[morbus hansen]_ silvia witarsih 102012520

Upload: devi-karlina

Post on 15-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

morbus hansen skin and integument blok 15

TRANSCRIPT

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    1/27

    1 | P a g e

    MORBUS HANSEN

    Silvia Witarsih

    102012520 / D4

    [email protected]

    Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

    Jl. Arjuna Utara No.6

    Jakarta Barat 11510

    Pendahuluan

    Kusta (lepra) termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa India kustha,

    dikenal sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kata kusta disebut dalam kitab Injil, terjemahan

    dari bahasa Hebrew zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya.

    Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan disebabkan oleh Mycobacterium leprae

    yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa

    traktus respiratorius bagian atas, kemudian ke organ lain, kecuali SSP. Selain daripada segi

    medis, penyakit kusta juga menjadi masalah psikososial si penderitanya. 1,2 Penyakit yang

    kusta banyak terdapat dinegara-negara berkembang dan sebagian besar penderitanya adalah

    masyarakat golongan ekonomi rendah. Hal ini adalah sebagai keterbatasan negara dalam

    memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraanekonomi pada masyarakat. Pada skenario ini, akan dibahas mengenai perjalanan penyakit,

    gejala, dan pengobatan dari morbus hansen.

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    2/27

    2 | P a g e

    Tinjauan Pustaka

    Anamnesis

    Pada anamnesis yang yang perlu ditanyakan yaitu: identitas, keluahan utama, riwayat

    penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat obstri dan ginekologi (khusus wanita).

    Riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi

    keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaaan, obat-obatan dan lingkungan).

    Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua atau anggota keluarga

    terdekat sebagai penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.

    Identitas perlu ditanyakan untuk memeastikan bahwa pasien yang dimaksud dan sebagai data

    penelitian.

    Keluahan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien ke dokter

    atau mencari pertolongan. Dari hasil anamnesa didapatkan data bahwa pasien datang dengan

    keluhan adanya bercak putih pada lengan kiri, sejak 1 bulan, dan tidak ada rasa gatal.

    Riwayat penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas

    mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang

    berobat. Berdasarkan skenario kasus dalam melakukan anamnesis, harus diusahaka data

    sebagai berikut:3,4

    - Waktu dan lamanya keluhan berlangsung, pada kasus ini keluhan berupa bercak putihdan berlangsung sejak 1 bulan yang lalu.

    - Sifat dan berat serangan, warna bercak, adanya gatal, adanya baal pada bercak/lesi- Lokaisasi dan penyebaranya, menetap,menjalar, berpindah-pindah,- Hubungan nya dengan waktu,- Hubungannya dengan aktivitas,- Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali,- Faktor resiko dan pencatus serangan, termasuk faktor yang memperberat atau

    meringankan keluhan,

    - Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang mengalami keluahan yang sama,- Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu,

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    3/27

    3 | P a g e

    - Perkembangan penyakit, kemungkinan telah tejadi komplikasi atau gejala sisa,- Upaya yang telah dilakuakn dan bagai mana hasilnya, jenis obat-obatan yang telah

    diminum pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang

    saat ini diderita

    Riwayat penyakit terdahulu untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya

    hubungan penyakit yang pernah ia derita dengan penyakitnya sekarang. Riwayat obstetri

    harus ditanyakan pada setiap pasien wanita. Tanyakan mengenai menstruasinya, kapan

    manrche, apakah menstruasi teratur atau tidak, apakah disertai rasa nyeri atau tidak, dan

    riwayat kehamilan, persalinan dan keguguran.3,4

    Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulakan data posistif dan negatif yang

    berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit.3

    Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,

    familial atau penyakit infeksi. 3,4

    Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu

    ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masaah

    keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang harus ditanyakn kebiasaan

    merokok, minum alkohol dan obat-obatan termasuk obat-obatan terarang. Pasien yang sering

    melakukan perjalanan juga harus ditanyakan tujuan perjalannan yang telah ia lakukan untuk

    mencari kemungkinan tertular penyakit infeksi tertentu di tempat tujuan perjalanannya. Bila

    ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksual juga harus di tanyakan. Yang tidak

    kalah penting adalah menanyakan tentang lingkungan tempat tinggal, termasuk keadaan

    rumah, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, tempat pembuangan sampah dan sebagainya.3,4

    Pemeriksaan Fisik

    Pada pemeriksaan fisik yang kita lakukan adalah dengan memastikan status lokalisasi

    dari bercak putih tersebut. Kita perlu melakukan pemeriksaan pada seluruh bagian tubuh, jika

    memang bercak putih sudah menyebar ke seluruh tubuh. Selain itu, kita juga memeriksa

    eflouresensi atau sifat dari luka tersebut. Pada setiap kriteria dari lepra, eflouresensinya juga

    mempunyai sifat yang berbeda. Pada lepra tipe I (tipe interdeminan), eflouresensi yang

    muncul adalah berupa makula hipopigmentasi berbatas tegas, anestesi, dan anhidrasi,

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    4/27

    4 | P a g e

    pemeriksaan bakteriomologi negatif, dan tes lepromin positif. Lepra tipe TT (tuberkolusis),

    eflouresensi berupa makula eritematosa bulat atau lonjong, permukaan kering, batas tegas,

    anestesi, bagian tengah sembuh, bakteriologi negatif, tes lepromin positif kuat. Tipe BT

    (bordeline tuberculoid), eflouresensi berupa makula eritrematousa tak teratur, batas tak tegas,

    kering, mula-mula akan ada tanda kontraktur, anestesi, bakteriologi bisa negatif atau positif,

    tes lepromin juga bisa menunjukan hasil positif atau negatif. Tipe BB (mid-borderline)

    makula eritromatosa, menonjol, bentuk tidak teratur, kasar, ada lesi satelit, penebalan saraf

    dan kontraktur, pemeriksaan bakteriologi positif, tes lepromin negatif. Tipe BL (boderline

    lepramatosa) berupa makula infiltrat merah mengkilat, tak teratur, batas tak tegas,

    pembengkakan saraf, pemeriksaan bakteriologi ditemukan banyak basil, tes lepromin negatif.

    Tipe LL (lepromatosa) berupa infiltrasi difus berupa nodula simetri, permukaan mengkilat,

    saraf terasa sakit, anestesi, pemeriksaan bakteriologi positif kuat, tes lepromin negatif.5

    Selain pemeriksaan fisik kulit, kita harus pula melakukan pemeriksaan saraf tepi

    pasien (nervus ulnaris, nervus radialis, nervus aurikulas magnus, dan nervus poplitea), mata

    (lagoftalmus), tulang (kontraktur atau absorbsi), dan rambut (alis mata, kumis, dan pada lesi

    sendiri).Pemeriksaan anestesi (baal) dan sensitifitas bisa dilakukan dengan tes panas dingin

    ataupun dengan jarum. Tes keringet dengan melakukan tes Gunawan, yaitu dengan pensil

    tinta dibuat garis pada lesi hingga keluar lesi, lalu pasien melakukan olahraga sampaiberkeringat. Selanjutnya dilihat pada bagian mana tinta melebur karena keringat dab bagian

    tinta yang tidak melebur karena anhidrasi.5Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan makula

    hipopigmentasi positif dengan anestesi.

    Gambar 1. Makula Hipopigmentasi

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    5/27

    5 | P a g e

    Pemeriksaan Penunjang

    Diagnosis penunjang dibagi menjadi tiga macam yaitu pemeriksaa bakterioskopik

    (kerokan jaringan kulit), pemeriksaan histopatologik, dan pemeriksaan serologik.

