paradigma baru dalam pengelolaan air bersih … · mengapa kondisi pelayanan air bersih ... secara...
TRANSCRIPT
1
© 2005 Arif Budiyono Posted 7 Desember 2005 Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Dosen: Prof.Dr.Ir.Rudy C.Tarumingkeng
PARADIGMA BARU DALAM PENGELOLAAN AIR BERSIH PERKOTAAN --PELAJARAN DARI NEGARA-
NEGARA BERKEMBANG
Oleh:
Arif Budiyono P062040264
PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN
Usaha untuk meningkatkan pelayanan air bersih di daerah perkotaan
Negara-negara berkembang sudah lama dilakukan. Kondisi pelayanan air bersih
di daerah perkotaan tersebut dilaporkan oleh Dieterich dan Henderson dalam
tahun 1963, dalam laporan mereka kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
yang berjudul “ Urban Water Supply and Needs in Seventy-Five Developing
Countries”. Sejak itu, banyak pengalaman dari Negara-negara berkembang yang
telah disebar-luaskan melalui jurnal-jurnal dan pertemuan – pertemuan ilmiah,
yang kesemuanya itu semakin memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dibidang
manajemen air bersih perkotaan.
Usaha tersebut mencapai puncaknya dalam Dasawarsa Internasional Air
Bersih dan Sanitasi tahun 1981-1990 yang baru lalu. “Technology is not
enough” , menjadi slogan yang popular selama Dasawarsa tersebut dan
menekankan pentingnya suatu pendekatan interdisipliner untuk meningkatkan
2
pelayanan air bersih, dari pada hanya pendekatan disiplin tunggal dari aspek
teknik saja. Tugas seorang insinyur tidak terbatas pada perencanaan,
perancangan, pelaksanaan konstruksi, dan operasi sistem teknik, tetapi meluas
pada kebutuhan untuk mengembangkan kerjasama dengan disiplin ilmu yang lain
dalam sebuah tim antar-disiplin.
Meskipun banyak pengalaman dalam usaha peningkatan pelayanan telah
diperoleh selama Dasawarsa diakui bahwa kondisi pelayanan air bersih di
daerah-daerah tersebut belum berkembang secara memuaskan. Peningkatan
sistem tidak dapat mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat, sehubungan
dengan resesi ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang dan
kondisi-kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lain. Dalam situasi seperti
itu, perubahan kebijakan dan strategi mungkin diperlukan dalam rangka
memenuhi kebutuhan saat ini dan menjaga kelangsungan pelayanan.
Lambatnya perkembangan pelayanan air bersih didaerah perkotaan
negara-negara berkembang memunculkan dua pertanyaan kunci :
(1). Mengapa kondisi pelayanan air bersih didaerah-daerah tersebut tetap saja
buruk, dengan tingkat pelayanan yang rendah dan ketidakmampuan
melakukan peningkatan pelayanan secara meyakinkan?.
(2). Dalam kondisi seperti itu, bagaimana kita dapat meningkatkan pelayanan?.
Peningkatkan pelayanan air bersih didaerah perkotaan negara-negara
berkembang akan bergantung pada kemampuan kita menyerap pelajaran dari
pengalaman masa lampau dan menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-
masalah masa kini, atau untuk merencanakana tindakan-tindakan pada masa
mendatang.” Pengalaman adalah guru terbaik,” merupakan ungkapan yang juga
berlaku untuk kasus manajemen air bersih di kota – kota Negara-negera
berkembang. Namun demikian perlu dicatat bahwa pengalaman tersebut akan
lebih bermanfaat apabila dipergunakan bersamaan dengan proses refleksi dan
evaluasi.
Dalam semangat itulah, penulisan ini memcoba merangkum pelajaran –
pelajaran yang diperoleh dari pengelolaan air bersih dikota-kota Dunia Ketiga,
3
dan mengorganisasi khasanah pengetahuan tersebut secara sistematis, sehingga
hal ini akan lebih bermanfaaat untuk meningkatkan pelayanan didaerah tersebut.
Dengan kata lain, penelitan ini bermaksud merumuskan sebuah paradigma
dalam pengelolaan air berih perkotaan di Negara-negara berkembang. Paradigma
adalah sebuah alat, yang bias membantu para pengambil kebijakan dan para
pengelola air untuk merumuskan duduk perkaranya permasalahan.
1.2 PERAN PARADIGMA DALAM PENGELOLAAN AIR BERSIH
Secara etimologis, kata “paradigma” berasal dari kata latin paradigma,
yang diambil dari kata yunani paradeigma yang dituliskan sebagai paradeknunai,
artinya “memperlihatkan” dalam bahasa inggris modern paradigma berarti “a
pattern, model, or example”.
Dalam literatur ada banyak definisi yang menjelaskan arti “paradigma”
kuhn (1962) mendefinisikan paradigma sebagai “sebuah kerangka kerja untuk
mengorganisasikan.” Bailey (1978) mendefinisikan paradigma sebagai “sebuah
perspektif atau kerangka acuan untuk melihat dunia kemasyarakatan, yang terdiri
dari sekumpulan konsep-konsep dan asumsi-asumsi.” Paradigma adalah “ jendela
jiwa” melalui makna peneliti melihat dunia. Apa yang ia lihat dalam kehidupan
masyarakat adalah sesuatu yang secara obyektif ada, tetapi diartikan
berdasarkan paradigma yang dipilihnya. Menurut Vlachos (1990), “ paradigma”
adalah sebuah penjelasan tentatif mengenai suatu gejala yang umumnya
kompleks, dalam hal tidak tersedianya modal yang bisa disepakati bersama,
tambahnya, paradigma bisa bertindak sebagai kerangka pikir. Bagi Huey (1991), “
sebuah paradigma secara sederhana merupakan kebijaksanaan konvensional
mengenai bagaimana sesuatu hal sudah dilakukan dan harus terus dilakukan.”
Secara ringkas bisa dikatakan bahwa paradigma adalah sebuah kerangka
kerja yang dipergunakan untuk menganalisa dunia nyata, berdasarkan presepsi
orang-oarang yang terlibat dalam masalah tersebut. Kerangka kerja seperti ini
diperlukan untuk mengklasifikasikan pengetahuan yang ada secara sistematis.
Dalam bidang manajemen, sebuah paradigma yang terpakai akan membantu
para pengelola (manajer) menentukan prinsip-prinsip manajemen yang terbaik,
berdasarkan pengalaman masa lampau, yang bisa dipergunakan sebagai filosofi
4
dasar untuk mengelola sistem tersebut. Sebuah paradigma memberikan arah
untuk merumuskan kebijakan dan strategi dalam pengembangan sistem.
Komponen utama sebuah paradigma adalah keyakinan metafisik,
generalisasi simbolik, eksemplar, dan nilai-nilai (De Mey, 1982; Kuhn, 1961).
