vegetasi untuk konservasi tanah dan air

49
1 VEGET SI UNTUK KONSERV SI T N H D N IR (MK. KONSERVASI LINGKUNGAN; smno.psdl.pdkl.ppsub.2013) 1. Pendahuluan Erosi tanah adalah peristiwa terangkutnya tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh air atau angin. Pada dasarnya ada tiga proses penyebab erosi yaitu pelepasan (detachment ) partikel tanah, pengangkutan ( transportation ), dan pengendapan (  sedimentation ). Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas ( top soil ) dan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Erosi yang disebabkan oleh air hujan merupakan penyebab utama degradasi lahan di daerah tropis termasuk Indonesia. Tanah-tanah di daerah berlereng mempunyai risiko tererosi yang lebih  besar daripada tanah di daerah datar. Selain tidak stabil akibat pengaruh kemiringan, air hujan yang jatuh akan terusmenerus memukul permukaan tanah sehingga memperbesar risiko erosi. Berbeda dengan daerah datar, selain massa tanah dalam  posisi stabil, a ir hujan yang jatuh tidak selamanya memukul permukaan tanah karena dengan cepat akan terlindungi oleh genangan air.

Upload: widyatama-putra-makalalag

Post on 17-Oct-2015

318 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

Bagaimana Konservasi Tanah dan Air

TRANSCRIPT

VEGETASI DAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

45

VEGETASI UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR(MK. KONSERVASI LINGKUNGAN; smno.psdl.pdkl.ppsub.2013)

1. Pendahuluan

Erosi tanah adalah peristiwa terangkutnya tanah dari satu tempat ke tempat lain oleh air atau angin. Pada dasarnya ada tiga proses penyebab erosi yaitu pelepasan (detachment) partikel tanah, pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation). Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) dan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Erosi yang disebabkan oleh air hujan merupakan penyebab utama degradasi lahan di daerah tropis termasuk Indonesia. Tanah-tanah di daerah berlereng mempunyai risiko tererosi yang lebih besar daripada tanah di daerah datar. Selain tidak stabil akibat pengaruh kemiringan, air hujan yang jatuh akan terusmenerus memukul permukaan tanah sehingga memperbesar risiko erosi. Berbeda dengan daerah datar, selain massa tanah dalam posisi stabil, air hujan yang jatuh tidak selamanya memukul permukaan tanah karena dengan cepat akan terlindungi oleh genangan air.

Tanah yang hilang akibat proses erosi tersebut terangkut oleh air sehingga menyebabkan pendangkalan saluran drainase termasuk parit, sungai, dan danau. Erosi yang telah berlanjut menyebabkan rusaknya ekosistem sehingga penanganannya akan memakan waktu lama dan biaya yang mahal. Menurut Kurnia et al. (2002), kerugian yang harus ditanggung akibat degradasi lahan tanpa tindakan rehabilitasi lahan mencapai Rp 291.715,- /ha, sedangkan apabila lahan dikonservasi secara vegetatif, maka kerugian akan jauh lebih rendah. Pencegahan dengan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyebab erosi.Kondisi sosial ekonomi dan sumber daya masyarakat juga menjadi pertimbangan sehingga tindakan konservasi yang dipilih diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan, menambah pendapatan petani serta memperkecil risiko degradasi lahan. Pada dasarnya teknik konservasi dibedakan menjadi tiga yaitu: (a) vegetatif; (b) mekanik; dan (c) kimia. Teknik konservasi mekanik dan vegetatif telah banyak diteliti dan dikembangkan. Namun mengingat teknik mekanik umumnya mahal, maka teknik vegetatif berpotensi untuk lebih diterima oleh masyarakat. Teknik konservasi tanah secara vegetatif mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik konservasi tanah secara mekanis maupun kimia, antara lain karena penerapannya relatif mudah, biaya yang dibutuhkan relatif murah, mampu menyediakan tambahan hara bagi tanaman, menghasilkan hijauan pakan ternak, kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya. Hal tersebut melatarbelakangi pentingnya informasi mengenai teknologi konservasi tanah secara vegetatif.Dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan, maka pengelolaan lahan harus menerapkan suatu teknologi yang berwawasan konservasi. Suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan bilama memiliki ciri seperti : dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan sesuai dengan kondisi bio fisik lahan dan dapat diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan degradasi lahan karena laju erosi kecil, dan teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat.Ada beberapa teknologi untuk merehabilitasi lahan dalam kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sinukaban, 2003) yaitu :a.Agronomi yang meliputi teknis agronomis seperti TOT, minimum tillage, countur farming, mulsa, pergiliran tanaman (crop rotation), pengelolaan residu tanaman, dll.b.Vegetatif berupa agroforestry, alley cropping, penanaman rumput.c.Struktur/konstruksi yaitu bangunan konservasi seperti teras, tanggul, cek dam, Saluran, dll.d.Manajemen, berupa perubahan penggunaan lahan.

