morfologi kota bandung

14
KAJIAN MORFOLOGI KOTA BANDUNG A. Rona Wilayah Kota Bandung Secara geografis Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara 107 0 – 43 0 Bintang Timur dan 6 0 00 – 6 0 20 Lintang Selatan. Kota Bandung terletak pada ketinggian 768 Meter di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 Meter dan terendah di sebelah Selatan adalah 675 Meter di atas permukaan laut. Kota Bandung Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan suatu cekungan (Bandung Basin), di bagian Selatan permukaan tanah relative datar, sedangkan di wilayah Kota Bandung bagian Utara berbukit-bukit. Adapun batas-batas administratif Kota Bandung, sebagai berikut : 1.Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. 2.Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. 3.Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Terusan Pasteur Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Selatan dan Kota Cimahi. 4.Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang, Kabupaten Bandung. 1

Upload: firdausyusuf

Post on 16-Jan-2016

419 views

Category:

Documents


90 download

DESCRIPTION

pengembangan wilayah

TRANSCRIPT

Page 1: Morfologi Kota Bandung

KAJIAN MORFOLOGI KOTA BANDUNG

A. Rona Wilayah Kota Bandung

Secara geografis Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan

Ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara 1070 – 430 Bintang

Timur dan 60 00 – 60 20 Lintang Selatan. Kota Bandung terletak pada ketinggian

768 Meter di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan

ketinggian 1.050 Meter dan terendah di sebelah Selatan adalah 675 Meter di

atas permukaan laut.

Kota Bandung Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung

merupakan suatu cekungan (Bandung Basin), di bagian Selatan permukaan

tanah relative datar, sedangkan di wilayah Kota Bandung bagian Utara berbukit-

bukit.

Adapun batas-batas administratif Kota Bandung, sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung

Barat.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Terusan Pasteur Kecamatan Cimahi

Utara, Cimahi Selatan dan Kota Cimahi.

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojongsoang,

Kabupaten Bandung.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 06 Tahun 2008 Tentang

perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 06 Tahun 2006

Tentang Pemekaran dan Pembentukan Wilayah Kerja Kecamatan Dan

Kelurahan di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung, wilayah administratif

kecamatan dan kelurahan Kota Bandung terdiri dari tiga puluh (30) kecamatan

dan seratus lima puluh satu ( 151) kelurahan. Untuk lebih jelas, letak geografis

Kota Bandung dapat dilihat pada gambar 1.

1

Page 2: Morfologi Kota Bandung

Gambar 1. Peta Kota Bandung

B. Sejarah Kota Bandung

Kota Bandung tidak berdiri bersamaan

dengan pembentukan Kabupaten

Bandung. Kota Bandung dibangun

dengan tenggang waktu cukup jauh

setelah Kabupaten Bandung berdiri.

Kabupaten Bandung dibentuk sekitar

pertengahan abad ke-17 masehi,

secara pasti tidak diketahui berapa

lama Kota Bandung dibangun. Kota Bandung dibangun bukan atas prakarsa

Daendles, melainkan atas prakarsa Bupati Bandung, bahkan pembangunan kota

itu langsung dipimpin oleh Bupati. Dengan kata lain, Bupati R. A

Wiranatakusuma II adalah pendiri (the founding father) Kota Bandung.

2

Page 3: Morfologi Kota Bandung

Kota Bandung diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan

surat keputusan tanggal 25 September 1810. Awalnya, Kabupaten Bandung

beribukota di Krapyak (sekarang Dayeh Kolot) kira-kira 11 kilometer kearah

selatan dari pusat Kota Bandung sekarang. Ketika Kabupaten Bandung dipimpin

oleh Bupati ke-6, yaitu R.A Wiranatakusuma II (1794-1829) yang dijuluki “Dalem

Kaum1”, kekuasaan di Nusantara beralih dari komponen ke pemerintahan Hindia

Belanda, dengan gubernur jendral pertama Herman Willem Daendels (1808-

1811).

Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung

Jawa Barat ke Panarukan di ujung timur Jawa Timur kira-kira 1000 km) untuk

kelancaran tugasnya di Pulau Jawa. Jalan Raya Pos mulai dibangun

pertengahan tahun 1808, dengan memperbaiki dan memperlebar jalan yang

telah ada. Jalan raya pos itu adalah Jalan Raya Sudirman, Jalan Raya Asia

Afrika, Jalan Raya Ahmad Yani, berlanjut ke Sumedang dan seterusnya. Bupati

Bandung sudah merencanakan untuk memindahlan ibukota Kabupaten

Bandung, bahkan telah menemukan tempat yang strategis bagi pusat

pemerintahan. Tempat yang dipilih adalah lahan kosong berupa hutan, terletak di

tepi barat sungai Cikapundung, tepi selatan jalan raya pos yang sedang

dibangun (pusat Kota Bandung sekarang) alasan pemindahan ibukota itu antara

lain, Krapyak tidak strategis sebagai pusat ibukota pemerintahan, karena terletak

di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan.

Pada tahun 1808/awal 1809, Bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari

Krapyak mendekati lahan yang akan dijadikan ibukota baru. Mula-mula Bupati

tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir,

kemudian selanjutnya ke Kampung Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung

Pakuan Sekarang). Tanggal 21 Februari 1906, pada masa pemerintahan R.A.A

Martanegara (1893-1918). Kota Bandung sebagai ibukota Kabupaten Bandung,

statusnya berubah menjadi Gemente (Kota Pradja), dengan pejabat Walikota

pertama adalah tuan B. Coops. Sejak saat itulah Kota Bandung resmi terlepas

dari pemerintahan Kabupaten Bandung sampai sekarang.

3

Page 4: Morfologi Kota Bandung

Gambar 2. Kondisi Kota Bandung dimasa lalu Jl. Braga dan Jl Asia-Afrika

C. Dinamika Perkembangan Morfologi Kota Bandung

Kota Bandung pada zaman kolonial

direncanakan menjadi pusat

pemerintahan. Keadaan tersebut

menyebabkan markas besar tentara,

pusat telekomunikasi, pusat kereta api,

pengairan dan lalu lintas, pendidikan

teknik dan penelitian keteknikan berada

di Bandung. Hal tersebut mengubah Kota Bandung dari pusat pelayanan aktifitas

perkebunan menjadi pusat aktifitas kota.

Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, berkembanglah kawasan

permukiman. Sebelum tahun 1980-an, perkembangan pemukiman dilakukan

secara perorangan yang mengikuti jaringan jalan, sehingga terbentuk pola jari-

jari kota. Dengan semakin intensifnya pembangunan permukiman. Semakin

berkembanglah kota bandung. Perkembangan ini diikuti oleh kota-kota lain

dikawasan cekungan Bandung, seperti lembang, Cimahi, Padalarang, Soreang,

Banjaran, Dayeuhkolot, Ciparay, Majalaya, dan cicalengka (Nawangsidi,1998).

4

Page 5: Morfologi Kota Bandung

Perkembangan tersebut karena pesatnya perkembangan kegiatan ekonomi di

dekade 1980-an, berdampak pada meningkatnya kegiatan industri. Kegiatan

industry diwilayah Bandung, Baik Kotamadya maupun Kabupaten Bandung

didominasi oleh industry tekstil dan pakaian jadi. Peningkatan kegiatan industry

meningkatkan aktifitas perdagangan di kota Bandung.

Sektor perdagangan memberikan kontribusi yang besar didalam perekonomian

Bandung karena sektor ini memberikan kesempatan yang luas dalam hal mata

pencarian, memanfaatkan produk-produk sektor pertanian, pertambangan dan

industry. Sektor perdagangan di kota bandung dewasa ini telah memasuki sektor

“matang”, yakni telah memperdagangkan bukan saja hasil pertanian, tetapi juga

sebagian besar produk-produk industri pengolahan. Kota Bandung dalam

aktifitas perdagangan menjadi pusat koleksi dan distribusi.

Secara topografi wilayah Kota Bandung terdiri atas dataran, perbukitan hingga

pegunungan namun kota Bandung menunjukan gejala perkembangan fisik pusat

kota hingga keluar pusat kota (suburban) dan membentuk pola konsentrik

akbibat adanya ekspansi fungsi ruang Kota Bandung. Adapun model konsentrik

yang digagas Burgess dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Organisasi keruangan perkotaan di Bandung Berdasarkan padaModel konsentrik (Burgess)

5

Page 6: Morfologi Kota Bandung

D. Konsep Organisasi Spasial Perkotaan dan Kawasan Komersial Kota Bandung

Kawasan komersial kota Bandung bila

dibandingkan dengan teori spasial

perkotaan, tampak mengikuti model

yang di kemukakan oleh Burgess yaitu

model Konsentrik, walaupun tidak

secara ideal demikian. Sebagai zona

1 atau KPB adalah pusat kota atau

alun-alun Bandung, yang meliputi

Jalan Asia Afrika, Jalan Dalem Kaum, Jalan Oto Iskandardinata, Jalan Braga dan

sekitarnya. Di Zona 1 ini merupakan kawasan perdagangan berbagai jenis

barang, kawasan perkantoran (swasta dan pemerintah), kawasan hiburan dan

perbankan.

