konservasi tanah dan air metode vegetatif "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

33
I. PENDAHULUAN Erosi tanah adalah peristiwa terangkutnya tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh air atau angin (Arsyad, 1976). Pada dasarnya ada tiga proses penyebab erosi yaitu pelepasan (detachment) partikel tanah, pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation). Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) dan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Erosi yang disebabkan oleh air hujan merupakan penyebab utama degradasi lahan di daerah tropis termasuk Indonesia. Tanah- tanah di daerah berlereng mempunyai risiko tererosi yang lebih besar daripada tanah di daerah datar. Selain tidak stabil akibat pengaruh kemiringan, air hujan yang jatuh akan terus-menerus memukul permukaan tanah sehingga memperbesar resiko erosi. Berbeda dengan daerah datar, selain massa tanah dalam posisi stabil, air hujan yang jatuh tidak selamanya memukul permukaan tanah karena dengan cepat akan terlindungi oleh genangan air. Pencegahan dengan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab erosi. Kondisi sosial ekonomi dan sumber daya masyarakat juga menjadi pertimbangan sehingga tindakan konservasi yang dipilih diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan, menambah pendapatan petani serta memperkecil risiko degradasi lahan. 1 | Page

Upload: aminatus-sholikah

Post on 01-Jan-2016

1.486 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

I. PENDAHULUAN

Erosi tanah adalah peristiwa terangkutnya tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh air

atau angin (Arsyad, 1976). Pada dasarnya ada tiga proses penyebab erosi yaitu pelepasan

(detachment) partikel tanah, pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation).

Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) dan unsur hara yang sangat penting

bagi pertumbuhan tanaman.

Erosi yang disebabkan oleh air hujan merupakan penyebab utama degradasi lahan di

daerah tropis termasuk Indonesia. Tanah-tanah di daerah berlereng mempunyai risiko tererosi

yang lebih besar daripada tanah di daerah datar. Selain tidak stabil akibat pengaruh kemiringan,

air hujan yang jatuh akan terus-menerus memukul permukaan tanah sehingga memperbesar

resiko erosi. Berbeda dengan daerah datar, selain massa tanah dalam posisi stabil, air hujan yang

jatuh tidak selamanya memukul permukaan tanah karena dengan cepat akan terlindungi oleh

genangan air.

Pencegahan dengan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan dengan

mempertimbangkan faktor-faktor penyebab erosi. Kondisi sosial ekonomi dan sumber daya

masyarakat juga menjadi pertimbangan sehingga tindakan konservasi yang dipilih diharapkan

dapat meningkatkan produktivitas lahan, menambah pendapatan petani serta memperkecil risiko

degradasi lahan.

Pada dasarnya teknik konservasi dibedakan menjadi tiga yaitu: (a) vegetatif; (b)

mekanik; dan (c) kimia. Teknik konservasi mekanik dan vegetatif telah banyak diteliti dan

dikembangkan. Namun mengingat teknik mekanik umumnya mahal, maka teknik vegetatif

berpotensi untuk lebih diterima oleh masyarakat. Teknik konservasi tanah secara vegetatif

mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik konservasi tanah secara mekanis

maupun kimia, antara lain karena penerapannya relatif mudah, biaya yang dibutuhkan relatif

murah, mampu menyediakan tambahan hara bagi tanaman, menghasilkan hijauan pakan ternak,

kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya. Hal tersebut melatarbelakangi pentingnya informasi

mengenai teknologi konservasi tanah secara vegetatif (Subagyono et al, 2001).

Selanjutnya pada konservasi vegetaif, hendaknya memanfaatkan tanaman lokal yang

tumbuh di daerah masing-masing sebagai upaya menghidupkan kearifan lokal setempat.

1 | P a g e

Page 2: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

Berbagai tanaman lokal telah banyak digunakan sebagai tanaman konservasi, makalah ini

membahas tentang penggunaan bambu lokal yaitu Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae

Widjaja) sebagai upaya konservasi yang salah satu studi kasus diambil pada daerah Kebun Raya

Purwodadi.

2 | P a g e

Page 3: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Konservasi Air dan Tanah

Konservasi tanah merupakan penempatan setiap bidang tanah pada cara

penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya

sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Upaya

konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegah erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak,

dan (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan

secara berkelanjutan. Konservasi air adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah dan

mengatur waktu aliran air agar tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air

pada waktu musim kemarau (Arsyad, 2006).

II.2 Jenis-Jenis Konservasi

Metode konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu (1)

metode vegetatif, (2) metode mekanik dan (3) metode kimia. Metode vegetatif adalah

penggunaan tanaman atau bagian-bagian tanaman atau sisa-sisanya untuk mengurangi

daya tumbuk butir hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan

yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah (Arsyad, 2006).

Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap

tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan

meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam metode mekanik dalam

konservasi tanah dan air adalah pengolahan tanah, guludan, teras, penghambat (check

dam), waduk, rorak, perbaikan drainase dan irigasi (Arsyad, 2006).

II.3 Jenis-Jenis Konservasi secara Vegetatif

Konservasi tanah vegetative mencakup semua tindakan konservasi yang

menggunakan tumbuh-tumbuhan (vegetasi), baik tanaman legume yang menjalar, semak

atau perdu, maupun pohon dan rumput-rumputan serta tumbuh-tumbuhan lain, yang

ditujukan untuk mengendalikan erosi dan aliran air permukaan pada lahan pertanian.

