model konservasi tanah dan air oleh helmas
TRANSCRIPT
TUGAS TERSTRUKTUR
TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR
MODEL KONSERVASI TANAH DAN AIR
Oleh :Helmas Dwi Antoro Tanjung
NIM A1H009041
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Erosi yang dipercepat (accelerated erosion) timbul sejak manusia mengenal
budidaya pertanian. Erosi menjadi masalah sejak pengelolaan lahan dilakukan secara
lebih intensif, sehubungan dengan peningkatan kebutuhan sandang, pangan, papan
dan lainnya sejalan dengan pesatnya pertambahan jumlah penduduk. Sejak beberapa
dekade yang lalu erosi diakui secara luas sebagai suatu permasalahan global yang
serius. United Nations Environmental Program dalam Lal (1994) menyatakan bahwa
produktivitas lahan seluas ± 20 juta ha setiap tahun mengalami penurunan ke tingkat
nol atau menjadi tidak ekonomis lagi disebabkan oleh erosi atau degradasi yang
disebabkan oleh erosi.
Penurunan produktivitas lahan dimana erosi terjadi baru merupakan on-site
effect dari erosi, belum termasuk kerugian yang disebabkan oleh off-site effect dari
erosi seperti sedimentasi sungai, waduk, jaringan irigasi dan berbagai kerusakan
lainnya. Sebagai gambaran di negara maju seperti Amerika kerusakan akibat erosi
jika dihitung secara nominal adalah: untuk kerusakan yang bersifat on-site berkisar
antara US$ 500 juta-US$1,2 milyar dan off-site berkisar antara US$3,4 milyar -
US$13 milyar (Colacicco et al., 1989). Untuk Negara tropis seperti Indonesia,
dimana potensi erosi begitu besar, baik karena faktor alami maupun karena aspek
pengelolaan lahan, kerugian yang diakibatkan oleh erosi tidak akan kalah besarnya
dengan yang terjadi di negara subtropika tersebut
Dengan besarnya resiko yang bakal terjadi, maka pencegahan erosi
merupakan aspek yang tidak boleh dilupakan dalam pengelolaan lahan, baik untuk
pertanian maupun penggunaan lainnya. Pencegahan erosi yakni tindakan konservasi
tanah sudah harus diperhitungkan sejak perencanaan penggunaan lahan dilakukan.
Untuk selanjutnya evaluasi dari aplikasi suatu teknik konservasi juga perlu dilakukan
agar dapat diyakini apakah sistem pengelolaan lahan yang diterapkan sudah memadai
untuk terwujudnya sistem pengelolaan lahan secara berkelanjutan.
Sangat disadari oleh berbagai pihak bahwa mencegah erosi sampai batas nol
(tanpa erosi) pada lahan yang dikelola adalah sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu,
disepakati bahwa minimal erosi yang terjadi dapat ditekan sampai di bawah ambang
batas yang diperbolehkan. Namun demikian, sering timbul permasalahan baik bagi
pihak perencana, pelaksana, dan evaluator untuk menentukan apakah suatu system
penggunaan lahan dinilai sudah aman dari segi pencegahan bahaya erosi.
Besarnya erosi dan pengaruh suatu teknik konservasi tanah terhadap erosi dan
aliran permukaan dapat dievaluasi dengan melakukan pengukuran secara langsung di
lapangan atau dengan memprediksinya yaitu dengan menggunakan model.
Pengukuran secara langsung membutuhkan waktu pengamatan yang relatif lama dan
memerlukan biaya yang mahal, baik untuk instalasi alat, pengoperasian, maupun
pemeliharaan alat. Oleh karena itu, penggunaan model dapat menjadi salah satu
alternatif.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui macam-macam
permodelan dalam konservasi tanah.
II. TINJUAN PUSTAKA
Haan (1989) mendefinisikan model sebagai “kumpulan hokum-hukum fisik
dan atau pengamatan empirik yang ditulis dalam bentuk persamaan-persamaan
matematik dan dikombinasikan sedemikian rupa untuk menghasilkan sekumpulan
hasil berdasarkan pada sekumpulan kondisi yang sudah diketahui atau diasumsikan
Hubungan dengan erosi tanah, permodelan merupakan penggambaran secara
matematik proses-proses penghancuran, transport, dan deposisi partikel tanah di atas
permukaan lahan (Nearing et al., 1994). Ada dua macam model penduga erosi yang
sekarang ini banyak dipakai yakni model berbasis empirik (empirically based model)
dan model berbasis proses (process based model). Model berbasis empiric
mengaitkan langsung keluaran dari model (output) dengan input (misalnya
penggunaan lahan, luas, dan lereng) dengan menggunakan model-model statistik.
