pbl b24

34
Leukimia Limfositik Akut Nisrina Nindriya (102012196 / A5) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit abnormal dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, neutropenia, trombositopenia) dan infiltrasi organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meningens, otak, kulit, atau testis). 1 Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi menjadi leukemia limfositik kronik/LLK (mengenai orang berusia lebih 55 tahun, dan jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik / LMK (mengenai orang dewasa), leukemia limfositik akut/LLA (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga mengenai dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang dewasa dan merupakan 20 % leukemia pada anak). 1

Upload: vkhen88

Post on 06-Nov-2015

225 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Leukimia Limfositik AkutNisrina Nindriya(102012196 / A5)Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat [email protected]

Pendahuluan Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit abnormal dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, neutropenia, trombositopenia) dan infiltrasi organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meningens, otak, kulit, atau testis).1Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi menjadi leukemia limfositik kronik/LLK (mengenai orang berusia lebih 55 tahun, dan jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik / LMK (mengenai orang dewasa), leukemia limfositik akut/LLA (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga mengenai dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang dewasa dan merupakan 20 % leukemia pada anak).

Pembahasan1. AnamnesisAnamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayatpenyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur, dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis bisa dilakukan dengan menanyakan langsung kepada sang pasien apa yang dihadapinya (autoanamnesis) atau bisa dokter tanyakan kepada ahli keluarga terdekat pasien (alloanamnesis). Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan lebih luas keluhan utama pasien. Awal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas penderita, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit yang dideritai oleh keluarga, dan riwayat sosial.Anamnesis pada kasus Leukemia Limfositik Akut (LLA) harus ditanyakan apakah ada gejala anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia, mudah sakit, sering demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi. Ada beberapa poin penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain: Keluhan utama: Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia. Pucat paling baik dinilai pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva. Keluhan penyerta: Biasanya anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit, mual, muntah, pusing, nyeri pada sendi, sehingga menunjukkan gejala seperti serangan demam berdarah bahkan dapat ditemukan kulit yang tampak kuning pucat seperti penyakit kuning.1 Perdarahan kulit berupa bercak kebiruan, perdarahan dari organ tubuh lainnya misalnya epistaksis, perdarahan gusi, hematuria dan melena.Pada kasus ini, dari anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa pasien laki-laki usia 10 tahun dengan keluhan utama pucak sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai demam hilang timbul yang telah berlangsung sejak 2 bulan yang lalu, perdarahan gusi dan mimisan.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Kelenjar Getah BeningKGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.1. Ukuran : normal bila diameter 0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal)1. Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan1. Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.1. Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.

Pemeriksaan sistem pemubuluh limfe:0. Inspeksi : Leher, ruang supraklavikuler dan aksila0. Palpasi : Submandibula, rantai kelenjar servikal anterior dan posterior, kelenjar limfe inguinal dan lienPerhatikan : fiksasi, tekstur, tanda-tanda tumor, perdarahan atau infeksi.

Pembuluh limfe dapat terserang penyakit di mana saja. Seluruh kulit mengandung pembuluh limfe. Jika meradang, terlihat sebagai garis merah terang, biasa berjalan memanjang. Jika tersumbat secara akut akan terasa nyeri. Bila kronis, tidak nyeri. Infeksi, leukemia dan limfoma merangsang dan melibatkan sistem ini. Bila menemukan limfadenopati difus, carilah adanya splenomegali. Kemudian carilah tanda-tanda perdarahan atau rendahnya jumlah trombosit, petekia dan ekimosis.

Pemeriksaan Hepar Palpasi Hepar :Letakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien inspirasi dalam & rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan anterior hepar.Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-benjol Perkusi hepar :Digunakan patokan 2 garis, yaitu garis yang menghubungkan pusar dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta dan garis yang menghubungkan pusar dengan processus kifoideus.Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut. ( 1/3 ). Harus pula dicatatkonsistensi, tepi, permukaan dan terdapatnya nyeri tekan.

Pemeriksaan LimpaPada neonates, normal masih teraba sampai 1 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu dengan limpa seperti lidah menggantung ke bawah, ikut bergeerak pada pernapasan, mempunyai insura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas. Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis ini diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama. Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat paha S.VIII.