Tindakan konservasi tanah vegetative tersebut sangat beragam, mulai dari pengendalian

3 | P a g e

Page 4: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

erosi pada bidang olah atau lahan yang ditanami dengan tanaman utama, sampai dengan

stabilisasi lereng dari bidang olah, saluran pembuangan air (SPA), maupun jalan kebun

(Santoso et al, 2013).

- Budidaya Lorong (Alley Cropping)

Dalam alley cropping system ini yang kemudian di Indonesia disebut sebagai

sistem budidaya lorong, tanaman pangan (semusim) sebagai tanaman utama ditanam

pada bidang olah di lorong-lorong (alleys) antara barisan-barisan tanaman pagar

(hedgerow crops) dari semak berkayu atau pohon legum, yang secara berkala

dipangkas untuk mengurangi naungan dan sebagai sumber bahan organik. Tanaman

semak atau pohon yang ditanam sebagai pagar tersebut tetap mempunyai fungsi seperti

pada sistem bera dengan semak belukar (bush-fallow system), yaitu mendaur ulang

unsure hara, sumber mulsa dan pupuk hijau, menekan pertumbuhan gulma dan

mengendalikan erosi (gambar 1). Penggunaan tanaman pagar legum lebih disenangi

karena juga dapat menyediakan nitrogen gratis bagi sistem pertanian ini. Oleh karena

itu, sistem budidaya lorong dapat juga disebut sistem bera dengan semak belukar yang

diperbaiki, yaitu dengan menggabungkan masa pertanaman dengan masa bera untuk

meningkatkan intensitas penggunaan lahan (Santoso et al, 2013).

Gambar 1. Konsep sistem budi daya lorong (sumber : Kang et al., 1989 dalam (Santoso et al,

2013).

4 | P a g e

Page 5: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

Penerapan sistem budidaya lorong pada lahan berlereng mampu membentuk

teras alami setinggi 20-30 cm dalam waktu 4 tahun. Dengan terbentuknya teras, maka

panjang lereng berkurang dan kemiringan lahan masing-masing bidang olah juga

berkurang. Teras alami terbentuk karena sedimen yang terbawa oleh aliran permukaan

tertahan oleh barisan tanaman pagar. Pembentukan teras dipercepat dengan

pengolahan tanah, karena setelah diolah tanah menjadi gembur dan lepas sehingga

erosi menjadi lebih tinggi. Selain dapat menekan aliran erosi permukaan, budidaya

lorong juga menekan kehilangan hara N, P dan K hingga menjadi seperlimanya.

Kehilangan hara dapat ditekan lebih rendah lagi bila diikuti dengan tindakan

konservasi tanah yang lain, misalnya pemberian mulsa dan pengolahan tanah

minimum (Santoso et al, 2013).

Meskipun sistem budidaya lorong mempunyai berbagai kelebihan, sistem ini

juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu luas bidang olah berkurang, perlu tambahan

tenaga untuk pemeliharaan dan pemangkasan atau panen tanaman pagar dan adanya

sifat alelopati dari jenis tanaman pagar tertentu. Selain itu juga dilaporkan terjadi

persaingan antara tanaman pagar dengan tanaman pokok dalam serapan hara, cahaya

dan air sering mengurangi dampak positif dari budidaya lorong (Santoso et al, 2013).

- Wanatani (Agroforestry)

Sistem wanatani (agroforestry) adalah sistem penggunaan lahan yang

mengintegrasikan tanaman pangan, pepohonan dan atau ternak secara terus-menerus

ataupun periodik, yang secara social dan ekologis layak dikerjakan oleh petani untuk

meningkatkan produktivitas lahan dengan tingkat masukan dan teknologi rendah

(Nair, 1989).

Semua definisi wanatani tersebut diatas mengimplikasikan bahwa : (1) terdapat

interaksi yang kuat baik kompetitif maupun komplementer antara komponen pohon-

pohonan dan bukan pepohonan; (2) terdapat perbedaan yang nyata antara masing-

masing komponen wanatani dalam dimensi fisik, umur dan dan penampilan fisiologi;

(3) wanatani umumnya mengintegrasikan dua atau lebih jenis tanaman (atau tanaman

dan ternak), dimana paling tidak salah satunya merupakan tanaman berkayu; (4)

wanatani selalu mempunyai dua atau lebih hasil; (5) siklus wanatani selalu lebih dari

5 | P a g e

Page 6: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

satu tahun; (6) walaupun dalam bentuk sederhana, secara ekologi dan ekonomi

wanatani lebih kompleks dibandingkan dengan usaha tani monokultur; dan (7)

wanatani dapat diterapkan pada lahan-lahan yang berlereng curam, berbatu-batu,

berawa ataupun tanah marginal dimana sistem usaha tani lainnya kurang cocok

(Santoso et al, 2013).

- Tanaman Sela

Dilihat dari perkembangan tajuk tanaman tahunan, terdapat dua model

pertanaman sela, yaitu: pertanaman sela terus-menerus dan pertanaman sela periodic.

