morfologi kota aceh

30
Perencanaan Wilayah dan Kota ITS Surabaya 2014 Morfologi Kota Banda Aceh Arimudin Nurtata 3612100005 Hesty Ristiani Putri 3612100007 Wahyu Septiana 3612100011 Nuri Iswoyo R. 3612100046 Farida Kusuma W. 3612100061 Morfologi Kota

Upload: farida-kusuma-wardhani

Post on 05-Dec-2015

114 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

Morfologi Kota

TRANSCRIPT

P e r e n c a n a a n W i l a y a h d a n K o t a I T S S u r a b a y a

2014

Morfologi Kota Banda Aceh

Arimudin Nurtata 3612100005

Hesty Ristiani Putri 3612100007

Wahyu Septiana 3612100011

Nuri Iswoyo R. 3612100046

Farida Kusuma W. 3612100061

Morfologi Kota

Abstrak

Kota merupakan suatu wilayah bermukim sejumlah penduduk yang mempengaruhi ciri

khas berbeda di tiap kota. Dimana suatu kota adalah sistem jaringan kehidupan manusia

yang mengalami perubahan spasial kota dengan periode tertentu mencakup tampilan fisik

dan visual serta unsur-unsur non fisik yang turut mempengaruhi proses perkembangan

kota. Dengan mengetahui gambaran umum dan bentuk kota, dapat diperoleh sejarah

pembentukan kota serta budaya dari masyarakat yang ada di kota. Kota Banda Aceh

menjadi kota yang terletak di ujung pulau Sumatera. Kota tersebut memiliki sejarah

panjang dan penting baik di kawasan Asia Tenggara maupun di kawasan Indonesia

sendiri. Kota Banda Aceh menjadi pintu gerbang bagi para pedagang arab dan Persia

yang ingin berdagang di selat Malaka sehingga banyak pengaruh bangsa arab dan Persia

terhadap pola struktur kota. Bukan hanya itu, kota Banda Aceh sangat terkenal dengan

mekah yang ada di Indonesia akibat pengaruh bangsa arab tersebut. Semakin lama kota

Banda Aceh memiliki bentuk kota yang unik untuk diamati apalagi setelah adanya

bencana tsunami yang melanda kota Banda Aceh. Saat ini kota Banda Aceh membentuk

pola multi nuclei yang bertujuan mengurangi resiko bila adanya bencana tsunami.

Pembagian wilayah kota Banda Aceh yang menjadi 3 sagee merupakan beberapa fakta

yang bisa dipelajari dari kota ini.

Kata kunci: Kota Banda Aceh, Perkembangan Kota, Bentuk Kota, Bencana Tsunami.

i

Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan

karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Morfologi Kota Jambi”

dengan tepat waktu. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemahaman

mahasiswa terhadap sejarah kota, proses perkembangan serta ciri-ciri fisik dan non fisik

kota, berdasarkan pengetahuan yang telah diberikan selama proses pembelajaran.

Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam

pembuatan makalah ini dari awal sampai selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan

kepada Rulli Pratiwi Setiawan, ST, MSc selaku dosen pembimbing, serta tak lupa penulis

sampaikan terima kasih kepada dosen-dosen mata kuliah Morfologi Kota:

1. Ir. Heru Purwadio, MSP

2. Prananda Navitas, ST.MSc.

Melalui makalah ini penulis berharap dapat memberikan manfaat kepada penulis

sendiri serta kepada pembaca mengenai morfologi kota khususnya sejarah kota, proses

perkembangan, ciri-ciri fisik dan non fisik kota serta aspek/faktor yang mempengaruhi

bentuk kota. Pada akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna

menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik.