    1. Pemeriksaan bakterioskopik: dibuatlah suatu sediaa dari kerokan jaringan kulit atauusapan dan kerokan mukosa hidung bagian septum lalu diwarnai dengan pewarnaan

    BTA (Basil Tahan Asam), antara lain Ziehl-Neelsen. Jika hasilnya negatif, maka

    orang tersebut belum tentu tidak mengandung kuman M. leprae. Bagian tubuh yang

    pasti dikerok jaringan kulitnya adalah dibawah cuping telinga berdasarkan

    pengalaman, tempat tersebut diharapkan mengandung kuman lebih banyak. Cara

    pengambilannya dengan menggunakan skalpel steril, lalu pada kulit yang terkena lesi

    didesinfeksi kemudian dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar menjadi iskemik,

    sehingga kerokan mengandung sedikit mungkin darah yang bisa mengganggu

    pemeriksaan. Kerokan skalpel harus sampai di dermis yang diharapkan banyak

    mengandung kuman M. leprae (sel leprae = sel Virchow). Dan dari mukosa hidung

    diambil dengan cara nose blows, terbaik dilakukan pada pagi hari dan ditampung

    pada sehelai plastik. Namun sediaan dari mukosa hidung jarang dipakai karena

    kemungkinan adanya M. atipik, M. leprae tidak pernah positif kalau pada kulit

    negatif, bila diobati hasil pemeriksaan mukosa hidung negatif negatif lebi dahuludibandingkan kerokan jaringan kulit, dan rasa nyeri saat pemeriksaan. Lalu bahan

    sediaan dioleskan pada gelas alas, difiksasi diatas api, lalu diwarnai dengan

    pewarnaan Ziehl Neelsen. M. Leprae tergolong BTA, akan tampak merah pada

    sediaan. Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmen), dan

    butiran (granulasi). Bentuk solid adalah bentuk dari kuman hidup, sedangkan bentuk

    fragmen dan granulasi adalah bentuk dari kuman yang mati. Kepadatan BTA tanpa

    memebedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan Indeks

    Bakteri (IB) dengan nila 0-6+ menurut Ridley.1

    2. Pemeriksaan histopatologik: makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit didalam darah ada yang mempunyai nama khusus dan fungsi berbeda-beda dalam

    menjalankan imunitas tubuh. Saat ada kuman M. leprae yang masuk, akan

    bergantung pada sistem imunitas seluler orang tersebut. Jika sistem imunnya bagus,

    maka akan banyak ditemukan sel datia Langhans tetapi sayangnya jika ada massa

    epiteloid berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi

    penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Sebaliknya jika sistem imunitas

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    6/27

    6 | P a g e

    seluler orang tersebut rendah, maka M. leprae akan berkembang biak dalam sel tubuh

    manusia lalu menjadi sel Virchow sebagai alat pengangkut penyebarluasan.

    Granuloma adalah akumulasi makrofag dan atau derivat-derivatnya. Contohnya

    adalah gambaran histopatologik tipe tuberkeloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf

    yang lebih nayta, tidak ada kuman, atau hanya sedikit dan non-solid.1

    3. Pemeriksaan serologik: pemeriksaan ini didasarkan atas terbentuknya antibodi padatubuh yang terinfeksi M. leprae. Ternyata ada antibodi spesifik kuman ini yaitu anti

    phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.

    Sedangkan antobodi non-spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan.

    Kegunaan pemeriksaan serologik ini adalah untuk mendiagnosis penyakit kusta yang

    meragukan seperti kusta yang subklinis (hampir tidak ada lesi kulit). Disamping itu

    dapat menentukan kusta subklinis, karena tidak didapatinya lesi kulit, misalnya

    narakontak serumah. Uji serologik tersebut terdiri dari Uji MLPA, ELISA, dipstick

    test, dan flow test.1

    Diagnosis Banding

    1. Pteriasis VersikolorPteriasis Versikolor atau panu adalah penyakit jamur superfisial kronik yang

    disebabkan oleh Malassezia furfur. Biasanya tidak akan menimbulkan keluhan yang

    subyektifm hanya berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat

    hitam. Bercak meliputi badan dan kadang-kadang menyeang ketiak, lipat paha, lengan ,

    tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut. Infeksi bisa terjadi karena kontak

    langsung dari penempelan jamur ke kulit manusia. Jamur bertumbuh karena faktor kulit

    yang berminyak, prematuritas, pengobatan anti mikrobial, kortikosteroid, penumpukan

    glikogen ekstraseluler, infeksi kronik, keringat berlebihan, pemakaian pelumas kulit, dan

    kadang karena kehamilan.7

    Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di

    badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak teratur

    sampai teratur, batas jelas dan difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi bila di lihat

    dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan

    biasanya asimtomatik sehingga ada kalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia

    berpenyakit tersebut. Lesi kulit berupa bercak putih sampai coklat, merah, dan hitam. Di

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    7/27

    7 | P a g e

    atas lesi terdapat sisik halus. Bentuk lesi tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus.

    Sering didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang meluas

    membentuk plakat, kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular dengan

    numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau numular dengan plakat. Kadang-

    kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat.

    Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksik

    jamur terhadap pembentukan pigmen, sering di keluhkan penderita. Biasanya penderita

    datang berobat karena alasan kosmetik yang disebabkan bercak hipopigmentasi. Variasi

    warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit penderita, paqparan

    sinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna lesi sulit dilihat, tetapi

    skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada permukaan lesi dengan kuret

    atau kuku jari tangan (coup dangledari Beisner).1,7

    2. Pteriasis AlbaSering di jumpai pada anak-anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Lesi berbentuk

    bulat, oval atau plakat yang tidak beraturan. Warna merah muda atau sesuai warna kulit

    dengan skuama halus. Setelah eritema hilang, lesi yang dijumpai hannya depigmentasi

    dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara -2

    cm. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut,

    dagu, pipi, serta dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan. Dapat simteris

    pada bokong, paha atas, punggung, ekstensor lengan. Umunya lesi bersifat asimtomatik,

    meskipun kadang-kadang penderita mengeluhkan panas atau gatal.1

    Gambar 2. Pitiriasis Versikolor Gambar 2. Pitiriasis Versikolor

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    8/27

    8 | P a g e

    3. VitiligoMakula berwarna putih dengann diameter beberapa milimeter sampai beberapa

    sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis lain.

    Kadang ada makula hipomelanotik selain makula apigmentasi. Daerah yang sering

    terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, periorifisial sekitar mata,

    hidung, mulut, tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral

    dapat simetris atau asimetris. Mukosa jarang terkena, kadang mengenai genital eksterna,

    putting susu, bibir, dan gingitiva.1

    4. Morbus HansenLesi dengan bercak putih bersisik halus pada bagian tubuh, tidak gatal, kemudian

    melebar dan meluas. Jika sudah terkena saraf perifer, penderita akan mengelih kesemutan

    Gambar 3. Pitiriasis Alba

    Gambar 4. Vitiligo

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    9/27

    9 | P a g e

    dan baal pada bagian tertentu, ataupun kesukaran menggerakan anggota badan yang

    berlanjut dengan kaku sendi. Rambut alispun dapat rontok.5

    Diagnosis Kerja

    Ditemukan basil tahan asam pada sediaan apus kulit yang dibuat dengan cara insisi-

    potong merupakan bukti kuat untuk lepra, tetapi pada penyakit penyakit tuberkuloid basil

    mungkin tidak tampak. Bila mungkin, spesimen biopsi kulit dari daerah yang terkenasebaiknya dikirim untuk pemeriksaan patologik yang banyak berguna untuk lepra.