Pertanaman sela terus-menerus adalah penanaman tanaman pangan semusim atau

menahun, palawija, atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang sudah

menghasilkan. Pada sistem ini, tajuk tanaman tahunan tidak rapat, sehingga

memungkinkan untuk membudidayakan tanaman lainnya yang memiliki tajuk lebih

rendah dari tanaman tahunan. Pengaturan tanaman dilakukan sedemikian rupa,

sehingga interaksi antar tanaman tidak saling merugikan. Penanaman coklat, pisang,

ubi kayu, padi gogo, nanas atau jagung diantara barisan kelapa adalah salah satu

contoh penanaman sela terus-menerus (Santoso et al, 2013).

Tanaman sela sementara adalah penanaman tanaman pangan semusim palawija

atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang tajuknya belum menutupi selruh

permukaan tanah. Jika tajuk tanaman tahunan sudah menutup seluruh permukaan

tanah, maka tanaman semusim tida dapat dibudidayakan lagi. Penanaman jagung, pdi

gogo, kacang tanah dan sayuran dataran rendah diantara barisan kelapa sawit muda

atau karet merupakan contoh tanaman sela sementara (Santoso et al, 2013).

- Pagar Hidup

Pagar hidup adalah barisan tanaman tahunan jenis perdu atau pohon sepanjang

batas pemilikan lahan yang ditanam dengan jarak tanam rapat, dipangkas pada

ketinggian1,5 – 2 m. selain sebagai batas pemilikan lahan, pagar hidup dapat berfungsi

sebagai pencegah orang, ternak pemakan rumput atau tanaman masuk ke lahan dan

merusak tanaman, sumber pakan ternak serta menahan erosi.

6 | P a g e

Page 7: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

- Pola Tanam

Pola tanam adalah sistem pengaturan pertanaman berdasarkan distribusi curah

hujan, baik pola tanam monokultur maupun tumpang sari pada tanaman hampir sama

umur pada sebidang tanah sebagai salah satu strategi untuk menjamin keberhasilan

usaha tani lahan kering. Dalam perkembangannya pola tanam ini sangat tergantung

kepada jenis tanah, iklim, topografi dan pemasaran hasil (Effendi, 1984).

Dengan meningkatkan intensitas tanaman, maka bukan hanya produktivitas

lahan yang ditingkatkan, tetapi sekaligus juga merupakan tindakan konservasi

vegetative. Tertutupnya lahan hampir sepanjang tahun akan mengurangi erosi serta

menghasilkan sisa tanamansebagai bahan organik (Santoso et al, 2013).

Pertanaman campuran (mixed cropping)

Pertanaman campuran adalah sistem penanaman lebih dari satu macam

tanaman semusim pada lahan dan waktu yang sama dengan pola tidak teratur.

Jenis tanaman yang diusahakan biasanya terdiri atas tanaman semusim seperti

padi gogo, palawija atau sayuran. Kadang-kadang lahan ditanami dengan tanaman

tahunan seperti jati, sonokeling, dan mahoni sebagai pembatas pemilikan lahan.

Ttapi berbeda dengan kebun campuran, komponen tanaman semusim dalam

sistem pertanaman campuran lebih dominan. Tujuannya untuk konsumsi pangan,

pakan, kayu bangunan rumah dan kayu bakar (Santoso et al, 2013).

Pertanaman berurutan (sequential cropping)

Pertanaman berurutan adalah sistem dengan dua tanaman atau lebih secara

berurutan/bergilir. Pola tanam dapat berupa padi gogo, kacang tanah, kacang

tunggak atau jagung, kacang tanah, tanaman penutup tanah atau tanaman pupuk

hijau. Tanaman pertama biasanya ditanam di awal musim hujan dan setelah

panen, lahan diolah lagi kemudian diganti dengan tanaman kedua. Tanaman

ketiga ditanam tergantung dari ketersediaan air, kalau tidak memungkinkan

biasanya tahan diberikan sampai musim hujan yang berikutnya (Santoso et al,

2013).

Benguk dan kacang tunggak (Vigna sinensis) dapat ditanam pada musim

tanam ketiga dalam pola pergiliran tanaman lahan kering untuk mencegah

merosotnya produktivitas tanah. Selama empat bulan (Mei – Agustus) benguk dan

7 | P a g e

Page 8: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

kacang tunggak mampu menghasilkan biomassa sebesar 8 dan 5 ton/ha (Purnomo

et al, 1992). Tanaman penutup tanah kacang-kacangan pada musim kemarau

berpengaruh meningkatkan hasil kedelai dan jagung yang ditanam sesudahnya.

Tabel 1. Pengaruh berbagai tanaman penutup tanah terhadap hasil biomassa tanaman penutup tanah, kedelai dan jagung dan hasil biji kedelai di Kuaman Kuning, Jambi.

Sumber : Purnomo et al, (1992) dalam Santoso et al, (2013).

Pertanaman Tumpang Sari

Pertanaman tumpang sari adalah sistem penanaman lebih dari satu macam

tanaman pada lahan yang sama secara simultan, dengan umur tanaman relative

sama dan diatur dalam barisan atau kumpulan barisan atau kumpulan baris secara

berselang-seling seperti : padi gogo + jagung + kacang tanah. Pertanaman

pertama padi ditanaman tumpang sari dengan jagung, pertanaman kedua jagung

ditumpangsarikan dengan kacang tanah (Santoso et al, 2013).

