pbl kel 28 tentang enterobiasis
DESCRIPTION
PBL kel 28 tentang enterobiasisTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................1BAB I SKENARIO.........................................................................................................2BAB II KATA KUNCI....................................................................................................3BAB III PROBLEM..........................................................................................................4BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................................5
A. Batasan..................................................................................................................5B. Anatomi /Histologi /Fisiologi /Patofisiologi /Patomekanisme..............................5C. Jenis – jenis Penyakit yang Berhubungan.............................................................5D. Gejala Klinis........................................................................................................12E. Pemerikasaan Fisik Penyakit...............................................................................13F. Pemeriksaan Penunjang Penyakit........................................................................13
BAB V HIPOTESIS AWAL ( Differential Diagnosis ).....................................................14BAB VI ANALISIS DARI DIFFFERENTIAL DIAGNOSIS............................................15
A. Gejala Klinis........................................................................................................15B. Pemeriksaan Fisik................................................................................................15C. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................16
BAB VII HIPOTESIS AKHIR (Diagnosis).........................................................................18BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS..............................................................................21
Mekanisme Berupa Bagan Sampai Tercapainya Diagnosis.....................................21BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH...................................................22
A. Penatalaksanaan...................................................................................................22B. Prinsip Tindakan Medis.......................................................................................23
BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI.....................................................................25A. Cara Penyampain Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien..........................25B. Tanda Untuk Merujuk Pasien..............................................................................25C. Peran Pasien / Keluarga Untuk Penyembuhan....................................................25D. Pencegahan Penyakit...........................................................................................25
1
BAB I
Skenario 1
Seorang anak perempuan beruia 4 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas. Ibu tersebut
mengeluhkan anaknya sering gatal di daerah sekitar anus dan kemaluannya.
2
BAB II
Kata Kunci
1) Gatal disekitar anus (Pruritus ani)
Anal Gatal merujuk pada gatal yang terletak di anus atau pada kulit di sekitar anus.
Gatal sering kali terjadi dan disertai dengan dorongan yang kuat untuk menggaruk. Anal
gatal membuat malu dan tidak nyaman penderita. Anal gatal adalah masalah umum yang
banyak diderita orang.
3
BAB III
Problem
1. Penyakit apa yang berhubungan dengan pruritus ani?
2. Bagaimana patogenesis terjadinya pruritus ani?
3. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk kasus ini?
4. Bagaimana penatalaksanaannya?
5. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan?
4
BAB IV
Pembahasan
A. Batasan
Pruritus ani yang difokuskan pada penyakit Sistem Gastrointestinal
B. Patofisiologi
Etiologi pruritus disebabkan oleh faktor eksogen dan endogen.
Faktor eksogen antara lain:
1. Penyakit dermatologik
2. Dermatitis kontak (dengan pakaian, logam, serta benda asing)
3. Rangsangan dari ektoparasit (misal: serangga, tungau skabies, pedikulus,
larva migrans)
4. Faktor lingkungan (menyebabkan kulit kering atau lembab)
Faktor endogen antara lain adanya reaksi obat atau adanya penyakit. Penyakit
sistemik dapat menimbulkan gejala pruritus di kulit. Pruritus ini disebut dengan
pruritus primer, dan dapat bersifat lokalista atau generalisata. Bahkan pruritus
psikogenik cenderung dapat muncul pada seseorang yang sering merasa malu,
memiliki perasaan bersalah, masokisme, serta ekshibisonisme.
C. Jenis-jenis penyakit yang berhubungan
1. ENTEROBIASIS
Etiologi : Enterobius vermicularis
Nama lain : Oxyuris vermicularis, cacing kremi, pinworm, seatworm,
threadworm
5
Penyakit : Enterobiasis / oksiuriasis
Hospes : Manusia
Habitat : Di rongga caecum dan daerah sekitarnya yaitu appendix, colon
ascenden, dan ileum
Bentuk Infektif : Telur Infektif
Cacing dewasa merupakan cacing kecil berwarna keputih-putihan. Cacing betina
berukuran 8-13mm x 0,3-0,5mm, sedangkan cacing jantan berukuran 2-5mm x 0,1-0,3mm.
