kusta (morbus hansen)

42
RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN Penyaji: Budhi Prasetia , S Ked NIM : 2006.04.0.0013 I. IDENTITAS PENDERITA Nama : Tn. K Umur : 30 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jojoran IV/2 Surabaya Pekerjaan : TNI AL Agama : Islam Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia Tanggal pemeriksaan : 22 Maret 2012 II. ANAMNESA 1. Keluhan Utama : Mati rasa pada lengan atas kanan, lengan bawah kiri, daerah telunjuk tangan kanan, daerah wajah, daerah dada, dan daerah punggung, serta kaku pada telunjuk tangan kanannya. 1

Upload: adrian-aries-hendrawan

Post on 11-Aug-2015

231 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

kusta (morbus hansen)

TRANSCRIPT

Page 1: kusta (morbus hansen)

RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Penyaji: Budhi Prasetia , S Ked

NIM : 2006.04.0.0013

I. IDENTITAS PENDERITA

• Nama : Tn. K

• Umur : 30 tahun

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Alamat : Jojoran IV/2 Surabaya

• Pekerjaan : TNI AL

• Agama : Islam

• Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia

• Tanggal pemeriksaan : 22 Maret 2012

II. ANAMNESA

1. Keluhan Utama :

Mati rasa pada lengan atas kanan, lengan bawah kiri, daerah

telunjuk tangan kanan, daerah wajah, daerah dada, dan daerah

punggung, serta kaku pada telunjuk tangan kanannya.

2. Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesa)

Pasien datang dengan keluhan kaku pada tangan kanan tepatnya

pada jari telunjuk. Kaku dirasakan sejak satu tahun yang lalu. Pada

awalnya pasien merasa cekot-cekot seperti rasa panas,kemudian diikuti

rasa nyeri. Nyeri terasa saat jari tangan digerakkan, lalu mulai kaku dan

sekarang juga disertai mati rasa. Selain di tangan kanannya, keluhan

cekot-cekot seperti rasa panas, kemudian diikuti rasa nyeri dan menjadi

1

Page 2: kusta (morbus hansen)

mati rasa, juga dirasakan di daerah lengan atas kanan, lengan bawah

kiri, daerah wajah, daerah dada, dan daerah punggung. Penderita datang

untuk kontrol mengenai penyakitnnya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

• Tujuh tahun yang lalu timbul bercak merah di lengan bawah tangan

kiri. Bercak merah tersebut dirasakan gatal selama semalaman.

Penderita menganggap gatal tersebut hanya gatal biasa, sehingga tidak

diperiksakan ke dokter. Lama-kelamaan gatal pada bercak merah

tersebut menjadi bertambah besar, dan terasa cekot-cekot seperti rasa

panas/ terbakar, dan lama kelamaan menjadi mati rasa, sehingga

penderita tidak merasakan apapun ketika daerah pada bercak merah

tesebut terkena rokok temannya.

• Selain bercak di lengan bawah tangan kiri, timbul bercak serupa di

daerah dada, punggung, dan di daerah lengan atas kiri serta jari telunjuk

tangan kiri.

• Satu tahun yang lalu penderita merasakan bercak merah yang banyak

dan terasa tebal sehingga bila digosok hingga keluar darah pun,

penderita tidak merasakan apapun. Sehingga penderita memeriksakan

dirinya ke Poli Kulit-Kelamin RSAL Dr. Ramelan Surabaya dan

didiagnosa Kusta.

• Selama ini, penderita rutin menjalani pengobatan untuk penyakit kusta

yang di derita. Tetapi sempat penderita tidak meminum obat selama 1

bulan. Saat ini bercak merah sedikit berkurang dan di beberapa tempat

masih mengalami mati rasa.

• Riwayat Hipertensi disangkal

• Riwayat Diabetes Melitus disangkal

• Riwayat alergi disangkal

• Riwayat kontak dengan pasien TB disangkal

2

Page 3: kusta (morbus hansen)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga / kerabat dengan keluhan yang sama disangkal

Riwayat alergi makanan, obat – obatan disangkal

Riwayat diabetes mellitus disangkal

Kontak dengan pasien TB disangkal

5. Anamnesis Sosial dan Lingkungan

Penderita tinggal di rumah dengan istri dan anaknya

Lingkungan sekitar penderita tidak ada yang sakit seperti ini.

