pbl kel 28 tentang enterobiasis

37
DAFTAR ISI DAFTAR ISI..................................................1 BAB I SKENARIO............................................2 BAB II ..........................................KATA KUNCI 3 BAB III .............................................PROBLEM 4 BAB IV ...........................................PEMBAHASAN 5 A. Batasan.............................................5 B. Anatomi /Histologi /Fisiologi /Patofisiologi /Patomekanisme.........................................5 C. Jenis – jenis Penyakit yang Berhubungan.............5 D. Gejala Klinis......................................12 E. Pemerikasaan Fisik Penyakit........................13 F. Pemeriksaan Penunjang Penyakit.....................13 BAB V HIPOTESIS AWAL ( Differential Diagnosis )..........14 BAB VI ANALISIS DARI DIFFFERENTIAL DIAGNOSIS..............15 A. Gejala Klinis......................................15 B. Pemeriksaan Fisik..................................15 C. Pemeriksaan Penunjang..............................16 BAB VII HIPOTESIS AKHIR (Diagnosis)........................18 BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS...............................21 Mekanisme Berupa Bagan Sampai Tercapainya Diagnosis...21 BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH.....................22 A. Penatalaksanaan....................................22 B. Prinsip Tindakan Medis.............................23 BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI...........................25 A. Cara Penyampain Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien................................................25 B. Tanda Untuk Merujuk Pasien.........................25 C. Peran Pasien / Keluarga Untuk Penyembuhan..........25 D. Pencegahan Penyakit................................25 1

Upload: tommy-dharmawan

Post on 28-Nov-2015

175 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PBL kel 28 tentang enterobiasis

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................1BAB I SKENARIO.........................................................................................................2BAB II KATA KUNCI....................................................................................................3BAB III PROBLEM..........................................................................................................4BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................5

A. Batasan..................................................................................................................5B. Anatomi /Histologi /Fisiologi /Patofisiologi /Patomekanisme..............................5C. Jenis – jenis Penyakit yang Berhubungan.............................................................5D. Gejala Klinis........................................................................................................12E. Pemerikasaan Fisik Penyakit...............................................................................13F. Pemeriksaan Penunjang Penyakit........................................................................13

BAB V HIPOTESIS AWAL ( Differential Diagnosis ).....................................................14BAB VI ANALISIS DARI DIFFFERENTIAL DIAGNOSIS............................................15

A. Gejala Klinis........................................................................................................15B. Pemeriksaan Fisik................................................................................................15C. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................16

BAB VII HIPOTESIS AKHIR (Diagnosis).........................................................................18BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS..............................................................................21

Mekanisme Berupa Bagan Sampai Tercapainya Diagnosis.....................................21BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH...................................................22

A. Penatalaksanaan...................................................................................................22B. Prinsip Tindakan Medis.......................................................................................23

BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI.....................................................................25A. Cara Penyampain Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien..........................25B. Tanda Untuk Merujuk Pasien..............................................................................25C. Peran Pasien / Keluarga Untuk Penyembuhan....................................................25D. Pencegahan Penyakit...........................................................................................25

1

BAB I

Skenario 1

Seorang anak perempuan beruia 4 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas. Ibu tersebut

mengeluhkan anaknya sering gatal di daerah sekitar anus dan kemaluannya.

2

BAB II

Kata Kunci

1) Gatal disekitar anus (Pruritus ani)

Anal Gatal merujuk pada gatal yang terletak di anus atau pada kulit di sekitar anus.

Gatal sering kali terjadi dan disertai dengan dorongan yang kuat untuk menggaruk. Anal

gatal membuat malu dan tidak nyaman penderita. Anal gatal adalah masalah umum yang

banyak diderita orang.

3

BAB III

Problem

1. Penyakit apa yang berhubungan dengan pruritus ani?

2. Bagaimana patogenesis terjadinya pruritus ani?

3. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk kasus ini?