Zona 2 merupakan zona transisi; awalnya merupakan lahan permukiman. Karena

pengaruh/daya tarik peluang bisnis dan usaha maka berkembanglah area

tersebut menjadi daerah komersial. Di Bandung, zona ini meliputi jalan Ir. H.

Juanda, Jalan Cihampelas, Jalan Sukajadi, Jalan Kopo, Jalan Moh. Toha dan

Jalan Buahbatu.

Dalam model konsentrik dari Burgess , Zona 3 merupakan wilayah permukiman

dengan warga kota yang berpenghasilan rendah, dan zona 4 merupakan wilayah

permukiman dengan penduduk berpenghasilan tinggi. Di wilayah kota Bandung

pemisahan kedua zona ini tidak jelas karena batasnya kabur. Di kota Bandung

wilayah warga berpenghasilan rendah dan tinggi terdapat didalam satu zona.

Zona yang dihuni oleh warga berpenghasilan tinggi berada di perumahan-

perumahan dengan jalan yang lebar. Sedangkan warga berpenghasilan rendah

berada di area jalan-jalan sempit dan tidak beraturan.

Zona terakhir adalah zona 5 merupakan zona yang dihuni oleh penglaju. Wilayah

ini meliputi Soreang, Banjaran,Rancaekek, Cicalengka dan sekitarnya. Pada

gambar 3 ditunjukan organisasi keruangan perkotaan di Bandung.

6

Page 7: Morfologi Kota Bandung

E. Kawasan Pusat Bisnis Kota Bandung

Pusat kota Bandung atau kawasan pusat Bisnis (KPB) di kawasan alun-alun. Di

kawasan ini terdapat Mesjid Agung,taman kota (alun-alun) kantor pos pusat,

kawasan perdagangan, kawasan perkantoran, kawasan perbankan, kawasan

hiburan, restoran, hotel dan sebagainya.

Terdapat fenomena ketertarikan masyarakat Bandung terhadap pusat pertokoan

baru. Di kota Bandung pusat pertokoan modern yang pertama dibuat sekitar

oloni 70-an yaitu Miramar. Pada tahun tersebut pusat pertokoan Miramar yang

terletak di Jalan Asia Afrika ramai dikunjungi orang. Beberapa tahun kemudian

muncul pusat pertokoan yang lebih modern yaitu Palaguna yang berlokasi

dibelakang Miramar. Pada saat tersebut pusat pertokoan Miramar relative

menjadi sepi, pengunjung beralih ke Palaguna. Pada saat ini di jalan Dewi

Sartika terdapat pusat pertokoan yang lebih modern yaitu Jogja Pasar Raya.

Para pengunjung beralih ke pusat pertokoan tersebut.

Secara spasial keadaan tersebut dapat dianalisis. Pada oloni 1970-an akses

jalan ke asia afrika masih mudah, lahan parkir cukup luas dan tidak ada

kemacetan lalu lintas. Jadi sepinya pusat pertokoan Miramar karena oloni

terbatasnya akses, sulitnya lahan parkir cukup luas dan tidak ada kemacetan lalu

lintas. Dibangunnya Palaguna dilengkapi dengan sarana parkir mengakibatkan

pengunjung kepusat pertokoan yang lebih baru (Jogja Pasar Raya) karena

aksesnya lebih baik, lahan parkir lebih lapang dan konsep halte perbelanjaan

yang ditawarkannya.

Fenomena Khas KPB (Kawasan Pusat Bisnis) kota Bandung sebagaimana kota

besar lainnya di Indonesia adalah adanya kegiatan perdagangan oloni informal.

Sektor informal ini meliputi pedagang kaki lima dan pedagang asongan. Para

pedagang kaki lima ini menempati areal jalan asia afrika. Jalan Dalem Kaum dan

jalan Oto iskandardinata.