Pertanaman Tumpang Gilir

Pertanaman tumpang gilir adalah penanaman lebih dari satu macam

tanaman pada lahan yang sama secara bergilir. Tanaman kedua ditanam di antara

tanaman pertama sebelum panen. Pola tanam dapat berupa padi gogo + jagung -/-

ubi kayu – kacang tanah. Pertanaman pertama padi gogo ditumpangsarikan

dengan jagung. Sebulan sebelum jagung dipanen, ubi kayu ditanam dengan cara

disisipkan di antara jagung. Setelah padi dan jagung di panen, kacang tanah

ditanam di antara barisan ubi kayu (Santoso et al, 2013).

8 | P a g e

Page 9: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

Pertanaman Berjalur (Strip Cropping)

Pertanaman berjalur adalah penanaman dua jenis tanaman atau lebih

dalam strip-strip secara berselang-seling antara tanaman pokok dan tanaman

penutup tanah. Sistem ini diterapkan pada lahan berlereng 15 – 40% (Santoso et

al, 2013).

Gambar 2. Pertanaman berjalur (Sumber : FFTC, (1995) dalam (Santoso et al, 2013).

Pertanaman bertingkat (Multistorey Cropping)

Pertanaman bertingkat adalah sistem penanaman kombinasi antara pohon

dan tanaman lain yang lebih pendek habitusnya. Penanaman berbagai tanaman

pohon yang berbeda tinggi tajuknya diatur dengan arah barisan timur-barat, dan

tanaman pangan atau tanaman pangan atau pakan diantaranya. Misalnya etase 1

kelapa, setase 2 cengkih, durian melinjo, etase 3 pisang, jeruk, kopi dan etase 4

tanaman pangan dan pakan. Pada prinsipnya sistem ini adalah untuk

meningkatkan produktivitas lahan dengan mengurangi luas lahan yang diolah dan

memperbanyak tanaman. Pengelolaannya perlu memperhatikan pengawetan tanah

dan air, intensitas sinar surya semaksimal mungkin, serta daur ulang bahan

organik dan hara (Widjaja Adhi et al., 1993).

- Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang ditanam untuk menutupi

permukaan lahan pertanian yang berguna mengendalikan erosi dan memperbaiki sifat-

sifat tanah. Tujuan dari tanaman penutp tanah adalah melindungi permukaan tanah dari

9 | P a g e

Page 10: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

erosi percikan akibat jatuhnya tetesan air hujan; meningkatkan kandungan bahan organik

tanah dan memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah; menekan pertumbuhan gulma

sehingga dapat mengurangi biaya perawatan tanaman; dan meminimumkan perubahan-

perubahan iklim mikro dan suhu tanah, sehingga dpat menyediakan lingkungan hidup

yang lebih baik bagi tanaman (Santoso et al, 2013).

Tanaman penutup tanah harus memenuhi persyaratan antara lain: mudah

diperbanyak terutama dengan biji, tumbuh cepat dan menghasilkan banyak daun, toleran

terhadap pemangkasan dan injakan, bukan tanaman inang hama dan penyakit, sistem

perakaran tidak berkompetisi berat dengan tanaman pokok, dan mampu menekan gulma.

Jenis tanaman penutup tanah yang umum digunakan adalah kacang-kacangan / legume

yang merambat paling baik sebagai penutup tanah karena mampu secara langsung

memfiksasi nitrogen dari udara, dan mampu beregenerasi sendiri (Santoso et al, 2013).

Gambar 3. Benguk (Mucuna munaneae) ditanam sebagai tanaman penutup tanah sekaligus dapat digunakan untuk rehabilitasi lahan alang-alang (Photo : I G. P. Wigena dalam (Santoso et al,

2013).

- Penanaman Rumput

Penanaman rumput pada berbagai tempat yang terbuka (tidak tertutup oleh

tanaman utama) sangat penting dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan di

lahan pertanian. Tempat-tempat terbuka tersebut antara lain adalah saluran pembuangan

air (SPA), rorak, jalan dan bidang lereng dari lahan pertanian. Penanaman rumput pada

SPA atau dinamakan sebagai SPA yang diperkuat dengan rumput (grassed waterways)

penting untuk mengamankan SPA sehingga lahan pertanian dapat lebih stabil. Teknik ini

10 | P a g e

Page 11: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

baik untuk lahan yang lerengnya < 30%. Jika air buangannya mengalir terus dan

kecepatannya melebihi 1,5 m/detik, maka dasar salurannya perlu diperkuat dengan

semen. Untuk mengurangi kekuatan aliran air, maka SPA yang diperkuat dengan rumput

tersebut di beberapa tempat dengan jarak yang teratur perlu ditambah dengan terjunan air

(drop spillways). Rumput yang sesuai dengan teknik ini adalah Bahia grass (Paspalum

notatum) atau rumput karpet (Axonopus affinis). Tempat-tempat yang terus-menerus

ternaungi atau tanahnya terlalu berbau tidak cocok untuk teknik SPA dengan rumput ini

(FFTC, 1995).

- Pupuk Hijau

Pupuk hijau dapat ditanam secara khusus untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dan

berguna sebagai pupuk. Kandungan nitrogen pupuk hijau tertinggi pada masa awal

pembentukan bunga, waktu tanaman masih lunak dan mudah dilapuk. Oleh karena itu,

tanaman pupuk hijau sebaiknya dipangkas pada waktu itu dan segera dibenamkan ke

dalam tanah waktu masih berwarna hijau. Tanaman pupuk hijau dapat meningkatkan

kandungan bahan organik tanah, memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah serta

meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi. Tanaman pupuk hijau dapat dipakai untuk

memperbaiki tanah berpasir, tanah liat berat atau tanah-tanah lain yang tidak produktif

(Santoso et al, 2013).

