pemantauan kondisi ekosistem pesisir dan biota laut di pulau

29
Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau Ambon dalam kaitannya dengan Isu Perubahan Iklim Hanung Agus Mulyadi Pusat Penelitian Laut Dalam-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Y Syaranamual, Guru-guru poka Ambon Maluku Email: [email protected]

Upload: trandang

Post on 12-Jan-2017

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau Ambon dalam kaitannya

dengan Isu Perubahan Iklim

Hanung Agus Mulyadi

Pusat Penelitian Laut Dalam-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Jl Y Syaranamual Guru-guru poka Ambon Maluku

Email hanu001lipigoid

Abstrak bull Telah terindikasi adanya perubahan iklim global dalam beberapa dekade terakhir yang ditandai

dengan tren kenaikan suhu permukaan laut (SPL) perubahan curah hujan meningkatnya kejadian cuaca dan iklim ekstrim Begitu juga di Indonesia indikasi tersebut sudah mulai tampak Isu penting dalam kaitannya dengan perubahan iklim di Pulau-Pulau Kecil (termasuk) Pulau Ambon adalah kerentanan wilayah pesisir yang diduga mengalami dampak perubahan iklim Hasil Pemantauan terhadap tren curah hujan di Maluku termasuk kategori sedang dan tinggi dengan puncaknya terjadi di bulan Juni-Juli-Agustus (JJA) Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun Kondisi Ekosistem Pesisir di Pulau Ambon terindikasi mengalami degradasi habitat yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan (pembukaan lahan atas konversi wilayah pesisir untuk perumahan aktivitas perkantoran perniagaan) menurunnya luasan hutan mangrove di Teluk Ambon menurunnya tutupan persentase terumbu karang di Teluk Ambon Pemantauan terhadap kondisi biota laut (plankton) mengindikasikan tren meningkatnya kejadian marak algae (blooming) fitoplankton Hal yang perlu diwaspadai adalah jenis penyebab HABs (harmful algal blooms) atau fitoplankton beracun di Teluk Ambon seperti Pyrodinium bahamense Dinophysis sp Noctiluca scintilans menurunnya kelimpahan meroplankton (larva biota laut) dan zooplankton di Teluk Ambon dalam beberapa tahun terakhir

Knp hujan blm turun Biasanya

sudah

Sumber googlecom

Indikasi Perubahan Iklim global

bull tren kenaikan suhu permukaan laut (SPL)

bull perubahan curah hujan

bull meningkatnya kejadian cuaca dan iklim ekstrim

Bagaimana dgn Indonesia

bull indikasi tersebut sudah mulai tampak

bull Pulau Pulau Kecil (Pulau Ambon)

bull kerentanan wilayah pesisir yang diduga mengalami dampak perubahan iklim

Perlu pemantauan jangka panjang

(time series) kondisi ekosistem pesisir dan biota laut

Metodologi

bull Data primer (observasi langsung monitoring Teluk Ambon 2007-2015 dokumentasi foto kondisi ekosistem pesisir Pulau Ambon)

bull Data sekunder (data curah hujan di Maluku BMKG 2016 BPS 2016 data perubahan iklim (BAPPENAS 2014)

1 Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

2 Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

3 Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

Sekilas tentang Keragaman iklim (climate variability)

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

bull Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

bull gangguan meteorologis yang mempengaruhi aktivitas konvektif dan sifat hujan musiman dikenal sebagai variasi intra-musim (VIM intra-seasonal variation ISV)

bull di masyarakat dikenal ketidakteraturan musim (hujan dimusim kemarau kekeringan di musim hujan)

1

bull Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

a Fenomena iklim di indonesia terkait dgn anomali suhu permukaan laut (ASPL) di Pasifik Tengah dan Timur dan Pasifik Barat (ENSO-El nino dan La nina) Penurunan (peningkatan) jumlah curah hujan musiman dan tahunan di Indonesia

b Indian Ocean Dipole (IOD) pengaruh dari Samudera Hindia dipole mode (DM)

