pbl blok 23

24
Rhinosinusitis Maksilaris Rainy Chandranata Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus.Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungandaerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara. 1 Terdapat empat pasangsinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi,sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dansinus sphenoidalis di belakang bola mata. 1,2 Sampai saat ini sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh pada manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya bervariasi pada tiap individu. 2 Terdapat membran yang melapisi sinus tersebut yang mensekresikan mukus, yang mana akan mengalir ke rongga hidungmelalui sebuah saluran kecil pada setiap sinus tersebut. Sinus yang sehat tidak mengandung bakteri yang belum steril. Sinus maksila mulai berkembang pada usia tiga bulan kehamilan, yang merupakan bagian dari ektoderm Pertumbuhan cepat sinus maksila terjadi pada usia 3 tahun pertama dan mengalami perlambatan sampai usia 7 tahun. Pertumbuhan cepat kedua terjadi pada usia 7-12 1

Upload: frans-lei

Post on 06-Nov-2015

230 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas mata

TRANSCRIPT

Rhinosinusitis MaksilarisRainy ChandranataMahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaPendahuluanTulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus.Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungandaerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara.1 Terdapat empat pasangsinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi,sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dansinus sphenoidalis di belakang bola mata.1,2Sampai saat ini sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh pada manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya bervariasi pada tiap individu.2 Terdapat membran yang melapisi sinus tersebut yang mensekresikan mukus, yang mana akan mengalir ke rongga hidungmelalui sebuah saluran kecil pada setiap sinus tersebut. Sinus yang sehat tidak mengandung bakteri yang belum steril.Sinus maksila mulai berkembang pada usia tiga bulan kehamilan, yang merupakan bagian dari ektoderm Pertumbuhan cepat sinus maksila terjadi pada usia 3 tahun pertama dan mengalami perlambatan sampai usia 7 tahun. Pertumbuhan cepat kedua terjadi pada usia 7-12 tahun, kemudian tumbuh lambat sampai dewasa. Pada usia 12 tahun dasar sinus maksila sejajar dengan dasar hidung kemudian dasar sinus semakin ke inferior mendekati alveolus saat erupsi gigi permanen.Alamat Korespondensi: 102011192, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2011, Kelompok : A7. Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510,Telp: 021-5694201ext.2061, [email protected] perempuan usia 28 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan pilek tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh sering sakit kepala. Terdapat nyeri di sekitar pipi bila ditekan.Hipotesis

Perempuan 28 tahun memiliki gangguan sinusitis maksilarisPembahasanAnatomi dan Fisiologi