- Mulsa

Mulsa adalah penutup tanah yang berasal dari pangkasan rumput, sisa panen atau

bahan-bahn lain yang penggunaannya disebarkan di permukaan tanah sepanjang barisan

tanaman atau melingkari batang pohon. Mulsa berguna untuk mengurangi erosi dan aliran

air permukaan, menekan gulma dan mengurangi biaya penyiangan. Mengatur suhu tanah,

meningkatkan kandungan bahn organik tanah dan mengurangi penguapan air tanah atau

meningkatkan kelembaban tanah. Penutup tanah atau rumput yang ditanam diantara

tanaman pohon-pohonan dapat dengan mudah dipangkas untuk bahan mulsa (Santoso et

al, 2013).

11 | P a g e

Page 12: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

Gambar 4. Bagan penyebaran mulsa di lahan pertanian (Sumber: FFTC, 1995).

- Pematah Angin

Pematah angin (windbreaks) adalah barisan pohon atau rumput tinggi yang

ditanam dengan jarak yang tepat untuk mencegah atau mengurangi erosi angin dan

kerusakan tanaman yang disebabkan oleh angin. Pematah angin berguna untuk

mengendalikan erosi angin, mengurangi kerusakan fisiologis atau mekanis terhadap

tanaman yang disebabkan oleh angin yang keras, mengurangi evapotranspirasi dan

mengurangi kerusakan tanaman akibat garam jika lokasinya dekat laut (Santoso et al,

2013).

12 | P a g e

Page 13: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

Gambar 5. Bagan pematah angin (FFTC, 1995).

13 | P a g e

Page 14: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

III. PEMBAHASAN

III.1 Alasan Pemilihan Tanaman Bambu Sebagai Tanaman Konservasi

Tanaman bamboo mempunyai sistem perakaran serabut dengan akar rimpang yang

sangat kuat. Karaktersitik perakaran bamboo memngkinkan tanaman ini menjaga sistem

hidrologis sebagai pengikat tanah dan air sehingga dapat digunakan sebagai tanaman

konservasi. Rumpun bamboo di Tatar Sunda disebut dapuran awi juga akan menciptakan

iklim mikro di sekitarnya, sedangkan hutan bamboo dalam skala luas pada usia yang cukup

dapat dikategorikan sebagai satu satuan ekosistem yang lengkap. Kondisi hutan bamboo

memungkinkan mikroorganisme dapat berkembang bersama dalam jalinan rantai makanan

yang saling bersimbiosis.

Kita mengetahui bersama bahwa kerusakan sumberdaya alam di Indinesia telah

melampaui ambang batas kerusakan dan cenderung untuk menuju pada kemusnahan fatal

apabila tidak ada usaha penaggulangannya yang berarti. Kawasan hutan seluas 122 jta ha

tinggal separuhnya akibat pembalakan liar / illegal logging, yang sampai kini belum ada

penanganannya secara tuntas. Akibatnya kita merasakan sendiri terjadinya malapetaka bagi

seluruh lapisan masyarakat seperti terjadinya banjir, longsor, sedimentasi, pendangkalan

sungai serta muaranya pada musim hujan serta kekurangan air dan pencemaran air pada

musim kemarau. Usaha rehabilitasi memang sudah dimulai baik melalui GERHAN, GRLK

provinsi, kabupaten, kota tetapi hasilnya belum mencapai sasaran yang diinginkan. Padahal

Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis ini telah berlangsung lebih dari 40 tahun yang lalu.

Secara rutin bertahun-tahun tanaman penghijauan pada lahan kritis tersebut

didominasi oleh komodita jenis kayu-kayuan sebagai tanaman konservasi dan buah-buahan

sebagai tanaman produktif. Sedangkan tanaman bamboo sebagai jenis tanaman tradisional

dengan sifatnya multiguna, belum tersentuh padahal sepantasnya jenis tanaman ini

diikutsertakan dalam rangka rehabilitasi lahan kritis.

Environment Bamboo Foundation (EBF) merupakan sebuah yayasan yang intensif

mengenai bamboo di Indonesia menjelaskan fungsi EBF dan beberapa manfaat utama

14 | P a g e

Page 15: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

tanaman bamboo : Misi EBF adalah memperkenalkan bamboo sebagai bahan bangunan di

masa depan, sepertiga rumpun bisa dipanen dan memiliki sifat setengah tanaman keras.

Dalam beberapa minggu, tunas baru akan tumbuh tanpa penanaman ulang, dan tidak

mengakibatkan tanah longsor atau hilangnya penyerapan karbon. (Studi menunjukkan

bahwa satu hektar tanaman bamboo bisa menyerap lebih dari 12 ton karbondioksida dari

udara). EBF mendapat laporan dari banyak Negara bahwa debit air meningkat setelah

beberapa tahun ditanami bamboo dan dalam beberapa kasus muncul mata air baru. Tidak

mengherankan mengingat bamboo merupakan tanaman C3 dan efektif dalam konservasi air.

pepohonan rata-rata menyerap 35-40% air hujan; sedangkan bamboo bisa menyerap sampai

90%. Itu sebabnya orang di kolombia mengatakan bahwa mereka menanam air apabila

mereka menanam bamboo. Dengan demikian fungsi bamboo sangatlah banyak, diantaranya

adalah :

a) Meningkatkan volume air bawah tanah,

b) Konservasi lahan,

c) Perbaikan lingkungan dan

d) Sifat-sifat bamboo sebagai bahan bangunan tahan gempa, khususnya wilayah rawan

gempa.