Dalam studi ini, keyakinan metafisik dari paradigma adalah sebuah kerangka
kerja bagaimana pengetahuan dalam pengelolaan air bersih di daerah perkotaan
akan diorganisasikan. Generalisasi simbolik disajikan sebagai sekumpulan
proposisi yang dirumuskan berdasarkan pengalaman dari negara-negara
berkembang. Eksemplar adalah contoh-contoh tipikal yang menjelaskan pola
yang terjadi pada salah satu aspek tertentu dalam bentuk kasus-kasus nyata dari
manajemen air bersih di daerah perkotaan.
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, De Mey (1982)
mengidentifikasikan dua fungsi dari sebuah paradigma : fungsi ekonomi dan
fungsi pisikologi. Sebuah paradigma mempunyai fungsi ekonomi, karena ia
mewakili himpunan pengetahuan dalam rangka yang relatif sederhana. Menurut
Kuhn (1962), hal ini merupakan “sebuah wahana yang tepat untuk meringkas apa
yang telah diketahui.” Fungsi pisikologi dari sebuah pardigma berhubungan
dengan fungsinya untuk mengarahkan dalam usaha pencarian hal-hal yang belum
diketahui. Dalam hal ini, sebuah paradigma memberikan pedoman bagi para
peneliti untuk melakukan penyelidikan yang membuahkan hasil kedalam wilayah
yang tidak diketahuinya (De Mey, 1982).
Paradigma yang dikembangkan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
meringkas pelajaran-pelajaran dari pengalaman masa lampau sehingga bisa
dipergunakan sebagai pedoman dalam pengelolaan sistem penyediaan air bersih
di kota-kota Dunia Ketiga. Secara khusus, paradigma tersebut akan bermanfaat
untuk melakukan perbaikan manajemen air bersih di daerah perkotaan negara-
negara berkembang dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Paradigma tersebut mengklsifikasikan dan menyajikan pengetahuan yang
saat ini ada dalam manjemen air bersih secara sistimatis sehingga
perannya dalam pengembangan air bersih bisa dipahami dengan lebih
baik.
5
b. Paradigma tersebut menggarisbawahi prinsip-prinsip manajemen yang
diterima sebagai praktek-praktek manajemen terbaik oleh lembaga-
lembaga penyedia air bersih dia daerah perkotaan Negara-negara
berkembang.
c. Paradigma tersebut memberikan sebuah kerangka kerja untuk
mengembangkan strategi peningkatan pelayanan.
d. Paradigma tersebut meindentifikasikan bidang-bidang yang penting untuk
dikembangkan lebih lanjut dalam praktek manajemen, tetapi pengetahuan
dibidang tersebut masih terbatas atau tidak ada wawasan seperti itu akan
meberikan arah dan orientasi untuk pengkajian lebih lanjut dalam
manajemen air bersih di daerah yang dimaksud di atas.
Sebuah pardigma bisa saja berubah pada masa mendatang sebagai hasil
dari pengalaman-pengalaman, pemahaman dan harapan baru meskipun
demikian, sangat penting bagi para manajer dan pengambil keputusan di negara-
negara berkembang untuk memiliki sebuah paradigma sebagai dasar filosofi atau
pedoman dalam pengelolaan sistem air bersih.
1.3 SASARAN PENULISAN Sasaran utama penulisan ini adalah mengembangkan sebuah paradigma
pengelolaan air bersih perkotaan di Negara-negara berkembang. Paradigma ini
akan memberikan penjelasan sementara mengenai kompleksitas permasalahan
manajemen air bersih di kota-kota negara–negara berkembang. Paradigma
tersebut menguraikan karakteristik pelayanan air bersih dikota-kota Dunia Ketiga,
dalam konteks lingkungan fisik dan lingkungan social mereka. Ia juga akan
menunjukan variabel-variabel penentu yang mempengaruhi, kondisi pelayanan air
bersih di daerah – daerah tersebut.
Sasaran kedua berhubungan dengan usaha untuk meningkatakan
pelayanan air bersih pada daerah-daerah tersebut. penulisan ini mengembangkan
pedoman untuk membantu merumuskan strategi peningkatan pelayanan air
bersih didaerah perkotaan Negara-negara berkembang. Ia menunjukan potensi-
6
potensi untuk meningkatkan pelayanan air bersih, serta kendala-kendala yang
membatasi usaha-usaha tersebut.
1.4 RUANG LINGKUP PENULISAN Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pengelolaan air bersih daerah
perkotaan Negara – Negara berkembang. Pengelolaan air bersih didefinisikan
sebagai segala usaha untuk memberikan pelayanan air bersih yang meliputi
penerapan teknologi, pengaturan kelembagaan, dan pengelolaan keuangan.
Namun demikian, pusat perhatian dari penelitian ini tidk dibatasi pada operasi dan
pengelolaan sistem air bersih dalam memberikan pelayanan tersebut, melainkan
pada sudut pandang yang lebih luas dalam perumusan kebijakan dan strategi
untuk meningkatkan pelayanan air bersih didaerah tersebut.
Istilah “ perkotaan” dipergunakan sebagai pembanding terhadap
“pedesaan” . Sebuah daerah perkotaan didefinisikan sebagai suatu daerah
dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan secara dominan kegiatan
ekonominya non pertanian. Ukuran kota tidak dijelaskan lebih lanjut, apakah ia
kota kecil, kota besar, atau kota metropolitan. Meskipun pustaka yang tersedia
serta studi kasus mengacu pada kondisi sebuah aglomerasi perkotaan, yang
merupakan suatu kecenderungan penting dinegara-negara berkembang.
Istilah “Negara-negara berkembang” dipergunakan sebagai pembanding
terhadap istilah “ Negara-negara maju”, dan dipergunakan secara bergantian
dengan istilah “Negara-negara Dunia Ketiga”, dan “Negara-negara Kurang
Berkembang”. Istilah – istilah tersebut mengacu kepada Negara-negara
(kebanyakan di Afrika, Asia, dan Amerika Latin) yang status perkembangan
ekonominya secara relative lebih rendah dibandingkan dengan Negara-negara
maju atau Negara industri.
1.5 RENCANA DAN ORGANISASI Penulisan ini dilaksanakan dalam tiga tahap : (1) Pengembangan
kerangka pikir, dan (2) Studi kasus.
7
Tahap pertama dari pengembangan paradigma adalah membentuk sebuah
kerangka pikir tentang bagaimana peneliti ingin mengorganisasikan akumulasi
pengetahuan di daerah – daerah tersebut keyakinan metafisik adalah persepsi
utama peneliti dalam hubungannya dengan masalah pengelolaan air bersih di
daerah perkotaan negara berkembang.