4. Bagaimana penatalaksanaannya?

5. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan?

4

BAB IV

Pembahasan

A. Batasan

Pruritus ani yang difokuskan pada penyakit Sistem Gastrointestinal

B. Patofisiologi

Etiologi pruritus disebabkan oleh faktor eksogen dan endogen.

Faktor eksogen antara lain:

1. Penyakit dermatologik

2. Dermatitis kontak (dengan pakaian, logam, serta benda asing)

3. Rangsangan dari ektoparasit (misal: serangga, tungau skabies, pedikulus,

larva migrans)

4. Faktor lingkungan (menyebabkan kulit kering atau lembab)

Faktor endogen antara lain adanya reaksi obat atau adanya penyakit. Penyakit

sistemik dapat menimbulkan gejala pruritus di kulit. Pruritus ini disebut dengan

pruritus primer, dan dapat bersifat lokalista atau generalisata. Bahkan pruritus

psikogenik cenderung dapat muncul pada seseorang yang sering merasa malu,

memiliki perasaan bersalah, masokisme, serta ekshibisonisme.

C. Jenis-jenis penyakit yang berhubungan

1. ENTEROBIASIS

Etiologi : Enterobius vermicularis

Nama lain : Oxyuris vermicularis, cacing kremi, pinworm, seatworm,

threadworm

5

Penyakit : Enterobiasis / oksiuriasis

Hospes : Manusia

Habitat : Di rongga caecum dan daerah sekitarnya yaitu appendix, colon

ascenden, dan ileum

Bentuk Infektif : Telur Infektif

Cacing dewasa merupakan cacing kecil berwarna keputih-putihan. Cacing betina

berukuran 8-13mm x 0,3-0,5mm, sedangkan cacing jantan berukuran 2-5mm x 0,1-0,3mm.

Telur berbentuk lonjong, asimetris, salah satu sisi rata sedangkan sisi lainnya cembung.

Telur ini merupakan telur matang (infektif)

Seekor cacing betina sehari dapat menghasilkan 11.000 telur. Cacing jantan mati

setelah kopulasi, sedangkan cacing betina akan terus melanjutkan siklusnya. Cacing betina

yang hamil dan mau bertelur, malam hari bermigrasi menuju anus. Cacing betina mati

setelah bertelur. Telur-telur tersembunyi dalam lipatan perianal sehingga jarang didapatkan

di dalam tinja.

Beberapa jam kemudian telur teah menjadi matang dan infektif, selanjutnya terjadi

salah satu di bawah ini:

1) Autoinfeksi, karena daerah perianal gatal, digaruk, telur menempel pada tangan atau di

bawah kuku, kemudian telur ini termakan oleh hospes yang sama.

6

2) Telur tersebar pada kain tempat tidur, pakaian bahkan debu dalam kamar yang

mengkontaminasi makanan atau minuman sehingga dapat menginfeksi oranglain.

Seseorang dapat pula terinfeksi dengan menghirup udara yang tercemar telur.

3) Retrogad infeksi atau retrofeksi, mungkin telah ada larva yang menetas setelah cacing

betina meletakkan telur di perianal, larva masuk kembali ke usus melalui anus sehingga

akan terjadi infeksi baru.

Telur yang tertelan menetas di dalam duodenum, keluar larva untuk menjadi

dewasa di dalam caecum dan sekitarnya.

Penyebaran :

Kosmopolit, terutama yang sering diserang anak-anak. Infeksi cacing ini cenderung timbul

pada kelompok sosial tertentu, misalnya pada satu keluarga , anak sekolah, panti asuhan.

Patologi dan Gejala Klinik:

Penyakitnya enterobiasis, oxyuriasis, infeksi cacing kremi. Cacing ini relatif tidak

berbahaya jarang menimbulkan lesi besar. Gejala klinis kebanyakan bersumber pada iritasi

di daerah sekitar anus, perinium dan vagina oleh migrasi cacing betina yang hamil, jarang

disebabkan aktivitas cacing dalam usus. Menimbulkan rasa gatal di sekitar anus disebut

pruritus ani yang terjadi pada malam hari, anak tidurnya terganggu, cengeng, dan menangis

pada malam hari.