Telur berbentuk lonjong, asimetris, salah satu sisi rata sedangkan sisi lainnya cembung.
Telur ini merupakan telur matang (infektif)
Seekor cacing betina sehari dapat menghasilkan 11.000 telur. Cacing jantan mati
setelah kopulasi, sedangkan cacing betina akan terus melanjutkan siklusnya. Cacing betina
yang hamil dan mau bertelur, malam hari bermigrasi menuju anus. Cacing betina mati
setelah bertelur. Telur-telur tersembunyi dalam lipatan perianal sehingga jarang didapatkan
di dalam tinja.
Beberapa jam kemudian telur teah menjadi matang dan infektif, selanjutnya terjadi
salah satu di bawah ini:
1) Autoinfeksi, karena daerah perianal gatal, digaruk, telur menempel pada tangan atau di
bawah kuku, kemudian telur ini termakan oleh hospes yang sama.
6
2) Telur tersebar pada kain tempat tidur, pakaian bahkan debu dalam kamar yang
mengkontaminasi makanan atau minuman sehingga dapat menginfeksi oranglain.
Seseorang dapat pula terinfeksi dengan menghirup udara yang tercemar telur.
3) Retrogad infeksi atau retrofeksi, mungkin telah ada larva yang menetas setelah cacing
betina meletakkan telur di perianal, larva masuk kembali ke usus melalui anus sehingga
akan terjadi infeksi baru.
Telur yang tertelan menetas di dalam duodenum, keluar larva untuk menjadi
dewasa di dalam caecum dan sekitarnya.
Penyebaran :
Kosmopolit, terutama yang sering diserang anak-anak. Infeksi cacing ini cenderung timbul
pada kelompok sosial tertentu, misalnya pada satu keluarga , anak sekolah, panti asuhan.
Patologi dan Gejala Klinik:
Penyakitnya enterobiasis, oxyuriasis, infeksi cacing kremi. Cacing ini relatif tidak
berbahaya jarang menimbulkan lesi besar. Gejala klinis kebanyakan bersumber pada iritasi
di daerah sekitar anus, perinium dan vagina oleh migrasi cacing betina yang hamil, jarang
disebabkan aktivitas cacing dalam usus. Menimbulkan rasa gatal di sekitar anus disebut
pruritus ani yang terjadi pada malam hari, anak tidurnya terganggu, cengeng, dan menangis
pada malam hari.
Anak menjadi lemah, nafsu makan menurun sehingga berat badan berkurang.
Diagnosis:
Pemeriksaan tinja hasilnya kurang baik karena hasil positif kurang lebih hanya 5% dari
yang seharusnya. Yang paling baik dengan metode Scotch adhesive tape swab menurut
Graham. Pemeriksaan ini dilakukan paling baik pagi hari sebelum mandi atau defekasi.
Pemeriksaan perlu dilakukan berulang-ulang dalam beberapa hari berturut-turut karena
migrasi cacing betina yang hamil tidak teratur. Sekali pemeriksaan hanya menemukan lebih
kurang 50% dari semua infeksi, tiga kali pemeriksaan menemukan lebih kurang 90%.
Dikatakan seorang bebas dari infeksi cacing ini jika pada pemeriksaan yang dilakukan 7
hari berturut-turut hasilnya negatif.
7
SIKLUS HIDUP
1. Telur infektif di daerah peri anal
2. Manusia menelan telur infektif
3. Terlur menetas di dalam duodenum,lalu menuju usus kecil (tanpa sikus paru),lalu
larva mengalami moulting,kemudian tinggal di vili usus halus
4. Cacing menjadi dewasa di Caecum
5. Cacing dewasa migrasi ke perianal.Cacing betina yang mengandung 11.000-15.000
butir telur akan bermigrasi ke daerah sekitar anal (perianal) untuk bertelur. Migrasi
ini berlangsung 15 – 40 hari setelah infeksi. Telur akan matang dalam waktu sekitar
6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu tubuh. Dalam keadaan lembab telur dapat
hidup sampai 13 hari.