    Keterlibatan saraf perifer secara histologik bersifat patognomonik, bahkan dengan tidak

    adanya basi. Sekarang sedang berlangsung perkembangan uji dengan pemeriksaan genetik

    untuk identifikasi dan spesiasi yang cepat terhadap mikobakterium pada spesimen klinis.1,2

    Uji serologik spesifik untuk lepra telah dikembangkan. Berdasarkan deteksi antibodi

    terhadap glikolipid fenolat I, esai ini memiliki sensitivitas lebih dari 95 persen pada penyakit

    lepramatosa poler dan sekitar 30 persen pada penyakit tuberkuloid. Kadar antibodi

    tampaknya berkaitan engan beban basier, yang menerangkan angka negatif palsu yang tinggi

    pada penyakit tuberkuloid poler. Meski terdapat keterbatasan ini. Spesifitas esai ini yang

    hampir 100 persen membuatnya potensial bergun untuk menguatkan diagnosis lepra dan

    sebagai alat epidemologik untuk meneliti penularan dan inkubasi penyakit.1,2

    Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sudah

    dilakukan, bapak usia 40 tahun ini didiagnosa mengalami penyakit lepra (Morbus Hansen).

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    10/27

    10 | P a g e

    Etiologi

    Lepra (penyakit Hansen) adalah infeksi granulomatosa kronik pada manusia yang

    menyerang jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer. Kuman penyebab adalah

    Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A Hansen pada tahun 1874 di Norwegia.

    Kuman ini berukuran 3-8 m x 0,5 m berbentuk batang tahan asam dan alkohol positif-

    gram yang termasuk familia Mycobacteriaceae atas dasar morfologik, boikimiawi, antigenik

    dan kemiripan genetik dengan mikobakterium lainya. Walaupun belum berhasil

    dikembangbiakan pada media buatan atau buakan jaringan, kuman ini dapat diperbanyak

    pada hewan armadilo dan pada talapak kaki mencit. Basil ini berbiak sangat lambat, dengan

    perkiraan waktu penggadaaan waktu optimal 11 hingga 13 hari selama pertumbuhan

    logaritmik pada telapak kaki mencit. Model mencit telah digunakan secara uas untuk studi

    obat antilepra, dan hasil bakteri yang tinggi dari armadilo sangat penting untuk uji genetik

    dan imunologik. Komponen seluler M. leprae yang berperan pada patogenesitas dan

    kemampuan hidupnya daam penjamu masih belum dipahami. Faktor virulensi yang diketahui

    baik adalah fenolat glikolipid I, suatu lemak permukaan yang menonjol yang khas untuk M.

    leprae. Fenolat glikolipid I dapat mengikat komponen komplemen C3, yang pada akhirnya

    memperantai fagositosis bakteri oleh fagosit mononuklear melalui reseptor CR1, CR3 dan

    CR4 pada permukaan selnya. Sekali berada dalam fagosit, fenolat glikolipid I membantumelindungi bakteri dari penghancuran oksidatif oleh anion superoksida dan radikal hidroksil

    yang dapat menghancurkan seara kimiawi.1,2

    Gambar 6. Mycobacterium Leprae

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    11/27

    11 | P a g e

    Epidemiologi

    Morbus hansen lebih sering di negara-negara beriklim tropis, yang banyak di

    antaranya memiliki angka prevalensi 1-2 persen populasi. Lingkungan yang hangat tidak

    terlalu penting untuk penularanya, dan lepra juga terjadi pada daerah tertentu yang beriklim

    lebih dingin, seperti Korea dan Meksiko tengah. Penyebaran individu yang terinfeksi di

    negara-negara sangat tidak homogen dan dapat ditemukan wilayah yang 20 persen

    penduduknya terinfeksi. Penyebaran kasus melalui spektrum lepra juga beragam antar negara,

    dengan penyakit leramatosa yang dominan pada beberapa negara, seperti Meksiko dan,

    penyakit tuberkoloid lainya seperti India. Sembilan puluh persen kasus yang didiagnosis di

    Amerika Serikat pada dua dasawarsa yang lalu terjadi pada imigran dari negara endemik-

    lepra. Penularan yang sejati terjadi di Hawai, teritorial Kepulauan Pasifik, dan seara sporadik

    di sepanjang Gulf Coast. Insiden lepra di Amerika Serikat telah turun dari puncaknya 360

    kasus pada tahun 1985, yang berkaitan dengan masuknya imigran dari Asia Tenggara

    menjadi 139 kasus pada tahun1991.1,2

    Pada tahun 1991 Word Heath Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta

    sebagai probem kesehata masyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan prevalensi kusta

    menjadi di bawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Di indonesia hal ini dikenal sebagai

    Eliminasi Kusta tahun 2000 (EKT)1

    Jumlah kasus kusta yang tercata di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah

    menurun tajam di sebagian besar negara atau wilayah endemis. Kasus yang terdaftar pada

    permulaan tahun 2009 tercatat 213.036 penderita yang berasal dari 121 negara, sedangkan

    jumah kasus baru tahun 2008 baru tercatat 249.007. Di indonesia jumlah kasus lepra yang

    tercatat akhir tahun 2008 adalah 22.359 orang dengan kasus baru tahun 2008 sebesar 16.668

    orang. Distribusi tidak merata, yang tertinggi antara lain di Pulau Jawa, Sulawesi, Mauku dan

    Papua. Prevalensi pada tahun 2008 per 10.000 penduduk adalah 0,73.2

    Penyebaran penyakit lepra dar suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar ke seluruh

    dunia, tampaknya disebabkan oelh perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut.

    Masuknya kusta ke pulau-pulau Melanesia termasuk Indonesia, diperkirakan terbawa oleh

    orang-orang Cina.1

    Lepra dapat menyerang semua umur, walaupun kasus pada bayi yang berusia kurang dari

    1 taun sangat jarang. Insidensi spesifik usia memuncak salama masa kanak-kanak pada

    sebagian besar negara berkembang, sampai 20 persen kasus terjadi pada anak di bawah 10

    tahun. Karean paling banyak didapati pada kelompok sosial ekonomi lemah, hal ini dapat

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    12/27

    12 | P a g e

    secara sederhana mencerminkan penyebaran usia pada populasi risiko tinggi. Rasio jenis

    kelamin penyakit lepra yang tampak pada masa kanak-kanak adalah 1:1, tetapi laki-laki lebih

    menonjol dengan rasio pada orang dewasa sekitar 2:1.2

    Dengan sederhana kita menyadari betapa sedikitnya yang diketahui tentang cara penularan

    dan terkannya lepra, mengingat sifat infekasi yang dapat menular telah diketahui selama

    ribuan tahun dan bahwa agen etiologinya telah diidentifikasi selama lebih dari 100 tahunyang

    lalu. Penularan langsung manusia-ke-manusia dipercaya berperan pada kebanyakan kasus

    lepra, walaupun pada anamnesis kurang dari separuh pasien dapa disingkirkan kontak

    sebeumnya. Reservoir hewan terdapat di antara armadio liar dan mungkin di antara primata

    nonmanusia, tetapi hanya pada sedikit kasus manusia yang melibatkan penuaran secara

    zoonosis. Di antara pasien leptomatosa yang tidak diobati yang terdapat kontak keluarga erat,

    resiko penyakit meningkat sekitar delapan kali, dan angka penyerangan penyakit dapat

    setingga 10 persen. Timbunya penyakit klinis pada kontak dengan pasien tuberkoloid lebih

    jarang, walaupun uji imunologik mengesankan kebanyakan kontak ini telah tersensitasi

    dengan M. leprae. Tempat masuk kuman masih diduga-duga, tetapi mungkin kuit atau

    mukosa saluran nafas atas. Jalan keluar utama yang diperkirakan adaah mukosa hidung pada

    pasien lepromatosa yang tidak diobati, 1,2 cara inhalasi ini memungkinkan sebab M. leprae

    masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam droplet.1

    Masa inkubasi seringkali 3 hingga 5 tahun tetapi telah dilaporkan bahwa masa inkubasi

    ini berkisar dari 6 bulan ( bahkan bisa 40 hari) hingga beberapa dasawarsa( kurang lebih 40

    tahun).1, 2

    Patogenesis

    Sebenarnya Mycobacterium leprae mempunyai patogenesis dan daya inhasi yang

    rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan

    gejala yang lebih berat. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit,

    tidak lain disebabkan oleh respons imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi

    granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena

    itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih

    sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya.1

    Peristiwa awal setelah masuknya M. leprae ke dalam tubuh manusia belum

    diungkapakan. Basil dikelilingi oleh kapsul yang padat dan lemak yang hampir tidak aktif,

    yang tidak menghasilkan eksotoksin, dan menimbulkan sedikit respons peradangan.