Tanah dengan penutup tanah yang baik berupa vegetasi, mulsa residu tanaman akan memperkecil erosi dan limpasan permukaan. Harsono (1995), lahan tertutup dengan hutan, padang rumput dapat mengurangi erosi hingga kurang dari 1% dibandingkan dengan tanah terbuka. Permukaan tanah dengan penutupan yang baik dapat berdampak terhadap :o Menyediakan cadangan air tanaho Memperbaiki/menstabilkan struktur tanah,o Meningkatkan kandungan hara tanah, sehingga lebih produktifo Mempertahankan kondisi tanah dan air.o Memperbaiki ekonomi petani.

Teknologi vegetatif (penghutanan) sering dipilih karena selain dapat menurunkan erosi dan sedimentasi di sungai-sungai juga memiliki nilai ekonomi (tanaman produktif) serta dapat memulihkan tata air suatu DAS.

Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya. Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktek tata guna lahan yang maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktek konservasi ladang dan penanaman pohon.Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan mempengaruhi kelancaran jalur pelayaran.Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak. Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan ooleh manusia.Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. Batuan induk Sedimen yang kaya pasir atau debu, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt.

Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. pada hutan yang tak terjamah, minerla tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. Kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat.

2. Konservasi Tanah dan AirKonservasi tanah adalah penempatan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Pemakaian istilah konservasi tanah sering diikuti dengan istilah konservasi air. Meskipun keduanya berbeda tetapi saling terkait. Ketika mempelajari masalah konservasi sering menggunakan kedua sudut pandang ilmu konservasi tanah dan konservasi air. Secara umum, tujuan konservasi tanah adalah meningkatkan produktivitas lahan secara maksimal, memperbaiki lahan yang rusak/kritis, dan melakukan upaya pencegahan kerusakan tanah akibat erosi. Sasaran konservasi tanah meliputi keseluruhan sumber daya lahan, yang mencakup kelestarian produktivitas tanah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendukung keseimbangan ekosistem.Penelitian tentang konservasi tanah telah dirintis sejak zaman Belanda tahun 1911, tetapi baru mulai berkembang pada tahun 1970- an, dengan berdirinya Bagian Konservasi Tanah dan Air, Lembaga Penelitian Tanah, Bogor (sekarang menjadi Kelompok Peneliti Konservasi Tanah dan Pengelolaan Air, Balai Penelitian Tanah). Penelitian-penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui proses erosi mulai dari pengelupasan tanah, pengangkutan sampai pengendapan material terangkut beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya serta akibat yang ditimbulkannya. Selanjutnya dilakukan pula penelitian dasar tentang teknik-teknik pencegahan erosi. Lahan-lahan yang diteliti sebagian besar berupa lahan dengan sifat tanah yang buruk (agregat yang tidak stabil, aerasi buruk, permeabilitas rendah dan infiltrasi tanah rendah, serta hara tersedia bagi tanaman rendah) dan lahan dengan