Penderita rajin mandi, dan rajin berganti pakaian.

Sebelum tinggal di rumah, penderita tinggal di asrama dengan rekan

kerjanya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 4 – 5 – 6

Status gizi : Kesan Cukup

Tekanan darah : Tidak diukur

Nadi : 79 x / menit

RR : 20 x / menit

Kepala / leher : Dalam Batas Normal

Thorax : Dalam Batas Normal

Abdomen : Dalam Batas Normal

Ekstremitas : Dalam Batas Normal

Status Dermatologi

3

Page 4: kusta (morbus hansen)

Status lokalis : Regio Facialis

Regio :Facialis dextra et sinistra

Distribusi : Tersebar Asimestris

Efloresensi: Plaque eritematous, batas tegas, permukaan kasar, tidak

tertutup skuama, 7 buah dengan ukuran bervariasi antara 2-6 cm.

Hipoesthesi (+), Madarosis (-), Saddle Nose (-), Pembesaran n.

Auricularis magnus sinistra (+)

Status Lokalis : Regio Thoracalis Anterior

4

Page 5: kusta (morbus hansen)

Regio : Thoracalis Anterior

Distribusi : Tersebar Asimestris

Efloresensi: plaque eritematus, batas jelas, tepi datar, permukaan kasar,

tidak tertutup skuama, 4 buah di thorax anterior dengan ukuran bervariasi

antara 2-5 cm, hipoesthesi (+), punched out lesion (+).

Status Lokalis : Regio Thoracalis Posterior

Regio : Thoracalis Posterior

5

Page 6: kusta (morbus hansen)

Distribusi : Tersebar Asimestris

Efloresensi: plaque eritematous, batas jelas, tepi datar, permukaan kasar,

tidak tertutup skuama, 5 buah di thorax posterior, anestesi (+), Ukuran

bervariasi antara 3-6 cm, anestesi (+)

Status Lokalis : Regio Brachii Dextra

Regio : Brachii Dextra

Distribusi : Tersebar Asimestris

Efloresensi: Makula Eritematous tepi datar, batas jelas, permukaan

kasar (kusam), tidak terdapat skuama, satu buah ukuran 4 cm, hipoesthesi(+),

pembesaran n. ulnaris dextra (-)

Status Lokalis : Regio AnteBrachii Sinistra

6

Page 7: kusta (morbus hansen)

Regio : Antebrachii Sinistra

Distribusi : Tersebar Asimestris

Efloresensi: Makula eritematous, tepi datar, batas jelas, permukaan

kasar (kusam), tidak terdapat skuama, satu buah ukuran 10 cm, anestesi (+),

pembesaran n. ulnaris sinistra (-)

Status Lokalis : Regio Manus Dextra

Regio : Manus Dextra

Distribusi : Tersebar Asimestris

Efloresensi: plaque eritematous, batas tidak jelas, tepi datar, permukaan

kasar, tidak tertutup skuama, hipoesthesi (+), claw hand (-), Atrofi otot (-).

7

Page 8: kusta (morbus hansen)

IV. RESUME

Anamnesa

Pasien datang dengan keluhan kaku pada tangan kanan tepatnya

pada jari telunjuk sejak satu tahun yang lalu. Awalnya pasien

merasa cekot-cekot seperti rasa panas,kemudian diikuti rasa nyeri.

Nyeri terasa saat jari tangan digerakkan, lalu mulai kaku dan

sekarang juga disertai mati rasa. Selain di tangan kanannya,

keluhan cekot-cekot seperti rasa panas, kemudian diikuti rasa nyeri

dan menjadi mati rasa, juga dirasakan di daerah lengan atas kanan,

lengan bawah kiri, daerah wajah, daerah dada, dan daerah

punggung.

Tujuh tahun yang lalu timbul bercak merah di lengan bawah tangan

kiri. Bercak merah tersebut dirasakan gatal selama semalaman.

