pbl sk 2 kedkom rizky a

27
RIZKY AGUSTIAN HADI (1102011238) 1. Memahami dan menjelaskan tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) Definisi Timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Suatu kejadian penyakit dikatakan wabah / KLB apabila terjadinya peningkatan kasus suatu penyakit di daerah tertentu pada kelompok tertentu dan pada periode waktu tertentu. Menurut UU No 4 tahun 1984 yang dikatakan wabah adalah kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah melebihi keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Sedangkan KLB adalah meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis, pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Ketentuan KLB untuk DBD : Jumlah kasus bulan ini >2 X dari kasus bulan yang sama tahun lalu Jumlah kasus bulan ini > 2X dari rata-rata tahun lalu Jumlah kasus bulan ini > dari jumlah kasus tertinggi tahun lalu Terdapat peningkatan kasus kematian Tujuan Umum KLB : • Mencegah meluasnya (penanggulangan). Mencegah terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian). Tujuan khusus : • Diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit . • Memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB, • Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan • Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB

Upload: rizky-agustian

Post on 25-Sep-2015

255 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

t

TRANSCRIPT

RIZKY AGUSTIAN HADI (1102011238)

1. Memahami dan menjelaskan tentang Kejadian Luar Biasa (KLB)

Definisi

Timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.

Suatu kejadian penyakit dikatakan wabah / KLB apabila terjadinya peningkatan kasus suatu penyakit di daerah tertentu pada kelompok tertentu dan pada periode waktu tertentu. Menurut UU No 4 tahun 1984 yang dikatakan wabah adalah kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah melebihi keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Sedangkan KLB adalah meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis, pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Ketentuan KLB untuk DBD:

Jumlah kasus bulan ini >2 X dari kasus bulan yang sama tahun lalu

Jumlah kasus bulan ini > 2X dari rata-rata tahun lalu

Jumlah kasus bulan ini > dari jumlah kasus tertinggi tahun lalu

Terdapat peningkatan kasus kematian

Tujuan Umum KLB :

Mencegah meluasnya (penanggulangan).

Mencegah terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).

Tujuan khusus :

Diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit .

Memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB,

Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan

Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB

Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi KLB

Jenis penyakit yang menimbulkan KLB :

Penyakit menular : Diare, Campak, Malaria, DHF

Penyakit tidak menular : Keracunan, Gizi buruk

Kejadian bencana alam yang disertai dengan wabah penyakit

Penyebab

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB adalah Herd Immunity.

Herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran, makin banyak proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya hingga penyebaran penyakit menjadi semakin sulit.

Kemampuan mengadakan perlindungan atau tingginya herd immunity untuk menghindari terjadi epidemi bervariasi untuk tiap penyakit tergantung pada:

1. Proporsi penduduk yang kebal,

2. Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan

3. Kebiasaan hidup penduduk.

Klasifikasi

Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB :

Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.

Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.

Mempunyai masa inkubasi yang cepat.

Terjadi di daerah dengan padat hunian.

Klasifikasi KLB menurut Penyebab:

1. Toksin

a. Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia, Shigella.

b. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium perfringens.

c. Endotoxin.

2. Infeksi: Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing.

3. Toksin Biologis: Racun jamur, Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan

4. Toksin KimiaZat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida.Zat kimia organik: nitrit, pestisida.Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya

Klasifikasi menurut Sumber KLB

1. Manusia, ex: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.

2. Kegiatan manusia, ex : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek, penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).

3. Binatang, ex : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira, Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton

4. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), ex : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.

5. Udara, ex : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.

6. Permukaan benda-benda/alat-alat, ex : Salmonella.

7. Air, ex : Vibrio Cholerae, Salmonella.

8. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

Kriteria

KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM & PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :

1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.

2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)

3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).

4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.

6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.

7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.

8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, DHF/DSS, (a)Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

9. Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan, Keracunan pestisida.

