model pengambilan keputusan etis

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian sering dilakukan dengan melibatkan pasien. Setiap penelitian misalnya penggunaan obat atau cara penanganan baru yang melibatkan pasien harus memperhatikan aspek hak pasien. Sebelum pasien terlibat, kepada mereka harus diberikan informasi secara jelas tentang percobaan yang dilakukan, bahaya yang timbul dan kebebasan pasien untuk menolak atau menerima untuk berpartisipasi. Apabila perawat berpartisipasi dalam penelitian yang melibatkan pasien, maka perawat harus yakin bahwa hak pasien tidak dilanggar baik secara etik maupun hukum. Untuk itu perawat harus memahami hak-hak pasien : membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi, mendapat informasi yang lengkap, menghentikan partisipasi tanpa sangsi, mendapat privasi, bebas dari bahaya atau resiko cidera, percakapan tentang sumbersumber pribadi dan hak terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten. 1

Upload: zulvan-kiplet-ekga

Post on 07-Jul-2016

254 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ytfhjguhibhbjbjbguguhigyt5drfc

TRANSCRIPT

Page 1: Model Pengambilan Keputusan Etis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian sering dilakukan dengan melibatkan pasien. Setiap penelitian misalnya

penggunaan obat atau cara penanganan baru yang melibatkan pasien harus

memperhatikan aspek hak pasien. Sebelum pasien terlibat, kepada mereka harus

diberikan informasi secara jelas tentang percobaan yang dilakukan, bahaya yang timbul

dan kebebasan pasien untuk menolak atau menerima untuk berpartisipasi. Apabila

perawat berpartisipasi dalam penelitian yang melibatkan pasien, maka perawat harus

yakin bahwa hak pasien tidak dilanggar baik secara etik maupun hukum. Untuk itu

perawat harus memahami hak-hak pasien : membuat keputusan sendiri untuk

berpartisipasi, mendapat informasi yang lengkap, menghentikan partisipasi tanpa sangsi,

mendapat privasi, bebas dari bahaya atau resiko cidera, percakapan tentang

sumbersumber pribadi dan hak terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten.

1.2 Tujuan

Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mencoba untuk menjelaskan tentang teori-

teori etik sehingga pembaca mengetahui apa saja yang termasuk cakupan dari etika dan

hukum keperawatan.

1

Page 2: Model Pengambilan Keputusan Etis

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Model Pengambilan Keputusan Etis Secara Bertanggung Jawab

1. Proses Pengambilan Keputusan Etik

Beberapa hal yang perlu diperhatikan,meliputi:

a. Otonomi klien

• Otonomi adalah :

o Suatu bentuk kebiasaan bertindak, sehingga seseorang mengambil keputusan

sesuai dengan rencana yang ditentukannya sendiri.

o Kebiasaan pribadi untuk suatu tindakan ,menunjukan kemandirian,percaya

diri,kebebasan memilih dan kemampuan untuk membuat keputusan.

• Otonomi mengandung 2 unsur:

o Kemampuan untuk mengambil keputusan tentang suatu rencana bertindak

yang tertentu,dan seseorang harus mampu memeriksa alternative-alternatif

yang ada dan membedakannya

o Kemampuan untuk mewujudkan rencananya menjadi kenyataan,artinya

kemampuan untuk merealisasikan dan melaksanakan apa yang telah

diputuskan.

• Otonomi menuntut bahwa kita sendiri menentukan siapakah kita ini dan bersedia

untuk bertanggung jawab atas pilihan itu.

2

Page 3: Model Pengambilan Keputusan Etis

• Seseorang klien untuk dapat otnomi harus mampu bertindak mandiri, percaya

diri,mempunyai kebebasan untuk memilih tindakan dan mampu membuat

keputusan.

b. Sikap Terhadap Kematian

• Zaman dahulu

o Philip Aries menggambarkan ritus kematian : orang yang akan meninggal

secara resmi pamit dengan orang-orang yang dicintai dan komunitasnya.dilain

pihak saat kematian seringkali tidak pasti.

• Zaman sekarang

o Kebanyakan orang menginginkan kematian yang mendadak dan

cepat,khususnya kematian yang dating tanpa disadari.alasannya adalah:

Umur bertambah secara dramatis.

Kemajuan IPTEK kedokteran

Kemampuan teknis dalam memperpanjang proses meninggal dengan

berbagai system pembantu kehidupan(life support system).