Penghijauan dengan memanfaatkan bamboo local, bukan hanya penting bagi

kelestarian sumber mata air tetapi juga dapat berdampak positif terhadap peningkatan

perekonomian masyarakat. Mulai baru tumbuh pohon bamboo sudah memiliki nilai guna

bagi kepentingan masyarakat. Pohonnnya yang baru tumbuh (rebung) bisa dibuat sayur

sebagai pelengkap makanan sehari-hari. Nilai jualnya juga lumayan bagus serta bisa

memberikan nilai tambah bagi masyarakatnya. Berikutnya, batang bamboo tersebut juga

dimanfaatkan untuk tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan industry, seperti

kerajinan rumah tangga, keperluan rumah dan lain sebagainya. Diantaranya yang paling

mungkin bisa mendatangkan hasil lebiha adalah bamboo tersebut bisa dibuat kerajinan

tangan yang memiliki nilai ekspor yang bernilai tinggi (Widnyana K., 2006).

15 | P a g e

Page 16: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

III.2 Bambu sebagai Tanaman Konservasi Dibandingkan dengan Tanaman Berkayu

(Kluwih)

Karakterisasi Tumbuhan Lokal untuk Konservasi Tanah dan Air,

Studi Kasus pada Kluwih (Artocarpus altilis Park. ex Zoll.) Forsberg) dan Bambu Hitam

(Gigantochloa atroviolaceae Widjaja)

Kluwih (Artocarpus altilis Park. ex Zoll. Forsberg), merupakan salah satu anggota

famili Moraceae, yang banyak dijumpai di hutan dataran rendah di daerah Jawa. Tanaman

ini banyak dimanfaatkan masyarakat tradisional untuk dikonsumsi buahnya, sebagai bahan

mentah dari sayur. Tanaman ini, sebagaimana tanaman Moraceae lainnya, juga sering

dijumpai pada mata air. Di Kebun Raya Purwodadi, koleksi tanaman kluwih dapat dijumpai

di vak IV.B.I (Gambar 6).

Gambar 6. Tanaman kluwih (Artocarpus altilis Park. ex Zoll. Forsberg) di Kebun Raya Purwodadi (Sumber: Sofiah dan Fiqa, 2012).

Bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja), merupakan salah satu jenis

bambu yang menjadi primadona untuk dimanfaatkan buluhnya sebagai bahan dasar

furniture. Bambu hitam juga merupakan salah satu tanaman asli di dataran rendah Pulau

Jawa. Di Kebun Raya, jenis ini bisa dijumapi di vak XII.J.I.

16 | P a g e

Page 17: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

Gambar 7. Tanaman bamboo Hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja) koleksi Kebun Raya Purwodadi (Sumber: Sofiah dan Fiqa, 2012).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa tanaman kluwih,

memiliki tipe kanopi bulat. Bambu hitam yang memiliki karakter khas tumbuh merumpun,

juga dikategorikan berkanopi bulat, berdasarkan bentuk keseluruhan rumpun yang

dibentuknya. Sedangkan berdasarkan klasifikasi tipe akar, bamboo memiliki akar serabut

(fibrous root), sedangkan tanaman kluwih memiliki tipe tunggang (tap root).

Hasil pengukuran fungsi tumbuhan dalam pendistribusian air hujan yang jatuh pada

kedua tanaman menunjukkan hasil yang berbeda satu sama lain (gambar 8). Bambu hitam

memiliki kemampuan menahan lolosan hujan lebih tinggi dibandingkan kluwih. Sehingga

diketahui daya tahan terhadap lolosan hujan pada keduanya, didapatkan dari Intersepsi

tajuk/curah hujan saat itu dikalikan 100%.

17 | P a g e

Page 18: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

Gambar 8. Kemampuan distribusi air hujan pada tanaman (Sumber: Sofiah dan Fiqa, 2012).

Gambar 9. Perbandingan kemampuan tanaman menahan lolosan hujan (Sumber: Sofiah dan Fiqa, 2012).

Bambu hitam adalah salah satu jenis bambu yang banyak diminati karena buluhnya

yang khas. Jenis ini dicirikan dengan warna buluhnya yang hitam. Rebungnya kehitaman

dengan ujung jingga, tertutup bulu coklat hingga hitam. Buluh tingginya mencapai 15 m,

tegak. Buluh muda dengan bulu hitam hingga coklat, gundul ketika tua dan keunguan, ruas

panjangnya 40-50 cm, berdiameter 6-8 cm, dinding tebalnya mencapai 8mm. Daun 20-28 x

2-5 cm, gundul; ligula menggerigi, tinggi 2 mm, gundul (Widjaja, 2001).

18 | P a g e

Page 19: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

Bambu banyak dijumpai di sekitar mata air maupun daerah tepian sungai. Tanaman

bambu memiliki kemampuan menahan erosi, dengan perakarannya yang menyebar luas

sehingga mampu menyerap dan menyimpan air lebih banyak di dalam tanah. Tipe perakaran

yang dimiliki bambu, yaitu fibrous root, juga menjadikan bamboo memiliki kemampuan

untuk mengikat tanah dengan baik.