Surabaya, 3 Juni 2014

Penulis

ii

Daftar Isi

Abstrak..................................................................................................................................i

Kata Pengantar.....................................................................................................................ii

Daftar Isi...............................................................................................................................iii

Daftar Tabel.........................................................................................................................iv

Daftar Gambar.....................................................................................................................iv

Bab I Pendahuluan..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................1

1.3 Tujuan.........................................................................................................................2

1.4 Sistematika Penulisan................................................................................................2

Bab II Pembahasan.............................................................................................................3

2.1 Gambaran Umum Wilayah.........................................................................................3

2.2 Sejarah Kota...............................................................................................................4

2.3 Proses Perkembangan Kota.......................................................................................5

2.4 Ciri Fisik dan Non Fisik Kota....................................................................................13

2.4.1 Ciri Fisik Kota.....................................................................................................13

2.4.2 Ciri Non Fisik Kota.............................................................................................14

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Bentuk Kota.................................................................15

Bab III Kesimpulan............................................................................................................16

Daftar Pustaka....................................................................................................................17

iii

Daftar Tabel

Tabel 1 Penggunaan Lahan di Kota Banda Aceh................................................................5

Tabel 2 Periode Perkembangan Kota Banda Aceh.............................................................9

Daftar Gambar

Gambar 1 Peta Administrasi Kota Banda Aceh...................................................................3

Gambar 2 Peta Tata Guna Lahan Kota Banda Aceh...........................................................6

Gambar 3 Model Perkembangan Kota Banda Aceh............................................................7

Gambar 4 Bentuk Fisik dan Struktur Kota Banda Aceh.......................................................8

iv

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kota merupakan suatu wilayah bermukim sejumlah penduduk yang

mempengaruhi ciri khas berbeda di tiap kota. Dimana suatu kota adalah sistem

jaringan kehidupan manusia yang mengalami perubahan spasial kota dengan periode

tertentu mencakup tampilan fisik dan visual serta unsur-unsur non fisik yang turut

mempengaruhi proses perkembangan kota. Dengan mengetahui gambaran umum

dan bentuk kota, dapat diperoleh sejarah pembentukan kota serta budaya dari

masyarakat yang ada di kota.

Kota-kota di Indonesia mempunyai perbedaan didalam tahap-tahap

perkembangannya. Perkembangan kota-kota tersebut terjadi pada masa Indonesia

awal, masa indishe, masa kolonial dan masa modern. Kota Indonesia pada masa

awal ditentukan oleh waktu yang dianggap berharga, dengan kata lain tidak hanya

ditentukan oleh lahan dan permukiman. Kota-kota pada masa Indonesia awal terbagi

menjadi dua bagian yaitu kota pesisir dan kota pedalaman. Kota pesisir pada masa

itu dapat dipindahkan atau digeser ke daerah lain sepanjang daerah pantai oleh

karena disana masih belum terdapat fasilitas pelabuhan. Sedangkan kota-kota di

daerah pedalaman pada umumnya terletak di daerah strategis, terutama dalam

ketersediaan air, hubungan dengan kota lain dan dalam pertahanan, akan tetapi

syarat-syarat tersebut juga tidak tergantung kepada suatu lokasi tertentu.

Salah satu kota yang mengalami perkembangan di daerah pesisir adalah kota

Aceh. Kota Aceh dibentuk oleh kebudayaan material dan spiritual dari berbagai etnik,

strata sosial, ekonomi dan sistem pemerintahan pada masa lalu, yang dapat kita lihat

pada bentuk-bentuk bangunan dengan suasana, rona, serta tata ruang permukiman

yang berkembang karena faktor religius, yaitu agama Islam. Sehingga Kota Aceh

merupakan kota yang baik untuk dipelajari dalam morfologi kota.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang akan

menjadi orientasi pembahasan dalam tulisan ini antara lain :

a. Bagaimana sejarah kota Aceh?

b. Bagaimana proses perkembangan kota Aceh?