Tujuan dari tahap kedua adalah merangkum pelajaran – pelajaran yang
diperoleh tentang manajemen air bersih di kota kota Dunia Ketiga, yang
ditemukan dalam literature.Literatur yang relevan diklasifikasikan berdasarkan
berbagai pokok masalah yang berbeda seperti disusun dalam kerangka pikir.
Penemuan-penemuan dari berbagai penelitian, pengalaman lapangan dari
berbagai tempat, dan pendapat – pendapat para ahli dan manajer air bersih
dirangkum, diserap, dan disintesakan sehingga masalah-masalah umum air
bersih didaerah-daerah tersebut dan berbagai pendekatan untuk menyelesaikan
masalah dapat diketahui. Kerangka piker menjadi sebuah “ filter”, untuk memilih
pelajaran –pelajaran yang diperoleh dari pengalaman masa lampau. Pelajaran-
pelajaran yang dapat dari negara-negara berkembang disajikan sebagai
sekumpulan program proposisi. Proposisi-proposisi tersebut menjelaskan
karakteristik kota-kota Dunia Ketiga, kondisi dan karakteristik pelayanan air bersih
mereka, dan prinsip-prinsip manajemen untuk meningkatkan pelayanan. Contoh –
contoh yang biasa ditemukan di dalam literature dari kota-kota dinegara
berkembang mendukung proposisi-proposisi yang dikembangkan tersebut.
Sebuah pedoman untuk mengembangkan strategi untuk meningkatkan pelayanan
air bersih dikota-kota Dunia Ketiga disampaikan, berdasarkan pelajaran-pelajaran
yang diperoleh dari negara-negara berkembang.
Tahap ketiga memperlihatkan penerapan paradigma sebagai kerangka
pikir untuk mengevaluasi dan menjelaskan kondisi manajemen air bersih
perkotaan, dan untuk membantu perumusan kebijakan dan dan strategi pada
suatu daerah tertentu. Manajemen air bersih di Jakarta, di pilih untuk studi kasus
tersebut. Data yang dipergunakan dalam studi ini terutama diambil dari sumber –
sumber sekunder yang ada dalam Master Plan serta dokumentasi lainnya.
Wawancara dengan pejabat pejabat di Perusahaan Daerah Air Minum Jakarta
8
(PDAM Jaya) memberikan informasi rinci mengenai beberapa topik yang menarik.
Data tentang pengelolaan air bersih ditingkat nasional dan Struktur Pemerintahan
umum di Indonesia memberikan latar belakang manajemen air bersih di Jakarta.
2. PANDANGAN YANG MENYELURUH 2.1 PENDAHULUAN
Pelayanan air bersih di kota-kota Dunia Ketiga mempunyai dua fungsi yang
seringkali nampak saling bertentangan, yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi.
Pada sisi sosial, tugas manajemen air bersih adalah untuk menjaga pemerataan
pelayanan dengan mendistribusikan air kepada semua orang, termasuk kaum
miskin yang tidak mampu membayar. Pada sisi ekonomi, manajemen air bersih
harus didasarkan pada manajemen yang efisien dan keseimbangan antara
manfaat dan biaya, karena air semakin langka sementara kebutuhan akan air
meningkat dengan tajam. Jelaslah, konflif antara dua fungsi tersebut bisa terjadi:
apakah sebuah perusahaan air bersih harus dikelola dengan orientasi sosial atau
orientasi bisnis, yang pada gilirannya, akan menentu praktek-praktek manajemen
dan kinerja perusahaan.
Pengelolaan air bersih di kota-kota Dunia Ketiga juga bercirikan
kompelksitas. Banyak asfek, seperti teknologi, ekonomi, soiial, dan politik, harus
diperhatikan dalam praktek manajemen. Kurangnya pemahaman terhadap saling
keterkaitan diantara faktor-faktor tersebut hanya akan menghasilkan kebingungan
yang bisa berakibat manajemen mengalami salah arah.
Bab ini akan menjelaskan sebuah pandangan yang menyeluruh sebagai
paradigma pengelolaan air bersih di daerah perkotaan negara-negara
berkembang. Ini merupakan sebuah kerangka kerja yang dapat membantu para
pembuat kebijakan dan manajer air untuk mengidentifikasikan permasalahaan
dan untuk merumuskan kebijakan dan strategi manajemen air bersih di daerah
perkotaan negara-negara berkembang.
9
2.2 PERLUNYA PANDANGAN YANG MENYELURUH DALAM PENGELOLAAN AIR BERSIH
Pandangan yang menyeluruh melihat air bersih di daerah perkotaan
sebagai sebuah sistem yang meliputi asfek teknologi, kelembagaan, dan
keuangan, yang saling terkait satu sama lain dalam suatu konteks lingkungan
sosial – ekonomi dan lingkungan fisik. Keterkaitan diantara berbagai variabel yang
berbeda tersebut. Kerangka kerja ini akan membantu kita mencoba beberapa
alternative kebijakan dan mengevaluasi mereka sebelum hal itu diterapkan.
a. Kompleksitas permasalahan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan air bersih, seperti halnya
masalah sumber daya alam lainnya, tidaklah sederhana. Pada tingkatan strategis
itu terdiri dari aspek-aspek teknologi, kelembagaan, dan keuangan.
Peneyelesaian masalah tersebut haruslah memperhitungkan ketiga aspek
tersebut secara simbang. Pandangan yang menyeluruh diperlukan karena
penyelesaian masalah-masalah tersebut tidak terbatas pada pendekatan
teknologi saja, tetapi juga melibatkan aspek-aspek sosial, ekonomi, keuangan,
politik dan lingkungan.
b. Saling terkaitan antara pelayanan air bersih dan lingkungan
Pengembangan pelayanan air bersih akan memberikan dampak dan
konsekuensi terhadap lingkungan, pada kesejahteraan masyarakat, dan
pertumbuhan ekonomi ketersediaan air bersih akan meningkatkan konsumsi air
yang secara keseluruhan menghasilkan kondisi kesehatan masyarakat yang lebih
baik. Akibatnya, masyarakat akan mempunyai lebih banyak waktu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan produktif yang berpengaruh terhdap kesejahteraan
mereka, disamping itu, ketersediaan air yang bersih juga akan menarik industri
dan perdagangan untuk menanamkan modal didaerah tersebut, yang merupakan
potensi pengembangan ekonomi dari wilayah tersebut. Ketersediaan air juga akan
mendukung pemeliharaan taman-taman kota dan tempat rekreasi, yang berarti
peningkatan keindahan kota. Dan akhirnya, peningkatan pelayanan air bersih
akan mengerem pengambilan air tanah, dan mencegah kepunahannya. Namun
demikian, peningkatan konsumsi air juga menghasilkan volume air limbah yang
10
lebih banyak yang dapat memberikan dampak negatif pada lingkungan oleh
karena itu, peningkatan pelayanan air bersih haruslah diikuti dengan
pengembangan sistem sanitasi.