Pencegahan

Pencegahan Primordial

Untuk Menghindari kemunculan dari adanya faktor resiko. Pencegahan primordial memerlukan peraturan yang tegas dari yang berwenang untuk tidak melakukan hal-hal yang akan menjadikan faktor risiko bagi timbulnya penyakit tertentu.

Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan serta pejamu. Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab bertujuan untuk mengurangi atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan usaha antara lain: desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, penyemprotan insektisida dalam rangka menurunkan dan menghilangkan sumber penularan.

Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)Pencegahan tingkat kedua ini meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi.

Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)Mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi

Penanganan

Penaggulangan KLB Adalah kegiatan yg dilaksanakan utk menangani penderita, mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB yg sedang terjadi

Tujuan penanggulangan KLB :

Mengenal dan mendeteksi sedini mungkin terjadinya klb

Melalukan penyelidikan klb

Memberikan petunjuk dalam mencari penyebab dan diagnose klb

Memberikan petunjuk pengiriman dan penanggulangan klb

Mengembangkan sistem pengamatan yang baik dan menyeluruh, dan menyusun perencanaan yang mantap untuk penanggulangan klb

Upaya Penanggulangan KLB :

Penyelidikan epidemiologis

Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina

Pencegahan dan pengendalian

Pemusnahan penyebab penyakit

Penanganan jenazah akibat wabah

Penyuluhan kepada masyarakat

Indikator Program penanggulangan KLB adalah :

Terselenggaranya system kewaspadaan dini KLB di unit-unit pelayanan wilayan puskesmas, kabupaten/kota, propinsi dan nasional.

Deteksi dan respon dini KLB

Tidak terjadi KLB besar.

Indikator Keberhasilan Penanggulangan KLB :

Menurunnya frek KLB

Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB

Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB

Memendeknya periode KLB

Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB

Penanggulangan pasien saat KLB :

Jangka pendek

Menemukan dan mengobati pasien

Melakukan rujukan dengan cepat

Malakukan kaporasi sumber air dan disinfeksi kotoran yang tercemar

Memberi penyuluhan tentang hygiene dan sanitasilingkungan

Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral

Jangka panjang

Memperbaiki faktor lingkungan

Mengubah kebiasaan tidak sehat menjadi sehat

Pelatihan petugas

Upaya penaggulangan KLB DBD :

Pengobatan/ perawatan penderita

Penyelidikan epidemiologi

Pemberantasan vector

Penyuluhan kepada mayarakat

Evaluasi/ penilaian penanggulangan KLB

2. Memahami dan menjelaskan tentang Rujukan Masalah

Sistem rujukan Kesehatan Masyarakat

Definisi

Rujukan adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara vertikal (dan satu unit ke unit yang lebih lengkap / rumah sakit) untuk horizontal (dari satu bagian lain dalam satu unit).

Rujukan adalah sesuatu yang digunakan pemberi informasi (pembicara) untuk menyokong atau memperkuat pernyataan dengan tegas. Rujukan mungkin menggunakan faktual ataupun non faktual. Rujukan faktual terdiri atas kesaksian, statistik contoh, dan obyek aktual. Rujukan dapat berwujud dalam bentuk bukti. Nilai-nilai, dan/atau kredibilitas. Sumber materi rujukan adalah tempat materi tersebut ditemukan.

Jenis-jenis rujukan :

Rujukan Medis(rujukan pasien, dan rujukan laboratorium)

Berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien, mencakup rujukan konsultasi medis dan bahan-bahan pemeriksaan.

Upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. berlaku untuk pelayanan kedokteran (Medical Service). Sama halnya dengan rujukan kesehatan. Maka rujukan ini dibedakan dengan tiga macam yaitu :

Rujukan penderita : Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan operatif dan lain- lain yang disebut transfer of patien.

Pengetahuan : Mendatangkan atau mengirimkan tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu pelayanan pengobatan setempat disebut transfer of knowlwdge/ personel.

Bahan- bahan pemeriksaan : Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap disebut transfer of spesimen.