2

Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur

Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi) BMKG

Sumber httpwwwbmkggoidBMKG_PusatInformasi_IklimInformasi_Suhu_Muka_Lautbmkg

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 2: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Abstrak bull Telah terindikasi adanya perubahan iklim global dalam beberapa dekade terakhir yang ditandai

dengan tren kenaikan suhu permukaan laut (SPL) perubahan curah hujan meningkatnya kejadian cuaca dan iklim ekstrim Begitu juga di Indonesia indikasi tersebut sudah mulai tampak Isu penting dalam kaitannya dengan perubahan iklim di Pulau-Pulau Kecil (termasuk) Pulau Ambon adalah kerentanan wilayah pesisir yang diduga mengalami dampak perubahan iklim Hasil Pemantauan terhadap tren curah hujan di Maluku termasuk kategori sedang dan tinggi dengan puncaknya terjadi di bulan Juni-Juli-Agustus (JJA) Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun Kondisi Ekosistem Pesisir di Pulau Ambon terindikasi mengalami degradasi habitat yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan (pembukaan lahan atas konversi wilayah pesisir untuk perumahan aktivitas perkantoran perniagaan) menurunnya luasan hutan mangrove di Teluk Ambon menurunnya tutupan persentase terumbu karang di Teluk Ambon Pemantauan terhadap kondisi biota laut (plankton) mengindikasikan tren meningkatnya kejadian marak algae (blooming) fitoplankton Hal yang perlu diwaspadai adalah jenis penyebab HABs (harmful algal blooms) atau fitoplankton beracun di Teluk Ambon seperti Pyrodinium bahamense Dinophysis sp Noctiluca scintilans menurunnya kelimpahan meroplankton (larva biota laut) dan zooplankton di Teluk Ambon dalam beberapa tahun terakhir

Knp hujan blm turun Biasanya

sudah

Sumber googlecom

Indikasi Perubahan Iklim global

bull tren kenaikan suhu permukaan laut (SPL)

bull perubahan curah hujan

bull meningkatnya kejadian cuaca dan iklim ekstrim

Bagaimana dgn Indonesia

bull indikasi tersebut sudah mulai tampak

bull Pulau Pulau Kecil (Pulau Ambon)

bull kerentanan wilayah pesisir yang diduga mengalami dampak perubahan iklim

Perlu pemantauan jangka panjang

(time series) kondisi ekosistem pesisir dan biota laut

Metodologi

bull Data primer (observasi langsung monitoring Teluk Ambon 2007-2015 dokumentasi foto kondisi ekosistem pesisir Pulau Ambon)

bull Data sekunder (data curah hujan di Maluku BMKG 2016 BPS 2016 data perubahan iklim (BAPPENAS 2014)

1 Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

2 Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

3 Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

Sekilas tentang Keragaman iklim (climate variability)

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

bull Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

bull gangguan meteorologis yang mempengaruhi aktivitas konvektif dan sifat hujan musiman dikenal sebagai variasi intra-musim (VIM intra-seasonal variation ISV)

bull di masyarakat dikenal ketidakteraturan musim (hujan dimusim kemarau kekeringan di musim hujan)

1

bull Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

a Fenomena iklim di indonesia terkait dgn anomali suhu permukaan laut (ASPL) di Pasifik Tengah dan Timur dan Pasifik Barat (ENSO-El nino dan La nina) Penurunan (peningkatan) jumlah curah hujan musiman dan tahunan di Indonesia

b Indian Ocean Dipole (IOD) pengaruh dari Samudera Hindia dipole mode (DM)

2

Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur

Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi) BMKG

Sumber httpwwwbmkggoidBMKG_PusatInformasi_IklimInformasi_Suhu_Muka_Lautbmkg

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 3: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Knp hujan blm turun Biasanya

sudah

Sumber googlecom

Indikasi Perubahan Iklim global

bull tren kenaikan suhu permukaan laut (SPL)

bull perubahan curah hujan

bull meningkatnya kejadian cuaca dan iklim ekstrim

Bagaimana dgn Indonesia

bull indikasi tersebut sudah mulai tampak

bull Pulau Pulau Kecil (Pulau Ambon)

bull kerentanan wilayah pesisir yang diduga mengalami dampak perubahan iklim

Perlu pemantauan jangka panjang

(time series) kondisi ekosistem pesisir dan biota laut

Metodologi

bull Data primer (observasi langsung monitoring Teluk Ambon 2007-2015 dokumentasi foto kondisi ekosistem pesisir Pulau Ambon)

bull Data sekunder (data curah hujan di Maluku BMKG 2016 BPS 2016 data perubahan iklim (BAPPENAS 2014)