kemiringan yang curam yang rawan terhadap erosi. Lahan dengan bentuk dan sifat tanah seperti di atas mendominasi keberadaan lahan kritis di Indonesia (Kasdi Subagyono, Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia, 2003).Umumnya, hasil-hasil penelitian yang telah dicapai mampu memberikan informasi praktis dalam perencanaan teknik konservasi tanah walaupun masih harus disempurnakan, karena sebagian besar teknologi konservasi dihasilkan dari penelitian pada skala petak kecil. Prediksi erosi pada petak kecil akan memberikan angka yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang sebenarnya terjadi di lapangan. Dari penelitiannya di Ungaran, Jawa Tengah, Agus et al. (2002) melaporkan bahwa besarnya erosi pada skala tampung mikro dengan penggunaan lahan berupa tumpang sari tanaman pangan semusim adalah sekitar 20 t/ha/tahun, pada penggunaan lahan rambutan sekitar 1,9 t/ha/tahun, dan campuran antara rambutan dan semak sebesar 1,7 t/ha/tahun. Sedangkan hasil penelitian dari Haryati et al. (1995) pada skala petak memberikan data erosi yang tiga kali lebih besar pada jenis tanah dan iklim yang tidak jauh berbeda.Fenomena tersebut sangat menarik dan dapat dipergunakan untuk membantu menerangkan, bahwa ekstrapolasi langsung dari skala petak ke tampung mikro dan ke sub-DAS hasilnya akan bias. Oleh karena itu dalam beberapa tahun terakhir penelitian mengenai prediksi erosi dan pengaruh penggunaan lahan terhadap erosi diarahkan pada skala DAS mikro (Watung et al., 2003; Subagyono et al., 2004), dengan tujuan untuk mendapatkan angka prediksi erosi yang mewakili kondisi lapangan yang sangat penting dalam penetapan rekomendasi teknik konservasi.Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butirbutir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Agus et al., 1999).Manusia mempunyai keterbatasan dalam mengendalikan erosi sehingga perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan dalam tindakan konservasi tanah. Salah satu pertimbangan yang harus disertakan dalam merancang teknik konservasi tanah adalah nilai batas erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil loss). Beberapa sifatb dan kondisi tanah yang erat kaitannya dengan erosi adalah kedalaman tanah, permeabilitas lapisan bawah dan kondisi substratum. Karena pembentukan tanah di Indonesia yang termasuk daerah beriklim tropika basah diperkirakan dua kali lebih besar dari daerah beriklim sedang, maka penetapan erosi yang dapat diabaikan juga memperhatikan banyak faktor. Jika besarnya erosi pada tanah dengan sifat-sifat tersebut lebih besar daripada angka erosi yang masih dapat diabaikan, maka tindakan konservasi sangat diperlukan. Ketiga teknik konservasi tanah secara vegetatif, mekanis dan kimia pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi, namun efektifitas, persyaratan dan kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda. Oleh karena itu pemilihan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan (Kasdi Subagyono, Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia, 2003).

Restorasi lahan kering kritis di dataran tinggi dilakukan dengan cara penghutanan kembali secara alamiah (sumber: http://www.snh.org.uk/ uplandpathwork/4.5.shtml)