Penderita menganggap gatal tersebut hanya gatal biasa, sehingga

tidak diperiksakan ke dokter. Lama-kelamaan gatal pada bercak

merah tersebut menjadi bertambah besar, dan terasa cekot-cekot

seperti rasa panas/ terbakar, dan lama kelamaan menjadi mati rasa,

sehingga penderita tidak merasakan apapun ketika daerah pada

bercak merah tesebut terkena rokok temannya.

Selain bercak di lengan bawah tangan kiri, timbul bercak serupa di

daerah dada, punggung, dan di daerah lengan atas kiri serta jari

telunjuk tangan kiri.

Satu tahun yang lalu penderita merasakan bercak merah yang

banyak dan terasa tebal sehingga bila digosok hingga keluar darah

pun, penderita tidak merasakan apapun. Sehingga penderita

memeriksakan dirinya dan didiagnosa Kusta.

Penderita didiagnosa kusta setahun yang lalu dan selalu rutin

minum obat, tetapi sempat satu bulan tidak meminum obat. Bercak

8

Page 9: kusta (morbus hansen)

merah yang sudah mulai berkurang tetapi penderita masih

merasakan tebal di daerah bercak tersebut.

Status Generalis:

• Dalam batas normal

Status Dermatologis:

• Regio Facialis :

Plaque eritematous, batas tegas, permukaan kasar, tidak tertutup

skuama, 7 buah dengan ukuran bervariasi antara 2-6 cm. Hipoesthesi

(+), Pembesaran n. Auricularis magnus sinistra (+)

• Regio Thoracalis Anterior :

Plaque eritematus, batas jelas, tepi datar, permukaan kasar, tidak

tertutup skuama, 4 buah di thorax anterior dengan ukuran bervariasi

antara 2-5 cm, hipoesthesi (+),punched out lesion (+).

• Regio Thoracalis Posterior :

Plaque eritematous, batas jelas, tepi datar, permukaan kasar, tidak

tertutup skuama, 5 buah di thorax posterior, anestesi (+), Ukuran

bervariasi antara 3-6 cm, anestesi (+)

• Regio Brachii Dextra:

Makula Eritematous tepi datar, batas jelas, permukaan kasar (kusam),

tidak terdapat skuama, satu buah ukuran 4 cm, hipoesthesi(+)

• Regio Antebrachii Sinistra:

Makula eritematous, tepi datar, batas jelas, permukaan kasar (kusam),

tidak terdapat skuama, satu buah ukuran 10 cm, anestesi (+)

• Regio Manus Dextra :

9

Page 10: kusta (morbus hansen)

plaque eritematous, batas tidak jelas, tepi datar, permukaan kasar, tidak

tertutup skuama, hipoesthesi (+), claw hand (-), Atrofi otot (-).

Pemeriksaan Penunjang

Tes Sensibilitas

Tes Facialis Thorax

Anterior

Thorax

Posterior

Brachii

Dextra

Antebrachii

Sinistra

Manus

Dextra

Raba - - - - - -

Nyeri + + - - - +

Panas + + - - - +

Dingin Tde Tde Tde Tde Tde Tde

V. DIAGNOSA KERJA

Morbus Hansen (tipe Multi Basilar- Mid Borderline)

VI. DIAGNOSA BANDING

• MH tipe Pausi Baciller

VII. PLANNING

DIAGNOSIS

Mikroskopis :

-Pewarnaan Ziehl Neelsen (BTA)

TERAPI

* Non medikamentosa :

Selalu memakai alas kaki/perlindungan

Memakai sarung tangan saat bekerja

Minum obat secara teratur.

Kontrol tiap bulan atau bila ada keluhan lain.

10

Page 11: kusta (morbus hansen)

Hindari kontak dengan orang lain

Keluarga harus menjaga kekebalan tubuh mereka

* Medikamentosa :

MDT MB 12-18 bulan

• Hari pertama: Rifampisin 2x300 mg, Dapson 1x100 mg,

Klofazimin 1x 300 mg.