1 Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

2 Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

3 Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

Sekilas tentang Keragaman iklim (climate variability)

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

bull Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

bull gangguan meteorologis yang mempengaruhi aktivitas konvektif dan sifat hujan musiman dikenal sebagai variasi intra-musim (VIM intra-seasonal variation ISV)

bull di masyarakat dikenal ketidakteraturan musim (hujan dimusim kemarau kekeringan di musim hujan)

1

bull Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

a Fenomena iklim di indonesia terkait dgn anomali suhu permukaan laut (ASPL) di Pasifik Tengah dan Timur dan Pasifik Barat (ENSO-El nino dan La nina) Penurunan (peningkatan) jumlah curah hujan musiman dan tahunan di Indonesia

b Indian Ocean Dipole (IOD) pengaruh dari Samudera Hindia dipole mode (DM)

2

Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur

Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi) BMKG

Sumber httpwwwbmkggoidBMKG_PusatInformasi_IklimInformasi_Suhu_Muka_Lautbmkg

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 4: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Indikasi Perubahan Iklim global

bull tren kenaikan suhu permukaan laut (SPL)

bull perubahan curah hujan

bull meningkatnya kejadian cuaca dan iklim ekstrim

Bagaimana dgn Indonesia

bull indikasi tersebut sudah mulai tampak

bull Pulau Pulau Kecil (Pulau Ambon)

bull kerentanan wilayah pesisir yang diduga mengalami dampak perubahan iklim

Perlu pemantauan jangka panjang

(time series) kondisi ekosistem pesisir dan biota laut

Metodologi

bull Data primer (observasi langsung monitoring Teluk Ambon 2007-2015 dokumentasi foto kondisi ekosistem pesisir Pulau Ambon)

bull Data sekunder (data curah hujan di Maluku BMKG 2016 BPS 2016 data perubahan iklim (BAPPENAS 2014)

1 Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

2 Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

3 Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

Sekilas tentang Keragaman iklim (climate variability)

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

bull Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

bull gangguan meteorologis yang mempengaruhi aktivitas konvektif dan sifat hujan musiman dikenal sebagai variasi intra-musim (VIM intra-seasonal variation ISV)

bull di masyarakat dikenal ketidakteraturan musim (hujan dimusim kemarau kekeringan di musim hujan)

1

bull Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

a Fenomena iklim di indonesia terkait dgn anomali suhu permukaan laut (ASPL) di Pasifik Tengah dan Timur dan Pasifik Barat (ENSO-El nino dan La nina) Penurunan (peningkatan) jumlah curah hujan musiman dan tahunan di Indonesia

b Indian Ocean Dipole (IOD) pengaruh dari Samudera Hindia dipole mode (DM)

2

Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur

Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi) BMKG

Sumber httpwwwbmkggoidBMKG_PusatInformasi_IklimInformasi_Suhu_Muka_Lautbmkg

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 5: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Bagaimana dgn Indonesia

bull indikasi tersebut sudah mulai tampak

bull Pulau Pulau Kecil (Pulau Ambon)

bull kerentanan wilayah pesisir yang diduga mengalami dampak perubahan iklim

Perlu pemantauan jangka panjang

(time series) kondisi ekosistem pesisir dan biota laut

Metodologi

bull Data primer (observasi langsung monitoring Teluk Ambon 2007-2015 dokumentasi foto kondisi ekosistem pesisir Pulau Ambon)

bull Data sekunder (data curah hujan di Maluku BMKG 2016 BPS 2016 data perubahan iklim (BAPPENAS 2014)

1 Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

2 Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

3 Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

Sekilas tentang Keragaman iklim (climate variability)