c. Keterbatasan sumber daya
Pengembangan air bersih di kota-kota Dunia Ketiga dihadapakan pada
keterbatasan keuangan, ketergantungan teknologi, dan sumber daya manusia
yang kurang terampil. Dengan keterbatasan ini, semua sumber daya yang ada
harus dipergunakan secara efisien. Pandangan yang menyeluruh akan membantu
kita menunjukan semua sumber daya yang ada, meskipun kecil dan
mengoptimalkan pemanfaatannya dengan pendekatan yang inovatif untuk
menyelesaikan masalah.
d. Perlunya kesamaan pandangan
Merumuskan kebijakan dan strategi untuk pengembangan air bersih
merupakan suatu proses ajang yang menggabungkan analisi teknologi dan
pengambilan keputusan politik. Analisis teknologi melibatkan berbagai keahlian,
dan karenanya pendekatan antar-disiplin harus diterapkan dalam studi tersebut.
pengambilan keputusan politik melibatkan berbagai kelompok kepentingan yang
harus diperhatiakan. Akibatnya, pertentangan kepentingan bisa saja terjadi, baik
pada tahap analisis teknologi, pengambilan keputusan politik maupun selama
interaksi antara teknokrat dan para politisi.
Dalam kondisi tersebut , kesamaan pandangan terhadap masalah sangat
diperlukan, agar komonikasi diantara berbagai disiplin ilmu yang berbeda dan
berbagai kelompok kepentingan tersebut bisa dijaga. Pandangan yang
menyeluruh dalam pengelolaan air bersih bisa dipergunakan sebagai alat untuk
menyatukan pandangan berbagai kelompok yang berbeda, karena kerangka kerja
ini mencakup variable-variabel yang luas, yang pada gilirannya menjadi minat dari
masing-masing kelompok kepentingan.
2.3 KERANGKA KERJA ANALITIS UNTUK MANAJEMEN AIR BERSIH
Pengelolaan air bersih merupakan sebuah sistem terbuka, dimana
kinerjannya dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada. Gambar 2.1 yang
dikembangkan berdasarkan modal pendekatan sistem (system approach model)
11
menggambarkan situasi tersebut. Variable bebas adalah lingkungan sekitar, yang
meliputi lingkungan alam (fisik) dan lingkungan sosial. Variable perantara meliputi
aspek-aspek teknologi, kelembagaan, dan keuangan, sedangkan variable terkait
adalah tingkat pelayanan dan efisiensi pengelolaan. Masing-masing unsur dari
sistem tersebut diuraikan lebih lanjut di bawah ini.
2.3.1 Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik bisa dikelompokan menjadi dua, yaitu lingkungan alam
dan lingkungan buatan. Lingkungan alam terdiri dari iklim, kondisi hidrologi, dan
topografi. Iklim mempengaruhi pola kebutuhan air rumah tangga dan kondisi
hidrologi yang menentukan penyediaan air baku. Pentingnya kondisi hidrologi
termasuk jumlah dan kualitas air baku yang tersedia, serta distribusinya
sepanjang tahun. Studi hidrologi merupakan tahap yang sangat penting dalam
membuat keputusan apakah sumber air yang ada mencakupi atau tidak untuk
memenuhi kebutuhan pada masa mendatang. Kondisi topografi mempengaruhi
keputusan dimana instalasi pengolah air, pompa-pompa, tanki-tanki distribusi
harus diletakan, yang akan berpengaruh terhadap cara pengoperasian sistem
tersebut.
Lingkungan buatan manusia meliputi letak geografis dan kualitas
lingkungan. Tata letak geografis termasuk lokasi dan jarak relatif sumber air dan
distribusi spasial kebutuhan air. faktor-faktor yang mempengaruhi tata letak ini
adalah penyebaran penduduk dan kegiatan perkotaan, serta lokasi sumber-
sumber air baku. Faktor-faktor ini akan mempengaruhi proses pengambilan
keputusan dalam perancangan dan perancangan sistem air bersih, biaya
pelayanan, dan cara pengelolaan sistem tersebut.
Indikator kualitas lingkungan yang secara langsung mempengaruhi kinerja
pelayanan air bersih adalah pencemaran air permukaan dan pencemaran serta
penurunan muka air tanah. Pencemaran air permukaan dan air tanah merupakan
konsekuensi dari industrialisasi, urbanisasi, tidak adanya system sanitasi yang
memadai, serta kurangnya usaha penegakan hukum untuk mengendalikan
lingkungan. Penurunan muka air tanah terjadi karena pemompaan air yang
berlebihan sebagai akibat dari terbatasnya kapasitas air piapa. Kadang-kadang,
12
penurunan muka air tanah juga menghasilkan dampak lanjutan seperti penurunan
permukaan tanah dan intruasi air laut di daerah pantai.
2.3.2 Lingkungan Sosial
Lingkunan sosial terdiri dari kependudukan, kondisi ekonomi, peta politik,
dan tata hukum. Kondisi kependudukan diukur dari segi pertumbuhan, kepadatan,
dan pemerataanya. Tingkat pertumbuhan penduduk di kota-kota negara
berkembang pada umumnya sangat tinggi, sebagai akibat dari tingginya tingkat
kelahiran dan laju urbanisasi. Distribusi dan kepadatan penduduk akan
mempengaruhi pola dari sistem distribusi air. Secara teoritas, distribusi penduduk
dan aktivitasnya bisa diarahkan dan dikendalikan dengan suatu rencana induk.
Namun pengalaman dari negara berkembang menunjukan bahwa pertumbuhan
sebuah kota hampir selalu tidak bisa dikendalikan. Pertumbuhan rumah-rumah
liar di kawasan kumuh merupakan fakta bahwa perkembangan kota tidak bisa
sepenuhnya dikendalikan.
Kondisi ekonomi meliputi kegiatan ekonomi, struktur ekonomi, dan
distribusi pendapatan. Jenis kegiatan ekonomi akan mempengaruhi pola
kebutuhan air non-rumah tangga, sementara kegiatan distribusi sosial dan
ekonomi akan mempengaruhi pola sistem distribusinya. Struktur ekonomi di kota-
kota negara berkembang pada umumnya dikelompokan menjadi sektor forman
dan informal, yang dalam beberapa hal mempengaruhi distribusi pendapatan.
Distribusi pendapatan menunjukan kemampuan membayar dari para pelanggan
untuk pelayanan air bersih yang diterimanya.
Peta politik meliputi sistem politik dan kemampuan politik dari pemerintah
untuk mengembangkan pelayanan air bersih. Sistem politik adalah struktur
pemerintahan secara umum dari suatu negara, yang mempengaruhi penataan
kelembagaan dari perusahaan air bersih. Kemauan politik adalah kesungguhan
pemerintah untuk mengembangkan pelayanan air bersih. Kesungguhan ini
ditunjukan dengan kebijakan pemerintah, program, proyek, hibah, pinjaman dan
subsidi untuk pengembangan air bersih.