• Hari kedua sampai ke- 28 hari : Dapson 1 x 100 mg/hari,

Klofazimin 1x 50 mg/hari

• Vit B1 3x100 mg

• Sulfas Ferosus 2x1

MONITORING

Efek samping obat

Komplikasi yang dapat timbul

VIII. PROGNOSIS

Dubia Ad Bonam

11

Page 12: kusta (morbus hansen)

TINJAUAN PUSTAKA

MORBUS HANSEN/ KUSTA/ LEPRA

I. DEFINISI

Penyakit Morbus Hansen/ Kusta/ Lepra adalah penyakit

menular yang menahun/kronis dan disebabkan oleh kuman

kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi,

kemudian dapat menyerang kulit dan jaringan tubuh lainnya

(mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem

reticuloendotelial, mata, otot, tulang, testis) kecuali susunan

saraf pusat.

II. ETIOLOGI

Mycobacterium Leprae merupakan kuman penyebab dari

kusta/ lepra. Kuman ini merupakan bakteri gram positif yang

bersifat obligat intraseluler dengan ukuran 3-8 µm x 0,2-0,5 µm,

bersifat tahan asam dan alkohol, yang ditemukan oleh G.A.

Hansen. Biasanya hidup berkelompok namun ada juga yang

tersebar satu-satu. Kuman ini hidup dalam sel terutama

jaringan bersuhu dingin dibawah suhu tubuh yang normal

sehingga tidak dapat dikultur dalam media buatan. Masa

membelah diri Mycrobacterium leprae memerlukan waktu

yang cukup lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-

21 hari. Sehingga masa tunasnya antara 40 hari sampai dengan

40 tahun, dengan rata-rata 2-5 tahun. Penyakit kusta dapat

ditularkan dari penderita kusta Multibasiler (MB) kepada

orang lain dengan cara penularan langsung, melalui saluran

pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung dengan

12

Page 13: kusta (morbus hansen)

penderita yang lama dan erat). Kuman tersebut dapat

ditemukan di folikel rambut, kelenjar keringat,septum dan air

susu ibu.

Gambar 1. Gambar Mycobacterium Leprae

III. EPIDEMILOGI

Kusta merupakan penyakit yang tersebar di seluruh dunia.

Di Indonesia banyak terdapat di daerah Maluku, Sulawesi,

Irian, Jatim, Kalbar, Kalsel, Kaltim. Sedangkan di Jawa Timur

sendiri banyak terdapat di daerah Tapal kuda seperti

banyuwangi, Situbondo, Pasuruan, Surabaya, Gresik,

Lamongan, Tuban, Madura. Kusta biasanya banyak terdapat di

daerah dengan sosial ekonomi yang rendah. Pada awal tahun

1997 tercatat kurang lebih 890.000 penderita dan di Indonesia

sendiri tercatat 31.699 penderita. Meskipun jumlah kasus kusta

di seluruh dunia dalam 12 tahun terakhir telah menurun, tetapi

penyakit ini masih merupakan penyakit yang wajib diberantas

mengingat komplikasi yang berat pada akhirnya.

IV. PATOGENESIS

Mekanisme penularan penyakit Morbus Hansen diawali

dari kuman Mycobacterium Leprae. Kuman ini biasanya

berkelompok dan hidup dalam sel serta mempunyai sifat

tahan asam (BTA). Kuman Morbus Hansen ini pertama kali

13

Page 14: kusta (morbus hansen)

menyerang saraf tepi, yang selanjutnya dapat menyerang kulit,

mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem

retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis kecuali

susunan saraf pusat. Mekanisme penularan yang tepat belum

diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti

adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti

bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M.

leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut

berperan. Kerusakan saraf pada pasien Morbus Hansen

diakibatkan M. leprae yang memiliki bagian G domain of

ekstrasellular matriks protein laminin 2 yang akan berikatan

dengan sel schwaan melalui reseptor dystroglikan lalu akan

mengaktifkan MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas

II setelah itu mengaktifkan CD4+. CD4+ akan mengaktifkan

Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2 akan mengaktifkan

makrofag. Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem

imunitas seluler sehingg makrofag gagal memakan M. Leprae

akibat adanya fenolat glikolipid I yang melindungi di dalam

makrofag. Ketidakmampuan makrofag akan mengakibatkan

kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas dan hal ini akan

merangsang makrofag bekerja terus-menerus untuk

menghasilkan sitokin dan GF (Growth Factor) yang lebih

banyak lagi. Sitokin dan GF tidak mengenal bagian self atau

nonself sehingga akan merusak saraf dan saraf yang rusak

akan diganti dengan jaringan fibrous sehingga terjadilah

penebalan saraf tepi.