2. SARCOPTES SCABIEI (SCABIES)
Predileksi : jari jari, pergelangan tangan, genital, inguinal
Betinanya pada malam hari suka menggali untuk meletakan telurnya pada daerah daerah
predileksi
SIKLUS HIDUP
8
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi
di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan
yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan
dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang
telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam
waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal
dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa
yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.
(Handoko, R, 2001). Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah
menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah
meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. ( Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14
hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada
orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat
terserang
3. TINEA
Epidemiologi
Tinea merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah yang panas,
Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47
% menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih
umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea
kapitisantropofilik akan berkembang menjadi t inea korporis. Walaupun
prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton
tonsuran,Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis.
Cara Penularan :
9
Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau hewan
melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering kontak
pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan
dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi. Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang
signifikan tetapi mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis
prevalensinya sama antara priadan wan i t a
D. Gejala Klinis
Identitas Pasien
Nama : An. Ani
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 4 tahun
Alamat : Jl. Pakis Wetan Surabaya
Anamnesis
Keluhan Utama: gatal di sekitar anus
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
1. Gatal di sekitar anus sejak 5 hari yang lalu.
2. Gatal pada malam hari, tidurnya sering terganggu, dan sering
menangis pada malam hari.
3. 2 hari yang lalu mengeluh gatal di vagina
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):
Beberapa kali mengalami seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK):
Adiknya kurang lebih sebulan yang lalu sakit seperti ini, namun sekarang
sudah sembuh setelah berobat ke dokter.
Riwayat Sosial dan Kebiasaan (RSK):
10
1. Tidak mencuci tangan sebelum makan
2. Jarang memotong kuku (kuku tangan panjang dan kotor)
3. Suka mengisap jempol
4. Tidur satu tempat tidur bersama adik.
5. Sprei dicuci 3 bulan sekali.
6. Sehabis mandi sering tidak mengganti celana dalam
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Kesadaran umum : Cengeng
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 104 cm
Nadi : 100 x / menit
Suhu : 36,5 oC
RR : 18 x/menit
Tensi : 100/65 mmHg
Kepala leher : anemi - / ikterus - / sianosis - / dyspnea -
Thorax : - Cor : dbn
- Pulmo : dbn
Abdomen : Hepar, lien, ren tidak teraba
Meteorismus –
Bising usus normal
Ekstremitas : akral hangat
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan anal swab; di bawah mikroskop didapatkan telur berbentuk lonjong asimetris;
salah satu sisi rata sedangkan sisi lainnya cembung.
11
BAB VI
Analisis dari Differential Diagnosis
A. Gejala Klinis
Identitas Pasien
Nama : An. Ani
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 4 tahun
Alamat : Jl. Pakis Wetan Surabaya
Anamnesis
Keluhan Utama: gatal di sekitar anus
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
4. Gatal di sekitar anus sejak 5 hari yang lalu.
5. Gatal pada malam hari, tidurnya sering terganggu, dan sering
menangis pada malam hari.
6. 2 hari yang lalu mengeluh gatal di vagina
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):
Beberapa kali mengalami seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK):
Adiknya kurang lebih sebulan yang lalu sakit seperti ini, namun sekarang
sudah sembuh setelah berobat ke dokter.
Riwayat Sosial dan Kebiasaan (RSK):
1. Tidak mencuci tangan sebelum makan
2. Jarang memotong kuku (kuku tangan panjang dan kotor)
3. Suka mengisap jempol
4. Tidur satu tempat tidur bersama adik.
14
5. Sprei dicuci 3 bulan sekali.
6. Sehabis mandi sering tidak mengganti celana dalam
B. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Kesadaran umum : Cengeng
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 104 cm
Nadi : 100 x / menit
Suhu : 36,5 oC
RR : 18 x/menit
Tensi : 100/65 mmHg
Kepala leher : anemi - / ikterus - / sianosis - / dyspnea -
Thorax : - Cor : dbn
- Pulmo : dbn
Abdomen : Hepar, lien, ren tidak teraba
Meteorismus –
Bising usus normal
Ekstremitas : akral hangat
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan anal swab; di bawah mikroskop didapatkan telur berbentuk lonjong asimetris;
salah satu sisi rata sedangkan sisi lainnya cembung.
