pbl sken 1

36
TUGAS PBL SKENARIO 1 Disusun oleh : KELOMPOK 26 No. Nama NPM 1. Christopher Edwin M. 10700228 2. Fitriyani 10700230 3. Fahad Jaya Gumilang 10700232 4. Munif Sugiarto 10700234 5. Erna Inawati 10700236 6. Umarul Faruk 10700238 7. Kevin Reinaldo S. 10700240 8. I Nyoman Gita Jaya 10700242 9. Ninis Fajeriyah 10700244 10. Felicia Anita Wijaya 10700246 11. Susi Indah Riyani 10700248 12. Dewa Nyoman Suryadi 10700250

Upload: govamaniacs-insave-iv

Post on 15-Dec-2015

255 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

KKKKKK

TRANSCRIPT

Page 1: PBL SKEN 1

TUGAS PBL

SKENARIO 1

Disusun oleh : KELOMPOK 26

No. Nama NPM

1. Christopher Edwin M. 10700228

2. Fitriyani 10700230

3. Fahad Jaya Gumilang 10700232

4. Munif Sugiarto 10700234

5. Erna Inawati 10700236

6. Umarul Faruk 10700238

7. Kevin Reinaldo S. 10700240

8. I Nyoman Gita Jaya 10700242

9. Ninis Fajeriyah 10700244

10. Felicia Anita Wijaya 10700246

11. Susi Indah Riyani 10700248

12. Dewa Nyoman Suryadi 10700250

PEMBIMBING TUTOR: dr. Akmarawita Kadir, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2010/2011

Page 2: PBL SKEN 1

DAFTAR ISI

I. BAB I: SKENARIO ................................................................................. ..

II. BAB II: KATA KUNCI ………………………………………….........

III. BAB III: PROBLEM ..............................................................................

IV. BAB IV: PEMBAHASAN........................................................................

- BATASAN …………………………………………………………..

- ANATOMI / HISTOLOGI / FISIOLOGI / PATOFISIOLOGI /

PATOMEKANISME …………………………………………..

- JENIS – JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN …..

- GEJALA KLINIS …………………………………………

- PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT …………………..

- PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT …………………..

V. BAB V: HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS).............

VI. BAB VI: ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS ...................

- GEJALA KLINIS …………………………………………

- PEMERIKSAAN FISIK ……………………………………

- PEMERIKSAAN PENUNJANG ……………………………

VII. BAB VII: HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS) ......................................

VIII. BAB VIII: MEKANISME DIAGNOSIS .................................................

- MEKANISME BERUPA BAGAN SAMPAI TERCAPAINYA

DIAGNOSIS………………………………………………

IX. BAB IX: STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH .......................

- PENATALAKSANAAN………………………………………………….

- PRINSIP TINDAKAN MEDIS ……………………………….

X. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI…………………………………….

- CARA PENYAMPAIAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN /

KELUARGA PASIEN …………………….

- TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN ………………………..

- PERAN PASIEN / KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN ………

- PENCEGAHAN PENYAKIT ……………………………

Page 3: PBL SKEN 1

BAB I

SKENARIO

Seorang pria 55 tahun mengalami sesak napas terutama kalau bekerja keras

disertai batuk yang hilang timbul dengan dahak putih dan tidak mengandung darah, sejak

1 tahun terakhir ini. Apa yang terjadi dengan pria tersebut?

Page 4: PBL SKEN 1

BAB II

KATA KUNCI

Dalam skenario 1 ini, terdapat ada 6 kata kunci, yaitu :

1. Sesak napas

2. Batuk

3. Dahak putih

4. Tidak mengandung darah

5. Selama 1 tahun

6. Muncul saat bekerja keras

Page 5: PBL SKEN 1

BAB III

PROBLEM

Dalam skenario ini, ada 5 permasalahan, yaitu :

1. Apa yang terjadi dengan pria tersebut?

2. Bagaimana pengobatan yang tepat untuk pasien tersebut?

BAB IV

PEMBAHASAN

BATASAN

Kelainan kardiovaskuler di Indonesia, sejalan dengan berubahnya pola hidup dan

tradisi budaya bangsa Indonesia menunjukkan kenaikan angka prevalensi dan insidensi.

Hal ini menuntut pemahaman komprehensif bagi para stakeholder kesehatan, Untuk

dapat mengatasi masalah ini, baik secara preventif, kuratif, promotif maupun rehabilitatif.