Model berbasis empirik umumnya membutuhkan lebih sedikit input dan perhitungan
yang lebih sederhana dibanding model berbasis proses (ICRAF, 2001; Schmitz dan
Tameling, 2000). Umumnya model berbasis empirik ini memprediksi rata-rata
tahunan aliran permukaan dan erosi berdasarkan prediksi jangka panjang. Model ini
tidak mempertimbangkan distribusi spasial dari input parameter dan interaksinya
yang akan mempengaruhi output.
Model berbasis proses atau sering dikenal dengan model fisik merupakan
suatu model yang berhubungan dengan hukum kekekalan massa dan energi.
Persamaan diferensial atau dikenal sebagai persamaan kontinuitas digunakan dan
diaplikasikan untuk erosi tanah pada satu segmen tanah pada lahan yang
berlereng. Model fisik ditujukan untuk dapat menjelaskan proses erosi dengan
menggunakan persamaan fisika, namun demikian persamaan empiris kadang-kadang
masih digunakan di dalamnya (ICRAF, 2001). Persamaan yang digunakan pada
model fisik ini tergolong sulit dan mengandung parameter-parameter yang kadang-
kadang sukar untuk diukur. Namun demikian, model fisik mempunyai kemungkinan
untuk memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan model empiris (Schmitz dan
Tameling, 2000), karena model fisik merupakan permodelan proses-proses erosi,
sehingga pengguna dapat memahami lebih baik proses-proses erosi yang terjadi dan
dampak dari terjadinya proses tersebut.
A. USLE (Universal Soil Loss Equation)
USLE merupakan suatu model parametrik untuk memprediksi erosi dari
suatu bidang tanah. USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata
erosi suatu tanah tertentu pada suat kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu
untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi
tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan (Arsyad, 1989).
Prediksi erosi dengan metode USLE diperoleh dari hubungan antara
faktor-faktor penyebab erosi itu sendri yaitu:
A = R . K . L . S . C . P
Dimana:
A = Banyaknya tanah tererosi dalam t ha-1tahun-1
R = fakor curah hujan, nyaitu jumlah satuan indeks erosi hujan yang merupakan
perkalian antara energy curah hujan total (E) denga intensitas hujan
maksimum 30 menit I30
K = Faktor erodibilitas tanah, yaitu laju lisan erosi per unit indeks erosi untuk
suatu tanah yang diperoleh petak homogen percobaan standar, dengan
pandajng 72,6 kaki (22 m) terletak pada lereng 9% tanpa tanaman.
L = Faktor panjang lereng 9%, yaitu nisbah erosi dari tanah dengan panjang
lereng tertentu dan erosi dari tanah dengan panjang lerang 72,6 kaki di
bawah keadan identik.
S = Faktor kecuraman lerang, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah
dengan kecuraman lerang tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan
lerang 9% dibaewah keadaan identik.
C = Faktor vigetasi penutup tanah dan pegolahan tanaman, yaitu nisbah antara
besarny erosi dari areal dengan vegetasi penutup dan pengolhan tanaman
terententu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman.
P = Faktor tindakan konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari
tanah yang diberikan perlakuan tindakan konservasi tanah seperti
pengolahan menurut kountur, penanaman dalam strip atau teras terhadap
besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lerang dalam keadaan identik.
Erosivitas (R) hujan adalah daya erosi hujan pada suatu tempat. Nilai
erosivitas hujan dapat dihitung berdasarkan data hujan yang diperoleh dari
penakar hujan otomatik dan dari penakar hujan biasa. Adapun persamaan yang
digunakan dalam untuk menentukan tinggkat erosivitas hujan dalam penelitian
ini adalah (Bols, 1978 dalam Arsyad,1989):
R = 6,119(RAIN)1,21(DAY S)-0,47(MAXP)0,53
Dimana:
R = Indeks rata-rata bulanan.
RAIN = Curah hujan rata-rata bulanan (cm)
DAYS = Jumlah harian hujan rata-rata perbulan
MAXP = Curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan.
Erodibilitas (K) tanah adalah mudah tidaknya tanah mengalami erosi, yang
di tentukan oleh berbagai sifat _sik dan kimia tanah. Menurut Wischmeier (1971)
dalam Arsyad (1989) persamaan umum kehilangan tanah adalah sebagai berikut :
100K = 2,1M1,14(10-4)(12 -a) + 3,25(b -2) + 2,5(c-3)
Dimana:
K = erodibilitas
M = ukuran partikel (% debu + % pasir halus)
a = kandungan bahan organic
b = kelas struktur tanah
c = kelas permeabilitas
Faktor panjang dan kemiringan kereng (LS). Faktor panjang lereng yaitu
nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu
terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22.13 m) di bawah
keadaan yang identik. Sedangkan faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara
besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah kecuraman lereng tertentu, terhadap
besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.