Rujukan Kesehatan(rujukan iptek dan keterampilan yaitu pengalihan pengetahuan dan keterampilan)

Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.

pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Adapun rujukan kesehatan ini dibedakan atas ti ga macam yakni rujukan tekhnologi, sarana, dan operasional.

Rujukan Manajemen(pengiriman informasi guna kepentingan monitoring semua kegiatan pelayanan kesehatan diperlukan sistem informasi)

Tujuan rujukan :

a. Dihasilkannya upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif

b. Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif.

i. Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang sebaik-baiknya.

ii. Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau bahan laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lengkap fasilitasnya.

iii. Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (Transfer knowledge and skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan dan daerah perifer.

Manfaat rujukan

1. Dari sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan (Police Maker) :

Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap pelayanan kesehatan.

Memperjelas system pelayanan kesehatan, krena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.

Memudahkan administrasi pada setiap aspek perencanaan.

2. Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (Health Consumer) :

Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang- ulang.

Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana kesehatan.

3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan (Health Provider) :

Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi.

Membantu peningkatan ketrampilan dan pengetahuan yakni melalui kerjasama yang terjalin.

Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.

3. Memahami dan menjelaskan tentang Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas

Kriteria pelayanan kesehatan

Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila:

1. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continuous)

Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate)

Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan mesyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

3. Mudah dicapai (accessible)

Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian, untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

4. Mudah dijangkau (affordable)

Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti itu harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja bukanlah kesehatan yang baik.

5. Bermutu (quality)

Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan.

Mutu pelayanan

Sistem mutu adalah program perencanaan, kegiatan, sumberdaya dan kejadian yang didorong oleh manajemen, berlaku diseluruh organisme dan proses dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Selain dari dimensi mutu, cakupan dari mutu juga harus diperhatikan. Yang mana cakupan tersebut sebagai berikut:

1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.

2. Menterjemahkan secara cepat dan dicirikan pada produk jasa yang kita berikan.

3. Merancang sistem agar produk jasa disampaikan secara tepat dan cepat.

4. Mempersiapkan personal yang akan memberikan pelayanan.

5. Memepersiapkan material untuk menghasilkan informasi pelayanan tersebut.

6. Mempersiapkan sistem untuk memperoleh informasi baik.

Mutu Pelayanan Kesehatan dapat dilihat dalam 5 dimensi mutu yaitu :

1. Responsiveness (Cepat Tanggap)

Pelayanan kesehatan yang responsif ditentukan oleh sikap staf yang didepan karena berhubungan langsung dengan para pengguna jasa dan keluarganya.

2. Reliability ( Pelayanan kesehatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan.

3. Assurance

Pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang dipercaya oleh pelanggan. Dimensi ini meliputi faktor keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.

4. Empathy

Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya

5. Tangible

Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai. Contohnya ruang penerimaan dan perawatan pasien yang bersih, nyaman, lengkap.

Cakupan pelayanan kesehatan

Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besar, elemen-elemen dalam sistem itu adalah sebagai berikut :

1. Masukan (Input) adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem.

2. Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu

(keluaran) yang direncanakan.

3. Keluaran (out put) ialah hal yang dihasilkan oleh proses.

4. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya.

5. Umpan balik (feed back) ialah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk

sistem tersebut.

6. Lingkungan (environment) ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.

Bentuk Pelayanan Berdasarkan Kesehatan Berdasarkan Tingkatannya

1. Pelayanan kesehatan tiongkat pertama (primer) ( Diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.Contohnya : Puskesmas,Puskesmas keliling, klinik.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua ( sekunder) ( Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.Contoh : Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D. Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter spesialis terbatas.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga ( tersier) ( Diperlukan untuk kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.Contohnya: Rumah Sakit tipe A dan Rumah sakit tipe B. Pelayan kesehatan diberikan oleh dokter subspesialis luas.

Perbedaan Jenis Pelayanan Kesehatan

Pelayanan KedokteranDitandai dengan cara pengorganisasian yang bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta utamanya adalah perseorangan dan keluarga.

