artikel keuangan negara bersih dari kkn
DESCRIPTION
hhhjvTRANSCRIPT
ARTIKEL
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA YANG BERSIH DARI KKN(Kolusi,Korupsi,Nepotisme)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Dan PengelolaanKeuangan Negara Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dosen Pengampu: Dr. I Gusti Ayu Ketut RH., SH., MM
Oleh:
HENDRA SETYADI KURNIA PUTRANIM. S311408007
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUMPROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS
MARET SURAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang mana atas limpahan, rahmat dan karunia-Nya
sehingga tugas Artikel yang berjudul: “Pengelolaan Keuangan Negara Yang
Bersih Dari KKN (Kolusi,Korupsi,Nepotisme)” dapat terselesaikan. Penulis
menyadari bahwa Artikel ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa
bimbingan, dorongan, dan bantuan dari beberapa pihak baik dalam bentuk materi
maupun non materi.
Dalam penulisan Artikel ini penulis senantiasa dihadapkan berbagai
kesulitan dan hambatan. Oleh karena itu, perkenangkanlah penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada Ibu Dr. I Gusti Ayu Ketut RH., SH., MM selaku
dosen pengampu mata kuliah Hukum Dan Pengelolaan Keuangan Negara, yang
telah membimbing penulis dalam memahami materi pada khususnya.
Harapan penulis semoga Artikel ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk
maupun isi Artikel ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Oleh kerena itu
penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Artikel ini.
Surakarta, 10 Oktober 2014
Penulis,
Hendra Setyadi K P
2
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA YANG BERSIH DARI KKN(Kolusi,Korupsi,Nepotisme)
Oleh : Hendra Setyadi KP
ABSTRAK
Pada dasarnya kelangsungan pembangunan Indonesia bergantung pada sektor pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pengelolaan keuangan negara yang efektif dan tepat sasaran bertumpu pada prinsip Pengelolaan Keuangan Yang Baik. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara akan mampu menciptakan Pemerintahan Yang Bersih dari unsur Kolusi,Korupsi,Nepotisme (KKN). Sebagai bentuk penerapan dari asas legalitas dan asas kepastian hukum, maka pengenaan sanksi dalam penyimpangan pengelolaan keuangan negara harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mengedepankan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Selain itu sanksi tersebut diberikan oleh lembaga yang berwenang setelah melalui beberapa prosedur pemeriksaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memegang fungsi budgeting dan fungsi pengawasan keuangan negara sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih dari Kolusi,Korupsi,Nepotisme (KKN).
________________________________________Kata Kunci : Pengelolaan, Pengawasan, Keuangan Negara, KKN
3
I. PENDAHULUAN
Pada dasarnya pembangunan yang mana sedang dilaksanakan oleh
pemerintah saat ini mempunyai tujuan untuk mencapai tingkat kemakmuran
rakyat yang tinggi.1 Hal ini sedasar dengan arah tujuan bangsa Indonesia
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang
mengatur tujuan negara, yaitu: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”
Tidak dapat dipungkiri bahwa penyelenggaraan Negara dan pemerintahan
pasti akan membutuhkan dana, yang tidak sedikit. Untuk itu maka diaturlah
tata cara dan proses penerimaan uang dan pengeluarannya untuk kepentingan
jalannya negara dan pemerintahan. Salah satu ketentuan yang mengatur
mengenai masalah pengelolaan keuangan negara ini adalah sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, dikatakan bahwa
“Anggaran Pendapatan dan Belanja sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.2
Pelaksanaan dari pembangunan tersebut harus bersandar pada sumber
pendanaan yang tersedia yakni Anggaran Pendapatan Belanja Negara (yang
selanjutnya disingkat APBN) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam hal ini APBN dimaksud
disusun dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang
1 Indrawati, Prinsip Good Financial Governance Dalam Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Rangka Mewujudkan Clean Governance, Perspektif,Volume XVII No. 3 Tahun 2012 Edisi September, Hlm.2022 Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
4
berkembang dalam beberapa bulan terakhir, serta berbagai langkah kebijakan
yang diperkirakan akan ditempuh dalam tahun berjalan.3
Terwujudnya penyelenggaraan Negara yang bersih dari Korupsi Kolusi
Nepotisme (KKN), merupakan salah satu tuntutan yang penting di era
reformasi ini. Harapan terciptanya penyelenggaraan negara yang bersih
setelah era reformasi hingga sekarang belumlah terwujud sepenuhnya.
