pbl bucukkk super bucuk

51
BAB I PENDAHULUAN Ulkus merupakan suatu keadaan patologis yang menimbulkan kerusakan seluruh lapisan epitel dan jaringan dibawahnya,dilapisi oleh jendalan fibrin sehingga berwarna putih kekuningan (Birnbaum dan Dunne, 2009 dan Burket dkk, 2008). Secara klinis dan durasinya, ulkus dapat dibedakan menjadi tipe akut dan kronis. Ulkus akut biasanya nyeri karena adanya inflamasi akut, tertutup eksudat, kuning putih, dikelilingi halo eritematus dan batasnya tidak lebih tinggi dari permukaan mukosa dan merupakan lesi yang dangkal dan sembuh dalam waktu kurang dari 2 minggu. Ulkus kronis biasanya tidak terlalu sakit, tertutup membran berwarna kuning, terjadi indurasi karena jaringan parut dan dikelilingi tepi yang lebih tinggi dari permukaan mukosa, dan tidah sembuh dalam waktu lebih dari 2 minggu (Sonis, 2003). Dalam kasus penyakit mulut maupun penyakit sistemik, banyak penyakit yang pada awalnya bermanifestasi pada rongga mulut misalnya melalui ulkus mulut. Penyebab ulkus di rongga mulut dapat bermacam-macam, misalnya trauma, agen infeksi (bakteri, virus, jamur, mikrobakteria), penyakit sistemik (stomatitis herpetik, cacar air, HIV, sifilis, tuberculosis, anemia, eritema multiforme, Behcet’s syndrome, lichen planus), drug-induced (obat-obat sitotoksik, NSAID), kelainan darah (leukemia, neutropenia), kelainan imunologis, neoplasma (SSC atau BCC), radioterapi, merokok, alkohol maupun kontak alergi (Scully, 2003;

Upload: theresiaanggita

Post on 25-Jul-2015

418 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl Bucukkk Super Bucuk

BAB IPENDAHULUAN

Ulkus merupakan suatu keadaan patologis yang menimbulkan kerusakan seluruh lapisan

epitel dan jaringan dibawahnya,dilapisi oleh jendalan fibrin sehingga berwarna putih kekuningan

(Birnbaum dan Dunne, 2009 dan Burket dkk, 2008). Secara klinis dan durasinya, ulkus dapat

dibedakan menjadi tipe akut dan kronis. Ulkus akut biasanya nyeri karena adanya inflamasi akut,

tertutup eksudat, kuning putih, dikelilingi halo eritematus dan batasnya tidak lebih tinggi dari

permukaan mukosa dan merupakan lesi yang dangkal dan sembuh dalam waktu kurang dari 2

minggu. Ulkus kronis biasanya tidak terlalu sakit, tertutup membran berwarna kuning, terjadi

indurasi karena jaringan parut dan dikelilingi tepi yang lebih tinggi dari permukaan mukosa, dan

tidah sembuh dalam waktu lebih dari 2 minggu (Sonis, 2003).

Dalam kasus penyakit mulut maupun penyakit sistemik, banyak penyakit yang pada

awalnya bermanifestasi pada rongga mulut misalnya melalui ulkus mulut. Penyebab ulkus di

rongga mulut dapat bermacam-macam, misalnya trauma, agen infeksi (bakteri, virus, jamur,

mikrobakteria), penyakit sistemik (stomatitis herpetik, cacar air, HIV, sifilis, tuberculosis,

anemia, eritema multiforme, Behcet’s syndrome, lichen planus), drug-induced (obat-obat

sitotoksik, NSAID), kelainan darah (leukemia, neutropenia), kelainan imunologis, neoplasma

(SSC atau BCC), radioterapi, merokok, alkohol maupun kontak alergi (Scully, 2003; Sonis,

2003). Beberapa penyakit yang bermanifestasi di dalam rongga mulut sebagai ulkus kronik

antara lain, HIV, Syphilis, TBC, Squamous Cell Carcinoma, dan Deep fungal infection.

Kita sebaiknya mengenal jenis, bentuk serta manifestasi dari penyakit-penyakit di atas

dalam rongga mulut sehingga dapat segera mengenali dan mendiagnosis penyakit. Ulkus pada

rongga mulut dapat menjadi salah satu tanda dan gejala suatu penyakit, karena terdapat berbagai

penyakit yang secara klinis disertai adanya ulkus dengan durasi dan ciri-ciri yang berbeda –

beda. Selain itu dengan anamnesis riwayat yang lengkap dapat mendukung dan memperkuat

penegakkan diagnosis yang tepat mengenai suatu keadaan patologis pada rongga mulut pasien.

Page 2: Pbl Bucukkk Super Bucuk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ulkus

Menurut Neville dkk (2009) ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau

selaput lendir dapat juga diartikan bahwa ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan

disertai invasif kuman saprofit. Ulkus dapat terjadi dimana saja di seluruh bagian dari tubuh

manusia.

Ulkus merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan hilangnya kontinuitas

epitel dan lamina propia dan membentuk kawah. Kadang secara klinis tampak edema atau

proliferasi sehingga terjadi pembengkakan pada jaringan sekitarnya. Jika terdapat inflamasi,

ulkus dikelilingi lingkaran merah yang mengelilingi ulkus yang berwarna kuning ataupun

abu-abu (Scully, 2003).

Ulkus rongga mulut merupakan suatu kejadian yang menunjukan adanya kerusakan

atau diskontinuitas epitel dalam rongga mulut. Dalam rongga mulut, ulkus dapat didahului

oleh vesikel atau bula yang biasanya tidak berusia panjang. Lesi ulseratif sering dijumpai

pada pasien yang berkunjung ke dokter gigi. Meskipun banyak ulkus rongga mulut memiliki

penampakan klinis yang mirip, faktor etiologi yang mendasari dapat bervariasi mulai dari lesi

reaktif, neoplastik maupun manifestasi oral penyakit kulit (Regezi dan Sciubba, 1993). Ulkus

dapat pula merupakan manifestasi kerusakan epitel karena defek (Scully, 2003).

Penyebab ulkus di rongga mulut dapat bermacam-macam, misalnya trauma, agen

infeksi (bakteri, virus, jamur, mikrobakteria), penyakit sistemik (stomatitis herpetik, cacar

air, HIV, sifilis, tuberculosis, anemia, eritema multiforme, Behcet’s syndrome, lichen

planus), drug-induced (obat-obat sitotoksik, NSAID), kelainan darah (leukemia,

neutropenia), kelainan imunologis, neoplasma (SSC atau BCC), radioterapi, merokok,

alkohol maupun kontak alergi (Scully, 2003; Sonis, 2003).

Ulserasi pada rongga mulut mungkin merupakan penyakit mukosa oral yang paling

sering terlihat dan serius. Pendekatan untuk diagnosis dan manajemen ulkus ditegakkan

melalui anamnesa dan pemeriksaan klinis (Scully, 2003). Durasi ulkus memegang peranan

penting sebuah biopsi hendak dilakukan. Jika onsetnya cepat, pasien patut ditanyakan

Page 3: Pbl Bucukkk Super Bucuk

mengenai riwayat blistering sebelumnya. Pemeriksaan subjektif mengenai jumlah dan

distribusi serta keterkaitan dengan bagian tubuh yang lain perlu dilakukan. Nyeri dan

rekurensi ulkus dapat menjadi referensi dalam penegakan diagnosis. Langlais dan Miller

(2000) menambahkan mengenai riwayat alergi dan penyakit yang sedang diderita, terapi obat

terdahulu dan sekarang, riwayat terapi radiologi dan keadaan umum pasien.

Pemeriksaan khusus mungkin diperlukan jika terdapat kecurigaan adanya keterlibatan

faktor sistemik ataupun malignansi. Tes darah diindikasikan untuk mengesampingkan

defisiensi atau kondisi sistemik lainnya. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologis

diindikasikan bila etiologi mikroba dicurigai. Biopsi diindikasikan bila ulkus tunggal

bertahan lebih dari 3 minggu, terjadi indurasi, terdapat lesi di kulit lainnya ataupun terkait

dengan lesi sistemik (Scully, 2003).