Pelayanan Kesehatan MasyarakatDitandai dengan cera pengorganisasian yang umunnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasaran utamanya adalah kelompok dan masyarakat.

4. Memahami dan menjelaskan tentang Aspek Sosial & Budaya yang berkaitan dengan Kesehatan

Pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat Tantangan berat yang masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalahsebagai berikut.

1. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah.

2. Tingkat pengetahuan masyarakat yang belum memadai terutama pada golongan wanita.

3. Kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, dan perilaku yang kurang menunjang dalam bidang kesehatan.

4. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan.Aspek sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatanAspek soaial budaya yang berhubungan dengan kesehatan anatara lain adalah faktorkemiskinan, masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup, pelacuran dan homoseksual.

Komunikasi

Komunikasi kesehatan disebut juga promosi kesehatab. Karena komunikasie merupakan kegiatan untuk mgnondisikan fakktor-faktor predisposisi. Kurangnya pengetahuan, dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang negative tentang penyakit, makanan, lingkungan, dan sebagainya, mereka tidak berprilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk itu maka diperlukan komunikasi, pemberian informasi-informasi tentang kesehatan. Untuk berkomunikasi yang efektif para petugas kesehatan perlu dibekali ilmu komunikasi, termasuk media komunikasinya.

Pola Pikir

Perilaku pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) adalah pola atau perilaku pencarian pelayanan kesehatan di masyarakat. Dua hal yang perannya kuat dalam menentukan pengambilan keputusan tentang pengobatan.

Pertama adalah persepsi mereka terhadap penyakit.

Orang yang mempesepsikan penyakitnya sebagai penyakit ringan cenderung untuk memilih pengobatan sendiri (self medication) misalnya dengan mencari obat di warung atau apotik, orang yang mengganggap penyakit mereka serius, biasanya tiga hari sampai seminggu tidak sembuh cenderung untuk memilih datang ke dokter atau layanan kesehatan, tetapi mereka yang menganggap penyakitnya sangat serius atau kronis seperti diabetes, stroke dan hipertensi justru memilih pengobatan alternatif baik itu tabib, pengobatan herbal, maupun dukun.

Kedua adalah persepsi mereka tentang layanan kesehatan profesional.

Mereka yang mempersepsikan bahwa pengobatan profesional sulit untuk dijangkau, mahal dan tidak efektif cenderung untuk lari ke pengobatan sendiri dan pengobatan alternatif. Pada penderita penyakit kronis yang sifatnya degeneratif seperti penyakit diabetes dan darah tinggi atau strok, tampaknya kebanyakan mengangap bahwa penyembuhan melalui usaha medis adalah sia-sia.

Kebiasaan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Bentuk dari perilaku tersebut ada dua yaitu pasif dan aktif. Perilaku pasif merupakan respon internal dan hanya dapat dilihat oleh diri sendiri sedangkan perilaku aktif dapat dilihat oleh orang lain. Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan. Perilaku tersebut umumnya dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit :

Perilaku sehat yaitu perilaku seseorang yang sehat dan meningkatkan kesehatannya tersebut. Perilaku sehat mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah atau menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah, atau penyebab masalah (perilaku preventif). Contoh dari perilaku sehat ini antara lain makan makanan dengan gizi seimbang, olah raga secara teratur, dan menggosok gigi sebelum tidur.

Perilaku sakit. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang bila terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan melalui sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit.

Secara lebih detail, Becker (1979) membagi perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan menjadi tiga, yaitu:

1. Perilaku kesehatan

Hal yang berkaitan dengan tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Contoh : memilih makanan yang sehat, tindakan-tindakan yang dapat mencegah penyakit.

2. Perilaku sakit

Segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individuyang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.

Contoh : pengetahuan individu untuk memperoleh keuntungan.

3. Perilaku peran sakit

Segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesehatan.