15
NO PERBEDAAN SCABIES ENTEROBIASIS
1 Definisi Skabies atau sering juga disebut
penyakit kulit berupa budukan
dapat ditularkan melalui kontak
erat dengan orang yang
terinfeksi merupakan penyakit
yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap kutu
Sarcoptes scabiei var hominis
dan tinjanya pada kulit manusia.
Enterobiasis atau oxyuriasis
adalah penyakit akibat infeksi
cacing Enterobius vermicularis
atau Oxyuris vermicularis.
Disebut pula sebagai pinworm
infection, atau di Indonesia
dikenal sebagai infeksi cacing
kremi. Penyakit ini identik
dengan anak-anak, meski tak
jarang orang dewasa juga
terinfeksi.
2 Gejala Klinis 1. Pruritus nokturna
2. Penyakit ini dapat menyerang
manusia secara kelompok
3. Adanya terowongan -
terowongan di bawah lapisan
kulit (kanalikuli), yang
berbentuk lurus atau
berkelok-kelok
4. Menemukan kutu pada
pemeriksaan kerokan kulit
secara mikroskopis,
merupakan diagnosis pasti
penyakit ini
1. Gejala adanya infeksi serius
karena enterobiasis ini tidak
nampak atau asimptomatik
2. Sering terjadi iritasi atau
gatal-gatal di bagian perianal
3. Biasanya terjadi pada malam
hari
4. Menggaruk pada bagian ini
dapat menyebabkan
munculnya infeksi bakteri
5. Nafsu makan berkurang dan
tampak ada lingkaran hitam
yang tidak biasa pada mata
3 Pemeriksaan Fisik 1. Menganamnesa pasien
dengan menanyakan apakah
keluarganya atau teman dekat
ada yang sakit seperti yang
dialami penderita
2. Menanyakan riwayat
1. Menganamnesa pasien
dengan menanyakan apakah
keluarganya atau teman
dekat ada yang sakit seperti
yang dialami penderita
2. Menanyakan riwayat
16
gatalnya pada saat kapan
3. Didapatkan efloresensi
polimorf di tempat-tempat
predileksi
gatalnya pada saat kapan
4 Pemeriksaan Penunjang Untuk menemukan tungau dapat
dilakukan dengan beberapa cara:
1. Kerokan kulit dapat dilakukan
di daerah sekitar papula yang
lama maupun yang baru.
2. 2. Dengan cara menyikat
dengan sikat dan ditampung
pada kertas putih kemudian
dilihat dengan kaca pembesar
3. 3. Dengan membuat biopsy
irisan, yaitu lesi dijepit dengan 2
jari kemudian dibuat irisan tipis
dengan pisau kemudian
diperiksa dengan mikroskop
cahaya
4. Dengan biopsy eksisional dan
diperiksa dengan pewarnaan
Hematoxylin Eosin
Untuk penegakan diagnosis dari
enterobiasis ini dapat dilakukan
dengan ditemukannya telur atau
larva cacing pada pemeriksaan
mikroskopik selama 3 hari
berturut-turut.
Pengambilan sampel dapat
dilakukan dengan cara anal
swab, yaitu menggunakan alat
seperti tongue spatel yang
dilekati dengan adhesive tape
yang berguna agar telur/larva
cacing disekitar anus dapat
menempel pada adhesive tape
tersebut sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan secara
mikroskopis dengan reagen
tuluol.
Pengambilan sampel ini
dilakukan waktu pagi hari
sebelum anak BAB maupun
cebok
5 Faktor yang
Menyebabkan Penyakit
Sarcoptes scabiei var hominis Enterobius vermicularis
17
Tabel Perbandingan Penyakit
NO CIRI-CIRI SCABIES ENTEROBIASIS
1 Gatal Terjadi pada
Malam Hari
2 Gatal disekitar Anus
3 Ditemukan Telur atau
Larva Cacing pada
Pemeriksaan Feses
J̶
4 Nafsu Makan
Berkurang pada
Penderita
J̶
5 Menyerang Secara
Berkelompok
6 Umumnya Menyerang
Anak-Anak yang
Kurang Menjaga
Kebersihan Dirinya
7 Penularan dengan
Cara Kontak
Langsung atau Tidak
Langsung dengan
Penderita
18
BAB VII
Hipotesis Akhir (Diagnosis)
Enterobiasis
A. DEFINISI
Enterobiasis atau oxyuris merupakan penyakit akibat infeksi nematoda genus
Enterobius, khususnya Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis. Penyakit ini
biasa dikenal dengan penyakit cacing kremi. Enterobius vermicularis telah diketahui sejak
dahulu dan telah banyak dilakukan penelitian mengenai biologi, epidemiologi, dan gejala
klinisnya.