Anak menjadi lemah, nafsu makan menurun sehingga berat badan berkurang.

Diagnosis:

Pemeriksaan tinja hasilnya kurang baik karena hasil positif kurang lebih hanya 5% dari

yang seharusnya. Yang paling baik dengan metode Scotch adhesive tape swab menurut

Graham. Pemeriksaan ini dilakukan paling baik pagi hari sebelum mandi atau defekasi.

Pemeriksaan perlu dilakukan berulang-ulang dalam beberapa hari berturut-turut karena

migrasi cacing betina yang hamil tidak teratur. Sekali pemeriksaan hanya menemukan lebih

kurang 50% dari semua infeksi, tiga kali pemeriksaan menemukan lebih kurang 90%.

Dikatakan seorang bebas dari infeksi cacing ini jika pada pemeriksaan yang dilakukan 7

hari berturut-turut hasilnya negatif.

7

SIKLUS HIDUP

1. Telur infektif di daerah peri anal

2. Manusia menelan telur infektif

3. Terlur menetas di dalam duodenum,lalu menuju usus kecil (tanpa sikus paru),lalu

larva mengalami moulting,kemudian tinggal di vili usus halus

4. Cacing menjadi dewasa di Caecum

5. Cacing dewasa migrasi ke perianal.Cacing betina yang mengandung 11.000-15.000

butir telur akan bermigrasi ke daerah sekitar anal (perianal) untuk bertelur. Migrasi

ini berlangsung 15 – 40 hari setelah infeksi. Telur akan matang dalam waktu sekitar

6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu tubuh. Dalam keadaan lembab telur dapat

hidup sampai 13 hari.

2. SARCOPTES SCABIEI (SCABIES)

Predileksi : jari jari, pergelangan tangan, genital, inguinal

Betinanya pada malam hari suka menggali untuk meletakan telurnya pada daerah daerah

predileksi

SIKLUS HIDUP

8

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi

di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan

yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan

dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan

telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang

telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam

waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal

dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa

yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus

hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.

(Handoko, R, 2001). Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva

meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah

menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah

meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. ( Mulyono, 1986).

Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14

hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada

orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat

terserang

3. TINEA

Epidemiologi

Tinea merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah yang panas,

Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47

% menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih

umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea

kapitisantropofilik akan berkembang menjadi t inea korporis. Walaupun

prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton

tonsuran,Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis.

Cara Penularan :

9

Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau hewan

melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering kontak

pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan

dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi. Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang

signifikan tetapi mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis

prevalensinya sama antara priadan wan i t a

D. Gejala Klinis

Identitas Pasien

Nama : An. Ani

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 4 tahun

Alamat : Jl. Pakis Wetan Surabaya

Anamnesis

Keluhan Utama: gatal di sekitar anus

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

1. Gatal di sekitar anus sejak 5 hari yang lalu.

2. Gatal pada malam hari, tidurnya sering terganggu, dan sering

menangis pada malam hari.

3. 2 hari yang lalu mengeluh gatal di vagina

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):

Beberapa kali mengalami seperti ini.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK):

Adiknya kurang lebih sebulan yang lalu sakit seperti ini, namun sekarang

sudah sembuh setelah berobat ke dokter.