Kluwih, merupakan tanaman berhabitus pohon. Tinggi mencapai 30 m, batang lurus,

diameter 0,6-1,8 m, seringkali berakar papan, memiliki tanda-tanda bekas daun dan bekas

penumpu. Daun berselang-seling, berbentuk bundar telur sampai menjorong, berukuran 20-

60 (-90) cm x 20-40 (-50) cm, sewaktu muda pinggiran rata atau terbagi menyirip dalam-

dalam, lembaran daun tebal menjangat, berwarna hijau tua dan berkilap pada lembaran

bawah. Perbungaan muncul di ketiak daun, perbungaan jantan menggantung berbentuk gada,

berukuran (15-25) cm x (3-4) cm. Perbungaan betina berbentuk bulat /silinder, berukuran (8-

10) cm x (5-7) cm, berwarna hijau. Buah berbentuk silinder sampai bulat, berdiameter 10-30

cm. Biji berwarna kecoklatan, berbentuk bulat atau memipih dan panjangnya mencapai 2,5

cm (Rajendran, 1992).

Kluwih memiliki tipe akar tunjang (tap root), seperti halnya spesies lain dalam famili

Moraceae. Menurut Oliveira (2003) dalam Fiqa dkk. (2005) menyebutkan bahwa single tap

root memiliki kemampuan untuk menyerap air dari kedalaman tanah yang dalam dan

mencukupi kebutuhan air lebih dari 65% pada tanaman tersebut pada musim kemarau,

membuktikan bahwa tanaman ini mampu menembus lapisan tanah yang dalam untuk

mencukupi kebutuhan airnya.

Tanaman dengan tipe perakaran yang dalam seperti pada jenis ini, diketahui pada

dini hari hingga pagi hari saat musim kemarau permukaan tanah tempat tumbuhan tersebut

tumbuh kondisinya basah (Fiqa, dkk., 2005). Ada dugaan bahwa tanaman mempunyai

mekanisme hydraulic conductance yaitu kemampuan tanaman dalam menyerap air dalam

jumlah banyak di malam hari untuk disebarkan ke permukaan, selanjutnya saat pagi hari air

permukaan akan diserap kembali oleh akar-akar permukaan dan dipergunakan untuk

metabolismenya (Larcher, 1995).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa bambu, mampu menahan

lolosan hujan hingga 84,63%, jauh lebih besar dibandingkan tanaman kluwih yang menahan

lolosan hanya 51,00%. Sejalan dengan hal itu, Sikumbang (2010), menyebutkan bahwa

19 | P a g e

Page 20: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

dibandingkan dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40% air hujan, bambu

dapat menyerap air hujan hingga 90 %. Intersepsi tajuk dan serasah pada bambu, juga

diketahui lebih besar dibandingkan dengan kluwih. Helaian daun pada bambu lebih kecil

dibandingkan helaian daun luwih. Pengaruh luasan helaian daun ini berpengaruh bagi

besarnya intersepsi tajuknya. Selain itu, bentuk tajuk bambu yang lebih rapat, juga

membantunya meningkatkan daya tahan terhadap cucuran air hujan.

Tajuk kluwih yang berbentuk bulat dengan helaian daun lebar, cenderung tidak rapat

dibandingkan tajuk bambu, meskipun demikian, tipe kanopi dapat berubah akibat

penyempitan area tumbuh dan stres yang disebabkan oleh pemangkasan (Sutrisno dkk.,

1998). Karena itulah, tipe kanopi hanya dapat ditentukan jika pohon tumbuh secara alami di

alam secara soliter. Tajuk tumbuhan yang berlapis-lapis, dengan batang berbagai dimensi,

ruangan yang penuh terisi dari lantai hutan hingga pucuk pohon dominan, disertai lapisan

serasah dan humus berbagai tingkat kemasakan merupakan ciri-ciri ekosistem yang unggul

dalam memelihara kualitas lingkungan (Manan, 1992).

Menurut Morgan (1986 dalam Suripin, 2002), efektifitas tanaman penutup dalam

mengurangi erosi dan aliran permukaan dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan kontinuitas

dedaunan sebagai kanopi, kerapatan tanaman, dan kerapatan sistem perakaran. Seperti

diketahui bahwa semakin tinggi tempat jatuh butiran hujan makin tinggi kecepatannya pada

saat mencapai permukaan tanah, dengan demikian makin tinggi pula energy kinetiknya.

Oleh karena itu ketinggian tanaman berperan sangat penting, karena semakin tinggi tanaman

akan semakin besar energi kinetik butiran air hujan yang jatuh dari tanaman tersebut. Lebih

jauh lagi, butiran air hujan yang jatuh dari ketinggian tujuh meter dapat mencapai kecepatan

90% kecepatan maksimumnya, sehingga tinggi tanaman yang melebihi ketinggian ini tidak

efektif sebagai tanaman konservasi. Di samping itu, butiran hujan yang terinsepsi oleh

tanaman dapat saling menyatu untuk membentuk butiran yang lebih besar sehingga lebih

erosif. Dengan demikian tanaman rendah berdaun kecil memberi dampak lebih efektif dalam

mengurangi energi kinetic butiran hujan dibanding tanaman tinggi dan berdaun lebar, sebab

daun lebar akan berfungsi sebagai cawan pengumpul butiran air hujan. Keberadaan kedua

tanaman ini di alam, membuktikan keduanya memiliki peran penting dalam menjaga

kelestarian tanah dan air, lengkap dengan karakteristik keduanya.