ANATOMI / HISTOLOGI / FISIOLOGI / PATOFISIOLOGI / PATOMEKANISME

PATOFISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER

FISIOLOGI KARDIOVASKULAR

a) Pacemaker

Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah, dicetuskan oleh potensial aksi (oleh

sel otot otoritmik) yang menyebar melalui membran sel-sel otot atrium atau ventrikel.

Sel-sel otoritmik tidak memiliki potensial istirahat, memperlihatkan aktivitas pemacu

(pacemeker activity).

Sel-sel otoritmik mencetuskan potensial aksi yg kemudian menyebar ke seluruh

jantung sehingga menghasilkan denyutan berirama tanpa perangsangan syaraf

apapun.

Page 6: PBL SKEN 1

Ada tiga tipe otot jantung :

1) Otot Atrium (sel kontraktil)

2) Otot Ventrikel (sel kontraktil)

3) Specialized Excitatory And Conductive Muscle Fibers

Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot

rangka, hanya saja durasi kontraksi otot-otot tersebut lebih lama. Sebaliknya,

serabut-serabut khusus eksitatori dan konduksi berkontraksi dengan lemah sekali

sebab serabut-serabut ini hanya mengandung sedikit serabut kontraktil; justru

mereka memperlihatkan pelepasan muatan listrik berirama yang otomatis dalam

bentuk potensial aksi atau konduksi potensial aksi yang melalui jantung, yang

bekerja sebagai suatu sistem eksitatorik yang mengatur denyut jantung yang

berirama.

Berlaku Hukum all or none di oto jantung, artinya bila atrium atau ventrikel sudah

eksitasi, selalu diikuti oleh kontraksi seluruh jantung.

Sifat dasar otot jantung :

a. irritability (bathmotropic) = peka Rangsangan

b. conductivity (dromotropic) = hantar Rangsangan

c. contractility (inotropic) = dapat berkontraksi

d. rhythmicity ( chronotropic) = bersifat ritmis

b) Penyebaran eskitasi jantung (Irritability, conductivity, Contractility,

Rhytmicity)

Penyebaran Eksitasi Otot jantung

• Setelah dimulai dari SA Node, potensial aksi menyebar ke seluruh jantung.

• Agar jantung berfungsi secara efisien maka harus :

1. Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi dimulai.

2. Eksitasi serat otot jantung harus dikoordinasi sebagai suatu kesatuan.

3. Pasangan atrium dan ventrikel harus terkoordinasi, shg dapat berkontraksi secara

simultan.

Page 7: PBL SKEN 1

Eksitasi Atrium

Pot.aksi dari nodus SA melalui 2 jalur

1) Jalur Antaratrium Menyebar ke kedua Atrium dari sel ke sel melalui Gap

Junction

2) Jalur Antarnodus Berjalan dari SA Node ke AV Node

Transmisi antara atrium dan ventrikel

- Potensial aksi dihantarkan relatif lambat melalui AV node (AV nodal delay)à

atrium sempurna berkontraksi

Eksitasi Ventrikel

- Setelah perlambatan, impuls cepat menyebar melalui berkas his dan serabut

purkinye à u/ berkontraksi sebagai suatu kesatuan.

c) Potensial aksi pada sel kontraktil jantung

Normal : SA sebagai pace maker

à irama SA node

à irama sinus

Patologis : AV node sebagai reserve pace maker

à irama nodal

à lebih lambat dari irama sinus

d) Periode refrakter jantung

Otot jantung bersifat refrakter bila dirangsang kembali selama periode potensial aksi

berlangsung. Oleh karena itu, periode refrakter jantung biasanya dikatakan hanya

terjadi sebentar-sebentar, yaitu impuls jantung normal tidak dapat mengeksitasi

kembali suatu daerah otot jantung yang memang sudah tereksitasi. Periode refrakter

ventrikel yang normal adalah 0,25 sampai 0,30 detik, yang kira-kira sesuai dengan

lamanya proses pendataran potensial aksi yang memanjang. Di samping itu, ada

periode refrakter relative yang waktunya kira-kira 0,05 detik, yaitu saat ketika otot

tersebut lebih sulit terseksitasi dibandingkan ketika dalam keadaan normal, tetapi

walaupun demikian masih dapat tereksitasi oleh sinyal eksiratorik yang sangat kuat.