Secara umum persamaan untuk menentukan panjang lereng adalah (Laen and
Moldenhauer, 2003):
L = (λ)m
Dimana L adalah faktor panjang lereng, λ adalah panjang lereng (m) dan m
adalah eksponensial dari panjang lereng yang berkisar antara 0.2-0.6, di
Indonesia yang sering digunakan adalah nilai 0.5, sedangkan persamaan untuk
menentukan faktor kemiringan lereng menggunakan persamaan (Arsyad, 1989):
S = (0,0138 + 0,00965 θ + 0,00138 θ2)
Dimana S adalah faktor kemiringan lereng dan θ adalah kemringan lereng
(%). Persamaan diatas sangat sulit diterapkan pada SIG berbasis pixel karena
variabilitas panjang lereng yang sangat kompleks. Moore and Burch (1986)
dalam Kinnell (2008) telah mengembang suatu persamaan untuk mencari nilai
LS dengan memanfaatkan data DEM pada SIG. Adapun persamaan itu adalah:
LS = (X .CZ/22.13)0,4(sin θ/0,0896)1,3
Dimana:
LS = Faktor Lereng
X = Akumulasi Aliran
CZ = Ukuran pixel
θ = Kemiringan lereng (%)
Akumulasi aliran merupakan nilai pixel yang dipengaruihi oleh aliran dari
pixel dilereng atas. Pengolahan data DEM untuk mendapatkan nilai LS didalam
penelitian ini menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3 dengan bantuan
extensions Spatial Analyst dan Terrain Analysis.
Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman (C) yaitu nisbah
antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi dan pengelolaan tanaman
tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik dan tanpa tanaman. Data
sebaran spasial dari factor ini diperoleh dari Adnyana (2006).
Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (P) yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus
seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras
terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang
identik. Data sebaran spasial dari factor ini diperoleh dari Adnyana (2006).
Kelemahan dan Keunggulan
Beberapa Ilmuan menyatakan beberapa kelemahan darii USLE,
diantaranya adalah model tersebut dinilai tidak efektif jika di aplikasikan di luar
kisaran kondisi dimana model terdebut dikembangkan. Adaptasi model tersebut
pada lingkungan yang baru memerlukan investasi sumber daya dan waktu untuk
mengembangkan database yang dibutuhkan untuk menjalankannya. Over
estimasi yang terjadi dengan penggunaan USLE dapar mencapai 2000%,
peyebabnya adalah adanya subjektivitas pengunaan data atau karena pengunaan
peta skala kecil.
Meskipun disadari adanya beberapa kelemahan dari model-model empiris,
khusunya USLE, dampai saat ini telah dan masih diaplikasikan secara luas di
seluruh dunia, karena model tersebut mudah di kelolah, relative sederhana dan
jumlah masukan atau parameter yang dibutuhkan relative sedikit dibandingkan
dengan model-model lainya yang besifat lebih konpleks. USLE juga berguna
untuk menentukan kelayan atau tindakan konservasi tanah dalam perncanaan
lahan dan untuk memprediksi non-point sendiment losses dalam hubungannya
dengan program penegndalian polusi. Pada tingkat lapangan, USLE sangat
berguna untuk merumuskan rekomendasi atau perencanaan yang berkaitan
dengan bidang agronomi, karena dapar digunakan sebagai dasar untuk pemilihan
land use dan tindakan konservasi tanah yang ditujukan untuk menurunkan on-site
effect dari erosi.
Salah satu factor yang harus disadari oleh penguna model ini berhubungan
dengan skala penggunaan. Taringan dan Sinukaban (2001) menyatakan bahwa
USLE bermanfaat dalam hubungannya dengan on-site effect dari erosi. Tidak
demikian halnya dalam hubungan dengan off-site effect dari erosi , diantaranya
meliputi pengaruh erosi terhadap lngkungan di luar lahan yang tererosi, misalnya
kualitas air sungai, kerusakan dam yang disebabkan oleh hasil sedimentasi.
B. Model Erosi Rose (GUEST)
Model Erosi Rose (GUEST) merupakan model berdasarkan pendekatan
proses erosi yang mempengaruhinya, nyaitu daya pelepasan praktikel tanah oleh
butiran-butiran huan dan aliran permukaan sebagai agen utama peyebab erosi
tanah. dalam model ini, erosi terjadi karena adanya tiga proses yang berperan,
yaitu sendimen, dan pengendapan sendimen. Ketiga proses dalam model tersebut
diilustrasikan pada gambar 1, sedangankan proses dalam model tersebut
disederhanakan adalah sebagai berikut:
SL = 2700λS (Cr)(Q)
Dimana SL adalah total tanah yang hilang (kg.m-3); λ adalah efisensi pengakutan;
S adalah kemiringan lahan(%); C adalah persentase penutupan lahan; Q adalah
volume aliran permukaan (m3).