Pengungkapan berbagai kasus korupsi, utamanya kasus-kasus
penyalahgunaan pengelolaan keuangan yang terjadi di pusat dan didaerah-
daerah menjadi indikasi belum terwujudnya prinsip-prinsip penyelenggaraan
negara yang bersih dalam pengelolaan keuangan negara dan keuangan daerah.
Persoalan konsekuensi yuridis apabila ditemukan penyimpangan pengelolaan
keuangan melalui pengawasan dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan
pelanggaran hukum adminstrasi atau merupakan tindak pidana korupsi.4
Menurut peneliti The Habibi Center, Adrinof A. Chaniago menyatakan
bahwa munculnya beberapa kasus peyelewengan dalam pengelolaan
keuangan negara merupakan salah satu akibat meningkatnya kekuasaan
legislatif maupun eksekutif di daerah. Hal ini dimungkinkan karena Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dewan memiliki hak
besar untuk mengatur anggaran. Namun undang-undang tersebut tidak
mengatur mekanisme pertanggungjawaban yang transparan kepada publik.
Tidak heran jika wewenang yang besar itu justru melahirkan penyimpangan,
yaitu mengalirkan dana negara ke kantong pribadi.5
Belum tuntasnya agenda mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas
Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN), secara tegas diakui dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. Untuk menunjang kebutuhan
masyarakat di era reformasi dibentuklah sebuah lembaga khusus yang
3 Indrawati, Prinsip Good Financial Governance Dalam Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Rangka Mewujudkan Clean Governance, Loc.Cit4 Isnawati, Perspektif Hukum Dalam Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda5 Indrawati, Prinsip Good Financial Governance Dalam Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Rangka Mewujudkan Clean Governance, Op.Cit, Hlm.203
5
bertugas dalam pemberantasan korupsi melalui Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimana Undang-
Undang ini memberi kewenangan yang lebih besar kepada KPK sebagai
penyelidik dan penyidik juga penuntutan perkara korupsi dibanding dengan
institusi penyidik lainnya (kejaksaan dan kepolisian), sehingga KPK menjadi
“Super Body” dalam penegakan hukum terhadap korupsi. Hal ini terlihat dari
langkah tegas aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi yang telah
mengalami kemajuan, sedikit-banyak telah menahan laju perilaku korupsi
dari para penyelenggara negara.6
Oleh karena itu pengawasan merupakan instrumen utama dalam hukum
administrasi yang merupakan bagian dari upaya penegakan hukum preventif.
Dalam konteks hukum administrasi, penegakan hukum tidak selalu bermakna
tindakan responsif dengan diberikan sanksi terhadap pelaku pelanggaran.
Pengawasan ditujukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran sekaligus
menghentikan lebih dini adanya pelanggaran agar terhindar dari akibat yang
lebih buruk.
II. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Keuangan Negara.
Dalam sejarah perundang-undangan Republik Indonesia, istilah
keuangan Negara pertama kali dipakai dalam Pasal 23 ayat (5) UUD NRI
1945. Pengertian keuangan Negara dalam Pasal 23 ayat (5) UUD NRI
1945 terkait dengan tanggungjawab pemerintah tentang pelaksanaan
anggaran. Oleh sebab itu, pengertian keuangan negara dalam ayat (5) itu
tidak mungkin mencakup keuangan daerah dan keuangan perusahaan-
perusahaan.7
John F. due menyamakan pengertian keuanga Negara dengan
anggaran (budget) Negara. Mengenai hubungan antara keuangan Negara
dengan anggaran Negara, Muchsan, menyatakan bahwa anggaran Negara
6 Ibid7 Artifin P.Atmadja S, 2009, “Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum”, Jakarta: Rajawali Press. Hlm. 5
6
merupakan alat penggerak untuk melaksanakan keuangan Negara.