Periode refrakter otot atrium jauh lebih singkat daripada periode refrakter otot

Page 8: PBL SKEN 1

ventrikel (kira-kira 0,15 detik untuk atrium dibandingkan dengan ventrikel, yaitu

0,25-0,30 detik).

e) EKG

Gelombang P, QRS, dan T yang ditunjukkan dalam elektrokardiogram merupakan

tegangan listrik yang ditimbulkan oleh jantung dan direkam olleh elektrokardiograf

dari permukaan tubuh.

Gelombang P disebabkan oleh penyebaran depolarisasi melewati atrium, yang diikuti

oleh kontraksi atrium, yang menyebabkan kurva tekanan atrium naik sedikit sesudah

gelombang P pada elektrokardiogram.

Kira-kira 0,16 detik sesudah timbul gelombang P, muncul gelombang QRS sebagai

hasil depolarisasi listrik pada ventrikel, yang mengawali kontraksi ventrikel dan

menyebabkan tekanan ventrikel mulai meningkat. Oleh karena itu, kompleks QRS

mulai sesaat sebelum sistolik ventrikel.

Sedangkan gelombang T ventrikel mewakili tahap repolarisasi ventrikel ketika

serabut-serabut otot ventrikel mulai berelaksasi. Oleh karena itu, gelombang T terjadi

sesaat sebelum akhir dari kontraksi ventrikel.

PATOFISIOLOGI KELAINAN ARTERI

Sebagaimana pembahasan kelainan pada organ lain, pembahasan kelainan pada

arteri juga dibedakan menurut proses yang mendasarinya, yaitu : kelainan bawaan,

kelainan radang, kelainan degeneratif, kelainan imunologik, neoplasma dan kelainan lain

yang belum jelas patofisiologinya.

b. Kelainan Bawaan

Yang termasuk kelainan bawaan pada kelainan arteri meliputi :

- Hipoplasia Aorta ascenden

Hipoplasia Aorta Ascenden adalah suatu kelainan bawaan pada arteri dimana aorta

ascenden tidak berkembang dengan sempurna. Aorta sendiri adalah pembuluh darah

arteri paling besar muara dari bilik kiri jantung, yang mengalirkan darah dari jantung ke

seluruh peredaran sistemik tubuh. Aorta ascenden adalah yaitu bagian bangunan dari

Page 9: PBL SKEN 1

aorta yang berjalan dari orifisium oarta ke atas, sedangkan bagian yang menurun disebut

aorta descenden.

- Atresia orifisium aorta

Atresia orifisium aorta adalah suatu kelainan bawaan pada arteri, dimana pada aorta tidak

tumbuh atau tidak terdapat lubang/ pintu (orifisium) yang menghubungkan antara bilik

kiri jantung dengan aorta.

- Atresia mitralis

Katub mitralis adalah katub pada jantung yang menghubungkan antara bilik (ventrikel)

kiri dengan serambi (atrium) kiri jantung. Pada kelainan atresia katub mitralis yang

merupakan kelainan bawaan, katub mitralis tidak tumbuh atau tidak terdapat katub mitral

diantara atrium dan ventrikel kiri.

- Anomali lengkung aorta

Anomali lengkung aorta adalah kelainan bawaan dimana lengkung aorta mempunyai

bentuk atau struktur yang tidak normal, misalnya :

Koarktasio aorta dan duktus arteriosus paten. Koarktasio aorta adalah kelainan bawaan

pada aorta dimana lengkung aorta bentuknya tidak normal sehingga aliran darah yang

seharusnya melalui aorta ascenden melanjut ke lengkung aorta kemudian ke aorta

descenden, akan mengalami gangguan karena lengkung aorta yang tidak normal

bentuknya sehingga akan terjadi turbulensi aliran darah.

Pada kelainan Duktus arteriosus paten, terjadi kelainan bawaan pada aorta dimana duktus

arteriosus yang menghubungkan antara atrium kiri dan lengkung aorta menetap dan tetap

ada, dimana seharusnya duktus tersebut berubah menjadi ligamentum (ligamentum

arteriosus Botalli) yang tidak lagi berfungsi sebagai duktus saat bayi lahir.