3. Pemeriksaan Penunjang Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostic LLA, klasifikasi, prognostic, dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu:1. Hitung darah lengkap (complete blood count), dan apus darah tepiJumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis (lebih 100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari 0-100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3.1

2. Aspirasi dan biopsy sumsum tulangPemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik, dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang tidak dapat berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsy penting untuk evaluasi gambaran sitology.1

3. SitokimiaGambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan LLA dari leukemia mieloblastik akut (LMA). Pada LLA, pewarnaan sudden black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negative. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari precursor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid shift (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow cytometry.1

4. Imunofenotip (dengan sitometri arus/flow cytometry)Pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtype imunologi adalah antibody terhadap:a) Untuk precursor B: CD 10 (common ALL antigen), CD19, CD79A, CD22, cytoplasmic m-heavy chain, dan TdT.b) Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT.c) Untuk sel B: Kappa atau lambda, CD19, CD20, dan CD22.Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen myeloid. Antigen myeloid yang biasa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan dari antigen limfoid dan myeloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang, dan perjalanan penyakitnya buruk.1

5. SitogenetikAnalisis sitogenetik sangat berguna karena kelainan sitogenetik berhubungan dengan subtype LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostic. Translokasi t(8;14), t(2;8), dan t (8;22) hanya ditemukan pada LLA sel B, dan kelainan kromososm ini menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom Philadelphia, t(9;22)(q34;q11) yang khas untuk leukemia mielositik kronik dapat juga ditemukan pada 30%. Sel-sel blas tersebut dicirikan oleh morfologi, uji imunologik, dan analisis sitogenik. Untuk pemantauan lanjuta, dilakukan analisis penyakit residual minimal dengan pencirian menggunakan analisis PCR, penataan klonal gen V, atau gen TCR pada pasien tersebut. Analisis sitogenik memperlihatkan pola yang berbeda pada bayi, anak, dan dewasa, yang sebagian menjelaskan perbedaan prognosis pada kelompok kelompok tersebut.2,3Pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal harus dilakukan dan dapat menunjukkan bahwa tekana cairan spinal meningkat dan engandung sel leukemia. Pemeriksaan biokimia dapat memperlihatkan adanya kadar asam urat serum, laktat dehidrogenase serum yang meningkat, dan lebih jarang, hiperkalsemia. Uji fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagai dasar sebelum memulai pengobatan. Pemeriksaan sinar X mungkin memperlihatkan adanya lesi litik tulang dan massa mediastinum yang disebabkan pembesaran timus dan atau kelenjar getah bening mediastinum yang khas untuk T-ALL.2,3

