panduan penghitungan ipm (revisi)
DESCRIPTION
StatisticsTRANSCRIPT
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) i
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................................................. 1
1.1 Arti dan Ruang Lingkup Pembangunan Manusia .............................................................. 1
1.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ............................................................................... 2
1.3 Fungsi dan Keterbatasan IPM............................................................................................ 2
1.4 Perbandingan Komponen IPM Internasional dan IPM Indonesia .................................... 3
BAB 2 INDIKATOR PENDIDIKAN.......................................................................................................................... 5
2.1 Konsep Rata-rata Lama Sekolah ............................................................................................ 5
2.2 Teknis Penghitungan Rata-rata Lama Sekolah (MYS) ............................................................. 6
2.3 Konsep Angka Melek Huruf ..................................................................................................21
2.4 Teknis Penghitungan Angka Melek Huruf (AMH) ..................................................................22
BAB 3 INDIKATOR DAYA BELI ........................................................................................................................... 31
3.1 Konsep Standar Hidup Layak ................................................................................................31
3.1.1 Pengeluaran per Kapita .............................................................................................31
3.1.2 PPP per Unit ..............................................................................................................32
3.2 Teknis Penghitungan Daya Beli yang Disesuaikan .................................................................33
3.2.1 Menghitung Angka Rata-rata Pengeluaran per Kapita ................................................33
3.2.2 Menghitung Nilai Riil dari Rata-rata Pengeluaran per Kapita ......................................37
3.2.3 Penghitungan PPP (unit) ............................................................................................39
3.2.3 Penghitungan PPP (Purchasing Power Parity).............................................................49
BAB 4 PENGHITUNGAN INDEKS........................................................................................................................ 51
4.1 Penghitungan Indeks Tunggal ..............................................................................................51
4.1.1 Indeks Kesehatan (X1) ............................................................................................53
4.1.2 Indeks Pendidikan (X2) ...........................................................................................53
4.1.3 Indeks Daya Beli (X3) ..............................................................................................54
4.2 Penghitungan Indeks Komposit ............................................................................................54
4.3 Reduksi Shortfall...........................................................................................................55
BAB 5 REKONSILIASI DAN ESTIMASI DATA................................................................................................ 59
5.1 Pentingnya Rekonsiliasi dan Estimasi Data .....................................................................59
5.2 Estimasi Komponen IPM ..................................................................................................59
5.3 Metode Estimasi Komponen IPM .....................................................................................60
ii Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
1. Pertumbuhan Susenas ............................................................................................ 60
2. Moving Average ....................................................................................................... 60
3. Regresi Panel .......................................................................................................... 61
4. Pertumbuhan IPM 2004 s.d. 2009 .......................................................................... 62
5. Penggunaan Interval Estimasi ................................................................................ 63
5.4 Rekonsiliasi dengan Indikator Pendukung ...................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................... 65
LAMPIRAN ........................................................................................................................................66
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 1
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Arti dan Ruang Lingkup Pembangunan Manusia
Dalam perspektif the United Nations Development Programme (UNDP), pembangunan
manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the
choices of people), yang dapat dilihat sebagai proses upaya ke arah "perluasan pilihan" dan
sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut (UNDP, 1990). Pada saat yang sama
pembangunan manusia dapat dilihat juga sebagai pembangunan (formation) kemampuan
manusia melalui perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan, dan keterampilan; sekaligus sebagai
pemanfaatan (utilization) kemampuan/keterampilan mereka tersebut. Konsep pembangunan di
atas jauh lebih luas pengertiannya dibandingkan konsep pembangunan ekonomi yang
menekankan pada pertumbuhan (economic growth), kebutuhan dasar (basic needs), kesejahteraan
masyarakat (social welfare), atau pengembangan sumber daya manusia (human resource
development). Hal ini terkait konsep pembangunan manusia UNDP yang mengandung empat unsur
yaitu: produktifitas (productivity), pemerataan (equity), kesinambungan (sustainability), dan
pemberdayaan (empowerment).
Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang ingin
dicapai. Dalam kaitan ini UNDP melihat pembangunan manusia sebagai suatu "model"
pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk, dan oleh penduduk:
a. tentang penduduk; berupa investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan
sosial lainnya;
b. untuk penduduk, berupa penciptaan peluang kerja melalui perluasan (pertumbuhan)
ekonomi dalam negeri; dan
c. oleh penduduk; berupa upaya pemberdayaan (empowerment) penduduk dalam
menentukan harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam proses politik dan
pembangunan.
Pendahuluan
2 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 1
1.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Uraian singkat di atas memberikan ilustrasi bahwa konsep pembangunan manusia
memiliki dimensi yang sangat luas. Menurut UNDP upaya ke arah "perluasan pilihan" hanya
mungkin dapat direalisasikan jika penduduk paling tidak memiliki: peluang berumur panjang dan
sehat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, serta peluang untuk merealisasikan
pengetahuan yang dimiliki dalam kegiatan yang produktif (misalnya dapat bekerja dan
memperoleh "uang", sehingga memiliki daya beli). Dengan kata lain, tingkat pemenuhan ketiga
unsur tersebut sudah dapat merefleksikan, secara minimal, tingkat keberhasilan pembangunan
manusia suatu wilayah.
UNDP sejak 1990 menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Index (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja (performance) suatu negara
dalam bidang pembangunan manusia. Selanjutnya sejak tahun 1990, indeks tersebut digunakan
untuk mengukur kinerja pembangunan manusia di Indonesia pada tingkat provinsi hingga tingkat
kabupaten/kota.
Untuk mengukur tingkat pemenuhan ketiga unsur di atas, UNDP menyusun suatu indeks
komposit berdasarkan pada 3 (tiga) indikator yaitu: Angka Harapan Hidup (life expectancy at
age 0: e0), Angka Melek Huruf penduduk dewasa (adult literacy rate: AMH) dan Rata-Rata Lama
Sekolah (mean years of schooling: MYS), serta Purchasing Power Parity (merupakan ukuran
pendapatan yang sudah disesuaikan dengan paritas daya beli). Indikator pertama mengukur
"umur panjang dan sehat", dua indikator berikutnya mengukur "pengetahuan dan keterampilan",
sedangkan indikator terakhir mengukur kemampuan dalam mengakses sumber daya ekonomi
dalam arti luas. Ketiga indikator inilah yang digunakan sebagai komponen dalam penyusunan HDI
yang diterjemahkan menjadi IPM.
1.3 Fungsi dan Keterbatasan IPM
Secara umum, fungsi IPM sebagai sarana untuk mengukur masalah pembangunan manusia
diakui secara luas. Statistical Institute for Asia and the Pacific (SIAP) merekomendasikan negara
anggotanya untuk menghitung IPM "yang cocok" untuk perbandingan antarwilayah dalam suatu
negara. Rekomendasi SIAP tersebut cukup realistis karena konsep/definisi sistem perstatistikan
dalam suatu negara pada umumnya relatif seragam sehingga kualitas data yang dihasilkannya
tidak berbeda. IPM provinsi serta kabupaten/kota yang dihitung hingga saat ini, antara lain untuk
menanggapi rekomendasi SIAP tersebut.
Sementara itu secara khusus untuk Indonesia, IPM mempunyai manfaat sebagi berikut:
Pendahuluan
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 3
BAB 1
1) Mengetahui perkembangan hasil pembangunan SDM dalam berbagai aspek kehidupan.
2) Mengetahui capaian program-program pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan
kualitas hidup masyarakat.
3) Mendapatkan “feedback” atas ketidak/kekurang-berhasilan pembangunan.
4) Sebagai alokator dalam penyusunan DAU.
5) Mengukur keterkaitan dengan proses pembangunan dibidang lainnya (ekonomi, sosial,
politik dan sebagainya)
Selain manfaat yang dimilikinya, IPM juga mempunyai beberapa keterbatasan sebagai
berikut:
1) Adalah suatu kemustahilan bahwa pembangunan manusia dalam arti luas dapat diukur
hanya dengan satu indeks komposit, tak peduli seberapa banyak komponen indikatornya
(apalagi jika diingat bahwa semakin banyak variabel yang dimasukkan ke dalam indeks
komposit tersebut semakin tinggi pula kemungkinan besarnya kesalahan/error).
2) IPM juga masih mempunyai kelemahan dari segi data dan arti. Kelemahan yang bersifat
umum dari suatu indeks komposit adalah tidak memiiiki arti tersendiri secara individual.
Jelasnya, IPM suatu negara, provinsi atau kabupaten/kota tidak bermakna tanpa
dibandingkan dengan IPM negara, provinsi atau kabupaten/kota lainnya.
3) IPM belum mempertimbangkan kesetaraan gender. Untuk menanggapi masalah ini, UNDP
menyusun dua indeks turunan IPM yaitu IPG (Indeks Pembangunan Gender) dan IDG
(Indeks Pemberdayaan Gender).1 Sementara untuk mempertimbangkan kemiskinan,
disusunlah Indeks Kemiskinan Manusia (IKM)2.
1.4 Perbandingan Komponen IPM Internasional dan IPM Indonesia
Dengan mempertimbangkan ketersediaan data di Indonesia dan merespon saran dari
SIAP, maka IPM Indonesia mengalami beberapa modifikasi seperti terlihat dalam tabel 1.1.
1 IPG disusun dari angka harapan hidup; angka melek huruf; rata-rata lama sekolah; rata-rata upah buruh non
pertanian; dan sumbangan pendapatan (dalam persen). Sedangkan IDG disusun dari data keterwakilan dalam parlemen; proporsi dari manajer, staf administrasi, pekerja profesional dan teknisi; persentase aktif secara ekonomi (proporsi dari angkatan kerja); serta upah di bidang non pertanian. Masing-masing indikator penyusun IPG dan IDG tersebut dibedakan berdasarkan jenis kelamin (menggunakan data laki-laki dan perempuan).
2 IKM dibangun oleh tiga komponen yaitu peluang suatu populasi untuk tidak bertahan hidup sampai umur 40 tahun , indikator kedua diukur dengan angka buta huruf penduduk umur dewasa [15 tahun keatas], serta keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar [meliputi akses terhadaop air bersih, akses terhadaop sarana kesehatan, dan persentase balita dengan status gizi kurang].
Pendahuluan
4 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 1
Tabel 1.1. Perbandingan Indikator IPM UNDP dan BPS
Dimensi Indikator UNDP Indikator BPS (1) (2) (3)
Umur panjang dan sehat Angka harapan hidup pada saat lahir (e0)
Angka harapan hidup pada saat lahir (e0)
Pengetahuan Angka Melek Huruf (AMH) GER
Angka Melek Huruf (AMH) Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
Kehidupan yang layak Pendapatan per kapita riil yang disesuaikan (PPP Rupiah): PDB riil
Pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan (PPP Rupiah): Data Susenas
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 5
BAB
2
INDIKATOR PENDIDIKAN
2.1 Konsep Rata-rata Lama Sekolah
Lamanya sekolah atau years of schooling adalah sebuah angka yang menunjukkan
lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar (SD) sampai dengan kelas terakhir
yang diselesaikan pada tingkat pendidikan terakhir. Lamanya bersekolah merupakan ukuran
akumulasi investasi pendidikan individu. Setiap tahun, tambahan sekolah diharapkan akan
membantu meningkatkan pendapatan individu tersebut.
Indikator yang diturunkan dari data lama sekolah menggambarkan rata-rata lama
sekolah dari penduduk di suatu wilayah adalah rata-rata lama sekolah /mean years of schooling
(MYS). Sebagai indikator tunggal, rata-rata lama sekolah dapat dijadikan ukuran akumulasi
modal manusia suatu daerah. Ukuran ini mengatasi masalah kekurangan estimasi dari tingkat
pendidikan tertinggi yang tidak mengakomodir kelas tertinggi yang pernah dicapai individu.
Namun demikian, rata-rata lama sekolah ini tidak mempertimbangkan kasus-kasus tidak naik
kelas, putus sekolah yang kemudian melanjutkan kembali, dan masuk sekolah dasar di usia yang
terlalu muda atau sebaliknya. Sehingga nilai dari jumlah tahun bersekolah bisa menjadi terlalu
tinggi (overestimate) atau bahkan terlalu rendah (underestimate).
Pada awalnya UNDP menggunakan MYS sebagai indikator pendidikan yang dikombinasikan
dengan AMH dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Populasi yang digunakan UNDP
untuk penghitungan MYS dibatasi pada penduduk berumur 25 tahun ke atas. Batasan itu diperlukan
agar angkanya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang
dari 25 tahun masih dalam proses sekolah sehingga belum pantas ditanyakan MYS-nya. Namun karena
keterbatasan data, sejak tahun 1995 MYS digantikan dengan GER (Gross Enrolment Ratio) dan pada
tahun 2010 dalam metode IPM yang baru GER digantikan kembali dengan MYS.
Di Indonesia, data Susenas cukup valid untuk menghitung MYS sehingga dalam penghitungan
IPM Indonesia, indikator MYS tetap digunakan. Perbedaannya, populasi yang digunakan adalah
penduduk berumur 15 tahun ke atas disesuaikan dengan populasi dalam penghitungan AMH. Rata-
Indikator Pendidikan
6 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 2
rata lama sekolah/MYS menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15
tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal.
Cara menghitung lamanya bersekolah dapat dikonversikan langsung dari jenjang
pendidikan dan kelas tertinggi yang pernah diduduki seseorang, misalnya jika seseorang
pendidikan tertingginya adalah SMP kelas 2, maka ia memiliki jumlah tahun bersekolah sama
dengan 8 tahun, yaitu 6 tahun bersekolah di tingkat SD ditambah dengan 2 tahun di SMP. Data
yang diperlukan untuk penghitungan rata-rata lama sekolah adalah jenjang pendidikan dan
kelas/tingkat tertinggi yang pernah diduduki. Sumber data lama sekolah dapat menggunakan
Susenas, yaitu dari pertanyaan tentang Jenjang atau Jenis Pendidikan Tertinggi yang pernah
atau sedang diduduki dari Seksi Keterangan Pendidikan3.
Rata-rata lama sekolah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
�� =∑���
di mana :
�� : rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas
�� : lamanya sekolah individu usia 15 tahun ke atas
n : jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas.
Sebagai contoh, tabel berikut menunjukkan lama sekolah 3 individu dilihat dari jenjang
pendidikan yang ditamatkan dan kelas tertinggi.
Individu Jenjang Kelas/tingkat Lama sekolah (tahun)
(1) (2) (3) (4)
A SMP 2 6+2 =8
B SD 6 (tamat) 6
C Universitas 2 12+2=4
Maka rata-rata lama sekolah = (8+6+14)/3 =9.3 tahun atau secara rata-rata ketiga orang
tersebut bersekolah sampai Tamat SMP.
2.2 Teknis Penghitungan Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
Teknis untuk menghitung rata-rata lama sekolah dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu
dengan menggunakan kotak dialog dan menggunakan syntax. Sebelum memulai penghitungan
MYS, terlebih dulu buka raw data Susenas Kor Individu Juli 2010.
3 Dalam data SUSENAS variabel kelas, terdapat pilihan tingkat 8. Angka 8 ini menunjukkan bahwa seseorang telah
tamat di jenjang tertentu.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 7
BAB 3
Menggunakan Kotak Dialog
a. Langkah Pertama, seleksi penduduk pada umur 15 tahun ke atas, caranya:
Klik menu Data, lalu pilih Select Cases.
Setelah muncul kotak dialog Select Case seperti gambar di bawah, pada bagian
Select, tandai if condition is statisfied.
Pada bagian Output tandai Filter out unselected case.
Kembali ke pilihan if condition is statisfied pada bagian Select dan klik kotak
bertuliskan if... di bawahnya.
Setelah muncul kotak dialog Select Cases: If, masukan variabel umur (umur anggota
rumah tangga) ke kolom persamaan.
Yaitu, dari daftar variabel sebelah kiri ke kolom kosong di sebelah kanan atas dengan
cara mengklik tanda segitiga yang dilingkari pada gambar di bawah.
Lalu tambahkan “> = 15”,
Sehingga tampak tampilan di layar sebagai berikut:
Klik Continue, lalu OK
b. Langkah Kedua, mengelompokkan jenjang pendidikan yang pernah/sedang diduduki.