Secara klinis, ulkus dapat dibedakan menjadi tipe akut dan kronis, yaitu sebagai berikut :

A. 1 Ulkus akut

Ulkus akut merupakan ulkus yang timbul mendadak, dengan durasi kurang

dari 2 minggu, biasanya berupa small ulcerative lesions yang baru saja muncul

dan berkembang dengan cepat, disertai dengan gejala prodromal. Ulkus akut

biasanya nyeri karena adanya inflamasi akut, tertutup eksudat, kuning putih,

dikelilingi halo eritematus dan batasnya tidak lebih tinggi dari permukaan mukosa

dan merupakan lesi yang dangkal. Pada keadaan akut, hilangnya epitel permukaan

digantikan oleh jaringan fibrin yang mengandung neutrofil, sel degenerasi dan

fibrin (Sonis, 2003). Ulkus akut terjadi pada umumnya karena adanya pengaruh

sistemik, diantaranya yaitu aphthous complex (Behcet syndrome, FAPA, Cyclic

neutropenia, penyakit sistemik yang lainya), dan penyakit yang didahului dengan

vesikel (Recurent Intraoral Herpes dan Herpes zoster), serta pengaruh non

sistemik yang berupa trauma, infeksi bakteri dan virus.

A.2 Ulkus kronis

Ulkus kronis merupakan ulkus yang timbul bertahap, muncul selama

pasien masih mengidap atau berinteraksi dengan penyebab dari ulkus tersebut,

terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan/ long term duration, tidak

sembuh antara 2-3 minggu, namun tidak disertai dengan gejala prodromal,

Page 4: Pbl Bucukkk Super Bucuk

biasanya tidak terlalu sakit. Ulkus kronis tampak sebagai lesi granulomatous

difus, tertutup membran berwarna kuning, terjadi indurasi karena jaringan parut

dan dikelilingi tepi yang lebih tinggi dari permukaan mukosa. Pada keadaan

kronis, terdapat jaringan granulasi dan jaringan parut, eosinofil dan infiltrasi

makrofag dalam jumlah banyak. Khasnya, muncul ulkus berwarna abu-abu

dengan eksudat fibrinous melebihi permukaan. Pada kondisi kronis terdapat

indurasi di jaringan sekitar (Sonis, 2003). Ulkus kronis terjadi pada kondisi orang

dengan penyakit HIV, Tuberculosis, Sifilis, dengan keadaan malignansi seperti

SCC, dll.

B. HIV/AIDS

B.1 Definisi HIV

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat menyebabkan AIDS dengan cara

menyerang sel darah putih (CD4+) sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh

manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang

sangat ringan sekalipun.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan dampak atau efek dari

perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan

waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit

AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya

dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV (Scully

dan Felix, 2005).

Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS

dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang

mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun

vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS

(Scully dan Felix, 2005).

HIV pertama kali ditemukan oleh sekelompok peneliti yang dikepalai oleh Luc

Montagnier pada tahun 1983,13 merupakan virus RNA diploid berserat tunggal (single

stranded) berdiameter 100-120nm.14 HIV memiliki enzim reverse transcriptase, yang

Page 5: Pbl Bucukkk Super Bucuk

mampu mengubah RNA menjadi DNA pada sel yang terinfeksi, kemudian berintegrasi

dengan DNA sel pejamu dan selanjutnya dapat berproses untuk replikasi virus.

Metode / Teknik Penularan dan Penyebaran Virus HIV AIDS:

a. Darah

Contoh : Tranfusi darah, terkena darah HIV+ pada kulit yang terluka, terkena darah

menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb

b. Sperma

Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral

seks, dsb.

c. Cairan Vagina

Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu

seks, oral seks, dll.

d. Air Susu Ibu / ASI

Contoh : Bayi minum asi dari wanita HIV+

e. cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+

Contoh : Saliva, feses, air mata, keringat, urine

(Scully dan Felix, 2005)

B.2. Patofisiologis

Sistem imun manusia sangat kompleks sehingga kerusakan pada salah satu komponen

sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan. HIV menginfeksi sel T

helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya, makrofag, sel dendritik, organ

limfoid. Fungsi penting sel T helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan

sebagai stimulasi pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan

pembentukan antibodi, sehingga penurunan sel T CD4 menurunkan imunitas dan

menyebabkan penderita mudah terinfeksi (Pinborg, 1994).

Walaupun perjalanan infeksi HIV bervariasi pada setiap individu, telah dikenal suatu

pola umum perjalanan infeksi HIV. Periode sindrom HIV akut berkembang sekitar 3-6

minggu setelah terinfeksi, dihubungkan dengan muatan virus yang tinggi diikuti

berkembangnya respon selular dan hormonal terhadap virus. Setelah itu penderita HIV

mengalami periode klinis laten (asimptomatis) yang bertahan selama bertahun-tahun,

Page 6: Pbl Bucukkk Super Bucuk

dimana terjadi penurunan sel T CD4 yang progresif dalam jaringan limfoid. Kemudian

diikuti gejala konstitusional serta tanda-tanda infeksi oportunistik atau neoplasma yang

memasuki periode AIDS (Pinborg, 1994).

Gambar 1. Imunopatogenesis infeksi HIV

Pada orang sehat, jumlah CD4nya berkisar 500--1500. Apabila terinfeksi HIV,

jumlah ini biasanya akan turun terus. Jumlah CD4 inilah yang mencerminkan kesehatan

sistem kekebalan tubuh kita; semakin rendah, semakin rusak. Jika CD4 di bawah 200,

sistem kekebalan tubuh sudah rusak sehingga terjadi infeksi opurtunistik (IO).

Penderitanya dinyatakan acquired immune deficiency syndrome (AIDS) (Pinborg, 1994).

Gejala umum orang yang tertular HIV/AIDS biasanya adalah berat badan turun

secara mencolok (biasanya lebih dari 10% dalam waktu 1 bulan), demam lebih dari 38oC,

disertai keringat tanpa sebab yang jelas pada malam hari, diare kronis lebih dari 1 bulan,

rasa lelah berkepanjangan, pembesaran kelenjar getah bening yang menetap, biasanya di

sekitar leher dan lipatan paha, gatal-gatal, herpes kulit, kelainan lain pada kulit, rambut,

mata, rongga mulut, alat kelamin dan lainnya (Pinborg, 1994).

Ada beberapa tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS:

a. Tahap 1: Window Period

Page 7: Pbl Bucukkk Super Bucuk

- HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam

darah

- Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat

- Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini

- Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu - 6 bulan

b. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:

- HIV berkembang biak dalam tubuh

- Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat

- Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk

antibody terhadap HIV

- Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya

(rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek)

c. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)

- Sistem kekebalan tubuh semakin turun

- Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa

di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll

- Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya

d. Tahap 4: AIDS

- Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah

- Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah

Kadar CD4 dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Didapatkan bahwa kadar CD4 pada pasien adalah 166. Pasien didiagnosis terena

infeksi HIV apabila kadar CD4 pada pasien kurang dari 200. Sehingga diduga kuat

bahwa pasien menderita infeksi HIV. Pada penderita HIV, terjadi penurunan daya tahan

tubuh, sehingga mudah terjadi infeksi, sehingga pasien mudah terkena demam dan terjadi

pembengkakan limfonodi sebagai akibat dari infeksi. Gejala infeksi HIV, yaitu cepat

merasa lelah dan penurunan berat badan yang drastis juga tampak pada pasien (Burket

dkk., 2008).

Page 8: Pbl Bucukkk Super Bucuk

Dari gejala yang terjadi, kami menduga bahwa infeksi HIV yang dialami pasien baru

mencapai tahap 3, dan belum mencapai AIDS. Untuk diagnosis mengenai infeksi HIV

yang dialami pasien, pasien dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam untuk diagnosis

yang lebih pasti, dan juga untuk mendapatkan perawatan sehubungan infeksi HIV yang

terjadi pada pasien (Burket dkk., 2008).

