemia defisiensi besi.
Bila anemia defisiensi besi dapat disingkirkan, namun Hb tetap rendah, maka dilakukan
pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis untuk diagnosis thalassemia. Bila
pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis tidak konklusif, maka dilakukan
analisis DNA.
2. Kebijakan, Strategi, dan Pelaksanaan Program Pencegahan Thalassemia β Homozigot
dan Thalassemia β -HbE di Indonesia
a. Edukasi Masyarakat
Edukasi masyarakat merupakan langkah awal dalam program pencegahan
thalassemia.Error: Reference source not found Tanpa diawali edukasi masyarakat yang
optimal, skrining thalassemia akan menimbulkan keresahan di masyarakat yang mengakibatkan
stigmatisasi terhadap karier atau pasien dan berlanjut pada adanya diskriminasi dalam
mendapatkan pekerjaan serta asuransi kesehatan, seperti yang pernah terjadi di Amerika
Serikat di mana skrining terhadap penyakit sickle cell diwajibkan oleh pemerintah.Error: Reference source
not found
Untuk jangka pendek, edukasi berupa konseling dan pemberian informasi pada populasi
yang menjadi sasaran skrining. Sementara rencana jangka panjangnya, edukasi ditujukan untuk
meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan (awareness) masyarakat terhadap penyakit
thalassemia dengan memasukkan materi tentang thalassemia kedalam kurikulum pendidikan
tingkat sekolah menengah, penyebaran informasi melalui media massa, jaringan internet,
brosur dan pamflet, serta menyelenggarakan kegiatan untuk memperingati hari thalassemia
sedunia yang melibatkan seluruh komponen masyarakat.
b. Target populasi
34
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
Target populasi yang akan di skrining :
a. Anggota keluarga dari pasien thalassemia mayor, thalassemia intermedia, dan karier
thalassemia (skrining retrospektif).
b. Ibu hamil dan pasangannya saat pemeriksaan antenatal (skrining antenatal).
c. Pasangan yang berencana memiliki anak (skrining prakonsepsi).
d. Pasangan yang akan menikah (skrining pramarital).
Pada kehamilan, skrining utama ditujukan pada ibu hamil saat pertama kali kunjungan.
Jika ibu merupakan pengidap atau karier thalassemia, maka skrining kemudian dilanjutkan
pada ayah janin dengan teknik yang sama. Jika ayah janin normal maka skrining janin (pranatal
diagnosis) tidak disarankan. Jika ayah janin merupakan pengidap atau karier thalassemia maka
disarankan melakukan konseling genetik dan jika diperlukan skrining pada janin (pranatal
diagnosis).42
c. Konseling
Konseling terdiri dari informasi medis, informasi masalah genetika, dan langkah atau
tindak lanjut hasil skrining. Konseling tersedia mulai skrining level II dan level diatasnya, yaitu
setelah diagnosis thalassemia dapat ditegakkan.
1) Informed Consent
Informed consent berisi penjelasan tentang thalassemia, manfaat dan implikasi skrining
serta tanda persetujuan dari calon yang akan dilakukan skrining.
2) Konselor
Konselor adalah orang yang sudah mendapatkan pelatihan serta mendapatkan sertifikat
melakukan konseling, bisa dokter/tenaga kesehatan lain, sesuai dengan kompetensi dirinya.
d. Registrasi Nasional Thalassemia
Hasil skrining tiap individu, berupa data laboratorium dan keadaan klinisnya yang sudah
divalidasi dan diverifikasi, diregistrasi oleh badan registrasi nasional melalui Rumah Sakit
Pendidikan setempat. Individu yang mengidap gen thalassemia kemudian dipantau
perkembangan kesehatan, status marital dan reproduksinya.
e. Tempat Pelaksanaan Program Pencegahan Thalassemia
Pelaksanaan program pencegahan thalassemia dipilih berdasarkan beberapa hal
sebagai berikut :
a. Besarnya prevalensi kasus thalassemia mayor
b. Ketersediaan sumber daya manusia dan alat
35
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
c. Pemantapan kualitas (quality control)
d. Tempat-tempat yang telah menjadi pilot project penelitian thalassemia.