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    13/27

    13 | P a g e

    Penelitian epidemologik dan imunologik mengesankan bahwa hanya sebagian kecil, mungkin

    10 hingga 20 persen, dari individu yang terinfeksi yang akan menampakan tanda lepra yang

    tidak dapat ditentukan dan hanya sekitar 50 persen dari individu yang menderita lepra klinis

    yang berkembang penuh.1,2

    Intensitas respon imun spesifik diperantarai sel terhadap M. leprae berkaitan kelas

    penyakit histologik dan klinis. Individu dengan penyakit tuberkuloid poler memiiki respon

    seluler yang lebih jkuat terhadap M. leprae dan beban basiler yang rendah sedangkan pasien

    lepra lepramatosa tidak memiliki respon seuler yang dapat didektesi terhadap basil lepra.

    Terdapat bukti dari penelitian keluarga bahwa gen terkait-HLA yang khas mungkin

    berhubungan dengan berbagai kelas penyakit, Hla-DR2 diturunkan secara istimewa pada

    anak-anak dengan penyakit tuberkuloid poer, sedangkan HLA-MT1 berkaitan dengan

    penyakit lepramatosa poler. Pengaruh gen terkait HLA terbatas hanya dalam mempengaruhi

    jenis lepra; tidak terdapat hubungan antara haplotip. HLA dan kepekaan terhadap lepra secara

    keseluruhan.

    Defek pada imunitas yang diperantarai sel (imunitas seluler) pada pasien epramatos

    sangatlah khas. Mereka tidak menderita kareana peningkatan morbiditas yang menyertai

    infeksi oleh patogen seperti virus, protozoa, atau jamir yang memerlukan imunitas seluler,

    dan mereka tidak memiliki peningkatan risiko neoplasma. Pasien lepra lepramatosa memiliki

    peningkatan jumlah limfosit CD8+ (supresor) dalam sirkulasi yang dapat diaktifkan oleh

    antigen M. leprae secara spesifik, dan limposit yang ada pada granulomanya hampir semata-

    mata CD8+. Sebaliknya, sel CD4+4B4+ (penolong) dominan diantara sel T pada lesi kuit

    pasien tuberkoloid. Pada lepra lepramatosa, sel dari keluarga monosit-makrofag dipenuhi M.

    leprae dan tidak mampu membunuh atau mencerna organisme. Namun, bila diteliti secara in

    vitro, monosit dari pasien ini berespon normal terhadap sitokin dan memperlihatkan aktivitas

    mikrobisidal dan fagosit normal.

    Hasil ini mengesankan bahwa terdapat defek yang mendasar pada pengaturan subpoulasi

    limposit T yang berperan pada karakteristik toleransi imunologi lepra lepramatosa.

    Bakterimia berat sangat sering pada epramatosa, dan organisme sering dapat dilihat pada

    sediaan apusan darah tepi atau buffy coat yang diwarnai, tetapi, tetapi tidak ada demam tinggi

    dan tanda toksistas sistemik. Walaupun pada kasus yang sangat lanjut, lesi dekstruktif

    terbatas pada kulit, saraf tepi, bagia anterior mata, saluran nafas bagian atas di atas laring,

    testis, dan struktur di tangan dan kaki. Suatu tanda yang sering pada tempat ini adalah bahwa

    semuanya biasanya beberapa derajat lebih dingin dari 37C. dua tempatutama yang terkena

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    14/27

    14 | P a g e

    adalah saraf ulnaris dekat siku dan saraf peroneus yang melingkari kaput fibula; di atas dan

    dibawah daerah ini, tempat saraf-saraf ini berjalan lebih dalam, tidak terkena terlalu hebat.

    Pada pasien lepra lepramatosa, kumpuan basilus juga ditemukan di hati, limpa dan sumsum

    tulang, tetapi tidak ada disfungsi sistem organ viseral yang terkait dengan adanya basil ini.1,2

    Manifestasi Klinik

    Respons imun yang beragam terhadap infeksi M. leprae menyebabkan spektrum

    manisfestasi klinis dan histologik yang luas. Terdapat persesuaian yang kuat antara temuan

    klinis dan histologik kulit, dan hal ini akan dibahas bersama-sama

    Tanda lepra yang pertama biasanya dikulit. Lesi lepra yang tidak dapat ditentukan sangat

    halus dan paing sering didiagnosis pada pemeriksaan kontak pasien yang diketahui menderita

    lepra. Dapat terlihat satu atau lebih makula hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Seringkali

    bercak yang bersifat anastetik atau parestetik merupakan gejala pertama yang dinyatakan

    pasien, tapi pada pemeriksaan yang teliti, bisa ditemuka keterlibatan kulit. Pada lesi dini ini

    seringkali masih dapat merasa, terutama di wajah. Lesi dapat menjadi bersih secara spontan

    dalam setahun atau dua tahun, tetapi dianjurkan untuk memberikan pengobatan spesifik.1,2

    Lepra tuberkuloid2

    Lesi awal lepra tuberkuloid, yang merupakan satu dari kutub-kutub spektrum

    imunologik dan klinis, sering berupa makula hipopigmentasi yang berbatas tegas dan

    hipestetik. Kemudian lesi meluas dengan penyebaran tepi dan tepinya jadi meninggi serta

    menyerupai cincin atau berputar. Daerah ditengahnya kemudian menjadi atrofi dan tertekan.

    Lesi yang telah berkembang sempurna sangat anestetik dan kehilangan organ kulit yang

    normal (kelenjar keringat dan folikel rambut). Jumlah lesi tunggal atau sedikit. Keterlibatan

    saraf timbul dini, dan saraf superficial yang berasal dari lesi munkin menebal. Saraf perifer

    besar (terutama saraf ulnaris, peronealis, dan aurikularis magna) bisa teraba dan terlihat

    menebal, terutama yang paling dekat dengan lesi kulit. Mungkin terdapat nyeri neuritis berat.

    Keterlibatan saraf menyebabkan atrofi otot, terutama otot kecil di tangan. Sering terjadi

    kontraktur tangan kaki. Teruma, terutama akibat luka bakar dan patah serta akibat tertekan

    yang berlebihan, menyebabkan infeksi sekunder pada tangan dan menyebabkan tukak pada

    telapak tangan. Kemudian, responsi dan hilangnya falang bisa terjadi. Bia saraf fasialis

    terkena, mungkin terdapat lagoftalmos, keratitis akibat pajanan, dan tukak kornea yang

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    15/27

    15 | P a g e

    menyebabkan kebutaan.

    Gambaran histologik terdiri dari granuloma nonkaseosa yang terdiri dari limfosit, sel

    epiteloid, dan mungkin sel raksasa; basilus sering tidak ada atau sulit terlihat. 2

    Lepra lepramatosa2

    Lepra lepramatosa merupakan bentuk poler lainya. Keterlibatan kulit luas dan kurang

    lebih simetris bilateral melintasi garis tengah pejamu. Lesi kulit tersendiri sangat variabel dan

    dapat meliputi makula, nodul, plak, atau papu. Tepi lesi tidak tegas, dan bagian tengah lesi

    yang menimbul berindurasi dan cembung (bukanya konkaf, seperti pada penyakit

    tuberkuloid). Terdapat infiltrasi dermais yang difus antara lesi-lesi yang diskret, dan

    tampaknya kulit normal biasanya akan mengandung basilus yang tampak dengan pewarnaan .

    tempat predileksinya adalah wajah (pip, hidung, alis), telinag, pergelangan tangan, siku,

    bokong, dan lutut. Saat ini keterlibatan dengan infiltrasi dan nodulasi yang sedikit atau tidak

    ada sama sekali dapat berkembang dengan begitu halusnya sampai-sampai perjalanan

    penyakit tidak menjadi perhatian. Hilangnya bagian lateral alis mata sering terjadi. Lebih

    lanjut, kulit wajah dan dahi menebal dan bergelombang (fasies leonina), dan cuping telinga

    menggantung.

