pemicu 2 - modul infeksi

21
Nama : Faridah NIM : FAA 111 0002 Kelompok : 2 (dua) Jawaban Pemicu 2 1. Definisi, etiologi, epidemiologi DBD Definisi Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2006). Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. Epidemiologi Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar di daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di daerah endemik (Gubler, 2002). Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 50- 100 juta kejadian infeksi dengue yang mana ratusan ribu kasus

Upload: farida-maksum-lz

Post on 27-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pemicu 2 modul infeksi

TRANSCRIPT

Page 1: Pemicu 2 - Modul Infeksi

Nama : Faridah

NIM : FAA 111 0002

Kelompok : 2 (dua)

Jawaban Pemicu 2

1. Definisi, etiologi, epidemiologi DBD

Definisi

Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau

dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam, nyeri

otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan

diatesis hemoragik (Suhendro, 2006). Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai

oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan/syok.

Epidemiologi

Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar di daerah

tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di daerah endemik

(Gubler, 2002).

Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian lebih besar

disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia. Setiap tahun diperkirakan

terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah

dengue terjadi, tergantung dari aktifitas epidemiknya (WHO, 2000).

Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875 orang

terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI

Jakarta, Bali,dan NTB.

Etiologi

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus

Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri

dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Suhendro, 2006). Virus ini

termasuk genus flavivirus dari family Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,

DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-

kasus parah. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur

hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang

Page 2: Pemicu 2 - Modul Infeksi

yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur

hidupnya.

Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.

Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor risiko penting

pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan

predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah

perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah pedesaan).

Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,

tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman,

tempat minum burung, dan lain – lain.

Jarak terbang ± 100 meter

Nyamuk betina bersifat ‘ multiple biters’ (mengigit beberapa orang karena sebelum

nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)

Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi

2. Klasifikasi, faktor resiko DBD

Derajat dan klasifikasi

Menurut World Health Organization (1997), DBD diklasifikasikan menjadi 4 tingkat

keparahan.

Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik, satu-satunya

manifestasi perdarahan adalah tes torniket positif dan muntah memar.

Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I, biasanya pada

bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain.

Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta

penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan

lembab serta gelisah.

Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.

Page 3: Pemicu 2 - Modul Infeksi

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat berupa

demam yang tidak khas, demam, demam berdarah dengue, atau syndrome syok dengue

(SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase

kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai

risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat (Suhendro, 2006).

Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang disertai bintik-bintik perdarahan di

farings dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu

hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut.

Faktor Risiko

Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan spektrum luas, berkisar

dari demam biasa sampai penyakit perdarahan yang serius. Pada area endemik, infeksi

dengue memiliki gejala klinis yang tidak spesifik, terutama pada anak-anak. Gejala yang

tampak hanya seperti infeksi virus pada umumnya.

Faktor risiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien yang mengalami

gejala yang berat selama transmisi endemik di antaranya strain dan serotipe virus yang

menginfeksi, status imunitas dari setiap individu, usia penderita, faktor genetik dari pasien

(WHO, 1997; Gubler, 1998).

3. Tanda dan Gejala DBD dan Gambaran Klinis

Tanda dan Gejala

Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang

jelas disertai dengan gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada

anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai

influensa biasa. Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka

ragam dimulai dari yang paling ringan sampai berupa perdarahan dibawah kulit, perdarahan

gusi, epistaksis, sampai perdarahan yang hebat sampai muntah darah akibat perdarahan

lambung, melena, dan juga hematuria masif. Selain perdarahan juga terjadi syok yang

biasanya dijumpai saat demam telah.

Page 4: Pemicu 2 - Modul Infeksi

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat berupa demam

yang tidak khas, demam, demam berdarah dengue, atau syndrome syok dengue (SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis

selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk

terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat (Suhendro, 2006). Bintik-bintik

perdarahan di kulit sering terjadi, kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan konjungtiva.

Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan

dan nyeri seluruh perut.

4. Patofisiologi DBD

Patofisologi

Menurut Sutaryo (2004) menyatakan bahwa banyak teori tentang patofisiologi dari

DBD yaitu :

Teori Imunopatologi Teori Virologi Teori Hematopatologi

a. Aktivasi complement

b. Infeksi sekunder peranan dari antibody dependent enhancement (ADE)

c. IgM

d. Sitokin

a. Virulensi

b. Apoptosis

c. APC

d. Perlekatan virus

a. Angiopati

b. Trombopati

c. koagulopati

Menurut Soegeng (2006) secara umum patofisiologi dari DBD adalah :