Gambar 1. hubungan antara fluks sendimen, pengikisan, pengangkutan
dan pengendapan sendimen, dalam proses erosi tanah.
Persamaan diatas diturunkan berdasarkan konsep konservasi maka sendimen
dalam beberapa bagian elemen dari aliran permukaan yang di kombinasikan
dengan teori kosentrasi sendimen dan hidrologi, secara matematis persamaan
tersebut ditulis dalam bentuk,
Dimana qsi = q Ci, yaitu fluk sendimen pada arah aliran air (x), q adalah flux
sendimen (debit spesifik), Ci = kosentrasi sendimen, h = tebal aliran permukaan,
ei = pelepasan oleh butiran-butiran huajn, ri = pengangkutan sendimen dan
di=pengendapan sendimen.
GUEST mulanya didokumentasikan oleh Misran dan Rose pada tahun 1990
dan telah mengalami beberapa pengembanagan selama Proyek ACIAR. Untuk
daerah tropis, GUEST telah divalidasi pada skala pot (72-1.000m2) dan
menunjukan hasil yang baik.
GUEST merupakan model persamaan fisik yang perhitungannya didasarkan
pada konsentrasi sendimen yang tersuspendi di dalam aliran permukaan,
dikembnagkan oleh rose dan hairsine (1988). Besar Konsentrasi sendimen pada
keadaan bera menggunakan persamaan sebagai berikut:
Dimana:
Ct = konsentrasi sendimen dalam aliran permukaan
F = fraksi tenaga aliran yang digunakan untuk mengerosikan tanah
σ = berat jenis sendimen
r = berat jenis air
Φ = rata-rata kecepatan pengendapan sendimen
S =kemiringan lahan
V = kecepatan aliran permukaan
Kecepatan aliran permukaan pada persamaan 3 mengunakan rumus Manning
yang disajikan dalam persamaan 4, yaitu:
Dimana:
n = koefisien kekasaran manning’s
R = jari-jari hidrolik
S = kemiringan lahan.
Jika debit aliran permukaan mengikuti persamaan 5, kemudian disubtitusikan
kedalam persamaan 3 maka persamaan kecepataan aliran permukaan dapat
dijabarkan menajdi persamaan 6.
Dimana:
Q = debit aliran permukaan per unit luas
A = luas penampang permukaan.
Bila persamaan 6 didubtituikan dalam persamaan 3, maka persamaan
konsentrasi sendimen dapat dijabarkan mengikuti persamaan 7, yaitu:
Selanjunya persamaan 7 disederhanakan menjadi persamaan 8, yaitu
Gambar 2. Diagram alir perhitungan Erosi, hasil sedimen, dan aliran permukaan dengan pedekatan GUEST.
Kelemahan dan Keunggulan
Dibandingkan dengan USLE, salah satu keunggulan dari model fisik seperti
GUEST adalah terakomodasinya fungsi linier sendimen. Dalam model GUSET
terdapat tiga parameter yang dapat dipengaruhi oleh specific filterstrips
permukaan lahan yakni Cs dan Ks. Koefisien Manning’s meningkat ketika
kekasaran permukaan meningkat, dan membuat kecepatan aliran menurun,
meyebabkan hasil sendimen menurun. Cs dan Ks merupakan factor penyesuaian
untuk menggunkan persamaan pada kondisi tanah berpenutup, sebagai peganti
dari tanah bera.. Cs ditentukan oleh tipe penggunaan lahan, termasuk penutupan
permukaan tanah oleh mulsa atau serasah. Ks merupakan data empiris dan
merupakan factor tidak berdimentasi, mempunya nilai kisaran antara 5-15.
Schmitz dan Tameling (2000) mengasumsikan nilai Ks sebesar 10 dengan nilai
kesalahan 5 untuk prediski erosi pada lahan usaha tani kopi, sedangkan untuk
lahan sawah sinkaban et al. (2000) menetapkn Ks sebesar 5.
Faktor erodibilitas tanah yang digunkan dalam model GUEST (β) lebih pasti
dibandingkan dengan K dalam USLE. β,sebagian besaar berhubungan dengan
soil strength. Deposbility ata kemapuan agregat atau pratikel tanah untuk
mengendap, juga dilibatkan dalamperhiungan erosi. K merupakan gabungan dari
berapa parameteryang tergantung dari: karaktaeristik infiltrasi, koefisien
kekasaran manning, kecendrungan untuk membuat alur stabilitas agregat tanah
terhadap cuah huajn, kecendurngan tanah untuk terkonsolidasi atau menajdi kuat
direfleksikan dalam β.
Perbedaan utama antara model empiris USLE deengan model fisik GUEST
disajikan pada tabel 1.