1

c. Bagaimana ciri bentuk fisik dan non fisik dari kota Aceh?

d. Aspek atau fator-faktor apa saja yang mempengaruhi bentuk kota Aceh?

e. Dari berbagai aspek atau faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk kota Aceh,

mana yang paling dominan ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah mengetahui perkembangan

morphologi kota Aceh. Sasarannya adalah sebagai berikut :

a. Mengeksplorasi pemahaman mahasiswa terhadap sejarah kota Aceh

b. Mengetahui proses perkembangan kota Aceh

c. Memahami ciri dan karakteristik fisik maupun non fisik dari kota Aceh

d. Mengetahui aspek atau faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi bentuk

kota Aceh

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun penulisan laporan ini akan dibahas sesuai dengan sitematika

pembahasan yang disajikan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab I ini merupakan bab pendahuluan dan awal dari makalah ini. Bab ini

berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan pembuatan tugas, serta

sistematika penulisan laporan.

Bab II Pembahasan

Pada bab II ini berisi eksplorasi mengenai sejarah kota, proses

perkembangan kota, bentuk fisik dan non fisik kota, serta faktor-faktor yang

mempengaruhi bentuk fisik kota.

Bab III Kesimpulan

Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan yang telah dilakukan

pada bab II.

2

Bab II

Pembahasan

2.1 Gambaran Umum Wilayah

Kota Banda Aceh adalah salah satu kota sekaligus ibu kota provinsi Aceh, Indonesia.

Sebagai pusat pemerintahan, Banda Aceh menjadi pusat segala kegiatan ekonomi,

politik, sosial dan budaya. Letak geografis Kota Banda Aceh antara 05030’ – 05035’ LU

dan 95030’ – 99016’ BT. Tinggi rata-rata 0,80 meter di atas permukaan laut, dengan luas

wilayah 61,36 km2. Kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh adalah Kecamatan

Meuraxsa, Jaya Baru, Banda Raya, Baiturrahman, Lueng Bata, Kuta Alam, Kuta Raja,

Syiah Kuala dan Ulee Kareng. Batas-batas wilayah Kota Banda Aceh adalah sebagai

berikut:

Utara : Selat Malaka

Selatan : Kecamatan Darul Imarah & Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar

Barat : Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar

Timur : Kecamatan Barona Jaya & Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar

Adapun wilayah administrasi Kota Banda Aceh meliputi 9 kecamatan, 70 desa dan 20

kelurahan dengan pembagian tiap kecamatan seperti pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 1 Peta Administrasi Kota Banda Aceh

3

Sumber : Master plan NAD-NIAS Lampiran 2 & 4

2.2 Sejarah Kota

Sejarah Kota Banda Aceh ini juga mempengaruhi masuknya Islam di Indonesia

yang terjadi pada akhir abad pertama hijriah di pantai-[antai Tanah Aceh sepanjang Selat

Malaka yang di bawa oleh pedagang Arab dan Persia dalam perjalanan niaga menuju ke

Timur Jauh dan singgah di Tanah Aceh untuk berniaga serta mem[erbaiki kapal

mereka.pada akhir abad kedua hijriah, barulah Islam secara terang-terangan di syiarkan

oleh para Pendakwah yang bertolak dari Teluk Persia menyinggahi Teluk Kambey

(sekarang India) dan mendarat di Bandar Perlak dalam tahun 173 hijriah. Pada tahun 225

H tepatnya pada hari Selasa tanggal 1 Muharram 225 H diproklamirkan Kerajaan Islam

Perlak sebagai Kerajaan Islam Pertama di Asia Tenggara dengan raja pertamanya Sultan

Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah. Setelah kerajaan Islam Perlak, barulah berdiri

Kerajaan Islam Samudera Pase, Kerajaan Aceh Darussalam dan Kerajaan-kerajaan Islam

lainnya di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara.

Berdasarkan naskah tua dan catatan-catatan sejarah, Kerajaan Aceh Darussalam

dibangun di atas puing-puing kerajaan Hindu dan Budha seperti Kerajaan Indra Purba,

Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra dan Kerajaan Indra Pura. Dari penemuan

batu-batu nisan di Kampung Pande salah satu dari batu nisan tersebut terdapat batu

nisan Sultan Firman Syah cucu dari Sultan Johan Syah, maka terungkap keterangan

bahwa Banda Aceh adalah Ibukota Kerajaan Aceh Darussalam yang dibangun pada hari

Jum’at, tanggal 1 Ramadhan 601 H (22 April 1205 M) yang dibangun oleh Sultan Johan

Syah setelah berhasil mnakhlukkan Kerajaan Hindu/budha Indra Pura dengan Ibukotanya

Bandar Lamuri.

Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaan yaitu pada abad ke XVI dan abad ke

XVII. Banda Aceh selain sebagai ibukota Kerajaan Aceh juga berperan sebagai pusat

kedudukan pemerintahan. Dalam perjalanan sejarahnya, Kota Banda Aceh juga pernah

berperan sebagai pusat perdagangan di kawasan Asia Tenggara.

Kerajaan aceh mengalami kemunduran pada abad ke XVIII dan abad ke XIX,

kejayaan dan ketenaran kota Banda Aceh juga ikut memudar, ditambah dengan

berkecamuknya perang antara Belanda dengan Kerajaan Aceh pada akhir abad ke XIX.

Pada tahun 1874, pemerinah Kolonial Belanda berhasil merebut Kota Banda Aceh dari

tangan Kesultanan Aceh dan merubah nama Kota Banda Aceh menjadi Kuta Radja.

Nama ini berasal dari nama sebuah tempat pertahanan atau benteng Sultan atau Raja

yang terdapat dalam kraton bagian dari Kota Banda Aceh Darussalam.

4

Kemudian semenjak tanggal 21 April 1962, oleh Gubernur Aceh Ali Hasjmy

dengan dasar Surat Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah,

Nomor: Des.52/I/43-43 tanggal 9 Mei !963 nama Kutaraja dikembalikan kepada nama

alinya yaitu Banda Aceh.

2.3 Proses Perkembangan Kota

Apabila dicermati dari pola tata guna lahan sebagaimana pada Tabel 1 dan

Gambar 2, maka pola struktur Kota Banda Aceh adalah mendekati model multiple-

nuclei, sebagaimana dalam Gambar 3. Hal ini ditandai dengan adanya persebaran

pusat pelayanan yang tersebar di sepanjang jalan utama dan kemudian lapisan ke dua

baru adanya permukiman serta kondisi ini sesuai dengan pendapat dari Chapin (1979)

yang menyatakan bahwa pola pergerakan yang terjadi pada kota dengan berbentuk

Multiple-Nuklei yaitu setiap kawasan akan cenderung memilih pusat kegiatan yang

lebih dekat dengan kawasan.

Tabel 1 Penggunaan Lahan di Kota Banda Aceh

Sumber: Bappeda Kota banda Aceh, 2006

5

Gambar 2 Peta Tata Guna Lahan Kota Banda Aceh

Sumber : http://eprints.undip.ac.id/16330/1/AMIN_BUDIMAN.pdf

Kondisi bentuk perkembangan Kota Banda Aceh dan kesesuaiannya model

multiple-nuclei dapat dilihat dalam Gambar 3 dan 4 di bawah.

6

Gambar 3 Model Perkembangan Kota Banda Aceh

Sumber : Pemerintah Kota Banda Aceh,2008

7

Gambar 4 Bentuk Fisik dan Struktur Kota Banda Aceh

Sumber : Hasil Analisa, 2009

Perkembangan struktur Kota Banda Aceh sebagaimana dalam Gambar 3 dan

Gambar 4 menunjukan adanya persebaran pusat pelayanan yag menyebar di seluruh

wilayah kota, seperti persebaran fasilitas pendidikan, pusat perkantoran dan pusat

perdagangan dan jasa (4,3,2). Berikut adalah penjelasan periode perkembangan

dalam bentuk tabel.

8

Tabel 2 Periode Perkembangan Kota Banda Aceh

Sumber: Hasil Analisa, 2014

Berdirinya Kota Banda

Aceh (sebelum 1756)Abad 17 Abad 18 Abad 19 Abad 20

Periode Islam,

pembentukan kota Banda

Aceh diketahui terjadi

pada tanggal 1

Ramadhan 601 H atau

1205 M

Kota Banda Aceh mencapai

puncak kestabilan sosial

politik untuk tahun tahun

pertama abad ke-18 selama

pemerintahan Badrul Munir

(1703-1726).