• Empat pendekatan untuk mendefenisikan kematian o Jantung dan paru

Bila tanda vital sudah tidak ada lagi,klien sudah mati.

o Pemisahan tubuh dan jiwa (filsafat aristoteles)

Kematian berarti terputusnya kesatuan tubuh dan jiwa.

o Kematian otak

3

Page 4: Model Pengambilan Keputusan Etis

Tidak sanggup menerima rangsangan dari luar dan tidak ada reaksi atau

rangsangan,tidak ada reaksi spontan/pernafasan,tidak ada

reflex,dan dibuktikan oleh EEG.

o Kematian neocortex

Neocortex sebagai dasar dari defenisi kematian karena merupakan prasyarat

biologis bagi kesadaran dan kesadaran diri.

c. Kemajuan Bioteknologi

• Hampir tak satupun aspek kehidupan kita yang tidak tersentuh oleh teknologi.

• Teknologi tidak saja mempunyai akibat baik tapi ada juga akibat buruk

• Tidak bias disangkal teknologi telah banyak membawa manfaat bagi umat

manusia

• Revolusi teknologis memungkinkan lebih banyak kesempatan dan kemampuan

untuk mencampuri dalam kehidupan,pada tahap mikro maupun makro.

• Sebagai contoh: o Pembuahan invitro dan jantung buatan

o Perkembangan dalam genetika menghasilkan jenis biji-bijian baru sanggup

meninggalkan hasil panen o Pengembangan bakteri pemakan minyak

2. Penerapan Pengambilan Keputusan Keperawatan Perkara Etik dalam Bidang

Kesehatan Terdiri dari :

a. Ciri-ciri keputusan yang etis

• Mempunyai pertimbangan benar salah

4

Page 5: Model Pengambilan Keputusan Etis

• Sering menyangkut pilihan yang sukar

• Tidak mungkin dielakkan

• Dipengaruhi norma,situasi,iman,lingkungan social

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Keputusan Etis

• Faktor Agama dan Adat-Istiadat

Setiap penduduk yang menjadi warga Negara Indonesia harus

beragama/berkepercayaan. Ini sesuai dengan sila pertama pancasila. Setiap warga negara

diberi kebebasan untuk memilih agama/kepercayaan yang dianutnya. Ini sesuai dengan

Bab XI pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi:

1. Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha esa

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Sebagai Negara berketuhanan, maka segala kebijakan/aturan yang di buat

diupayakan tidak bertentangan dengan aspek-aspek agama yang ada di Indonesia (Islam,

Kristen, Katolik, Hindu, Budha). Misalnya, sebelum program keluarga berencana

dijadikan program nasional, pihak pemerintah telah mendiskusikan berbagai metode

kontrasepsi yang tidak bertentangan dengan agama dan para pemuka agama. Dengan

ketentuan agama, maka para perawat tidak ragu-ragu dalam mempromosikan program

tersebut dan dapat memberi informasi yang tidak bertentangan dengan agama yang di

anut oleh pasien.

Kaitan adat-istiadat dan implikasi dalam keperawatan sampai saat ini belum

tergali secara jelas di Indonesia. Di beberapa Negara maju misalnya Amerika Serikat,

aspek adat-istiadat dan budaya telah digali menjadi spesialisasi khusus keahlian

keperawatan. Beberapa universitas di Amerika yang membuka program ini antara lain

5

Page 6: Model Pengambilan Keputusan Etis

The University of Utah mempunyai program doctoral transcultural nursing dan the

university of Washington serta the Pennsylvania state university mempunyai program

transcultural nursing tingkat master. Dengan ditawarkannya program ini maka penelitian

tentang keperawatan pada pasien dari berbagai budaya menjadi semakin marak dan

membantu perawat dalam membantu memberikan asuhan keperawatan selaras dengan

budaya pasiennya.

Factor adat-istiadat yang dimiliki perawat atau pasien sangat berpengaruh

terhadap pembutan keputusan etis. Contoh dari permasalahan praktik adat-istiadat bisa

diperhatikan pada contoh berikut:

“ Dalam budaya Jawa dan daerah lain dikenal suatu falsafah tradisional “Mangan ora

mangan anggere ngumpul” (makan tidak makan asalkan bersama). Falsafah ini sampai

saat ini masih mempengaruhi system kekerabatan orang Jawa. Sebagai contoh bila ada

anggota keluarga yang sakit dan dirawat dirumah sakit maka biasanya ada salah satu

keluarga yang menungguinya. Ini berbeda dengan sistem kekerabatan orang Barat

dimana bila ada anggota keluarga yang sakit maka sepenuhnya diserahkan pada

perawat dalam keperawatan sehari-hari. Setiap rumah sakit di Indonesia mempunyai

aturan menuggu dan persyaratan pasien yang boleh di tunggu. Namun hal ini sering

tidak dihiraukan oleh keluarga pasien, misalkan dengan alasan rumah jauh, pasien tidak

tenang bila tidak ditunggu keluarga, dll. Ini sering menimbulkan masalah etis bagi

perawat antara membolehkan dan tidak membolehkan. “

Faktor Social

Berbagai factor social berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Factor ini

meliputi antara lain meliputi perilaku social dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi,

hukum, dan peraturan perundang-undangan (Ellis, Hartley, 1980). Perkembangan social

dan budaya juga berpengaruh terhadap system kesehatan nasional. Pelayanan kesehatan

yang tadinya berorientasi pada program medis lambat laun menjadi pelayanan

komprehensif dengan pendekatan tim kesehatan.

Nilai-nilai yang diyakini masyarakat berpengaruh pula terhadap keperawatan. Sebagai

contoh dalam kasus dibawah ini:

6

Page 7: Model Pengambilan Keputusan Etis

“ Seorang pasien yang menderita penyakit kronis dan dirawat di rumah sakit sudah

beberapa bulan dalam keadaan lemah. Oleh karenanya, pasien atau keluarganya

mungkin memilih untuk membawa pasien pulang agar dapat dipersiapkan meninggal

dunia dengan tenang. Selain dengan pertimbangan factor biaya, adat, hal ini juga karena

adanya anggapan/nilai di masyarakat bahwa “orang yang etikanya tidak baik selama

hidup, maka akan sulit meninggal dunia”. Pasien kemudian dibawa pulang, dengan APS

(Atas Permintaan Sendiri). Beberapa hari kemudian pasien tersebut meninggal dunia.”

Hal tersebut dapat terjadi karena mahalnya biaya pengobatan di rumah sakit, sedangkan

sebagian penduduk tidak mempunyai asuransi kesehatan. Ajaran agama juga

menyebutkan bahwa kehidupan di dunia hanyalah kehidupan sementara, sehingga hidup

di dunia bukan merupakan tujuan akhir manusia. Ini cukup berbeda dengan nilai yang

diyakini oleh sebagian masyarakat tidak beragama, yang menganggap hidup di dunia

merupakan segala-galanya dan menganggap kehidupan setelah mati merupakan ajaran

tradisional atau khayalan manusia saja.

• Faktor Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup serta

memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mekanik kesehatan, cara

prosedur baru dan bahan-bahan/obat-obatan baru. Misalnya , pasien dengan gangguan

gagal ginjal dapat diperpanjang usianya berkat adanya mesin hemodialise. Ibu-ibu yang

mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan berbagai inseminasi.

Kemajuankemajuan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan

etika.

• Faktor Legislasi dan Keputusan Juridis

Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan juridis bagi permasalahan etika

kesehatan sedang mejadi topic yang banyak dibicarakan. Hukum kesehatan telah menjadi

suatu bidang ilmu dan perundang-undangan baru banyak disusun untuk menyempurnakan

untuk perundang-undangan lama atau untuk mengantisipasi perkembangan permasalahan

7

Page 8: Model Pengambilan Keputusan Etis

hukum kesehatan. Misalnya di Amerika Serikat masalah abortus merupakan topic dan

pembicaraan dan diskusi nasional. Selain masalah pengaturan abortus, berbagai aktivitas

lain juga menjadi masalah hukum di Amerika Serikat, misalnya pengaturan pengangkatan

dan penjualan bayi, fertilisasi infitro, ibu pengganti, hak pilih mati, dan hak untuk

menolak perawatan (Catalano, 1991). Undang-undang perlu disusun untuk mengatur

berbagai permasalahan yang menyangkut hak-hak manusia. Walaupun demikian, masih

ada saja pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja melanggar demi keuntungan materi.

• Faktor Dana / Keuangan

Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat menimbulkan

konflik. Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak

berupaya dengan mengadakan berbagai program yang di biayai pemerintah. Walaupun

pemerintah telah mengalokasikan dana yang besar untuk pembangunan kesehatan, namun

dana ini belum seluruhnya dapat mengatasi berbagai program/masalah kesehatan,

sehingga partisipasi swasta dan masyarakat banyak digalakkan.