    Kekakuan hidung, epistaksis, dan obstruksi jalan nafas merupakan gejala awal yang

    sering didapati. Obstruksi hidung total, laringitis, dan suara parau juga sering didapati.

    Perforasi septum dan kolaps nasal menyebabkan hidung pelana. Invasi bagian anterior dapat

    menyebabkan keratitis dan iridosiklitis. Terjadi limfadenopati aksila dan inguinal yang tidak

    nyeri. Pada laki-aki dewasa, infiltrasi dan pembentukan jaringan parut pada testis

    menyebabkan kemandulan. Sering terjadi ginekomastia.

    Keterlibatan serat saraf mayor kurang nyata pada bentuk lepra matosa, tetapi sering terjadi

    hipestesia difus yang mengenai bagian perifer ekstremitas pada penyakit yang sudah lanjut.

    Secara patologis, saraf perifer terinfeksi lebih berat tetapi sering di pertahankan degan lebih

    baik daripada bentuk tuberkuloid.

    Secara histologis, terdapat reaksi granulomastos dengan makrofagsel busa (Virchow atau

    lepra) yang besar dan banyak basilus intraseluler, sering dalam massa yang bulat (bundar).

    Tidak ditemukan sel raksasa dan sel epiteloid. 2

    Lepra perbatasan (borderline) 2

    Bagian spektrum perbatasan terletak antara kutub lepramatosa dan tuberkuloid dan

    biasanya dibagi lagi menjadi golongan tuberkuloid perbatasan, perbatasa (atau dimorfi), dan

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    16/27

    16 | P a g e

    lepramatosa perbatasan. Penggolongan dalam daeran spektrum pertengahan kuran tepat bila

    dibandingkan dengan golongan kutub. Lesi cenderung meningkat jumlah dan

    heterogenisitasnya tetapi tercapai penurunan ukuran masing-masing lesi seperti kutub lepra

    matosa. Lesi kulit pada lepra tuberkuloid perbatasan umumnya meyerupai lesi pada penyakit

    tuberkuloid tetapi lebih besar jumlahnya dan memiliki batas yang kurang tegas. Keterlibatan

    saraf perifer multiper lebih sering dibandingkan pada penyakit tuberkuloid poler.

    Peningkatan keragaman penampakan lesi kulit karakteristik untuk lepra perbatasan. Papula

    dan bercak dapat timbul bersama dengan lesi makula. Anestesia kurang menonjol

    dibandingkan pada penyakit tuberkuloid. Cuping telinga mungkin sedikit menebal, tetapi alis

    dan daerah hidung tidak terkena. Lesi kulit bahkan menjadi lebih banyaj pada penyakit

    lepramatosa perbatasan, tetapi penyebarannya tidak memiliki kekhasan yang biateral simetris

    seperti pada penyakit lepra matosa poler.

    Histopatoogi granuloma pada lepra perbatasan berubah dari sel epiteloid yang dominan pada

    tuberkuloid perbatasan menjadi makrofag yang dominan bila menjadi kutub lepramatosa.

    Keberasaan dan jumlah lifosit beragam dan tidak berkaitan dengan golongan penyakit. Basii

    terdapat dalam jumlah beasr di granuloma kulit pasien lepramatosa perbatasan. Karena itulah

    golongan-golongan ini, bersama dengan lepra lepramatosa poler, disebut lepra multibasiler.

    Golongan tuberkuloid perbatasan, tuberkuloid poler, dan kelas yang tidak dapat ditentukan

    dikelompokan bersama sebagai lepra pausibasiler.

    Penyakit perbatasan keadaanya tidak stabil dan dapat bergeser menuju bentuk

    lepramatosa pada pasien yang tidak diobati atau menuju kutub tuberkuloid selama

    pengobatan. Perubahan kedua jenis poler menjadi bentuk yang lainya sangan jarang terjadi.

    Pada semua bentuk lepra, gambaran yang selalu ada adalah keterlibatan saraf tepi.

    Pada tiap potongan histologik, keterlibatan saraf akan menjadi lebih barat daripada

    keterlibatan jaringan lainnya. tampaknya banyak desktruksi neutral yang disebabkan oleh

    reaksi granulomatosa pada pejamu dan bukannya akibat sifat neurotoksik bawaan pada basil.

    Walaupun jarang, keterlibatan saraf dapat terjadi tampa adanya lesi kulit (lepra saraf sejati).2

    Adapun klasifikasi yang banyak dipakai pada bidang penelitian adalah klasifikasi

    menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 tipe yaitu Tipe

    tuberculoid- tuberculoid (TT), Tipe borderline tuberculoid (BT), Tipe borderline- borderline

    (BB), Tipe borderline lepromatous (BL) dan Tipe lepromatous- lepromatou(LL) berdasarkan

    gambaran klinis, bakteriologis,histopatologis, dan imunologis. Sekarang klasifikasi ini juga

    secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan. Untuk program pengobatan, WHO

    membaginya atas kelompok Pausibasiler (PB) dan kelompok multibasiler (MB). Saat

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    17/27

    17 | P a g e

    mengkelompokkan lepra, sangat penting untuk menjamin bahwa pasien dengan multibasiler

    tidak diobati menggunakan sediaan yang diperuntukkan bagi bentukan pausibasiler. Yang

    termasuk dalam multibasilar adalah tipe LL, BL dan BB pada klasifikasi Ridley-Jopling

    dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+ sedangkan pausibasilar adalah tipe I, TT dan BT

    dengan IB kurang dari 2+.1

    Penentuan tipe kusta perlu dilakukan agar dapat menetapkan terapi yang sesuai. Bila

    kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh maka dapat timbul gejala klinis sesuai

    dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler

    (SIS) penderita. Bila SIS baik akan tampak gambaran klinis kearah tuberkoloid, dan

    sebaliknya bila SIS rendah maka gambarannya adalah lepromatosa. Kusta dibagi menjadi dua

    tipe yaitu tipe indeterminatee dan tipe determinate. Yang termaksud dalam tipe determinate

    yaitu :1

    - TT : Tuberkuloid polar (bentuk yang stabil)- Ti : Tuberkuloid indefinite (bentuk yang labil)- BT : Borderline tuberculoid (bentuk yang labil)- BB : Mid borderline (bentuk yang labil)- BL : Borderline lepromatous (bentuk yang labil)- Li : Lepramatosa indefinite (bentuk yang labil)- LL : lepromatosa polar (bentuk yang stabil)

    Bentuk yang stabil artinya berarti bentuk yang 100% tidak dapat berubah, sedangkan tipe Ti

    dan Li disebut tipe borderline atau campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah

    campuran 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak tuberkuloidnya

    sedangkan tipe BL dan Li lebih banyak lepromaosanya. Tipe labil berarti tipe ini bebes

    beralih tipe baik ke arah TT atau LL. Tipe LL,BL dan BB merupaka tipe multibasilar yaitu

    mengandung banyak kuman sedangkan tipe TT,BT, dan I merupakan tipe pausibasilar yaitu

    tipe yang mengandung sedikit kuman.1

    Kontak

    Infeksi

    Subklinis

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    18/27

    18 | P a g e

    Sembuh

    Indeterminate

    Determinate

    I TT Ti BT BB BL Li LL

    Patogenesis kusta

    Perjalan umum penyakit lepra sangat lambat tetapi dapat diselingi oleh dua jenis

    reaksi. Kedua bentuk reaksi dapat terjadi pada pasien yang tidak diobati tetapi lebih sering

    timbul penyulit pemberian kemoterapi.1,2

    Eritema nodusum leprosum2

    Eritema nodosum leprosum (ENL), atau reaksi tipe 1, terjadi pada pasien lepra

    perbatasan (borderline) dan lepramatosa, paling sering pada paruh terakhir tahun awal

    pengobatan. Timbul nodul subkutan yang nueri tekan dan meradang, biasanya dalam

    kumpulan. Setiap nodul bertahan selama satu atau dua minggu, tetapi bisa timbul kumpulan

    nodul baru. Eritema nodosum leprosum bisa berlangsung hanya satu atau dua minggu, atau

    bertahan untuk waktu yang lama. Demam, limfadenopati, dan artralgia dapat menyertai

    eritema nodosum leprosum yang berat. Secara histologis, eritema nodosum leprosum ditandai

    infiltrasi sel polimorfonuklear serta timbunan IgG dan komplemen, yang menyerupai reaksi