B. Epidemiologi
Penyebaran cacing kremi atau Enterobius vermicularis lebih luas daripada cacing
lain. Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup
dalam satu lingkungan yang sama (asrama, rumah piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari
debu di ruangan sekolah atau kafetaria sekolah dan mungkin ini menjadi sumber infeksi
bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang
mengandung Enterobiasis vermicularis dapat ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, bufet,
tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian, dan tilam (Gandahusada,
1998).
Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak-anak lebih banyak ditemukan pada
golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi daripada orang
negro (Sudoyo, 2007).
C. Morfologi dan Daur Hidup
Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anterior ada pelebaran
kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esofagus jelas sekali, ekornya panjang
dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur. Sedangkan cacing
jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga
19
bentuknya seperti tanda tanya (?). Spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing
dewasa biasanya di rongga sekum. Makanannya adalah isi dari usus. (Gandahusada, 1998)
Cacing betina gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur, bermigrasi ke daerah
perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang
dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan di dalam tinja. Telur berbentuk lonjong
dan lebih datar pada satu sisi (asimetrik). Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari
dinding telur cacing tambang. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah
dikeluarkan, pada suhu badan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam
keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. (Gandahusada, 1998)
Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan mati
setelah kopulasi, sedangkan cacing betina mati setelah bertelur. Infeksi enterobiasis terjadi
bila menelan telur matang atau bila larva dari telur yang menetas di daerah perianal
bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang yang tertelan, telur menetas di
duodenum dan larva rhabditiformis berubah dua kali sebelum menjadi dewasa di jejunum
dan bagian atas ileum. (Gandahusada, 1998)
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang
sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal, berlagsung kira-
kira 1 bulan karena telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5
minggu sesudah pengobatan. Infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri (self limited). Bila
tidak ada reinfeksi, tanpa pengobatan pun infeksi dapat berakhir. (Gandahusada, 1998)
D. Cara Penularan
Anjing dan kucing bukan mengandung Enterobiasis vermicularis tetapi dapat
menjadi sumber infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya. Adapun penularan
penyakit enterobiasis dapat dipengaruhi oleh: (Staf IKA FK UI, 2007)
1. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (autoinfeksi) atau
tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena
memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi.
2. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga
telur melalui debu dapat tertelan.
3. Retroinfeksi melalui anus, yaitu larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali
masuk ke anus.
20
E. Gejala
Gejala klinis yang penting dan paling sering ditemukan adalah rasa gatal pada anus
(pruritus ani), yang timbul terutama pada malam hari. Rasa gatal ini harus dibedakan
dengan rasa gatal yang disebabkan oleh jamur, alergi dan pikiran. Gejala lain adalah
anoreksia, badan menjadi kurus, sukar tidur dan pasien menjadi iritabel, seringkali terjadi
terutama pada anak. Pada wanita dapat menyebabkan vaginitis. Cacing dewasa di dalam
usus dapat menyebabkan gejala nyeri perut, rasa mual, muntah, diare yang disebabkan
karena iritasi cacing dewasa pada sekum, apendiks dan sekitar muara anus besar. (Sudoyo,
2007)
Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal
sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah
tersebut. Selain itu, gejala lain yang didapatkan antara lain enuresis atau mengompol, cepat
marah, gigi menggeretak, insomnia, dan masturbasi, tetapi masih sukar untuk
membuktikan hubungan sebab akibat dengan Enterobius vermicularis. (Sudoyo, 2007)
21
Pemeriksaan anal swab; di bawah mikroskop didapatkan telur berbentuk lonjong asimetris; salah satu sisi rata sedangkan sisi lainnya cembung.