Abad ke-19 adalah penjajahan

Belanda. Invasi Belanda

meninggalkan berbagai

pengaruh terhadap kota Banda

Aceh. Salah satunya adalah

menkonstruksi mulai dari

komplek Keraton, Neusu hingga

Taman Pahlawan, Kampung

Ateuk

Struktur ruang kota

banda aceh di

kembangkan

menjadi konsentris.

Pembangunan Glee

Weueng tempat

peristirahatan terletak

diatas bukit Dataran

Tinggi Maimprai,

berdekatan dengan

daerah Sibreh

Perkembangan kota dilihat

dari tata konstruksi rumah.

Baik pedagang lokal ataupun

asing tinggal di rumah yang

dibangun dari bricks dan batu.

Belanda menghancurkan

memori sosial bangsa Aceh

dengan merobohkan Istana

yang dinamai Dalam,

menggantinya dengan Keraton,

membangun barak militer

disekitar lingkungan istana.

Karena bencana

Tsunami yang terjadi

bentuk kota berubah

menjadi multiple

nuclei.

9

abad ke-16, terdapat 4

Pemukiman utama yang

namanya disahkan

setelah masyarakat

minoritas tinggal, yaitu:

Kampung Benggala,

Pegu, Pedagang dan

Pedayung.

Aceh menjadi sebuah

pelabuhan

internasional,

permulaan abad ke-

17, bahasa Arab dan

Portugis, bahasa

Melayu, baik secara

lokal maupun

internasional

digunakan dalam

interaksi.

Ibukota tersebut dibagi ke

dalam 3 wilayah administrasi

utama yang dikenal dengan

sebutan Sagi atau sagoe.

Wilayah-wilayah tersebut

diberi nama setelah Indrapuri,

Indrapatra, dan Indrapurwa

dialokasikan di bagian utara,

barat dan selatan dari ibukota.

Salah satu konstruksi sosial

dari sagi-sagi tersebut adalah

mesjid.

Pergerakan sufi panteis

sangat berpengaruh di

Aceh pada abad ke-16

dan 17. Pergerakan

tersebut yang

merefleksikan ‘cermin’

dan ‘iluminasi’ secara

simbol sebagai ‘tuhan’

dan ‘sufi’ telah

mempengaruhi konstruksi

Pergerakan sufi

panteis sangat

berpengaruh di Aceh

pada abad ke-16 dan

17. Pergerakan

tersebut yang

merefleksikan

‘cermin’ dan

‘iluminasi’ secara

simbol sebagai

10

taman dan istana di

Banda Aceh.

‘tuhan’ dan ‘sufi’ telah

mempengaruhi

konstruksi taman dan

istana di Banda Aceh.

Pertengahan pertama

abad ke-17, hasil

kebijaksanaan

dagang Sultan

Iskandar Muda, yang

membatasi kebijakan-

kebijakan bisnis

dagang di kota Banda

Aceh.

Kota Banda Aceh

menjadi saksi akan

kebakaran yang

dahsyat yang terjadi

pada abad ke-17

11

Selanjutnya akan dibahas pola ruang kota banda aceh sebelum dan setelah tsunami

2004.

Sebelum Tsunami 2004

Kota Banda Aceh pada awalnya memiliki struktur ruang dengan tipe konsentris,

struktur ruang yang konsentris ini terlihat dari pemusatan kegiatan dengan konsentrasi

kepadatan di pusat kota, dimana kegiatan tersebut memanjang linear mengikuti pola

jaringan jalan utama dan relative radial dengan Masjid Raya Baiturahman dan sekitarnya

sebagai pusat utama didukung pula oleh beberapa sub pusat pelayanan lainnya seperti

Neusu dan Kuta Alam. Pola jaringan yang terbentuk di kota banda aceh secara umum

adalah jenir radial dan grid. Kawasan BWK pusat kota merupakan kawasan dengan

jumlah penduduk tertinggi. Struktur dan pola tata ruang sebelum tsunami yang lalu dapat

dikatakan rentan karena tidak menambahkan unsur mitigasi dan perlindungan apa bila

sewaktu-waktu terjadi bahaya. Selain itu struktur ruang yang konsentris dengan

kepadatan pembangunan di pusat kota dan kawasan yang relatif dekat denagan pantai

menyebabkan memiliki resiko yang tinggi apabila bahaya terjadi.