    Arthus.2

    Reaksi yang merugikan1,2

    Reaksi yang merugikan, atau reaksi tipe1, dapat menjadi penyulit ketiga goongan

    perbatasan (borderline). Lesi kulit yang ada menjadi eritema dan bengkak, serta bisa timbul

    lesi baru. Masuknya limfosit yang dini ke lesi yang ada diikuti oleh endema dan bergeser

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    19/27

    19 | P a g e

    menjadi histologi tuberkuloid. Imunitas seluler meningkat. Reaksi yang merugikan dapat

    dibedakan dari pemburukan penyakit atau relaps dengan cara inokulasi pada mencit untuk

    menguji viabilitas basil dan dengan uji histologik. Reaksi yang menurun, yang secara klinis

    menyerupai reaksi merugikan, paling sering terjadi pada pasien tidak diobati dan pada

    perempuan selama kehamilan trimester ketiga. Biopsi kulit mengungkapkan adanya

    pergeseran menjadi histologi lepramatosa dan mencerminkan penurunan kekebalan seluler.1,2

    Berikut adalah tabel yang mejelaskan secara singkat manifestasi dari klasifikasi lepra:1

    Tabel 1: Gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik kusta multibasilar (MB)

    SIFAT LEPROMATOSA

    (LL)

    BORDERLINE

    LEPROMATOSA

    (BL)

    MID

    BORDERLINE

    (BB)

    Lesi

    - Bentuk

    - Jumlah

    - Distribusi- Permukaan

    - Batas

    -

    Anestesia

    BTA

    - Lesi kulit- Sekret hidung

    Tes Lepromin

    Makula

    Infiltrat difus

    Papul

    Nodus

    Tidak terhitung,

    praktis tidak ada kulit

    sehat

    Simetris

    Halus berkilat

    Tidak jelas

    Tidak ada sampaitidak jelas

    Banyak (ada globus)

    Banyak (ada globus)

    Negatif

    Makula

    Plakat

    Papul

    Sukar dihitung,

    masih ada kulit sehat

    Hampir simetris

    Halus berkilat

    Agak jelas

    Tak jelas

    Banyak

    Biasanya negatif

    Negatif

    Plakat

    Dome-shaped

    (kubah)

    Punched-out

    Dapat dihitung, kulit

    sehat jelas ada

    Asimetris

    Agak kasar, agak

    berkilat

    Agak jelas

    Lebih jelas

    Agak banyak

    Negatif

    Biasanya negatif

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    20/27

    20 | P a g e

    SIFAT TUBERKULOID

    (TT)

    BORDERLINE

    TUBERCULOID(BT)

    INDETERMINATE

    (I)

    Lesi

    - Bentuk

    - Jumlah

    - Distribusi- Permukaan- Batas

    - Anestesia

    BTA

    - Lesi kulitTes Lepromin

    Makula saja; makula

    dibatasi infaltrat

    Satu, dapat beberapa

    Asimetris

    Kering bersisik

    Jelas

    Jelas

    Hampir selalu

    negatif

    Positif kuat (3+)

    Makula dibatasi

    infiltrat; infiltrat saja

    Beberapa atau satu

    dengan satelit

    Masih asimetris

    Kering bersisik

    Jelas

    Jelas

    Negatif atau hanya

    1+

    Positif lemah

    Hanya makula

    Satu atau beberapa

    Variasi

    Halus, agak berkilat

    Dapat jelas atau dapat

    tidak jelas

    Tak ada sampai tidak

    jelas

    Biasanya negatif

    Dapat negatif lemah

    atau negatif

    Tabel 2: Gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik kusta Pausibasilar (PB)1

    Untuk mempermudah diagnosis, WHO membuat bagan diagnosis berdasarkan klasifikasi

    Lepra.

    PB MBLesi kulit - 1 s/d5 lesi

    -Hipopigmentasi

    - Asimetris

    - Anastetik jelas

    - > 5 lesi

    - Simetris- Anastetik kurang jelas

    Kerusakan saraf Hanya 1 cabang saraf yang

    terkena

    Banyak cabang saraf yang terkena

    Tabel 3: Gambaran klinis menurut WHO1

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    21/27

    21 | P a g e

    Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau cacat

    tubuh. Untuk saraf perifer yang perlu diperhatikan adalah pembesaran, konsistensi,

    ada/tidaknya nyeri spontan, dan ada/tidanya nyeri tekan. Hanya beberapa saraf superfisial

    yang dapat dan perlu diperiksa, yaitu N. fasialis, N. aurikularis magnus, N. radialis, N.

    ulnaris, N. medianus, N. poplitea lateralis, dan N. tibialis posterior. Bagi tipe yang kearah

    lepromatousa, kelainan saraf biasanya bilateral dan menyeluruh, sedang untuk tipe

    tuberkuloid, kelainan saraf lebih terlokalisasi mengikuti tempat lesinya. Deformitas atau cacat

    kusta sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi dalam deformitas sekunder dan primer.

    Cacat primer adalah akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap

    M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan disekitarnya, yaitu kulot, mukosa, tr.

    Respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah. Cacat sekunder terajdi sebagai akibat adanya

    deformitas primer, terutama kerusakan saraf, antara lain kontraktur sendi, mutilasi tangan ,

    dan kaki.1

    Gejala-gejala kerusakan saraf adalah sebagai berikut :

    - N. ulnaris : anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis, clawlingkelingking, dan jari manis, atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot

    lumbrikalis medial.

    - N. medianus : anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jaritengah, tidak mampu aduksi ibu jari, clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, ibu

    jari kontraktur, atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral.

    - N. radialis : anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk, tangangantung (wrist drop), tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan.

    - N. poplitea lateralis : anestesia tungkai bawah, bagian lateral, dan dorsum pedis, kakigantung (foot drop), kelemahan otot peroneus.

    - N. tibialias posterior : anestesia telapak kaki, claw toes, paralisis otot intirinstik kakidan kolaps arkus pedis.

    - N. fasialis : cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus, cabang bukal,mandibular, servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan

    mengatupkan bibir.

    - N. trigeminus : anestesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata, atrofi otot tenardan kedua otot lumbrikalis lateralis.

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    22/27

    22 | P a g e

    Kerusakan mata pada kusta juga dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan

    alopesia pada alis mata dan bulu mata. Sekunder karena rusaknya N. fasialis yang dapat

    membuat paralisis N. orbikularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan

    lagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian mata lainnya. Secara sendiri

    atau bersama dapat sebabkan kebutaan.1

    Penatalaksanaan

    Penangan lepra meiputi pendekatan multidisiplin yang luas, antara lain pelayanan

    konsultasi seperti bedah ortopedi, oftalmologi dan terapis fisis selain kemoterapi

    antimikroba.2

    Dapson (4,4-diamonodifenilsulfon, DDS, difenilsulfin), dsuatu antagonis folat,

    merupakan terapi utama. Dosis harianya adalah 50 hingga 100 mg pada orang dewasa.