Tata hukum adalah humpunan peraturan perundangan dari pemerintah
pusat dan daerah, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
13
pengoperasian dan pengelolaan air bersih perkotaan. Hal ini tidak saja terbatas
pada undang-undang dan peraturan yang menyangkut air bersih, melainkan juga
undang-undang mengenai lingkungan dan peratutan pemerintah yang lain.
2.3.3 Aspek Teknologi
Karena kebutuhannya yang sangat besar, teknologi yang dibutuhkan untuk
mengembangkan pelayanan air bersih di daerah perkotaan negara berkembang
pada kenyataannya sama dengan yang diterapkan di negara maju. Namun
demikian, penerapan teknologi mutakhir pada kendala-kendala pemeliharaan
yang kurang baik, ketergantungan teknologi, kurang terampilnya operator, yang
merupakan faktor-faktor pembeda dibandingkan dengan kondisi di negara maju.
Pemeliharaan sarana air bersih biasanya sangat buruk karena terbatasnya
anggaran dan karena kurang terampilnya teknisi yang mengoperasikan dan
memelihara sistem tersebut. Ketergantungan pada suku cadang yang harus
diimpor juga memberikan andil pada penundaan pemeliharaan dan gangguan
dalam pengoperasian sistem. Pencemaran sumber air baku dari limbah rumah
tangga dan industri, menurunkan efisiensi, instalasi pengolah air, meningkatkan
penggunaan bahan-bahan kimia, dan meningkatkan biaya pengolahan.
Kendala-kendala tersebut membawa kita pada pertanyaan dasar dalam
pemilihan dan penerapan teknologi tepat guna (appropriare technology).
Teknologi tepat guna hendaknya tidak disamakan dengan teknologi sederhana
atau teknologi murah. Karena hal ini tidak akan menyelesaikan masalah dalam
penyediaan air di negara berkembang, lebih-lebih di kota besar. Teknologi
sederhan mungkin bisa diterapkan pada tingkat komunitas (kelompok masyarakat
kecil), tetapi pada tingkatan kota teknologi tinggi seperti instalasi pengolahan air
dan sistem distribus konvensional tetap dibutuhkan.
2.3.4 Aspek Kelembagaan
Pengelolaan air bersih di negara berkembang bisa diklasifikasikan menjadi
tiga tingkatan, yaitu pada tingkat nasional, tingkat daerah, dan tingkat komunitas.
Keterlibatan yang tinggi dari pemerintah pusat dalam memberikan pelayanan air
bersih merupakan perwujudan dari kemauan politik pemerintah untuk
meningkatkan pelayanan, kelemahan pemerintah daerah, dan dibeberapa tempat,
14
karena pelayanan air bersih merupakan suatu hal yang baru. Pemerintah pusat
terlibat hamper pada semua aspek, dan pada semua tahap pengelolaan sistem,
termasuk aspek teknologi, kembagaan dan keuangan.
Pada tingkat daerah, pelayanan air bersih mungkin diberikan oleh sebuah
dinas dalam pemerintahan daerah, sebuah perusahaan daerah, atau lembaga
swasta yang diawasi oleh pemerintah daerah. Meskipun perusahaan daerah air
bersih membawa misi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
manajemen dari sistem tersebut haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip
manajemen perusahaan. Ini berarti bahwa sistem tersebut harus diopersikan
secara efisien, sehingga lebih banyak orang bisa menikmati pelayanan tersebut.
Oleh karena itu, perusahaan daerah air bersih harus memiliki otonomi yang cukup
dalam pengambilan keputusan dengan campur tangan politik yang terbatas.
Namun demikian, tingkat otonomi yang dijinkan akan tergantung pada kemapuan
manajemen dari perusahaan daerah tersebut.
Manajemen air bersih pada tingkatnya komunitas bisa dipandang sebagai
salah satu karakteristik dari pelayanan air bersih di daerah perkotaan negara
berkembang. Karena kekurangan kapasitas dan rendahnya kemampuan untuk
membayar, banyak orang di daerah kumuh dan rumah-rumah liar memperoleh
pelayanan air bersih tersebut dari higran-higran umum atau pejaja air. Pada
situasi yang lain, kelompok masyarakat membangun dan mengelola sendiri
sistem air berish mereka yang terpisah dari jaringan air bersih kota.
2.3.5 Aspek Keuangan
Masalah utama dalam pengelolaan keuangan adalah menciptakan
keadilan diantara para pengguna dan pengelola sistem secara efisien dan efektif.
Beberapa prinsip seperti kemandiri (self sufficiency), pemulihan biaya (cost
Recovery), struktur tarif, dan pengalaman sumber daya merupakan pedoman
dalam pengelolaan keuangan dari pelayanan air bersih di kota-kota negara
berkembang.
Kemandirian merupakan ukuran sejauh mana perusahaan dikelola secara
efisien tanpa subsidi dari pemerintah. Pendapatan yang diperoleh harus cukup
untuk membayar biaya opersioanal maupun biaya investasi. Sumber-sumber
pendapatan bisa dari tarif yang dikenakan kepada para pelanggan, pinjaman,
15
atau subsidi pemerintah. Kontinuitas pelayanan masyarakat agar tarif menjadi
sumber utama pendapatan. Namun seringkali subsidi pemerintah tetap
diperlukan, khususnya untuk memperluas pelayanan air bersih kepada penduduk
miskin perkotaan.
Peningkatan pelayanan haruslah didasarkan pada pemulihan biaya dari
tarif yang dikenakan kepada yang dikenakan kepada pelenggan. Pemulihan biaya
menunjukan bahwa pengembangan sistem tidak tergantung pada pendanaan dari
pemerintah, tetapi didasarkan pada pendekatan pemulihan biaya yang telah
menjadi bagian dari biaya pelayanan.
Struktu tarif menunjukan pemerataan biaya pelayanan diantara kelompok
pengguna. Peraturan tarif haruslah didasarkan pada kebutuhan keuangan dari
perusahaan air bersih serta dampak sosial dan ekonominya kepada masyarakat.
Harga air harus menjaga pengembangan sistem sehingga tingkat pelayanan
dapat ditingkatkan. Struktur tarif progresif dipercaya sebagai pendekatan terbaik
untuk sebagian besar negara berkembang. Pendekatan ini akan menjaga
keadilan melalui subsidi silang (cross subsidi), dan pelestarian air dengan
menerapkan harga yang lebih tinggi bagi pengguana air yang lebih besar.
2.3.6 Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan meliputi cakupan pelayanan, konsumsi air rata-rata
keanekaragaman pemakaian air, dan kualitas air.