3. Teknik VegetatifTeknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi (Kasdi Subagyono, Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia, 2003). Pada dasarnya konservasi tanah secara vegetatif adalah segala bentuk pemanfaatan tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.Tajuk tumbuhan berfungsi menahan laju butiran air hujan dan mengurangi tenaga kinetik butiran air dan pelepasan partikel tanah sehingga pukulan butiran air dapat dikurangi. Air yang masuk di sela-sela kanopi (interception) sebagian akan kembali ke atmosfer akibat evaporasi. Fungsi perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir air hujan merupakan hal yang sangat penting karena erosi yang terjadi di Indonesia penyebab utamanya adalah air hujan. Semakin rapat penutupannya akan semakin kecil risiko hancurnya agregat tanah oleh pukulan butiran air hujan. Batang tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan aliran air dari tajuk melewati batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga energi kinetiknya jauh berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju aliran permukaan. Jika energi kinetik aliran permukaan berkurang, maka daya angkut materialnya juga berkurang dan tanah mempunyai kesempatan yang relatif tinggi untuk meresapkan air. Beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan jarak rapat, batangnya mampu membentuk pagar sehingga memecah aliran permukaan. Partikel tanah yang ikut bersama aliran air permukaan akan mengendap di bawah batang dan lama-kelamaan akan membentuk bidang penahan aliran permukaan yang lebih stabil.Keberadaan perakaran mampu memperbaiki kondisi sifat tanah yang disebabkan oleh penetrasi akar ke dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi organisme dalam tanah, sebagai sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat daya cengkeram terhadap tanah (Foth, 1995, Killham, 1994, Agus et al., 2002). Perakaran tanaman juga membantu mengurangi air tanah yang jenuh oleh air hujan, memantapkan agregasi tanah sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman dan mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut akibat aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi, dan kapasitas memegang air.

Apakah Vegetasi dapat Mengkonservasi Tanah dan Air?

Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara pengelolaan.Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat : (1) memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, (2) penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi, (3) disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah: 1) Melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan memperkecil diameter air hujan), 2) menurunkan kecepatan dan volume air runoff, 3) menahan partikel-partikel tanah pada tempetnya melelui sistem perakaran dan serasah yang dihasilkan, dan 4) mempertahankan kapasitas tanah dalam menyimpan air; dan 5) meningkatkan laju infiltrasi dan perkolasi air dalam tanah.Vegetasi secara umum dapat mencegah erosi, namun setiap jenis tanaman dan banyaknya tajuk terhadap erosi berbeda-beda. Pada tanaman yang rimbun kemungkinan erosi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh jarang. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi yaitu intersepai air hujan oleh tanaman, mengurangi kecepatan aliran dan energi perusak air serta meningkatkan efektivitas mikroorganisme yang berperan dalam proses humifikasi. Juga dapat menigkatkan agregasi dimana akar-akar tanaman dengan selaput koloidnya menyebabkan agregat menjadi stabil dan pengaruh traspirasi dimana terjadi peningkatan kehilangan air tanah melalui penguapan sehingga kemampuan menyerap air meningkat.Sruktur tajuk taumbuhan pada suatu areal tertentu, jika berlapis dengan tanaman penutup tanah dan serasah akan memberikan ketahanan berganda terhadap pukulan butiran hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Menurut Soemarwoto (1983) bahwa selain berfungsi menghalangi pukulan langsung air hujan kepermukaan tanah, vegetasi penutup lahan juga menambah kandungan bahan organik tanah yang meningkatkan resistensi terhadap erosi yang terjadi. Selanjutnya, menurut Hardjowigeno (1987), pencegahan erosi dapat berlangsung secara efektif ap[abila paling sedikit 70 % permukaan lahan tertutup oleh vegetasi.Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi terjadi melalui (a) intersepsi hujan oleh tajuk tumbuhan, (b) mengurangi laju aliran permukaan dan gaya dispersinya, (c) pengaruh akar dalam peningkatan granulasi dan porositas, (d) kegiatan biologi dalam tanah yang memperbaiki porositas, dan efek transpirasi yang mengeringkan tanah.Fungsi lain vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani. Efek penutup tanah dapat dikelompokkan menjadi lima kategori :1. Intersepsi terhadap curah hujan2. Mengurangi kecepatan run off3. Perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah.4. Mempengaruhi aktifitas mikro organisme yang berakibat pada meninhkatkan porositas tanah.5. Transpirasi tanaman akan berpengaruh pada lengas tanah pada hari berikutnya.