    Dapson sangat murah, aman pada kehamilan dan memiliki waktu-paruh serum yang panjang

    sekitar 24 jam, sehingga pemberianya hanya sekali sehari. Efek samping utamanya, yang

    relatif jarang, antara lain hemolisis, agranulositosis, hepatitis, dan dermatitis ekfoiatif yang

    potensial mematikan. Pada penyakit lapromatosa, cukup banyak basil mati selama 10 hingga

    12 minggu pertama monoterapi dapson, membuat inokulasi di telapak kaki mencit negatif.Namun, pada bentuk penyakit ini basil nonviabel hilang dengan lambat dan dapat ditemukan

    pada jaringan selama 5 hingga 10 tahun. Disamping itu, sebagian basil viabel (yang bertahan)

    bisa hidup dalam jaringan selama beberapa tahun dan menyebabkan relaps bila terapi

    dihentikan.1,2,9

    Monoterapi dapson selama bertahun-tahun menyebabkan munculnya strain M. leprae

    yang resisten terhadap dapson. Resistensi sekunder timbul dalam 2 hingga 30 persen pasien

    lepramatosa yang mendapat monoterapi dapson. Resistensi ini terjadi sebagai relaps

    bakteriologik dan klinis setelah beberapa tahun terapi teratur yang tampaknya berhasil.

    Resistensi dapson primer pada pasien yang sebelumnya tidak diobati menjadi penyulit terapi

    empiris pada berbagai bagian dunia tetapi tetap jarang (kurang dari 3 persen) di Amerika

    Serikat. Untuk mengatasi masalah ini, WHO pada taun 1982 menganjurkan penggunaan

    terapi multi obat untuk semua pasien lepra.

    Rifampin merupakan obat mikobaterisidal paling cepat yang diketahui untuk M. leprae.

    Viabilitas basil kulit turun sampai kadar yang tidak dapat dideteksi dalam 5 hari setelah

    pemberian dosis 1500 mg rifampin per oral. Dosis yang lazim adalah 600mg/hari. Harga

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    23/27

    23 | P a g e

    rifampin yang tinggi menjadi hambatan penggunaannya di negara berkembang dan

    menjadikan regimen pemberiannya dengan dosis 600 atau 900 mg sebulan. Banyak ahli epra

    lebih menyukai mengobati dengan rifampin setiap hari atau dua kali seminggu bila harga

    bukanla yang terpenting. Telah dilaporkan adanya M. leprae resisten-rifampin (jarang).

    Rifampin belum diakui untuk pengobatan lepra intermiten oleh Foo and Drug Administretion

    (FDA).

    Klofazimin merupakan senyawa turunan zat warna fenazin. Klofazimin sangat liofilik

    dan berkumpul dikulit, saluran makanan dan makrofag serta monosit. Klofazimin biasanya

    diberikan dengan dosis 50 hingga 200 mg/hari dan memiliki waktu paruh lebih dari 70 hari.

    Toksisitas utamanya terbatas pada kulit dan saluran makanan . pigmentasi kulit yang

    kemeraha, yang sering disertai dengan ikitosis, sangat menggangu banyak pasien yang

    berkulit terang dan menyebabkan penampilan kurang baik. Toksisitas intestinal juga

    tergantung dosis dan bermanisfestasi sebagai diare dan nyeri perut kram. Klofazimin tidak

    aman untuk digunakan selama kehamilan.1,2,9

    Amitiozon adalah obat turunan tuosemikarbazon lebih efektif pada lepra jenis

    tuberkuloid dibandingkan dengan jenis lepromatosis. Resistensi pada obat ini sangat cepat

    yaitu dalam 3 tahun pasien sudah mengalami resisten terhadap obat ini, karena itulah obat ini

    dianjurkan untuk pasien yang tidak dapat menerima dapson. Efek sampingnya adalah

    anoreksia, mual, dan muntah serta anemia karena terjadi depresi sumsum tulang terlihat pada

    sebagian besar pasien. Ruam kulit dan albuminuria tidak jarang pula terlihat. Kejadian ikterus

    cukup tinggi dan gejala obat ini menandakan obat bersifat hepatotoksik tetapi sifatnya

    reversibel. Dosis awal ialah 50 mg setiap hari selama 1-2 minggu, kemudian dosis dinaikan

    perlahan-lahan sampai mencapai 200 mg.9

    Terdapat beberapa obat lama yang telah digunakan dalam situasi klinis waaupun

    kemampuanya terbatas dalam mengobati M. leprae yaitu etionaamid, protionamid,

    tiambutosin dan amitiozon. Seluruh obat tersebut terbukti toksik dan tidak stupun yang

    disetujui penggunanya oleh Food an Drug Administration (FDA) perkembangan yang

    menarik dan sangat penting beberapa tahun terakhir ini adalah identifikasi beberapa

    antimikroba baru dengan aktivitas yang mengesankan terhadap M. leprae. Obat yang paling

    menjajikan harapan adalah minosiklin, oflosiklin dan klaritromisin. Asam fusidat,

    ampisilin/asam kavulanat, dan bodrimoprim juga memperlihatkan aktivitas terhadap M.

    leprae in vitro atau pada mencit. Uji kliinis terhadap banyak obat-obatan baru ini sekarang

    sedang dilakukan, tetapi semuanya sebaiknya dianggap dalam tahap investigasional, dan

    tidak satupun yang digunakan untuk pengobatan lepra yang diakui atau diizinkan oleh FDA.

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    24/27

    24 | P a g e

    1,2,9

    Terapi untuk penyakit multibasiler sebaiknya terdiri dari tiga obat, biasanya dapson,

    rifampin dan klofazimin. Bila oraganisme diketahui peka terhadap dapson, kombinasi dapson

    dan rifampin mungkin memadai untuk kasus borderline dan lepramatosa borderline. Namun

    adanya kemungkinan terjadinya resistensi dapson sekunder membuat perlunya tambahan obat

    ketiga pada pengobatan peyakit eproamtosa. Pengukuran respon terhadap terapi secara

    objektif, antara lain biopsi dan goresan kulit, harus dipantau dan morfologis tidak ada lagi

    dan infiltrat sel peradangan telah menyembuh. Lama terapi yang optimal tidak diketahui,

    tetapi dianjurkan minimal 2 tahun. Terapi yang tidak terbatas mungkin diperlukanpada

    beberapa kasus penyakit lepromatosa.1,2,9

    Regimen terapi terdiri dari dua obat, biasanya dapson dan rifampin, memadai untuk

    lepra pausibasiler. WHO menganjurkan pemberian terapi 6 bulan dan melaporkan angka

    kegagalan tahunan setelah terapi selesai hanya 0,1 persen. Praktik standar di Amerika Serikat

    adalah untuk mengobati dengan dapson dan rifampin selama 6 hingga 12 bulan pertama

    (tergantung dari respons klins), yang diikuti dengan dapson saja untuk menyelesaikan total 24

    bulan terapi.

    Bukti perbaikan klinis harus terlihat dalam bulan kedua atau ketiga pengobatan.

    Respon klinis terhadap terapi bisa diklirukan dengan status reaksional yang sedang

    berlangsung, tetapi penyakit berhenti berkembang dengan lesi kulit perlahan-lahan membaik.

    Pemulihan dari cacat neurologik terbatas.1,2,9

    Terapi reaksional. Eritema nodosum leprosum ringan ditangani dengan antipiretik dan

    analgesik. Kasus yang berat bisa cepat dikendalikan dengan prednison dosis tinggi (60 hingga

    120 mg/hari). Terapi antimikroba harus diteruskan, karena terapi glukokortikoid oleh hati,

    membuat pemberiannya dalam dosis yang lebih besar untuk mencapai efek terapeutik

    tertentu. Talidomid merukanan obat yang paling efektif untuk eritema nodosum leprosum.