Cakupan pelayanan adalah perbandingan antara penduduk yang dilayani
dan jumlah penduduk kota seluruhnya. Penduduk yang dilayani oleh air bersih
adalah mereka yang mempunyai sambungan langsung kerumah serta orang-
orang yang mengambil air dari hidran umum, atau memebeli air dari penjaja air
(yang sumber lainnya juga berasal dari air pipa). Karena keterbatasan kapasitas
produksi dibandingkan dengan kebutuhan rumah tangga dan industri yang terus
meningkat, banyak orang harus mencari sendiri sumber air bersih mereka
sebagai alternatif atau tambahan air pipa yang tersedia.
Tingkat konsumsi rata-rata adalah perbandingan antara produksi air total
yang dilayani oleh sistem air bersih. Namun demikian, tingkat konsumsi rata-rata
bisa jadi bervareasi antara kelompok dan tingkat pendapatan yang berbeda maka,
pengukuran secara spesial secara tingkat konsumsi rata-rata akan memeberikan
16
gambaran yang lebih akurat mengenai kondisi pelayanan air bersih pada sebuah
kota, dari pada sekedar rata-rata untuk seluruh kota.
Air bersi di daerah perkotaan negara berkembang dipergunakan terutama
untuk keperluan rumah tangga prosentasi air yang dipergunakan untuk keperluan
air seperti industri dan perdagangan secara relatif rendah, sebagai akibat dari
keterbatsan air yang tersedia.
Meskipun kualitas airnya tidak setinggi yang ada di negara maju, kualitas
air yang didistribusikan di kota-kota negara berkembang tetap harus dijaga untuk
memenuhi persyaratan minimum. Namun demikian, pengendalian kualitas air
pada sistem distribusi pada umumnya sangat terbatas karena kurangnya
peralatan laboratorium.
2.3.7 Efisiensi Pengelolaan
Efiseiensi pengelolaan dalah ukuran kelangsungan sistem manajemen
dalam memberikan dan meningkatkan pelayanan. Hal ini diukur dalam lima
indicator, yaitu produktivitas, efisiensi produksi, air tak terhitung (unaccounted-for
water), dan adanya program-program pengembangan.
Produktivitas adalah angka rata-rata dari jumlah pelanggan yang dilayani
dibagi jumlah karyawan. Hal ini mengukur efektivitas karyawan dalam
memberikan pelayanan kepada para pelanggan. Semakin besar jumlah
pelanggan yang dilayani seorang karyawan, semakin tinggi produktivitas
perusahaan air bersih tersebut. Distribusi karyawan pada berbagai bagian harus
diperhatikan untuk melihat bahwa setiap fungsi di dalam perusahaan ditangani
secara benar.
Efisiensi produksi adalah perbandingan air secara nyata diproduksi dan
kapasitas instalasi pengolah air. Efisiensi tersebut akan tinggi bila kualitas air
baku sama dengan kondisi perancangan dan sistem tersebut dipelihara dengan
baik. Penurunan efisiensi menunjukan adanya penurunan kualitas air baku atau
buruknya program pemeliharaan.
Air tak terhitung merupakan petunjuk kurang efektifnya distribusi air, baik
dari aspek teknis maupun aspek administratif. Kehilang air karena kebocoran
memajukan kurang efektifnya program pemeliharaan, sementara sambungan liar
17
dan tunggakkan tagihan menunjukkan kurang efektifnya administrasi pelayanan
pelanggan.
Adanya program pengembangan merupakan pertanda bahwa perusahaan
air bersih mengalami perkembangan atau setidaknya menjaga tingkat pelayanan
dalam hal cakupan pelayanan atau dalam memenuhi tingkat konsumsi rata-rata,
atau keduannya berkembang secara bertahap. Pertumbuhan penduduk yang
cepat memerlukan peningkatan kapasitas produksi serta peluasan jaringan
distribusi. Tidak adanya program pengembangan berarti penurunan tingkat
pelayanan.
2.4 RINGKASAN
Pengelolaan air bersih didaerah perkotaan Negara-negara berkembang
merupakan masalah yang kompleks. Hal ini tidak saja melibatkan berbagi pihak
dengan berbagai kepentingan yang berbeda, tetapi juga termasuk bermacam-
macam aspek yang harus dipertimbangakan. Menjaga keseimbangan diantara
berbagai faktor dan pelaku tersebut merupakan kunci keberhasilan dari
peningkatan pelayanan air bersih di daerah-daerah tersebut.
Pandangan yang menyeluruh dalam pengelolaan air bersih diperlukan
karena kompleksitas permasalahan, saling ketergantungan antara pelayanan air
bersih dan lingkungan, keterbatasan sumber daya, dan kebutuhan akan adanya
kesamaan pandangan dalam perumusan kebijakan dan strategi.
Bab ini telah menjelaskan sebuah kerangka pikir, berdasarkan pandangan
yang menyeluruh, yang bisa dipergunakan untuk menganalisa kondisi air bersih
pada suatu daerah perkotaan di negara-negara berkembang. Kerangka piker ini
menekankan bahwa pengembangan tingkat pelayanan dan efisiensi manajemen
harus menjadi tujuan utama dalam pengelolaan air bersih dikota-kota Dunia
Ketiga saat ini. Untuk mencapai tujuan tersebut, ketiga aspek dalam pengelolaan
air bersih (teknologi, kelembagaan, dan keuangan) perlu dievaluasi kembali
dengan memperhatikan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya kerangka pikir
yang dikembangkan akan berguna bagi para pengambil keputusan dan pengelola
air bersih dalam memberikan “bahasa yang sama” selama perumusan kebijakan
dan strategi.
18
3. DINAMIKA PERMASALAHAN AIR BERISIH KOTA JAKARTA
3.1 PENDAHULUAN Bab ini dimaksudkan untuk menjelaskan kondisi air bersih kota Jakarta
dengan bantuan prinsip-prinsip manajemen yang disajikan dalam bab 3.
Kesamaan peristiwa dari kondisi air bersih Jakarta dengan proposisi-proposisi
yang dikembangkan, diukur berdasarkan informasi-informasi yang diberikan
dalam bab 4. Kondisi air bersih Jakarta juga dibandingkan dengan kondisi di kota-
kota lain di negara-negara berkembang yang dipilih sebagai contoh-contoh tipikal
tentang kondisi kota di Dunia Ketiga, Seperti diuraikan dalam bab 3.
3.2 LINGKUNGAN 3.2.1 Aglomerasi Perkotaan
Gejala perkembangan kota metropolitan Jakarta sama dengan aglomerasi
perkotaan yang terjadi di kota-kota Dunia Ketiga, seperti dinyatakan dalam
Propinsi 1:
Pertumbuhan kota sangat pesat merupakan sebuah fenomena yang
menggambarkan kota-kota di Dunia Ketiga. Hal ini terjadi baik di kota-kota
pelabuhan maupun pusat-pusat industri, yang biasanya berlokasi di kota-
kota besar. Industrialisasi merupakan daya tarik bagi lebih banyak orang
untuk berpindah ke kota. Akibatnya, kota tumbuh menjadi semakin besar
menjadi sebuah kota raksasa.