Pada seluruh kelainan bawaan tersebut di atas tanda klinis yang terlihat adalah berupa

sianosis berat dan biasanya akan meninggal dalam beberapa hari, kecuali pada kasus

yang dapat dilakukan koreksi terhadap kelainan tersebut.

c. Radang

Page 10: PBL SKEN 1

Kelainan radang pada sistem kardiovaskuler yang sering meliputi : arteritis akuta, arteritis

sifilitika, rheumatoid artritis, dan arteritis tuberculosis.

- Arteritis Akuta Infeksiosa

Arteritis Akuta Infeksiosa adalah kelainan peradangan infeksi yang biasanya disebabkan

oleh bakteri pada arteri. Pada kelainan ini mengakibatkan dinding arteri menjadi

melemah oleh karena terjadi infiltrasi sel – sel peradangan & invasi dari kuman yang

menginfeksi itu sendiri.

- Periarteritis Nodosa (Poliarteritis, Panarteritis)

Periarteritis Nodosa sesuai dengan namanya adalah arteritis atau peradangan dari jaringan

di sekitar atau yang mengitari arteri (peri = di tepi), dimana pada kelainan ini didapatkan

nodus (benjolan) sebagai akibat dari timbunan reaksi peradangan.

- Arteritis Lain yang khas :

- Arteritis Sifilitika / Lues (disebabkan kuman Sifilis)

Arteritis Sifilitika / Lues adalah kelainan peradangan pada jaringan arteri yang

disebabkan oleh kuman Sifilis (Treponema Palida), dimana memberikan gambaran khas.

Gambaran khas berupa gambaran klinis umum penyakit sifilis, dimana infeksi biasanya

disebarkan melalui hubungan seksual (PMS mayor).

- Rheumatoid Arteritis

Rheumatoid Artritis adalah kelainan autoimun dimana di dalam serum darahnya

didapatkan faktor Rheumatoid. Kelainan yang menyertai biasanya adalah kelainan /

manifestasi sistemik dari kelainan autoimun ini.

- Arteritis Tuberculosis

Arteritis tuberkulosis adalah kelainan peradangan jaringan arteri yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis yang biasanya juga merupakan penyebaran sistemik

dari infeksi Tuberkulosis, yang secara primer biasanya masuk melalui saluran nafas dan

berproses di paru.

- Penyakit Takayasu (Pulseless Disease)

Penyakit Takayasu adalah kelainan peradangan pada arteri yang juga bersifat autoimun.

Pada kelainan ini karena proses peradangan tersebut mengakibatkan elastisitas pembuluh

menjadi terganggu dan menyebabkan denyut nadi menjadi tidak teraba, oleh karenanya

disebut sebagai Pulseless disease.

Page 11: PBL SKEN 1

d. Kelainan Degeneratif

Kelainan degeneratif, sejalan dengan perubahan pola hidup dan pola makan penduduk

yang cenderung berubah menjadi faktor risiko penyakit-penyakit degeneratif, baik di

negara yang sedang berkembang seperti Indoonesia maupun di negara-negara maju maka

menjadi sering dijumpai.

- Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah kelainan degeneratif pada sistem kardiovaskuler yang mengenai

arteri besar dan sedang, dimana terjadi penimbunan lemak dan jaringan fibrosis, sehingga

akan timbul penimbunan berupa plak ateroma di pembuluh darah yang mengalami

kelainan tersebut. Karena adanya plak aterom ini maka akan terjadi penyempitan lumen

pembuluh darah, dimana penyempitan ini, biasanya tidak hanya karena sumbatan atau

timbunan plak, namun biasanya ditambahi karena adanya gangguan elastisitas dari

dinding pembuluh darah. Adanya plak ini bila mengalami kerontokan atau terlepasnya

plak ateroma dari dinding pembuluh darah, dimana plak ini menempel, maka rontokan

plak ini akan mengakibatkan penyumbatan arteri sebelah distal. Karena adanya

penyumbatan arteri koronaria yang mendarahi jantung ini, maka akan mengakibatkan

keadaan iskemia jantung (Penyakit Jantung Koroner). Bila keadaan serupa mengenai

pembuluh darah serebral di otak maka akan menyebabkan keadaan iskemia di otak, yaitu

kelainannya disebut sebagai Stroke Non Perdarahan dan bila keadaan ini terjadi di

jaringan ginjal, yaitu di parenkhim atau pada jaringan glomerulus dan tubulus maka akan

terjadi Nekrosis Ginjal atau nekrosis tubuler yang biasanya bersifat kronik.