Differential Diagnosis

Leukimia Mieloid AkutPada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin membedakan LLA dari LMA.Pada LLA, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi (dengan pengecualian ALL sel B).Sedangkan pada LMA, biasanya ditemukan tanda-tanda diferensiasi kearah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya. Diperlukan tes khusus untuk memastikan penegakan diagnosis LMA atau LLA dan untuk membagi lagi kasus-kasus LMA atau LLA ke dalam subtype yang berbeda.2,4Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya gambaran LMA dan LLA sekaligus. Ciri-ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama (biphenotypic) atau pada populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang tak wajar dari petanda imunologik atau penataan ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut leukemia akut hybrid dan pengobatan biasanya diberikan berdasarkan pola yang dominan.4Tanda dan gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekie yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina.1Penegakan diagnosis LMA dengan pewarnaan sitokimia dengan menggunakan sudan black B dan mieloperoksidase. Kedua pengecatan sitokimia ini akan memberikan hasil positif pada pasien LMA tipe M1, M2, M3, M4, dan M6.1 Leukimia Mieloid KronikPasien-pasien ini umumnya mempunyai riwayat ruam eksematosa, limfadenopati dan infeksi bakteri rekuren, karena itu dapat menyerupai penderita penyakit granulomatosa kronik. Pada saat diagnosis, penderita umumnya pucat dengan purpura serta pembesaran moderat hati dan limpa.2,4Temuan laboratorium yang konsisten adalah anemia, trombositopenia dan peningkatan jumlah leukosit, biasanya sekitar 50.000/mm3 (berkisar antara 15.000 200.000/mm3). Sediaan hapus darah mirip dengan gambaran LMK bentuk dewasa dengan adanya sel sel myeloid semua stadium diferensiasi. Dapat ditemukan monositosis yang mencolok, tetapi eosinofilia dan basofilia tidak konsisten. Sumsum tulang biasanya selular dengan megakriosit dan sel eritroid yang lebih sedikit dibanding LMK tipe dewasa.2Fosfatase alkali leukosit dapat normal atau menurun tapi tidak patognomonik. Proporsi hemoglobin fetal berkisar antara 30 70% dengan ciri ciri eritropoesis lainnya, seperti kurva disosiasi oksigen fetal, kadar hemoglobin A2, antibody terhadap antigen eritrosit dan struktur rantai gamma.2Kemoterapi dengan obat tunggal atau kombinasi amat terbatas atau tak bernilai dalam induksi remisi atau dalam memperpanjang angka kelangsungan hidup. Ada kemungkinan jumlah leukosit dapat diturunkan tanpa perubahan bermakna pada kadar hemoglobin atau trombosit. Dalam perjalanan LMK tipe juvenile, bentuk bentuk blas dapat meningkat tetapi tidak ada krisis blas yang khas seperti pada tipe dewasa.Pembesaran progresif terdapat pada organomegali.Median angka kelangsungan hidup sekitar 6 bulan; kelangsungan hidup sampai 2 tahun jarang ditemukan.Kematian terjadi akibat komplikasi kegagalan sumsum tulang.2 Leukimia Limfositik KronikLebih sering pada orang dewasa sedangkan pada anak sangat jarang. LMK lebih sering ditemukan daripada LLK. Tidak jarang ditemukan LMK yang berasal dari mielosis eritremik (jenis akut) yang kemudian berubah menjadi jenis campuran sebagai eritoleukemia dan kemudian berubah lagi menjadi LMK.2,4Gejala klinik biasanya ringan bahkan mungkin tidak tampak sakit. Kadang-kadang ditemukan secara kebetulan karena anak diperiksa darah untuk keperluan lain. Sering ditemukan gejala panas dan pucat tanpa perdarahan. Limfadenopati, hepatosplenomegali lebih nyata dibandingkan dengan leukemia akut dan merupakan gejala yang hampir selalu ditemukan. Pemeriksaan darah tepi selain menggambarkan anemia, juga yang sangat menyolok ialah jumlah leukosit sangat tinggi (100.000 500.000/mm3). Jumlah trombosit tidak terlalu rendah, biasanya masih lebih dari 100.000/mm3. Pada hitung jenis terlihat semua jenis sel dari stadium muda sampai tua. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan proliferasi dari seri yang terkena. Persentase sel terbanyak dari seri ini akan menetukan diagnosis morfologis. Pengobatannya ialah dengan radiasi limpa atau pemberian mileran, disamping menghindarkan infeksi sekunder. Radiasi diberikan sampai jumlah leukosit mencapai 10.000-20.000/mm3. Mileran diberikan dengan dosis 0,06mg/kgbb/hari. Prognosis leukemia kronik lebih baik daripada leukemia akut. Biasanya penderita dapat bertahan lebih lama; 20% lebih dari 5 tahun dan beberapa kasus sampai 20 tahun.2,5

5. Gambaran KlinisPresentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis berupa kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstrameduler oleh sel leukemia dan infiltrasi organ. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan pendarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang terjadi. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan:11. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada2. Anoreksia3. Nyeri tulang dan sendi (karena infilrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia)4. Demam, banyak berkeringat (gejala hipermetabolisme)5. Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis. Penyebab yang paling sering adalah Staphylococcus, Streptococcus, dan bakteri gram negative usus, serta berbagai spesies jamur.6. Perdarahan kulit (petechiae, ekimosis atraumatik), perdarahan gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna, perdarahan otak.7. Hepatomegali8. Splenomegali9. Limfadenopati10. Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T)11. Leukemia sistem saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi intracranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf otak terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic vocal.12. Keterlibatan organ lain : testis, retina, kulit, pleura, kulit, pericardium, tonsil.1-3