Karena mempertimbangkan perlindungan apabila terjadi bahaya secara tiba-tiba,

daerah Lampulo sebagai pusat perikanan, diturunkan statusnya menjadi kawasan biasa

dan tidak di rekomendasikan untuk mendirikan bangunan

            Meski di daerah Lampulo, Ulee Lheuu dan sekitarnya merupakan kawasan rawan

bencana dan tidak direkomendasikan untuk kegiatan bangunan, namun masih ada

sejumlah masyarakat yang mendirikan bangunan di daerah tersebut. Sebagai langkah

penyelamatan diri apabila bencana ini terjadi pemerintah menyiapkan pola struktur ruang

dengan memberikan dua pilihan bagi masyarakat, yaitu:

Pindah ke lokasi aman bagi masyarakat yang ingin pindah

Tetap di lokasi semula, tetapi lokasi tersebut sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana perlindungan.

Setelah Tsunami 2004

Pasca tsunami, struktur ruang kota Banda Aceh dikembangkan menjadi multiple

nuclei. Hal ini melatarbelakangi perkembangan kota Banda Aceh yang berada di kawasan

pesisir, setelah tsunami juga terjadi pegeseran struktur ruang dimana perkembangan

kotanya menjadi ke wilayah selatan kota yakni menjauh dari lokasi yang terdampak

tsunami.12

Rencana tata ruang wilayah kota Banda Aceh juga mengalai pergesaran dapat dilihat

adanya penyebaran pasar kota utama penempatan titiknya diatur sesuai dengan

pertumbuhan dan kebutuhan yang tinggi akan titik capai terhadap suatu pasar yang

didampingi oleh pasar-pasar yang ada di lingkungan terdekat.

2.4 Ciri Fisik dan Non Fisik Kota

2.4.1 Ciri Fisik Kota

A. Topografi

Morfologi Kota Banda Aceh dan sekitarnya menujukkan satuan morfologi dataran

dengan sudut lereng 0 – 3% dengan ketinggian 0 – 3 meter dpl (di atas permukaan laut).

Satuan morfologi yang menyusun didominasi oleh endapan alluvial sungai dan pantai.

Kota Banda Aceh merupakan dataran rawan banjir dari luapan Sungai Krueng Aceh dan

70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Ke

arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di

atas permukaan laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah Barat dan Timur

dengan ketinggian lebih dari 500 m, sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap ke

laut.

B. Geologi

Struktur geologi yang menyusun kota Banda Aceh didominasi endapan alluvial

sungai dan pantai yang terdiri dari kerakal, kerikil dan lempung yang bersifat belum padu,

umumnya berwarna abu-abu hingga kecoklatan.

C. Iklim

Kota Banda Aceh mempunyai pola iklim Mooson. Pada iklim Mooson ini ditandai

dengan perputaran iklim secara bergantian setiap enam bulan sekali antara musim hujan

dan musim kemarau.

D. Suhu

Kondisi suhu di wilayah kajian terlihat tidak ada perbedaan yang mencolok. Dari

hasil data yang didapatkan menunjukkan bahwa suhu rata-rata bulanan berkisar antara

250C sampai 280C dengan suhu minimum sebesar 230C dan suhu maksimum sebesar

300C.