Riwayat Sosial dan Kebiasaan (RSK):

10

1. Tidak mencuci tangan sebelum makan

2. Jarang memotong kuku (kuku tangan panjang dan kotor)

3. Suka mengisap jempol

4. Tidur satu tempat tidur bersama adik.

5. Sprei dicuci 3 bulan sekali.

6. Sehabis mandi sering tidak mengganti celana dalam

Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital

Kesadaran umum : Cengeng

Berat badan : 15 kg

Tinggi badan : 104 cm

Nadi : 100 x / menit

Suhu : 36,5 oC

RR : 18 x/menit

Tensi : 100/65 mmHg

Kepala leher : anemi - / ikterus - / sianosis - / dyspnea -

Thorax : - Cor : dbn

- Pulmo : dbn

Abdomen : Hepar, lien, ren tidak teraba

Meteorismus –

Bising usus normal

Ekstremitas : akral hangat

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan anal swab; di bawah mikroskop didapatkan telur berbentuk lonjong asimetris;

salah satu sisi rata sedangkan sisi lainnya cembung.

11

12

BAB V

Hipotesis Awal (Differential Diagnosis)

1. Enterobiasis

2. Scabies

13

BAB VI

Analisis dari Differential Diagnosis

A. Gejala Klinis

Identitas Pasien

Nama : An. Ani

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 4 tahun

Alamat : Jl. Pakis Wetan Surabaya

Anamnesis

Keluhan Utama: gatal di sekitar anus

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

4. Gatal di sekitar anus sejak 5 hari yang lalu.

5. Gatal pada malam hari, tidurnya sering terganggu, dan sering

menangis pada malam hari.

6. 2 hari yang lalu mengeluh gatal di vagina

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):

Beberapa kali mengalami seperti ini.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK):

Adiknya kurang lebih sebulan yang lalu sakit seperti ini, namun sekarang

sudah sembuh setelah berobat ke dokter.

Riwayat Sosial dan Kebiasaan (RSK):

1. Tidak mencuci tangan sebelum makan

2. Jarang memotong kuku (kuku tangan panjang dan kotor)

3. Suka mengisap jempol

4. Tidur satu tempat tidur bersama adik.

14

5. Sprei dicuci 3 bulan sekali.

6. Sehabis mandi sering tidak mengganti celana dalam

B. Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital

Kesadaran umum : Cengeng

Berat badan : 15 kg

Tinggi badan : 104 cm

Nadi : 100 x / menit

Suhu : 36,5 oC

RR : 18 x/menit

Tensi : 100/65 mmHg

Kepala leher : anemi - / ikterus - / sianosis - / dyspnea -

Thorax : - Cor : dbn

- Pulmo : dbn

Abdomen : Hepar, lien, ren tidak teraba

Meteorismus –

Bising usus normal

Ekstremitas : akral hangat

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan anal swab; di bawah mikroskop didapatkan telur berbentuk lonjong asimetris;

salah satu sisi rata sedangkan sisi lainnya cembung.

15

NO PERBEDAAN SCABIES ENTEROBIASIS

1 Definisi Skabies atau sering juga disebut

penyakit kulit berupa budukan

dapat ditularkan melalui kontak

erat dengan orang yang

terinfeksi merupakan penyakit

yang disebabkan oleh infestasi

dan sensitisasi terhadap kutu

Sarcoptes scabiei var hominis

dan tinjanya pada kulit manusia.

Enterobiasis atau oxyuriasis

adalah penyakit akibat infeksi

cacing Enterobius vermicularis

atau Oxyuris vermicularis.

Disebut pula sebagai pinworm

infection, atau di Indonesia

dikenal sebagai infeksi cacing

kremi. Penyakit ini identik

dengan anak-anak, meski tak

jarang orang dewasa juga

terinfeksi.