6. EpidemiologiInsiden LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun. Insiden LLA paling tinggi pada usia 3-7 tahun dengan 75% kasus terjadi sebelum usia 6 tahun. Terjadi peningkatan kedua setelah usia 40 tahun. 85% kasus berasal dari turunan sel B dan memiliki insidens jenis kelamin yang sama, untuk LLA sel T (T-ALL) yang 15%, terdapat sedikit predominansi pria. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai risiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai risiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.17. EtiologiPenyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan sindroma predisposisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA adalah:1. Radiasi ionic orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki mempunyai risiko relative keseluruhan 9,1 untuk berkembang menjadi LLA2. Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom, dan leukemia3. Merokok sedikit meningkatkan risiko LLA pada usia diatas 60 tahun4. Obat kemoterapi5. Infeksi Epstein Barr Virus berhubungan kuat dengan LLA L36. Pasien dengan sindroma Down dan Wiskott-Aldrich mempunyai resiko yang meningkat untuk menjadi LLA.1

8. PatogenesisPatogenesis LLA bervariasi. Polimorfisme sel germinativum tertentu pada sekelompok gen yang terutama berperan dalam perkembangan sel B (mis. IKZF1) lebih sering ditemukan pada pasien dengan LLA sel B. (B-ALL) daripada kontrol. Yang menarik, IKZF1 juga mengalami delesi di sel-sel leukemia pada 30% B-ALL reisiko tinggi dan 95% kasus LLA positif BCR-ABL1. Pada sebagian kasus, proses pertama terjadi di janin dalam rahim, dengan proses kedua mungkin dipicu oleh infeksi pada masa anak. Proses pertama adalah translokasi (mis. t(12;21)) atau mutasi titik. Proses kedua melibatkan perubahan jumlah salinan yang mengenai genom keseluruhan, yang sebagian menyandi fungsi-fungsi yang relevan untuk leukemogenesis. Pada kasus-kasus yang lain, penyakit tampaknya muncul sebagai mutasi setelah lahir pada sel progenitor limfoid.3Kelainan sitogenetik yang paling sering ditemukan pada penderita LLA dewasa adalah t(9;22)/BCR-ABL (20-30%) dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%). Kedua kelainan sitogenetik ini berhubungan dengan prognosis yang buruk. Fusi gen BCR-ABL merupakan hasil dari translokasi kromosom 9 dan 22 [t(9;22)(q34;q11)] yang dapat dideteksi hanya dengan pulse-field gel electrophoresis atau reverse- transcriptase polymerase chain reaction. ABL adalah nonreceptor tyrosine protein kinase yang secara enzimatik mentransfer molekui fosfat ke substrat protein, sehingga terjadi aktivasi jalur transduksi sinyal yang penting dalam regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel.1Kelainan yang lain yaitu -7, +8, dan karyotipe hipodiploid berhubungan dengan prognosis yang buruk; sedangkan t(10;14) dan karyotipe hiperdiploid tinggi berhubungan dengan prognosis yang baik. Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor yang mempunyai peranan penting dalam mengontrol progresi siklus sel, misalnya p16(INK4A) dan p15(lNK4B). Kejadian yang sering adalah delesi, mikrodelesi. dan penyusunan kembali gen (gene rearrangement) yang melibatkan p16(INK4A) dan p16(INK4B). Kelainan ekspresi dari gen supresor tumor Rb dan p53 ternyata lebih sering terjadi. Kelainan yang melibatkan dua atau lebih gen-gen ini ditemukan pada sepertiga pasien LLA dewasa.1