Hasil-hasil penelitian oleh Kelman (1969) dalam Hamilton, et al. (1997) di Mount APO Mindanau pada kemiringan 20% mengenai erosi pada berbagai penutup tanah seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Penutup Tanah pada Erosi

No.Penutup TanahErosi Ton/ha/thnRatio thd hutan primer

1Primary forest0.091.0

2Soft wood grassland0.131.4

3Imperata0.182.0

4New rice Kaingin0.384.2

512 year old Kaingin27.60306.7

Erosi meningkat secara eksponensial dengan berkurangnya penutupan tanah. Pengelolaan tanaman penutup tanah secara intercropping dengan tanaman pohon dapat mengurangi erosi. Tanaman penutup tanah dapar berupa: Centrosema, Indegofera, Bahia grass, Guinea grass, Summer soy bean, Rice straw mulch. Hasilnya menunjukkan bahwa Bahia grass, Guinea grass dan Rice Straw mulch sangat efektif sekali untuk mencegah erosi dan run off.Pengaruh berbagai penutup tanah, praktek-praktek pengelolaan penutup tanah dan praktek konservasi terhadap erosi pada perkebunan pisang dengan kemiringan yang cukup di Taiwan telah banyak ditel;iti oleh para peneliti. Barier rumput atau jalur-jalur mulsa mengurangi run-off. Tanpa adanya mulsa penutup tanah dengan indegofera atau bahia grass adalah sangat efektif dalam mengurangi run-off dan erosi. Pemangkasan selektif terhadap kelebatan pohon sebesar 40 % tidak menimbulkan erosi yang berarti. Akan tetapi penebangan hutan dimana pohon-pohonnya ditarik keluar akan menimbulkan erosi tanah

4. Bagaimana Vegetasi Dapat Mengkonservasi Tanah dan Air?

Vegetasi dapat berfungsi dalam konservasi tanah dan air karena ia memiliki beberapa manfaat yang mendukung terciptanya pertanian berkelanjutan. Vegetasi memeliki beberapa manfaat yang merupakan ciri pertanian berkelanjutan seperti konservasi, reklamasi dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

4.1. Aspek KonservasiAspek konservasi berupa konservasi tanah dan air melalui peningkatan infiltarasi, sehingga cadangan air tanah tersedia dan dapat mencegah terjadinya erosi baik oleh air karena aliran permukaan, maupun akibat angin dan salinasi. Secara umum infiltarasi dipengaruhi oleh:(1) intensitas hujan atau irigasi,(2) kandungan lengas tanah, dan(3) faktor tanah.Faktor tanah merupakan sifat internal tanah dan sifat lain yang dipengaruhi oleh cara pengelolaan tanah. Pengelolaan tanah dapat mempengaruhi struktur tanah, keadaan dan bentuk permukaan tanah serta keadaan tanaman.Penutupan tanah dengan vegetasi dapat meningkatkan infiltrasi karena perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah, disamping itu juga mempengaruhi aktifitas mikroorganisme yang berakibat pada meningkatkan porositas tanah (Harsono, 1995). Selanjutnya air masuk melalui infiltrasi tetap tersimpan karena tertahan oleh tanaman penutup di bawahnya atau sisa-sisa tanaman berupa daun yang sifatnya memiliki penutupan yang rapat sehingga menekan evaporasi. Demikian halnya dengan aspek konservasi tanah, vegetasi memiliki peranan penting karena dapat mengurangi peranan hujan dalam proses terjadinya erosi. Proses terjadinya erosi oleh hujan sebagai berikut :(1). Pelepasan butiran tanah oleh hujan.(2). Transportasi oleh hujan(3). Pelepasan (penggerusan/scouring) oleh run off.(4). Transportasi oleh run off.

Usaha konservasi tanah pada hakekatnya adalah pengendalian energi dari akibat tetesan hujan maupun limpasan permukaan dalam proses terjadinya erosi. Prinsip pengendalian energi ini dengan usaha :1. Melindungi tanah dari pukulan air hujan (erosi percik), dengan tanaman penutup tanah.2. Mengurangi kecepatan energi kinetik tetesan air hujan, dengan tanaman pelindung, atau pelindung non-vegetatif lainnya.3. Mengurangi energi kinetik limpasan permukaan.