Pada kusta tipe TT kemmpuan fungsi sistem imunitas

seluler tinggi, sehingga makrofag sanggup menghancurkan

kuman. Tetapi setelah semua kuman di fagositosis, makrofag

14

Page 15: kusta (morbus hansen)

akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif

dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia langhans.

Bila infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi yang

berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan

saraf dan jaringan di sekitarnya.

Sel Schwann merupakan APC non professional. Akibatnya

akan mengalami gangguan fungsi saraf tepi seperti sensorik,

motorik dan otonom. Serangan terhadap fungsi sensorik akan

menyebabkan terjadinya luka pada tangan atau kaki, yang

selanjutnya akan mati rasa (anestesi). Kerusakan fungsi

motorik akan mengakibatkan lemah atau lumpuhnya otot kaki

atau tangan, jari-jari tangan atau kaki menjadi bengkok.

Rusaknya fungsi otonom berakibat terjadinya gangguan pada

kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi

darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras, dan

pecah-pecah yang pada akhirnya akan membuat si penderita

cacat seumur hidup. Kelainan juga terjadi pada kulit, dalam

hal ini dapat berupa hipopigmentasi, bercak-bercak merah,

infiltrat (penebalan kulit) dan nodul (benjolan). Infiltrasi

granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas jaringan

keringat, kelenjar palit, dan folikel rambut dapat

mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Penyakit ini dapat

menimbulkan ginekomasti akibat gangguan keseimbangan

hormonal dan oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus

seminiferus testis. Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi

impoten dan mandul, karena infeksi ini dapat menurunkan

kadar testosterone dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh

testis. Pada kornea mata akan terjadi kelumpuhan pada otot

mata mengakibatkan kurang atau hilangnya reflek kedip,

15

Page 16: kusta (morbus hansen)

sehingga mata akan mudah kemasukan kotoran dan benda-

benda asing yang dapat menimbulkan kebutaan. Kerusakan

mata pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer

mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga

dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan

oleh rusaknya N.fasialis yang dapat membuat paralisis

N.orbicularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya,

mengakibatkan lagophtalmus yang selanjutnya menyebabkan

kerusakan bagian-bagian mata lainnya. Secara sendirian atau

bersama-sama akan menyebabkan kebutaan.

V. KLASIFIKASI

Pedoman utama menentukan klasifikasi kusta menurut WHO

adalah sebagai berikut:

Tanda Utama PB MB1. Bercak kusta

( macula datar, papul meinggi, infiltrat, plak eritem, nodus)

Jumlah 1 s/d 5Hipopigmentasi/

eritemadistribusi tidak

simetris

Jumlah >5

2. Penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi

Hanya satu saraf Lebih dari satu saraf

3. Sediaan apusan BTA negative BTA positif

16

Page 17: kusta (morbus hansen)

Tanda lain yang bisa dipertimbangkan pada penentuan klasifikasi

kusta adalah sebagai berikut:

Kelainan kulit & hasil pemeriksaan

PB MB

1.Makula mati rasa

a. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil

b.Distribusi Unilateral atau bilateral asimetris

Bilateral simetris

c. Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkilat

d.Batas Tegas Kurang tegas

e. Kehilangan rasa pada bercak

Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas jika ada terjadi pada yang sudah lanjut

f. Kehilangan kemampuan berkeringat, rambut rontok pada bercak

Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas, jika ada terjadi yang sudah lanjut

2. Infitrat

a. Kulit Tidak ada Ada, kadang tidak ada

b.Membrana mukosa (hidung tersumbat, hidung berdarah)

Tidak ada Ada, kadang tidak ada

3.Ciri-ciri Central healing - Punched out lesion

- Madarosis

- Ginekomasti

- Hidung pelana

- Suara sengau

4.Nodulus Tidak ada Kadang ada

5.Deformitas Dini Simetris, lambat

17

Page 18: kusta (morbus hansen)

Ridley dan Jopling membagi penyakit kusta menjadi berbagai

tipe atau bentuk, yaitu:

1. Tipe Tuberkuloid (TT)

Lesi ini mengenai baik kulit maupun syaraf, jumlah lesi bisa

satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plakat yang

berbatas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang

regresi atau central healing. Permukaan lesi dapat bersisik

dengan tepi yang meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran

psoriasis. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya

teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal. Tidak adanya

kuman merupakan tanda terdapatnya respon imun pejamu yang

adekuat terhadap kuman kusta.

2. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT)

Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula

atau plakat yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah

lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi,

kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe TT. Adanya

gangguan saraf tidak seberat tipe TT dan biasanya asimetris.

Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang

menebal.

3. Tipe Mid Borderline (BB)

Merupakan tipe yang paling tidak stabil, disebut juga sebagai

bentuk dismorfik dan jarang dijumpai. Lesi sangat bervariasi,

dapat berbentuk makula infiltratif, permukaan lesi dapat

mengkilap dan batas lesi kurang jelas. Ciri khasnya adalah lesi

punched out, yaitu, suatu lesi hipopigmentasi dengan bagian

tengah oval dan berbatas jelas.

18

Page 19: kusta (morbus hansen)

4. Tipe Borderline Lepromatosus (BL)

Secara klasik lesi dimulai dengan makula, awalnya sedikit dan

dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Walaupun masih

kecil, papul dan nodul lebih tegas dengan distribusi lesi yang

hampir simetris dan beberapa nodul nampaknya melekuk pada

bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan

infiltrasi di pinggir dan beberapa tampak seperti punched out.

Tanda-tanda kerusakan saraf lebih cepat muncul dibandingkan

dengan tipe LL.

5. Tipe Lepromatous Leprosy (LL)

Jumlah lesi pada tipe ini sangat banyak, simetris, permukaan

halus, lebih eritematus, berkilap, berbatas tidak tegas, dan pada

stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis. Distribusi

lesi khas, yakni di daerah wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu,

cuping telinga; sedangkan di badan mengenai bagian badan

yang dingin, seperti lengan, punggung tangan, dan ekstensor

tungkai. Pada stadium lanjut, tampak penebalan kulit yang

progresif, cuping telinga menebal, facies leonina, madarosis,

iritis, keratitis, deformitas pada hidung, pembesaran kelenjar

limfe, dan orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis.

Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking and

glove anesthesia dan pada stadium lanjut serabut-serabut saraf

perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang

menyebabkan anastesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis,

bakterioskopis, dan histopatologis. Namun diagnosis secara

19

Page 20: kusta (morbus hansen)

klinislah yang terpenting dan sederhana. Tidak cukup hanya sampai

diagnosis saja, tetapi perlu ditentukan tipenya, sebab penting untuk

terapinya. Diagnosis kusta ditegakkan bila ada 1 atau lebih Tanda

Cardinal, yaitu:

1. Bercak kulit yang mati rasa

Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula)

atau meninggi ( Plak ). Mati rasa pada bercak bersifat total

atau sebagian saja terhadap rasa raba, suhu, nyeri. Dapat

juga terjadi achromi, atrophi, anhidrosis.

Gambar 2. Ruam erytromatous

2. Penebalan saraf tepi dengan gangguan saraf,

Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa

gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu:

a. Gangguan fungsi sensoris : mati rasa

b. Gangguan fungsi motoris : paralisis/ paresis

c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak,

edema, pertumbuhan rambut yang terganggu.

3. Ditemukan kuman M. Leprae ( BTA) pada hapusan kulit

cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif.

Bila tidak atau belum ditemukan tanda-tanda cardinal maka kita

hanya dapat mengatakan tersangka kusta, dan penderita perlu diamati

dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat

ditegakkan atau disingkirkan.

20

Page 21: kusta (morbus hansen)

Deformitas pada kusta dapat dibagi menjadi deformitas primer

dan sekunder. Deformitas primer sebagai akibat langsung karena

granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae yang

mendesak dan merusak jaringan sekitar, yaitu kulit, mukosa tractus

respiratorius, tulang jari, wajah. Deformitas sekunder terjadi akibat

kerusakan saraf.