Menurut Gildenhuys, anggaran memiliki enam fungsi, yaitu:8
a. Sebagai kebijakan yang menggambarkan tujuan dan sasaran khusus yang hendak dicapai melalui suatu pengeluaran dalam anggaran (a policy statement declaring the goals and specific objectives an authority wishes to achieve by means of the expenditure concerned).
b. Sebagai sarana redistribusi kekayaan sebagai salah satu fungsi public yang paling utama dari anggaran (redistribution of wealth is one of the most important function of public budget).
c. Sebagai program kerja pemerintah (a work program)d. Sebagai sumber informasi (as a source of information)e. Sebagai sarana koordinasi kegiatan pemerintahan (as a coordinating
instrument)f. Sebagai alat pengawasan legislative terhadap eksekutif (a control
instrument to be used by the legislative authority over the executive authority and by the executive authority over the administrative authority and even for internal control within a single component of the administrative authority).Pada dasarnya pengertian pengelolaan keuangan negara ini sejatinya
hanya bertumpu pada peristilah keuangan negara. Menurut M. Subagio,
keuangan negara adalah hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, demikian juga segala sesuatu baik berupa uang maupun
barang yang dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban itu (M. Subagio, 1991:11). Sedangkan menurut Nisjar
keuangan negara adalah semua hak yang dapat dinilai dengan uang,
demikian pula segala sesuatu (baik berupa uang mapun barang) yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan hak-hak tersebut (Karhi Nisjar
S., 1998).9
2. Hak dan Kewajiban Negara.
Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dinyatakan sebagai berikut: Keuangan negara
adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang;
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
8 Riawan Tjandra, 2006, “Hukum Keuangan Negara”, Jakarta: PT Grasindo, hlm. 19 Indrawati, Prinsip Good Financial Governance Dalam Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Rangka Mewujudkan Clean Governance, Op.Cit, Hlm.204
7
tersebut. Sedangkan ruang lingkup keuangan negara dalam ketentuan
Pasal 2 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
adalah sebagai berikut: Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan
dan mengedarkan uang dan melakukan pinjaman; Kewajiban negara
untuk menyelenggarakan tugas.
3. Pengurusan Keuangan Negara.
a. Pengurusan Umum.
Dalam pengurusan umum pejabat yang melaksanakan pengurusan
anggaran Negara dapat diklasifikasikan atas dua macam, yaitu seperti
berikut :10
1) Otorisator
Otorisator adalah pejabat yang mempunyai wewenang untuk
mengambil tindakan/keputusan yang dapat mengakibatkan uang
Negara keluar sehingga menjadi berkurang atau bertambah karena
pungutan dari masyarakat. Wewenang untuk mengambil
keputusan yang dapat mengakibatkan uang Negara berkurang atau
bertambah disebut otorisasi. Otorisasi dapat diklasifikasikan
menjadi dua macam, yaitu :
a) Otorisasi umum; otorisasi yang berupa keputusan dan tindakan
yang lainnya berbentuk peraturan umum Contohnya: Undang-
Undang Pajak
b) Otorisasi yang berbantuk surat keputusan yang khsuusnya
mengikat orang/publik tertentu, misalnya Surat keputusan
Pegawai negeri Sipil dan otorisasi untuk proyek.
2) Ordonator
Ordonator adalah pejabat yang melakukan pengawasan terhadap
otorisator agar Otorisator tersebut dalam melaksanakan
tindakan/keputusannya selalu demi kepentingan umum. Tugas
utama ordonator adalah melaksanakan pengujian dan penelitian
10 Hendra Karianga, 2011, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah: Perspektif Hukum dan Demokrasi”, PT Alumni Bandung, hlm. 32
8
terhadap penerimaan maupun pengeluaran uang Negara. Oleh
karena itu, ordonator dibedakan sebagai berikut :
a) Ordonator pengeluaran Negara.
Ordonator pengeluaran Negara adalah pejabat yang dalam hal
ini ditunjuk Menteri Keuangan dan sebagai pelaksana adalah
Direktorat Jenderal Anggaran, yang untuk daerah dilaksanakan
oleh kantor perbendaharaan Negara.
Tugas ordonator pengeluaran Negara ialah: Pertama,
Melakukan penelitian dan pengujian terhadap bukti-bukti
penagihan. Kedua, Membukukukan pada pos mata anggaran
yang tepat artinya membukukan pengeluaran uang Negara
tersebut pada pos mata anggaran yang sesuai dengan tujuan
pengeluaran. Ketiga, Memerintahkan membayar uang, hal ini
dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar
(selanjutnya ndisebut SPM).