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang setiap hari menghadapi pasien, sering

menerima keluhan pasien mengenai pendanaan. Masalah ketidakcukupan dana dapat

menimbulkan konflik terutama bila tidak dapat di pecahkan. Sebagai contoh dapat di lihat

pada permasalahan berikut ini:

“ Ny. Karlina dirawat di unit rawat inap penyakit dalam dengan masalah diabetes

mellitus. Setelah selama 3 minggu, Ny. Karlina diperbolehkan pulang. Ny. Karlina

menjadi gelisah dan tidak dapat tidur setelah mengetahui perincian biaya rawat yang

cukup tinggi. Ia tidak mempunyai uang yang cukup dan menyuruh anaknya yang sering

menengok untuk pulang mencari dana. “

• Faktor Pekerjaan

Dalam pembuatan suatu keputusan. Perawat perlu mempertimbangkan posisi

pekerjaannya. Sebagian besar perawat bukan merupakan tenaga yang praktik sendiri,

tetapi bekerja di rumah sakit, dokter praktik swasta, atau institusi kesehatan yang lain.

Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun harus disesuaikan

8

Page 9: Model Pengambilan Keputusan Etis

dengan keputusan/aturan tempat ia bekerja. Perawat yang mengutamakan kepentingan

pribadi sering mendapat sorotan sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya,

ia dapat mendapat sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.

c. Teori Dasar Pembuatan Keputusan Etis

• Teori dasar/prinsip-prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan

etis praktek professional(fry,1991 dalam creasia 1991)

• Teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan apabila terjadi konflik antara

prinsip-prinsip dan aturan-aturan.

d. Beberapa Teori Etik

• Teleology atau Utilitarianisme

o Merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat

yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi.

o Sering juga disebut dengan ungkapan the end justifies the means atau makna

dari suatu tindakan ditintukan oleh hasilakhir yang terjadi.

o Teleology menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal

dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia(Kelly,1987) o Dapat

dibedakan menjadi 2:

Rule utilitarianisme, berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan

tergantung pada sejauh mana tindakan tersebut member kebaikan atau

kebahagiaan pada manusia.

9

Page 10: Model Pengambilan Keputusan Etis

Act utilitarianisme, bersifat lebih terbatas tidak melibatkan aturan umum

tetapi berupaya menjelaskan pada situasi tertentu dengan pertimbangan

terhadap tindakan apa yang member kebaikan sebanyak-banyaknya atau

ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu.

o Contoh penerapan teleology : bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan

meninggal dari pada nantinya menjadi beban di masyarakat.

• Deontology (formalism) o Deontology berprinsip

pada aksi atau tindakan

o Menurut kant : benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau

konsekuensi dari suatu tindakan,melainkan oleh nilai moralnya.

o Perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang

dapat memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau

salah.

o Kant berpendapat : prinsip-prinsip moral yang terkait dengan tugas harus

bersifat universal ,tidak kondisional dan imperative.

o Contoh penerapan deontology : seorang perawat menolak membantu

pelaksanaan aborsi karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan

pembunuhan.

• Teori deontolgi dikembangkan menjadi 5 prinsip

penting yaitu:

o Kemurahan hati (beneficience)

10

Page 11: Model Pengambilan Keputusan Etis

Inti dari prinsip kemurahan hati adalah tanggung jawab untuk

melakukan kebaikan yang menguntungkan klien dan menghindari

perbuatan yang merugikan atau membahayakan klien.

Adanya sumbangsih perawat terhadap kesejahteraan, kesehatan,

keselamatan dan keamanan klien.

o Keadilan (justice)

Prinsip dari keadilan bahwa mereka yang sederajat harus diperlakukan

sederajat,sedangkan yang tidak sederajat harus diperlakukan secara tidak

sederajat harus diperlakukan secara tidak sederajat sesuai dengan

kebutuhan mereka (beauchamp dan childress).

o Otonomi

Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai

kebebasan menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan recana

yang mereka pilih(veatch dan fry).

o Kejujuran(veracity)

Prinsip kejujuran di defenisikan sebagai menyatakan hal yang

sebenarnya dan tidakbohong(veatch&fry)

Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara

perawat-klien.