9. PenatalaksanaanPengobatan dibagi menjadi pengobatan suportif dan spesifik. Terapi suportif umum untuk kegagalan sumsum tulang meliputi:1. Pemasangan kateter vena sentral. Pemasangan kateter vvena sentral bisa dilakukan melaluli saluran kulit dari dada ke vena kava superior untuk memudahkan akses untuk memberikan kemoterapi, produk darah, antibiotic, makanan intravena, dll, dan untuk pengambilan darah bagi pemeriksaan laboratorium.2,32. Pencegahan muntah. Obat yang digunakan untuk mencegah atau mengobati emesis yang diinduksi obat adalah metoklopramid, fenotiazin (misalnya klorpromazin atau proklorperazin), antagonis reseptor 5-hidroksitriptamin tipe 3 (5-HT3) selektif (misalnya ondensetron), steroid (missal deksametason), benzodiazepine (missal lorazepam), atau kanabinoid (missal nabilon).2,33. Dukungan produk darah dengan transfuse eritrosit dan trombosit. Plasma beku segar mungkin perlu diberikan untuk mengatasi koagulapati.2,34. Alopurinol dan cairan intravena, kadang-kadang dengan alkalinisasi urin, untuk mencegah terjadinya sindrom lisis tumor.2,35. Profilaksis dan pengobatan infeksi. Terjadinya infeksi sangat berbahaya dalam pengobatan leukemia akut. Obat antimikroba oral seperti neomisin dan kolisin dapat diberikan untuk mengurangi flora usus dan flora komensal lain. Obat anti jamur seperti amfoterisin, flukonazol, atau intrakonazol. Antibiotika oral seperti siprofloksasin dapat mengurangi terjadinya infeksi gram negative dan kotrimoksazol digunakan sebagai profilaksis infeksi Pneumocystis. Untuk pengobatan infeksi, terapi antibiotic harus segeran diberikan setelah diambil darah dan biakan lain. Antibiotik yang lazim diberikan adalah golongan penisilin yang aktif terhadap Pseudomonasu (tazocin), monobaktam agen tunggal seperti meropenem, sefalosporin spectrum luas seperti seftazidim dengan teikoplanin untuk mengatasi Staphylococcus epidermidis yang merupakan sumber demam yang umum pada pasien dengan infuse intravena. Teikoplanin seringkali ditambahkan setelah 24-48 jam jika demam tidak mereda dan obat ini tidak terdapat dalam regimen awal. Apabila tidak terdapat respons, harus dipikirkan kemungkinan infeksi jamur atau virus, dan diberikan terapi yang sesuai, misalnya dengan amfoterisin atau asiklovir.2,3Keberhasilan terapi LLA terdiri dari control sumsum tulang dan penyakit sistemiknya, juga terapi atau pencegahan SSP. Hal ini dapat tercapai dengan kombinasi pemberian kemoterapi dan terapi pencegahan SSP (kemoterapi intratekal dan/atau sistemik dosis tinggi, dan pada beberapa kasus dengan radiasi kranial). Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5-3 tahun dengan tujuan untuk eradikasi populasi sel leukemia. Terapi LLA dibagi menjadi:1. Induksi remisi2. Intensifikasi dan konsolidasi3. Profilaksis susunan saraf pusat4. Pemeliharaan jangka panjang.1Tapi sebelum terapi dimulai, harus diperhatikan hal-hal berikut dari pasien:1. MetabolicHiperurisemia, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia sekunder dapat terjadi pada pasien dengan jumlah sel leukemia yang sangat banyak.Hal ini memerlukan hidrasi intravena, alkalinisasi urin, dan pemberian alupurinol untuk mencegah akumulasi asam urat.12. InfeksiSelain mielosupresi, terapi LLA dapat menekan imunitas seluler sehingga ada yang memberikan pencegahan terhadap infeksi virus herpes dan Pneumonytis carinii.13. HematologicBatas untuk pemberian transfuse sel darah merah tergantung dari keadaan fisiologic pasien. Transfuse sel darah merah harus dihindari pada pasien dengan hiperleukositosis karena dapat meningkatkan secara mendadak viskositas darah dan mempresipitasi leukostasis. Pada keadaan hiperleukositosis (leukosit >100.000/mm3) dilakukan leukoferesis atau pemberian prednisone selama 7 hari atau vinkristin sebelum terapi induksi remisi dimulai.1Terapi Induksi RemisiTujuan dari terapi induksi remisi adalah mencapai remisi komplit hematologic, yaitu eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum tulang dan kembalinya hematopoiesis normal. Tulang punggung terapi induksi remisi ini adalah prednisone dan vinkristin. Terapi ini biasanya terdiri dari prednisone, vinkristin, dan