Gejala-gejala kerusakan saraf antara lain:

1. Nervus Ulnaris :

a. Anastesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari

manis

b. Clawing kelingking dan jari manis

c. Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot

lumbrikalis medial

2. Nervus Medianus :

a. Anastesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari,

telunjuk, dan jari tengah

b. Tidak mampu aduksi ibu jari

c. Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah

d. Ibu jari kontraktur

e. Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

3. Nervus Radialis

a. Anastesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari

telunjuk

b. Tangan gantung ( wrist drop)

c. Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

4. Nervus Polplitea lateralis

a. Anatesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum

pedis

b. Kaki gantung ( foot drop)

21

Page 22: kusta (morbus hansen)

5. Nervus Tibialis posterior

a. Anastesia telapak kaki

b. Claw toes

6. Nervus Facialis

a. Cabang temporal dan zigomatic menyebabkan

lagoftalmus

b. Cabang bukal, mandibular, dan servikal

menyebabakan kehilangan ekspresi wajah dan

kegagalan mengatupkan bibir

7. Nervus Trigeminus

a. Anastesia kulit wajah, kornea, dan konjungitva mata

Timbulnya penyakit kusta pada seseorang tidak mudah, hal

ini tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

1. Patogenesis kuman Mycobacterium leprae, kuman kusta

tersebut masih utuh bentuknya maka memiliki kemungkinan

penularan lebih besar daripada bentuk kuman yang telah

hancur akibat pengobatan.

2. Cara penularan, melalui kontak langsung dengan daerah

yang terdapat lesi basah, berganti-gantian baju, handuk,

melalui sekret serta udara.

3. Keadaan sosial ekonomi yang terbatas sehingga dalam

memenuhi kebutuhan hidup seperti makanan yang bergizi,

tempat tinggal yang kumuh.

4. Higiene dan sanitasi berhubungan dengan keadaan sosial

juga dimana orang-orang yang mengalami keadaan sosial

rendah tidak bisa memenuhi kebutuhan hygienenya seperti

membeli sabun, kebersihan air tidak terjamin akibat

22

Page 23: kusta (morbus hansen)

permukiman padat penduduk, ventilasi rumah yang tidak

bagus.

5. Daya tahan tubuh, imun tubuh juga mempengaruhi dalam

masuk dan berkembangnya virus M.Leprae.

VII. PENUNJANG DIAGNOSIS

A. Index Bacteriologis (IB)

Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam

sediaan hapus, IB digunakan untuk menentukan tipe kusta

dan mengevaluasi hasil pengobatan. Sediaaan dibuat dari

kerokan kulit atau mukosa hidung yang diwarnai dengan

pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan ZIEHL

NEELSEN. Bakterioskopik negative pada seorang penderita,

bukan berarti orang tersebut tidak mengandung M. leprae

Penilaian dilakukan menurut skala logaritma Ridley sebagai

berikut :

Index Bacteriologi

0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang

1+ Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang

2+ Bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang

3+ Bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

4+ Bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

5+ Bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

6+ Bila> 1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

23

Page 24: kusta (morbus hansen)

B . Indeks Morfologi (IM)

Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh

BTA. IM digunakan untuk mengetahui daya penularan

kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu

menentukan resistensi terhadap obat.

S seluruh BTA utuh (solid)

IM = ------------------------------------------- X 100%

S seluruh BTA yang diperiksa (solid+non-solid)

Lokasi

Pengambilan

Kepadatan Solid Non-Solid

1. Daun telinga

kiri

5+ 5 95

2. Daun telinga

kanan

4+ 6 94

3. Paha kiri 4+ 3 97

4. Bokong kanan 4+ 4 96

Jumlah 17+ 18 382

VIII. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah

menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat

serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta

terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk

menurunkan insidens penyakit. Prinsip pengobatannya antara

lain:

24

Page 25: kusta (morbus hansen)

1. Anti kusta MDT (multi drug terapy)

2. Atasi Penyulit

Reaksi Kusta. Ulkus dll

3. Terapi Supportif

Vit B1 . Anti anemia

4. Rehabilitasi Medis

5. Rehabilitasi Sosial / Psiko terapi

Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi

rifampisin, klofazimin dan DDs dimulai tahun 1981. Program

ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin

meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan

angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta

dalam jaringan. Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai

rekomendasi WHO (1995) sebagai berikut:

