pandangan etik dan medikolegal

5
Pandangan etik dan medikolegal Etik kedokteran umumnya membolehkan euthanasia pasif dalam arti bahwa pasien dibiarkan menjalani kematian-alami-nya (letting dia naturally) tanpa memberikan tindakan yang extraordinary atau menghentikan tindakan yang extraordinary yang memperpanjang kehidupan, dengan tetap memberikan tindakan / perawatan untuk mengendalikan nyeri dan memberikan kenyamanan pasien. Tindakan yang memperpanjang kehidupan (life-sustaining treatments) sendiri diartikan sebagai setiap tindakan yang ditujukan untuk memperpanjang kehidupan tanpa mengubah keadaan medis latarnya. <!--[if !supportFootnotes]-->[1]<!--[endif]--> The World Medical Association dalam statementnya pada tahun 1997 menyatakan bahwa euthanasia aktif adalah tindakan tidak etis, tetapi tidak melarang dokter menghormati permintaan pasien yang menginginkan menjalani proses kematian yang alami pada saat ia menghadapi sakitnya yang berada pada fase terminal. <!--[if !supportFootnotes]-->[2]<!--[endif]--> IDI pernah membuat fatwa dengan nomor 231/PB/.4/07 pada tahun 1990 yang menyatakan bahwa pada pasien yang belum meninggal, namun tindakan terapetik atau paliatif tidak ada gunanya lagi, sehingga bertentangan dengan ilmu kedokteran, maka tindakan- tindakan tersebut dapat dihentikan. Penghentian ini sebaiknya dikonsultasikan dengan minimal satu dokter lain. Dalam resolusi no 5 Pertemuan ke-3 Dewan Akademi Fikih (1407 H / 1986 M), <!--[if !supportFootnotes]-->[3]<!--[endif]--> disebutkan bahwa kaidah hukum Islam “la dharar wa la dhirar” membenarkan pembiaran kematian secara alamiah. Walaupun petugas medis wajib menyediakan pelayanan medis sepanjang waktu, tetapi tindakan medis dapat dihentikan jika menurut pendapatnya tipis atau nihil harapan bagi pasien untuk sembuh. <!--[if !supportFootnotes]-->[4]<!--[endif]--> Dr. Abdulaziz Sachedina (University of Virginia, tanpa tahun) juga mengatakan bahwa hokum Islam tidak melarang penghentian tindakan yang sia-sia dan disproporsional dengan persetujuan anggota keluarga terdekat dan dengan pertimbangan professional medis. <!--[if !supportFootnotes]-->[5]<!--[endif]-->

Upload: ummi-malikal-balqis

Post on 24-Jun-2015

217 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pandangan Etik Dan Medikolegal

Pandangan etik dan medikolegal

Etik kedokteran umumnya membolehkan euthanasia pasif dalam arti bahwa pasien dibiarkan menjalani kematian-alami-nya (letting dia naturally) tanpa memberikan tindakan yang extraordinary atau menghentikan tindakan yang extraordinary yang memperpanjang kehidupan, dengan tetap memberikan tindakan / perawatan untuk mengendalikan nyeri dan memberikan kenyamanan pasien.

Tindakan yang memperpanjang kehidupan (life-sustaining treatments) sendiri diartikan sebagai setiap tindakan yang ditujukan untuk memperpanjang kehidupan tanpa mengubah keadaan medis latarnya. <!--[if !supportFootnotes]-->[1]<!--[endif]-->

The World Medical Association dalam statementnya pada tahun 1997 menyatakan bahwa euthanasia aktif adalah tindakan tidak etis, tetapi tidak melarang dokter menghormati permintaan pasien yang menginginkan menjalani proses kematian yang alami pada saat ia menghadapi sakitnya yang berada pada fase terminal. <!--[if !supportFootnotes]-->[2]<!--[endif]-->

IDI pernah membuat fatwa dengan nomor 231/PB/.4/07 pada tahun 1990 yang menyatakan bahwa pada pasien yang belum meninggal, namun tindakan terapetik atau paliatif tidak ada gunanya lagi, sehingga bertentangan dengan ilmu kedokteran, maka tindakan-tindakan tersebut dapat dihentikan. Penghentian ini sebaiknya dikonsultasikan dengan minimal satu dokter lain.

Dalam resolusi no 5 Pertemuan ke-3 Dewan Akademi Fikih (1407 H / 1986 M), <!--[if !supportFootnotes]-->[3]<!--[endif]--> disebutkan bahwa kaidah hukum Islam “la dharar wa la dhirar” membenarkan pembiaran kematian secara alamiah. Walaupun petugas medis wajib menyediakan pelayanan medis sepanjang waktu, tetapi tindakan medis dapat dihentikan jika menurut pendapatnya tipis atau nihil harapan bagi pasien untuk sembuh. <!--[if !supportFootnotes]-->[4]<!--[endif]-->

Dr. Abdulaziz Sachedina (University of Virginia, tanpa tahun) juga mengatakan bahwa hokum Islam tidak melarang penghentian tindakan yang sia-sia dan disproporsional dengan persetujuan anggota keluarga terdekat dan dengan pertimbangan professional medis. <!--[if !supportFootnotes]-->[5]<!--[endif]-->

Pengobatan itu hukumnya mustahab atau wajib apabila pasien dapat diharapkan sembuh. Sedangkan apabila tidak dapat diharapkan sembuh, apalagi setelah memperoleh pengobatan lama dan penyakitnya tetap tidak ada perubahan, maka melanjutkan pengobatan menjadi tidak wajib. <!--[if !supportFootnotes]-->[6]<!--[endif]-->

Kasus Terri Schiavo beberapa waktu yang lalu menimbulkan debat dari segi etik dan medikolegal, yaitu karena apabila artificial nutrition and hydration itu dianggap bersifat “extraordinary” sehingga penghentiannya dianggap sebagai tindakan pasif, namun keinginan matinya disangsikan telah dinyatakan oleh si pasien sendiri – karena ia berada dalam persistent vegetative state – sedangkan  keluarganya berbeda pendapat (suami berbeda dengan orang tua).