antrasiklin (pada umumnya daunorubisin) dan juga L-asparaginase. Tambahan obat seperti siklofosfamid, sitarabin dosis konvensional atau tinggi, merkaptopurin dapat diberikan pada beberapa regimen.1-3Terapi dengan prednisone dan vinkristin menghasilkan CR pada sekitar 50% pasien LLA de novo. Penambahan antrasiklin memperbaiki CR menjadi 70-85%.Daunorubisin biasanya diberikan seminggu sekali, tapi beberapa penelitian memberikan dosis intensifikasi (30-60mg/m2 2-3 hari).Dosis intensifikasi berhubungan dengan mortalitas yang tinggi, sehingga diperlukan terapi suportif intensif dan pemberian faktor pertumbuhan (granulocyte colony-stimulating factor/GSCF).GSCF tidak memperbaiki CR tapi mempersingkat masa neutropenia 5-6 hari dan menurunkan indeks infeksi. Penambahan L-asparaginase tidak memperbaiki frekuensi dan durasi CR.1Terapi Intensifikasi atau KonsolidasiSetelah tercapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi (early intensification) yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten obat. Terapi ini juga dilakukan 6 bulan kemudian (late intensification). Studi cancer and leukemia group B menunjukan durasi remisi dan kelangsungan hidup yang lebih baik pada pasien LLA yang mencapai remisi dan mendapat 2 kali terapi intensifikasi (early and late intensification) daripada pasien yang tidak mendapat terapi intensifikasi. Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang berbeda diberikan tergantung protocol yang dipakai.1Tahapan-tahapan ini menggunakan kemoterapi multi-obat dosis tinggi untuk mengurangi beban tumor sampai tingkat yang sangat rendah. Dosis kemoterapi dekat dengan batas toleransi pasien selama blok intensifikasi. Protocol yang umum mencakup penggunan vinkristin, siklofosfamid, sitosin arabinosida, daunorubicin, etoposid, thioguanin, atau merkaptopurin yang diberikan sebagai blok-blok dalam kombinasi yang berbeda. Jumlah blok intensifikasi yang optimal masih dalam penelitian. Tetapi dua atau tiga blok biasanya khas pada anak, dan lebih banyak terjadi pada dewasa.2,3Profilaksis SSPProfilaksis sistem saraf pusat (SSP) sangat penting dalam terapi LLA. Sekitar 50-75% pasien yang tidak mendapat terapi profilaksis ini akan mengalami relaps pada SSP. Profilaksis SSP dapat terdiri dari kombinasi kemoterapi metotreksat, sitosin arabinosa dan hidrokortison intratekal, radiasi kranial dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavailiabilitas SSP yang tinggi seperti metotreksat dosis tinggi intravena. Pemberian kombinasi ketiga obat ini ternyata tidak memberikan hasil yang superior, sedangkan kemoterapi intratekal saja atau kemoterapi sistemik dosis tinggi saja tidak memberikan proteksi SSP yang baik. Kemoterapi intratekal dengan radiasi kranial (antara 1800-2400 cGy) memberikan angka relaps SSP yang sama dengan kemoterapi intratekal + kemoterapi sistemik dosis tinggi tanpa radiasi kranial yaitu 0%-11%.1-3Pemeliharaan Jangka PanjangTerapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin oral tiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2-3 tahun. Pada LLA anak terapi ini memperpanjang disease free survival, sedangkan pada dewasa angka relaps tetap tinggi.1 vinkristin intravena dengan kortikosteroid oral singkat (5 hari) ditambahkan dengan interval bulanan atau 3 bulanan (pada dewasa)/ selama terapi rumatan pada anak yang tidak mempunyai imunitas terhadap virus-virus tersebut memiliki resiko yang tinggi untuk menderita varisela atau campak. Apabila terjadi pemajanan terhadap infeksi tersebut, harus diberikan imunoglonulin profilaktik. Selain itu, diberikan kotrimoksazol oral untuk mengurangi resiko terkena Pneumocystis carinii.1-3Transplantasi Sumsum TulangPada pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi sumsum tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama. Risiko tinggi untuk relaps yaitu:1. Kromosom Philadelphia2. Perubahan susunan gen MLL3. Hiperleukositosis4. Gagal mencapai remisi komplit dalam waktu 4 mingguPasien LLA dewasa yang mengalami relaps setelah mencapai remisi komplit harus menjalani transplantasi sumsum tulang alogenik begitu remisi kedua tercapai.1