Pada saat nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menggigit orang yang demam

berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di

dalam tubuh nyamuk, virus berkembang biak selama 8-10 hari dan menyebar keseluruh

bagian tubuh nyamuk, yang sebagian besarnya berada di kelenjer air liur nyamuk. Saat

nyamuk menggigit orang lain, maka air liur bersama virus dengue dilepaskan kedalam tubuh

manusia dan berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial. Virus masuk ke dalam tubuh

berkembang biak selama 4-6 hari, ditangkap oleh antigen presenting cell (APC) untuk

Page 5: Pemicu 2 - Modul Infeksi

memakan organisme tersebut. Pada dengue ada dua macam APC yaitu APC yang ada di kulit

(sel langerhans, sel dendritik dan keratinosit) dan kedua APC yang ada di peredaran darah

(monosit dan makrofag) yang menyebabkan viremia, karena tidak mampu membunuhnya

APC meminta bantuan limfosit T melalui molekul MHC. Peptida virus dibawa oleh MHC ke

permungkaan sel, sehingga limfosit T dapat mengenal virus tersebut. Limfosit T akan

memberitahu limfosit B, dengan cara mengaktifasi limfosit B yang akan membentuk komplek

virus-antibodi.

Dalam bukunya Widoyono (2008) menjelaskan komplek antigen-antibodi tersebut

melepaskan zat-zat yang bersifat merusak sel-sel pembuluh darah, yang disebut proses

autoimun. Karena adanya proses autoimun tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler

meningkat yang ditunjukan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler,

mengakibatnya bocornya sel-sel darah antara lain trombosit dan eritrosit, akibatnya tubuh

akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai perdarahan hebat pada kulit dan

saluran pencernaan (muntah darah dan berak darah), saluran pernapasan (mimisan dan batuk

darah) dan organ vital lainnya (jantung, hati, ginjal).

Infeksi sekunder sebagai akibat oleh tipe virus dengue yang berbeda, sehingga respon

amnestik antibody menjadi terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan

mengahasilkan IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga

menyebabkan peningkatan dari replikasi virus. Sehingga terbentuk kompleks virus antibodi

yang akan mengaktifasi system complement. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke

ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan

terdapatnya cairan dalam rongga serosa.

Teori kedua yang menyatakan infeksi sekunder bisa terjadi karena adanya peningkatan

replikasi virus, dimana pengaruh dari antibody sebelumnya yaitu antibody dependent

enhancement (ADE). Pada waktu infeksi primer antibodi awalnya meningkat kemudian

mengalami penurunan sampai mencapai keadaan subnetralisasi. Saat infeksi sekunder terjadi

antigen-antibodi subnetralisasi membentuk ikatan yang mirip komplek imun melalui bantuan

reseptor Fc makrofag, sehingga virus lebih mudah masuk yang akan menyebabkan terjadinya

infeksi sekunder. Semakin banyak jumlah virus yang masuk maka semakin banyak virus

yang bereplikasi dalam makrofag (Smith,2005).

5. Patogenesis DBD

Patogenesis

Page 6: Pemicu 2 - Modul Infeksi

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis

berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue (Suhendro,

2006).

Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat pada monosit dan

masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen (penempelan beberapa

segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang mengandung virus menyebar ke

hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang

bersamaan sel monosit yang telah terinfeksi akan mengadakan interaksi dengan berbagai

system humoral, seperti system komplemen, yang akan mengeluarkan substansi inflamasi,

pengeluaran sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan

mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun melalui system

pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini komplemen memegang peran

utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui monnosa-binding protein, maupun

melaui antibody. Komponen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis,

dekstruksi dan lisis virus dengue.

Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon α dan interferon β berusaha

mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada sisi lain limfosit B, sel plasma akan

merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T mengalami ekpresi oleh indikator

berbagai molekul yang berperan sebagai regulator dan efektor.

Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan yang disebut

ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B, makrofag, sel dendritik, sel

endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L merupakan mediator penting terhadap

berbagai fungsi efektor sel T helper, termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan

aktivasi makrofag untuk menghancurkan virus dengue.

Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks

virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi

makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga

diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akn mengaktivasi monosit

sehingga disekresi berbagai mediator radang seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating

factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi

kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi

yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Page 7: Pemicu 2 - Modul Infeksi

6. Pemeriksaan

Langkah Diagnostik

Diagnosis dari infeksi dengue dapat ditegakkan melalui tes laboratorium dengan cara

mengisolasi virus, mendeteksi sequence RNA-spesifik virus dengue dengan tes amplifikasi

nukleotida, atau dengan mendeteksi antibody pada serum pasien (Guzman, 2004).

Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:

a. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam

dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan

hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit

plasma biru.

Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun

deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase

Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis

yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM

maupun IgG lebih banyak.

Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis relative (>45%

dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit

pada fase syok akan meningkat.

Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari hematokrin awal,

umumnya dimulai pada hari ke-3 demam

Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada keadaan yang

dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin

Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma

Elektrolit

Page 8: Pemicu 2 - Modul Infeksi

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Serelogi

Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:

- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang setelah 60-

90 hari

- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi sekunder).

NS1

Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari kedelapan.

Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur virus. Hasil negatif

antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

b. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan tetapi apabila

terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua hemitoraks. Pemeriksaan

foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi

badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbuk gejala

prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang, belakang dan perasaan lelah.

7. Diagnosis Banding

8. Komplikasi dan Prognosis

DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya,

ditandai oleh :

demam tinggi yang terjadi tiba-tiba

manifestasi perdarahan

hepatomegali/pembesaran hati kadang-kadang terjadi syok manifestasi perdarahan pada

DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintik-bintik perdarahan di kulit (ptechiae).

Ptechiae ini bisa terlihat di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi

perdarahan hidung, perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam

urin.

Prognosisnya Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi

9. Penatalaksanaan dan pencegahan

Page 9: Pemicu 2 - Modul Infeksi

Protokol dibagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama pada

penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai

petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan

hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat

dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24

jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau

bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat

Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk dirawat

2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan tanpa syok maka

di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut

ini :

Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :

1500+ (20 x (BB dalam kg – 20 )

Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24 jam:

Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan

tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan

sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak

5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus

cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam

pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda

hematokrin turun, frekuensi nadi turun tekanan darah stabil, produksi urin meningkat

maka jumlah cairan infuse dikurangimenjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian

Page 10: Pemicu 2 - Modul Infeksi

dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka

jumlah cairan infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap

membaik cairan dapat dihentikan24-48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi keadaan

tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi meningkat, tekanan nadi

menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah

cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan

kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan dikuarangi

menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka

jumlaah cairan infuse dinaikkan 15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya

kondisi menjadi memburuk dan didapatkn tanda-tanda syok maka pasien

ditananganisesuai protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok

telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan

4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan

hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,

perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan

saluran kencing ( hematuria, perdarahan otak atau perdarahan sembunyi dengan jumlah

perdarahan sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan

pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi,

pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht,

dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-

tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Taranfusi komponen darah diberikan

sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi factor-faktor pembekuan darah

(PT dan aPTT) yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl.

Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan

massif dengan jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID

5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah renjatan

harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan intravaskuler

Page 11: Pemicu 2 - Modul Infeksi

yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan

dengan penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan

penderita DBD mendapat pertolongan.

Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga

diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan

darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan

klorida, serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan evaluasi 15-30

menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan

nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba

hangat, dan kulit tidak pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi

7 ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian

cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil

pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelag renjatan teratasi

tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup maka pemberian cairan

perinfus dihentikan.

Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan.

Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik,

diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan didaerah

hipokondrium kana dan epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam).

Pemantauan DPL dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan

kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah

20-30 menit.

Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.

Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian

cairan koloid merupakan pilihan.

- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi setelah

10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka pemantaun cairan

dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pmberian dapat ditambah

hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5µ/hari) dengan sasaran

tekanan vena sentral 15-18cmH2O

Page 12: Pemicu 2 - Modul Infeksi

- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap

gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder.

- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu renjatan

tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.

Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada

penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai

kebutuhan.

Pencegahan

Kegiatan ini meliputi :

1. Pembersihan jentik

- Program pemberantasan serang nyamuk (PSN)

- Menggunakan ikan (cupang, sepat)

2. Pencegahan gigitan nyamuk

- Menggunakan kelambu

- Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)

- Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)

- Penyemprotan

10. Interpretasi hasil pemeriksaan

11. Mekanisme mual

12. Mekanisme sakit kepala

13. Mengapa denyut nadi cepat dan lemah DBD

14. Proses imun pada BDB

15. Penyakit endemik di sukabumi

16. Perbedaan demam pada BDB, tifoid, malaria

17. Penegakan diagnosis

1. Diagnosis

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala

prodormal yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada table berikut:

DD/DBD Derajat Gejala Lab

DD Demam disertasi 2 Leukopenia Serologi

Page 13: Pemicu 2 - Modul Infeksi

atau lebih tanda :

sakit kepala, nyeri

retro-orbital,

mialgia, artralgia

Trombositopenia,

tdk ada kebocoran

plasma

dengue

(+)

DBD I Gejala diatas,

ditambah dgn uji

bendung (+)

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

II Gejala diatas,

ditambah dgn

perdarahan spontan

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

III Gejala diatas

ditambah dengan

kegagalan sirkulasi

(kulit dingin dan

lembab, serta

gelisah)

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

IV Syok berat disertai

dengan tekanan

darah dan nadi

tidak terukur

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah ditemukannya semua

kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat

dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur,

kulit dingin dan lembab serta gelisah.