4.2. Aspek Reklamasi.Aspek reklamasi berupa penambahan unsur hara dari proses dekomposisi bahan organik, sehingga dapat memperbaiki ketersediaan hara. Kerusakan lahan banyak diakibatkan oleh erosi berupa hilangnya tanah dengan kandungan bahan organik dan hara yang sangat merugikan bagi tanaman. Penurunan kandungan hara tanah dapat diperbaiki dengan menggunaan pupuk, tetapi membutuhkan biaya yang besar. Namun dengan adanya sisa-sisa tanaman yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sampai perubahan lebih lanjut yang dikenal dengan humus dapat memperbaiki kandungan Nitrogen, Kalium, Karbon, Pospor, Sulfur, Calsium, dan Magnesium. Secara skematis, mekanisme pembentukan humus dalam perombakan sisa-sisa tanaman dalam tanah. Humus mengabsorbsi sejumlah besar air dan menunjukkan ciricirinya untuk mengembang dan menyusut. Humus merupakan faktor penting dalam pembentukan struktur tanah. Humus mempunyai ciri-ciri fisik lain dan sifat fisikokimia yang menjadikan humus merupakan unsur pokok tanah yang bernilai tinggi.

4.3. Aspek Ekonomi.Dimana tanaman vegetasi penutup berupa tanaman agroforestry yang dikembangkan memiliki kontribusi produksi yang nyata sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupan petani. Agroforestry memiliki fungsi ekonomi bagi suatu masyarakat. Peran utama bagi petani bukan hanya produksi bahan pangan melainkan juga sebagai sumber penghasil pemasukan uang dan modal.Pendapatan petani dari system agroforestri umumnya dapat menutupi kebutuhan sehari-hari dari hasil panen secara teratur seperti lateks, damar, kopi, kayu manis dan lain-lain. Selain itu juga dapat membantu menutupi pengeluaran tahunan dari hasil panen secara musiman seperti buah-buahan, cengkeh, pala dan lain-lain. Komoditas lainnya berupa kayu juga dapat menjadi sumber uang cukup besar meskipun tidak tetap, dan dapat dianggap sebagai cadangan tabungan untuk kebutuhan mendadak. Meskipun tidak memungkinkan akumulasi modal secara cepat dalam bentuk system-aset yang dapat segera diuangkan, namun diverifikasi tanaman merupakan jaminan petani terhadap ancaman kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar yang sulit diperkirakan. Jika terjadi kemerosotan harga suatu komoditas, spesies ini dapat dengan mudah ditelantarkan, hingga suatu saat pemanfaatannya kembali menguntungkan. Proses tersebut tidak menyebabkan gangguan ekologi terhadap system ini, dan bahkan komoditas tersebut akan tetap hidup dalam struktur kebun dan siap untuk dipanen sewaktu-waktu. Sementara komoditas lainnya tetap akan ada yang dapat dipanen, bahkan komoditas baru dapat diintroduksi tanpa merombak system produksi yang ada.

5. Untuk apa Vegetasi Dikembangkan pada Suatu DAS?

Teknologi vegetatif sesuai untuk diterapkan pada suatu DAS dengan distribusi debit sungai yang tidak seragam. Artinya perbedaan antara debit puncak dan aliran dasar sangat besar. Percobaan yang pernah dilakukan di Indonesia berupa membandingkan DAS untuk pertanian, dengan satu 25 % wilayahnya dihutankan kembali, dan yang lain lagi 100 % dihutankan kembali dengan Pinus mercusii, Tectona gandis, Swetenia macrophylla dan Eucalyptus alba. Hasil dilaporkan bahwa, daerah yang dihutankan kembali aliran sungainya secara terus-menerus dalam musim kering yang besarnya 2,5 kali lipat dari aliran sungai yang berasal dari DAS untuk pertanian (Hamilton, et al. 1997). Hutan yang tidak terganggu merupakan penutup tanah yang baik terhadap erosi. Sedimen yang tersuspensi pada 250 juta hektar hanya terjadi sebesar 0,4 ton/ha/thn (Pauler dan Heady, 1981 dalam Hamilton, et al. 1997). Pada hutan sekunder sedimen hanya terjadi sebesar 1,19 ton/ha/thn. Anderson (1978), mengamati bahwa erosi meningkat sebagai akibat hutan yang terbakar, sedimen terjadi sebesar 3,12 ton/ha/thn atau 5-8 kali daripada hutan yang tidak terganggu di DAS Oregon USA.