Terdapat dua paradigma dalam kesehatan yaitu paradigma sakit dan paradigma sehat :

Paradigma sakit adalah paradigma yang beranggapan bahwa rumah sakit adalah tempatnya orang sakit. Hanya di saat sakit, seseorang diantar masuk ke rumah sakit. Ini adalah paradigma yang salah yang menitikberatkan kepada aspek kuratif dan rehabilitatif.

Paradigma sehat Menitikberatkan pada aspek promotif dan preventif, berpandangan bahwa tindakan pencegahan itu lebih baik dan lebih murah dibandingkan pengobatan.

Penanggulangan

Dampak

Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:

1. Environment atau lingkungan.

2.Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.

3.Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.

4.Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.

Definisi

Penyelidikan atau survei yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap masalah kesehatan atau penyakit secara lebih menyeluruh. Yang diselidiki dalam epidemiology investigation adalah mengenai apakah tempat yang terkena KLB tersebut merupakan endemik atau epidemik penyakit, merupakan penyakit infeksi atau penyakit kronis, dan kondisi kesehatan lainnya.

Penyelidikan epidemiologi KLB yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk memastikan adanya penderita penyakit yang dapat menimbulkan KLB, mengenai sifat-sifat penyebabnya dan faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasannya

Penyelidikan epidemiologi (PE)adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui suatu kejadian baik sedang berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian, melalui pengumpulan data primer dan sekunder, pengolahan dan analisa data, membuat kesimpulan dan rekomendasi dalam bentuk laporan.

Tujuan & Manfaat

1. Mendapatkan gambaran masalah yang sesungguhnya2. Mendapat gambaran klinis tentang suatu penyakit3. Mendapat gambaran mengenai kasus menurut variabel epidemiologi4. Mendapat informasi tentang faktor resiko (lingkungan, vektor, perilaku, dll) dan etiologi

Dengan mengetahui tujuan tersebut dapat mengambil tindakan untuk pencegahan maupun penanggulangan penyakit.

Langkah-langkah

1. Tahap survey pendahuluan :

a. Memastikan adanya KLB

b. Menegakan diagnosa

c. Buat hypotesa sementara ( penyebab, cara penularan, faktor yg mempengaruhi)

2. Tahap Pengumpulan Data :

a. Identifikasi kasus kedalam variabel epid (orang, tempat, waktu)

b. Uji hipotesis

c. Menentukan kelompok yg rentan

3. Tahap pengolahan data :

a. Lakukan pengolahan menurut variable epid, menurut ukuran epid, menurut nilai statstik.

b. Lakukan analisa data menurut variable epid, ukuran epid,dan nilai statistik. Bandingkan dg nilai yang sudah ada

c. Buat intepretasi hasil analisa

d. Buat laporan hasil penanggulangan

4. Tentukan tindakan penanggulangan dan pencegahan :

* Tindakan penanggulangan :

- Pengobatan penderita

- Isolasi kasus

* Tindakan pencegahan :

- Surveilans yg ketat

- Perbaikan mutu lingkungan

- Perbaikan status kesehatan masyarakat

Indikasi

Pencegahan & Penanggulangan

Laporan masyarakat, politik, serta kepentingan legal aspek

On the Job Traning

Penelitian

Masalah Program Pemberantasan

5. Memahami dan menjelaskan tentang Perilaku Kesehatan dan masyarakat dalam mencari pengobatan

Pelayanan kesehatan

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit sudah tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut :

Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa. Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.

Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak responsif, dan sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya, dan sebagainya.

Kedua, tindakan mengobati sendiri, dengan alasan yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.

Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional. Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain.

Dukun yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat daripada dokter, bidan, farmasis, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka, seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka.

Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khususnya mengenai jamu sebagai sesuatu untuk pengobatan makin tampak peranannya dalam kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.

Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

Keenam, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit adalah berbeda dengan konsep kita tentang sehat-sakit itu. Demikian juga persepsi sehat-sakit antara kelompok-kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula.

Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan. Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan akan mereka pergunakan.

Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor predisposing, faktor enabling, dan faktor need.