3. Implikasi Skrining Thalassemia terhadap Psiko-Sosial, Ekonomi, Etiko-Legal dan
Agama di Indonesia
Skrining thalassemia memiliki berbagai implikasi terhadap psikososial, etiko-legal dan
agama di Indonesia. Strategi dan kebijakan pencegahan yang dibuat harus memerhatikan
berbagai aspek tersebut. Dalam hal ekonomi dan pembiayaan, berbagai studi menunjukkan
bahwa skrining thalassemia lebih menguntungkan daripada tidak dilakukan skrining sama
sekali.Error: Reference source not found,Error: Reference source not found,43 Biaya pemeriksaan skrining
thalassemia sekitar 300-450 ribu rupiah/orang. Jumlah ini tentu jauh lebih murah dibandingkan
dengan biaya penanganan satu orang pasien selama setahun. Jika penanganan seorang
pasien sekitar 300 juta rupiah maka biaya tersebut setara dengan biaya pemeriksaan skrining
thalassemia untuk sekitar 750 – 1,000 orang.
Dalam implikasi hasil skrining thalassemia terhadap jasa asuransi, pengalaman di Iran
menunjukkan bahwa pihak asuransi justru bersedia menanggung biaya skrining, karena dengan
begitu mereka justru terhindar dari pembiayaan yang lebih besar.Error: Reference source not
found Informasi dan pemahaman yang baik dan benar tentang thalassemia pada pihak asuransi
tentunya harus diberikan dalam program pencegahan ini, sehingga individu yang terdeteksi
mengidap thalassemia (terutama karier thalassemia), tidak ditolak untuk memiliki jaminan
asuransi.
Dalam hal etiko-legal dan agama, masalah tindak lanjut hasil diagnosis pranatal janin
yang terdiagnosis mengidap thalassemia mayor memerlukan diskusi yang intensif dengan
pakar hukum, pakar etik dan rohaniawan dari berbagai agama. Undang-Undang Kesehatan
tahun 2009 pasal 75 memperbolehkan pengakhiran kehamilan (aborsi) berdasarkan indikasi
kedaruratan medis yang terdeteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu
dan/atau janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan maupun yang
tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.44
Pengakhiran tersebut hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan
pratindakan dan diakhiri dengan konseling pascatindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang. Namun undang-undang mensyaratkan tindakan pengakhiran
tersebut hanya boleh dilakukan pada usia kurang dari 6 minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
serta memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri dengan seizin ibu hamil dan suami yang
36
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
bersangkutan. Batas penentuan usia kehamilan kurang dari 6 minggu tentunya cukup
menyulitkan karena diagnosis pranatal thalassemia baru bisa dilakukan setelah usia gestasi 10
minggu.Error: Reference source not found Meskipun begitu, bila kehamilan dengan bayi
thalassemia mayor dipertahankan, diagnosis pranatal bermanfaat bagi pasangan suami istri
sebagai bahan pertimbangan pilihan reproduksi berikutnya.
G. Rekomendasi Kajian HTA Pencegahan Thalassemia
1. Program pencegahan thalassemia harus dilakukan untuk mengurangi jumlah pasien
thalassemia β mayor dan thalassemia β-HbE di Indonesia, karena dari sisi biaya,
pencegahan thalassemia membutuhkan lebih sedikit biaya daripada terapi pasien
thalassemia β mayor dan thalassemia β-HbE (Sementara dari sisi pasien, thalassemia akan
menyebabkan tumbuh kembang tidak optimal). (Rekomendasi B)
2. Rekomendasi Teknik dan Metode Laboratorium Diagnosis Thalassemia β dan thalassemia
β-HbE.