C. MODEL AGNPS (Agricultural Non Point Source Pollution Model)
Model AGNPS (agricultural non point source pollution model)
dikembangkan oleh USDA-ARS, North Central Soil Consrvation Service,
Morris, Minnesota yang bekerjasama dengan USDA-SCS, MPCA (Minnesota
Pollution Control Agency), LCMR (Legeslative Commission in Minnesota
Resources) dan EPA (Environmental Protection Agency) (Young et al. 1994).
Model ini terus berkembang dan telah diterapkan di beberapa negara untuk
menentukan langkah-langkah kebijakan dan evaluasi dalam kegiatan konservasi,
seperti di Amerika, Canada dan negara-negara di Eropa (Yoon 1996).
Struktur Model AGNPS
Model AGNPS bekerja pada basis sel geografis (dirichlet tesselation) yang
digunakan untuk menggambarkan kondisi daratan (upland) dan saluran
(channel). Dirichlet tesselation adalah proses pembagian dan pengelompokan
DAS menjadi sel (tiles) yang juga dikenal dengan nama polygon Thiessen
atauVoronoi. Setiap sel berbentuk bujur sangkar seragam yang membagi DAS
secara merata, di mana memungkinkan analisis pada titik dalam suatu DAS.
Polutan potensial ditelusuri melalui sel-sel dari awal hinggaoutlet secara
bertahap, sehingga aliran pada setiap titik antar sel dapat diperhitungkan. Seluruh
karakteristik DAS dan masukan digambarkan pada tingkatan sel.
Setiap sel mempunyai resolusi 2,5 akre (1,01 ha) hingga 40 akre (16,19
ha). Ukuran sel yang lebih kecil dari 10 akre direkomendasikan untuk DAS
dengan luas kurang dari 2000 akre (809,36 ha). Untuk DAS yang luasnya lebih
dari 2000 akre, maka ukuran seladapat berukuran 40 akre (Yoon 1996).
Setiap sel utama dapat dibagi lagi menjadi sel-sel yang lebih kecil untuk
memperoleh resolusi yang lebih rinci dari kondisi topografi yang komplek.
Ketelitian hasil dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran sel, tetapi hal ini
akan membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk menjalankan
model.
Nilai-nilai parameter model untuk skala sel ditetapkan berdasarkan kondisi
biofisik aktual pada masing-masing sel. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan satu
nilai parameter yang seragam pada masing-masing sel, perlu ditetapkan nilai
tunggal parameter sel dengan menghitung nilai rata-rata tertimbang dari berbagai
kondisi bergam yang ada (Yoon 1996).
Parameter Masukan Model AGNPS
Ada dua parameter masukan dalam model AGNPS, yaitu inisial data dan
data per sel (spreadseheet data entry) (Yoon 1996). Parameter masukan inisial
data, meliputi :
1) identifikasi DAS;
2) deskripsi DAS;
3) luas sel (akre);
4) jumlah sel;
5) curah hujan (inci);
6) konsentrasi N dalam curah hujan (ppm);
7) energi intensitas hujan maksimum 30 menit (EI30);
8) durasi hujan (jam);
9) perhitungan debit puncak aliran;
10) perhitungan geomorfik; dan
11) faktor bentuk hidrograf.
Sedangkan parameter masukan per sel dalam model AGNPS terdiri dari 22
parameter, yaitu :
1) nomor sel;
2) nomor sel penerima;
3) divisi sel;
4) divisi sel penerima;
5) arah aliran;
6) bilangan kurva aliran permukaan;
7) kemiringan lereng (%);
8) faktor bentuk lereng;
9) panjang lereng;
10) koefisien aliran Manning;
11) faktor erosibilitas tanah;
12) faktor pengelolaan tanaman;
13) faktor pengelolaan tanah;
14) konstanta kondisi permukaan;
15) faktor COD;
16) tekstur tanah;
17) indikator pemupukan;
18) indikator pestisida;
19) indikator point source;
20) indikator tambahan erosi;
21) faktor genangan; dan
22) indikator saluran.
Parameter Keluaran Model AGNPS
Young et al. (1989), hasil keluaran (output) dari model AGNPS dapat
berupa grafik dan tabular dengan informasi yang sangat lengkap, baik keluaran
DAS (watershed summary) maupun keluaran per sel. Keluaran DAS, meliputi :
1) volume aliran permukaan;
2) laju puncak aliran permukaan;
3) total hasil sedimen;
4) total N dalam sedimen;
5) total N terlarut dalam aliran permukaan;
6) konsentrasi N terlarut dalam aliran permukaan;
7) total P dalam sedimen;
8) total p terlarut dalam aliran permukaan;
9) konsentrasi P terlarut dalam aliran permukaan;
10) total COD terlarut dan konsentrasi COD terlarut dalam aliran permukaan.
Sedangkan keluaran per sel dari masing-masing sel yang terdapat dalam
DAS dapat berupa :
1) Hidrologi, meliputi : a) volume aliran permukaan; b) laju puncak aliran
permukaan; dan c) bagian aliran permukaan yang dihasilkan di dalam sel.