B. 3 Manifestasi Oral pada Pasien AIDS

B. 3.a. Oral candisiasis

Gambar 2. Infeksi oral candidiasis

Candida adalah jamur flora normal yg terletak di mukosa rongga mulut yang

akan berubah menjadi patogen apabila sistem kekebalan tubuh host menurun,

pada penderita yang sedang menjalani terapi immunosuppressive. Infeksi

candidiasis didominasi oleh Candida albicans. Candidiasis merupakan lesi di

dalam mulut karena infeksi HIV dan dijumpai 90 % pada penderita AIDS.

(Kumala dkk., 2002).

B.3.b. Oral hairy leukoplakia

Gambar 3. Oral hairy leukoplakia

Page 9: Pbl Bucukkk Super Bucuk

Oral Hairy Leukoplakia (OHI) adalah suatu bercak putih, permukaannya

kasar, bervariasi mulai dari lapisan vertikal sampai plak keriput. Saat mulut dalam

keadaan kering akan tampak berbulu “hairy”. Lesi ini biasanya bilateral pada

bagian ventrolateral lidah atau menyerang pada permukaan dorsal lidah, mukosa

bukal, dasar mulut, area retromolar, dan palatum molle. Karakteristik yang paling

khas adalah proyeksi seperti-jari yang tersebar dari dasar lesi (Kumala dkk.,

2002).

B.3.c Penyakit periodontal

\\\

Gambar 4. Penyakit periodontal pada penderita HIV

Besar hubungan terkait antara penyakit periodontal dengan gigi pada

penderita HIV. Terdapat bukti menunjukkan bahwa penyakit HIV biasanya terjadi

pada penggunaan jarum suntik intravena (IV). Hal ini berhubungan dengan

buruknya kebersihan mulut dan kurangnya perhatian pada kesehatan rongga

mulut sehingga memicu (Kumala dkk., 2002).

B. 3.d Oral kaposi’s sarcoma

Gambar 5. Oral kaposi’s Sarcoma

Page 10: Pbl Bucukkk Super Bucuk

Kaposi’s Sarcoma disebabkan oleh virus yang dulu bernama KS-herpes virus,

tapi sekarang bernama Human Herpes Virus-8 (HHV-8). Transmisi melalui

kontak sesksual, melalui ibu kepada anaknya. Pada tahap awal, Sarkoma Kaposi

berupa makula berwarna merah-keunguan pada mukosa mulut, tidak sakit,tidak

memucat saat dipalpasi. Lesi ini berkembang menjadi nodul dan membingungkan

antara kelainan pada mulut yang berhubungan dengan vaskularisasi seperti

hemangioma, hematoma, varicosity, dan pyogenic granuloma (jika terjadi pada

gingiva). Lesi ini muncul pada mukosa rongga mulut terutama pada mukosa

palatal dan gingival. Dalam infeksi HIV, lesi ini lebih sering ditemukan pada pria.

Kaposi’s Sarcoma ditemukan pada penderita HIV (Kumala dkk., 2002).

B.3.e Necrotizing Ulcerative Periodontitis

Gambar 6. Necrotizing ulcerative Periodontitis

Nekrosis, ulserasi, merupakan bentuk dari periodontitis yang tumbuh cepat

secara progresif pada penderita HIV. NUP dapat digambarkan sebagai

pemanjangan proses dari NUG dimana dalam keadaan ini terjadi lepasnya tulang

alveolar, kehilangan perlekatan jaringan periodontal. Ciri-ciri NUP: nekrosis

jaringan lunak, destruksi jaringan periodontal, dan lepasnya jaringan tulang

interproksimal. Pada individu imunokompeten, kerusakan jaringan membutuhkan

waktu bertahun-tahun untuk terjadi, namun hanya terjadi dalam beberapa bulan

pada penderita yang terinfeksi HIV , jika tidak dilakukan perawatan yang tepat.

Kehilangan tulang secara cepat ini juga cenderung terjadi pada individu berusia

Page 11: Pbl Bucukkk Super Bucuk

muda. Penderita kadang-kadang langsung mengalami lesi nekrosis, tidak ada rasa

nyeri, terdapat lubang dalam yang sulit dibersihkan, yang merupakan tanda

terjadinya periodontitis konvensional. Terdapat pembentukan poket karena

hilangnya jaringan lunak ataupunjaringan keras. Destruksi jaringan dapat meluas

sampai ke muco-gingival junction (Anonim, 2008).

C. Sifilis

C.1 Definisi

Penyakit sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum (Spirochaeta pallida)

yang termasuk dalam golongan spirochaeta, terbentuk spiral halus dengan panjang 5-15

mikron dan garis tengah 0,009-0,5 mikron. Bakteri ini bergerak secara aktif dan karena

spiralnya sangat lembut maka hanya dapat dilihat dengan mikroskop lapang gelap atau

dengan teknik imunofluorosensi. Sukar diwarnai dengan zat warna aniline tetapi dapat

mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang tinggal melekat pada permukaan sel

kuman.

Bakteri ini berkembang biak dengan cara pembelahan melintang. Dalam keadaan

anaerob pada suhu 25 derajat celcius, T pallidum dapat bergerak secara aktif dan hidup

selama 4-7 hari dalam media yang engandung albumin, natrium karbonat, piruvat, sistein,

ultrafiltrate serum sapi.

Ada 3 macam antigen T pallidum yaitu protein tidak tahan panas, polisakarida, dan

antigen lipoid. Antigen treponema yang khas antara lain dapat diperiksa dengan tes

imobilisasi T pallidum (TPI). Tes ini memerlukan komplemen dalam inkubasi selama 18

jam pada suhu 35° C. selain dengan menggunakan tes ini, ada banyak tes-tes lain yang

dapat dilakukan untuk memeriksa berdasarkan antigennya.

(Anonim, 2005).

C.2 Histopatologis

Infeksi oleh Treponema pallidum menyebabkan inflamasi di tempat inokulasinya dan

menyebar selama infeksi primer. Penyakit sifilis, jika tidak ditangani, dapat mengalami

tiga fase: primer, sekunder, dan tersier. Fase primer dan sekunder sangat menular dan

Page 12: Pbl Bucukkk Super Bucuk

umumnya berlangsung sekitar 2 sampai 4 tahun. Periode laten dapat berlangsung selama

5 sampai 50 tahun.

Masa inkubasi penyakit sifilis adalah 9 sampai 90 hari. Secara umum, luka pertama di

daerah genital muncul 3 minggu setelah pajanan. Pembesaran kelenjar getah bening di

salah satu atau kedua paha dapat terjadi hingga 5 minggu setelah infeksi. Tes serologi

baru dapat digunakan setelah 5.5 sampai 6 minggu, makula muncul pada minggu ke-8,

lesi papular muncul pada bulan ke-3 dan kondiloma pada bulan ke 6.

Pada lesi awal, dapat ditemukan sebukan limfosit dan sel plasma disertai proliferasi

intimal arteri dan vena. Bakteri banyak ditemukan di dinding pembuluh darah dan

limfatik. Pada lesi papular sifilis sekunder dapat dilihat adanya pembesaran endotel di

pembuluh darah dermal.

Pada lesi selanjutnya, dapat ditemukan guma di permukaan mukokutaneus. Jaringan

granulasi terbentuk dengan histiosit, fibroblas dan sel-sel epiteloid. Area nekrotik juga

kadang-kadang terlihat. Pada lesi ini, bakteri spirochates jarang terlihat.

(Anonim, 2005).

C.3 Penampakan Klinis

C.3.a. Sifilis primer

Sifilis primer muncul 10-90 hari setelah terjadi infeksi. Lesi pertama berupa

macula atau papula merah yang kemudian menjadi ulkus (chancre) dengan

pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah dan tidak sakit bila dipalpasi. Sering

disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Lokasi chancre

sering pada genitalia tetapi bisa juga di tempat lain seperti bibir, ujung lidah,

tonsil, jari tangan dan putting susu (Birnbaum dan Dunne, 2009).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa chancre

serta ditemui Treponema pallidum pada pemeriksaan stadium langsung dengan

mikroskop lapangan gelap. Apabila pada hari pertama hasil pemeriksaan sediaan

langsung negatif, pemeriksaan harus diulang lagi selama 3 hari berturut-turut dan

bila tetap negatif diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan serologis.