Kelainan degeneratif biasanya jarang terjadi pada umur kurang dari 40 tahun, dan akan

bertambah sejalan sesuai dengan bertambahnya umur. Pada usia di atas 70 tahun kelainan

degeneratif merupakan kasus yang paling banyak dijumpai.

Faktor risiko kelainan degeneratif dari aterosklerosis adalah :

- wanita post menopause,

- penyakit hipertensi,

- dislipidemi, yang ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol (LDL + trigliserida) dan

atau rendahnya kadar HDL.

- diabetes melitus,

Page 12: PBL SKEN 1

- obesitas,

- gaya hidup dengan pola konsumsi energi berlebih dan kurang olah raga (aktivitas fisik).

- Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik dan atau diastolik

mengalami peningkatana dari angka atau tekanan batas normal. Batasan normal untuk

tekanan sistolik pada orang dewasa adalah 140 – 160 mmHg dan diastolik adalah 90 – 95

mmHg. Hipertensi sendiri merupakan faktor risiko dari berbagai penyakit degeneratif,

misalnya gagal jantung, aterosklerosis dengan segala akibat, penyakit stroke, penyakit

ginjal, penyakit mata dan berbagai penyakit lain.

Menurut manifestasi klinik tersebut hipertensi dibedakan menjadi dua, yaitu hipertensi

benigna (bila tekanan darah mengalami peningkatan akan tetapi peningakatan tersebut

tidak melebihi 200 mmHg untuk tekanan sistolik dan 120 mmHg untuk tekanan

diastoliknya) dan hipertensi maligna (suatu keadaan sebaliknya dari hipertensi benigna,

yaitu tekanan diastolik maupun sistolik di atas yang tersebut di atas, ataupun tekanannya

kurang dari tersebut di atas (120 mmHg (diastolik)/ 200 mmHg (sistolik)) namun telah

terjadi gangguan atau kelainan pada organ target).

Etiologi / Penyebab

Hipertensi secara causatif atau bila dilihat penyebabnya dapat dibedakan menjadi

hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder

Hipertensi primer merupakan kasus hipertensi yang sering dijumpai, tidak diketahui

penyebabnya secara pasti. Namun demikian beberapa faktor yang diketahui berhubungan

atau menjadi faktor risiko dan mempengaruhi kejadian hipertensi primer adalah : genetik

(keturunan), kegemukan (obesitas), konsumsi makanan yang tidak seimbang dengan diit

garam berlebihan, pola hidup tidak tenang, yaitu dengan kepribadian tipe A (ambisius,

sering mengerjakan sesuatu dengan cepat dan dalam satu waktu ingin mengerjakan

beberapa hal sekaligus) serta aktivitas fisik yang berlebihan atau bahkan sebaliknya yaitu

keadaan kurangnya olahraga.

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan adanya kelainan atau keadaan dari

sistem organ lain, seperti kelainan ginjal, yaitu : Gagal Ginjal Kronik, Glomerulonefritis

Akut, Kelainan Endokrin : Tumor Kelenjar Adrenal, Sindroma Cushing, serta bisa juga

Page 13: PBL SKEN 1

diakibatkan oleh penggunaan obat – obatan : kortikosteroid dan hormonal (pil, suntik dan

susuk kontrasepsi.

- Aneurisma

Aneurisma arteri adalah keadaan perubahan dinding arteri dimana dinding artei

mengalami dilatasi abnormal arteri yang biasanya disebabkan kelemahan dinding

pembuluh darah, dibedakan menjadi aneurisma sejati dan tidak sejati.

Keadaan tidak sejati disebabkan trauma yang menyebabkan ruptur pembuluh darah.

Aneurisma sejati disebabkan keadaan aterosklerotik (mis.: aneurisma aorta abdominalis

aterosklerotik), keadaan infeksi sifilis (aneurisma sifilitika).

1.d Kelainan Imunologik

Kelainan imunologik adalah suatu kelainan pada arteri dimana proses yang mendasari

adalah respon tubuh yang salah dengan peneluaran mediator biokimia yang sebenarnya

berfungsi sebagai sistem imun akan tetapi justru akan merusak jaringan tubuh sendiri.

Teramsuk di dalamnya adalah :

- Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)

SLE adalah kelainan imunologik dimana biasanya ditandai dengan kelainan kulit yang

dominan, serta gangguan persendian yang hebat. Pada arteri yang mengalami peradangan

akibat SLE akan mengalami gangguan elastisitas dan kurang intak.