Pengeluaran yang diperintahkan oleh ordonator ada dua
macam, yaitu : Pertama, Pengeluaran Negara dengan beban
total, artinya pengeluaran Negara yang bukti penagihannya
telah diajukan terlebih dahulu kepada ordonator untuk
diperiksa sehingga dapat dibukukuan kepada pos mata
anggaran artinya apakah kuitansi/berita acara serah terima
barang maupun kontrak perjanjian sudah sesuai dengan
peraturan yang berlaku, dan apakah bukti-bukti itu
kedaluwarsa, yang tetap; tanpa bukti penagihannya,
dikeluarkan terlebih dahulu sehingga oleh ordonator
dibukukan pada pos mata anggaran sementara. Akan tetapi,
pembukuan sementara ini berubah sifatnya menjadi
pembukuan dengan beban tetap setelah bukti penagihannya
dikirimkan kepada ordonator atau setelah ordonator menerima
Surat Pertanggung jawaban (selanjutnya disebut SPJ). Kedua
9
adalah Pengeluaran Negara dengan beban sementara, artinya
uang dikeluarkan.
b) Ordonator penerimaan Negara
Sebagai pelaksana ordonator penerimaan Negara adalah
semua menteri yang menguasai pendapatan Negara. Tugas
utamanya ialah mengawasi apakah penerimaan Negara
tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku atau tidak. Ia
juga mengeluarkan surat keputusan yang mengakibatkan
penerimaan bagi Negara. Atas dasar surat keputusan ini, juga
diterbitkan Surat Perintah membayar (SPM).
b. Pengurusan Khusus.
Dalam pengurusan khusus yang ditunjuk untuk menjalankan
pengurusan itu adalah bendaharawan, yang dibebani tugas pengurusan
dan penyimpanan sebagian dari kekayaan Negara berupa uang dan
barang. Dalam praktik, tugas pengurusan uang diwujudkan dalam
penerimaan, penyimpanan, dan pembayaran atas perintah ordonator,
Pengurusan barang meliputi penerimaan, penyimpanan, pengeluaran
(penyerahan) dan pemeliharaannya. Bendaharawan dapat ditinjau dari
dua segi, seperti di bawah ini :
1. Ditinjau dari obyeknya, yaitu :
a) Bendaharawan uang, yaitu obyek pengurusannya adalah uang
Negara;
b) Bendaharawan barang, yaitu obyek pengurusannya barang
milik Negara;
c) Bendaharawan uang dan barang, yang obyek pengurusannya
baik uang maupun barang.
2. Ditinjau dari sudut tugasnya:
a) Bendaharawan umum, adalah bendaharawan yang mempunyai
tugas untuk menerima pendapatan Negara yang terkumpul dari
masyarakat, kemudian dari persediaan yang ada akan
masyarakat, kemudian dari persediaan yang ada akan
10
dikeluarkannya lagi untuk kepentingan umum. Contohnya,
Kepala Kas Negara, bank Indonesia, Kepala Kantor Pos dan
Bank lin yang ditunjuk Menteri Keuangan.
b) Bendaharawan khusus, adalah bendaharawan yang mengurus
pengeluaran Negara dari persediaan uang yang ada padanya
dan diterima dari bendaharawan umum. Untuk itu, ia
diharuskan membuat pertanggungjawaban atas pengeluaran
yang telah dilakukannya dengan mengirimkan surat
pertanggungjawaban (SPJ) yang dibuat tiap-tiap bulan.11
4. Kedudukan Badan Pengawas Keuangan (BPK)
Dalam Pasal 23 E UUD 1945 menentukan : Ayat (1) “Untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan satu Badan Pemeriksaan Keuangan yang bebas dan mandiri;”
Ayat (2) “Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya;” Ayat (3) “Hasil
pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan da/atau
badan sesuai dengan undang-undang”
Selanjutnya, Pasal 23F juga menentukan : (1) “Anggota Badan
Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan
oleh Presiden;” (2) “Pimpinan Badan Pemeriksaan Keuangan dipilih dari
dan oleh anggota”
Sementara itu, Pasal 23G UUD 1945 menentukan : (1) “Badan
Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki
perwakilan perwakilan di setiap provinsi;” (2) “Ketentuan lebih lanjut
mengenai Badan Pemeriksa keuangan diatur dengan undang-undang.