Page 13: Pbl Bucukkk Super Bucuk

Selama dalam pemeriksaan sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres dengan

larutan fisiologis (Neville, 2009).

C.3.b. Sifilis sekunder

Timbul setelah 6-8 minggu setelah sifilis primer. Pada sifilis sekunder dimulai

dengan gejala seperti anoreksia, demam, athralgia, dan angina. Pada stadium ini

terdapat kelainan pada kulit, mulut, genital, kelenjar getah bening dan organ

dalam. Kelainan pada kulit pada sifilis sekunder dapat berupa roseola, papula,

krusta, dan pustula. Kelainan pada rongga mulut berbentuk plak merah ( mucous

patch) yang disertai rasa sakit pada ternggorak. Pada genital sering ditemui

adanya papula atau plak yang disebut condilomatalata.Untuk

menegakkandiagnosis, selain pemeriksaan kliniss juga diperlukan pemeriksaan

serologis (Neville, 2009).

C.3.c. Sifilis tersier

Lesi oral pada sifilis tersier berupa gumma, suatu proses granulomatosa dan

tidak disertai rasa sakit.gumma biasanya ditemukan pada palatum, tonsil, dan

lidah dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter hingga beberapa

sentimeter. Bentuk lesi terlihat membulat dan cekung di tengah dengan dasar

memadat dan pucat.

(Anonim, 2005)

C.4 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan berbagai cara, antara lain dengan menemukan

Treponema pallidum pada pemeriksaan lapangan gelap, penggunaan PCR untuk

mengidentifikasi molekul asam nukleat bakteri, pemeriksaan cairan serebrospinal serta

penggunaan uji serologi. Untuk uji serologi sendiri baru akan memberikan hasil 1 -4

minggu setelah infeksi. Berdasarkan jenisnya, uji serologi dapat dibagi menjadi uji non-

treponemal dan uji treponemal.

1) Tes Antigen Non Treponema

a) Tes Flokulasi : VDRL, Kahn

b) Tes Fiksasi Komplemen : Wasserman, Kolmer

Page 14: Pbl Bucukkk Super Bucuk

c) Tes Aglutinasi : Rapid Plasma Reagen (RPR)

2) Tes treponema

a) Tes Fiksasi Komplemen: RPCF (Reiter Protein Complement Fixation) dan

TPCF (Treponema Palidum Complemen Fixation)

b) Tes Aglutinasi : TPA ( Treponema Pallidum Aglutination), TPHA

(Treponema Pallidum Haemaglutination Assay)

c) Tes Imobilisasi : TPI (Treponema Pallidum Immobilisation)

d) Tes Immunofluoresence: FTA (Fluorosence Treponemal Antibodi) dan FTA

Abs (Fluoresence Treponemal Antibody Absorption

test)

F.T.A. Abs (Fluoresence Treponemal Antibody Absorption test)

Gambar 7. Gambaran mikroskopik treponema pallidum

C.5 Penatalaksanaan

Penisilin tetap merupakan obat pilihan utama, karena murah dan efektif. Berbeda

dengan gonokokus, belum ditemukan resistensi treponema terhadap penisilin.

Konsentrasi dalam serum sejumlah 0,03 UI/ml sudah bersifat treponemasidal namun

harus menetap dalam darah selama 10-14 hari pada sifilis menular, 21 hari pada semua

sifilis lanjut dan laten.

Page 15: Pbl Bucukkk Super Bucuk

Ikhtisar Penatalaksanaan Sifilis

Stadium Pengobatan Pemantauan Serologi

Sifilis Primer

Benzathine Penisilin G. Dosis 4,8 unit secara I.M (2,4

juta) dan diberikan satu kali seminggu

2.Prokain Penisilin G ini Aqua, Dosis total 6 juta unit,

diberi 0,6 juta unit/hari selama 10 hari.

P.A.M (Prokain Penisilin +2 % Aluminium

Monostreat). Dosis total 4,8 juta unit. Diberikan 1,2 juta

unit/kali 2 kali seminggu.

Pada bulan I,III,VI dan XII dan

setiap enam bulan pada tahun ke

II.

Sifilis sekunder sama seperti sifilis primer

Sifilis

Laten

1. Benzathine Penisilin. Dosis total 7,2 juta unit.

2.Prokain Penisilin G in aqua. Dosis total 12 juta unit

(0,6 juta unit/hari).

3.PAM dosis total 7,2 juta unit (1,2 juta unit/kali 2 kali

seminggu).

Sifilis

S.III

1.Benzathine Penisilin G Dosis total 9,6 juta unit.

2.Prokain Penisilin G in aqua. Dosis total 18 juta unit

(0,6 juta unit/hari).

3.PAM dosis total 9,6 juta unit (1,2 juta unit/kali 2 kali

seminggu).

Pada penderita sifilis yang alergis terhadap penisilin dapat diberikan pada sifilis S.I dan

S.II: Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 15 hari atau Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama

15 hari. Pada Late laten sifilis (> 1 tahun) sama seperti dosis diatas selama 4 minggu: Tetrasiklin

4 x 500 mg per oral selama 30 hari atau Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari.

Page 16: Pbl Bucukkk Super Bucuk

D. Tuberculosis

D.1 Definisi

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada

jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang

dapat hidup terutama di paru dan berbagai organ tubuh lainnya. Penyakit TB ini biasanya

menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk

meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu

setelah terpajan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan

atau ketidakefektifan respon imun (Amin, 2009; Kumala dkk., 2002).

Penularan penyakit tuberkulosis pada hakikatnya didasarkan pada proses

penularan mikroorganisme yang menyebabkannya, yakni Mycobacterium tuberculosis

complex, bakteri berbentuk batang yang di dalamnya mencakup bakteri M. tuberculoseae,

varian Asia, varian African I, varian African II, dan M. bovis yang mana secara ringkas,

proses penularannya dapat melalui tiga jalur diantaranya:

1. Inhalasi, yaitu melalui aerosol (droplet nuclei) yang dikeluarkan oleh penderita

melalui batuk atau material tinja yang terhirup, kemudian masuk ke paru-paru.

2. Inokulasi, yaitu melalui kulit atau mukosa yang tidak utuh, masuk ke jaringan ikat

dibawahnya.

3. Ingesti, yaitu melalui saluran pencernaan, misalnya dari susu yang terkontaminasi.

Gejala umum penderita TB adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3

(tiga) minggu atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai antara lain : dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun,

berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa

kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan (Sayidi, 2008).

D.2 Patogenesis

Patogenesis tuberkulosis terbagi atas dua tahapan, yaitu sebagai berikut:

Page 17: Pbl Bucukkk Super Bucuk

a. Tuberkulosis primer

Pada tuberkulosis primer, bakteri M. tuberculosis yang masuk melalui inhalasi

menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Selanjutnya, masuknya bakteri ini

direspon oleh neutrofil dan dilanjutkan dengan makrofag. Bila makrofag tidak

mampu membunuhnya, maka bakteri tersebut akan menetap di jaringan paru dan akan

berkembang biak di dalam sitoplasma makrofag. Bakteri Mycobacterium tuberculosis

kemudian akan membentuk suatu sarang pneumonik di jaringan paru yang disebut

sarang primer atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang primer ini dapat

timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan

saluran getah bening menuju hilus (limfangitis regional). Peradangan tersebut diikuti

oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer

limfangitis lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke).

Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya

dapat menjadi sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan

meninggalkan sedikit bekas, serta berkomplikasi dan menyebar.

b. Tuberkulosis pasca primer (sekunder)

Pada tuberkulosis pasca primer, kuman yang telah dormant pada tuberkulosis

primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi

tuberkulosis dewasa yang dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas

paru. Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10

minggu sarang ini menjadi tuberkel. Selanjutnya sarang dini ini dapat menjadi:

Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan

jaringan fibrosis.

Ada yang membungkus diri menjadi keras menimbulkan perkapuran.

Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan

ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek

membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah

kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal

karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas

sklerotik (kronik). Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah karena hidrolisis

Page 18: Pbl Bucukkk Super Bucuk

protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan

proses yang berlebihan antara sitokin dengan TNF-nya (Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2006).