2 Gejala Klinis 1. Pruritus nokturna

2. Penyakit ini dapat menyerang

manusia secara kelompok

3. Adanya terowongan -

terowongan di bawah lapisan

kulit (kanalikuli), yang

berbentuk lurus atau

berkelok-kelok

4. Menemukan kutu pada

pemeriksaan kerokan kulit

secara mikroskopis,

merupakan diagnosis pasti

penyakit ini

1. Gejala adanya infeksi serius

karena enterobiasis ini tidak

nampak atau asimptomatik

2. Sering terjadi iritasi atau

gatal-gatal di bagian perianal

3. Biasanya terjadi pada malam

hari

4. Menggaruk pada bagian ini

dapat menyebabkan

munculnya infeksi bakteri

5. Nafsu makan berkurang dan

tampak ada lingkaran hitam

yang tidak biasa pada mata

3 Pemeriksaan Fisik 1. Menganamnesa pasien

dengan menanyakan apakah

keluarganya atau teman dekat

ada yang sakit seperti yang

dialami penderita

2. Menanyakan riwayat

1. Menganamnesa pasien

dengan menanyakan apakah

keluarganya atau teman

dekat ada yang sakit seperti

yang dialami penderita

2. Menanyakan riwayat

16

gatalnya pada saat kapan

3. Didapatkan efloresensi

polimorf di tempat-tempat

predileksi

gatalnya pada saat kapan

4 Pemeriksaan Penunjang Untuk menemukan tungau dapat

dilakukan dengan beberapa cara:

1. Kerokan kulit dapat dilakukan

di daerah sekitar papula yang

lama maupun yang baru.

2.     2. Dengan cara menyikat

dengan sikat dan ditampung

pada kertas putih kemudian

dilihat dengan kaca pembesar

3.     3. Dengan membuat biopsy

irisan, yaitu lesi dijepit dengan 2

jari kemudian dibuat irisan tipis

dengan pisau kemudian

diperiksa dengan mikroskop

cahaya

  4. Dengan biopsy eksisional dan

diperiksa dengan pewarnaan

Hematoxylin Eosin

Untuk penegakan diagnosis dari

enterobiasis ini dapat dilakukan

dengan ditemukannya telur atau

larva cacing pada pemeriksaan

mikroskopik selama 3 hari

berturut-turut.

Pengambilan sampel dapat

dilakukan dengan cara anal

swab, yaitu menggunakan alat

seperti tongue spatel yang

dilekati dengan adhesive tape

yang berguna agar telur/larva

cacing disekitar anus dapat

menempel pada adhesive tape

tersebut sehingga dapat

dilakukan pemeriksaan secara

mikroskopis dengan reagen

tuluol.

Pengambilan sampel ini

dilakukan waktu pagi hari

sebelum anak BAB maupun

cebok

5 Faktor yang

Menyebabkan Penyakit

Sarcoptes scabiei var hominis Enterobius vermicularis

17

Tabel Perbandingan Penyakit

NO CIRI-CIRI SCABIES ENTEROBIASIS

1 Gatal Terjadi pada

Malam Hari

2 Gatal disekitar Anus

3 Ditemukan Telur atau

Larva Cacing pada

Pemeriksaan Feses

4 Nafsu Makan

Berkurang pada

Penderita

5 Menyerang Secara

Berkelompok

6 Umumnya Menyerang

Anak-Anak yang

Kurang Menjaga

Kebersihan Dirinya

7 Penularan dengan

Cara Kontak

Langsung atau Tidak

Langsung dengan

Penderita

18

BAB VII

Hipotesis Akhir (Diagnosis)

Enterobiasis

A. DEFINISI

Enterobiasis atau oxyuris merupakan penyakit akibat infeksi nematoda genus

Enterobius, khususnya Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis. Penyakit ini

biasa dikenal dengan penyakit cacing kremi. Enterobius vermicularis telah diketahui sejak

dahulu dan telah banyak dilakukan penelitian mengenai biologi, epidemiologi, dan gejala

klinisnya.

B.   Epidemiologi

Penyebaran cacing kremi atau Enterobius vermicularis lebih luas daripada cacing

lain. Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup

dalam satu lingkungan yang sama (asrama, rumah piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari

debu di ruangan sekolah atau kafetaria sekolah dan mungkin ini menjadi sumber infeksi

bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang

mengandung Enterobiasis vermicularis dapat ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, bufet,

tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian, dan tilam (Gandahusada,

1998).

Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak-anak lebih banyak ditemukan pada

golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi daripada orang

negro (Sudoyo, 2007).

C.   Morfologi dan Daur Hidup

Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anterior ada pelebaran

kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esofagus jelas sekali, ekornya panjang

dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur. Sedangkan cacing

jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga

19

bentuknya seperti tanda tanya (?). Spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing

dewasa biasanya di rongga sekum. Makanannya adalah isi dari usus. (Gandahusada, 1998)

Cacing betina gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur, bermigrasi ke daerah

perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang

dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan di dalam tinja. Telur berbentuk lonjong

dan lebih datar pada satu sisi (asimetrik). Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari

dinding telur cacing tambang. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah

dikeluarkan, pada suhu badan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam

keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. (Gandahusada, 1998)

Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan mati

setelah kopulasi, sedangkan cacing betina mati setelah bertelur. Infeksi enterobiasis terjadi

bila menelan telur matang atau bila larva dari telur yang menetas di daerah perianal

bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang yang tertelan, telur menetas di

duodenum dan larva rhabditiformis berubah dua kali sebelum menjadi dewasa di jejunum

dan bagian atas ileum. (Gandahusada, 1998)

Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang

sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal, berlagsung kira-

kira 1 bulan karena telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5

minggu sesudah pengobatan. Infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri (self limited). Bila

tidak ada reinfeksi, tanpa pengobatan pun infeksi dapat berakhir. (Gandahusada, 1998)

D.   Cara Penularan

Anjing dan kucing bukan mengandung Enterobiasis vermicularis tetapi dapat

menjadi sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya. Adapun penularan

penyakit enterobiasis dapat dipengaruhi oleh: (Staf IKA FK UI, 2007)

1.      Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (autoinfeksi) atau

tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena

memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi.

2.      Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga

telur melalui debu dapat tertelan.

3.      Retroinfeksi melalui anus, yaitu larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali

masuk ke anus.

20

E.   Gejala

Gejala klinis yang penting dan paling sering ditemukan adalah rasa gatal pada anus

(pruritus ani), yang timbul terutama pada malam hari. Rasa gatal ini harus dibedakan

dengan rasa gatal yang disebabkan oleh jamur, alergi dan pikiran. Gejala lain adalah

anoreksia, badan menjadi kurus, sukar tidur dan pasien menjadi iritabel, seringkali terjadi

terutama pada anak. Pada wanita dapat menyebabkan vaginitis. Cacing dewasa di dalam

usus dapat menyebabkan gejala nyeri perut, rasa mual, muntah, diare yang disebabkan

karena iritasi cacing dewasa pada sekum, apendiks dan sekitar muara anus besar. (Sudoyo,

2007)

Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal

sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah

tersebut. Selain itu, gejala lain yang didapatkan antara lain enuresis atau mengompol, cepat

marah, gigi menggeretak, insomnia, dan masturbasi, tetapi masih sukar untuk

membuktikan hubungan sebab akibat dengan Enterobius vermicularis. (Sudoyo, 2007)

21

Pemeriksaan anal swab; di bawah mikroskop didapatkan telur berbentuk lonjong asimetris; salah satu sisi rata sedangkan sisi lainnya cembung.