- Ruptura Henoch Schonlein

Kelainan imunologik pada arteri ditandai dengan mudah rupturnya dinding pembuluh

darah.

- Rheumatoid arteritis

Rheumatoid arteritis terjadi karena komplek antigen – antibodi pada dinding pembuluh

darah yang menyebabkan terjadinya vaskulitis

PATOFISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

Kelainan saluran nafas ada dua, yaitu :

a. Obstruksi

Dideteksi dengan pengukuran :

Page 14: PBL SKEN 1

- F.E.V1

- K.P.M (Kapasitas Pernafasan Maksimal)

b. Restriksi

Dideteksi dengan pengukuran :

- V.C (kapasitas Vital)

- F.V.C

Kelainan pernafasan :

1. Asfiksia

Disebabkan oleh oklusi saluran nafas, hipoksia dan hiperkapnia akut timbul

bersamaan.

2. Tenggelam

Adalah asfiksia akibat terbenam, umumnya di dalam air.

3. Pernafasan Berkala (Periodic Breathing)

4. Pernafasan Cheyne-Stokes

Adalah pernafasan berkala terjadi pada berbagai penyakit.

5. Apnea tidur

Adalah kegagalan pelepasan impuls saraf yang menjalankan pernafaasan, atau

dapat disebabkan oleh obstruksi jalan nafas.

6. Sindrom kematian bayi mendadak

JENIS – JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

i. Batuk

ii. Sputum

iii. Hemoptisis / Hemoptoe

iv. Dispnea

v. Nyeri dada

Page 15: PBL SKEN 1

vi. Clubbing finger (Pembengkakan jari)

vii. ISPA

viii. Hypertensi

ix. Asma

x. Bronkitis

GEJALA KLINIS

1. Batuk

Batuk merupakan refleks perlindungan tubuh karena iritasi percabangan

trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting untuk

membersihkan saluran udara bagian bawah.

Rangsangan yang bisa mengakibatkan batuk :

- rangsangan mekanik ; adanya tumor (carsinoma bronchus)

- rangsangan kimia ; debu, asap, benda asing kecil

- peradangan ; setiap peradangan saluran udara dapat mengakibatkan batuk

(bronkitis kronik, tbc, pneumonia).

2. Sputum

Secara normal, orang dewasa memproduksi mukus dalam saluran

pernafasannya setiap hari. Mukus ini dibersihkan secara normal oleh rambut getar

di saluran pernafasannya. Kalau pembentukan mukus berlebihan maka proses

normal pembersihan tidak efektif lagi, sehingga mukus akan tertimbun. Bila hal

ini terjadi maka mukosa saluran pernafasan akan terangsang sehingga mukus

dibatukkan keluar sebagai sputum.

Pembentukan sputum mungkin disebabkan oleh infeksi mukosa saluran

nafas, rangsangan fisik maupun kimia.

3. Hemoptisis / Hemoptoe

Hemoptisis merupakan istilah untuk menyatakan batuk darah / sputum

yang berdarah. Penyebab hemoptisis ; Tbc paru, carsinoma bronkus, abses paru,

pneumonia.

Page 16: PBL SKEN 1

4. Hemoptisis / Hemoptoe Dispnea

Merupakan istilah untuk menyatakan perasaan gangguan bernafas dan

merupakan gejala utama penyakit kardipulmoner. Pasien dispnea akan merasa

seakan tercekik, nafas pendek. Penyakit pernafasan yang menimbulkan gejala

dispnea adalah penyakit pernafasan yang menyerang percabangan trakeobronkial

(penyakit saluran nafas), parenkim paru dan rongga pleura.

5. Clubbing finger (Pembengkakan jari)

Pembengkakan jari-jari merupakan suatu perubahan bentuk ujung jari

tangan / kaki, sehingga tampak menggelembung.

Clubbing finger merupakan tanda fisik yang nyata dari suatu keadaan yang

serius. Penyakit paru ; carsinoma bronkus, Tbc paru, bronkiektasis, abses paru.

Penyakit cardivaskuler ; penyakit jantung kongenital, endokarditis infektif.

Tanda – tanda petukaran gas yang kurang memadai:

1. Sianosis

Sianosis adalah warna kebiru-biruan kulit dan selaput lendir, akibat

peningkatan kadar hemoglobin yang tidak berikatan dengan oksigen.