20 | P a g e

Page 21: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

IV. KESIMPULAN

Tanaman bambu memiliki kemampuan menahan erosi, dengan perakarannya yang

menyebar luas sehingga mampu menyerap dan menyimpan air lebih banyak di dalam tanah. Tipe

perakaran yang dimiliki bambu, yaitu fibrous root, juga menjadikan bamboo memiliki

kemampuan untuk mengikat tanah dengan baik. Bambu mampu menahan lolosan hujan hingga

84,63%, jauh lebih besar dibandingkan tanaman kluwih yang menahan lolosan hanya 51,00%.

Dibandingkan dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40% air hujan, bambu

dapat menyerap air hujan hingga 90 %.

Intersepsi tajuk dan serasah pada bambu lebih besar dibandingkan dengan kluwih.

Helaian daun pada bambu lebih kecil dibandingkan helaian daun luwih. Pengaruh luasan helaian

daun ini berpengaruh bagi besarnya intersepsi tajuknya. Selain itu, bentuk tajuk bambu yang

lebih rapat, juga membantunya meningkatkan daya tahan terhadap cucuran air hujan. Tajuk

kluwih yang berbentuk bulat dengan helaian daun lebar, cenderung tidak rapat dibandingkan

tajuk bambu, meskipun demikian, tipe kanopi dapat berubah akibat penyempitan area tumbuh

dan stres yang disebabkan oleh pemangkasan.

Tanaman rendah berdaun kecil memberi dampak lebih efektif dalam mengurangi energi

kinetic butiran hujan dibanding tanaman tinggi dan berdaun lebar, sebab daun lebar akan

berfungsi sebagai cawan pengumpul butiran air hujan.

21 | P a g e

Page 22: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Effendi , S. 1984. Membngun Pertanian Lahan Kering yang Tangguh. hlm 391-398 dalam

Prosiding Pertemuan teknia Penelitian Pola Usaha Tani Menunjang Transmigrasi.

Cisarua, bogor 27-29 Februari 1984. Badan Litbang Pertanian, Deptan.

FFTC. 1995. Soil Conservation Handbook. Chinese Edition. Food and Fertilizer Technology

Center (FFTC) for the Asian and Pacific Region. Taipei. Taiwan.

Fiqa, A.P., E. Arisoesilaningsih dan Soejono. 2005. Konservasi Mata Air DAS Brantas

Memanfaatkan Diversitas Flora Indonesia. disampaikan pada Seminar Nasional Basic

Science II FMIPA UNIBRAW Tanggal 26 Februari 2005.

Larcher, W. 1995. Physiological Plant Ecology. Third Edition. Springer. Austria Sikumbang, H.

2010. Bambu untuk Menghadapi Pemanasan Global.

http://ksupointer.com/2010/bambuuntuk- mengahadapi-pemanasanglobal. Akses tanggal

19 November 2013.

Manan, S. 1992. Silvikultur. Dalam Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik

Indonesia. Jakarta.

Nair, P. K. R. 1989. AAgroforestry Systems in the Tropics. Kluwer Academic Publisher.

London.

Santoso Djoko, Purnomo Joko, Wigena I G. P. dan Tuherkih Enggis. 2013. Teknologi

Konservasi Tanah Vegetatif.

http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/lahankering/berlereng4.pdf.

diakses tanggal 19 November 2013.

Sofiah Siti dan Fiqa Abban Putri. 2012. Karakterisasi Tumbuhan Lokal untuk Konservasi Tanah

dan Air,Studi Kasus pada Kluwih (Artocarpus altilis Park. ex Zoll.) Forsberg) dan

Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja). UPT Balai Koonservasi Tumbuhan

Kebun Raya Purwodadi Jl. Raya Surabaya-Malang km. 65 Purwodadi-Pasuruan.

Subagyono Kasdi , Marwanto Setiari , dan Kurnia Undang. 2001. Teknik Konservasi Tanah

Secara Vegetatif. Balai Penelitian Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

22 | P a g e

Page 23: KONSERVASI TANAH DAN AIR   METODE VEGETATIF  "tanaman bambu sebagai tanaman konservasi"

Agroklimat . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian . Departemen Pertanian.

Seri Monograf No. 1 Sumber Daya Tanah Indonesia.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Sutrisno, U.,T. Kalima, Purnadjaja. 1998. Seri Manual Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di

Indonesia. Yayasan PROSEA, Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan. Bogor. Hal

24-31.

Widjaja, E. A. 2001. Identikit Jenis-jenis Bambu di Jawa. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.

Rajendran, R. 2010. Plant Resources of South East Asia2 Edible Fruits and Nuts. Verheij,

E.W.M dan R.E. Coronel (Ed.). PROSEA. Bogor.

Widjaja Adhi, I P. G., Budhiastoro T., dan H. Djohar. 1993. Teknologi Pengembangan Lahan

Kering Marginal untuk Usaha Tani Terpadu di Kalimantan Timur hlm. 97-109 dalam

Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Puslittanak, Bogor.

Widnyana K. 2006. Bambu dengan Berbagai Manfaatnya. Bali: Fakultas Pertanian Universitas

Mahasaraswati Denpasar.

23 | P a g e