Pada langkah ini, kelompokkan jenis pendidikan yang berada pada tingkat yang sama
dengan menggunakan fungsi Recode. Contohnya, sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah
Indikator Daya Beli
8 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
dijadikan satu kelompok sebagai tingkat sekolah dasar. Pada Susenas 2010, pertanyaan
mengenai jenjang pendidikan yang pernah/sedang diduduki berada pada Blok VC rincian 16
seperti berikut:
Dalam buku ini, pengelompokkan dilakukan dengan membentuk variabel baru
dengan nama Jenjang. Adapun pengelompokkan yang dilakukan mengikuti tabel berikut:
Old Value
Jenis Pendidikan New Value
Jenjang
(1) (2) (3) (4)
1 SD/SDLB
1 Sekolah Dasar 2 Madrasah Ibtidaiyah
3 Paket A
4 SMP/SMPLB
2 SMP 5 Madrasah Tsanawiyah
6 Paket B
7 SMA/SMLB
3 SMA 8 Madrasah Aliyah
9 SMK
10 Paket C
11 Prog. D1/D2 4 D1/D2
12 Prog. D3/Sarjana Muda
5 D3
13 Prog. D4/S1 6 S1
14 Prog. S2/S3 7 S2/S3
Cara pengelompokkan tersebut adalah:
Klik menu Transform → Recode into Different Variables,
Masukan variabel b5r16 (jenjang dan jenis pendidikan) ke kolom Numeric Variables-
>Output Variable: dari kolom di sebelah kirinya.
Pada bagian Output Variable, untuk variabel baru, beri nama “Jenjang” pada kolom
Name:
Pada kolom Label:, ketik “Jenjang Pendidikan”.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 9
BAB 3
Klik Change pada tombol di bawah Label, hingga tampilan di layar:
Selanjutnya klik kotak Old and New Values...
Akan muncul kotak dialog Recode into Different Variables: Old and New Values,
Pada bagian Old Value tandai Range lalu isikan 1 through 3, sehingga tampilan di
layar seperti bagian yang ditandai pada gambar berikutnya.
Pada bagian New Value, tandai pilihan value, lalu ketik 1.
Klik Add, maka tampilan di layar menjadi:
Indikator Daya Beli
10 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Langkah tersebut berarti membentuk New Value 1 (sekolah dasar) dari Old Value 1 (SD)
sampai dengan 3 (Paket A).
Lakukan langkah yang sesuai untuk variabel B5R16 berkode 4 s.d. 10.
Sementara untuk variabel B5R16 berkode 11 s.d. 14:
Tandai pilihan Value: pada frame Old Value.
Ketik 11 pada kolom Value: tersebut.
Sementara pada frame New Value, pilih Value: dan ketik 4 di kolomnya.
Lakukan langkah yang sesuai untuk variabel B5R16 berkode 12 s.d. 14, sehingga
tampilan di layar menjadi:
Klik Continue, lalu OK.
Penamaan isian variabel Jenjang bisa melalui sheet variable view atau dengan
menggunakan syntax.
c. Langkah Ketiga, mengelompokkan ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki.
Cara pengelompokkan ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki sama dengan cara yang
digunakan pada langkah kedua. Untuk variabel baru yang dibentuk, gunakan nama variabel
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 11
BAB 3
“IJAZAH” dan nama label “Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki”. Pada Susenas 2010,
pertanyaan mengenai ijazah/STTB tertinggi tersebut berada pada Blok VC rincian 18 (B5R18).
Pengelompokkan yang dilakukan mengikuti tabel berikut:
Old Value
Ijazah/STTB Tertinggi
New Value
IJAZAH
(1) (2) (3) (4)
1 Tidak punya ijazah SD 1 Tidak punya ijazah SD
2 SD/SDLB
2 Sekolah Dasar 3 Madrasah Ibtidaiyah
4 Paket A
5 SMP/SMPLB
3 SMP 6 Madrasah Tsanawiyah
7 Paket B
8 SMA/SMLB
4
SMA 9 Madrasah Aliyah
10 SMK
11 Paket C
12 Prog. D1/D2 5 D1/D2
13 Prog. D3/Sarjana Muda
6 D3
14 Prog. D4/S1 7 S1
15 Prog. S2/S3 8 S2/S3
Dengan mengacu pada tabel di atas, maka kotak dialog yang dihasilkan adalah
sebagai berikut:
Selanjutnya klik Continue, lalu OK.
Indikator Daya Beli
12 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
d. Langkah Keempat, membuat variabel baru dengan nama “TAMAT”
Variabel “TAMAT” ini menunjukkan lama sekolah (dalam tahun) yang telah dijalani sesuai
dengan ijazah/STTB yang telah diperoleh. Dalam hal ini, diasumsikan tidak terjadi pengulangan
kelas. Sebagai contoh, SMA diberi nilai sebesar 12, yang berarti telah menjalani pendidikan
selama 12 tahun. Nilai variabel “TAMAT” lainnya disesuaikan dengan ijazah yang telah
diperoleh sebagai berikut:
Old Value IJAZAH
New Value (TAMAT)*
(1) (2) (3)
1 Tidak punya ijazah 0
2 Sekolah Dasar 6
3 SMP 9
4 SMA 12
5 D1/D2 14
6 D3 15
7 S1/D4 16
8 S2/S3 18
Ket: *Merupakan jumlah tahun pendidikan yang
telah dijalani
Dalam SPSS, pendefinisian variabel baru tersebut dapat menggunakan fungsi Compute,
caranya:
Klik menu Transform → Compute Variable...,
Ketik TAMAT (nama variabel) pada kolom Target Variable:,
Ketik 0 pada kolom Numeric Expression:,
Klik Type & Label...,
Kemudian pada kotak dialog baru akan muncul tampilan sebagai berikut.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 13
BAB 3
Pada kolom Label ketik Lama tahun untuk memperoleh ijazah terakhir.
Pada kolom Type biarkan tetap Numeric.
Klik Continue.
Setelah kembali ke kotak dialog Compute Variable:.
Klik If... (optional case selection condition).
Tandai pilihan Include if case satisfies condition:.
Masukan variabel IJAZAH ke kotak di bawah pilihan Include if case satisfies condition:
lalu tambahkan “= 1”. seperti diilustrasikan pada gambar berikut.
klik Continue, lalu OK.
Langkah tersebut menunjukan bahwa jika IJAZAH=1 (tidak punya ijazah), maka TAMAT=0
(lama sekolah sama dengan 0 tahun).
Lakukan penyesuaian untuk tingkat ijazah yang lainnya, dengan mengganti kode 0 pada
kolom Numeric Expression: menjadi 6. Kemudian dalam If... (optional case selection
condition), kondisi bersyaratnya menjadi IJAZAH=2 (SD). Selanjutnya, Numeric
Expression: menjadi 9 untuk IJAZAH=3 (SMP), demikian seterusnya (untuk variabel
IJAZAH=4 s.d. 8).
e. Langkah Kelima, membuat variabel baru dengan nama “LAMA”
Variabel “LAMA” ditujukan untuk menghitung lamanya sekolah (dalam tahun) yang telah
dijalani sesuai dengan ijazah terakhir ditambah lamanya sekolah untuk kelas yang telah
diselesaikan pada tingkat pendidikan berikutnya. Sebagai contoh, seseorang yang berhenti
sekolah setelah menyelesaikan kelas 2 di sebuah SMU akan memiliki nilai variabel LAMA sebesar
11. Nilai tersebut berasal dari IJAZAH=9 (jumlah tahun sekolah hingga memperoleh ijazah SMP)
ditambah 2 (jumlah tahun sekolah yang telah dijalani selama SMU). Nilai yang ditambahkan
tersebut berasal dari rincian b5r17 (pada Susenas 2010) berikut:
Indikator Daya Beli
14 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Langkah untuk mengerjakannya adalah sebagai berikut:
Klik menu Transform → Compute Variable....
Ketik LAMA (nama variabel) pada kolom Target Variable:.
Ketik TAMAT + b5r17 pada kolom Numeric Expression:, sehingga muncul tampilan
berikut:
Klik OK.
f. Langkah Keenam, membuat variabel baru dengan nama “MYS1”
Variabel “MYS1” ditujukan untuk menghitung lamanya sekolah (dalam tahun) secara
keseluruhan untuk setiap individu. Pertama, variabel partisipasi sekolah digunakan sebagai
kondisi bersyarat dalam menghitung MYS1. Pada Susenas 2010, pertanyaan mengenai
partisipasi sekolah terdapat pada Blok VC rincian 15 sebagai berikut:
Selanjutnya, Lama sekolah (MYS1) dihitung sesuai dengan uraian dalam tabel berikut:
Partisipasi Sekolah Keterangan Lama Sekolah (MYS1)
(1) (2) (3)
Tidak/belum pernah bersekolah - 0 tahun
Masih bersekolah - Kasus umum lama sekolah - 1
- Jenjang yang dijalani S2/S3, Ijazah tertinggi DIV/S1, Status Belum tamat
Ijazah tertinggi +1
Tidak bersekolah lagi - Belum tamat lama sekolah - 1
- Sudah tamat Sesuai ijazah tertinggi
Cara penghitunganya mirip dengan pengolahan variabel TAMAT, yaitu:
Klik menu Transform → Compute Variable....
Ketik “MYS1” (nama variabel) pada kolom Target Variable:.
Ketik 0 pada kolom Numeric Expression:. Kemudian, tampilan kotak dialog menjadi:
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 15
BAB 3
Klik Type & Label.
Beri nama label “Lamanya sekolah keseluruhan”.
Pada kolom Type biarkan tetap Numeric. Tampilan akan menjadi seperti berikut.
Klik Continue.
Setelah kembali ke kotak dialog Compute Variable:
Klik If... (optional case selection condition).
Tandai pilihan Include if case satisfies condition:.
Masukan variabel B5R15 ke kotak di bawah pilihan Include if case satisfies condition:
Tambahkan “= 1”, seperti diilustrasikan pada gambar berikut:
Klik Continue, lalu OK.
Langkah di atas menghasilkan nilai variabel MYS1 = 0 (nilai variabel MYS1= 0,
atau lama sekolah 0 tahun) untuk kondisi B5R15=1 (partisipasi sekolah = 1, atau
tidak/belum pernah bersekolah).
Selanjutnya, lakukan hal yang sama untuk kondisi lainnya sesuai dengan kriteria pada
tabel berikut.
Indikator Daya Beli
16 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Include if case satisfies condition: MYS1 (1) (2)
B5R15=1 0
B5R15=2 LAMA-1
B5R15=3 & b5r17<8 LAMA-1
B5R15=3 & b5r17=8 TAMAT.
B5R15=2 & JENJANG=7 & IJAZAH=7 & B5R17<8 TAMAT+1
Sebagai contoh, untuk kondisi (B5R15=2), maka langkah untuk mengerjakannya yaitu:
Klik menu Transform → Compute Variable....
Ketik MYS1 (nama variabel) pada kolom Target Variable:.
Ketik LAMA-1 pada kolom Numeric Expression:.
Klik If... (optional case selection condition).
Tandai pilihan Include if case satisfies condition:.
Ketik B5R15 = 2.
Dan seterusnya untuk kasus yang lain.
g. Langkah Ketujuh, mengaktifkan penimbang individu
Sebelum mengesekusi (run) data untuk menghasilkan tabel, terlebih dulu aktifkan
penimbang individu4.
Klik menu Data, lalu klik Weight Cases.
Masukkan variable weind (penimbang individu) ke kolom Frequency Variable hingga
muncul tampilan sebagai berikut:
Klik OK
4 Jika tidak terdapat penimbang individu dalam file Susenas yang digunakan, cara memunculkan penimbang
individu dapat dilihat pada lampiran.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 17
BAB 3
h. Langkah Kedelapan, menampilkan tabel MYS menurut provinsi atau kabupaten/kota
Pada langkah terakhir ini, hitung MYS untuk setiap provinsi atau kabupaten/kota. Salah
satu caranya adalah dengan menggunakan Custom Tables sebagai berikut:
Klik menu Analyze → Tables → Custom Tables.
Jika muncul pesan seperti di bawah ini, klik OK.
Setelah muncul kotak dialog Custom Tables, pastikan variabel B1R1 (provinsi) dan B1R2
(kabupaten/kota) dalam bentuk variabel nominal. Jika masih dalam bentuk lain (misalnya
scale), ubah dengan cara:
a) Klik kanan pada variabel B1R1 dan B1R2 di kolom Variables,
b) Tandai pilihan Nominal.
Jika tabel yang ingin dimunculkan hanya pada level provinsi, maka caranya:
Drag (tarik/geser) variabel B1R1 (kode provinsi) pada kolom Variables ke arah Rows
pada kotak kosong di tengah.
Kemudian akan muncul tampilan sebagai berikut:
Indikator Daya Beli
18 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Namun, jika ingin menghasilkan tabel AMH hingga level kabupaten/kota, maka langkah-
langkahnya:
Drag juga B1R2 dan tempatkan di sebelah kanan B1R1 hingga tampilannya seperti
berikut:
Selanjutnya klik B1R2 pada posisi berikut:
Klik Categories and totals... pada kolom Define.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 19
BAB 3
Setelah muncul kotak dialog baru (Categories and totals), pada bagian Show:
Tandai kolom Total seperti gambar berikut:
Klik Apply.
Langkah ini bertujuan untuk memunculkan angka provinsi (jika yang di klik B1R2). Jika ingin
menghitung angka nasional maka munculkan juga nilai total dengan mengklik B1R1lebih dulu
(tidak dilakukan dalam pelatihan).
Setelah kembali ke kolom Custom Tables, pastikan variabel MYS1 dalam bentuk Scale,
bukan nominal atau lainnya.
Drag variabel MYS1 lalu letakan di Columns pada kotak yang sudah berisikan B1R1
dan B1R2 hingga tampilan di layar menjadi seperti berikut:
Tampilan default untuk satuan dari MYS1adalah Mean. Biarkan dalam kondisi tersebut.
Kemudian untuk menuliskan judul tabel:
Klik Titles,
Pada kolom Title, tuliskan judul tabel misalnya “Rata-Rata Lama Sekolah 15+ 2010”,
Indikator Daya Beli
20 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Klik OK
Menggunakan Syntax
Syntax yang ditampilkan di bawah ini merupakan pengganti dari serangkaian prosedur
mendapatkan angka rata-rata lama sekolah dengan menggunakan kotak dialog, dengan tetap
memerhatikan urutan langkahnya.
a. Langkah Pertama, seleksi penduduk pada umur 15 tahun ke atas
b. Langkah Kedua, mengelompokkan jenjang pendidikan yang pernah/sedang diduduki.
RECODE b5r16 (1 thru 3=1) (4 thru 6=2) (7 thru 10=3) (11=4) (12=5) (13=6) (14=7) INTO Jenjang. VARIABLE LABELS Jenjang ' Jenjang Pendidikan' . EXECUTE. **Penamaan isian variabel VALUE LABEL Jenjang 1' SD' 2' SLTP' 3' SLTA' 4' DI_II' 5' DIII' 6' S1_DIV' 7' S2_S3'.
c. Langkah Ketiga, mengelompokkan ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki.
RECODE b5r18 (1=1) (2 thru 4=2) (5 thru 7=3) (8 thru 11=4) (12=5) (13=6) (14=7) (15=8) INTO IJAZAH. VARIABLE LABELS IJAZAH 'Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki' . EXECUTE. VALUE LABEL IJAZAH 1' TDK/BELUM TAMAT' 2' SD' 3' SLTP' 4' SLTA' 5' DI_II' 6' DIII' 7' S1_DIV' 8' S2_S3'.
d. Langkah Keempat, membuat variabel baru dengan nama “TAMAT”
IF (IJAZAH=1) TAMAT=0. IF (IJAZAH=2) TAMAT=6. IF (IJAZAH=3) TAMAT=9. IF (IJAZAH=4) TAMAT=12. IF (IJAZAH=5) TAMAT=14. IF (IJAZAH=6) TAMAT=15. IF (IJAZAH=7) TAMAT=16. IF (IJAZAH=8) TAMAT=18. VARIABLE LABELS TAMAT 'Lama tahun untuk memperoleh ijazah terakhir'.
e. Langkah Kelima, membuat variabel baru dengan nama “LAMA”
COMPUTE LAMA=TAMAT+ b5r17. EXECUTE.
SELECT IF(UMUR >= 15). EXECUTE .