1. Faktor predisposing adalah predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan yaitu faktor demografi,faktor struktur sosial, dan faktor keyakinan terhadap kesehatan

2. Faktor Enabling merupakan kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan berupa sumberdaya keluarga atau sumber daya masyarakat.

3. Faktor need adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan

Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu ditunjang dengan adanya penelitian-peneliatian social budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap sehat-sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapat melakukan pembetulan konsep sehat-sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.

6. Memahami dan menjelaskan tentang Hukum berobat dalam islam

Hukum berobat dalam islam

1. Menjadi wajib dalam beberapa kondisi:

a. Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka menyelamatkan jiwa adalah wajib.

b. Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib padahal dia mampu berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini adalah untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.

c. Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular adalah wajib untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.

d. Jika penyakit diduga kuat mengakibatkan kelumpuhan total, atau memperburuk penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu mudhorot yang timbul lebih banyak daripada maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah untuk diri dan keluarga, atau membebani orang lain dalam perawatan dan biayanya, maka dia wajib berobat untuk kemaslahatan diri dan orang lain.

2. Berobat menjadi sunnah/ mustahab

Jika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri dan orang lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular , maka berobat menjadi sunnah baginya.

3. Berobat menjadi mubah/ boleh

Jika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti kondisi hukum wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau tidak berobat.

4. Berobat menjadi makruh dalam beberapa kondisi

a. Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang digunakan diduga kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena hal itu diduga kuat akan berbuat sis- sia dan membuang harta.

b. Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga dari ujian ini, maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa hadits Ibnu Abbas dalam kisah seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya kepada masalah ini.

c. Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim menjadi sadar dengan penyakit yang diderita, tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu lebih baik tidak berobat.

d. Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu penyakit, dan dengan penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni dosanya dengan sebab kesabarannya.

Dan semua kondisi ini disyaratkan jika penyakitnya tidak mengantarkan kepada kebinasaan, jika mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu berobat, maka berobat menjadi wajib.

5. Berobat menjadi haram

Jika berobat dengan sesuatu yang haram atau cara yang haram maka hukumnya haram, seperti berobat dengan khomer/minuman keras, atau sesuatu yang haram lainnya.

Hukum menjaga kebersihan

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 57 yang bermaksud:

Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, melainkan mereka menganiaya diri mereka sendiri.Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik dan apa yang terdapat di mukabumi; dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, kerana sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.(Surah Al-Baqarah, ayat 168)Sesungguhnya mendapat kemenanganlah orang yang membersihkan dirinya QS Al Ala ayat : 14Dalam Islam, kebersihan adalah bersifat global atau luas. Artinya kebersihan itu meliputi semua aspek dalam Islam. Barangsiapa benar-benar dapat mengamalkan kebersihan yang global secara Islam ini maka oleh Allah mereka dijanjikan kemenangan baik di dunia terlebih lagi di akhirat.

7. Memahami dan menjelaskan tentang tujuan Syariat Islam dalam Konsep KLB

Penanggulangan KLB dalam syariat islam :

Nabi tidak memerintahkan mereka untuk mengucilkan para pengidap penyakit lepra tersebut. Tetap bergaul seperti biasa, namun waspada dan antisipatif. Hadis Nabi di atas adalah dalam konteks tersebut, bukan dalam rangka mengukuhkan opini masyarakat kala itu bahwa suatu penyakit mutlak bisa menular secara alamiah.Jika kita melihat hal ini dari konteks tauhid, sesungguhnya tidak ada penyakit menular dari atau melalui apapun secara alamiah. Jelas-jelas Nabi pernah menyatakan, Tidak ada penyakit menular (adwa). (HR Muslim dari Abu Hurairah). Bahkan, dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi dari sahabat Jabir bin Abdullah, Nabi pernah menemani makan salah seorang sahabat penderita lepra bernama Muaiqib bin Abi Fathimah, tanpa memiliki kekhawatiran yang berlebihan.