2) Sedimen, meliputi : a) hasil sedimen; b) konsentrasi sedimen; c) distribusi ukuran
partikel sedimen; d) erosi yang dipasok dari sel sebelah atasnya; e) jumlah
deposisi; f) sedimen di dalam sel; g) rasio pengkayaan oleh ukuran partikel; dan
h) rasio pengangkutan oleh ukuran partikel.
3) Kimiawi, meliputi : a) nitrogen (massa N per satuan luas di dalam sedimen,
konsentrasi material terlarut, dan massa dari material terlarut); b) fosfor (massa P
per satuan luas di dalam sedimen, konsentrasi dari material terlarut, dan massa
dari material terlarut); dan c) COD (konsentrasi COD dan massa COD terlarut per
satuan luas).
Kelebihan Model AGNPS
Kelebihan model ini terletak pada parameter-parameter model yang
terdistribusi di seluruh areal DAS, sehingga nilai-nilai parameter model benar-
benar mencerminkan kondisi biofisik DAS pada setiap satuan luas di dalam
DAS. Selain erosi, model ini mampu menghasilkan keluaran-keluaran seperti :
volume dan laju puncak aliran permukaan, hasil sedimen, kehilangan N, P dan
COD (Young et al. 1994).
D. MODEL ANSWERS (Areal Nonpoint Source Watershed Environmental
Response Simulation)
Model ANSWERS (areal nonpoint source watershed environmental
response simulation) merupakan sebuah model hidrologi dengan parameter
terdistribusi yang mensimulasikan hubungan hujan-limpasan dan memberikan
dugaan hasil sedimen. Model hidrologi ANSWERS dikembangkan dari US-EPA
(United States Environment Protection Agency)oleh Purdue Agricultural
Enviroment Station (Beasley and Huggins 1991).
Salah satu sifat mendasar dari model ANSWERS adalah termasuk
kategori model deterministik dengan pendekatan parameter distribusi. Model
distribusi parameter DAS dipengaruhi oleh variabel keruangan (spatial),
sedangkan parameter- parameter pengendalinya, antara lain : topografi, tanah,
penggunaan lahan dan sifat hujan.
Struktur Model ANSWERS
Model ANSWERS adalah model deterministik yang didasarkan pada
hipotesis bahwa setiap titik di dalam DAS mempunyai hubungan fungsional
antara laju aliran permukaan dan beberapa parameter hidrologi yang
mempengaruhi aliran, seperti intensitas hujan, infiltrasi, topografi, jenis tanah
dan beberapa faktor lainnya. Laju aliran yang terjadi dapat digunakan untuk
memodelkan fenomena pindah massa, seperti erosi dan polusi dalam wilayah
DAS.
Dalam model ini suatu DAS yang akan dianalisis responnya dibagi
menjadi satuan elemen yang berukuran bujursangkar, sehingga derajat
variabilitas spasial dalam DAS dapat terakomodasi. Konsep distribusi
disefinisikan melalui hubungan matematika untuk semua proses simulasi, model
ini mengasumsikan bahwa suatu DAS merupakan gabungan dari banyak elemen
yang diartikan sebagai suatu areal yang memiliki paramater hidrologi yang sama.
Setiap elemen akan memberikan kontribusi sesuai dengan karakteristik yang
dimiliki. Model ini juga mengikut sertakan semua parameter kontrol secara
spasial. Oleh karena itu model ANSWERS melakukan analisis pada setiap satuan
elemen.
Parameter Masukan Model ANSWERSData masukan model ANSWERS dikelompokkan dalam lima bagian (de
Roo 1993), yaitu :1) Data curah hujan, yaitu : jumlah dan intensitas hujan pada suatu kejadian
hujan.
2) Data tanah, yaitu : porositas total (TP), kapasitas lapang (FP), laju infiltrasi
konstan (FC) selisih laju infiltrasi maksimum dengan laju infiltrasi konstan
(A), eksponen infiltrasi (P), kedalaman zona kontrol iniltrasi (DF), kandungan
air tanah awal (ASM), dan erodibilitas tanah (K).
3) Data penggunaan dan kondisi permukaan lahan, meliputi : volume intersepsi
potensial (PIT), persentase penutupan lahan (PER), koefisien kekasaran
permukaan (RC), tinggi kekasaran maksimum (HU), nilai koefisien manning
untuk permukaan lahan (N), faktor tanaman dan pengelolaannya (C).
4) Data karakteristik saluran, yaitu lebar saluran (CW) dan koefisien manning
(N).
5) Data satuan individu elemen, yaitu : kemiringan lereng, arah lereng, jenis
tanah, jenis penggunaan lahan, liputan penakar hujan, kemiringan saluran, dan
elevasi elemen rata-rata.
