pbl-kdk

23

Click here to load reader

Upload: ni-putu-yudiartini-putri

Post on 04-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jfvc

TRANSCRIPT

Pendahuluan

Seorang anak laki-laki nerusia 3 tahun di bawa ke UGD RS dalam keadaan kejang sejak 20 menit yang lalu. Kejang berupa seluruh badan kelojotan dengan kedua mata mendelik ke atas dan mengeluarkan air liur. Sebelum kejang pasien mengalami demam 39C, dan sedang batuk pilek sejak 3 hari yang lalu. Pada anamnesis diketahui bahwa pada usia 2 tahun, orang sakit (OS) pernah mengalami kejang yang sama selama 10 menit dengan didahului demam dan menangis setelah kejang. Pada riwayat keluarga, ayah OS pernah mengalami kejang yang tidak diketahui sebabnya pada usia 4 tahun. Berdasarkan kasus, anak tersebut diduga menderita kejang demam. Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.1 Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38C di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuronsekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Dalam 25 tahun terakhir ini diketahui bahwa kejang demam sebenarnya tidaklah menakutkan. Kejang demam tidak berhubungan dengan adanya kerusakan otak dan hanya sebagian kecil saja yang akan berkembang menjadi epilepsi. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga sebagai dokter kita wajib mengatasi kejang dengan tepat dan cepat. Penanganan kejang demam sampai saat ini masih terjadi kontroversi terutama mengenai pengobatannya yaitu perlu tidaknyapenggunaan obat untuk rumat.1Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memberi gambaran dasar kejang demam pada anak. Adapun area yang akan dibahas meliputi definisi dan klasifikasi, etiologi, patofisiologi, epidemiologi, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, edukasi, faktor risiko dan prognosis kejang demam pada anak. Definisi dan Klasifikasi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.1 Sangat penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang menyerupai kejang. Tabel 2. Perbedaan Kejang dan Serangan yang Menyerupai Kejang2KeadaanKejangMenyerupai Kejang

OnsetTiba-tibaMungkin gradual

Lama seranganDetik/menitBeberapa menit

KesadaranSering tergangguJarang terganggu

SianosisSeringJarang

Gerakan ekstremitasSinkron Asinkron

Lidah tergigit atau luka lainSeringSangat jarang

Gerakan abnormal bola mataSelalu Jarang

Fleksi pasif ekstremitasGerakan tetap adaGerakan hilang

Dapat diprovokasiJarang Hampir selalu

Tahanan terhadap gerakan pasifJarang Selalu

Bingung pasca seranganHampir selaluTidak pernah

Iktal EEG abnormalSelalu Hampir tidak pernah

Pasca iktal EEG abnormalSelalu Jarang

Setelah diyakini bahwa seranga n ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981:21) Kejang parsial (fokal, lokal)a. Kejang fokal sederhana

b. Kejang parsial kompleks

c. Kejang parsial yang menjadi umum2) Kejang umuma. Absens

b. Mioklonik

c. Klonik

d. Tonik

e. Tonik-klonik

f. Atonik3) Tidak dapat diklasifikasiKejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.1,2 Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: (1) Kejang lama > 15 menit; (2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial; (3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam. 1,2 Tabel 1. Perbedaan Kejang Demam Sederhana dan Kompleks2KlinisKejang Demam SederhanaKejang Demam Kompleks

Durasi< 15 menit

Tipe kejangUmumUmum/fokal

Berulang dalam satu episode1 kali> 1 kali

Defisit neurologis-

Riwayat keluargga kejang demam

Riwayat keluarga kejang tanpa demam

Abnormalitas neurologis sebelumnya

Etiologi

Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempnyai peran, pada 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya. Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat berkorelasi dengan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan demam yang berkorelasi dengan kejang demam adalah infeksi saluran pernapasan atas terutama tonsilitis dan faringitis.3 Patofisiologi

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.3,4 Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.3,4

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.1,3,4

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi. 1,4Epidemiologi

Hampir 1,5 juta kejadian kejang demam terjadi tiap tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka kejadian kejang demam bervariasi di berbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika tercatat 2-4% angka kejadian kejang demam per tahunnya. sedangkan di india sebesar 5-10% dan di jepang 8,8%. hampir 80% kasus adalah kejang demam sederhana (kejang 15 menit, fokal atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam).5 Diagnosis