Agar tetap sehat, hal yang perlu diperhatikan dan dijaga, menurut sementara ulama, disebutkan, ada sepuluh hal, yaitu: dalam hal makan, minum, gerak, diam, tidur, terjaga, hubungan seksual, keinginan-keinginan nafsu, keadaan kejiwaan, dan mengatur anggota badan.

a. Menjaga Pola Makan & Minum

Dalam ilmu kesehatan atau gizi disebutkan, makanan adalah unsur terpenting untuk menjaga kesehatan. Kalangan ahli kedokteran Islam menyebutkan, makan yang halalan dan thayyiban. Al-Quran berpesan agar manusia memperhatikan yang dimakannya, seperti ditegaskan dalam ayat: maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. (QS. Abasa 80 : 24).

Dalam 27 kali pembicaraan tentang perintah makan, al-Quran selalu menekankan dua sifat, yang halal dan thayyib, di antaranya dalam (Qs. al-Baqarat (2)1168; al-Maidah (s):88; al-Anfal (8):&9; al-Nahl (16) : 1 14),

b. Kesehatan Beraktivitas & Istirahat

Perhatian Islam terhadap masalah kesehatan dimulai sejak bayi, di mana Islam menekankan bagi ibu agar menyusui anaknya, di samping merupakan fitrah juga mengandung nilai kesehatan. Banyak ayat dalam al-Quran menganjurkan hal tersebut.

Al-Quran melarang melakukan sesuatu yang dapat merusak badan. Para pakar di bidang medis memberikan contoh seperti merokok. Alasannya, termasuk dalam larangan membinasakan diri dan mubadzir dan akibatyang ditimbulkan, bau, mengganggu orang lain dan lingkungan.

Islam juga memberikan hak badan, sesuai dengan fungsi dan daya tahannya, sesuai anjuran Nabi: Bahwa badanmu mempunyai hak

Islam menekankan keteraturan mengatur ritme hidup dengan cara tidur cukup, istirahat cukup, di samping hak-haknya kepada Tuhan melalui ibadah. Islam memberi tuntunan agar mengatur waktu untuk istirahat bagi jasmani. Keteraturan tidur dan berjaga diatur secara proporsional, masing-masing anggota tubuh memiliki hak yang mesti dipenuhi.

Di sisi lain, Islam melarang membebani badan melebihi batas kemampuannya, seperti melakukan begadang sepanjang malam, melaparkan perut berkepanjangan sekalipun maksudnya untuk beribadah, seperti tampak pada tekad sekelompok Sahabat Nabi yang ingin terus menerus shalat malam dengan tidak tidur, sebagian hendak berpuasa terus menerus sepanjang tahun, dan yang lain tidak mau menggauli istrinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

Nabi pernah berkata kepadaku: Hai hamba Allah, bukankah aku memberitakan bahwa kamu puasa di szam? hari dan qiyamul laildimalam hari, maka aku katakan, benarya Rasulullah, Nabi menjawab: Jangan lalukan itu, berpuasa dan berbukalah, bangun malam dan tidurlah, sebab, pada badanmu ada hak dan pada lambungmu juga ada hak (HR Bukhari dan Muslim).

c. Olahraga sebagai Upaya Menjaga Kesehatan

Aktivitas terpenting untuk menjaga kesehatan dalam ilmu kesehatan adalah melalui kegiatan berolahraga. Kata olahraga atau sport (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin Disportorea atau deportore, dalam bahasa Itali disebut deporte yang berarti penyenangan, pemeliharaan atau menghibur untuk bergembira. Olahraga atau sport dirumuskan sebagai kesibukan manusia untuk menggembirakan diri sambil memelihara jasmaniah.

Tujuan utama olahraga adalah untuk mempertinggi kesehatan yang positif, daya tahan, tenaga otot, keseimbangan emosional, efisiensi dari fungsi-rungsi alat tubuh, dan daya ekspresif serta daya kreatif. Dengan melakukan olahraga secara bertahap, teratur, dan cukup akan meningkatkan dan memperbaiki kesegaran jasmani, menguatkan dan menyehatkan tubuh. Dengan kesegaran jasmani seseorang akan mampu beraktivitas dengan baik.