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 21
BAB 3
f. Langkah Keenam, membuat variabel baru dengan nama “MYS1”
IF (B5R15=1) MYS1=0. IF (B5R15=2) MYS1=LAMA-1. IF (B5R15=3 & b5r17<8) MYS1=LAMA-1. IF (B5R15=3 & b5r17=8) MYS1=TAMAT. IF (B5R15=2 & JENJANG=7 & IJAZAH=7 & B5R17<8) MYS1=TAMAT+1.
VARIABLE LABELS MYS1 'Rata-Rata Lama Sekolah 15 Tahun Keatas'. EXECUTE .
g. Langkah Ketujuh, mengaktifkan penimbang individu
WEIGHT BY weind10 .
h. Langkah Kedelapan, menampilkan tabel MYS menurut provinsi atau kabupaten/kota
* Custom Tables. CTABLES /VLABELS VARIABLES=MYS1 b1r1 b1r2 DISPLAY=DEFAULT /TABLE b1r1 [C] > b1r2 [C] BY MYS1 [MEAN] /CATEGORIES VARIABLES=b1r1 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE /CATEGORIES VARIABLES=b1r2 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE TOTAL=YES POSITION=BEFORE
/TITLES TITLE= 'Rata-Rata Lama Sekolah 15+ 2010'.
2.3 Konsep Angka Melek Huruf
Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang
dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Pentingnya angka melek huruf
(AMH) sebagai komponen IPM tidak banyak diperdebatkan. Permasalahannya adalah bahwa AMH
yang digunakan UNDP bervariasi antarnegara dalam hal konsep operasional dan kualitas data.
Sebagai ilustrasi, konsep AMH yang didefinisikan sebagai "mampu membaca dan menulis"
diperkirakan akan menghasilkan angka yang berbeda jika misalnya, didefinisikan sebagai "mampu
membaca pesan tertulis yang sederhana". Datanya diperkirakan juga berbeda jika pengumpulan
datanya menggunakan atau tidak mengunakan alat peraga (penguji). Dalam penghitungan AMH pada
tingkat provinsi dan kabupaten/kota, masalah tersebut dapat dihindari karena konsep "mampu
membaca dan menulis" dan cara menanyakannya (tanpa alat peraga) di Indonesia diberlakukan
secara seragam (tidak ada perbedaan antarprovinsi serta kabupaten/kota).
Sebagai indikator tunggal, AMH dapat digunakan untuk:
a) menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari
berbagai media.
b) mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf.
c) menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis.
Indikator Daya Beli
22 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Cara menghitung angka melek huruf adalah dengan membagi jumlah penduduk usia 15
tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas
kemudian hasilnya dikalikan dengan seratus. Secara matematis, rumusnya adalah sebagai
berikut:
������� =
�����
����� ����
di mana:
��� ���� = angka melek huruf ( penduduk usia 15 tahun ke atas) pada tahun t.
����� = jumlah penduduk (usia 15 tahun ke atas) yang bisa membaca dan menulis pada
tahun t.
����� = jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas.
Data yang diperlukan dalam penghitungan AMH adalah data jumlah penduduk berumur
15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis dan jumlah penduduk umur 15 tahun ke atas
secara keseluruhan. Sementara sumber data yang digunakan adalah data Susenas pada
pertanyaan "Dapat membaca dan menulis" yang dapat diperoleh dari seksi Keterangan
Pendidikan.
Pada saat ini, AMH kurang dapat menggambarkan disparitas pendidikan antardaerah
karena nilainya yang relatif sama antarwilayah di Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut
dilakukan dengan menambahkan MYS dalam penghitungan indeks pendidikan.
2.4 Teknis Penghitungan Angka Melek Huruf (AMH)
Dengan menggunakan SPSS, langkah-langkah penghitungan AMH dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu dengan menggunakan kotak dialog dan menggunakan syntax.
Menggunakan Kotak Dialog
a. Langkah Pertama, seleksi penduduk pada umur 15 tahun ke atas, caranya:
Dalam tahapan ini, cara select case yang dilakukan sama persis dengan langkah pertama
pada subbab teknis penghitungan MYS halaman 7.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 23
BAB 3
b. Langkah Kedua, membuat variabel AMH
AMH dapat dihitung dari rincian pertanyaan mengenai kemampuan membaca dan
menulis. Pada Susenas tahun 2010, pertanyaan tersebut terdapat pada Blok VC rincian 19 ,5
sebagai berikut:
Dari bentuk rincian pertanyaan di atas, ada tiga jenis huruf yang ditanyakan, yaitu huruf
latin, huruf Arab, dan huruf lainnya. Jika seseorang dapat membaca dan menulis salah satu
saja di antara ketiga jenis huruf tersebut (misalnya huruf Arab saja), maka orang tersebut
dikategorikan melek huruf. Kelompokkan responden menjadi dua dengan membuat variabel
baru dengan nama AMH. Beri kode 1 untuk penduduk dalam kategori “melek huruf”, dan kode 2
untuk “buta huruf”.
Langkah kerja dengan menggunakan SPSS adalah sebagai berikut:
Klik menu Transform → Compute Variable....
Lalu akan muncul kotak dialog Compute Variable,
Ketik AMH (nama variabel baru) pada kolom Target Variable:,
Ketik 1 pada kolom Numeric Expression:, hingga tampak di layar:
Klik kotak Type & Label...,
Setelah kotak dialog baru muncul,
Pada kolom Label ketik Melek Huruf,
Pada kolom Type biarkan tetap Numeric. Tampilan kotak dialog akan menjadi seperti
berikut.
5 Pada pelaksanaan Susenas di tahun-tahun yang lain, letak pertanyaan ini tidak selalu berada di rincian yang
sama (Blok VC rincian 17).
Indikator Daya Beli
24 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Klik Continue.
Dua langkah di atas bertujuan untuk membentuk variabel baru dengan nama AMH
dan nama label Melek Huruf dengan type Numeric. Pemberian nilai 1 akan dibahas di point
berikutnya.
Setelah kembali ke kotak dialog Compute Variable:
Klik If... (optional case selection condition).
Setelah muncul kotak dialog Compute Variable: If Cases:
Pilih Include if case satisfies condition:,
Ketik b5r19a = 1 | b5r19b = 1 | b5r19c = 1 6 pada kolom di bawahnya.
Tampak di layar:
Klik Continue, lalu OK.
Langkah ini bertujuan untuk membentuk kondisi bersyarat jika dapat membaca dan
menulis satu (atau lebih) jenis huruf, maka nilai variabel AMH = 1.
Kemudian lakukan hal yang sama (Klik menu Transform → Compute Variable...., dan
seterusnya).
Ganti kode 1 pada kolom Numeric Expression: menjadi 2, seperti pada tampilan
berikut:
6 Statement tersebut mensyaratkan bahwa jika seseorang bisa membaca dan menulis satu jenis huruf saja maka beri
kode 1 (melek huruf).
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 25
BAB 3
Kemudian ganti kondisi bersyarat dalam If...(optional case selection condition), menjadi
b5r19a = 2 & b5r19b = 2 & b5r19c = 2. Sehingga tampilan di layar menjadi:
Kondisi tersebut dapat diartikan bahwa jika seseorang tidak bisa membaca dan menulis jenis
huruf apapun, maka variabel AMH bernilai 2 (buta huruf).
Selanjutnya, kita definisikan pengkodean sebelumnya, 1 sebagai melek huruf dan 2
sebagai buta huruf. Caranya bisa dengan membuat label dengan meng-klik sheet
Variable View (pojok kiri bawah tampilan SPSS), lalu klik kolom Value pada variabel
AMH.
Ketik 1 pada kolom Value:
Ketik Melek Huruf pada kolom Label:
Klik tombol Add.
Kemudian ketik 2 pada kolom Value: dan ketik Buta Huruf pada kolom Label, lalu klik
Add. Setelah muncul tampilan seperti gambar di bawah, klik OK.
Indikator Daya Beli
26 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
c. Langkah Ketiga, mengaktifkan penimbang individu
Pada langkah ini, cara mengaktifkan penimbang individu yang dilakukan sama persis
dengan langkah ketujuh pada subbab teknis penghitungan MYS halaman 16.
d. Langkah Keempat, menampilkan tabel AMH menurut provinsi atau kabupaten/kota
Dalam langkah terakhir ini, hitung AMH untuk setiap provinsi atau kabupaten/kota. Salah
satu caranya adalah dengan menggunakan Custom Tables sebagai berikut:
Klik menu Analyze → Tables → Custom Tables.
Jika muncul pesan seperti di bawah ini, klik OK.
Setelah muncul kotak dialog Custom Tables, pastikan variabel B1R1 (provinsi) dan B1R2
(kabupaten/kota) dalam bentuk variabel nominal. Jika masih dalam bentuk lain (misalnya scale),
ubah dengan cara:
o Klik kanan pada variabel B1R1 dan B1R2 di kolom Variables,
o Tandai pilihan Nominal.
Jika tabel yang ingin dimunculkan hanya pada level provinsi, maka caranya:
Drag (tarik/geser) variabel B1R1 (kode provinsi) pada kolom Variables ke arah Rows
pada kotak kosong di tengah.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 27
BAB 3
Kemudian akan muncul tampilan sebagai berikut:
Namun, jika ingin menghasilkan tabel AMH hingga level kabupaten/kota, maka caranya:
Drag juga B1R2 dan tempatkan di sebelah kanan B1R1 hingga tampilannya seperti
berikut:
Selanjutnya klik B1R2 pada posisi berikut:
Indikator Daya Beli
28 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Klik Categories and totals... pada kolom Define.
Setelah muncul kotak dialog baru (Categories and totals), pada bagian Show:
Tandai kolom Total seperti gambar berikut:
Klik Apply.
Langkah ini bertujuan untuk memunculkan angka provinsi (jika yang di klik B1R2). Jika ingin
menghitung angka nasional maka munculkan juga nilai total dengan mengklik B1R1lebih dulu
(tidak dilakukan dalam pelatihan).
Setelah kembali ke kolom Custom Tables, pastikan variabel AMH dalam bentuk
Nominal, bukan scale atau lainnya.
Drag variabel AMH lalu letakan di Columns pada kotak yang sudah berisikan B1R1 dan
B2R2 seperti berikut:
Kemudian tampilan pada kotak dialog akan menjadi seperti berikut:
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 29
BAB 3
Tampilan yang tersedia untuk satuan dari AMH adalah Count, untuk merubahnya lakukan
langkah-langkah berikut.
Klik b1r2 (jika hanya menghitung angka provinsi, klik b1r1), lalu Klik N% Summary
Statistics... pada bagian Define.
Setelah muncul kotak dialog Summary Statistics: Categorical variables:
Ganti Count di kolom Display: dengan Row N% dengan menggunakan tanda mata
panah/segitiga yang dilingkari pada gambar di bawah.
Beri tanda cheklist pada Custom Summary for Totals and Subtotals seperti bagian yang
dilingkari pada gambar di bawah.
Dan lakukan hal yang sama pada bagian Display yang kedua (ganti Count dengan
Row N%), lalu klik Apply to All.
Klik OK
Indikator Daya Beli
30 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
i. Menggunakan Syntax
Prosedur sistematis untuk memperoleh angka melek huruf dapat ditulis dalam bentuk
syntax yang terbagi menjadi beberapa langkah berikut ini.
a. Langkah Pertama, seleksi penduduk pada umur 15 tahun ke atas, caranya:
Dalam tahapan ini, syntax select case yang digunakan sama persis dengan langkah pertama
pada subbab teknis penghitungan MYS halaman 20.
b. Langkah Kedua, membuat variabel AMH
IF (b5r19A = 1 | b5r19B = 1 | b5r19C = 1) AMH = 1 . VARIABLE LABELS AMH 'Melek Huruf'. IF (b5r19A = 2 & b5r19B = 2 & b5r19C = 2) AMH = 2 . EXECUTE . **Penamaan Label setiap value AMH VALUE LABELS AMH 1 'Melek Huruf' 2 'Buta Huruf' .
c. Langkah Ketiga, mengaktifkan penimbang individu
WEIGHT BY weind10 .
d. Langkah Keempat, menampilkan tabel AMH menurut provinsi atau kabupaten/kota
* Custom Tables. CTABLES /VLABELS VARIABLES=AMH b1r1 b1r2 DISPLAY=DEFAULT /TABLE b1r1 [C] > b1r2 [C][ROWPCT.COUNT PCT40.1] BY AMH [C] /CATEGORIES VARIABLES=AMH b1r1 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE /CATEGORIES VARIABLES=AMH b1r2 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE TOTAL=YES POSITION=AFTER /TITLES TITLE= 'Angka Melek Huruf 15+'.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 31
BAB 3
BAB
3
INDIKATOR DAYA BELI
3.1 Konsep Standar Hidup Layak
Dimensi ketiga dari ukuran kualitas hidup manusia - yang direpresentasikan melalui
angka IPM – adalah standar hidup layak. Dalam arti yang lebih luas, standar hidup layak
menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin
membaiknya kondisi ekonomi berikut pemerataannya. UNDP mengukur standar hidup layak
menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) riil yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam
menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang
disesuaikan dengan formula Atkinson.
Tahapan penghitungan rata-rata pengeluaran riil yang disesuaikan adalah sebagai
berikut7.
1) Menghitung angka rata-rata pengeluaran per kapita per tahun dengan menggunakan data
Susenas.
2) Menghitung nilai pengeluaran riil (harga konstan) dengan membagi rata-rata pengeluaran
dengan Indeks Harga Konsumen (IHK). Tahapan ini bertujuan agar PPP dapat dibandingkan
antartahun.
3) Penghitungan PPP (unit), semacam faktor pengali, dengan tujuan untuk menghilangkan
pengaruh perbedaan harga antarprovinsi.
4) Menghitung nilai PPP dalam rupiah dengan cara membagi pengeluaran per tahun dalam
harga konstan dengan PPP per unit.
5) Menghitung penyesuaian PPP (rupiah) dengan formula Atkinson.
3.1.1 Pengeluaran per Kapita
Nilai rata-rata pengeluaran per kapita diperoleh dari data Susenas Modul Konsumsi (jika
tersedia). Jika modul konsumsi tidak tersedia, maka digunakan data Susenas KOR. Selanjutnya,
nilai tersebut di deflate dengan angka IHK sehingga menghasilkan angka yang bisa
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
7 Langkah tersebut secara lebih detail dibahas pada subbab teknis penghitungan daya beli disesuaikan.
Indikator Daya Beli
32 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
3.1.2 PPP per Unit
Selain keterbandingan antarwaktu, IPM dan komponennya juga dituntut agar mampu
membandingkan pencapaian pembangunan manusia antardaerah. Untuk itu perlu dibuat
standardisasi mengingat nilai uang secara riil yang beragam antar wilayah. Misalnya, untuk
membeli 1 kg beras Rojolele di Jakarta Selatan diperlukan uang senilai Rp. 9.500,- sementara di
Cianjur cukup dengan Rp. 7.000,-. Untuk membandingkan pengeluaran penduduk dua daerah
tersebut, perlu distandarkan agar nilai riil uang tidak berbeda, artinya seribu rupiah di Cianjur
menjadi sama nilainya dengan seribu rupiah di Jaksel. Maka dirumuskanlah PPP per unit yang
disusun berdasarkan 27 komoditi kebutuhan pokok seperti terlihat dalam tabel 3.1.
Penggunakan PPP per unit dalam penghitungan ini mengacu pada metode yang juga
digunakan oleh International Comparison Project (ICP) dalam menstandardisasi PDB untuk
perbandingan antarnegara. Penghitungan PPP per unit didasarkan pada harga 27 komoditi
yang ditanyakan pada modul konsumsi Susenas. Harga ke-27 komoditas di Jakarta Selatan
digunakan sebagai standar harga. Formula penghitungan PPP per unit adalah sebagai berikut:
���������� =∑ �(�,�)� (�,�)�
∑ �(�,�)� (�,�)�
di mana: �(�,�) = harga per unit komoditi j yang dikonsumsi di provinsi/kabupaten i
�(�,�) = harga per unit komoditi j di Jakarta Selatan
�(�,�) = volume komoditi j (unit) yang dikonsumsi di provinsi/kabupaten i
Value dan kuantitas dari 26 komoditas tersedia dalam modul konsumsi Susenas.