Kejujuran harus dimiliki perawat saat berhubungan dengan klien. o

Ketaatan(fidelity)

11

Page 12: Model Pengambilan Keputusan Etis

Prinsip ketaatan didefenisikan sebagai tanggung jawab untuk tetap

setia pada suatu kesepakatan,meliputi:tanggung jawab menepati

janji,mempertahankan konfidensi,dan member perhatian.

e. Kerangka Pembuatan Keputusan Etis

• Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan

bagi perawat untuk menjalankan praktik keperawatan professional(fry,1989)

Unsur-unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan tindakan

moral dalam praktik keperawatan(fry,1991)

-Nilai dan kepercayaan pribadi

-Kode etik perawat Indonesia keputusan

-Konsep moral keperawatan tindakan moral etis.

-Teori/prinsip-prinsip etika

Model Pembuatan Keputusan Etis Keperawatan (Jameton dalam fry,1991)

• Tahap 1 : Identifikasi Masalah

dilihat dari nilai 2,konflik dan hati nurani

o perawat harus mengkaji keterlibatannya dan parameter waktu

untuk proses pembuatan keputusan. o akan menjawab

pertanyaan”hal apakah yang membuat tindakan benar adalah

benar”.

• Tahap 2 : Mengumpulkan Data Tambahan

12

Kerangka pembuat keputusan

Page 13: Model Pengambilan Keputusan Etis

o meliputi:orang-orang yang dekat dengan klien yang terlibat

dalam pengambilan keputusan bagi klien,harapan/keinginan

klien dan orang yang terlibat.

o perawat membuat laporan tertulis kisah dan konflik yang

terjadi.

• Tahap 3 : Mengidentifikasi Semua Pilihan atau Alternatif Secara Terbuka

Kepada Pembuat Keputusan

o Smua tindakan yang memungkinkan harus termasuk hasil

yang mungkin diperoleh beserta dampak nya.

o Akan menjawab pertanyaan “jenis tindakan apa yang benar”.

• Tahap 4 : Memikirkan Masalah Etis Secara Berkesinambungan

o Perawat mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang

penting bagi individu,nilai-nilai dasar manusia yang menjadi

pusat dari masalah,prinsip-prinsip etis yang dapat dikaitkan

dengan masalah.

o Akan menjawab pertanyaan “bagaimana aturan-aturan

tertentu diterapkan pada situasi tertentu”.

• Tahap 5 : Pembuat Keputusan Harus Membuat Keputusan

o Pembuat keputusan memilih tindakan yang menurut

keputusan mereka paling tepat.

o Akan menjawab pertanyaan “apa yang harus dilakukan pada

situasi tertentu”.

• Tahap 6 : Melakukan Tindakan serta Mengkaji Keputusan dan Hasil

13

Page 14: Model Pengambilan Keputusan Etis

o Tindakan yang dipilih harus dilaksanakan o Selanjutnya

dilakukan evaluasi untuk menilai hasil.

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil diskusi kelompok mengenai kasus Euthanasia yang

memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan adalah keluarga tanpa

mengesampingkan hukum yang berlaku di Indonesia. Keluarga yang dimaksud adalah

keluarga terdekat klien, yang bertanggung jawab penuh atas klien serta mempunyai

14

Page 15: Model Pengambilan Keputusan Etis

kompetensi yang cukup untuk dapat menerima dan menyerap segala informasi

tentang klien. Sebelum keputusan diambil, dokter dan tenaga medis lainnya

berkewajiban memberikan informasi yang lengkap tentang penyakit klien serta

kemungkinan kesembuhan, agar tidak ada pihak yang dirugikan serta dipersalahkan.

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, penulis menyimpulkan sebagai berikut :

15

Page 16: Model Pengambilan Keputusan Etis

1. Pemegang peraan penting dalam pengambilankeputusan dari kasus Euthasia adalah

KELUARGA

2. Tenaga medis hanya sebagai FASILITATOR

3. Keputusan harus berdasarkan HUKUM yang berlaku

5.2 Saran

Dari penjabaran di atas, penulis menyarankan :

1. Tenaga kesehatan dan dokter diharapkan lebih berhati-hati dalam melakukan

tindakan medis, karena setiap tindakan memiliki nilai etik dan hukum tersendiri.

2. Sebelum melakukan prosedur, tenaga kesehatan maupun dokter lebih komunikatif

lagi terhadap klien ataupun keluarga klien, supaya informasi yang mereka dapat jelas

dan tidak terjadi ladi kesalahan dalam pengambilan keputusan.

3. Bagi keluarga, diharapkan memikirkan terlebih dahulu keputusan yang akan

diambil terkait theraphy dan perawatan klien, jangan mudah memutuskan sesuatu

yang belum dimengerti apa efek akedepannya.

16