E. Curah Hujan

13

Kota Banda Aceh mempunyai curah hujan tertinggi sebesar 639 mm/bulan

dengan hari hujan rata-rata 6 sampai 21 hari yang berada di bulan Desember. Curah

hujan terendah dengan curah hujan 3 mm dengan hari hujan rata-rata 2 hari berada

pada bulan Maret. Sedangkan curah hujan rata-rata antara 33 mm sampai 291 mm.

F. Struktur Ruang

a) Sebelum Tsunami

Struktur ruang Kota Banda Aceh menunjukkan “pola radial simetris“, hal ini terlihat

dari pemusatan kegiatan dengan konsentrasi kepadatan di pusat kota, dimana kegiatan

tersebut memanjang hampir linier mengikuti pola jaringan jalan utama, dan relatif radial

dengan Masjid Raya Baiturrahman dan sekitarnya sebagai pusat utama yang diperkuat

oleh keberadaan Pasar Aceh dan Pasar Peunayong.

b) Setelah Tsunami

Kawasan pantai Kota Banda Aceh yang secara administratif merupakan bagian dari

Kecamatan Meuraxa, Kuta Raja, Kuta Alam dan Syiah Kuala adalah merupakan

kawasan paling parah terkena dampak bencana tsunami yang ditandai oleh rusaknya

sebagian besar bangunan rumah, fasilitas sosial-ekonomi, utilitas kota, serta jaringan

jalan dan jembatan, selain sekitar 70 ribu korban jiwa. Sesuai dengan strategi

pengembangan Kota Banda Aceh RTRW 2002-2010 yang memadukan antara

pengembangan ”multi-center” dan ”linear-growth”, maka struktur pusat pelayanan

kegiatan kota.

Pusat Utama (BWK Pusat Kota) dengan skala pelayanan kota dan regional

berada di kawasan Pasar Aceh dan Peunayong yang secara administratif berada

di Kecamatan Baiturrahman dan Kuta Alam.

BWK Barat, BWK Timur dan BWK Selatan Kota dengan masing-masing

pusatnya di Ulee Lheue, Ulee Kareng dan Mibo.

2.4.2 Ciri Non Fisik Kota

A. Perekonomian

Aceh menggunakan perekonomian yang terbuka dan tanpa hambatan dalam

investasi sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional. Perekonomian di Aceh

14

diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing demi terwujudnya

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam,

keadilan, pemerataan, partisipasi rakyat dan efisiensi dalam pola pembangunan

berkelanjutan. Pemerintah Aceh dan pemerintah Kabupaten/Kota mengelola sumber daya

alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai dengan kewenangannya

yang meliputi bidang pertambangan yang terdiri atas pertambangan mineral, batu bara,

panas bumi, bidang kehutanan, pertanian, perikanan, dan kelautan yang dilaksanakan

dengan menerapkan prinsip transparansi dan pembangunan berkelanjutan.

B. Sosial Budaya

Kota Banda Aceh memiliki beberapa Kawasan Strategis Kota dari sudut kepentingan

sosial dan budaya yaitu:

• Kawasan Pusat Kota Lama (Pasar Aceh, Peunayong dan sekitarnya) dengan

bangunan-bangunan yang mempunyai ciri tersendiri dan sebagai kawasan

heritage Kota Banda Aceh.

• Kawasan Mesjid Raya Baiturrahman dan sekitarnya yang merupakan mesjid yang

bersejarah dan terkesan bagi yang mengunjunginya seolah-olah berada di Masjidil

Harram - Makkah.

• Kawasan Water Front City yang memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi,

khususnya pada kawasan sepanjang Krueng Aceh mulai dari muara (Gampong

Pande) hingga ke Indrapuri merupakan lintasan sejarah transportasi sungai pada

zaman Kerajaan Aceh tempo dulu.

• Kawasan Heritage Gampong Pande, Peunayong dan Neusu. Kawasan Gampong

Pande merupakan tempat awal Kerajaan Aceh. Kawasan Peunayong merupakan

kawasan yang dikembangkan untuk melestarikan nilai sejarah sebagai kawasan

etnis cina (China Town), sedangkankawasan Neusu tetap dilestarikan sebagai

bagian dari peninggalan bersejarah.