D.3 Penegakan Diagnosis

Diagnosa penyakit TB secara umum dapat ditegakkan dengan : anamnesa baik

terhadap pasien maupun keluarganya, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium

(darah, dahak, cairan otak), pemeriksaan patologi anatomi (PA), rontgen dada (foto

thorax), dan uji tuberkulin. Pada pasien asimtomatik, umumnya dideteksi dengan

positifnya uji tuberkulin dan foto x-ray yang menunjukkan adanya TB. Diagnosis pada

pasien simtomatik, dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik. Namun, di Indonesia, pada

saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TB pada orang

dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium

tuberculosis karena tingginya prevalensi TB. Uji tuberkulin positif hanya menunjukkan

bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium tuberculosis. Di lain

pihak, pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, TB milier dan Morbili dapat

menunjukkan hasil uji tuberkulin yang negatif meskipun orang tersebut menderita

Tuberkulosis. Tes khusus untuk mendiagnosa TB disebut PCR (Polymerase Chain

Reaction) yang digunakan untuk mendeteksi material genetik bakteri. Tes ini sangat

sensitif dimana dapat mendeteksi jumlah yang sangat kecil dari bakteri TB dan spesifik

hanya untuk mendeteksi bakteri TB (Amin, 2009; Sayidi, 2008).

D.4 Lesi Oral Tuberkulosis

Lesi oral pada penderita TB jarang ditemui. Banyak penelitian yang dilakukan tetapi

biasanya hanya menunjukkan prevalensi kurang dari 1% per populasi sampel. Lesi oral

tuberkulosis berbentuk ulkus, yaitu suatu luka terbuka dari kulit atau jaringan mukosa

yang memperlihatkan disintegrasi dan nekrosis jaringan yang sedikit demi sedikit. Lesi

ulseratif di mukosa pada penderita TB berupa ulkus yang irregular, tepi yang tidak

teratur, dengan sedikit indurasi, dan sering disertai dasar lesi berwarna kuning,

disekeliling ulkus juga dijumpai satu atau beberapa nodul kecil. Lesi pada TB primer

sangat jarang ditemukan, terlihat pada penderita TB usia muda dan berupa ulkus tunggal

Page 19: Pbl Bucukkk Super Bucuk

yang sakit dengan pembesaran kelenjar limfa. Lesi pada TB sekunder lebih sering

ditemui terutama pada penderita TB paru lesi biasanya berupa ulkus tunggal kronis,

irregular di kelilingi oleh eksudat dan sangat menyakitkan. Lesi lebih sering dijumpai

pada pasien usia menengah ke atas (Ramkant dkk., 2008).

Tempat yang paling sering terjadi ulkus adalah lidah selanjutnya bibir. Pada lidah,

ulkus TB paling sering terjadi pada bagian lateral, ujung, dan dorsum lidah. Walaupun

lidah merupakan tempat paling sering terjadinya lesi oral TB, lesi oral dapat juga

mengenai gingiva, dasar mulut, palatum, bibir dan mukosa bukal. Pada gingiva juga

dijumpai erosi mukosa yang bergranul, dan kadang disertai dengan periodontitis marginal

(Langlais dan Miller, 2000).

Ulkus di rongga mulut yang disebabkan oleh kuman TB tidak dapat dibedakan secara

klinis dengan lesi oral yang bersifat malignan/ganas. Adanya ulkus kronis pada rongga

mulut, dapat didiagnosa banding dengan suatu keganasan, sarkoidosis, ulkus sifilis, lesi

ulkus aftosa, infeksi jamur, traumatik injury, karsinoma sel skuamosa, dan limfoma.

Namun sering sekali, ulkus TB ini tidak diperhatikan oleh petugas medis. Oleh karena

itu, biopsi diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Apusan saliva dapat menunjukkan

adanya kuman penyebab TB bila diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Kultur

bakteri juga diperlukan untuk memastikan diagnosis (Hasibuan, 2006).

Gambar 8.Ulkus pada bagian bukal mukosa

Page 20: Pbl Bucukkk Super Bucuk

Gambar 9. Ulkus pada bibir

Gambar 10.Ulkus pada lidah

D. 5 Histopatologis

Pemeriksaan biopsi ini dilakukan dengan mengambil sedikit jaringan pada lesi oral

pasien untuk mengidentifikasi basil tuberkel dari biopsi spesimen jaringan. Dari

pemeriksaan ini dapat diketahui ada atau tidaknya infeksi Mycobacterium tuberculosis

serta tingkat keparahan pada lesi yang terdapat di rongga mulut jika terdapat keganasan

pada lesi tersebut. Kemudian dilakukan pemeriksaan kultur, dilakukan dengan

mengkultur bakteri yang ada pada mulut. Tujuannya adalah untuk menunjukan gambaran

Page 21: Pbl Bucukkk Super Bucuk

lesi inflamasi granulomatus dengan sel-sel epitel, giant cel tipe langhans, limfosit dan

terjadi pengkejuan di bagian tengah serta untuk mengetahui jenis antibiotik yang tepat

untuk membunuh bakteri tersebut. Dan dilanjutkan dengan pemeriksaan Pewarnaan

dengan Ziehl-Nielsen bertujuan untuk mengetahu keberadaan bakteri TB. Pada gambar

telihat warna bakteri TB berwarna lebih keunguan dibandingkan daerah sekitarnya

(Hasibuan, 2006).

D.6 Penatalaksanaan

Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik

maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine,

dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya. Adapun obat-obatan yang umumnya diberikan

adalah Isoniazid dan rifampin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun

karena adanya kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan

memutuskan memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan streptomycin sulfate

atau ethambutol HCL sebagai satu kesatuan yang dikenal 'Triple Drug' (Little, 2008).

E. Deep Fungal Infection

E.1 Etiologi

Menurut Regezi dan Sciubba (1993), beberapa kondisi yang dapat mendukung

predisposisi penyakit ini adalah: 1. Penggunaan obat (kortikosteroid, agen sitotoksis,

immunosupresan), 2. Penyakit defisiensi (HIV-AIDS), 3. Kondisi endokrin (diabetes

tidak terkontrol, ketoasidosis), 4. Malignansi (leukemia, limfoma), 5. Kondisi lain

(neutropenia, malnutrisi, dan usia tua). Biasanya pasien ini melibatkan paru-paru seperti

Histoplasmosis, Coccidioidomycosis, Blastomycosis, dan Cryptococcosis. Infeksi oral

biasanya akan berdampak pada membran mucus oral karena adanya septum yang

terinfeksi. Biasanya infeksi oral juga mengikut penyebar yang hematogen dari jamur di

paru-paru. Histoplasmosis diduga berasal dari yeast, pada debu yang berasal dari kotoran

burung dara sebagai sumbernya. Coccidioidomycosis biasanya dikenal sebagai valley-

fever. Cryptococcosis berasal dari infeksi Cryptococcus yang ditransmisikan melalui

Page 22: Pbl Bucukkk Super Bucuk

inhalasi kotoran burung. Cryptococcus biasanya terlihat pada pasien dengan

immunocompromised (Neville, 2009).

E.2 Penampakan Klinis

Tanda dan gejala awal dari infeksi ini biasanya berkaitan dengan keterlibatan paru-

paru dan termasuk batuk, demam, berkeringat di malam hari, berat badan menurun, sakit

pada dada, dan hemoptosis. Biasanya terlihat pembentukan erythema multiform pada

kulit disertai dengan adanya coccidiodimycosis. Lesi pada oral biasanya terlihat sebelum

lesi pulmonary. Sputum terinfeksi yang tertelan dapat berpotensi menyebabkan lesi oral

atau gastrointestinal. Erosi pada pembuluh darah paru-paru sebagai proses inflamasi

dapat menyebabkan penyebaran hematogen ke organ apapun. Lesi oral yang terbentuk

biasanya berupa ulkus tunggal maupun multiple, sukar sembuh, terdapat indurasi, dan

biasanya disertai rasa sakit. Adanya purulensi bisa jadi merupakan penampakan dari lesi

Blastomycycosis (Regezi dan Sciubba, 1993).