Ada dua jenis sianosis :

- Sianosis sentral, karena kekurangan oksigen di paru-paru. Jenis ini paling

mudah diketahui di wajah, bibir, cuping telinga dan bagian bawah lidah.

- Sianosis perifer ; terjadi karena aliran darah yang kurang pada aliran darah

vena seingga menyebabkan daerah tersebut menjadi biru. Sianosis perifer

dapat terjadi pada kegagalan jantung, sumbatan pada aliran darah atau

vasokonstriksi pembuluh darah akibat suhu yang dingin.

PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT

a. Inspeksi

b. Palpasi

c. Perkusi

Page 17: PBL SKEN 1

d. Auskultasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT

a. Rontgen

b. Faal paru

a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

b. Uji bronkodilator

c. Pemeriksaan darah

Hb, Ht, leukosit.

d. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

a. Gagal napas kronik stabil

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

e. Radiologi

a. CT scan resolusi tinggi.

b. Scan ventilasi perfusi

f. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh pulmonal dan hipertrofi

ventrikel kanan.

g. Ekokardiograf

Menilai fungsi jantung kanan.

BAB V

HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

1. Asma

2. PPOK

3. Bronchitis

4. ISPA

Page 18: PBL SKEN 1

5. Kanker Paru-paru

BAB VI

ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. ASMA

a. GEJALA KLINIS

Sesak napas mendadak

Fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan fase ekspirasi

Batuk selalu ada disertai dahak putih

b. PEMERIKSAAN FISIK

a. Inspeksi

i. Mengi/wheezing terdengar sewaktu ekspirasi

ii. Pergerakan cuping hidung

iii. Otot bantu pernapasan ikut aktif

iv. Penderita tampak gelisah

b. Palpasi

i. Diafragma normal asma ringan

ii. Diafragma mendatar asma berat

c. Perkusi

i. Suara napas normal sampai hipersonor

d. Auskultasi

i. Terdapat suara napas tambahan

ii. Kalau ada sekret terdengar ronki kasar waktu inspirasi dan

tumpang tindih dengan wheezing ketika inspirasi

iii. Suara vesikuler meningkat disertai ekspirasi memanjang.

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG

o Pemeriksaan darah

Eosinofil, leukosit.

o Radiologi

Gambaran radiologi hyperlucent

Page 19: PBL SKEN 1

o Elektrokardiografi

Untuk mengetahui adanya hipoksia dan peningkatan PA o2.Selain itujuga

untuk mengetahui ditemukannya RBBB pada jantung dan P pulmonal.

2. PPOK

a. GEJALA KLINIS

Sesak napas.

Batuk menahun.

Batuk berdahak.

Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun.

Beberapa ciri dari PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat,

gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama semakin bertambah

buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak ada

hubungannya dengan alergi.

b. PEMERIKSAAN FISIK

• Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i

leher dan edema

- Penampilan pink puffer atau blue bloater

• Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

• Perkusi

Page 20: PBL SKEN 1

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

• Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan

dan pernapasan pursed - lips

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,

terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral

dan perifer

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan

ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh

untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme

tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas

kronik.

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Faal paru

- Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau

VEP1/KVP (%)

VEP1 merupakan parameter paling umum untuk menilai beratnya

PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Page 21: PBL SKEN 1

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan

APEmeter sebagai alternatif dengan memantau variability harian

pagi dan sore.

- Uji bronkodilator

Dengan menggunakan spirometri bila tidak ada gunakan

APEmeter. Setelah pemberian bronkodilator, inhalasi sebanyak 8

hisapan, 15-20 menit kemudian, dilihat perubahan nilai

VEP1/APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai awal dan

<200mL.

Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

2. Pemeriksaan darah

Hb, Ht, leukosit.

3. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

Gagal napas kronik stabil

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

4. Radiologi

CT scan resolusi tinggi.

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat

emfisema/bulla yang tidak terdeteksi oleh foto thoraks polos.

Scan ventilasi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru.

5. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh pulmonal

dan hipertrofi ventrikel kanan.

6. Ekokardiograf

Menilai fungsi jantung kanan.