Mekanisme model ANSWERS
Mekanisme model ANSWERS dapat dijelaskan sebagai berikut (de Roo 1993) :
1) Hujan yang jatuh pada suatu DAS dengan vegetasi tertentu, sebagian akan
diintersepsi oleh tajuk vegetasi (PER) sampai potensial simpanan intersepsi
(PIT) tercapai.
2) Apabila laju hujan lebih kecil dari laju intersepsi, maka air hujan tidak akan
mencapai permukaan tanah. Sebaliknya jika laju hujan lebih besar dari laju
intersepsi, maka terjadi infiltrasi.
3) Laju infiltrasi awal tersebut dipengaruhi oleh kandungan air tanah awal
(ASM = anticedent soil moisture), porositas tanah total (TP), kandungan air
tanah pada kapasitas lapang (FP), laju infiltrasi pada saat konstan (FC), laju
infiltrasi maksimum (FC+A), dan kedalaman zona kontrol infiltrasi (DF).
Laju infiltrasi akan menurun secara eksponensial dengan bertambahnya
kelembaban tanah.
4) Jika hujan terus berlanjut, maka laju hujan menjadi lebih besar dari laju
infiltrasi dan intersepsi. Pada kondisi ini air mulai mengumpul dipermukaan
tanah dalam depresi mikro (retention storage) yang dipengaruhi oleh
kekasaran permukaan tanah, yaitu RC dan HU.
5) Jika retensi permukaan melebihi kapasitas depresi mikro, maka akan terjadi
limpasan permukaan, di mana besarnya limpasan permukaan tersebut
dipengaruhi oleh kekasaran permukaan (N), kelerengan dan arah aliran.
6) Bila hujan terus berlanjut, maka akan tercapai laju infiltrasi konstan (FC).
7) Pada saat hujan reda, proses infiltrasi masih terus berlangsung sampai
simpanan depresi sudah tidak tersedia lagi.
Parameter Keluaran Model ANSWERS
Keluaran model berupa hasil prediksi, yaitu : ketebalan aliran permukaan,
debit puncak, waktu puncak, rata-rata kehilangan tanah, laju erosi maksimum
tiap elemen, laju deposisi maksimum tiap elemen dan pengurangan jumlah
sedimen akibat tindakan konservasi tanah.
Model ANSWERS juga menampilkan grafik yang berisi hyetograf hujan
terpilih, hidrograf aliran permukaan, dan sedimentasi. Dari setiap kajadian hujan
dapat dianalisis debit puncak dan waktu puncak. Debit puncak adalah nilai
puncak (tertinggi) dari suatu hidrograf aliran, dan waktu puncak adalah selang
waktu mulai dari awal terjadinya aliran permukaan sampai terjadinya debit
puncak (Beasley and Huggin 1991).
Asumsi yang digunakan untuk memprediksi erosi dengan model ini adalah
: 1) erosi tidak terjadi di lapisan bawah permukaan; 2) sedimen dari suatu elemen
ke elemen lain akan meningkatkan lapisan permukaan elemen tempat
pengendapan; dan 3) pada segmen saluran tidak terjadi erosi akibat hempasan
butir hujan (Beasley and Huggin 1991).
Penghancuran dan pengangkutan partikel tanah disebabkan oleh pukulan
butir hujan (DTR) dan energi limpasan permukaan. Jumlah partikel tanah yang
dapat dipindahkan tergantung dari besarnya sedimen yang dihasilkan dan
kapasitas transpornya (TC). Air limpasan dan sedimen yang dapat mencapai
elemen yang memiliki saluran, akan bergerak menuju outlet DAS, di mana
sedimentasi yang terjadi dalam saluran akan terjadi ketika besarnya kapasitas
transpor telah terlewati (de Roo 1993).
Kelebihan dan Kelemahan Model ANSWERS
Beasley dan Huggins (1991) menyebutkan bahwa model ANSWERS
dapat digunakan untuk DAS yang luasnya kurang dari 10.0000 ha. Kelebihan dan
model ANSWERS adalah : a) analisis parameter distribusi yang dipergunakan
dapat memberikan hasil simulasi yang akurat terhadap sifat daerah tangkapan; b)
dapat mensimulasi secara bersamaan dari berbagai kondisi dalam DAS; c)
memberikan keluaran berupa limpasan dan sedimen dari suatu DAS yang
dianalisis.
Beasley dan Huggins (1991), mengemukakan bahwa model ANSWERS
sebagai sebuah model hidrologi mempunyai kelebihan, antara lain :
1) Dapat mendeteksi sumber-sumber erosi di dalam DAS serta memiliki
kemampuan sebagai alat untuk strategi perencanaan dan evaluasi kegiatan
RLKT DAS.