Sementara untuk unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan data Susenas KOR melalui indeks
kualitas rumah. Indeks kualitas rumah dibentuk dari tujuh komponen kualitas rumah yang
diperoleh dari blok keterangan perumahan Susenas.
3.1.3 Formula Atkinson
Untuk mendapatkan nilai Purchasing Power Parity (PPP), pengeluaran per tahun dalam
harga konstan yang telah dibagi dengan PPP per unit masih harus distandardisasi dengan
menggunakan formula atkinson. Formula atkinson, pada awalnya digunakan oleh UNDP untuk
mencerminkan daya manfaat yang standar. Penyesuaian ini dianggap perlu karena kenaikan
US$ 500 bagi negara yang sudah memiliki GNP US$ 5000 akan memiliki manfaat yang
berbeda dengan kenaikan yang sama bagi negara yang baru mempunyai GNP US$ 1000.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 33
BAB 3
Penyesuaian dengan formula Atkinson pada dasarnya menggunakan prinsif diminishing marginal
utility yang setelah diadaptasi, secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut.
C (I) = C(i) Jika C(i) < Z
= Z + 2(C(i)`-Z)1/2 Jika Z < C(i) < 2Z
= Z + 2(Z)1/2 + 3(C(i)- 2Z)1/3 Jika 2Z < C(i) < 3Z
= Z + 2(Z)1/2 + 3(Z)1/3 + 4(C(i)- 3Z)1/4 Jika 3Z < C(i) < 4Z
di mana:
C(i) = PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita
Z = Batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter sebesar Rp.549.500
per kapita per tahun atau Rp. 1.500 per kapita per hari
3.2 Teknis Penghitungan Daya Beli yang Disesuaikan
Pada bagian ini, dibahas petunjuk teknis mengenai cara penghitungan daya beli
disesuaikan. Untuk simulasi, digunakan software SPSS 15.0 sebagai program pengolahan data.
Data yang digunakan untuk menghitung pengeluaran per kapita tahun 2010 adalah Susenas Juli
Tahun 2010. Sementara untuk menghitung PPP per unit digunakan data Susenas Modul Konsumsi
tahun 2008, karena Susenas Juli Tahun 2010 bukan merupakan modul konsumsi. Tahapan
penghitungan PPP yang akan dibahas dalam subbab ini sesuai dengan tahapan yang telah
dibahas pada subbab 3.1, yaitu sebagai berikut.
3.2.1 Menghitung Angka Rata-rata Pengeluaran per Kapita
Sumber data yang digunakan adalah Susenas Modul Konsumsi (jika tersedia). Sementara
variabel yang digunakan adalah pengeluaran rata-rata per bulan total makanan dan non
makanan (contohnya pada Susenas Modul Konsumsi Juli tahun 2008, terdapat pada Blok 4C
rincian 25). Namun karena contoh penghitungan menggunakan data tahun 2010, sementara
Susenas Juli 2010 tidak menggunakan modul konsumsi maka pengeluaran rata-rata per bulan
total makanan dan non makanan diambil dari B7R25 (Blok 7 Rincian 25) Susenas KOR Juli
2010.
Untuk menghitung angka rata-rata pengeluaran per kapita, terdapat dua pilihan metode
yang dapat digunakan, yaitu:
Indikator Daya Beli
34 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
1) Menggunankan Kotak Dialog
Langkah 1: Hitung pengeluaran per kapita (per anggota rumah tangga) untuk setiap rumah
tangga.
Buka file KOR rumah tangga Susenas Juli 2010.
Bagi pengeluaran rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga, caranya:
Klik menu Transform Compute Variable
Ketik exp_capita (expenditure per capita) pada kolom Target Variable,
Masukan B7R25 (pengeluaran rata-rata per bulan total makanan dan nonmakanan)
pada kolom Numeric Expression kemudian bagi dengan B2R1 (jumlah anggota
rumah tangga)8, maka pada layar akan muncul tampilan berikut:
Klik OK.
Lalu akan muncul variabel baru dengan nama exp_capita.
Langkah 2: Aktifkan penimbang individu9
Pada langkah ini, cara mengaktifkan penimbang individu yang dilakukan sama persis
dengan langkah ketujuh pada subbab teknis penghitungan MYS halaman 16.
Langkah 3: Hitung rata-rata pengeluaran per kapita untuk setiap provinsi atau
kabupaten/kota.
Klik menu Analyze Tables dan pilih Custom Tables.
Pastikan variabel B1R1 (provinsi) dan B1R2 (kabupaten/kota) dalam bentuk variabel
nominal. Jika masih dalam bentuk lain, ubah dengan meng-klik kanan pada variabel
B1R1 dan B1R2 lalu tandai pilihan Nominal.
8 Pada raw data Susenas di tahun-tahun yang lain seringkali diberi nama variabel jart. 9 Jika tidak terdapat penimbang individu dalam file Susenas yang digunakan, cara memunculkan penimbang
individu dapat dilihat di lampiran.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 35
BAB 3
Jika tabel yang ingin dimunculkan hanya pada level provinsi, maka cukup drag variabel
B1R1 (kode provinsi) ke Rows pada kotak kosong di tengah. Kemudian akan muncul
tampilan sebagai berikut:
Namun, jika ingin menghasilkan tabel hingga level kabupaten/kota, maka drag juga
B1R2 dan tempatkan di sebelah kanan B1R1 hingga tampilannya seperti di bawah ini:
Klik B1R2 di kotak sebelah kanan double click di Categories and totals
Indikator Daya Beli
36 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Kemudian pada kotak dialog baru di kotak Show, beri tanda cek pada kolom Total
seperti dibawah ini.
Klik Apply.
Langkah ini bertujuan untuk memunculkan angka nasional dan angka provinsi.
Pastikan variabel exp_capita dalam bentuk scale, bukan nominal atau lainnya.
Drag variabel exp_capita lalu letakan di Columns pada kotak yang sudah berisikan
B1R1 dan B1R2, hingga tampilan di layar menjadi seperti berikut:
Tampilan default untuk satuan dari exp_capita adalah Mean. Biarkan dalam kondisi
tersebut.
Klik OK
Output yang dihasilkan (dalam bentuk tabel) kemudian dipindahkan/di-copy ke dalam
worksheet excel untuk kemudian dilakukan langkah berikutnya (langkah 4 dan 5).
Langkah 4: Dalam tabel yang dihasilkan pada langkah sebelumnya, rata-rata pengeluaran
per kapita yang diperoleh masih merupakan rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan. Maka perlu dikalikan 12 sebagai estimasi data tahunan10.
10 Rata- rata pengeluaran per kapita yang digunakan untuk menyusun PPP adalah nilai 1 tahun.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 37
BAB 3
Langkah 5: Karena data Susenas secara umum di kalangan internal BPS diduga underestimate
sekitar 20% dari kondisi riil, maka hasil hitungan yang kita peroleh dikalikan
120% atau 1,2.
2) Menggunakan Syntax
Langkah 1: Hitung pengeluaran per kapita (per anggota rumah tangga) untuk setiap rumah
tangga
COMPUTE exp_capita = B7R25 / B2R1. EXECUTE .
Langkah 2: Aktifkan penimbang individu
WEIGHT BY weind10 .
Langkah 3: Hitung rata-rata pengeluaran per kapita untuk setiap provinsi atau
kabupaten/kota.
* Custom Tables. CTABLES /VLABELS VARIABLES=exp_capita B1R1 B1R2 DISPLAY=DEFAULT /TABLE B1R1 [C] > B1R2 [C] BY exp_capita [MEAN] /CATEGORIES VARIABLES=B1R1 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY= EXCLUDE /CATEGORIES VARIABLES=B1R2 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE TOTAL=YES POSITION=AFTER.
3.2.2 Menghitung Nilai Riil dari Rata-rata Pengeluaran per Kapita
Menghitung nilai pengeluaran riil bertujuan agar nilai tersebut dapat dibandingkan
antarwaktu. Cara penghitungannya adalah dengan membagi rata-rata pengeluaran dengan
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada masing masing provinsi. IHK yang digunakan dihitung
berdasarkan tahun dasar 1988/1989. Langkah pengerjaannya adalah sebagai berikut.
Kumpulkan nilai IHK pada kota-kota yang dihitung nilai IHK-nya (pada tahun 2009,
terdapat 66 kota di seluruh Indonesia). Dalam hal ini, IHK yang ada masih menggunakan
tahun dasar yang terbaru.
Sebagai pendekatan, untuk kabupaten/kota yang tidak ada nilai IHK-nya bisa
menggunakan IHK dari kota terdekat yang memiliki nilai IHK dan memiliki karakteristik
ekonomi yang mirip. Perlakuan ini karena pada umumnya harga tidak jauh berbeda pada
dua daerah yang berdekatan. Sebagai contoh, Kota Cimahi bisa menggunakan IHK Kota
Bandung karena kedua kota tersebut berdekatan dan memiliki karakteristik yang serupa.
Indikator Daya Beli
38 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Sementara untuk IHK provinsi diperoleh dari rata-rata tertimbang kota-kota di dalam
provinsi tersebut yang dihitung nilai IHK-nya. Cara penghitungannya adalah dengan
meggunakan rumus berikut:
����=∑ (���������)������
∑ ���������
Keterangan: IHKi : Indeks Harga Konsumen Provinsi ke-i IHKij : Indeks Harga Konsumen Kabupaten ke-j di Provinsi ke-i Wij : Bobot Kota Kabupaten ke-j di Provinsi ke-i
Contoh: Kota di Provinsi Aceh yang dihitung IHK-nya adalah Kota Banda Aceh dan Kota
Lhokseumawe. IHK Kota Banda Aceh pada bulan Juli 2010 adalah 123,27 dengan bobot
kota 0,31, sementara IHK Kota Lhokseumawe adalah 128,54 dengan bobot kota 0,28.
Maka IHK Provinsi Aceh adalah:
IHK���� =(123,27x0,31)+ (128,54X0,28)
(0,31 + 0,28)
Ubah tahun dasar IHK menjadi tahun 1989. Misalnya, kita ingin merubah tahun dasar IHK
suatu provinsi tahun 2010, maka kita dapat gunakan cara penghitungan sebagai berikut:
���(��������,����)= ���(��������,����)�(�������������������������
���+ �)
Catatan: IHK(��������,����) sudah dihitung sebelumnya berdasarkan rumus seperti di atas.
Setelah didapat nilai IHK, kemudian rata-rata pengeluaran per kapita per tahun pada
langkah a) dibuat konstan dengan tahun dasar 1989 menggunakan rumus sebagai berikut:
������ =
�����
���(�,����)× ���
di mana :
X��� = Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas dasar harga konstan 1989
X�� = Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun pada tahun t
IHK(�,����)= IHK tahun t dengan tahun dasar 1989
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 39
BAB 3
3.2.3 Penghitungan PPP (unit)
PPP per unit merupakan faktor pengali untuk menghilangkan pengaruh perbedaan harga
antarprovinsi atau kabupaten/kota. Data dasar yang digunakan adalah kuantum dan harga
dari 27 komoditi dari modul konsumsi Susenas. Harga di Kota Jakarta Selatan dijadikan sebagai
acuan sehingga faktor pengali untuk kota tersebut bernilai 1. Oleh karena Susenas Juli 2010
tidak menggunakan modul konsumsi, maka yang digunakan adalah Modul Konsumsi Susenas
Juli 2008 yang harganya di-inflate dengan angka inflasi selama bulan Juli tahun 2008 sd Juni
2010. Catatan: raw data yang tersedia biasanya belum bisa langsung digunakan dengan
software SPSS, sehingga data harus direstruktur terlebih dahulu. Cara merestruktur data dapat
dilihat pada lampiran 5 halaman 72. Seperti halnya pada AMH dan MYS, pernghitungan PPP
(unit) dapat menggunakan dua alternatif, yaitu dengan kotak dialog dan syntax.
1) Menggunakan Kotak Dialog
Langkah 1: Menghitung value (rupiah yang dikeluarkan) dan quantity (jumlah barang yang
dikonsumsi) 27 komoditas PPP.
Tabel 3.1 Rincian Harga dan Kuantitas 27 Komoditas Dalam Susenas Juli 2008
Komoditi Quantity Value Komoditi Quantity Value (1) (2) (3) (4) (5) (6)
lanjutan 1. Beras B41K8.002 B41K9.002 15. Pepaya B41K8.140 B41K9.140
2. Tepung terigu
B41K8.008 B41K9.008 16. Kelapa B41K8.155 B41K9.155
3. Singkong B41K8.011 B41K9.011 17. Gula B41K8.159 B41K9.159
4. Tuna/cakalang
B41K8.022 B41K9.022 18. Kopi B41K8.162 B41K9.162
5. Teri B41K8.043 B41K9.043 19. Garam B41K8.168 B41K9.168
6. Daging sapi B41K8.054 B41K9.054 20. Merica B41K8.171 B41K9.171
7. Daging ayam ras
B41K8.058 B41K9.058 21. Mie instan B41K8.182 B41K9.182
8. Telur ayam ras
B41K8.072 B41K9.072 22. Rokok kretek
B41K8R224 B41K9R224
9. Susu kental manis
B41K8.080 B41K9.080 23. Listrik B42K3.237 B42K3.238
10. Bayam B41K8.086 B41K9.086 24. Air minum B42K3.239 B42K3.240
11. Kacang panjang
B41K8.092 B41K9.092 25. Bensin B42K3.291 B42K3.292
12. Kacang tanah
B41K8.116 B41K9.116 26. Minyak tanah
B42K3.245 B42K3.246
13. Tempe B41K8.123 B41K9.123
27.
Sewa rumah
KOR B42K3.234
14. Jeruk B41K8.128 B41K9.128 Catatan: B(i)K(j).(r) = Blok i, kolom ke-j, & rincian ke-r
Indikator Daya Beli
40 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Data Modul Konsumsi Susenas Juli 2008 dibagi menjadi tiga file, yaitu:
mod2008_41(makanan), mod2008_42 (non makanan), mod2008_43 (rekapitulasi). Untuk
komoditas nomor 1 sampai dengan 22 pada tabel 3.2 gunakan file mod2008_41, untuk
komoditas nomor 23 s.d. 26 gunakan mod2008_42, sementara untuk sewa rumah (27)
menggunakan mod2008_42 dan Susenas KOR rumah tangga Juli 2008. Langkah pengerjaan
adalah sebagai berikut:
a. Langkah untuk menghitung quantity komoditi makanan (nomor 1 s.d. 22)
Buka file modul konsumsi Susenas (mod2008_41 terlebih dahulu).
Aktifkan penimbang rumah tangga dengan cara: klik menu Data Weight Cases.
Masukan WERT (penimbang rumah tangga) ke kolom Frequency Variabel
Klik OK.
Langkah berikutnya adalah membuat tabel yang berisi kuantum dari komoditas no. 1 s.d.
22. Caranya:
Klik menu Analyze Tables pilih Custom Tables.
Pastikan variabel B1R1 (provinsi) dan B1R2 (kabupaten/kota) dalam bentuk variabel
nominal.
Jika tabel yang ingin dimunculkan hanya pada level provinsi, maka cukup dengan drag
variabel B1R1 (kode provinsi) ke Rows pada kotak kosong di tengah. Namun, jika ingin
menghasilkan tabel hingga level kabupaten/kota, maka drag juga B1R2 dan tempatkan
di sebelah kanan B1R1.
Selanjutnya klik B1R2 pada posisi berikut:
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 41
BAB 3
Klik Categories and totals... pada kolom Define.
Setelah muncul kotak dialog baru (Categories and totals), pada bagian Show:
Tandai kolom Total seperti gambar berikut:
Klik Apply.
Langkah ini bertujuan untuk memunculkan angka provinsi (jika yang di klik B1R2).
Dalam file Susenas Juli 2008, kuantitas diberi nama variabel sesuai dengan yang
ditampilkan pada tabel 3.2. Sebelum dibuat tabel, pastikan setiap item kuantitas dalam
bentuk scale.
Drag satu per satu variabel kuantitas untuk komoditas nomor 1 s.d. 22 (B41K8.002,
B41K8.008, ..., B41K8R224) dan letakan di Columns pada kotak kosong sebelah kanan
hingga tampilan pada layar menjadi sebagai berikut:
Klik salah satu variabel kuantitas di kotak sebelah kanan (misal B41K8.002), lalu klik N%
Summary Statistics.