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

bull Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

bull gangguan meteorologis yang mempengaruhi aktivitas konvektif dan sifat hujan musiman dikenal sebagai variasi intra-musim (VIM intra-seasonal variation ISV)

bull di masyarakat dikenal ketidakteraturan musim (hujan dimusim kemarau kekeringan di musim hujan)

1

bull Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

a Fenomena iklim di indonesia terkait dgn anomali suhu permukaan laut (ASPL) di Pasifik Tengah dan Timur dan Pasifik Barat (ENSO-El nino dan La nina) Penurunan (peningkatan) jumlah curah hujan musiman dan tahunan di Indonesia

b Indian Ocean Dipole (IOD) pengaruh dari Samudera Hindia dipole mode (DM)

2

Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur

Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi) BMKG

Sumber httpwwwbmkggoidBMKG_PusatInformasi_IklimInformasi_Suhu_Muka_Lautbmkg

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 6: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Metodologi

bull Data primer (observasi langsung monitoring Teluk Ambon 2007-2015 dokumentasi foto kondisi ekosistem pesisir Pulau Ambon)

bull Data sekunder (data curah hujan di Maluku BMKG 2016 BPS 2016 data perubahan iklim (BAPPENAS 2014)

1 Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

2 Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

3 Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

Sekilas tentang Keragaman iklim (climate variability)

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

bull Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

bull gangguan meteorologis yang mempengaruhi aktivitas konvektif dan sifat hujan musiman dikenal sebagai variasi intra-musim (VIM intra-seasonal variation ISV)

bull di masyarakat dikenal ketidakteraturan musim (hujan dimusim kemarau kekeringan di musim hujan)

1

bull Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

a Fenomena iklim di indonesia terkait dgn anomali suhu permukaan laut (ASPL) di Pasifik Tengah dan Timur dan Pasifik Barat (ENSO-El nino dan La nina) Penurunan (peningkatan) jumlah curah hujan musiman dan tahunan di Indonesia

b Indian Ocean Dipole (IOD) pengaruh dari Samudera Hindia dipole mode (DM)

2

Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur

Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi) BMKG

Sumber httpwwwbmkggoidBMKG_PusatInformasi_IklimInformasi_Suhu_Muka_Lautbmkg

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 7: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

1 Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

2 Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

3 Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

Sekilas tentang Keragaman iklim (climate variability)

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

bull Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

bull gangguan meteorologis yang mempengaruhi aktivitas konvektif dan sifat hujan musiman dikenal sebagai variasi intra-musim (VIM intra-seasonal variation ISV)

bull di masyarakat dikenal ketidakteraturan musim (hujan dimusim kemarau kekeringan di musim hujan)

1

bull Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

a Fenomena iklim di indonesia terkait dgn anomali suhu permukaan laut (ASPL) di Pasifik Tengah dan Timur dan Pasifik Barat (ENSO-El nino dan La nina) Penurunan (peningkatan) jumlah curah hujan musiman dan tahunan di Indonesia

b Indian Ocean Dipole (IOD) pengaruh dari Samudera Hindia dipole mode (DM)

2

Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur

Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi) BMKG

Sumber httpwwwbmkggoidBMKG_PusatInformasi_IklimInformasi_Suhu_Muka_Lautbmkg

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 8: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

bull Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)

bull gangguan meteorologis yang mempengaruhi aktivitas konvektif dan sifat hujan musiman dikenal sebagai variasi intra-musim (VIM intra-seasonal variation ISV)

bull di masyarakat dikenal ketidakteraturan musim (hujan dimusim kemarau kekeringan di musim hujan)

1

bull Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

a Fenomena iklim di indonesia terkait dgn anomali suhu permukaan laut (ASPL) di Pasifik Tengah dan Timur dan Pasifik Barat (ENSO-El nino dan La nina) Penurunan (peningkatan) jumlah curah hujan musiman dan tahunan di Indonesia

b Indian Ocean Dipole (IOD) pengaruh dari Samudera Hindia dipole mode (DM)

2

Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur

Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi) BMKG

Sumber httpwwwbmkggoidBMKG_PusatInformasi_IklimInformasi_Suhu_Muka_Lautbmkg

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 9: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

bull Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)

a Fenomena iklim di indonesia terkait dgn anomali suhu permukaan laut (ASPL) di Pasifik Tengah dan Timur dan Pasifik Barat (ENSO-El nino dan La nina) Penurunan (peningkatan) jumlah curah hujan musiman dan tahunan di Indonesia

b Indian Ocean Dipole (IOD) pengaruh dari Samudera Hindia dipole mode (DM)