Secara keruangan wilayah KPB ini perlu penataan yang baik. Pemda Kotamadya

dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota (Revisi Rencana Induk Kota Bandung

2005) tahun 1992 dibidang perdagangan telah menetapkan perlunya

penanganan kawasan lalu-lintas di jalan-jalan yang ada di kota Bandung. Karena

7

Page 8: Morfologi Kota Bandung

View Pusat Kota Bandung : Contoh kota sebagai kumpulan bangunan dan manusia.

lokasi perdagangan dipusat kota maka kegiatan pengangkutan dan bongkar

muat barang mengurangi kapasitas lalu-lintas. Sebagai akibatnya sering terjadi

kemacetan dan perlambatan kecepatan lalu lintas. Penurunan tingkat pelayanan

fasilitas transportasi ini, menjadikan kegiatan berbelanja dipusat kota menjadi

tidak nyaman dan menimbulkan keengganan konsumen untuk berbelanja

dikawasan perdagangan tesebut.

F. Perubahan Morfologi Spasial Kota Bandung

Organisasi spasial perkotaan di Bandung

agak berbeda dengan konsep model

spasial dinegara maju. Dengan

menggunakan konsep model konsentrik

dari Burgess, kota Bandung memiliki 5

zona. Perbedaan yang tampak antara

model spasial Negara maju dan Negara

yang sedang berkembang adalah

adanya pemisahan zona yang jelas

antara kawasan perumahan

berpenghasilan rendah dan berpenghasilan tinggi dinegara berkembang.

Sedangkan di kota Bandug sebagai contoh kota di negara yang sedang

berkembang hal tersebut tidak tampak nyata, sehingga batas zona 3 dan 4

menjadi kabur/samar.

Kawasan pusat bisnis (KPB) dari kota Bandung berada di pusat kota, yaitu alun-

alun. Terdapat fenomena spesifik pada KPB kota Bandung, yaitu adanya

pedagang kaki lima (PKL). Karakteristik ini mewarnai kota-kota besar di

Indonesia dan gambaran ini berbeda dengan negara yang telah berkembang.

Perlu kebijakan penanganan khusus untuk PKL ini, karena dengan adanya

PKLselain dapat menurunkan aktifitas perdagangan dikawasan pertokoan pusat

kota juga dapat mengganggu kelancaran lau-lintas, dan selanjutnya berdampak

pada kegiatan bisnis kota.

Di kawasan cihampelas dan cibaduyut terdapat kawasan perdagangan khas

kota Bandung. Pada dua kawasan ini terjadi dampak ganda. Di jalan Cihampelas

8

Page 9: Morfologi Kota Bandung

terdapat kawasan perdagangan jeans dan di jalan Cibaduyut terdapat kawasan

perdagangan sepatu. Ini berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja.

Tahun 1989

Tahun 2004

Tahun 1939

Gambar 4. Perubahan wajah pusat Kota Bandung masa olonial dan modern

Gambar 5. Bangunan tua bersejarah (Gedung Merdeka) diantara bangunan-bangunan modern di Pusat Kota Bandung

Gambar 6. Perkembangan Morfologi Kota Bandung dari masa-kemasa

9

Page 10: Morfologi Kota Bandung

Berdasarkan pengamatan pada gambar 4, 5 dan 6 diatas terlihat perubahan fisik

Kota Bandung dari masa-kemasa seiring terjadinya modernisasi kota dan

dampak peran dan posisi Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat

sehingga akselerasi pembangunan di Kota Bandung sangat signifikan khususnya

perkembangan kawasan-kawasan bisnis, hiburan dan pemerintahan.

Pembangunan yang terjadi di Kota Bandung dari tahun-ketahun membentuk

suatu pola Under Bounded City sebagai dampak terjadinya pembangunan Kota

Bandung yang semakin meningkat.

Gambar 7. Pola Bentuk Under Bounded City yang terjadi di Kota Bandung

G. Tinjauan Pustaka

Yunus, S.H. 2008. Struktur Tata Ruang Kota. Penerbit. Pustaka Pelajar

Koestoer,RH dkk. 2001. Dimensi Keruangan Kota. Penerbit UI Press

Jayadinata, JT. 1992. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan

Perkotaan dan Wilayah. Penerbit ITB.

http://www.bandung.go.id/?fa=pemerintah.detail&id=326 Diakses tanggal 11 Oktober 2012

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bandung Diakses tanggal 11 Oktober 2012

10