Indikator Daya Beli
42 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Setelah muncul kotak dialog di atas, ganti Mean pada kolom Display dengan Sum yang
ada pada kolom Statistics: dengan menggunakan tanda kepala panah ditengah kedua
kolom tersebut sehingga tampilan di layar menjadi:
Klik Apply to All.
Klik OK.
b. Langkah untuk menghitung value komoditi makanan (nomor 1 s.d. 22)
Masih menggunakan file mod2008_41(makanan)
Dalam langkah ini, hitung value komoditas no. 1 s.d. 22 dengan cara yang sama dengan
cara menghitung kuantitas. Perbedaannya, yang dimasukan kedalam Custom Tabel
bukanlah kolom 2 dan 5 pada tabel 3.2 namun kolom 3 dan 6 (judul kolom Value).
Sehingga tampilan pada kotak dialog Custom Table menjadi:
c. Langkah untuk menghitung quantity komoditi non makanan (nomor 23 s.d. 26) kecuali
sewa rumah
Pertama, Buka file mod2008_42(non makanan)
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 43
BAB 3
Hitung kuantitas komoditas non makanan (komoditas nomor 23 s.d. 26 pada tabel 3.2)
selain sewa rumah dengan cara yang sama seperti menghitung kuantitas pada komoditas
makanan. Sehingga tampilan pada kotak dialog Custom Table menjadi:
d. Langkah untuk menghitung value komoditi nonmakanan termasuk sewa rumah (nomor
23 s.d. 27)
Masih menggunakan file mod2008_42(non makanan)
Hitung Value komoditas non makanan termasuk sewa rumah (komoditas nomor 23 s.d.
27 pada tabel 3.2) dengan cara yang sama seperti menghitung value pada komoditas
makanan. Sehingga tampilan pada kotak dialog Custom Table menjadi:
Langkah 2: Menghitung quantity komoditi perumahan
Kuantitas perumahan dihitung menggunakan indeks kualitas rumah dibagi 8. Pada Susenas Juli
2008 skoring yang dilakukan adalah:
Komponen Kualitas Rumah Jenis Skor (1) (2) (3)
1 Lantai(B6R4) Bukan tanah 1 Lainnya 0
2 Luas lantai per orang (B6R5/B2R1)
10 m2 1 Lainnya 0
3 Dinding (B6R3) Tembok 1 Lainnya 0
4 Atap(B6R2) Beton/genteng/sirap 1 Lainnya 0
5 Fasilitas penerangan (B6R10a)
Listrik 1 Lainnya 0
6 Fasilitas air minum (B6R6a) Air kemasan/isi ulang/Ledeng (Kode 1-4) 1 Lainnya 0
7 Jamban(B6R9a) Milik sendiri 1 Lainnya 0
8 Skor awal untuk setiap rumah 1
Indikator Daya Beli
44 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Langkah pengerjaan dengan SPSS adalah sebagai berikut:
Buka file Susenas KOR Rumah Tangga (untuk contoh dalam buku panduan ini, buka
Susenas Juli 2008) pada blok perumahan (blok 6).
Aktifkan penimbang rumah tangga (WEIGHT BY WERT).
Lakukan select case dengan maksud hanya menggunakan case dengan penguasaan
tempat tinggal dengan cara sewa (b6r1 = 3). Caranya serupa dengan select case yang
dilakukan pada tahap pertama penghitungan MYS halaman 7 (menggunakan menu Data
→ Select Case...). Adapun kotak dialog yang dihasilkan adalah:
Rubah kode (recode) ketujuh variabel di atas menjadi sesuai dengan skor kualitas rumah.
Contohnya pada variabel atap:
o Klik menu Transform, Recode into Same Variables,
o Masukan variabel B6R2 (atap) ke kolom Numeric Variables.
o Klik Old and New Value....
Pada kotak Old Value, tandai lingkaran Range lalu ketik 1 pada kolom atas dan ketik
3 di kolom bawah. Sementara pada kotak New Value, tandai lingkaran Value lalu
ketik 1 di kolom sebelah kirinya, kemudian klik Add pada kotak di bawahnya.
Kemudian kembali ke Old Value lalu tandai lingkaran All other values dan pada
kotak New Value pilih Value dan ketik 0 (nol) lalu klik Add.
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 45
BAB 3
Klik Continue klik OK
Buat variabel baru dengan nama Luas_Lantai dan label Luas Lantai Per Orang
dengan membagi variabel B6R5 oleh B2R1(B6R5/B2R1). Caranya menggunakan menu
Transform → Compute Variable dan buat persamaan sebagai berikut:
Klik OK.
Recode 7 komponen kualitas rumah lainnya dengan langkah yang serupa dan kode
barunya (new value) disesuaikan dengan nilai kualitas rumah yang telah diuraikan
sebelumnya. Untuk luas lantai, yang di recode adalah variabel Luas_Lantai, bukan
B6R5.
Jumlahkan ketujuh komponen Indeks Kualitas Rumah dengan membuat sebuah variabel
baru dengan nama “Q_rumah” (bisa juga menggunakan nama lain). Setelah
dijumlahkan, lalu dibagi 8. Caranya:
Klik menu Transform, lalu Compute Variable dan buat persamaan seperti pada
tampilan berikut:
Klik OK
Berikutnya munculkan tabel dengan cara yang sama dengan saat membuat tabel 26
komoditas sebelumnya.
Indikator Daya Beli
46 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Langkah 3: Hitung harga rata-rata setiap komoditas dengan membagi total value di suatu
provinsi atau kabupaten/kota dengan total quantity-nya, dengan rumus:
�� =��
� �
Pi = Rata-rata harga komoditi i per satu satuan di suatu wilayah Vi = Total value (biaya) yang dikeluarkan untuk komoditi i di suatu wilayah Qi = Total kuantum dari komoditi i yang dikonsumsi di suatu wilayah
Langkah 4: Hitung PPP per unit dengan rumus berikut:
���������� =∑ �(�,�)� (�,�)�
∑ �(�,�)� (�,�)�
di mana: �(�,�) = harga per unit komoditi j yang dikonsumsi di provinsi/kabupaten i
�(�,�) = harga per unit komoditi j di Jakarta Selatan
�(�,�) = volume komoditi j (unit) yang dikonsumsi di provinsi/kabupaten i
Catatan:
Jika pada tahun t tidak tersedia data modul konsumsi, maka harga harus diinflate dengan
inflasi selama tahun Modul Konsumsi yang digunakan sampai ke tahun t.
2) Menggunakan Syntax
Langkah 1: Menghitung quantity (jumlah barang yang dikonsumsi) dari 26 komoditi (selain
komoditi perumahan) dan value (rupiah yang dikeluarkan) dari 27 komoditi.
Syntax untuk menghitung quantity komoditi makanan (nomor 1 s.d. 22)
WEIGHT BY WERT .
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 47
BAB 3
* Custom Tables. CTABLES /VLABELS VARIABLES=b41k8.002 b41k8.008 b41k8.011 b41k8.022 b41k8.043 b41k8.054 b41k8.058 b41k8.072 b41k8.080 b41k8.086 b41k8.092 b41k8.116 b41k8.123 b41k8.128 b41k8.140 b41k8.155 b41k8.159 b41k8.162 b41k8.168 b41k8.171 b41k8.182 b41k8.224 b1r1 b1r2 DISPLAY=DEFAULT /TABLE b1r1 > b1r2 [C] BY b41k8.002 [SUM] + b41k8.008 [SUM] + b41k8.011 [SUM] + b41k8.022 [SUM] + b41k8.043 [SUM] + b41k8.054 [SUM] + b41k8.058 [SUM] + b41k8.072 [SUM] + b41k8.080 [SUM] + b41k8.086 [SUM] + b41k8.092 [SUM] + b41k8.116 [SUM] + b41k8.123 [SUM] + b41k8.128 [SUM] + b41k8.140 [SUM] + b41k8.155 [SUM] + b41k8.159 [SUM] + b41k8.162 [SUM] + b41k8.168 [SUM] + b41k8.171 [SUM] + b41k8.182 [SUM] + b41k8.224 [SUM] /CATEGORIES VARIABLES=b1r1 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE /CATEGORIES VARIABLES=b1r2 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE TOTAL=YES POSITION=AFTER.
Syntax untuk menghitung value komoditi makanan (nomor 1 s.d. 22)
WEIGHT BY WERT .
* Custom Tables. CTABLES /VLABELS VARIABLES=b41k9.002 b41k9.008 b41k9.011 b41k9.022 b41k9.043 b41k9.054 b41k9.058 b41k9.072 b41k9.080 b41k9.086 b41k9.092 b41k9.116 b41k9.123 b41k9.128 b41k9.140 b41k9.155 b41k9.159 b41k9.162 b41k9.168 b41k9.171 b41k9.182 b41k9.224 b1r1 b1r2 DISPLAY=DEFAULT /TABLE b1r1 > b1r2 [C] BY b41k9.002 [SUM] + b41k9.008 [SUM] + b41k9.011 [SUM] + b41k9.022 [SUM] + b41k9.043 [SUM] + b41k9.054 [SUM] + b41k9.058 [SUM] + b41k9.072 [SUM] + b41k9.080 [SUM] + b41k9.086 [SUM] + b41k9.092 [SUM] + b41k9.116 [SUM] + b41k9.123 [SUM] + b41k9.128 [SUM] + b41k9.140 [SUM] + b41k9.155 [SUM] + b41k9.159 [SUM] + b41k9.162 [SUM] + b41k9.168 [SUM] + b41k9.171 [SUM] + b41k9.182 [SUM] + b41k9.224 [SUM] /CATEGORIES VARIABLES=b1r1 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE /CATEGORIES VARIABLES=b1r2 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE TOTAL=YES POSITION=AFTER.
Syntax untuk menghitung quantity komoditi non makanan (nomor 23 s.d. 26) kecuali sewa
rumah
WEIGHT BY WERT .
* Custom Tables. CTABLES /VLABELS VARIABLES=b42k3.237 b42k3.239 b42k3.245 b42k3.291 b1r1 b1r2 DISPLAY=DEFAULT /TABLE b1r1 > b1r2 [C] BY b42k3.237 [SUM] + b42k3.239 [SUM] + b42k3.245 [SUM] + b42k3.291 [SUM] /CATEGORIES VARIABLES=b1r1 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE /CATEGORIES VARIABLES=b1r2 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE TOTAL=YES POSITION=AFTER.
Indikator Daya Beli
48 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 3
Syntax untuk menghitung value komoditi non makanan termasuk sewa rumah (nomor 23
s.d. 27)
WEIGHT BY WERT .
* Custom Tables. CTABLES /VLABELS VARIABLES=b42k3.234 b42k3.238 b42k3.240 b42k3.246 b42k3.292 b1r1 b1r2 DISPLAY=DEFAULT /TABLE b1r1 > b1r2 [C] BY b42k3.234 [SUM] + b42k3.238 [SUM] + b42k3.240 [SUM] + b42k3.246 [SUM] + b42k3.292 [SUM] /CATEGORIES VARIABLES=b1r1 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE /CATEGORIES VARIABLES=b1r2 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE TOTAL=YES POSITION=AFTER.
Langkah 2: Menghitung quantity komoditi perumahan (Q_rumah) dalam bentuk indeks kualitas
rumah
FILTER OFF. USE ALL. SELECT IF(b6r1 = 3). EXECUTE .
COMPUTE Luas_Lantai = b6r5 / b2r1 . EXECUTE .
RECODE B6R2 (1 thru 3=1) (ELSE=0) . EXECUTE . RECODE B6R3 (1=1) (ELSE=0) . EXECUTE . RECODE B6R4 (1=1) (ELSE=0) . EXECUTE . RECODE Luas_Lantai (10 thru Highest=1) (ELSE=0) . EXECUTE . RECODE B6R6A (1 thru 4=1) (ELSE=0) . EXECUTE . RECODE B6R9A (1=1) (ELSE=0) . EXECUTE . RECODE B6R10A (1 thru 2=1) (ELSE=0) . EXECUTE . RECODE B6R1 (3=1) (ELSE=0) . EXECUTE .
COMPUTE Q_rumah = (B6R4+Luas_Lantai+B6R3+B6R2+B6R10A+B6R6A+B6R9A+1) / 8 . EXECUTE .
Indikator Daya Beli
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 49
BAB 3
Untuk memunculkan tabel Q_rumah dapat menggunakan syntax berikut:
WEIGHT BY WERT28 .
* Custom Tables. CTABLES /VLABELS VARIABLES=Q_rumah b1r1 b1r2 DISPLAY=DEFAULT /TABLE b1r1 [C] > b1r2 [C] BY Q_rumah [SUM] /CATEGORIES VARIABLES=b1r1 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE /CATEGORIES VARIABLES=b1r2 ORDER=A KEY=VALUE EMPTY=EXCLUDE TOTAL=YES POSITION=AFTER.
Langkah 3 dan Langkah 4 dapat dikerjakan dengan menggunakan Ms.Excel.
3.2.3 Penghitungan PPP (Purchasing Power Parity)
Langkah 1: Menghitung nilai PPP dalam rupiah dengan rumus:
�(�)=��(�)
�(�)
�(�) : PPP (rupiah)
��(�) : Pengeluaran per kapita per tahun dalam harga konstan 1989
�(�) : PPP (unit)
(i) : Provinsi atau kabupaten/kota ke-i
Langkah 2: Menghitung penyesuaian PPP (rupiah) dengan formula Atkinson sebagai berikut:
C (I) = C(i) Jika C(i) < Z
= Z + 2(C(i)`-`Z)1/2 Jika Z < C(i) < 2Z
= Z + 2(Z)1/2 + 3(C(i)`- 2Z)1/3 Jika 2Z < C(i) < 3Z
= Z + 2(Z)1/2 + 3(Z)1/3 + 4(C(i)`- 3Z)1/4 Jika 3Z < C(i) < 4Z
di mana: C (I)= PPP (rupiah) yang telah disesuaikan dengan formula Atkinson. C(i) = PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita (nilai yang dihitung pada langkah
sebelumnya). Z = Batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter sebesar
Rp.549.500 per kapita per tahun atau Rp. 1.500 per kapita per hari.
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 51
BAB
4
PENGHITUNGAN INDEKS
Secara umum, metodologi yang digunakan dalam penghitungan IPM antarwilayah di
Indonesia mengikuti metodologi yang telah diterapkan UNDP dalam menyusun HDI. Dalam
beberapa hal, dilakukan "penyesuaian" terutama dalam penyusunan indeks daya beli
antarprovinsi (PPP).
4.1 Penghitungan Indeks Tunggal
Seperti dijelaskan sebelumnya, komponen IPM terdiri dari Angka Harapan Hidup (e0),
Angka Melek Huruf (AMH), rata-rata lama sekolah (MYS), dan pengeluaran per kapita konstan
yang disesuaikan (PPP). Sebelum menghitung IPM, masing-masing komponen tersebut terlebih
dahulu dihitung indeksnya sehingga bernilai antara 0 (keadaan terburuk) dan 1 (keadaan
terbaik). Indeks tersebut dinyatakan dalam ratusan (dikalikan 100) untuk mempermudah
penafsiran.
Berdasarkan gambar 4.1, terlihat bahwa untuk menghitung IPM, terlebih dahulu harus
dihitung Indeks Harapan Hidup, Indeks Pendidikan dan Indeks Pendapatan. Penghitungan
masing-masing indeks dilakukan mengikuti rumus nomor 1.
Gambar 4.1 Diagram Penghitungan IPM
Dimensi Umur Panjang dan
Sehat Pengetahuan Kehidupan yang layak
INDIKATOR Angka Harapan Hidup pada saat lahir
Angka Melek Huruf (AMH)
Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
Pengeluaran per Kapita Riil yang Disesuaikan
(PPP Rupiah)
INDEKS
Indeks Harapan Hidup
Indeks Pendidikan Indeks Pendapatan
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
Penghitungan Indeks
52 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 4
Rumus indeks tunggal pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut:
�������(�,�) =��(�,�)− � (�����)�
��(������) − � (�����)�
di mana :
X(i,j) = Komponen IPM ke-i dari daerah j X(i-min) = Nilai minimum dari Xi X(i-maks) = Nilai maksimum dari Xi
Nilai minimum dan maksimum yang digunakan dalam penghitungan IPM disajikan pada
Tabel 4.1. Nilai e0, AMH, dan MYS merujuk pada nilai yang telah ditetapkan UNDP (1994),
sehingga nilai indeks untuk masing-masing komponen tersebut dapat dibandingkan secara
internasional. Sementara nilai minimum dan maksimum PPP menyesuaikan kondisi Indonesia.