    Dosis awa lazim adalah 200 mg dua kali sehari, yang bisa diturunkan perlahan-lahan sampai

    dosis pemeliharaan 50 hingga 100 mg/hari pada pasien dengan ENL kronik. Talidomid amat

    dikontraindikasikan pada perempuan yang dalam usia reproduksi karena efek teragenik,

    tetapi dibuktikan relatif tidak ada efek samping yang berati pada pasien lepra lainya. Obat ini

    belum dianjurkan oleh FDA, tetapi tersedia di Pusat Penyakit Hansen, Carvile, Louisiana,

    sebagai pusat penelitian. Klofazimin memiliki sifat anti peradangan maupun aktivitas

    antimikroba dan dapat digunakan untuk pengobatan eritema nodosum leprosum kronik tetapi

    memerlukan sedikitnya 3 hingga 4 minggu untuk mencapai kadar yang efektif, yang

    membuat sedikit kegunaannya pada serangan akut. Obat anti peradangan lainnya, antara lain

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    25/27

    25 | P a g e

    klorokuin, siklosporin dan obat sitotoksik, telah digunakan pada kasus sulit secara umum,

    keadaan yang tidak biasa ini harus ditangani dengan konsultasi pada individu ahli lepra.1,2

    Reaksi yang merugikan seringkai akut dan dapat menyebabkan kerusakan neurologi

    yang cepat dan tidak reversibe, glukokortikoid diindikasikan untuk reaksi merugikan yang

    berat. Klfazimin digunakan juga pada keadaan kronik, tetapi umumnya perlu melanjutkan

    glukokortikoid juga. Reaksi yang merugikan tidak merespon terhapad talidomid.

    Tindakan lainnya. banyak deformitas dan kecacatan akibat lepra dapat dicegah. Tukak

    plantar, yang sangat sering terjadi, bisa dicegah dengan alas kaki yang bersol keras atau

    pembalut gips untuk berjalan, dan kontraktur tangan dapat dicegah dengan terapi fisis dan

    pemasangan gips. Bedah rekonstruksi kadang-kadang berguna. Transplantasi saraf dan tenson

    serta pelepasan kontraktur bisa lebih mengembalikan kemampuan fungsional pasien. peatihan

    kejuruan seringkali perlu untuk pasien dengan kecacatan permanen. Bedah plastik untuk

    deformitas wajah membantu penerimaan pasien dalam masyarakat. Trauma psikologis yang

    disebabkan pemisahan yang lama sekarang diminimalkan dengan terapi rumah yang

    sebenarnya meliputi semua kasus.1,2

    Pencegahan

    Bentuk penemuan kasus (case finding) dan kemoterapi merupakan dasar pengendalian

    yang ada sekarang. Derajat infeksi dapat dengan cepat ditekan dengan kemoterapi, yang

    membuat deteksi dini pada kasus merupakanhal yang penting. Di daerah endemik, hal ini

    berarti membentuk klinik setempat atau tim safari. Keluarga dan individu yang berhubungan

    erat perlu diperiksa secara teratur terhadap lepra. Keuntungan pengobatan multiobat jangka

    pendek (6 hingga 24 bulan) adalah pasien dapat dinyatakan bebas penyakit lebih awal

    daripada dengan monoterapi dapson. Hal ini memungkinkan pekerja kasus lepra

    mencurahkan lebih banyak usaha secara sebanding antara skrining kontak dan detaksi kasus.

    Di Amerika Serikat, para penderita dapat dipilih oleh Pelayanan Kesehatan Masyarakat untuk

    mendapatkan pengobatan dan klinik khusus ditempatkan di beberapa kota besar. Risiko

    penularan sangat rendah, bahkan pada pasien yang tidak diobati, dan tidak diperlukan

    tindakan pencegahan pengendalian infeksi yang tidak lazim bia pasien masuk rumah sakit.

    Kemoprofilaksis dengan dapson dosis rendah bisa efektif, tetapi skrining kontak dengan

    pemeriksaan fisis setiap tahun merupakan tindakan terpilih untuk terapi empiris pada

    sebagian besar keadaan. Uji vaksin dengan basil Calmette-Guerin pada daerah endemik

    memberikan hasil yang bertentangan, dan terutama, efisiensi sedang. Sedikitnya empat

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    26/27

    26 | P a g e

    vaksin percobaan baru belakangan ini sedang dalam lapangan uji di India dan Amerika

    Selatan.1,2

    Prognosis

    Dengan adanya obat-obatan kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih

    singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada ulkus dan kontraktur kronik,

    prognosis kurang baik.2,3

    Komplikasi

    Didunia, lepra mungkin merupakan penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma dan

    infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari-jemari ataupun ekstremitas bagian

    distal, juga sering terjadi kebutaan.

    Fenomena Lucio, yang ditandai oleh atritis, terbatas pada pasien penyakit lepramatosa

    difus, infiltratif, dan non-noduler. Kasus klinis yang berat menyerupai bentuk lain vaskulitis

    nekrotikans dan menyebabkan tingginya angka mortalitas.

    Amiloidosis sekunder merupakan penyakit pada penyakit lepramatosa berat, terutama padaeritema nodosum leprosum kronik.

    Lepra dan infeksi virus imunodefisiensi manusia (human immunodeficiency virus)

    amatilah mengejutkan, dengan adanya pengalaman dengan penyakit mikrobakterium lain dan

    respon imun yang rumit terhadap M. leprae, infeksi HIV yang menyertai tampaknya hanya

    memiliki sedikit pengaruh pada manifestasi klinis atau perjalan alamiah penyakit lepra.

    Laporan yang bersifat anekdot mengesankan bahwa angka kekambuhan setelah selesainya

    terapi yang terifeksi HIV, dan pasien positif HIV dengan lepra dini atau subklinis bisa

    kemungkinan lebih besar untuk mengalami penyakit yang nyata. Bila terjadi bersamaan, lepra

    juga bisa mempercepat perjalanan penyakit HIV.1,2

  • 5/25/2018 [MORBUS HANSEN]_ Silvia Witarsih 102012520

    27/27

    27 | P a g e

    Penutup

    Bapak usia 40 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berupa bercak putih pada

    lengna kiri sejak 1 bulan. Tidak ada rasa gatal. Pada pemeriksaan dermatologis : makula

    hipopigmentasi (+) dan anestesi (+), didiagnosa menderita Morbus Hansen (lepra/kusta).

    Morbus hansen (Lepra atau kusta) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang

    menyebabkan munculnya efloresensi pada kulit disertai dengan gangguan pada saraf-saraf

    tepi. Pengobatan yang adekuat serta deteksi dini dapat mencegah prognosis yang buruk yang

    timbul dari komplikasi penyakit kusta itu sendiri.

    Daftar Pustaka

    1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta:FKUI; 2011.h.73-88.1

    2. Ahmad H, Asdie. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed ke-13. Jakarta:EGC; 2002.h.133.799-808, 963-74,1060-3.2

    3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam . Edisi V.Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.25-76. 2871-80.3

    4. Houghton RA, Gray D, editor. Chamberlains gejala dan tanda dalam kedokteranklinis. Ed ke-13. Jakarta:PT Indeks; 2010.h.3-45, 362-86.4

    5. Siregar RS. Kusta (lepra). Dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-2.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2004.h.154-58.5

    6. Wolf K, Johnson RA. Leprosi. In Fritz Patricks Color Atlas and Sypnosis of ClinicalDermatology. 6thed. USA : The McGraw-Hill Companies ; 2009.p.665-71.6

    7. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Mikosis superfisial. Dalam Buku AjarParasitologi Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia ; 2011.h.311-26.7

    8. Pityriasis versicolor. Diunduh dariwww.webmd.com,20 April 2013.89. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Edisi V. Jakarta:

    FKUI; 2011.h.633-5.

    http://www.webmd.com/http://www.webmd.com/