10. PencegahanKarena penyebab dari penyakit ini belum diketahui secara pasti maka tidak ada pencegahan yang jelas terhadap penyakit ini. Beberapa tipe dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan cara menghindari paparan radiasi dosis tinggi (bahkan pasca kemoterapi / terapi radiasi), pajanan zat kimia (benzene), menghindari merokok ataupun paparan asap rokok.1 Sedangkan bagi pasien yang telah menderita LLA pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan profilkasis SSP. 50-75% pasien LLA yang tidak mendapat terapi profilaksis akan mengalami relaps pada SSP. Profilaskis SSP dapat terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi cranial, dan pemberian sisetemik obat yang mempunyai bioavibilitas SSP yang tinggi seperti metotreksat dan sitarabin dosis tinggi.5 Namun sayangnya, banyak kasus dari leukemia tidak dapat dicegah. Karena sesungguhnya tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenai penyebabnya. Hanya saja perlu dihindari faktor faktor lain (eksogen) yang dapat mencetuskan LLA.

11. KomplikasiKomplikasi yang mungkin terjadi ialah timbulnya pendarahan, kerusakan organ lain akibat kemoterapi, disseminated intravascular coagulation (DIC), relaps LLA, infeksi berat, dan penyebaran keganasan di organ-organ tubuh lain. Kematian mungkin terjadi karena infeksi (sepsis) atau pendarahan yang tidak terkontrol. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kegagalan leukemia untuk memberi respon terhadap kemoterapi.6Komplikasi dari leukemia dan terapinya dapat berupa sindrom tumor lisis (hiperfosfatemia berat, hiperkalemia, hiperurikemia, dan hipokalsemia setelah kemoterapi intensif), gagal ginjal, sepsis, pendarahan, thrombosis, tiflitis (inflamasi di daerah sekum), neuropati, ensefalopati, kejang, keganasan sekunder, pertumbuhan terbantut (akibat radiasi kraniospinal), defisiensi hormon pertumbuhan, serta defek kognitif.7LLA dikatakan dapat mengakibatkan 1400 kematian pada setiap tahun, dan dapat meningkat lebih cepat jika tidak diobati. Akan tetapi, LLA merupakan salah satu kanker yang paling mungkin terobati dan kadar survival hidup penderitanya juga tinggi. Kadar survival bagi pasien dengan usia lanjut dan usia sangat muda dapat lebih rendah karena leukemia pada golongan tersebut lebih cenderung disebabkan adanya faktor genetik sehingga kondisi leukemianya lebih parah.Penelitian menunjukkan survivor LLA anak cenderung mengalami masalah psikologi, termasuk stress, depresi, mudah marah, serta rasa bingung bila dibandingkan dengan saudaranya yang sehat. Risiko terhadap gangguan psikologi dapat bervariasi tergantung terapi yang diberikan. Penelitian pada tahun 2003 menunjukkan pasien yang menerima radiasi SSP dosis tinggi dan terapi metrotreksat mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan emosi jika dibandingkan dengan pasien yang tidak diterapi dengan radiasi. Menyadari risiko tersebut, dukungan secara psikologis dapat menjadi suatu hal yang penting dan sangat membantu dalam pengobatan LLA.5

12. PrognosisKebanyakan pasien LLA dewasa dapat menyebabkan remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja, dan hanya 30% yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang sembuh dengan kemoterapi adalah usia 15-20 tahun dengan faktor prognostic baik lainya. Harapan sembuh untuk pasien LLA dewasa lainnya tergantung dari terapi yang lebih intensif dengan transplantasi sumsum tulang. Overall disease-free survival rate untuk LLA dewasa kira-kira 30%. Pasien usia lebih dari 60 tahun mempunyai disease-free survival rate 10% setelah remisi komplit.1

Kesimpulan Leukimia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel-sel precursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari Limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling sering pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% kasus dari kasus LLA adalah dewasa. Penatalaksanaan yang masih dipakai sampai sekarang masih kemoterapi, dan juga telah digunakan transplantasi sumsum tulang, tetapi belum dapat diketahui dengan psati apakah efektif atau tidak. Pada umumnya, prognosis LLA tidak begitu baik, karena sering terjadi relaps dan suatu saat akan terjadi resistensi terhadap kemoterapi.Daftar Pustaka1. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1266-71.2. Hoffbrand AV, Petit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.150-80.3. Hoffbrand AV, Petit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.210-8.4. Hassan R, Alatas H. Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.469-79.5. Alimul A. Asuhan neonatus bayi dan balita. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.278-9.6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Edisi VII. Volume I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.199-201.7. Pui CH, Crist WM. Buku ajar pediatri. Edisi XX. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.1395-9.

18