Kejang DemamAnamnesis

Pada anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah kejang demam, seperti menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat; Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39 C; Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang adalah usia < 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa kejang demam komlpeks.3,6Pemeriksaan Fisik Dan PenunjangPada pemeriksaan fisik yang derlu diperhatikan antara lain: (1) tanda vital terutama suhu; (2) Manifestasi kejang yang terjadi, misal pada kejang multifokal yang berpindah-pindahh atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak; (3) kesadaran yang tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoentlasi, henti napas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif dan terdapatnya kuadriparesis flasid patut dicurigai terjadinya perdarahan intraventikular; (4) perhatikan apakah terdapat fraktur, depresi, atau molase berlebihan pada kepala yang disebabkan oleh trauma; (5) Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh perdarahan subarakhnoid atau subdural; (6) terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.1, 3,6 Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada: (1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan; (2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan; (3) Bayi > 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 1, 3,6 Pemeriksaanelektroensefalografi(EEG)tidakdapatmemprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal. Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti: (1) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis); (2) Paresis nervus VI; (3) Papiledema. Pemeriksaan yang dianjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit,dan hitung jenis. 1,6 Manifestasi KlinisGambaran klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:2,6

1) Suhu tubuh mencapai 39C. 2) Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.

3) Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. 4) Gejala kejang tergantung pada jenis kejang. 5) Kulit pucat dan mungkin menjadi biru. 6) Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.1,4,7Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan menyeluruh.7Diagnosis BandingEpilepsiEpilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel selotak, bersifat sinkron dan berirama. Serangan dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis. Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali saja, serangan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung danoccasional provokes seizures misalnya kejang atau serangan pada hipoglikemia.7,8Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara paroksismal akibat berbagai etiologi. Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor pencetus, kronisitas.8 Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal. (1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak. (2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta. (3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).7,8Meningitis Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringanmengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.4,7Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung. 4,7 Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen. 4,7Penatalaksanaan

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua pakaian yang ketat dibuka Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secra teratur dan diberikan oksiegen. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang. Tetap bersama pasien selama kejang. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal.1,3Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. 1,3Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. 1,3Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. 1,3Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.1Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.1Indikasi Pemberian Obat Rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): (1) Kejang lama > 15 menit; (2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus; (3) Kejang fokal; (4) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:1

1) Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

2) Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

3) Kejang demam 4 kali perr tahun

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pegobatan rumat. Kejang fokal atau kejang fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.1,3Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil asus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.1Edukasi Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya: (1) Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik; (2) Memberitahukan cara penanganan kejang; (3) Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali; (4) Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.1Faktor Risiko

Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi, perubahan keseimbangan caira dan elektrolit. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah: (1) riwayat kejang demam dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4) lamanya demam; (5) cepatnya kejang setelah demam.1,9 Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah: (1) kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.; (2) kejang demam kompleks; (3) riwayat epilepsi dalam keluarga; dan (4) lamanya demam. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.1,9Prognosis

Dubia ad bonam, kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.1,9KesimpulanPenegakkan diagnosis yang baik sangat penting untuk penatalaksanaan kejang demam pada anak. Pemeriksaan fisik dan peunjang merupakan modal dasar untuk menegakkan diagnosis kejang demam pada anak. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari, 38C) akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang kemungkinan dapat menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak, sehingga mencemaskan orang tua. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rekurensi kejang demam, di antaranya adalah suhu pasien ketika kejang, riwayat keluarga dengan kejang demam, usia pertama kali kejang, dan tipe kejang pasien. Anak dengan riwayat kejang pada keluarga cenderung mengalami kejang demam pertama pada usia yang lebih dini. Riwayat kejang pada keluarga tidak meningkatkan risiko terjadi kejang demam kompleks sebagai tipe kejang demam pertama. Pengobatan intermittent dengan diazepam pada permulaan pada kejang demam pertama dan pengamanan jalan napas memberikan hasil yang lebih baik. Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak dapat mencegah kejang demam namun tidak dapat mencegah berulangnya kejang demam. Edukasi orang tua mengenai tindakan yang harus dilakukan apabila terjadi kejang pada anak penting untuk dillakukan.Daftar Pustaka1. Pusponegoro H, Widodo DP, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia;2006.h.1-13.

2. Meadow R, Newell S. Lecture notes pediatrika. Jakarta: Penerbit Erlanggga;2005.h.112-9.

3. Syndi SDO, John M. Pellock. Recent Research on Febrile Seizures: A Review. J Neurol Neurophysiol 2013;4(4):3-6.4. Kliegman RM, Behram RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelsons textbook of pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders Elseviers; 2011.p.1994-6.5. Gunawan PI, Saharso D. Faktor risiko kejang demam berulang pada anak. M Med Indones 2012;46(2):75-9.

6. Kinirons M, Ellis H. Frenchs index of diferential diagnosis. 15th ed. London: Edward Arnold Publisher;2011.p.203-7.7. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph. Ed-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.1768-9.

8. Suwarba IGNM. Insidens dan Karakteristik klinis epilepsi pada anak. Sari pediatri 2011;13(2):123-8.

9. Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor risiko bangkitan kejang demam pada anak. Sari Pediatri 2010;12(3):142-9.

14