a. Teknik dan metode diagnosis laboratorium
Pemeriksaan MCV dan MCH digunakan untuk uji saring awal dengan nilai batas
(cut-off) yang digunakan untuk uji saring awal adalah MCV < 80 fL dan MCH < 27
pg. (Rekomendasi B)
Pemeriksaan feritin digunakan untuk menyingkirkan diagnosis anemia defisiensi besi
yang memberikan hasil positif palsu pada diagnosis thalassemia. (Rekomendasi B)
Pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis memberikan nilai diagnostik
yang akurat dengan angka spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi. Skrining inisial
terhadap kasus hemoglobinopati – dengan alat high-performance liquid
chromatography (HPLC) atau isoelectric focusing (IEF) – menggunakan metode
otomatis atau manual kuantitatif. Idealnya, sampel darah diperiksa dalam 72 jam
setelah pengambilan untuk mencegah degradasi hemoglobin. Bila tidak ada metode
otomatis, maka dapat digunakan metode manual kuantitatif antara lain mengukur
kadar Hb A2 dengan mikrokolom kromatografi, Hb F dengan metode Betke
denaturasi 2 menit, serta penentuan fraksi Hb varian dengan elektroforesis cara
manual. (Rekomendasi B)
Pemeriksaan analisis DNA digunakan untuk Pada diagnosis pranatal, teknik
pengambilan sampel janin yang paling aman dan efektif adalah metode chorionic villi
sampling yang dilakukan antara usia gestasi 10-12 minggu dan mengkonfirmasi
37
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
diagnosis thalassemia β pada kasus-kasus yang belum konklusif dengan
pemeriksaan hematologi lengkap dan Hb typing. (Rekomendasi B)
b. Teknik dan metode uji saring thalassemia β dan thalassemia β-HbE di Indonesia
disesuaikan dengan ketersediaan sarana, prasarana dan sumber daya manusia.
(Rekomendasi C). Algoritma alur diagnosis laboratorium thalassemia terlampir.
3. Rekomendasi Program Pencegahan Thalassemia Mayor β dan Thalassemia β-HbE dalam
Hal Kebijakan, Strategi dan Pelaksanaannya
a. Kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pencegahan thalassemia di Indonesia
harus meliputi kegiatan edukasi, skrining, konseling, dan registrasi dengan
memerhatikan faktor sosio-etiko-legal. (Rekomendasi C)
b. Edukasi masyarakat
Edukasi masyarakat adalah titik penting awal keberhasilan program pencegahan
thalassemia β dan thalassemia β-HbE dan dilakukan dengan melibatkan berbagai
komponen masyarakat. Untuk jangka pendek edukasi berupa konseling dan pemberian
informasi pada populasi yang menjadi sasaran skrining. Untuk jangka panjang edukasi
ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan (awareness) masyarakat
terhadap thalassemia dengan memasukkan materi tentang thalassemia ke dalam
kurikulum pendidikan di sekolah menengah, serta menggunakan berbagai sarana media
penyebaran informasi. (Rekomendasi C)
c. Target populasi skrining thalassemia β dan thalassemia β-HbE yang direkomendasikan
adalah : (Rekomendasi C)
Skrining dilakukan terhadap anggota keluarga pengidap thalassemia β dan
thalassemia β-HbE (retrospektif).
Skrining pranatal dilakukan terhadap ibu hamil pada saat kunjungan pertama. Jika
ibu hamil merupakan pengidap thalassemia β atau β-HbE atau thalassemia β-HbE,
maka skrining kemudian dilanjutkan pada ayah janin. Jika ayah janin bukan
pengidap thalassemia β atau thalassemia β-HbE maka skrining janin (diagnosis
pranatal) tidak perlu dilakukan. Jika ayah janin merupakan pengidap thalassemia
maka disarankan melakukan konseling genetik dan dianjurkan untuk melakukan
skrining janin (diagnosis pranatal).
Skrining prakonsepsi dilakukan terhadap pasangan yang sudah menikah dan
berencana mempunyai anak.
Skrining pranikah dilakukan terhadap individu/pasangan yang akan menikah.