E.3 Histopatologi

Biasanya respon inflamasi pada infeksi ini adalah terbentuknya granuloma. Pada

penampakan histologis tampak adanya mikroorganisme (jamur), makrofag, ddan giant

cell multinuclear yang mendominasi. Adanya purulen bisa jadi merupakan penampakan

dari lesi Blastomycosis (Regezi dan Sciubba, 1993).

E.4 Differential Diagnosis

Secara klinis, lesi oral yang kronis dan tidak kunjung sembuh pada infeksi deep

fungal ini hamper sama dengan Squamous Cell Carcinoma, Oral Tuberculosis, Chronic

Trauma, dan Primary Syphilis. Kultur mikroorganisme yang diambil dari lesi atau

identifikasi secara mikroskopik yang diambil dari biopsy jaringan dibutuhkan untuk

menentukan diagnosis final. Skin test dan tes serologi tidak begitu berpengaruh ddalam

penegakan diagnosis (Regezi dan Sciubba, 1993).

E.5 Penatalaksanaan

Page 23: Pbl Bucukkk Super Bucuk

Perawatan infeksi ini biasanya dilakukan kemoterapi. Biasanya juga dilakukan reseksi

bedah atau incisi dan drainase untuk mendukung efek obat dalam perawatan infeksi

nekrotik paru-paru. Obat yang digunakan biasanya adalah ampotericin B, dan dapat

didukung atau digantikan oleh ketokonazole aatau fluconazole (Regezi dan Sciubba,

1993).

F. Squamous Cell Carcinoma (SCC)

F.1 Definisi

Karsinoma sel skuamosa adalah suatu proliferasi ganas dari keratinosit epidermis.

Penyebab SCC adalah multifaktorial, dapat berasal dari luar (ekstrinsik) maupun dari

dalam (intrinsik). Faktor ekstrinsik meliputi merokok, alcohol, syphilis, dan sinar

matahari. Sedangkan faktor intrinsik yaitu status sistemik, misalnya malnutrisi atau

anemia defisiensi besi. SCC lebih banyak dijumpai pada laki-laki, terutama pada usia 40-

50 tahun (Neville, 2009).

Nama lain SCC antara lain epitelioma sel skuamous, karsinoma sel prickle,

karsinoma epidermoid, dan cornified epithelioma (Rata, 1999).

Gambar 11. Squamous cell carcinoma pada bibir

SCC sering terjadi pada daerah yang banyak terpapar sinar matahari seperti

wajah, telinga, bibir bawah, punggung, tangan, dan tungkai bawah. Secara klinis ada

2 bentuk SCC, yaitu :

Page 24: Pbl Bucukkk Super Bucuk

a. SCC in situ

Karsinoma ini terbatas pada epidermis dan terjadi pada berbagai lesi kulit

yang telah ada sebelumnya seperti solar keratosis, kronis radiasi keratosis,

hidrokarbon keratosis, arsenical keratosis, dan penyakit bowen. SCC in situ dapat

menetap di epidermis dalam jangka waktu lama.

b. SCC invasif

SCC invasif dapat berkembang dari SCC in situ dan dapat juga dari kulit

normal. SCC invasif yang dini baik yang muncul pada karsinoma in situ, lesi

premaligna atau kulit normal, biasanya berupa nodul kecil dengan batas yang

tidak jelas, berwarna sama dengan kulit atau agak sedikit eritema. Permukaannya

mula-mula lembut kemudian berkembang menjadi verukosa atau papilomatosa.

Ulserasi biasanya timbul dan dapat dijumpai krusta (Partogi, 2008).

F.3 Penampakan Klinis

Pada fase awal pertumbuhan SCC biasanya tidak terasa sakit, hal inilah yang

membuat pasien tidak segera memeriksakan kondisi tersebut ke dokter gigi. Lesi SCC

dimulai dengan bercak indurasi tidak nyeri pada lidah atau mukosa mulut yang sering

mengalami ulserasi membentuk ulkus dengan batas irregular dan tepi meninggi dan

mengeras (Neville, 2009). SCC dapat menetap di epidermis dalam jangka waktu yang

lama dan tidak dapat diprediksi, dapat menembus lapisan basal sampai ke dermis dan

selanjutnya bermetastase melalui limfonodi regional (Partogi, 2008). Kemampuan

metastasis berhubungan dengan ukuran kedalaman invasi tumor dan status imunologi

penderita (Rata, 1999).

SCC intra oral paling sering terjadi pada lidah (permukaan ventral dan poterior

lateral), dapat juga terjadi pada mukosa bukal dan labial, palatum, serta gingiva.

Gambaran klinis SCC mirip dengan ulserasi pada tuberculosis, infeksi jamur, syphilis,

dan ulkus traumatik kronis (Neville, 2009).

2.6.4 Histopatologis dan Radiografis

Secara histopatologi SCC terdiri dari massa yang irregular dari sel-sel epidermis yang

berproliferasi dan menginvasi ke dermis. Sel-sel tumor tersusun konsentris disertai massa

Page 25: Pbl Bucukkk Super Bucuk

keratin, sehingga terbentuk mutiara tanduk (horn pearls) yang khas pada SCC (Partogi,

2008). Stroma terdiri dari jaringa ikat dengan sebukan sel-sel radang limfosit (Neville,

2009).

Ketika terdapat destruksi jaringan tulang sekitar, dapat terasa sakit atau sama sakali

tidak sakit. Secara radiograf akan tampak gambaran radiolusen berupa “moth-eaten”

dengan batas yang tidak tegas (Neville, 2009).

F.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan squamous cell carcinoma adalah dengan pembedahan, radioterapi,

dan kemoterapi. Keganasan ini sensitif terhadap radioterapi, yang dapat dikombinasikan

dengan kemoterapi (kemoradioterapi). Prognosis tergantung pada stadium penyakit

dan cukup baik bila tidak didapatkan pembesaran limfonodi (James dan Bonner, 2006).

Page 26: Pbl Bucukkk Super Bucuk

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan skenario, seorang pasien datang dengan mengeluhkan adanya ulkus pada

mukosa oral yang tidak kunjung sembuh sejak 2 bulan yang lalu yang dirasa justru semakin

membesar. Diameter ulkus kurang lebih dari 1 cm tepi ulkus terlihat jelas, meninggi, kenyal pada

palpasi. Yang menjadi fokus utama dalam kasus ini adalah ulkus kronis yang tak kunjung

sembuh. Ulkus kronis yang terjadi di dalam rongga mulut yang justru semakin membesar dan

tidak sembuh mengarah kepada manifestasi suatu penyakit sistemik yang sedang berlangsung

atau kearah keganasan. Setelah dilakukan pemeriksaan ekstra oral dijumpai adanya pembesaran

dan mobilitas pada limfonodi submandibular kiri. Riwayat pasien yang merupakan perokok berat

juga memperparah kejadian dari ulserasi pada rongga mulut ini. Menurut Ramkant dkk. (2008)

pasien dengan riwayat konsumsi tembakau jangka panjang akan lebih mudah mengalami ulserasi

pada mukosa oral yang merupakan tempat paling mudah untuk masuknya organisme ke dalam

tubuh.

Berdasarkan pemeriksaan klinis intra oral berupa ulkus oral yang tak kunjung sembuh dan

pemeriksaan ekstra oral berupa pembesaran limfonodi submandibular maka dapat ditarik

diagnosis diferensial pada kasus ini yaitu ulkus oral pada penderita HIV, oral tuberculosis,

syphilis primer, Squamous Cell Carcinoma, dan deep fungal infection. Menurut Piluso dkk

(1996), pada penderita dengan HIV AIDS akan menderita long standing oral ulcer. Lesi pada

syphilis primer, oral tuberculosis dan squamous cell carcinoma juga bersifat kronis (Neville dkk,

2009). Menurut Burket dkk. (2008), long standing chronic oral ulcer merupakan lesi infeksius

yang telah berlangsung lama, biasanya terjadi pada penderita deep fungal infection. Infeksi yang

tak kunjung sembuh akibat infeksi jamur memiliki ciri-ciri yang serupa dengan SCC, oral TB,

dan primary syphilis.

Untuk menegakan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

histologis, pemeriksaan radiografis, analisis serum HIV, kultur acid fast bacilli dan kultur fungi.