Jakarta telah menjadi sebuah kota pelabuhan yang penting sejak abad ke
14. Kota ini juga menjadi pusat pemerintahan jauh sebelum jaman penjajahan dan
dilanjutkan sebagai ibukota negara Indonesia sejak kemerdekaanya pada tahun
1945. Ledakan penduduk yang pertama terjadi selama periode 1945 samapi 1950
setelah kemerdekaan. Ledakan kedua terjadi antara 1958 – 1960. Sejak itu kota
tersebut tumbuh berkembang terus dengan laju pertumbuhan yang sangat tinggi,
dan mencapai puncaknya dalam era industrialisasi selama dua dasawarsa
terakhir.
19
Pilihan industri-industri pada kota Jakarta dibandingkan kota-kota lain
menunjukan adanya kesamaan karakteristik industrialisasi di Indonesia dengan
negara-negara berkembang di Amerika latin.
3.2.2 Kualitas Lingkungan a. Pencemaran air permukaan
Kondisi air permukaan kota Jakarta sangat cocok dengan rumusan yang
diberikan oleh Propinsi 2 sebagai berikut :
Sebagai akibat tidak diolahnya air limbah industri dan rumah tangga, air
permukaan yang tercemar, yang menjadi sumber utama air baku pada
kota-kota di negara berkembang, menyebabkan dampak yang signifikan
terhadap pelayanan air bersih, karena menurunnya efisiensi produksi dan
meningkatnya penggunaan bahan kimia dalam pengelolaan air.
Kondisi pencemaran air sungai di Jakarta sama dengan kondisi
pencemaran sunagi Huangpu di kota Shianghai. Pada kedua tempat tersebut,
sungai-sungai setempat yang menjadi sumber air baku utama untuk sistem air
bersih kota tersebut telah tercemar oleh limbah industri dan limbah perkotaan
yang tidak diolah. Penyebab pencemaran air pada kedua kota itupun sama.
Limbah industri dan rumah tangga yang tidak diolah langsung dibuang kedalam
sungai-sungai yang berfungsi sebagai jaringan air limbah (sewerage system).
Peningkatan kepadatan penduduk dan pertumbuhan industri yang sangat cepat di
sepanjang sungai tentu saja mempertinggi teingkat pencemaran.
Setidaknya dalam jangka pendek, penggunaan air baku tercemar terpaksa
harus diterima dengan beberapa konsekuensi. Pertama, kadang-kadang kualitas
air yang diolah dibawah baku mutu yang ditetapkan karena berfluktuasinya
kualitas air baku. Kadang-kadang, kondisi air baku sangat buruk, melebihi
kemampuan instalasipengolah air (IPA) untuk memisahkan bahan-bahan
pencemar dengan sempurna. Kedua, efisiensi IPA turun karena lebih banyak
waktu diperlukan untuk memelihara instalasi tersebut. Ketiga, air yang tercemar
membutuhkan bahan kimia yang lebih banyak dalam proses pengolahan.
20
b. Pencemaran dan penurunan air tanah Kondisi air tanah di Jakarta persis sama dengan pernyataan Proposisi 3
yang mengatakan:
Karena keterbatasan dari kapasitas produksi air dari perusahaan air bersih,
pengambilan air tanah menjadi alternatif sumber air untuk keperluan rumah
tangga, perdagangan, dan industri. Namun demikian, pemompaan air
tanah secara berlebihan, telah mengakibatkan penurunan muka air tanah,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan tanah atau intrusi air
laut. Sanitasi setempat pada suatu daerah yang berpenduduk padat telah
meningkatkan resiko yang tinggi terhadap pencemaran air tanah.
Pemompaan air tanah menjadi alternatif utama untuk pelayanan air bersih,
karena kurangnya kapasitas produksi dan berlimpahnya sumber-sumber air
tanah. Pemompaan air tanah, baik dari sumur-sumur dangkal ataupun sumur
dalam, dilakukan oleh PDAM Jaya maupun pihak-pihak swasta. Air yang dipompa
oleh pihak PDAM Jaya didistribusikan melalui jaringan distribusi, sementara
sistem yang dimiliki oleh swasta dikonsumsi secara langsung di tempat.
Pemompaan air tanah yang berlebihan menyebabkan intrusi air laut dan
kemungkinan penurunan tanah. Penurunan muka air tanah diketahui terjadi di
Tanjung Priok, Penjaringan dan Cengkareng. Dampak intrusi air laut pada
salinitas air tanah telah dialami dibagian utara kota dan air laut terus masuk
kearah darat dari tahun ketahun. Meskipun penurunan permukaan tanah belum
dilaporkan, hal ini akan merupakan ancaman pada masa mendatang. Perjalanan
dari Bangkok tentang penurunan tentang permukaan tanah dan banjir bisa
dijadikan acuan dalam pengelolaan air tanah Jakarta.
Pencemaran air tanah ditunjukan oleh kandungan amoniak, nitrit, dan
bakteri kaliform yang tinggi. Menurut P4L (1990) kemungkinan penyebab
pencemaran air tanah adalah karena kebanyakan sumur-sumur terbuka, atau
karena kebanyakan sumur terletak sangat dekat dengan septik tank (60% sumur
berada pada jarak 1 sampai 10 m dari septik tank). Dalam suatu daerah yang
sangat padat penduduk seperti Jakarta, rembesan air dari septik tank melebihi
kapasitas alamiah dari tanah untuk menyerap pencemar-pencemar tersebut.
21
3.3 KOMPELKSITAS PERMASALAHAN AIR BERSIH JAKARTA
Pembahasan di atas menunjukan kompelsitas permasalahaan yang
dihadapi oleh manajemen air bersih Jakarta. Masalah-masalah tersebut tidak
hanya melibatkan lingkungan fisik dan aspek teknologi, tetapi juga melibatkan
lingkungan sosial, serta aspek-aspek keuangan, kelembagaan, dan bahkan
politik. Gambar. 5.3 memperlihatkan kompelsitas permaslahaan, memberikan
kesempatan untuk memahami saling keterkaitan di antara berbagai variabel yang
terkait dalam manajemen air bersih Jakarta.
Masalah-masalh air bersih muncul sebagai hasil dari ketidak seimbangan
antara pertumbuhan kebutuhan air dari urbanisasi dan industrialisasi, dan
pengembangan kapasitas produksi dan perluasan jaringan distribusi. Kekurangan
kapasitas produksi meningkatkan pemompaan air tanah untuk memenuhi
kebutuhan air bersih untuk rumah tangga dan industri. Meskipun demikian,
pemompaan yang berlebihan menyebabkan penurunan muka air tanah pada
beberapa daerah dan meningkatkan intrusi air laut di bagian utara kota.