MDT PB

Dapson Rifampisin

Dewasa 100mg/hr 600mg/bln

Anak 50mg/hr 450mg/bln

Lama pengobatan 6 blister diminum selama 6-9 bulan

MDT MB

Dapson Rifampisin Klofazimin

Dewasa 100mg/hr 600mg/bln 300mg/bln dan

50mg/hr

Anak 50mg/hr 450mg/bln 150mg/bln dan 50

mg/2hr

Lama pengobatan 12 blister diminum selama 12-18 bulan

IX. REAKSI KUSTA

25

Page 26: kusta (morbus hansen)

Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalanan

penyakit kusta yang kronis yang merupakan suatu reaksi kekebalan

(SIS) atau reaksi antigen-antibodi (sistem hormonal) dengan akibat

yang merugikan penderita terutama pada syaraf-syaraf tepi yang

menyebabkan gangguan fungsi (cacat). Dalam klasifikasi yang

bermacam-macam itu, yang tampaknya paling banyak dianut akhir-

akhir ini yaitu :

1. Reaksi reversal atau reaksi upgrading = Reaksi Lepra non

nodular = Reaksi Tipe I = Tipe IV Reaksi hipersensitivitas tipe

lambat

Pada penderita tipe PB maupun MB

Kebanyakan terjadi 6 bulan pertama pengobatan

Akibat meningkatnya respon kekebalan seluler secara cepat

terhadap kuman kusta

Dapat berlangsung selama 6-12 minggu atau lebih

2. E.N.L = Erytema Nodusum Leprosum = Reaksi Lepra nodular =

Reaksi Tipe II = Tipe III

Pada penderita tipe MB

Merupakan reaksi humoral (kuman kusta yang utuh maupun

yang tidak utuh menjadi antigen)

Tubuh membentuk antibodi dan komplemen (antigen + antibodi

+ komplemen = immunokompleks)

Berlangsung selama 3 minggu atau lebih

Kadang-kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama

Tabel Perbedaan Reaksi Tipe I dan Reaksi tipe II:

26

Page 27: kusta (morbus hansen)

FAKTOR PENCETUS

1. setelah pengobatan antikusta yang intensif

2. stres fisik / psikis

3. Imunisasi

4. kehamilan, persalinan, menstruasi

5. infeksi, trauma, kurang gizi dll

PENATALAKSANAAN REAKSI KUSTA

1. Prinsip pengobatan reaksi ringan

Berobat jalan, istirahat dirumah

Pemberian analgetik / antipiretik, obat penenang bila perlu

Bila dianggap perlu dapat diberikan Cloroquine Base 150 mg 3x

1 tablet selama 3-5 hari

MDT diberikan terus dengan dosis tetap

Perubahan kulit atau saraf dalam bentuk peradangan

2. Prinsip pengobatan reaksi berat

Pemberian prednison

27

Page 28: kusta (morbus hansen)

Pemberian analgetik, sedatif

Imobilitas lokal / istirahat dirumah

Bila ada indikasi rawat inap penderita dikirim ke rumah sakit

MDT tetap diberikan dengan dosis tidak diubah

Menghindari / menghilangkan faktor pencetus

Bila ada indikasi rawat inap, penderita dikirim ke rumah sakit

Reaksi tipe II berulang diberikan prednison dan Lampren

Skema Pemberian Prednison :

• 2 minggu pertama : 40mg/hari (1x8tab) pagi sesudah makan

• 2 minggu kedua : 30mg/hari (1x6tab) pagi sesudah makan

• 2 minggu ketiga : 20mg/hari (1x4tab) pagi sesudah makan

• 2 minggu keempat : 15mg/hari (1x3tab) pagi sesudah makan

• 2 minggu kelima : 10mg/hari (1x2tab) pagi sesudah makan

• 2 minggu keenam : 5mg/hari (1x1tab) pagi sesudah makan

Tabel Terapi Reaksi Kusta :

28

Page 29: kusta (morbus hansen)

DAFTAR PUSTAKA

Daili dkk. Kusta. KSMHI

Djuanda Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi

kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

James William D et al. 2006. Andrew’s Disease of the Skin:

eleventh edition. China : Saunders elsevier

29