Analisis serum HIV berupa penghitungan jumlah CD4. Pada orang sehat, jumlah CD4nya

berkisar 500--1500. Apabila terinfeksi HIV, jumlah ini biasanya akan turun terus. Jumlah CD4

inilah yang mencerminkan kesehatan sistem kekebalan tubuh kita, semakin rendah, semakin

Page 27: Pbl Bucukkk Super Bucuk

rusak. Jika CD4 di bawah 200, sistem kekebalan tubuh sudah rusak sehingga terjadi infeksi

opurtunistik (IO). Penderitanya dinyatakan acquired immune deficiency syndrome (AIDS).

Analisis serum HIV menunjukan hasil yang negatif sehingga ulkus kronis pada penderita HIV

AIDS di eliminasi dari diferensial diagnosis.

Pada pemeriksaan histopatologis terlihat adanya epitheloid histiocyst dan sel giant

langhans. Epitheloid histiocytes (epitheloid cells) merupakan makrofag yang aktif dengan bentuk

yang menyerupai sel epitel, memanjang, bergranuler halus dengan sitoplasma berwarna pink dan

nukleus berbentuk ovoid. Sel-sel ini saling bergabung membentuk giant cells (giant cells

langhans). Sel giant langhans merupakan sel yang berukuran sangat besar yang dapat dilihat

pada kondisi inflamasi granulomatous seperti tuberculosis, syphilis, squamous cell carcinoma

dan deep fungal infection. Hal ini sesuai dengan skenario yang menyebutkan bahwa pada

pemeriksaan biopsi ulkus nampak adanya descrete granuloma yang menunjukan suatu kondisi

inflamasi granulomatous.

Pada pemeriksaan biopsi juga terlihat adanya necrosis caseous central. Pada beberapa jenis

penyakit, pemeriksaan mikroskopis pada granulomanya juga dapat dijumpai adanya central

necrosis yang dikelilingi oleh histiosit dalam pola radial. Necrosis Central Caseous adalah suatu

bentuk nekrosis jaringan dimana garis tepian atau outline selular telah hilang dan

penampakannya menyerupai keju yang telah mencair. Central necrosis dengan bentuk

menyerupai keju (chessy necrosis tau caseous necrosis) dapat dijumpai pada penyakit

tuberculosis dan syphilis. Menurut Regezzi (1993), pada squamous cell carcinoma terlihat

adanya ulcer nekrotik pada bagian tengah lesi yang disebut juga central necrosis. Namun pada

SCC tidak dijumpai adanya nekrosis central dengan perkejuan (caseous central necrosis)

sehingga SCC dapat dieliminasi dari diferensial diagnosis. Pada deep fungal infection, tidak

dijumpai adanya caseous central necrosis sehingga dapat disimpulkan bahwa deep fungal

infection bukan merupakan diagnosis final dari kasus ini. Hal ini juga ditunjang oleh

peemeriksaan kultur fungi yang menunjukan bahwa hasil kultur fungi negatif. Sehingga

tersisalah 2 diagnosis diferensial dari kasus ini yaitu tuberculosis dan syphilis.

Pemeriksaan penunjang berikutnya adalah tes acid bacilli. Tes acid fast bacilli

merupakan suatu tes untuk melihat sifat resistensi dari suatu organisme terhadap dekolorisasi

oleh asam selama proses pewarnaan. Tes ini peka terhadap beberapa jenis bakteri tertentu yang

memiliki karakteristik khusus dan sulit untuk diidentifikasi dengan mengunakan metode

Page 28: Pbl Bucukkk Super Bucuk

pewarnaan biasa (pewarnaan gram). Berikut ini adalah beberapa jenis organisme yang peka

terhadap tes acid fast bacilli : 1. Seluruh jenis Mycobacteria (M.tuberculosis, M.leprae,

M.smegmatis dan jenis Myobacterium atipi), 2. Nocardia (merupakan genus bakteri yang dapat

menyebabkan infeksi pada pada paru-paru, otak atau kulit, infeksi Nocardia biasanya menyerang

pada individu dengan kondisi imun yang lemah), 3. Head of sperm, dan 4. Beberapa parasit

coccidian seperti Cryptosporidium parvum, Isospora belli, dan Cyclospora cayetenensis.

Hasil tes acid bacilli menunjukan hasil yang negatif, sedangkan Mycobacterium

tuberculosis yang merupakan bakteri penyebab tuberculosis peka terhadap tes acid fast bacilli.

Namun, untuk menyimpulkan apakah suatu individu terkena infeksi dari infeksi Mycobacterium

tuberculosis tidak cukup hanya melalui tes acid fast bacilli saja, diperlukan adanya pemeriksaan

penunjang yang lain yaitu uji tuberculin (mantoux) dan tes PCR.

Tes mantoux atau tuberculin adalah tes untuk mendeteksi/mengetahui adanya infeksi

kuman Tuberkulosis (TBC). Tes ini sudah lama dikenal, tetapi hingga saat ini masih mempunyai

nilai diagnostik yang tinggi terutama pada anak dengan sensitivitas dan spesifisitas di atas 90 %.

Tes mantoux dilakukan dengan cara menyuntikkan tuberkulin ( suatu komponen protein kuman

TBC yang mempunyai sifat antigenik yang kuat) ke dalam lapisan kulit lengan bawah seseorang.

Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikkan sehingga disebut juga dengan tes

tuberkulin. Protein tadi (tuberkulin) bila disuntikkan ke dalam lapisan kulit seseorang yang telah

terinfeksi TBC akan menimbulkan reaksi di kulit tersebut berupa benjolan kemerahan (indurasi)

setelah 48-72 jam kemudian. Yang diukur adalah diameter benjolan (indurasi) bukan kemerahan

yang terjadi setelah penyuntikkan. Apabila diameter indurasi 0-4 mm dinyatakan negatif. Bila

diameter 5-9 dinyatakan positif meragukan, karena dapat disebabkan oleh infeksi kuman

M.atipik atau karena anak pernah diimunisasi BCG. Untuk hasil yang meragukan ini, jika perlu

diulang. Untuk menghindari efek dari penyuntikan sebelumnya (efek booster), ulangan dilakukan

2 minggu kemudian.

Tes mantoux positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut : 1. Infeksi TBC

alamiah: Infeksi TBC tanpa sakit, infeksi TBC dan sakit TBC, dan pasca terapi TBC, 2.Imunisasi

BCG, 3. Infeksi mikobakterium atipik/M. leprae. Sedangkan hasil tes mantoux negative bisa

muncul pada keadaan sebagai berikut : 1. Tidak ada infeksi TBC, 2. Dalam masa inkubasi infeksi

TBC ( maksudnya kuman sudah masuk tapi belum timbul gejala dan belum terbentuk kompleks

primer), 3. Anergi (anergi merupakan keadaan dimana tubuh tidak dapat memberikan reaksi

Page 29: Pbl Bucukkk Super Bucuk

terhadap suntikan tuberkulin karena gangguan sistem imun orang tersebut walaupun sebenarnya

sudah terinfeksi kuman TBC).

Berdasarkan paparan tersebut maka dapat disimpulkan jika hasil tes mantoux negative

belum tentu individu tersebut tidak terkena infeksi TBC karena bila infeksi TBC masih dalam

fase inkubasi akan menunjukan hasil negative terhadap tes tuberculin. Sehingga diperlukan

adanya tes khusus untuk mendiagnosa TB yaitu tes PCR (Polymerase Chain Reaction). Tes ini

berguna untuk mendeteksi material genetik bakteri. Tes ini sangat sensitif dimana dapat

mendeteksi jumlah yang sangat kecil dari bakteri TB dan spesifik hanya untuk mendeteksi

bakteri TB. Jika hasil tes PCR positif maka dapat disimpulkan bahwa indisidu tersebut positif

menderita tuberculosis. Terapi medikasi yang diperlukan untuk pasien yang menderita

tuberculosis antara lain Isoniazid dan Rifampin yang digunakan sebagai pengobatan dasar TBC

selama 3-6 bulan, dengan dosis Isoniazid 5 mg/kg dan Rifampin 10 mg/kg dan tetap dilakukan

tes rutin. Jika terjadi resistensi dapat digunakan Pyrazinamide dan Streptomycin sulfate atau

Ethambutol Hcl sebagai satu kesatuan yang disebut Triple Drugs. Dosis dari obat tersebut adalah

Pyrazinamide 15-30 mg/kg dan Streptomycin 12-18 mg/kg.