2) Dapat mengetahui tanggapan DAS terhadap mekanisme pengangkutan
sedimen ke jaringan aliran yang ditimbulkan oleh kejadian hujan
3) Sebagai suatu paket program komputer yang ditulis dalam bahasafortran,
mempunyai kemampuan untuk melakukan simulasi hujan-limpasan dari
berbagai perubahan kondisi penggunaan lahan dalam DAS.
4) Untuk melakukan inputing data base (topografi, tanah, penggunaan lahan,
sistem saluran) ke dalam model dapat diintegrasikan dengan data dari remote
sensing maupun SIG.
5) Adanya variasi pemilihan parameterinput danoutput dari model disesuaikan
dengan kebutuhan pengguna.
6) Sesuai untuk diterapkan pada lahan pertanian, hutan, maupun perkotaan.
7) Satuan pengukuran dapat berupa metrik ataupun British unit.
8) Dapat diterapkan pada DAS dengan ukuran lebih kecil dari 10.000 ha.
Sedangkan kekurangan nodel ANSWERS antara lain :1) Semakin kompleks, terutama pada data perlukan dan waktu penghitungan,
dimana besarnya tergantung dari berbagai faktor, seperti luas DAS dan jumlah
grid.
2) Model terdistribusi relatif masih bari dibanding lumped parameter, sehingga
masih perlu pengembangan dan penyesuaian.
3) Karena hanya untuk tiap kejadian hujan (individual event), maka model ini
4) tidak memiliki sub model untuk evapotranspirasi.
5) Erosi dari saluran belum diperhitungkan ke dalam model.
6) Batas grid kemugkinan tidak menggambarkan batas yang sebenarnya
7) Untuk sebuah grid dalam kenyataan dapat lebih besar dari luas sub-sub DAS.
Aplikasi Model ANSWERS
Hipotesis yang dikembangkan dalam model ini adalah bahwa setiap bagian
dalam DAS terjadi hubungan antara laju aliran dan parameter-parameter
hidrologi, serta tipe tanah, topografi, infiltrasi, penggunaan lahan dan sifat hujan.
Laju aliran yang terjadi dapat digunakan untuk mengkaji hubungan antara
komponen hidrologi yang menjadi dasar dalam pemodelan fenomena transport,
seperti erosi tanah dan pengangkutan serta pergerakan bahan kimia tanah.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dampak penerapan teknik konservasi tanah terhadap besarnya erosi yang
terjadi dapat dievaluasi melalui 2 cara yaitu pengukuran langsung di lapangan dan
diprediksi menggunakan model-model matematis yang dibangun untuk maksud
tersebut. Pengukuran langsung memerlukan waktu yang lama untuk menghasilkan
data yang memadai untuk bisa dibandingkan dan biaya yang tidak sedikit untuk
memelihara dan mengamatinya di lapangan, untuk itu model-model konservasi dapat
menjadi alternatif yang cepat dapat memberikan angka kuantitatif. Penggunaan
model-model konservasi telah banyak digunakan di berbagai negara termasuk
Indonesia, namun demikian pengembangan model-model konservasi dan input
paramaternya yang sesuai untuk kondisi negara tropis seperti Indonesia belum banyak
dilakukan.
B. Saran
Pengembangan model berbasis proses sudah saatnya untuk dikembangkan di
Indonesia karena model ini dapat menunjukkan kejadian erosi secara keruangan
(spatial) dan waktu. Informasi tersebut sangat penting dalam perencanaan konservasi
tanah untuk menentukan kapan dan dimana tempat yang tepat untuk
mengimplementasikan suatu teknik pencegahan erosi dan aliran permukaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Pembrit. IPB/IPB Pros. Cetakan ketiga. Bogor.
Aswandi. 1996. Aplikasi Model ANSWERS Dalam Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Cikapundung Jawa Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Beasley DB and Huggins LF. 1991. ANSWERS. User’s Manual. Agricultural Engineering Department, Purdue University, West Laffayete, Indiana.
Brooks KN, Folliot PF, Gregesen HM, and Thames JL. 1987. Hydrology and The Management of Watershed. USA.
Chow VT, Maidment DR, and Mays LW. 1988. Applied Hydrology. Singapore : McGraw-Hill Book Company.
De Roo. 1993. Modelling Surface Runoff and Soil Erosion in Catchment Using Geographical Information System. Utrecht. Utrecht University.
Dent FJ and Anderson EA. 1971. System Analysis in Agricultural Management. John Willey & Sons. Sidney.
Ginting AN, dan Ilyas MA. 1997. Pendugaan Erosi pada Sub DAS Siulak di Kabupaten Kerinci dengan Menggunakan Model ANSWERS.
Rose, C.W., K.J. Coughland, C.A.A. Ciesiolka, and B. Fentie. 1997. Program GUEST (Griffith University Erosion System Template) In A New Soil Conservation Methodology and Application to Cropping Systems in