Dalam pandangan ulama fikih, olahraga (Bahasa Arab: al-Riyadhat) termasuk bidang ijtihadiyat. Secara umum hokum melakukannya adalah mubah, bahkan bisa bernilai ibadah, jika diniati ibadah atau agar mampu melakukannya melakukan ibadah dengan sempurna dan pelaksanaannyatidakbertentangan dengan norma Islami.

Sumber ajaran Islam tidak mengatur secara rinci masalah yang berhubungan dengan berolahraga, karena termasuk masalah duniawi atau ijtihadiyat, maka bentuk, teknik, dan peraturannya diserahkan sepenuhnya kepada manusia atau ahlinya. Islam hanya memberikan prinsip dan landasan umum yang harus dipatuhi dalam kegiatan berolahraga.

Nash al-Quran yang dijadikan sebagai pedoman perlunya berolahraga, dalam konteks perintah jihad agar mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi kemungkinan serangan musuh, yaitu ayat:

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu najkahkanpadajalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS.Al-Anfal :6o):

Nabi menafsirkan kata kekuatan (al-Quwwah) yang dimaksud dalam ayat ini adalah memanah. Nabi pernah menyampaikannya dari atas mimbar disebutkan 3 kali, sebagaimana dinyatakan dalam satu hadits:

Nabi berkata : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sang gupi Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, (HR Muslim, al-Turmudzi, Abu Dawud, Ibn Majah, Ahmad, dan al-Darimi)

d. Anjuran Menjaga Kesehatan

Ajaran Islam sangat memperhatikan masalah kebersihan yang merupakan salah satu aspek penting dalam ilmu kedokteran. Dalam terminologi Islam, masalah yang berhubungan dengan kebersihan disebut dengan al-Thaharat. Dari sisi pandang kebersihan dan kesehatan, al-thaharat merupakan salah satu bentuk upaya preventif, berguna untuk menghindari penyebaran berbagai jenis kuman dan bakteri.

Imam al-Suyuthi, Abd al-Hamid al-Qudhat, dan ulama yang lain menyatakan, dalam Islam menjaga kesucian dan kebersihan termasuk bagian ibadah sebagai bentuk qurbat, bagian dari taabbudi, merupakan kewajiban, sebagai kunci ibadah, Nabi bersabda: Dari Ali ra., dari Nabi saw, beliau berkata: Kunci shalat adalah bersuci (HR Ibnu Majah, al-Turmudzi, Ahmad, dan al-Darimi)

Berbagai ritual Islam mengharuskan seseorang melakukan thaharat dari najis, mutanajjis, dan hadats. Demikian pentingnya kedudukan menjaga kesucian dalam Islam, sehingga dalam buku-buku fikih dan sebagian besar buku hadits selalu dimulai dengan mengupas masalah thaharat, dan dapat dinyatakan bahwa fikih pertama yang dipelajari umat Islam adalah masalah kesucian.

Abd al-Munim Qandil dalam bukunya al-Tadaivi bi al-Quran seperti halnya kebanyakan ulama membagi thaharat menjadi dua, yaitu lahiriah dan rohani. Kesucian lahiriah meliputi kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal, jalan dan segala sesuatu yang dipergunakan manusia dalam urusan kehidupan. Sedangkan kesucian rohani meliputi kebersihan hati, jiwa, akidah, akhlak, dan pikiran.

Daftar Pustaka

http://www.slideshare.net/cheynissa/pengantar-ilmu-perilaku-kesehatan-masyarakat

http://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2013/04/20/konsep-kesehatan-dalam-islam/

http://bnnpsulsel.com/pencegahan/peran-tenaga-kesehatan-masyarakat/

http://www.imunisasi.net/

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

http://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2013/04/20/konsep-kesehatan-dalam-islam/

http://axbarif.wordpress.com/2012/11/20/definisi-puskesmas/

http://ners.unair.ac.id/materikuliah/PUSKESMAS.pdf