BAB VIII

Mekanisme Diagnosis

Mekanisme Berupa Bagan Sampai Terjadinya Diagnosis

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

Keluhan Utama

Gatal disekitar anus

Vital Sign

Keadaan : cengeng

Berat badan : 15 kg

Tinggi badan : 104 cm

Nadi : 100X /menit

Suhu : 36,5 0 C

Kepala & leher : Anemia - /icterus - / Cyanosis - / dyspnea -

22

EnterobiasisDiagnosa

Anamnesa

Nama : An. Ani

Umur : 4 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Pakis Wetan Surabaya

Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS )

Gatal disekitar anus sejak 5 hari yang lalu, gatal

pada malam hari, tidur sering terganggu, sering

menangis. 2 hari yang lalu mengeluh gatal di

vagina

Riwayat Penyakit Dahulu ( RPD )

Beberapa kali mengalami seperti ini.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK )

Adiknya kurang lebih sebulan yang lalu sakit

seperti ini, namun sekarang sudah sembuh

setelah berobat ke dokter

Riwayat Sosial dan Kebiasaan (RSK)

Tidak mencuci tangan sebelum makan, jarang memotong kuku, suka mengisap jempol, tidur satu tempat tidur bersama adik, sprei dicuci 3 bulan sekali, sehabis mandi sering tidak mengganti celana dalam.

BAB IX

Strategi Penyelesaian Masalah

A. PENATALAKSANAAN

Enterobiasis sebenarnya adalah self limited disease bila tidak ada reinfeksi tanpa

pengobatan pun akan sembuh namun dapat diberikan terapi seperti:

1. Medikamentosa

Mebendazole, diberikan dalam dosis tunggal 100 mg diulang setelah 2 minggu dan

4 minggu kemudian. Obat ini mempunyai bioavailabilitas sistemik yang rendah disebabkan

absorbsinya yang buruk dan mengalami metabolisme lintas pertama yang cepat. Absorbsi

mebendazole akan meningkat bila diberikan bersama dengan makanan yang berlemak.

Mebendazole menyebabkan kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi

asetilkolinesterase cacing, menghambat intake glukosa secara irreversibel sehingga terjadi

deplesi glikogen yang membuat cacing akan mati perlahan-perlahan. Hasil terapi yang

memuaskan akan terlihat setelah 3 hari pemberian obat. Efek sampingnya mual, muntah,

diare, dan sakit perut yang bersifat sementara, kemudian terdapat erratic migration yaitu

cacing keluar lewat mulut.

Albendazole dosis tunggal 400 mg diulang setelah 2 minggu. Obat ini

availabilitasnya hampir sama dengan mebendazol karena albendazol merupakan derivat

mebendazoel. Cara kerjanya dengan mengikat β-tubulin parasit sehingga menghambat

polimerisasi mikrotubulus dan memblok pengambilan glukosa oleh larva maupun cacing

dewasa sehingga persediaan glikogen menurun dan pembentukan ATP berkurang

akibatnya cacing akan mati. Efek sampingnya berupa nyeri ulu hati, diare, sakit kepala,

mual, lemah, pusing, dan insomnia. Mebendazol dan albendazol merupakan antelmintik

yang luas spektrumnya. Kedua obat ini efektif pada semua stadium perkembangan cacing

kremi.

Piperazin, diberikan dalam dosis tunggal (baik anak-anak maupun dewasa) 65 mg/

kgBB, maksimum 2,5 gram sekali sehari selama 7 hari berturut-turut namun sebaiknya

23

diulang sesudah 1-2 minggu atau diberikan selama 4 hari berturut-turut. Cara kerja obat ini

dengan menghambat kerja GABA pada otot cacing sehingga mengganggu permeabilitas

membran sel terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat

yang menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan disertai paralisis.5 Cacing

akan keluar 1-3 hari setelah pengobatan. Efek sampingnya gangguan GIT, sakit kepala,

pusing, dan alergi.

Pirantel pamoat, diberikan dalam dosis tunggal 10 mg/ kgBB diulang setelah 2

minggu. Obat ini menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi

impuls sehingga cacing mati dalam keadaan spastis.5 Efek sampingnya hanya berupa

keluhan saluran cerna, demam, dan sakit kepala yang sifatnya sementara. Piperazin dan

pirantel pamoat dosis tunggal tidak efektif terhadap stadium muda.