2

Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur

Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi) BMKG

Sumber httpwwwbmkggoidBMKG_PusatInformasi_IklimInformasi_Suhu_Muka_Lautbmkg

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 10: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur

Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi) BMKG

Sumber httpwwwbmkggoidBMKG_PusatInformasi_IklimInformasi_Suhu_Muka_Lautbmkg

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 11: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

bull Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)

bull variasi ASPL (anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal Oscilation

3

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 12: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Bagaimana dengan Pulau Ambon bull Termasuk Pulau Kecil

bull Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap perubahan iklim

bull Ibukota Provinsikebutuhan lahan tinggi

bull rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir

Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh

perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya

memodifikasi karakteristik konveksi diurnal (BAPPENAS 2014)

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 13: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

000

100000

200000

300000

400000

500000

600000

Tahun2000

Tahun2001

Tahun2002

Tahun2003

Tahun2006

Tahun2007

Tahun2008

Tahun2009

Tahun2010

Tahun2011

Tahun2012

cura

h h

uja

n (

mm

)

Curah Hujan di Provinsi Maluku

(SUMBER BMKG BPS dianalisa lanjut)

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 14: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

CURAH HUJAN bull Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar

120 (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983) Curah hujan musim hujan cenderung meningkat sebesar 141 dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 67 (Laimeheriwa 2014)

bull Meningkatkan potensi terjadinya banjir Sebagai contoh adanya

peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian perumahan dan mengakibatkan korban meninggal

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 15: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

SUHU PERMUKAAN LAUT bull Untuk wilayah Indonesia tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-

rata global maupun wilayah tropis yakni berkisar 08 degC100 tahun (BAPPENAS 2014)

bull kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur selatan Bali Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S Pasifik melalui Selat Makassar Banda dan Timor

bull Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1ndash12 degC pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas)

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 16: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah pesisir (ekosistem dan biota)

bull Kerusakan terumbu karang (coral bleaching)

bull Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis

bull Sebaran intensitas kejadian HABs (harmful algal blooming)

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 17: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Kondisi Pesisir Pulau Ambon

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 18: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

bull Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan

bull Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah seperti di daerah Poka Galala dan Halong yang hanya tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang terfragmentasi (Suyadi 2009)

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 19: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Hasil pemantauan pesisir Pulau Ambon

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 20: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Terumbu karang

5836

2251

5606

2036

4838

6772

3505

91

6013

141

787

3037

111

4873

95 81

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Lilibooy(St1)

HativeBesar (St2)

Eri (St3) BatuCapaeu(St4)

Poka (St5) Kota Jawa(St6)

Halong(St7)

Hunuth(St8)

2012

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 21: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)

bull Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan perubahan salinitas meningkatnya kadar CO2 di atmosfer berubahnya pola curah hujan adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air

laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms) dan

juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA 2013)

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 22: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme

1 peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu

2 peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi suhu kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 23: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

3 peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 24: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

4 HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya

Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari akan memicu kenaikan suhu permukaan Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 25: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

bull Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan (PPLD-LIPI 2013 PPLD-LIPI 2014 PPLD-LIPI 2015 Likumahua 2013 Sidabutar et al 2016) Hasil kajian menunjukkan bahwa

ada indikasi bahwa jumlah jenis penyebab HABs

(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon meningkat Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs juga semakin meningkat

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 26: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

Jenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi 2015)

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 27: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

0

5000

10000

15000

20000

25000

Peb

ruari

Ap

ril

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Mei

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Peb

ruari

Ju

ni

Ju

li

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Ok

tob

er

Ap

ril

Ok

tob

er

Ju

ni

Ag

ust

us

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun

2010

Tahun

2011

Kel

imp

ah

an

Ra

ta-r

ata

(in

dm

3)

Tahun Pengamatan

bullTerima kasih

Page 28: Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau

bullTerima kasih