Page 2: Pandangan Etik Dan Medikolegal

Keputusan untuk menghentikan suatu peralatan atau tindakan memperpanjang hidup yang telah diterapkan pada seseorang pasien memang tetap merupakan masalah, dibandingkan apabila peralatan atau tindakan tersebut belum pernah dilakukan pada pasien. <!--[if !supportFootnotes]-->[7]<!--[endif]--> Pertimbangan yang ketat harus dilakukan, khususnya pada pengambilan keputusan penghentian artificial nutrition and hydration sebagaimana pada kasus Schiavo, oleh karena tindakan tersebut harus ditentukan terlebih dahulu, apakah sebagai bagian dari “care” ataukah “cure”. Apabila merupakan bagian dari “cure” dan dianggap sebagai tindakan medis yang sia-sia maka dapat dihentikan, tetapi apabila dianggap sebagai bagian dari “care” maka oleh alasan apapun tidak etis bila dihentikan <!--[if !supportFootnotes]-->[8]<!--[endif]-->

Sementara itu, euthanasia aktif umumnya tidak dapat diterima secara etik. Demikian pula pada umumnya hukum negara-negara di dunia tidak menyetujui tindakan euthanasia aktif karena dianggap sebagai pembunuhan, kecuali beberapa negara seperti Belanda, Belgia, Swis dan satu negara bagian di AS.

Islam dengan nyata melarang dilakukannya penghentian kehidupan tanpa alasan yang benar, baik terhadap kehidupan orang lain maupun kehidupan diri sendiri, meskipun dengan alasan untuk mengakhiri penderitaan pasien, sebagaimana diatur dalam Al Quran.

Page 3: Pandangan Etik Dan Medikolegal

Terjemahan Bahasa Indonesia ke Inggris

This view of ethics and medikolegalMedical ethics generally allow passive euthanasia in the sense that the patient is left to undergo natural death her (letting her naturally) without providing an extraordinary action or discontinue extraordinary measures that prolong life, while providing action / treatment to control pain and provide patient comfort.Actions that extend life (life-sustaining treatments) itself is defined as any action intended to prolong life without changing the state of medical background. <!--[ If! SupportFootnotes ]-->[ a ]<!--[ endif] ->The World Medical Association in a statement in 1997 stating that active euthanasia is unethical acts, but does not prohibit physicians respect the patient's request who wanted to undergo the natural process of death when he faced his illness residing in the terminal phase. <!--[ If! SupportFootnotes ]-->[ 2 ]<!--[ endif] ->IDI ever made with a number 231/PB/.4/07 fatwa in 1990 stating that in patients who have not died, but the therapeutic or palliative measures no use anymore, so contrary to medical science, then such acts can be stopped. Termination should be consulted with at least one other doctor.In a resolution no 5-3 Board Meeting Jurisprudence Academy (1407 H / 1986 AD), <!--[ if! SupportFootnotes ]-->[ 3 ]<!--[ endif] -> mentioned that the rule of Islamic law " wa la la dharar dhirar "justify omission death naturally. Although medical personnel are required to provide medical services all the time, but medical treatment can be stopped if his opinion thin or no hope for the patient to recover. <!--[ If! SupportFootnotes ]-->[ 4 ]<!--[ endif] ->Dr. Abdulaziz Sachedina (University of Virginia, without year) also said that Islamic law does not prohibit the termination action futile and disproportionate with the approval of immediate family members and with consideration of a medical professional. <!--[ If! SupportFootnotes ]-->[ 5 ]<!--[ endif] ->The treatment mustahab legal or mandatory if patients can be expected to recover. And if not can be expected recovery, especially after obtaining long treatment and the disease still no change, then continue the treatment becomes mandatory. <!--[ If! SupportFootnotes ]-->[ 6 ]<!--[ endif] ->The case of Terri Schiavo raises some time ago in terms of ethical debate and medikolegal, namely because if artificial nutrition and hydration is considered to be "extraordinary" so penghentiannya considered a passive act, but desire the death of doubt has been expressed by the patient himself - because he is in persistent vegetative state - while the family is different opinions (unlike husbands parents).The decision to terminate an equipment or life-prolonging measures that have been applied to one patient is still a problem, than if the equipment or cause of action has not been done in patients. <!--[ If! SupportFootnotes ]-->[ 7 ]<!--[ endif] -> strict Consideration must be done, particularly in decision making artificial nutrition and hydration termination as in the Schiavo case, and therefore such action should determined in advance, whether as part of the "care" or "cure". If it is part of a "cure" and is considered a medical act in vain, it can be stopped, but when considered as part of "care" then by any reason is unethical when stopped <!--[ if! SupportFootnotes ]-->[ 8 ]<!--[ endif] ->Meanwhile, active euthanasia is generally not acceptable conduct. Similarly, in general law countries in the world do not approve of active euthanasia because it is considered as murder, except some countries like the Netherlands, Belgium, Switzerland and the U.S. states.

Page 4: Pandangan Etik Dan Medikolegal

With the real Islam prohibits termination of life without the right reasons, both on the lives of others and life itself, though with a reason to end the suffering of patients, as stipulated in the Qur'an.