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml. Sinus maksila berbentuk segitiga atau piramid. Dinding anterior adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya ialah permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral ronggahidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dining inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu permolar (P1 dan P2), molar (M1, M2 dan M3), dan caninus (C), bahkan akar-akar gigi tersebutdapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. Ostium sinus maksila terletk lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia. Drainase harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum yaitu bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila danselanjutnya menyebabkan sinusitis. Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior yang dinamakan komples osteo-meatal (KOM) yang terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus fontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila. Di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Tetapi beberapa teori mengemukakan fungsinya sebagai pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.1AnamnesisAnamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui suatu percakapan antara seorang dokter dan pasien secara langsung atau melalui perantara orang lain yang menfetahui kondisi pasien dengan tujuan untuk mendapatkan data pasien berserta permasalahan medisnya. Anamnesis dibagi menjadi dua yaitu autoanamnesis, bila dokter bisa menanyakan keluhan-keluhan yang dihadapi langsung dengan si penderita, dan alloanamnesis, bila kondisi si penderita tidak memungkinkan untuk ditanyai sehingga dokter menanyakan keluhan kepada orang yang mengetahui kondisi pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan sangat berharga untuk menegakan suatu diagnosis.3 Identitas pasien seperti nama, alamat, umur, status, dan pekerjaan ditanyakan untuk mengetahui gambaran stressor pada setiap penyakit. Pada kasus seperti ini biasanya keluhan utamanya adalah pilek atau hidung tersumbat yang telah berlangsung terus menerus. Tanyakan onset timbulnya pilek, apakah pilek berlangsung sepanjang hari atau pada waktu tertentu, faktor yang memperburuk, konsistensi dan warna lendir. Tanyakan juga keluhan-keluhan lain yang dialami pasien, seperti demam, sakit kepala, mual/muntah,dll. Riwayat penyakit dahulu juga perlu untuk ditanyakan untuk memastikan apakah merupakan serangan akut atau sudah berlangsung kronis. Riwayat alergi pasien juga ditanyakan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit yang disebabkan oleh alergi. Tanyakan juga apakah pasien sedang dalam pengobatan penyakit lain atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu, atau sudahkah pasien mengkonsumsi obat untuk mengurangi keluhan dan efek setelahnya. Riwayat penyakit keluarga juga perlu ditanyakan. Riwayat kebiasaan pasien seperti merokok, penggunaan inhaler atau obat-obatan yang digunakan secara inhalasi juga ditanyakan untuk menyingkirkan penyebab-penyebab seperti di atas. Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan pilek yang telah berlangsung sejak 2 minggu yang lalu disertai dengan sakit kepala dan nyeri tekan di sekitar pipi.Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik dilakukan secara lengkap dan menyeluruh dari kepala sampai kaki. Pemeriksaan umum yang harus dilakukan adalah kondisi umum, dan tanda-tanda vital. Pemeriksaan pertama kita lihat kondisi umum pasien saat datang, apakah kompos mentis; apatis; delirium; somnolen; sopor; atau koma. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital kita harus melihat suhu, tekanan darah, frekuensi napas dan denyut nadi. Setelah itu kita melakukan pemeriksaan sesuai keluhan pasien.4

Pemeriksaan dilakukan mulai dari pemeriksaan rongga hidung, lihat bagaimana sekret yang dihasilkan, warna dinding mukosa hidung, adakah massa, dll. Inspeksi bagian fasial apakah ada perubahan bentuk, warna, pembengkakan, serta perhatikan posisinya. Periksa juga rongga telinga dan mulut untuk memastikan tidak ada infeksi atau gangguan lainnya. Palpasi dan perkusi bagian sinus paranasalis, yang pada kasus ini ditemukan nyeri pada bagian maksila. Pemeriksaan di daerah rongga toraks, baik perkusi, palpasi, dan auskultasi juga perlu dilakukan untuk memeriksa apakah ada gangguan di saluran pernapasan lainnya. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dan C-reactive protein meningkat pada pasien sinusitis tapi hasil ini tidak spesifik. Hasil pemeriksaan darah lengkap juga diperlukan sebagai acuan pembanding. Pemeriksaan sitologi nasal berguna untuk menjelaskan beberapa hal seperti allergic rhinitis, eosinophilia, nasal polyposis dan aspirin sensitivity. Kita juga dapat melakukan kultur pada produk sekresi nasal akan tetapi sangat terbatas karena sering terkontaminasi dengan normal flora.Pemeriksaan imaging dilakukan terutama untuk mendapatkan gambaran sinus yang dicurigai mengalami infeksi. Ada beberapa pilihan imaging yang dapat dilakukan yaitu plain radiography (kurang sensitif terutama pada sinus ethmoidal), CT scan (hasilnya lebih baik dari pada rontgen tapi agak mahal), MRI (berguna hanya pada infeksi jamur atau curiga tumor) dan USG (penggunaannya terbatas).5Transluminasi dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksilaris dan sinus rontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Pemeriksaan transluminasi bermakna bila salah satu sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.1,5Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi cranium waters/lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level ) dan opasitas yang memenuhi pada mukosa cavum nasi bilateral sinus yang sakit. Pemeriksaan radiologik pada sinusitis kronis tidak dianjurkan, penggunaannya dibatasi hanya untuk sinusitis maksilaris akut atau sinusitis frontalis.6CT scan salah satu modalitas yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi anatomi dan patologi sinus. Diagnosis differential (diagnosis banding) Rhinitis AllergikaRhinitis adalah inflamasi pada membran mukosa di hidung. Berdasarkan penyebabnya, dibagi menjadi 2, yaitu rhinitis alergi karena allergen dan rhinitis nonalergi yang disebabkan faktor-faktor pemicu seperti obat(rhinitis medicamentosa), atau karena abnormalitas structural (rhinitis structural). Rhinitis alergi muncul ketika membran mukosa terpapar oleh allergen sehingga memberikan respon yang diperantarai oleh immunoglobulin E (IgE). Respon ini memacu pelepasan mediator inflamasi. Rhinitis alergi dikarakteristik oleh bersin-bersin, hidung berair, nasal kongesti, mata merah, berair, dan gatal. Biasanya rhinitis alergi terjadi pada individu yang sensitif.2 Polip nasalisPolip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma. Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore.Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung. Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal persisten. Sakit kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.2,6 Sinusitis ethmoidalisGejala sinusitis ethmoidalis berupa malaise ringan sampai berat, nyeri kepala dan nyeri tekan diantara kedua mata dan diatas jembatan hidung, drainase dan sumbatan hidung. Tampak mukosa dari nasal mengalami edema dan hiperemis serta adanya mukus purulen. Seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita.Working DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palapsi, transiluminasi, rhinoskopianterior dan posterior. Pada inspeksi diperhatikan adalah pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan dapat menunjukkan sinusitis maksila akut. Pada palpasi, terdapat nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila. Pada pemeriksaan transiluminasi, manfaatnya terbatas sehingga sudah sangant jarang dilakukan. Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk memeriksa sinus maksila dan frontal bila tidak tersedia pemeriksaan radiologik. Apabila transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, kemungkinan antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksila.Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior dan posterior, dan pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khasnyaadalah adanya pus di meatus medius. Naso-endoskopi juga dapat mempermudah danmemperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian yang rumit termasuk KOM.Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos dan CT scan. Pada foto polos diambil dalam posisi Waters, PA, dan lateral. Foto polos ini umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.CT scan merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomihidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena pemeriksaan ini mahal, maka hanya dikerjakan untuk sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pre-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.Dapat juga dilakukan pemeriksaan ke dalam sinus maksila dengan menggunakanendoskop (sinuskopi). Endoskop dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau fossa kanina. Dengan endoskop dapat dilihat kondisi sinus yang sebenarnya, selanjutnyadapat dilakukan irifasi sinus untuk terapi.1,2,6Manifestasi Klinik (sinus maksila)

Keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbatdisertai rasa nyeri takan pada muka dan sekret yang purulen. Terkadang sekret tersebut turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan malaise.

Keluhan nyeri tekan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitisakut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau di seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.6Etiologi (sinus maxila)Penyebab sinusitis akut ialah ISPA akibat virus, bermacam-macam rhinitis, terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteo-meatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di luat negeri adalah penyakit fibrosis kistik.Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.

Faktor lain juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan silia. Sinusitis maksilaris dengan asal geligi. Bentuk penyakit geligi-maksilaris yang khusus bertanggung jawab pada 10 persen kasus sinusitis yang terjadi setelahgangguan pada gigi. Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama, dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut terangkat.2,6EpidemiologiAngka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang, sedangkan sinusitis kronis lebih jarang kira-kira 1 dalam 1000 orang. Bayi di bawah 1 tahun tidak menderita sinusitis karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi sinusitis dapat terjadi pada berbagai usia dengan cara lain.5Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi saluran nafas atas 6 8 kali per tahun dan diperkirakan 5% 10% infeksi saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis. Menurut Rachelevsky, 37% anak dengan rinosinusitis kronis didapatkan tes alergi positif sedangkan Van der Veken dkk mendapatkan tidak ada perbedaan insiden penyakit sinus pada pasien atopik dan non atopik. Menurut Takahasi dan Tsuttumi sinusitis sering di jumpai pada umur 6-11 tahun. Sedangkan menurut Gray terbanyak di jumpai pada anak umur 5-8 tahun dan mencapai puncak pada umur 6-7 tahun.5Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis.6Patofisiologi

Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lender tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri pathogen.

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis.Polipoid berasal dari edema mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.7 Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan :1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum. Sedangkan permukaannya kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.