38
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
d. Individu yang teridentifikasi thalassemia (karier/intermedia/mayor) selanjutnya dirujuk ke
spesialis penyakit dalam (usia > 18 tahun), spesialis anak (usia ≤ 18 tahun), atau
spesialis obstetri ginekologi (pada ibu hamil). (Rekomendasi C)
e. Konseling
Konseling terdiri dari informasi medis, informasi masalah genetika, informed consent
praskrining diperlukan untuk langkah atau tindak lanjut hasil skrining. (Rekomendasi
C)
Dalam konseling harus dijelaskan beberapa opsi yang dapat diambil oleh pengidap
thalassemia untuk mencegah lahirnya bayi dengan thalassemia mayor yaitu :
(Rekomendasi C)
- Menikah dengan pasangan yang bukan karier
- Bila suami/istri juga karier, dapat menghindari memiliki anak kandung dan
melakukan adopsi
- Bila pasangan suami/istri karier ingin memiliki anak, dapat melakukan diagnosis
pranatal terhadap janin yang dikandung atau melakukan proses bayi tabung
(diagnosis genetik pra implantasi)
Konseling dilakukan mulai skrining level II dan level diatasnya, yaitu setelah
diagnosis thalassemia dapat ditegakkan. (Rekomendasi C)
Konseling dilakukan oleh konselor yang sudah mendapatkan pelatihan serta
sertifikat.(Rekomendasi C)
f. Registrasi nasional
Hasil skrining tiap individu, berupa data laboratorium dan keadaan klinisnya yang sudah
divalidasi dan diverifikasi, diregistrasi oleh badan registrasi nasional melalui Rumah
Sakit Pendidikan setempat. Registrasi nasional ini dapat digunakan untuk
pengembangan program, pengelolaan, pendidikan, dan penelitian.(Rekomendasi C)
g. Pemantapan kualitas
Pemantapan kualitas (quality control) hematologi dilaksanakan melalui Program
Nasional Pemantapan Kualitas Laboratorium Klinik bidang Hematologi (PNPKLK-H)
DepKes RI dan Lembaga Eijkman untuk laboratorium diagnostik molekuler. Pemantapan
kualitas ini dilaksanakan dengan kerjasama Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi
Klinik (PDS-Patklin). (Rekomendasi C)
h. Tempat pelaksanaan program skrining thalassemia
Penentuan tempat berdasarkan tingkat prevalensi thalassemia β atau β-HbE mayor,
ketersediaan sarana, pra sarana dan sumber daya manusia. (Rekomendasi C)
39
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
4. Rekomendasi solusi implikasi psiko-sosial, ekonomi dan etiko-legal terhadap hasil skrining
thalassemia β dan thalassemia β-HbE :
a. Psiko-sosial :
Untuk mencegah dampak psikologi atas hasil skrining yang positif yang tidak di
harapkan, maka konsultasi sebelum dan sesudah skrining harus dilakukan.
(Rekomendasi C)
b. Ekonomi (termasuk asuransi) :
Untuk menghindari kesulitan dalam memperoleh jaminan asuransi, harus ada sosialisasi
yang baik dikalangan penyelenggara jasa asuransi bahwa individu karier thalassemia β
atau β-HbE, mempunyai risiko yang sama dengan individu lain normal (bukan karier).
(Rekomendasi C)
c. Etiko-legal (termasuk agama) :
Untuk legalitas pengakhiran kehamilan bila janin yang dikandung terdiagnosis
thalassemia mayor, diperlukan diskusi yang intensif dengan pakar hukum, pakar etik
dan rohaniawan dari berbagai agama dengan memperhatikan pengalaman berbagai
negara di dunia. (Rekomendasi C)
38 Wagner, JE. Practical and Ethical Issues with Genetic Screening. Hematology 2005;498-502.39 Ahmed S, Saleem M, Sultana N, Raashid Y, Waqar A, Anwar M, Modell B, Karamat KA, Petrou M. Pranatal
diagnosis of beta-thalassaemia in Pakistan: experience in a Muslim country. Prenat Diagn. 2000 May;20(5):378-383.
40 Haddow, JE. Couple screening to avoid thalassemia: successful in Iran and instructive for us all. J Med Screen 2005;12:55–56.
41 Lafferty JD, Crowther MA, Ali MA, Levine M. The evaluation of various mathematical RBC indices and their efficacy in discriminating between thalassemic and non-thalassemic microcytosis. Am J Clin Pathol. 1996 Aug;106(2):201-5.
42 Rogers M, Phelan L, Bain B. Screening criteria for thalassemia β trait in pregnant women. J Clin Pathol 1995; 48:1054-1056.
43 Zeuner D, Ades AE, Karnon J, Brown J, Dezateux C, Anionwu AE. Antenatal and neonatal haemoglobinopathy screening in the UK: review and economic analysis. Health Technol Assess 1999;3(11).
44 Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009. Pasal 75-76.
40
HTA Indonesia_2010_Pencegahan Thalassemia
DAFTAR PUSTAKA
41