Akibatnya, kebutuhan air pipa semakin meningkat untuk melayani daerah-daerah
yang langka air tersebut. Kelangkaan air pada tempat-tempat tertentu juga
mendorong penjajaan dan penjualan air dengan harga yang sangat tinggi.
Disamping meningkatnya kebutuhan, peningkatan kepadatan penduduk
dan industri, digabungkan dengan penerapan sistem sanitasi setempat dan tidak
adanya pengolahan air limbah telah menjadi penyebab pencemaran air tanah dan
air permukiman. Akibatnya, lebih banyak bahan-bahan kimia diperlukan untuk
mengolah air, karena air yang tercemar tersebut adalah juga sumber air baku
utama untuk jaringan air bersih Jakarta. Pengelolaan air yang tercemar tersebut
juga menurunkan efisiensi produksi, karena lebih banyak waktu diperlukan untuk
memelihara mesin dan pompa dengan sendirinya air yang diproduksi lebih rendah
dari jumlah yang seharusnya dihasilkan.
Secara teknis sebagai akibat rendahnya air yang disalurkan bersama
dengan kekurangan sarana distribusi sehingga secara finansial sedikitnya air
yang didistribusikan berarti penghasilan yang lebih rendah.
Kurangnya pemeliharaan jaringan pipa lama menyebabkan kebocoran pipa
dan kehilangan air dalam sistem distribusi dampak dari situasi ini adalah bahwa
22
tingkat pelayanan tingkat rendah meskipun usaha untuk meningkatkan kapasitas
produksi telah dilakukan terus menerus.
Tingginya kebutuhan keuangan untuk pengembangan bahan kimia yang
lebih banyak biaya pemeliharaan yang semakin mahal sementara pendapatan
rendah karena tingginya air tak terhitung menyebabkan kesulitan perusahaan.
Masalah komleksitas diatas tidak bisa diselesaikan sepotong-sepotong
karena penyelesaiannya secara parsial mungkin menimbulkan masalah di tempat
lain sebaliknya pandangan yang menyeluruh dalam pemahaman masalah akan
membantu didalam mengembangkan sebuah strategi yang komperhensif.
3.4 KESIMPULAN
Bisa disimpulkan bahwa tingkat pelayanan air bersih di kota-kota Dunia
ketiga tetap saja rendah meskipun banyak usah telah dilakukan selama 3
dasawarsa terakhir, dan perhatian khusus telah diberikan selama dasawarsa. Laju
urbanisasi yang semakin cepat di negara-negara berkembang menghasilkan
peningkatan kebutuhan air bersih yang sangat besar, sementara degradasi
lingkungan dan kekurangan dana menjadi penghalang utama untuk peningkatan
pelayanan.
Karakteristik kota-kota Dunia Ketiga menyarankan adanya pendekatan
yang berbeda dalam pengelolaan pelayanan air bersih. Praktek-praktek
manajemen air bersih harus peka terhadap kondisi lingkungan fisik dan sosial
dimana sistem tersebut berada. Pemahaman permasalahan secara komprehensif
merupakan tahap yang menentukan dalam pengembangan kebijakan dan strategi
peningkatan pelayanan.
Keterbatasan sumber daya dan pertumbuhan kebutuhan yang cepat
memerlukan penggalian sumber daya setempat dan pemanfaatannya secara
efektif dan efisien. Pandangan yang menyeluruh membantu kita mengidentifikasi
sumber-sumber daya yang ada dan memanfaatkannya secara bijaksana dan
dalam mengelola dinamika permasalahan air bersih di kota-kota Dunia Ketiga.
Paradigma tersebut memberikan sebuah kerangka pikir sebagai alat untuk
menganalisa kondisi pelayanan air bersih pada suatu daerah, merumuskan akar
23
permasalahan, dan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut secara
menyeluruh. Pendekatan holistik yang ditawarkan oleh pandangan ini membantu
kita mengidentifikasi potensi-potensi, sekecil apapun, yang bisa mendukung
peningkatan pelayanan.
3.5 SARAN-SARAN
Penelitian ini telah mengembangkan sebuah kerangka pikir untuk
mengevaluasi manajemen air bersih di daerah perkotaan negara-negara
berkembang. Bidang penelitian yang memerlukan perhatian lebih lanjut adalah :
(a) Mengembangkan sebuah model untuk meningkatkan pelayanan air bersih,
menjaga efisiensi pada setiap tahap pengembangan, dan melakukan
pengembangan secara bertahap, strategis, dan sistematis berdasarkan
pemikiran pertumbuhan kota pada masa mendatang.
(b) Meneylidiki alternatif penerapan pengelolaan air bersih oleh kelompok
masyarakat diantara kaum miskin perkotaan. Hal ini meliputi pengaturan
kelembagaan antara perusahaan air minum dan sistem pengelolaan oleh
masyarakat. Kemungkinan untuk mengelola air bersih dalam sebuah
kopersi air bersih dapat dipergunakan sebagai salah satu alternatif model.
(c) Mengembangkan sebuah kerangka pikir untuk memantau dan
mengevaluasi kemajuan pengembangan air bersih, sehingga tindakan-
tindakan dan perbaikan-perbaikan yang diperlukan bisa diketahui selama
pelaksanaan program pengembangan.
(d) Mengembangkan sebuah model simulasi dari pengelolaan keuangan yang
bisa membantu para pengelola air untuk megevaluasi kebijakan mereka,
terutama dalam menentukan tarif air.
(e) Menyelidiki sistem sanitasi yang cocok untuk daerah sangat padat
penduduk yang secara teknologi dan keuangan layak.
Pelaksanaan bidang-bidang penelitian diatas maka semakin meningkatkan
kondisi pelayanan air bersih di daerah perkotaan negara-negara berekembang.
24
Independent Variables
Intervening Variables
Dependent Variables
PHYSICAL ENVIRONMENT
- Natural environment - Man-made environment
TECHNOLOGI ASPECTS
- Raw water sourees - Treatment plant
- Distribution system
INSTITUTIONAL ASPECTS
- National level - Local level
- Community level
FINANCIAL ASPECT
- Self suffieiency - Cost recovery - Tariff structure
- Resouree mobilization
SOCIAL ENVIRONMENT
- Population - Economic condition
- Political setting - Legal system
LEVEL OF SERVICE
- Coverage - Average consumption - Diversity of water use
- Water quality
MANAGEMENT EFFICIENCY
- Productivity - Production efficieiency - Unaccounted-for eater - Improvement programs
Figure 1. Comprehensive perspective of water supply management