• Kawasan Wisata Tsunami (Museum Tsunami, PLTD Apung di Punge Blang Cut,

kuburan massal korban tsunami di UleeLheue dan Mesjid Baitul Rahim di

UleeLheue)

15

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Bentuk Kota

Kota Banda Aceh berkembang dipengaruhi berbagai faktor, yaitu letaknya di

kawasan pesisir menyebabkan terjadinya perdagangan dan jasa hingga Banda Aceh

semakin berkembang. Tetapi faktor yang paling mempengaruhi bentuk kota (morfologi

kota) Banda Aceh adalah religius yaitu agama Islam.

Banda Aceh dibagi ke dalam 3 wilayah administrasi utama yang dikenal dengan

sebutan Sagi atau sagoe. Wilayah-wilayah tersebut diberi nama setelah Indrapuri,

Indrapatra, dan Indrapurwa dialokasikan di bagian utara, barat dan selatan dari ibukota.

Salah satu konstruksi sosial dari sagi-sagi tersebut adalah mesjid. Dapat kita ketahui

bahwa masjid adalah tempat ibadah agama Islam. Sehingga agama Islam adalah faktor

utama perkembangan bentuk kota Aceh.

Namun bencana Tsunami yang terjadi pada tahun 2004 juga menyebabkan

perubahan pola ruang kota Banda Aceh dari konsentris menjadi pola Multiple-Nuklei. Hal

ini sebagai penanggulanan atau meminimalkan resiko bencana tsunami. Dapat

disimpulkan bahwa bencana alam juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi bentuk

kota.

16

Bab III

Kesimpulan

Banda Aceh adalah ibukota provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kota ini berdiri

pada periode Islam, pada tanggal 1 Ramadhan 601 H atau 1205 M. Agama Islam

berkembang pesat di kota ini. Karena lokasinya yang berada di kawasan pesisir, Aceh

menjadi sebuah pelabuhan internasional yang digunakan untuk perdagangan dan jasa di

permulaan abad ke-17. Akhirnya, bahasa Arab dan Portugis, bahasa Melayu, baik secara

lokal maupun internasional digunakan dalam interaksi.

Dalam hal bentuk kota, Banda Aceh dibagi ke dalam 3 wilayah administrasi utama

yang dikenal dengan sebutan Sagi atau sagoe. Wilayah-wilayah tersebut diberi nama

setelah Indrapuri, Indrapatra, dan Indrapurwa dialokasikan di bagian utara, barat dan

selatan dari ibukota. Salah satu konstruksi sosial dari sagi-sagi tersebut adalah mesjid.

Dapat disimpulkan bahwa agama Islam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

bentuk kota Aceh.

Pada abad ke-19 saat penjajahan Belanda, invasi Belanda meninggalkan

berbagai pengaruh terhadap kota Banda Aceh. Salah satunya adalah menkonstruksi

mulai dari komplek Keraton, Neusu hingga Taman Pahlawan, Kampung Ateuk. Setelah itu

di abad ke-20, pola ruang kota ini adalah konsentris. Tetapi bencana tsunami yang terjadi

tahun 2004 menyebabkan perubahan struktur pola ruang Banda Aceh yang konsentris

menjadi pola Multiple-Nuklei. Hal ini sebagai penanggulanan atau meminimalkan resiko

bencana tsunami.

17

Daftar Pustaka

Aceh, P. B. (2013). Blogspot. Retrieved May 31, 2014, from Kota Banda Aceh Blogspot:

http://kotabandaaceh.blogspot.com/2013/12/sejarah-singkat-provinsi-ache.html

Wikipedia. (2014, May 26). Wikipedia. Retrieved May 30, 2014, from Wikipedia Indonesia:

http://id.wikipedia.org/wiki/Aceh

Yaritsu. (n.d.). Blogspot. Retrieved June 1, 2014, from Ancu 07 Blogspot:

http://ancu07.blogspot.com/2013/10/perkembangan-kota-banda-aceh-struktur.html

18