Semua terapi pengobatan sebaiknya diulang lagi 2-3 minggu kemudian karena

telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus 5 minggu setelah pengobatan.

2. Non medikamentosa

Anak dengan cacing kremi sebaiknya memakai celana panjang jika hendak tidur

supaya alat kasur tidak terkontaminasi dan hindarkan tangan dari menggaruk daerah

perianal. Pengobatan dilakukan pada semua anggota keluarga adan juga kepada orang yang

sering berhubungan dengan pasien. Memulihkan imunitas tubuh (makan makanan yang

bergizi serta mengkonsumsi vitamin). Baik dan tidak menimbulkan bahaya terutama

dengan pengobatan yang baik namun harus selalu memperhatikan kebersihan untuk

mencegah terjadinya retrofeksi kembali.

B.   PRINSIP TINDAKAN MEDIS

Pengobatan

a.Perawatan umum

1) Pengobatan sebaiknya dilakukan juga terhadap keluargaserumah atau yang sering

berhubungan dengan pasien

24

2) Kesehatan pribadi perlu diperhatikan terutama kuku, jari-jaridan pakaiain tidur 

3) Toilet sebaiknya dibersihkan dan disiram dengan desinfektan, bila mungkin setiap hari

 b. Pengobatan spesifik 

1) Mebendazole

Pemberian mebendazole dengan dosis tunggal 500 mg,diulang setelah 2 minggu. Kerjanya

merusak subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing, menghambat

ambilan glukosa. Absorpsi oral buruk, ekskresi terutama lewaturin dalam dalam bentuk

utuh.

2) Albendazole

 Albendazole diberikan dosis tunggal 400 mg diulang setelah 2 minggu.

3) Piperazin sitrat

 Piperazin sitrat diberikan dengan dosis 2 x 1 g/hari selama 7 hari berturut-turut dapat

diulang dengan interval 7 hari. Kerjanya menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap

asetilkolin sehingga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus.

Absorpsi melalui salurancerna, ekskresi melalui urine.

4) Pirvium pamoat

Obat ini diberikan dengan dosis 5 mg/kg berat badan (maksimum 0,25 g) dan diulangi 2

minggu kemudian. Obat ini dapat menyebabkan rasa mual, muntah dan warna tinja

menjadimerah. Bersama mebendazole efektif terhadap semua stadium cacing Enterobius

vermicularis.

5) Pirantel pamoat

Pirantel pamoat diberikan dengan dosis 10 mg/kg

berat badan sebagai dosis tunggal dan maksimum 1 gram. Kerjanya mendepolarisasi pada

otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, menghambat enzim kolinesterase.

Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar bersama tinja,<15% lewat urine.

25

BAB X

Prognosis dan Komplikasi

A. PROGNOSIS

Infeksi cacing ini biasanya tidak begitu berat, dan dengan pemberian obat-

obat yang efektif maka komplikasi dapat dihindari.Pengobatan yang secara periodik akan

memberikan prognosis yang baik.Yang sering menimbulkan masalah adalah infeksi intra

familiar, apalagi dengan keadaan higenik yang buruk. Baik dan biasanya tidak

menimbulkan bahaya, terutama dengan pengobatan yang baik. 

Yang perlu diperhatikan adalah kebersihan dan pencegahan auto atau hetero-

infection kembali. (Markum, A.H. dkk.2007)

B. PENCEGAHAN

 Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan atau mengendalikan

infeksi cacing kremi (Enterobius vermicularis) antara lain :

a.Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar, mencuci daerah anus setelah

bangun tidur

b.Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku

c.Mencuci sprei minimal 2 kali seminggu

d.Membersihkan kamar mandi atau jamban setiap hari

e.Sebaiknya pakaian dicuci bersih dan diganti setiap hari

f.Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung parasit

g. Setelah mandi, mengganti celana dalam dengan celana yang lebih bersih

h. Pengolahan makanan yang benar

26

27