BAB VIII
Mekanisme Diagnosis
Mekanisme Berupa Bagan Sampai Terjadinya Diagnosis
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
Keluhan Utama
Gatal disekitar anus
Vital Sign
Keadaan : cengeng
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 104 cm
Nadi : 100X /menit
Suhu : 36,5 0 C
Kepala & leher : Anemia - /icterus - / Cyanosis - / dyspnea -
22
EnterobiasisDiagnosa
Anamnesa
Nama : An. Ani
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Pakis Wetan Surabaya
Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS )
Gatal disekitar anus sejak 5 hari yang lalu, gatal
pada malam hari, tidur sering terganggu, sering
menangis. 2 hari yang lalu mengeluh gatal di
vagina
Riwayat Penyakit Dahulu ( RPD )
Beberapa kali mengalami seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK )
Adiknya kurang lebih sebulan yang lalu sakit
seperti ini, namun sekarang sudah sembuh
setelah berobat ke dokter
Riwayat Sosial dan Kebiasaan (RSK)
Tidak mencuci tangan sebelum makan, jarang memotong kuku, suka mengisap jempol, tidur satu tempat tidur bersama adik, sprei dicuci 3 bulan sekali, sehabis mandi sering tidak mengganti celana dalam.
BAB IX
Strategi Penyelesaian Masalah
A. PENATALAKSANAAN
Enterobiasis sebenarnya adalah self limited disease bila tidak ada reinfeksi tanpa
pengobatan pun akan sembuh namun dapat diberikan terapi seperti:
1. Medikamentosa
Mebendazole, diberikan dalam dosis tunggal 100 mg diulang setelah 2 minggu dan
4 minggu kemudian. Obat ini mempunyai bioavailabilitas sistemik yang rendah disebabkan
absorbsinya yang buruk dan mengalami metabolisme lintas pertama yang cepat. Absorbsi
mebendazole akan meningkat bila diberikan bersama dengan makanan yang berlemak.
Mebendazole menyebabkan kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi
asetilkolinesterase cacing, menghambat intake glukosa secara irreversibel sehingga terjadi
deplesi glikogen yang membuat cacing akan mati perlahan-perlahan. Hasil terapi yang
memuaskan akan terlihat setelah 3 hari pemberian obat. Efek sampingnya mual, muntah,
diare, dan sakit perut yang bersifat sementara, kemudian terdapat erratic migration yaitu
cacing keluar lewat mulut.
Albendazole dosis tunggal 400 mg diulang setelah 2 minggu. Obat ini
availabilitasnya hampir sama dengan mebendazol karena albendazol merupakan derivat
mebendazoel. Cara kerjanya dengan mengikat β-tubulin parasit sehingga menghambat
polimerisasi mikrotubulus dan memblok pengambilan glukosa oleh larva maupun cacing
dewasa sehingga persediaan glikogen menurun dan pembentukan ATP berkurang
akibatnya cacing akan mati. Efek sampingnya berupa nyeri ulu hati, diare, sakit kepala,
mual, lemah, pusing, dan insomnia. Mebendazol dan albendazol merupakan antelmintik
yang luas spektrumnya. Kedua obat ini efektif pada semua stadium perkembangan cacing
kremi.
Piperazin, diberikan dalam dosis tunggal (baik anak-anak maupun dewasa) 65 mg/
kgBB, maksimum 2,5 gram sekali sehari selama 7 hari berturut-turut namun sebaiknya
23
diulang sesudah 1-2 minggu atau diberikan selama 4 hari berturut-turut. Cara kerja obat ini
dengan menghambat kerja GABA pada otot cacing sehingga mengganggu permeabilitas
membran sel terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat
yang menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan disertai paralisis.5 Cacing
akan keluar 1-3 hari setelah pengobatan. Efek sampingnya gangguan GIT, sakit kepala,
pusing, dan alergi.
Pirantel pamoat, diberikan dalam dosis tunggal 10 mg/ kgBB diulang setelah 2
minggu. Obat ini menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi
impuls sehingga cacing mati dalam keadaan spastis.5 Efek sampingnya hanya berupa
keluhan saluran cerna, demam, dan sakit kepala yang sifatnya sementara. Piperazin dan
pirantel pamoat dosis tunggal tidak efektif terhadap stadium muda.