Tabel 4.1 Nilai Maksimum dan Minimum dari Setiap Komponen IPM
Komponen IPM Maksimum Minimum Keterangan (1) (2) (3) (4)
1. Angka Harapan Hidup 85 25 Standar UNDP
2. Angka Melek Huruf 100 0 Standar UNDP
3. Rata-Rata Lama Sekolah 15 0
4. Daya Beli 732,720a 300,000 (1996) UNDP Menggunakan
360,000b (1999, 2002)
PDB Riil disesuaikan
Keterangan : a) Perkiraan maksimum pada akhir PJP II tahun 2018 b)Penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru
Nilai minimum dan maksimum untuk komponen PPP ditentukan sebagai berikut:
(1) Nilai minimum adalah nilai PPP provinsi terendah tahun 1990, namun kemudian mengalami
penyesuaian pada tahun 1999 akibat terjadinya krisis moneter
(2) Nilai maksimum adalah nilai PPP "target" yang ingin dicapai pada akhir PJP II oleh provinsi
yang memiliki nilai PPP tertinggi pada tahun 1993. Nilai maksimum tersebut ditetapkan 4
(empat) kali nilai PPP provinsi tertinggi tahun 1993 (Jakarta tahun 1993), suatu nilai yang
setara dengan nilai proyeksi PPP untuk provinsi tersebut pada akhir PJP II dengan asumsi
tingkat pertumbuhan PDB 6 sampai 7 persen/tahun11.
11Tingkat pertumbuhan tersebut ditargetkan berlaku untuk perekonomian nasional selama PJP II sebagaimana
diisyaratkan dalam Repelita VI (kenaikan pendapatan per kapita riil dari US$ 700 pada akhir PJP I menjadi US$ 2600 pada akhir PJP II).
Penghitungan Indeks
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 53
BAB 4
4.1.1 Indeks Kesehatan (X1)
Misalnya, angka harapan hidup di Provinsi A sebesar 73,22, maka penghitungan
indeks kesehatan di Provinsi A yaitu:
Indeks X(i,j) = ��(�,�)�� (�����)�
��(������ )�� (�����)�
Indeks X(1,prov A) = ���(�����)����
(�����)
= (��,�����)
(�����)
= 0,80
4.1.2 Indeks Pendidikan (X2)
Angka melek huruf di Provinsi A sebesar 90,84 dan rata-rata lama sekolahnya sebesar
9,07. Sebelum menghitung indeks pendidikan, terlebih dahulu dihitung indeks melek huruf dan
indeks rata-rata lama sekolah dengan cara seperti berikut:
a. Indeks Melek Huruf
Indeks X(i,j) = ��(�,�)�� (�����)�
��(������ )�� (�����)�
Indeks X(21,prov A) = ���� (�����)���
(�����)
= (��,����)
(�����)
= 0,91
b. Indeks Rata-rata Lama Sekolah
Indeks X(i,j) = ��(�,�)�� (�����)�
��(������ )�� (�����)�
Indeks X(22,prov A) = ���� (�����)���
(����)
= (�.����)
(����)
= 0,60
Setelah diperoleh indeks melek huruf dan indeks rata-rata lama sekolah, tahap
selanjutnya adalah menghitung indeks pendidikan dari rata-rata tertimbang kedua indeks
tersebut. Angka melek huruf diberi bobot 2 dan rata-rata lama sekolah diberi bobot 1.
Penghitungan indeks melek huruf sebagai berikut:
Penghitungan Indeks
54 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 4
Indeks X2 = ��������
�
= ��.����,��
�
= 0.81
4.1.3 Indeks Daya Beli (X3)
Nilai PPP di Provinsi A sebesar 646,56 ; maka penghitungan indeks daya beli di Provinsi
A yaitu:
Indeks X(i,j) = ��(�,�)�� (�����)�
��(������ )�� (�����)�
Indeks X(1,prov A) = ����(�����)�����
(���,������)
∗)
= (���,������)
(���,������)
∗)
= 0,66
Keterangan: *) nilai minimum pembilang dan penyebut berbeda karena pada tahun 1999 nilai
minimum disesuaikan menjadi Rp 360.000. Hal ini dilakukan karena krisis ekonomi
telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat secara drastis
sebagaimana terlihat dari peningkatan angka kemiskinan dan penurunan upah riil.
Penambahan sebesar Rp 60.000 didasarkan pada perbedaan antara “garis
kemiskinan lama” dengan “garis kemiskinan baru” sebesar Rp 5.000 perbulan
atau setara dengan Rp 60.000 per tahun.
4.2 Penghitungan Indeks Komposit
Setelah diperoleh indeks dari ketiga dimensi IPM, maka tahap berikutnya adalah
menghitung angka IPM. Nilai IPM dapat dihitung sebagai:
IPM�=1
3�indeksX(�,�)�
di mana :
Indeks X(i,j) = Indeks komponen IPM ke-i untuk wilayah ke j;
i = 1, 2, 3;
j = 1, 2 ……. k wilayah.
Penghitungan Indeks
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 55
BAB 4
Sebagai lanjutan dari contoh penghitungan indeks tunggal pada subbab 4.1, berikut
ditampilkan penghitungan IPM untuk provinsi A:
IPMprovA = ��������
� x 100
= �,����,����,��
� x 100
= 75,77
4.3 Reduksi Shortfall
Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan
ukuran reduksi shortfall per tahun. Reduksi shortfall menunjukkan perbandingan antara capaian
yang telah ditempuh dengan capaian yang harus ditempuh untuk mencapai titik IPM ideal (100).
Semakin tinggi nilai reduksi shortfall, semakin cepat IPM suatu wilayah untuk mencapai nilai
idealnya.
Secara harafiah “reduksi” berarti pengurangan. Reduksi shortfall sendiri bisa diartikan
sebagai pengurangan sisa langkah menuju nilai ideal yang merupakan gambaran laju
pergerakan IPM untuk mencapai nilai idealnya. Semakin besar nilai reduksi shortfall maka
semakin cepat suatu wilayah akan mencapai IPM ideal.
Selama ini konsep reduksi shortfall sering rancu/tertukar dengan konsep pertumbuhan.
Pada konsep pertumbuhan, semakin besar nilai IPM, dengan gerakan yang sama maka akan
menghasilkan pertumbuhan yang semakin kecil. Rumus pertumbuhan adalah:
�� =(�����)
��× ���
Sementara pada reduksi shortfall, jika nilai IPM sudah tinggi, maka gerakan yang
kecilpun dapat menghasilkan nilai reduksi shortfall yang tinggi karena penyebutnya berupa sisa
langkah menuju IPM ideal. Reduksi shortfall dihitung dengan:
��� = �(���������� �)
(������������ �)× ����
�/�
di mana:
RSF = Reduksi Shortfall
t = tahun
Penghitungan Indeks
56 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 4
n = selisih tahun antar IPM
IPMideal = 100
Agar lebih jelas memahami penjelasan di atas, maka akan dilakukan simulasi penerapan
kedua rumus tersebut.
Tabel 4.2. IPM Provinsi S Tahun 2004-2009
Tahun IPM Selisih
IPM Pertumbuhan IPM tahunan
Reduksi shortfall tahunan
(1) (2) (3) (4) (5)
2005 73.70
2006 74.05 0.35 0.4749 1.331 2007 74.40 0.35 0.4727 1.349 2008 74.75 0.35 0.4704 1.367 2009 75.10 0.35 0.4682 1.386
P2005-2006 = (�����)
�� x 100
= (��.�����.��)
��.�� x 100
= 0.4749
P2008-2009 = (�����)
�� x 100
= (��.�����.��)
��.�� x 100
= 0.4682
Sementara penerapan rumus reduksi shortfall:
RSF2005-2006 = �(���������� �)
(������������ �)× 100�
�/�
= �(��.�����.��)
(������.��)× 100�
�
= 1.33
RSF2008-2009 = �(���������� �)
(������������ �)× 100�
�/�
= �(��.�����.��)
(������.��)× 100�
�
= 1.39
Berdasarkan simulasi di atas, terlihat bahwa dengan perubahan yang sama yaitu sebesar
0.35, nilai IPM yang semakin besar akan menghasilkan petumbuhan yang semakin kecil.
Sementara konsep reduksi shortfall justru tidak demikian. Dengan gerakan yang sama yaitu
sebesar 0.35, semakin besar nilai IPM akan menghasilkan nilai reduksi shortfall yang semakin
Penghitungan Indeks
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 57
BAB 4
besar pula. Arti dari nilai 1,39 yaitu persentase pergerakan angka IPM dari sisa langkah yang
diperlukan untuk mencapai nilai ideal (IPM tahun 2008 bergerak sebesar 1,39 persen dari sisa
langkah (24,90) untuk mencapai nilai ideal).
Simulasi di atas merupakan simulasi penghitungan reduksi shortfall tahunan. Selanjutnya
akan dihitung nilai rata-rata reduksi shortfall selama 4 tahun.
RSF2005-2009 = �(���������� �)
(������������ �)× 100�
�/�
= �(��.�����.��)
(������.��)× 100�
�/�
= 1.52
Catatan: nilai reduksi shortfall yang dihitung tahunan dan rata-rata pertahun tidaklah sama
karena rata-rata yang digunakan bukanlah rata-rata aritmetika tetapi rata-rata
geometrik.
Penghitungan Indeks
58 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 4
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 59
BAB
5
REKONSILIASI DAN ESTIMASI DATA
5.1 Pentingnya Rekonsiliasi dan Estimasi Data
Sebelum komponen IPM digunakan untuk menghitung angka IPM, perlu dilakukan
pengecekan konsistensi antarwaktu dan antarwilayah. Pengecekan ini diperlukan agar mampu
menjawab keterkaitan antara fenomena yang ada dengan data empiris yang dihasilkan.
Dinamika sosial dan ekonomi di dalam masyarakat seharusnya dapat tergambar dari data
empiris yang dihasilkan. Namun, terkadang hal tersebut tidak dapat terlihat karena adanya
sampling error dan non sampling error. Oleh karena itu, untuk menjembatani ketidaksesuaian
antara data dan fakta perlu kiranya dilakukan rekonsiliasi data yang ada dengan data
pendukung lainnya. Meskipun tidak semua permasalahan dapat terjawab, setidaknya rekonsiliasi
ini bisa membantu menjawab ketidaksesuaian yang ada.
Selain rekonsilasi data dengan indikator lainnya, dalam penghitungan IPM juga dilakukan
estimasi untuk data series yang berfluktuasi. Estimasi dilakukan karena secara teoritis komponen
IPM tidak tepat jika berfluktuasi. Estimasi ini dilakukan dengan menggunakan data series
sebelumnya ataupun menggunakan model statistik.
Metode estimasi yang digunakan adalah estimasi mengikuti perubahan data susenas,
model moving average, pertumbuhan aritmetika, pertumbuhan geometrik, pertumbuhan
exponential, model regresi panel, dan estimasi nilai minimum dan maksimum berdasarkan relative
standard error. Penggunaan beberapa metode estimasi ini dilakukan karena tidak ada satu
metode yang tepat untuk semua daerah. Namun demikian, untuk keseragaman dibuat prioritas
pemilihan metode estimasi.
5.2 Estimasi Komponen IPM
Tidak semua komponen IPM harus diestimasi. Estimasi hanya dilakukan untuk komponen
IPM yang nilainya berfluktuasi. Untuk lebih jelasnya estimasi dilakukan dengan aturan sebagai
berikut.
1) Untuk komponen IPM yang nilainya naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya:
Rekonsiliasi Data
60 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 5
a) jika pertumbuhannya kurang atau sama dengan 2*) kali rata-rata pertumbuhan per
tahunnya, maka tidak dilakukan estimasi.
b) jika pertumbuhannya lebih dari 2 kali*) rata-rata pertumbuhan per tahunnya , maka
dilakukan estimasi.
2) Untuk komponen IPM yang nilainya turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya
dilakukan dua macam penyesuaian, yaitu:
a) jika data Susenas tahun ini turun dibandingkan tahun lalu dan level data Susenas di
bawah data IPM, maka data IPM tahun ini disamakan dengan data tahun lalu.
b) jika data Susenas tahun ini turun dibandingkan tahun lalu dan level data Susenas di atas
data IPM, maka data IPM tahun ini menggunakan estimasi.
5.3 Metode oEstimasi Komponen IPM
Untuk setiap komponen IPM yang mengalami fluktuasi, terlebih dahulu diestimasi dengan
beberapa metode yang akan disebutkan di bawah ini. Selanjutnya, dipilih metode estimasi
sesuai urutan yang ada. Jika estimasi 1 menghasilkan nilai yang lebih kecil atau tidak sesuai
dengan kondisi lapangan, maka dipilih metode ke 2. Jika metode 2 belum menghasilkan nilai
yang sesuai, ganti dengan metode berikutnya (nomor pada metode-metode di bawah ini
menunjukkan urutan estimasi).
1. Pertumbuhan Susenas
Estimasi ini dilakukan dengan mengalikan data IPM tahun 2009 dengan perubahan data
Susenas tahun 2009 ke 2010. Tujuan dari estimasi ini adalah agar level data tetap di atas tahun
lalu , namun perubahan pada data dasar tetap terakomodasi.
Pt = Po (1 + r)
di mana:
Pt = estimasi komponen IPM ke t
Po = komponen IPM tahun t-1
r = pertumbuhan komponen IPM berdasarkan data Susenas
2. Moving Average
Estimasi menggunakan Moving Average dimaksudkan untuk menanggulangi data yang
berfluktuasi.
Rekonsiliasi Data
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 61
BAB 5
Jumlah Penduduk yang Melek Huruf 15 Tahun Ke Atas
per Kabupaten / Provinsi Tahun X Jumlah Penduduk yang Melek Huruf
15 Tahun Ke Atas per Kabupaten / Provinsi Dua Tahun SebelumnyaMoving Average tahun X=
J
100umlah Penduduk 15 Tahun Ke Atas per Kabupaten / Provinsi Tahun X
Jumlah Penduduk yang Melek Huruf 15 Tahun Ke Atas
per Kabupaten / Provinsi Dua Tahun sebelumnya
Contoh:
Jumlah Penduduk yang Melek Huruf 15 Tahun Ke Atas
per Kabupaten / Provinsi Tahun 2010 Tahun 2009 + Tahun 2008Moving Average tahun 2010=
Jumlah Penduduk 15 Tahun Ke Atas per Kabupaten / Provinsi Tahun 201
1000
Tahun 2009 + Tahun 2008
Penghitungan Moving Average untuk Rata-rata Lama Sekolah 15 Tahun ke Atas adalah:
Jumlah Lama Sekolah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas
per Kabupaten/Provinsi Tahun X + Jumlah Lama Sekolah
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas per Kabupaten/Provinsi
Dua TahuRata-rata Lama Sekolah Tahun X=
n Sebelumnya100
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas per Kabupaten/
Provinsi Tahun X + Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas
per Kabupaten/Provinsi Dua Tahun Sebelumnya
Contoh:
Jumlah Lama Sekolah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas
per Kabupaten/Provinsi Tahun 2010 + Tahun 2009 + Tahun 2008Rata-rata Lama Sekolah Tahun 2010=
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas per Kabupaten100
/
Provinsi Tahun 2010 + Tahun 2009 + Tahun 2008
3. Regresi Panel
Estimasi menggunakan model regresi panel dilakukan dengan mencari faktor-faktor yang
mempengaruhi setiap komponen IPM selama tahun 2004-2009. Model regresi panel yang sudah
dibuat adalah model untuk provinsi selama tahun 2004 sampai dengan 2009. Dengan model ini
dibuat estimasi masing-masing komponen IPM tahun 2010.
Model regresi panel untuk masing-masing komponen IPM adalah sebagai berikut (BPS,
2010).