Untuk mendiagnosis syphilis juga diperlukan adanya beberapa pemeriksaan penunjang

lain yaitu pemeriksaan langsung dari ulkus dengan menggunakan dark field examination dan

PCR dan pemeriksaan tidak langsung berupa tes serologis syphilis. Tes ini terdiri dari 2 macam

tes yaitu tes treponema (TPI, FTA-ABS, TPHA) dan tes non treponema (VDRL dan RPR). Jika

hasil tes-tes tersebut positif maka dapat disimpulkan bahwa pasien menderita infeksi Treponema

pallidum.

Page 30: Pbl Bucukkk Super Bucuk

Jika pasien terinfeksi syphilis dan bila dilihat berdasarkan ciri-ciri yang nampak pada

kasus, pasien dapat didiagnosis menderita syphilis primer. Syphilis primer merupakan tahap awal

organisme mulai menginvasi ke dalam tubuh. pada awal mulanya, tanda-tanda seorang pasien

terjangkit infeksi ini belum terlihat. Periode inkubasi terjadi selama 10-90 hari. Pada kasus, ulkus

tersebut tak kunjung sembuh selama 2 bulan. Setelah itu, ulkus pada mukosa oral atau genital

mulai nampak. Sekitar 70% pasien dengan syphilis primer juga mengalami pembengkakan

limfonodi submandibular bilateral atau pada regio terjadinya ulkus pada mukosa, jadi seandainya

terjadi ulkus pada mukosa bukal sebelah kanan maka limfonodi yang membengkak juga

limfonodi submandibular sebelah kanan. Pada kasus ulkus terjadi pada mukosa bukal sebelah

kiri dan limfonodi yang membengkak adalah limfonodi submandibular sebelah kiri. Ulkus pada

mukosa oral penderita syphilis primer memiliki ciri berupa ulkus soliter dengan tepi ulkus yang

meninggi, ireguler dan dasar ulkus yang dalam. Pada pemeriksaan histologis terlihat adanya

giant sel langhans dan necrosis central caseousa. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri dan pemeriksaan

histologis ulkus pada pasien. Pada syphilis primer juga tidak dijumpai adanya kelainan pada

regio maksilofasial.

Terapi medikasi pada penderita syphilis adalah sebagai berikut : 1. Benzatin benzyl

penisilin G 2,4 juta IU intramuskuler, dosis tunggal, 2.Prokain benzyl penisilin 0,6 juta IU/hari,

instramuskuler selama 10 hari berturut-turut, 3. Untuk penderita alergi penisilin dapat diberikan

Doksisiklin 2x100 mg/hari per oral selama 30 hari, Tetrasiklin 4x500 mg/hari per oral selama 30

hari, dan Eritromisin 4x500 mg/hari selama 30 hari

Page 31: Pbl Bucukkk Super Bucuk

BAB V

KESIMPULAN

1. Ulkus dapat dibagi menjadi 3 jenis antara lain ulkus yang akut, rekuren, dan kronis

2. Ulkus kronik tanpa komplikasi sulit untuk sembuh karena penderita terus berjalan dan

terjadi proses pemecahan jaringan granulasi. Bila terdapat luka (ulkus) yang tidak

kunjung sembuh sendiri dalam kurun waktu hingga lebih dari 3 minggu, ataupun

ditemukan perubahan dalam rongga mulut, bersegeralah untuk memeriksakankepada

dokter yang memiiki kompetensi lhusus lhusu pada bidang terkait.

3. Long standing oral ulcer dapat ditemukan pada beberapa penyakit , antara lain HIV,

Syphilis , TBC, Deep Fungal Infection dan Squamous Cell Carcinoma (SCC)

4. Berdasarkan cirri-ciri lesi yang ada, maka differential diagnosis pada kasus ini adalah:

a. TBC

b. Syphilis Primer

5. Untuk menentukan diagnosis yang tepat maka perlu dilakukan tes Mantoux untuk TBC

dan untuk syphilis perlu dilakukan tes secara langsung dari ulkus ( Reitz serum), yaitu

dark field examination dan PCR ; dan secara tidak langsung yaitu TSS (Tes Serologis

Syphilis)/ STS (Serologyc Test for Syphilis), Tes Treponema:TPI, FTA-ABS, TPHA,

Tes Non-Treponema VDRL sebagai skrining dan RPR untuk konfirmasi diagnosis

Page 32: Pbl Bucukkk Super Bucuk

DAFTAR PUSTAKA

Amin Z dan Bahar A, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi V, Interna Publishing, Jakarta, hal. 30-48.

Anonim, 2008, http://www.nlm.nih.gov/meedlineplus/ency/article/000679.htm, diunduh: 5 Mei 2011

Anonim, 2005, http://www.encyclopedia.com/toppic/syphilis.aspx, diunduh: 5 Mei 2011

Birnbaum W, Dunne SN, 2009, Diagnosis dalam Kelainan Mulut, EGC, Jakarta.

Burket LW, Greenberg MS, Glick M, Ship JA, 2008, Burket’s Oral Medicine, 11th edition, BC Decker Inc, USA.

Dixit R, Sharma S, Nuwal P, 2008, India J Tuberc, 55:51-53

Hasibuan S, 2006, Penuntun Prosedur Diagnosa Penyakit Mulut, Bina Teknik Press, Medan.

James A, dan Bonner, MD. Radiotherapy Plus Cetuximab for Squamous Cell Carcinoma of the Head and Neck. New England Journal Med 2006; 354: 567-578.

Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y, 2002, Kamus Saku Kedokteran Dorland, edisi 25, EGC, Jakarta.

Langlais RP, dan Miller CS, 2000, Atlas Berwarna: Kelainan Rongga Mulut yang Lazim, Hipokrates, Jakarta, hal.94.

Little JW, 2008, Dental Management of The Medically Compromised Patient, 7th ed., Mosby Elsevier, Missouri, hal 115-22.

Page 33: Pbl Bucukkk Super Bucuk

Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. 2009. Oral and Maxillofacial Pathology. 3rd edition. Elsevier. St Louise.

Partogi, D. 2008. Karsinoma Sel Skuamosa. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU. Medan.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006, Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Indah Offset Citra Grafika, Jakarta, ha1. 47.

Philips PA, DeMoranville, V.E, 2007, Acid-fast culture : encyclopedia, http://www.enotes.com/nursing-encyclopedia/acid-fast-culture , diunduh: 5 Mei 2011

Pinborg JJ, 1994, Atlas Penyakit Mukosa Mulut, edisi ke-4, diterjemahkan oleh drg.Kartika Wangsaraharja, Bina Rupa Aksara, hal 56-58.

Piluso S, Ficcara G, Lucartoto FM, orsi A, Dionisio D, Stendardi L, Eversole LR, 1996, Cause of Oral Ulcer in HIV Patients : a study of 19 cases, Oral Pathol, 82(2) : 166-72.

Rata, IGAK. 1999. Tumor Kulit dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3. Jakarta : FKUI. Hal 207-215.

Regezi JA dan Sciubba JJ, 1989, Oral Pathology : Clinical Pathologic Correlation, 1st ed, WB. Saunders, Philadelphia.

Regezi JA dan Sciubba JJ, 1993, Oral Pathology : Clinical Pathological Correlations, 2nd ed, WB. Saunders Company, Philadelphia.

Sayidi A, 2008, Tindakan Pencegahan Penularan Penyakit Infeksi Pada Praktek Dokter Gigi, http://transporter.blogsome.com/category/kesehatan/, diunduh: 5 Mei 2011

Scully C, Felix DH, Oral medicine--update for the dental practitioner, Aphthous and other common ulcers, Br Dent J, 2005; 199:259-264

Sonis, ST, Fazio RC, Dan Fang LST, 2003, Oral Medicine Secrets, Hanley & Belfus Inc. Philadelphia, Hal 226-227