3. BRONCHITIS

a. GEJALA FISIK

- batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)

Page 22: PBL SKEN 1

- sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan

- sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)

- bengek

- lelah

- pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan

- wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan

- pipi tampak kemerahan

- sakit kepala

- gangguan penglihatan

b. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda yang

umum seperti batuk yang retentif, suara napas yang mendecit, dan juga

cyanosis di bagian lidah dan membran mukosa akibat pengaruh sekunder

polisitemia. Dari postur, penderita memiliki kecenderunganov er wei gh t.

Sedangkan melihat dari usia, kebanyakan penderita berumur 45-60 tahun.

Penderita bronkitis kronik juga mengalami perubahan pada jantung berupa

pembesaran jantung, cor pulmonal.

Pemeriksaan fisik yang dapat digunakan untuk mengukur paru-paru antara

lain adalah Uji fungsi paru adalah tes yang dilakukan untuk mengukur

kemampuan paru-paru dalam melakukan pertukaran oksigen dan karbon

dioksida.

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Tes fungsi paru-paru

- Spirometri

Page 23: PBL SKEN 1

- Arterial blood gas (ABG)

Tes darah ini merupakan tes yang digunakan untuk melihat

kemampuan paru-paru menyediakan darah dengan oksigen dan

menghilangkan karbon dioksida, dan untuk mengukur pH darah.

- Pulse oximetry

Pengukuran dilakukan menggunakan oksimeter. Oksimeter

berfungsi untuk mengukur kadar oksigen di dalam darah

- Rontgen dada.

4. ISPA

a. GEJALA FISIK

- Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),

retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas

lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

- Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,

hypotensi dan cardiac arrest.

- Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,

bingung, papil bendung, kejang dan coma.

- Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak, batuk, pilek,

serak, dengan atau tanpa demam

b. PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksi :

Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan

Tonsil tanpak kemerahan dan edema

Tampak batuk tidak produktif

Tidak ada jaringna parut pada leher

Page 24: PBL SKEN 1

Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan

tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan

hiperventilasi

2. Palpasi

Adanya demam

Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah

leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis

Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

3. Perkusi

Suara paru normal (resonance)

4. Auskultasi

Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua

sisi paru

5. Pengkajian tanda – tanda vital dan kesadaran klien

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HB, LED, Hematokrit, Trombosit, MCV, MCH, MCHC, Diff Count,

Urien PH, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, Na, Kalium, Cl, AGD, PCO2,

Radiologi, dan ECG.

5. KANKER PARU-PARU

a. GEJALA FISIK

- Batuk yang terus menerus atau menjadi hebat.

- Dahak berdarah, berubah warna dan makin banyak.

- Napas sesak dan pendek-pendek.

- Sakit kepala, nyeri atau retak tulang dengan sebab yang tidak jelas.

- Kelelahan kronis

- Kehilangan selara makan atau turunnya berat badan tanpa sebab yang

jelas.

Page 25: PBL SKEN 1

- Suara serak/parau.

- Pembengkakan di wajah atau leher.

b. PEMERIKSAAN FISIK

Dokter terkadang tidak mendapatkan kelainan pada pemeriksaan fisiK

penderita kanker paru staging awal penyakitnya. Hal itu disebabkan tumor

masih dengan volume kecil dan belum menyebar sehingga tidak

menimbulkan gangguan di tempat lain. Pada kasus dengan staging lanjut

akan dapat ditemukan kelainan tergantung pada gangguan yang

ditimbulkan oleh tumor primer atau penyebarannya. Kelainan yang

didapat tergantung letak dan besar tumor sehingga menimbulkan

gangguan. Kanker paru juga dapat menyebabkan timbulnya tumpukan

cairan di rongga pleura atau menekan pembuluh darah balik (vena), dll.

Kelainan yang dapat ditemukan berkaitan penyebaran kanker, misalnya

benjolan di leher, ketiak. Tidak jarang juga pasien datang dengan

kelumpuhan akibat penyebaran di otak atau tulang belakang (vetebra).

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- foto X-Ray

- CT Scan Toraks

- Biopsi Jarum Halus

- Bronkoskopi

- USG Abdomen.

Page 26: PBL SKEN 1

BAB VII

HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS

MEKANISME BERUPA BAGAN SAMPAI TERCAPAINYA DIAGNOSIS

BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

PENATALAKSANAAN

PRINSIP TINDAKAN MEDIS

BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

CARA PENYAMPAIAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN / KELUARGA PASIEN

TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN

PERAN PASIEN / KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN

PENCEGAHAN PENYAKIT