2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel.

3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.

4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari.

5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.7,8Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi : (1) Melalui suatu tromboflebitis dari vena yang perforasi ; (2) Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau nekrotik ; (3) Dengan terjadinya defek; dan (4) Melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia. Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara limfatik.8Pada sinusitus kronik perubahan permukaan mirip dengan peradangan akut supuratif yang mengenai mukosa dan jaringan tulang lainnya. Bentuk permukaan mukosa dapat granular, berjonjot-jonjot, penonjolan seperti jamur, penebalan seperti bantal dan lain-lain. Pada kasus lama terdapat penebalan hiperplastik. Mukosa dapat rusak pada beberapa tempat akibat ulserasi, sehingga tampak tulang yang licin dan telanjang, atau dapat menjadi lunak atau kasar akibat karies. Pada beberapa kasus didapati nekrosis dan sekuestrasi tulang, atau mungkin ini telah diabsorpsi.1Pemeriksaan mikroskopik pada bagian mukosa kadang-kadang memperlihatkan hilangnya epitel dan kelenjar yang digantikan oleh jaringan ikat. Ulserasi pada mukosa sering dikelilingi oleh jaringan granulasi, terutama jika ada nekrosis tulang. Jaringan granulasi dapat meluas ke periosteum, sehingga mempersatukan tulang dengan mukosa. Jika hal ini terjadi, bagian superfisial tulang diabsorpsi sehingga menjadi kasar. Osteofit atau kepingan atau lempengan tulang yang terjadi akibat eksudasi plastik, kadang-kadang terbentuk di permukaan tulang.7Terjadinya sinusitis secara kronis tak lepas dari proses inflamasi yang terdapat pada sinus paranasal. Manusia memiliki empat pasang sinus paranasal yang terdiri dari epitel kolumnar semu dengan silia. Di sela-sela epitel tersebut terdapat sel goblet yang terus menjaga kelembaban daerah sinus. Mukosa sinus menempel langsung pada tengkorak yang sering sekali menyebabkan penyebaran infeksi ke daerah orbita dan kompartemen intrakranial. Biasanya penyebaran infeksi ini terjadi pada pasien sinusitis akut yang tidak sempurna pengobatannya.7Sinus paranasal itu sendiri sebenarnya merupakan invaginasi dinding saluran napas ke dalam rongga-rongga tengkorak. Tidak terlalu jelas mengapa bentuk anatomis sinus paranasal seperti ini, namun fungsi yang diketahui hingga saat ini ialah sebagai rongga resonansi dan penyeimbang tekanan udara dalam tubuh. Invaginasi sinus ini terbagi menjadi sinus frontal, maksila, etmoid, dan sfenoid. Daerah sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior bermuara ke dalam hidung melalui kompleks osteomeatal yang terletak lateral dari meatus medial. Sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid membuka menuju meatus superios dan resesus sfenoetmoidal. Sedangkan ostium dari sinus maksila tersambung ke rongga hidung melalui saluran kecil yang dinamakan infundibulum. Saluran ini terletak di bagian tertinggi dari sinus, padahal letak maksila agak sedikit lebih ke bawah dari rongga hidung. Dengan demikan saluran ini melawan gaya gravitasi untuk mengalirkan mukus ke dalam rongga hidung. Lantai sinus maksila pun bersentuhan langsung dengan prosesus alveolaris gigi geligi. Akibatnya, infeksi gigi akan mudah menyebar menuju sinus maksila. Namun jika tidak ada infeksi, biasanya rongga sinus akan tetap steril meskipun terdapat jutaan kuman di dalam rongga hidung.Sinusitis terjadi jika kompleks osteomeatal di hidung mengalami obstruksi mekanis, baik itu akibat edema mukosa setempat atau akibat berbagai etiologi semisal ISPA atau rhinitis alergi. Keadaan ini membuat statis sekresi mukus di dalam sinus. Stagnasi mukosa ini membentuk media yang nyaman untuk pertumbuhan patogen. Awalnya, terjadi sinusitis akut dengan gejala klasik dan biasanya terdiri dari satu macam bakteri aerob saja. Jika infeksi ini dibiarkan terus-menerus, akan tumbuh pula berbagai flora, organisme anaerob, hingga kadang tumbuh jamur di dalam rongga sinus. Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesisi sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan juga. Infeksi sinus yang berulang dan persisten dapat terjadi tidak hanya akibat timbunan bakteri, tapi memang dari lahir orang tersebut sudah mengalami imunodefisiensi kongenital atau penyakit lain seperti fibrosis kistik.7 Penatalaksanaan

Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan opstium sinus. Antibiotik yang dipilih biasanya berupa golongan penisilin, misalnya amoksisilin. Apabila terjadi resistensi atau kuman tersebut memproduksi beta laktamase, maka terapi kombinasi seperti amoksisilin-klavulanat atau sefalosporin generasi ke 2 dapat menjadi pilihan. Antibiotik yang diberikan sekurang-kurangnya 10-14 hari meskipun gejala klinis sudah hilang.

Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diastemi). Amtihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke 2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alrgi yang berat.6

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini hampir menggantikan semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat. Sinusitis kronik disertai kista atau kelainan irreversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.6Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotika. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronisdengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah: Komplikasi Orbita. Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan terjadinya komplikasi orbita ini.:

Peradangan atau reaksi edema yang ringan

Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dindingtulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis

Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbitae.Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus dimana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septic.

Komplikasi Intrakranial. Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses otak Kelainan Paru. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebutsinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis.Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial.1,2,6KesimpulanSinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.Paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang, pada anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum.

Sinusitis terjadi jika ada gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus. Bila terjadi edema di kompleks ostio-meatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Akibatnya lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen.

Faktor predisposisi sinusitis adalah obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor dalam rongga hidung. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk tumbuhnya bakteri. Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan mukosa serta kerusakan silia.

Secara klinis sinusitis dibagi menjadi sinusitis akut, bila gejala berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronis bila lebih dari 3 bulan.

Gejala sinusitis yang banyak dijumpai adalah gejala sistemik berupa demam dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat sekret kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat dan rasa nyeri di daerah sinus yang terinfeksi serta kadang-kadang dirasakan juga ditempat lain karena nyeri alih (referred pain). Tetapi pada sinusitis subakut tanda-tanda radang akut demam, nyeri kepala hebat dan nyeri tekan sudah reda. Sedangkan pada sinusitis kronis selain gejala-gejala di atas sering ditemukan gejala komplikasi dari sinusitis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, foto rontgen sinus dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan pemeriksaan CT Scan. Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan roentgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.

Terapi sinusitis secara umum diberikan medikamentosa berupa antibiotik selama 10-14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan berupa golongan penisilin. Diberikan juga dekongestan sistemik dan analgetik untuk menghilangkan nyeri. Terapi pembedahan dilakukan jika ada komplikasi ke orbita atau intrakanial; atau bila nyeri hebat karena sekret tertahan oleh sumbatan yang biasanya disebabkan sinusitis kronis.

Daftar Pustaka

1. Mangunkusumo E, Nusjirwan R. Sinusitis. In: Soepardi EA,Iskandar N (eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5th Ed. Jakarta: Gaya Baru; 2001.h.120-124.

2. Hilger PA. Penyakit pada hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler PA , editor. Buku ajar penyakit THT. Jakarta : EGC;1997.h.200..

3. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h.7,26-74. Setiyohadi B, Subekti I. Buku ajar ilmu penyakit dalam : pemeriksaan fisis umum. Ed.5. Vol.1. Jakarta: Interna Publishing;2009. h. 29-33.5. Mehra P, Murad H. Maxillary Sinus disease of odontogenic origin. Otolaryngologic Clinic of North America. 2004. h. 347-64 6. Soepardi EA, dkk. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher, Edisi 6. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.145-537. .Kennedy DW, Bolger WE, Zinreich SJ.Diseases of the sinuses. Diagnosis and management. Ontario : B.C. Derker, Inc; 2006.p.35-45.8. Porth CM.Essentials of pathophysiology.Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins;2007.p.645-715