Penebangan hutan memicu erosi dan tanah longsor (sumber: http://www.fotopedia.com/)

Pengelolaan secara vegetatif merupakan salah satu teknologi konservasi tanah dan air dalam rangka menuju pertanian berkelanjutan. Teknologi ini dapat memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dan penutupan lahan sehingga dapat meningkatkan infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi, memperbaiki hara tanah serta memiliki nilai ekonomi. Teknologi ini tepat diterapkan pada suatu DAS dengan distribusi aliran yang memiliki perbedaan yang cukup besar antara volume aliran puncak dan aliran dasar. Karena dengan menghutankan suatu DAS, maka aliran sungainya secara terus menerus dalam musim kering besarnya mencapai 2,5 kali lipat dari aliran sungai yang berasal dari DAS yang tidak berhutan. Hutan yang tidak terganggu merupakan penutup tanah yang baik terhadap erosi. Sedimen yang tersuspensi pada 250 juta ha hanya terjadi sebesar 0,4 ton/ha/thn. Namun pada hutan yang terbakar mengakibatkan erosi meningkat, demikian halnya dengan sedimen terjadi sebesar 3,12 ton/ha/thn atau 5-8 kali daripada hutan yang tidak terganggu.

6. Jenis-Jenis Konservasi Tanah dan Air Secara Vegetatif

Teknik konservasi tanah secara vegetatif yang akan diuraikan dalam monograf ini adalah: penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk didalamnya adalah pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip (strip cropping), strip rumput (grass strip) barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping) (Kasdi Subagyono, Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia, 2003).

Alley cropping pada lahan miring dapat mengendalikan erosi dan limpasan permukaan (sumber: http://www.agnet.org/)

Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus berkembang di lapangan. Keuntungan yang didapat dari sistem vegetatif ini adalah kemudahan dalam penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari pengembalian bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani dari hasil sampingan tanaman konservasi tersebut.

Sistem alley cropping antara pohon karet (double row) dan kopi. Pohon karet juga berfungsi sebagai pohon naungan bagi tanaman kopi (sumber: http://www.scielo.br/)

Radiasi matahari yang tersedia bagi tanaman kopi dipengaruhi oleh jaraknya dari pohon karet

Integrated alley cropping bio-intensive gardennzdl.orgSistem alley cropping terpadu (sumber: nzdl.org)

6.1. Penghutanan Kembali

Penghutanan kembali (reforestation) secara umum dimaksudkan untuk mengembalikan dan memperbaiki kondisi ekologi dan hidrologi suatu wilayah dengan tanaman pohon-pohonan. Penghutanan kembali juga berpotensi untuk peningkatan kadar bahan organik tanah dari serasah yang jauh di permukaan tanah dan sangat mendukung kesuburan tanah. Penghutanan kembali biasanya dilakukan pada lahan-lahan kritis yang diakibatkan oleh bencana alam misalnya kebakaran, erosi, abrasi, tanah longsor, dan aktivitas manusia seperti pertambangan, perladangan berpindah, dan penebangan hutan (Kasdi Subagyono, Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia, 2003).Hutan mempunyai fungsi tata air yang unik karena mampu menyimpan air dan meredam debit air pada saat musim penghujan dan menyediakan air secara terkendali pada saat musim kemarau (sponge effect). Penghutanan kembali dengan maksud untuk mengembalikan fungsi tata air, efektif dilakukan pada lahan dengan kedalaman tanah >3 m. Tanah dengan kedalaman