Indikator Kesehatan
0 (66.3177 ) 0.0556 0.0178 0.0435it i it it it ite C Medis Minum Dok
Rekonsiliasi Data
62 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 5
Angka Melek Huruf
90.9886 0.1851 0.1431 0.7533 0.000144it i it it it it itAMH C Mis Ras MysKrt PDRBp
Rata-rata Lama Sekolah
6.2955 0.0238 0.036 0.2576 0.000119it i it it it it itMYS C Mis Ras MysKrt Kons
Indikator Daya Beli
660.521 1.682 29.605 1.179 1.863it i it it it it itPPP C Mis Gini TPT Kons
di mana:
Mis = Persentase penduduk miskin
Ras = Rasio murid-guru SMP
MysKrt = Rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga
PDRBp = PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 dengan migas
Kons = Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita atas dasar harga konstan
2000
Gini = Gini Rasio
TPT = Tingkat Pengangguran Terbuka
Medis = Persentase penolong kelahiran pertama oleh tenaga medis
Minum = Persentase rumah tangga dengan sumber air minum bersih
Dok = Rasio dokter per 10.000 penduduk
Ci = Intercept model, di mana nilainya berbeda untuk setiap model dan setiap
provinsi. Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada IPM 2008-2009 (BPS,
2010)
4. Pertumbuhan IPM 2004 s.d. 2009
Alternatif lain untuk estimasi komponen IPM adalah menggunakan pertumbuhan series
data IPM selama tahun 2004-2009 dengan berbagai rumus pertumbuhan yaitu:
a) Pertumbuhan Eksponensial
Pt = Po er.t
b) Pertumbuhan Geometrik
Pt = Po (1+r)t
c) Pertumbuhan Aritmatik
Pt = Po (1 + r.t)
Rekonsiliasi Data
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 63
BAB 5
di mana
Pt = Nilai Komponen IPM tahun t
Po = Nilai Komponen IPM tahun dasar
r = Angka petumbuhan komponen IPM
t = Waktu (tahun)
5. Penggunaan Interval Estimasi
Berdasarkan informasi relatif standard error (RSE) setiap variabel di tingkat kabupaten,
dapat diketahui selang estimasi suatu variabel. Dalam kaitannya dengan penghitungan IPM, nilai
minimum dan maksimum angka melek huruf (AMH) dan rata-rata lama sekolah tingkat kabupaten
dapat dihitung. Setiap nilai estimasi yang masih berada di antara nilai minimum dan maksimum,
secara statistik masih dapat ditolerir karena masih berada di dalam selang kepercayaan.
5.4 Rekonsiliasi dengan Indikator Pendukung
Setelah dilakukan estimasi terhadap komponen IPM yang berfluktuasi, perlu dilakukan
rekonsiliasi terhadap angka IPM. Rekonsiliasi ini sangat diperlukan mengingat bahwa IPM
merupakan salah satu indikator daya saing yang nilainya akan dibandingkan antarwilayah.
Proses rekonsiliasi suatu komponen IPM dilakukan dengan melihat indeks komposit dari beberapa
variabel yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan daya beli. Sebagai contoh, untuk
membandingkan angka harapan hidup dua daerah dilakukan perbandingan komposit beberapa
indikator kesehatan yang ada seperti: Angka Morbiditas, Persentase Bayi dan Balita yang
menderita Gizi Buruk, Persentase Penolong Kelahiran Pertama oleh Tenaga Medis, dan Rasio
tenaga medis per penduduk.
Berikut ini adalah indikator-indikator yang digunakan dalam membandingkan komponen
IPM di Indonesia.
Kelompok Indikator Jenis Indikator
(1) (2)
Indikator Kesehatan Angka Morbiditas, Persentase Bayi dan Balita yang menderita Gizi Buruk, Persentase Penolong Kelahiran Pertama oleh Tenaga Medis, Rasio tenaga medis per penduduk.
Indikator Pendidikan Angka Partisipasi Sekolah (APS) maupun Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP dan SMA , Rasio murid guru, Rata-rata lama sekolah (MYS) KRT
Indikator Daya Beli Persentase penduduk miskin, Rasio Gini, PDRB perkapita, Pertumbuhan PDRB perkapita, Tingkat Pengangguran Terbuka, Konsumsi Rumah Tangga per Kapita.
Rekonsiliasi Data
64 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB 5
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 65
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2009. Indeks Pembangunan Manusia 2007-2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
_______. 2010. Indeks Pembangunan Manusia 2008-2009. Jakarta: Badan Pusat Statistik. BPS, UNDP. 1996. Indeks Pembangunan Manusia Perbandingan Antar Provinsi 1990-1993.
Jakarta: Badan Pusat Statistik BPS, BAPPENAS, UNDP. 2004. Indonesia Human Development Report 2004. http:// datastatistik-indonesia.com Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo. Suhaimi, Uzair dan Wynandin Imawan. “Status dan Perkembangan Upaya Pembangunan
Manusia di Indonesia: Perbandingan Antarprovinsi”, disampaikan dalam Seminar Sehari Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 1996, Biro Analisis dan Pengembangan BPS, Jakarta 12 Agustus 1997.
66 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Cara Pengolahan Data Menggunakan Syntax
Dalam lampiran ini, dibahas mengenai contoh melakukan seleksi kasus dengan
menggunakan syntax. Tujuan dari langkah ini adalah menyeleksi penduduk pada data Susenas
hanya pada penduduk berumur 15 tahun ke atas. Sementara penduduk di bawah umur 15 tahun
tidak digunakan dalam pengolahan. Syntax yang digunakan adalah:
SELECT IF(UMUR >= 15). EXECUTE .
Sedangkan cara menggunakan syntax tersebut adalah sebagai berikut::
Klik File → New → Syntax,
Paste-kan syntax di atas hingga tampak di layar:
Untuk me-run syntax tersebut, maka:
Blok kalimat syntax-nya
Klik tombol Run (tombol segitiga yang ditandai pada gambar di bawah),
Atau bisa juga dengan meng-klik menu Run → Selection pada layar syntax.
Lampiran 2. Keterangan Mengenai Penimbang Individu
Jika tidak ada penimbang individu pada raw data yang digunakan, maka penimbang
tersebut dapat diperoleh dari file Susenas kor individu dengan di merge terlebih dahulu.
Langkahnya adalah:
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 67
Buka file Susenas individu.
Select Case hanya kepala rumah tangga saja (yang lain dihapus). Caranya, klik menu Data
Select Cases. Pada bagian Output tandai Deleted unselected cases. Kemudian pada
bagian Select, tandai if condition is statisfied lalu klik kotak bertuliskan if... di bawahnya.
Masukan variabel HB (hubungan dengan kepala keluarga) dari daftar variabel ke kolom
kosong di sebelah kanan atas dan tambahkan “= 1”, sehingga tampilannya sebagai berikut:
Klik Continue lalu klik OK
Hapus semua variabel selain variabel identitas (variabel yang ada pada blok 1 kuesioner)
dan weind (penimbang individu)
Blok semua variabel identitas lalu sort secara ascending (klik kanan lalu klik Sort Ascending)
68 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Save as data individu tersebut. Tutup data individu tersebut. Namun, untuk SPSS 15.0 atau
lebih tinggi, bisa tetap dibiarkan terbuka.
Buka kembali data modul konsumsi
Sort Ascending pada variabel identitas untuk data modul konsumsi
Klik menu Data, lalu Merge Files, kemudian klik Add Variables. Setelah kotak di bawah
terbuka, pilih file individu yang sudah diubah sebelumnya, melalui An open dataset jika file
individunya dalam keadaan terbuka. Atau melalui An external SPSS data file jika file
individunya dalam keadaan tertutup.
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 69
Klik Continue, kemudian cheklist pilihan Match cases on key variables in sorted files lalu
pindahkan variabel identitas yang ada pada kolom Exclude Variables ke kolom Key
Variables dengan menggunakan tanda panah di samping kiri kolom Key Variables.
Klik OK
Dalam bentuk syntax, langkah di atas dapat ditulis:
MATCH FILES /FILE=* /FILE='DataSet2' /BY B1R1 B1R10 B1R11 B1R12A B1R12B B1R2 B1R3 B1R4 B1R5 B1R7 B1R8 B1R9 jart. EXECUTE.
Kemudian variabel weind (penimbang individu) yang sudah ada dalam file modul konsumsi,
dikalikan dengan jart untuk mendapatkan penimbang yang baru dengan menggunakan
menu Compute Variable. Caranya, ketik weind_baru (penimbang individu baru) pada
kolom Target Variable, lalu masukan weind pada kolom Numeric Expression dan kalikan
dengan jart. Pada layar akan muncul tampilan berikut:
Klik OK.
Selanjutnya, variabel weind_baru inilah yang digunakan sebagai penimbang dalam
menghitung rata-rata pengeluaran per kapita.
70 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Lampiran 3. Alasan Penggunaan Data Konsumsi Susenas (BPS dan UNDP, 1996)
Untuk mengukur “daya beli” penduduk antarprovinsi atau kabupaten/kota sebenarnya
tersedia berbagai alternatif seperti PDRB; rata-rata konsumsi rumah tangga yang dihitung dari
PDRB menurut penggunaannya; rata-rata konsumsi dari susenas ditimbang dengan Indeks Harga
Konsumen (IHK); dan rata-rata konsumsi dari susenas yang disesuaikan dengan indeks PPP.
Hasil evaluasi secara cermat menunjukan bahwa indikator terakhir dianggap paling baik
sebagai ukuran daya beli antarprovinsi. PDRB tidak digunakan karena dalam sistem
perekonomian di Indonesia, penduduk suatu provinsi tidak langsung menikmati hasil produksi di
masing-masing provinsi, tapi sebaliknya terjadi mobilisasi pendapatan dan keuntungan
antarprovinsi. Rata-rata konsumsi yang yang dikoreksi dengan IHK tidak dipilih sebagai indikator
PPP karena IHK hanya mencerminkan perbedaan daya beli daerah perkotaan. Disamping itu,
komoditi yang digunakan dalam penghitungan IHK kurang mencerminkan kondisi pada saat
tertentu karena hanya ditentukan dalam lima sampai sepuluh tahun sekali (out of date). Lebih
lanjut, indeks yang dihasilkan hanya benar untuk perbandingan antara dua provinsi (tepatnya
antara Jakarta yang dijadikan tolok ukur dengan provinsi lain) atau binary comparison.
Sebaliknya angka PPP yang dihitung menggunakan teknik yang dikembangkan ICP sudah dapat
dibandingkan antarprovinsi (multiple comparison). Namun demikian, angka IHK di 27 ibukota
provinsi tetap digunakan sebagai deflator dalam menghitung nilai perkiraan nilai PPP
antarprovinsi dalam harga konstan.
Lampiran 4. Paradigma Awal Penghitungan Daya Beli (BPS dan UNDP, 1996)
Pembangunan ekonomi secara ringkas dapat diartikan sebagai proses peningkatan
pendapatan nasional secara terus menerus dalam periode waktu tertentu melalui peningkatan
produktivitas per kapita. Dengan demikian pengumpulan data income, atau konsumsi sebagai
proxy dari income, dapat dipahami sebagai konsekuensi logis dalam rangka penyusunan
indikator pembangunan tersebut.
Indikator tersebut, pada dasarnya mengukur nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh
suatu perekonomian dalam periode tertentu. Berbagai persoalan kemudian apabila tingkat
pendapatan tersebut dibandingkan antarwilayah. Persoalan tersebut berasal dari basket
komoditas (commodity basket) dan harga yang akan digunakan sebagai dasar perbandingan.
Masalah pemilihan basket komoditas biasanya dapat diatasi dengan penggunaan
komoditas standar atau asumsi homogenitas pola konsumsi masyarakat yang dibandingkan
apabila data konsumsi digunakan sebagai pendekatan pendapatan. Tidak demikian halnya
dengan harga, yang sebenarnya merupakan refleksi dari tingkat efisiensi suatu perekonomian.
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 71
Contoh berikut ini menunjukan bahwa pemilihan harga akan sangat mempengaruhi hasil akhir
perbandingan walaupun masalah basket komoditas sudah teratasi.
Dua wilayah (A dan B) memproduksi dua komoditas yang sama dengan harga dan jumlah
produksi yang berbeda:
Jenis Barang
Jumlah Produksi Harga
A B A B
1 3 8 2 1 2 6 4 3 4
Kalau harga di daerah A digunakan sebagai dasar penilaian, maka akan diperoleh
pendapatan daerah A sebesar 24 dan B sebesar 28. Dengan demikian pendapatan daerah A
lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan daerah B. Jika harga di daerah B dipilih sebagai
dasar perbandingan, maka pendapatan daerah A menjadi 27 dan B menjadi 24. Dengan
demikian pendapatan daerah A lebih besar dibandingkan dengan di daerah B. Nampak bahwa
perbedaan pemilihan harga dapat menghasilkan kesimpulan yang bertentangan. Hal ini karena
adanya perbedaan kualitas dan atau efisiensi produksi yang tercermin pada harga antarkedua
wilayah tersebut (perbedaan jenis komoditas yang dipilih sudah diasumsikan tidak ada).
Apabila masalah di atas dicoba diatasi dengan penggunaan nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) memang akan diperoleh hasil perbandingan yang konsisten. Namun demikian
penghitungan nilai tukar antar daerah yang tepat tidak mudah dan bahkan dalam beberapa hal
tidak mungkin dihitung secara langsung. Hal ini dapat terjadi karena transaksi antardaerah yang
akan dibandingkan bisa jadi sangat kompleks, melibatkan berbagai jenis pasar (pasar barang
dan jasa, pasar uang, pasar modal, dsb) atau sebaliknya tidak ada sama sekali, sehingga nilai
tukarnya tidak bisa dihitung secara langsung. Terlebih lagi jika diingat bahwa nilai tukar tersebut
hanya dihitung dari barang dan jasa yang diperdagangkan antarwilayah saja sehingga
mengabaikan peranan barang dan jasa yang hanya diperdagangkan di masing-masing wilayah
atau tidak diperdagangkan sama sekali.
Pemahaman akan keterbatasan nilai tukar nominal diatas telah mendorong
pengembangan konsep nilai tukar yang sebenarnya (Real Exchange Rate). Salah satu metode
pendekatan penghitungan nilai tukar yang sesungguhnya adalah dengan menggunakan konsep
Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity/PPP). Dalam konsep PPP, nilai tukar akan berfluktuasi
sebagai akibat dari perbedaan tingkah laku harga antarwilayah sedemikian rupa sehingga nilai
tukar perdagangan (term of trade/TOT) akan konstan. Dengan demikian fluktuasi nilai tukar
tersebut sebagian besar merupakan pencerminan perbedaan tingkat inflasi (Dombusch, R.et.al
1990). Keterkaitan antara TOT, nilai tukar dan harga tersebut dapat dirumuskan sebagai:
72 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
TOT = Nilai Tukar Nominal x = E x
Dalam konsep ini, perubahan dalam Pf (Foreign Price) atau Pd (Domestic Price) akan
mendorong E berubah sedemikian rupa untuk menjaga TOT tetap konstan. TOT ini sebenarnya
merupakan nilai tukar riil yang mencerminkan paritas daya beli (PPP) antarwilayah tersebut.
Dalam praktek, terdapat beberapa cara dalam menghitung PPP. Dua diantaranya yang
sering digunakan (luas penggunaannya) adalah Model Perbedaan Produktivitas (Productivity
Differential Model) dan Model Proyek Perbandingan Internasional (International Comparison
Project/ICP), yang juga dikenal sebagai Model Gearry-Khamis (G-K Model) sesuai dengan
nama penyusunnya.
Model perbedaan produktivitas menunjukkan bahwa perbedaan tingkat pendapatan
antarwilayah seringkali hanya karena adanya perbedaan dalam tingkat harga dan bukan
karena perbedaan dalam produktivitas. Dalam kasus perbandingan antar dua wilayah A dan B,
jika harga barang dan jasa yang diperdagangkan, Pa = Pb, maka jika produktifitas pekerja di A
sama dengan di B, tingkat upah di A lebih tinggi, hal ini akan ‘menurunkan’ tingkat pendapatan
di B dari yang sebenarnya. Dengan demikian nilai tukar riil antar kedua wilayah tersebut (RA-B)
harus memperhitungkan baik barang dan jasa yang diperdagangkan antarwilayah tersebut
(tradable goods) maupun yang hanya diperdagangkan pada masing-masing wilayah (non-
tradable), sehingga:
di mana:
E = Nilai tukar nominal
PT = Price of Tradables (harga barang dan jasa yang diperdagangkan
antarwilayah)
PN = Price of Non-tradables (harga barang dan jasa yang diperdagangkan dalam
wilayah masing-masing)
P dan q = Share of Tradables (proporsi barang dan jasa yang diperdagangkan
antarwilayah pada masing-masing wilayah A dan B)
(1-p) dan (1-q) = Share of Non tradables (proporsi barang dan jasa yang hanya
diperdagangkan pada masing-masing wilayah)
Secara sekilas model ini nampak sangat sederhana, tetapi dalam praktek akan banyak
ditemui kesulitan terutama dalam menghitung tingkat harga dan peranan masing-masing jenis
komoditas tersebut.