Undang-undang yang mengatur soal BPK saat ini adalah UU Nomor 15
tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.12
11 Ibid12 Republik Indonesia, “Undang-undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan”, UU Nomor 15 Tahun 2006, LN Nomor 85 Tahun 2006, TLN Nomor 4654, diundangkan pada tanggal 30 Oktober
11
Menurut Undang-undang tersebut, BPK merupakan lembaga
negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.13 Artinya, posisi BPK tidak berada
dibawah atau pengaruh lembaga negara lainnya, baik itu eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif.
5. Pengertian Korupsi
Korupsi dalam bahasa Latin disebut Corruptio – corruptus, dalam
Bahasa Indonesia disebut corruptie, dalam Bahasa Inggris disebut
corruption, dan dalam Bahasa Sansekerta yang tertuang dalam Naskah
Kuno Negara Kertagama arti harfiah corrupt menunjukkan kepada
perbuatan yang rusak, busuk, bejad, tidak jujur yang disangkut pautkan
dengan keuangan.14
Korupsi di dalam Black’s Law Dictionary adalah “suatu perbuatan
yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang
tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain,
secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk
mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang
lain, bersamaan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain”.15
Dalam pengertian lain, korupsi dapat pula dilihat sebagai perilaku
tidak mematuhi prinsip, artinya dalam pengambilan keputusan di bidang
ekonomi, baik dilakukan oleh perorangan di sektor swasta maupun pejabat
publik, menyimpang dari aturan yang berlaku.Hakekat korupsi
berdasarkan hasil penelitian World Bank adalah ”An Abuse Of Public
Power For Private Gains” , penyalahgunaan kewenangan / kekuasaan
untuk kepentingan pribadi.16
Pengertian korupsi secara yuridis, baik arti maupun jenisnya telah
dirumuskan, di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-
2006.13 Ibid, Pasal 214 Sudarto, 1996, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung, Cetakan Keempat, hlm. 115 15 Black, Henry Campbell, 1990, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, West Publishing, St. Paul Minesota16 Vito Tanzi, 1994, Corruption, Governmental Activities, and Markets, IMF Working Paper
12
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1971. Dalam pengertian yuridis, pengertian korupsi tidak hanya
terbatas kepada perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negaara, tetapi meliputi juga
perbuatan-perbuatan yang memenuhi rumusan delik, yang merugikan
masyarakat atau orang perseorangan.
III. PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas mengenai permasalahan sebagaimana
tersebut di atas dengan menganalisanya berdasarkan teori pendapat sarjana
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya yang telah
disebutkan di atas pula. Untuk menuju Pengelolaan Keuangan Negara Yang
Bersih Dari KKN (Kolusi,Korupsi,Nepotisme) yang paling penting adalah
bagaimana sektor pengawasan dilakukan dengan baik.
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, bahwa kekuasaan Negara, bahwa kekuasaan pengelolaan
keuangan negara dipegang oleh Presiden selaku kepala Pemerintahan dan
dikuasakan kepada Menteri Keuangan dan Menteri/pimpinan lembaga selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya.
Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat
pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya,
yang mana meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan juga
pertanggungjawaban (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan, Tanggung Jawab Keuangan Negara).
Pemeriksaan keuangan dari negara adalah suatu proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif,
dan professional berdasarkan dari standar pemeriksaan, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, juga keandalan informasi meliputi aspek
pengelolaan dan tanggungjawab dari keuangan negara (Pasal 1 angka 1
13
Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
juga Tanggung Jawab Keuangan Negara).
Sedangkan pemeriksaan akan keuangan negara ini meliputi: Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu; Pemeriksaan
Keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan; Pemeriksaan Kinerja
adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas
pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.
Berkaitan dengan pertanggungjawaban akan pelaksanaan APBN dan juga
APBD, Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR setelah diperiksa BPK
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Maka
selanjutnya Gubernur/Bupati/Walikota menyiapkan Raperda APBD ke
Dewan Pertimbangan Rakyat Daerah (yang selanjutnya disebut DPRD).
Dengan diterimanya pertanggungjawaban tersebut di forum DPR atau DPRD,
dianggap secara hukum dan politik terpenuhi atau sudah bertanggungjawab
(Pasal 30-31 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003).