Semua terapi pengobatan sebaiknya diulang lagi 2-3 minggu kemudian karena
telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus 5 minggu setelah pengobatan.
2. Non medikamentosa
Anak dengan cacing kremi sebaiknya memakai celana panjang jika hendak tidur
supaya alat kasur tidak terkontaminasi dan hindarkan tangan dari menggaruk daerah
perianal. Pengobatan dilakukan pada semua anggota keluarga adan juga kepada orang yang
sering berhubungan dengan pasien. Memulihkan imunitas tubuh (makan makanan yang
bergizi serta mengkonsumsi vitamin). Baik dan tidak menimbulkan bahaya terutama
dengan pengobatan yang baik namun harus selalu memperhatikan kebersihan untuk
mencegah terjadinya retrofeksi kembali.
B. PRINSIP TINDAKAN MEDIS
Pengobatan
a.Perawatan umum
1) Pengobatan sebaiknya dilakukan juga terhadap keluargaserumah atau yang sering
berhubungan dengan pasien
24
2) Kesehatan pribadi perlu diperhatikan terutama kuku, jari-jaridan pakaiain tidur
3) Toilet sebaiknya dibersihkan dan disiram dengan desinfektan, bila mungkin setiap hari
b. Pengobatan spesifik
1) Mebendazole
Pemberian mebendazole dengan dosis tunggal 500 mg,diulang setelah 2 minggu. Kerjanya
merusak subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing, menghambat
ambilan glukosa. Absorpsi oral buruk, ekskresi terutama lewaturin dalam dalam bentuk
utuh.
2) Albendazole
Albendazole diberikan dosis tunggal 400 mg diulang setelah 2 minggu.
3) Piperazin sitrat
Piperazin sitrat diberikan dengan dosis 2 x 1 g/hari selama 7 hari berturut-turut dapat
diulang dengan interval 7 hari. Kerjanya menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap
asetilkolin sehingga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus.
Absorpsi melalui salurancerna, ekskresi melalui urine.
4) Pirvium pamoat
Obat ini diberikan dengan dosis 5 mg/kg berat badan (maksimum 0,25 g) dan diulangi 2
minggu kemudian. Obat ini dapat menyebabkan rasa mual, muntah dan warna tinja
menjadimerah. Bersama mebendazole efektif terhadap semua stadium cacing Enterobius
vermicularis.
5) Pirantel pamoat
Pirantel pamoat diberikan dengan dosis 10 mg/kg
berat badan sebagai dosis tunggal dan maksimum 1 gram. Kerjanya mendepolarisasi pada
otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, menghambat enzim kolinesterase.
Absorpsi melalui usus tidak baik, ekskresi sebagian besar bersama tinja,<15% lewat urine.
25
BAB X
Prognosis dan Komplikasi
A. PROGNOSIS
Infeksi cacing ini biasanya tidak begitu berat, dan dengan pemberian obat-
obat yang efektif maka komplikasi dapat dihindari.Pengobatan yang secara periodik akan
memberikan prognosis yang baik.Yang sering menimbulkan masalah adalah infeksi intra
familiar, apalagi dengan keadaan higenik yang buruk. Baik dan biasanya tidak
menimbulkan bahaya, terutama dengan pengobatan yang baik.
Yang perlu diperhatikan adalah kebersihan dan pencegahan auto atau hetero-
infection kembali. (Markum, A.H. dkk.2007)
B. PENCEGAHAN
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan atau mengendalikan
infeksi cacing kremi (Enterobius vermicularis) antara lain :
a.Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar, mencuci daerah anus setelah
bangun tidur
b.Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
c.Mencuci sprei minimal 2 kali seminggu
d.Membersihkan kamar mandi atau jamban setiap hari
e.Sebaiknya pakaian dicuci bersih dan diganti setiap hari
f.Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung parasit
g. Setelah mandi, mengganti celana dalam dengan celana yang lebih bersih
h. Pengolahan makanan yang benar
26