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 73
Model ke-2, G-K Method, pada dasarnya adalah penurunan perbandingan kuantitas
dengan membagi rasio pengeluaran dengan rasio harga, mengingat bahwa pengeluaran
(konsumsi) sama dengan kuantitas dikalikan harga. Secara matematis:
Sehingga
Atau
Prinsip di atas dapat diperluas untuk A sampai AA wilayah (27 wilayah) yang masing-
masing mencakup 1 sampai 27 komoditas seperti yang digunakan dalam penghitungan R
antarprovinsi.
Dengan menggunakan prinsif bahwa total penawaran, akan sama dengan total
permintaan dan RA-AA adalah paritas daya beli12 masing-masing wilayah dan P1-27 adalah
harga bersama (common price atau international price) masing-masing komoditas di semua
provinsi13, maka hubungan antara nilai pengeluaran (V), kuantitas barang yang dikonsumsi (Q),
paritas daya beli, dan harga bersama dapat diuraikan sebagai berikut:
V1ARA + V1BRB + V1CRC + ... + V1AARAA = (Q1A+ Q1B+...+ Q1AA)P1
V2ARA + V2BRB + V2CRC + ... + V2AARAA = (Q2A+ Q2B+...+ Q2AA)P2
.
.
.
V27ARA + V27BRB + V27CRC + ... + V27AARAA = (Q27A+ Q27B+...+ Q27AA)P27
Total pengeluaran dalam satuan yang
sudah dikonversikan untuk mencerminkan
adanya perbedaan daya beli.
Total kuantum yang di
konsumsi dikalikan
harga rata-ratanya.
12Paritas daya beli disini sebenarnya merupakan harga komoditas tersebut dalam satuan yang sudah
memperhitungkan nilai tukarnya terhadap harga nasional, sehingga �� =�����
������
13Harga bersama ini sebenarnya merupakan harga rata-rata nasional masing-masing komoditi, yang dihitung dari rata-rata tertimbang harga masing-masing komoditi tersebut di tingkat provinsi (saat masih 27 provinsi)
74 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Atau dalam bentuk matriks dapat digambarkan sebagai berikut:
V1A V1B . . . V1AA
RA
P1 0 . . . 0
Q1A+ Q1B+...+ Q1AA
V2A V2B . . . V2AA
RB
0 P2 . . . 0
Q2A+ Q2B+...+ Q2AA
. . . . . .
. = . . . . . .
.
. . . . . .
.
. . . . . .
.
. . . . . .
.
. . . . . .
.
V27A V27B . . . V27AA
RAA
0 0 . . . P27
Q27A+Q27B+..+Q27AA
V (27x27)
R (27x1)
P (27x27)
V (27x27)
Sehingga R = V-1(PQ)
Hasil penghitungan R yang akhirnya digunakan dalam penghitungan IPM didasarkan atas
27 komoditas makanan dan non makanan hasil Susenas. Pada prinsipnya pemilihan ke-27
komoditas tersebut untuk mempermudah penghitungan R antarprovinsi yang berjumlah 27 (dulu)
sehingga dapat dilakukan dengan menggunakan kaidah matriks seperti telah dirumuskan.
Sedangkan kriteria pemilihannya adalah sebagai berikut.
1. Termasuk sebagai komoditas yang penting (esensial) dalam pola konsumsi masyarakat
Indonesia.
2. Mempunyai kuantitas karena akan digunakan sebagai penimbang seperti terlihat dalam
matriks tersebut di atas.
3. Memperhatikan sebaran menurut subkelompok makanan dan nonmakanan agar
mencerminkan pola konsumsi penduduk/rumah tangga masing-masing provinsi.
4. Konsumsi komoditas tersebut tercatat di semua provinsi.
Lebih lanjut, diasumsikan pula bahwa harga bersama komoditas yang terpilih tersebut
sama dengan 1 (semacam standardisasi), sehingga peranan kuantitas dalam penentuan nilai riil R
sangat menonjol. Dalam perbandingan antarprovinsi tersebut, angka DKI Jakarta telah dipilih
sebagai dasar mengingat bahwa tingkat konsumsi di daerah ini tercatat paling tinggi sehingga
dasar tersebut bisa pula dianggap semacam target realistis yang mungkin bisa dicapai dalam
jangka waktu dekat.
Penerapan R mempengaruhi tidak hanya pengeluaran tapi bahkan peringkat
antarprovinsi. Lebih lanjut, penyesuaian dengan Atkinson juga semakin memperhalus disparitas
pengeluaran antarprovinsi karena perbedaan pengeluaran dinilai berdasarkan manfaat yang
ditimbulkannya.
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 75
Lampiran 5. Cara Merestruktur Raw Data Susenas
Langkah 1: Restruktur data Susenas Modul 4.1 dan 4.2
Langkah ini bertujuan untuk merubah struktur data sehingga memudahkan untuk
menghitung kuantum dari masing-masing komditi yang dikonsumsi. Dalam data Susenas, konsumsi
rumah tangga ter-record dalam beberapa baris sesuai dengan jumlah komoditi yang dikonsumsi
(pada data view kolom b1r8 berkode sama di beberapa baris,) selanjutnya data tersebut akan
direstruktur sehingga setiap baris hanya mewakili 1 rumah tangga sampel.
76 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Tahapan restruktur data sebagai berikut:
Siapkan file SPSS yang akan direstruktur
Keterangan:
B1r1 : kode provinsi
B1r2 : kode kabupaten/kota B1r3 : kode kecamatan
B1r4 : kode desa/kelurahan B1r5 : status desa/kelurahan
B1r7 : nomor kode sampel
B1r8 : nomor urut sampel rumah tangga Kode : kode komoditi yang dikonsumsi oleh rumah tangga
B42k3 : besar pengeluaran untuk mengkonsumsi komoditi (kode) sebulan terakhir
B42k4 : besar pengeluaran untuk mengkonsumsi komoditi (kode) 12 bulan terakhir
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 77
Pilih “restructure selected case into variables” kemudian klik “next”
Selanjutnya masukkan variabel identitas wilayah (b1r1 sampai b1r8) sebagai “identifier
variable(s)” dan variabel “kode” sebagai “index variable(s)” kemudian klik next
78 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pilih “Yes-data will be sorted by the identifier and index variables”.
Kemudian pilih “Group by original variable (for example: w1, w2, w3, h1, h2, h3”
kemudian klik next.
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 79
Kemudian pilih “restructure data now” jika ingin langsung di-run atau pilih “paste the
syntax generated by the wizard into a syntax window” jika ingin menyimpan syntax-nya.
Langkah terakhir klik “finish”.
Kemudian akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini.
Kemudian klik OK
Setelah tahapan restruktur dilakukan, pada data view di kolom b1r8 akan berbeda kode
di setiap barisnya, ini menunjukkan bahwa satu rumah tangga sampel sudah ter-record dalam
satu baris.
80 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Lampiran 6. Tahapan Adjusting Harga
Terkadang ditemukan harga suatu komoditi tidak wajar, terlalu besar atau terlalu kecil.
Maka perlu dilakukan adjusting harga komoditi tersebut berdasarkan sumber yang kuat.
Misalnya, harga air dari PAM/PDAM atau harga listrik dari PLN. Contoh tahapan adjusting
harga yaitu:
a) Buat variabel baru berupa variabel harga dari setiap komoditi PPP (contoh variabel p_beras)
dengan cara:
Klik menu transform compute variabel lalu buat persamaan seperti tampilan berikut.
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 81
Klik OK
Jika menggunakan syntax yaitu sebagai berikut:
COMPUTE q_beras=b41k9.002 / b41k8.002. EXECUTE.
Lakukan langkah yang sama untuk komoditi PPP yang lain.
b) Setelah diperoleh variabel harga untuk 27 komoditi PPP tahap selanjutnya adalah membuat
tabulasi harga maksimum minimum setiap komoditi dengan cara:
Klik menu Analyze Tables pilih Custom Tables
Drag seluruh variabel harga ke dalam kotak column
Klik N% Summary Statistics
82 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Setelah muncul kotak dialog di atas, ganti Mean pada kolom Display dengan Maximum
dan Minimum yang ada pada kolom Statistics: dengan menggunakan tanda kepala
panah di tengah kedua kolom tersebut.
Klik Apply to All, lalu OK.
Cara di atas dapat diganti dengan syntax sebagai berikut:
*Custom Tables CTABLES /VLABELS VARIABLES=p_beras p_terigu p_singkong p_tongkol p_teri p_sapi p_ayam p_telur p_susu p_bayam p_kcgpjg p_kcgtnh p_tempe p_jeruk p_pepaya p_kelapa p_gula p_kopi p_garam
p_merica p_mi p_rokok p_listrik p_air p_minyak p_bensin DISPLAY=LABEL /TABLE BY p_beras [MAXIMUM, MINIMUM] + p_terigu [MAXIMUM, MINIMUM] + p_singkong [MAXIMUM, MINIMUM] + p_tongkol [MAXIMUM, MINIMUM] + p_teri [MAXIMUM, MINIMUM] + p_sapi [MAXIMUM, MINIMUM] + p_ayam [MAXIMUM, MINIMUM] + p_telur [MAXIMUM, MINIMUM] + p_susu [MAXIMUM, MINIMUM] + p_bayam [MAXIMUM, MINIMUM] + p_kcgpjg [MAXIMUM, MINIMUM] + p_kcgtnh [MAXIMUM, MINIMUM] + p_tempe [MAXIMUM, MINIMUM] + p_jeruk [MAXIMUM, MINIMUM] + p_pepaya [MAXIMUM, MINIMUM] + p_kelapa [MAXIMUM, MINIMUM] + p_gula [MAXIMUM, MINIMUM] + p_kopi [MAXIMUM, MINIMUM] + p_garam [MAXIMUM, MINIMUM] + p_merica [MAXIMUM, MINIMUM] + p_mi [MAXIMUM, MINIMUM] + p_rokok [MAXIMUM, MINIMUM] + p_listrik [MAXIMUM, MINIMUM] + p_air [MAXIMUM, MINIMUM] + p_minyak [MAXIMUM, MINIMUM] + p_bensin [MAXIMUM, MINIMUM] + p_rumah [MAXIMUM, MINIMUM].
c) Jika ditemukan harga yang tidak wajar, maka perlu dilakukan adjusting. Contoh adjusting
harga pada komoditi beras. Ketika tabulasi ditemukan harga beras hanya Rp. 167 per kg
dan ada pula yang mencapai Rp. 88.000. Langkah yang harus dilakukan yaitu:
Tentukan nilai maksimum dan minimum untuk setiap komoditi
Misalnya untuk komoditi beras harga menimumnya Rp. 1.000 per kg (harga raskin) dan
maksimum Rp 35.000 (kemungkinan harga beras tertinggi yaitu beras organik)
Ganti nilai variabel harga setiap komoditi yang diluar range harga wajar dengan cara:
Klik menu Transform Recode into Same Variables
Masukkan variabel p_beras ke dalam kolom numeric variables
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 83
Klik Old and New Values
Klik Range, LOWEST through Value: lalu isikan 1000
Klik Value lalu isikan 1000 Add
Klik Range, Value through HIGHEST: lalu isikan 35000
Klik Value lalu isikan 35000 Add
Klik Continue OK
84 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Cara di atas dapat diganti dengan syntax sebagai berikut:
RECODE p_beras (Lowest thru 1000=1000) (35000 thru Highest=35000). EXECUTE.
Lakukan tahapan di atas untuk komoditi PPP lainnya.
Lampiran 7. Perkiraan Harga Maksimum dan Minimum Komoditi IPM 2008
No Komoditi Harga Minimum
(Rp) Harga Maksimum
(Rp) (1) (2) (3) (3)
1 Beras 1.000 35.000
2 Tepung Terigu 3.000 15.000
3 Ketela Pohon 500 15.000
4 Tongkol/Tuna 4.000 50.000
5 Teri 1.000 12.000
6 Daging Sapi 20.000 100.000
7 Daging Ayam Ras 7.000 50.000
8 Telur Ayam Ras 4.500 35.000
9 Susu Kental Manis 3.000 13.000
10 Bayam 800 15.000
11 Kacang Panjang 900 17.000
12 Kacang Tanah 3.000 25.000
13 Tempe 1.500 20.000
14 Jeruk 2.000 35.000
15 Pepaya 500 15.000
16 Kelapa 500 8.000
17 Gula Pasir 250 2.500
18 Kopi 500 10.000
19 Garam 100 1.800
20 Merica 500 12.000
21 Mie Instant 500 8.000
22 Rokok Kretek 200 2.500
23 Listrik 170 1.500
24 Air 400 25.000
25 Minyak Tanah 1.250 20.000
26 Bensin 2.250 18.000
Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 85
Lampiran 8. Penimbang Provinsi (2007=100)
No Kode Kabupaten/Kota Nilai No Kode Kabupaten/Kota Nilai (1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) (4)
1 1171 BANDA ACEH 0.31 34 3574 PROBOLINGGO 0.46
2 1174 LHOKSEUMAWE 0.28 35 3577 MADIUN 0.43
3 1271 SIBOLGA 0.21 36 3578 SURABAYA 6.47
4 1273 PEMATANG SIANTAR 0.56 37 3604 SERANG 0.74
5 1275 MEDAN 4.67 38 3671 TANGERANG 3.94
6 1277 PADANG SIDEMPUAN 0.26 39 3672 CILEGON 0.69
7 1371 PADANG 1.69 40 5171 DENPASAR 1.53
8 1471 PAKANBARU 1.7 41 5271 MATARAM 0.79
9 1473 DUMAI 0.37 42 5272 BIMA 0.21
10 1571 JAMBI 0.98 43 5310 MAUMERE 0.09
11 1671 PALEMBANG 2.96 44 5371 KUPANG 0.49
12 1771 BENGKULU 0.59 45 6171 PONTIANAK 1.05
13 1871 BANDAR LAMPUNG 1.91 46 6172 SINGKAWANG 0.23
14 1971 PANGKAL PINANG 0.34 47 6202 SAMPIT 0.29
15 2171 BATAM 2.02 48 6271 PALANGKARAYA 0.36
16 2172 TANJUNG PINANG 0.45 49 6371 BANJARMASIN 1.54
17 3100 JAKARTA 22.49 50 6471 BALIKPAPAN 1.11
18 3271 BOGOR 2.2 51 6472 SAMARINDA 1.31
19 3272 SUKABUMI 0.73 52 6473 TARAKAN 0.36
20 3273 BANDUNG 5.38 53 7171 MANADO 0.98
21 3274 CIREBON 0.78 54 7271 PALU 0.59
22 3275 BEKASI 5.26 55 7311 WATAMPONE 0.18
23 3276 DEPOK 3.76 56 7371 MAKASAR 2.56
24 3278 TASIKMALAYA 0.52 57 7372 PARE-PARE 0.22
25 3302 PURWOKERTO 0.47 58 7373 PALOPO 0.19
26 3372 SURAKARTA 1.27 59 7471 KENDARI 0.43
27 3374 SEMARANG 3.48 60 7571 GORONTALO 0.37
28 3376 TEGAL 0.62 61 7604 MAMUJU 0.06
29 3471 YOGYAKARTA 1.03 62 8171 AMBON 0.42
30 3509 JEMBER 0.71 63 8271 TERNATE 0.28
31 3529 SUMENEP 0.34 64 9105 MANOKWARI 0.09
32 3571 KEDIRI 0.69 65 9171 SORONG 0.34
33 3573 MALANG 1.77 66 9471 JAYAPURA 0.4
86 Panduan Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Lampiran 9. Contoh Pilihan Rekonsiliasi Data