Oleh karena itu berkaitan dengan pengawasan, di bidang hukum keuangan
negara dilakukan oleh badan atau pejabat yang berwenang. Pihak yang
berwenang melakukan pengawasan haruslah memahami kejelasan norma
yang mengatur, kewenangan diskresi, penerapan norma hukum baik norma
hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) maupun norma hukum tidak
tertulis (AUPB = Asas Umum Pemerintahan yang Baik). Berdasarkan atas hal
tersebut di atas setiap pengenaan sanksi dalam pengelolaan keuangan negara
maka perlu dilakukan pengawasan terlebih dahulu oleh instansi yang
berwenang.
Berbicara mengenai sanksi hal ini erat kaitannya dengan suatu tindakan
pelanggaran terhadap suatu kebijakan atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Selain itu pengenaan sanksi ini merupakan bagian dari
penegakan hukum represif yang diberikan oleh instansi yang berwenang
karena pelanggaran dari norma hukum administrasi dan peraturan perundang-
14
undangan. Namun demikian dalam pengenaan sanksi ini harus memenuhi
prosedur yang telah ditetapkan yakni sebelumnya dilakukan pengawasan oleh
instansi yang berwenang sebagai bagian dari penegakan hukum preventif.
Dalam hal ini kekuasaan pengawasan terhadap kehidupan masyarakat
yang sangat berkaitan dengan tugas pemerintah yang berhubungan dengan
tugas mengatur, dimana pengawasan kepada masyarakat dilakukan melalui
pengaturan dengan mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu kepada
aktifitas masyarakat agar masyarakat dapat lebih terarah dalam melakukan
aktifitas, sehingga tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan atau
perintah yang diberikan oleh Pemerintah berdasarkan peraturan hukum yang
ada.
IV. KESIMPULAN
Mengenai hal ini wujud nyata dari pengelolaan keuangan negara yang
dewasa ini telah menjadi tolok ukur menuju kemantapan demokrasi adalah
pengelolaan keuangan negara yang bersifat: konsisten, bertanggungjawab,
efisien, dan efektif, serta diselenggarakan secara partisipatif
berkesinambungan. Berkaitan dengan hal tersebut nyatalah ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mana mengatur mengenai pengelolaan
keuangan negara di Indonesia telah memenuhi prinsip-prinsip
penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN (Kolusi,Korupsi,Nepotisme)
Pengenaan akan sanksi dalam penyimpangan pengelolaan keuangan
negara harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sesuai dengan karakternya, dan mengedepankan penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia. Selain itu sanksi tersebut diberikan oleh
lembaga yang berwenang bila telah melalui beberapa prosedur pemeriksaan
dan pengawasan yang dilakukan oleh BPK dan DPR yang memegang fungsi
budgeting dan fungsi pengawasan keuangan negara sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 15 Tahun
2006 tentang BPK.
15
Namun dalam penerapannya meskipun Undang-Undang yang mengatur
sudah baik serta aparat penegak hukumnya sudah baik, tetapi pada praktiknya
masih tetap korupsi menjadi budaya oleh para pemegang kekuasaan
khususnya di dalam sektor pengelolaan keuangan Negara. Hal ini
menandakan bahwa budaya hukum masyarakat sangatlah lemah, oleh
karenanya sistem pengawasan yang lebih menyasar yang bersifat independen
yang melibatkan masyarakat. Sistem ini harus ditingkatkan untuk
membangun dari budaya hukum itu sendiri, agar supaya munculnya efek jera
bagi para pelaku korupsi sehingga tidak terjadi hal yang serupa dan supaya
terbentuknya cita bangsa yang bersih dari KKN (Kolusi,Korupsi,Nepotisme)
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006, Tentang Badan Pemeriksaan Keuangan
16
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
6. Indrawati, Prinsip Good Financial Governance Dalam Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Rangka Mewujudkan Clean Governance, Perspektif,Volume XVII No. 3 Tahun 2012 Edisi September
7. Isnawati, Perspektif Hukum Dalam Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
8. Artifin P.Atmadja, “Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum”, Jakarta: Rajawali Press, 2009
9. Riawan Tjandra, “Hukum Keuangan Negara”, Jakarta: PT Grasindo, 2006
10. Hendra Karianga, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah: Perspektif Hukum dan Demokrasi”, Penerbit PT Alumni Bandung, 2011
11. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung, Cetakan Keempat, 1996
12. Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, West Publishing, St. Paul Minesota, 1990
13. Vito Tanzi, Corruption, Governmental Activities, and Markets, IMF Working Paper, Agustus 1994
17