meloidogyne incognita -...
TRANSCRIPT
12
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Nematoda Puru Akar (Meloidogyne incognita)
2.1.1.1 Klasifikasi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne incognita)
Nematoda parasitik kebanyakan dapat dijumpai di dalam inang yang cukup
besar dan cocok untuk hidupnya, termasuk cacing tanah, serangga, binatang berkaki
lunak (molusca) dan binatang bertulang belakang (vertebrata). Nematoda parasitik
dapat hidup pada semua bagian tumbuhan, termasuk kuncup bunga, daun, batang
dan akar. Kerusakan yang ditimbulkan oleh nematoda pada populasi yang rendah
biasanya ringan, tetapi pada populasi yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
berat atau dapat mematikan inangnya. Beberapa nematoda dapat mengurangi
kemampuan tanaman untuk mencegah infeksi jamur, jadi nematoda dapat
mengakibatkan kerusakan ganda, dan yang lain dapat menularkan penyakit
antartanaman inang (Dropkin, 1992).
Semua nematoda parasitik tumbuhan termasuk dalam filum nematoda.
Kebanyakan genus nematoda parasitik tumbuhan yang penting termasuk ordo
Tylenchida, tetapi ada beberapa yang termasuk ordo Dorlaimida. Meloidogyne
incognita termasuk dalam ordo Tylenchida (Agrios, 2004). Berikut adalah
kalsifikasi M. incognita:
13
Kingdom : Animalia Filum : Nematoda Kelas : Anelida Ordo : Tylenchida Famili : Meloidogynidae Genus : Meloidogyne Spesies : Meloidogyne incognita
Habitat asli dari spesies Meloidogyne masih tidak diketahui. Distribusi dari
tanaman yang terserang nematoda puru akar tersebar secara luas, hal tersebut
menyebabkan kesulitan dalam mengidentifikasi spesies asli dari daerah tersebut,
spesies yang telah beradaptasi lama ditempat tersebut, spesies yang beradaptasi
dengan iklim dan mampu untuk bertahan hidup, atau spesies yang hanya bertahan
hidup selama beberapa tahun (Taylor, 1978). Meloidogyne incognita hidup di
daerah tropis, di daerah sekitar equator, dengan suhu 250 – 300C.
2.1.1.2 Morfologi dan Anatomi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne incognita)
Nematoda betina berwarna transparan, berbentuk seperti seperti botol, botol
atau buah pear bersifat endoparasit yang tidak terpisahkan. Panjangnya lebih dari
0,5 mm dan lebarnya antara 0,3-0,4 mm. Stiletnya lemah, panjang stilet 12-15 µm,
melengkung kearah dorsal. Memiliki pangkal knop yang jelas. Nematoda betina
dewasa mempunyai leher pendek dan tanpa ekor. Nematoda betina ususnya tidak
jelas bentuknya dan tidak dihubungkan dengan rektum. Uterus kedua gonadnya
bertemu pada suatu tempat sedikit di depan vulva. Telur-telurnya diletakkan di
dalam kantung telur yang terdapat di luar tubuh betina dan disekresikan oleh sel-sel
kelenjar rektum. Memiliki pola yang jelas pada stiasi yang terdapat di sekitar vulva
dan anus disebut pola perineal yang dapat dipergunakan untuk identifikasi jenisnya
(Saxena & Mukerji, 2007).
14
Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat di dalam
tanah. Panjangnya bervariasi maksimum 2 mm, sedangkan perbandingan antara
panjang tubuh dan lebarnya mendekta 45. Kepalanya tidak berlekuk, panjang
stiletnya hampir dua kali panjang stilet betina. Bagian posterios berputar 1800
memiliki 1-2 testis (Dropkin, 1992).
Kulit nematoda terdiri dari kutikula dan hypodermis. Kutikula terdiri dari zat-
zat protein seperti keratin dan matrisin. Kutikula tidak berwarna, nematoda dapat
bergerak seperti ular jika terdapat air. Selama pertumbuhan, kutikula akan
ditinggalkan. Rongga mulut nematoda parasit tumbuhan, memiliki stilet berlubang
yang dapat ditarik atau dikeluarkan dengan gerakan urat-urat. Dengan stilet ini,
nematoda menusuk sel dan isi sel-sel tumbuhan dapat diisap. Aktifitas menghisap
ini dilakukan dengan gerakan otot-otot (yang berada di dalam bulbus) di dalam
kerongkongan (esofagus). Setelah menusuk sel tumbuhan inang, nematoda
memasukkan sedikit air liur ke dalam sel, sehingga isi sel lebih mudah dicerna
(Sastrahidayat, 1992).
15
Gambar 2.1 Morfologi dan anatomi nematoda Meloidogyne incognita jantan dewasa (Eisenback, 1985)
16
Gambar 2.2 Morfologi dan anatomi nematoda Meloidogyne incognita betina dewasa (Eisenback, 1985)
2.1.1.3 Siklus Hidup Nematoda Puru Akar (Meloidogyne incognita)
Umumnya siklus hidup nemtoda parasit terdiri dari 6 tahapan, yaitu telur,
juvenile 1 sampai juvenile IV, dan nematoda dewasa. Lama setiap tahapan dari
17
siklus hidup nematoda berbeda antar spesies satu dengan spesies lainnya, serta
dipengaruhi oleh faktro suhu, kelembapan dan jenis tanaman inangnya. Nematoda
yang berada pada kondisi menguntungkan, seperti di daerah tropis, akan memiliki
siklus hidup yang relatif singkat dan bisa menghasilkan beberapa generasi per
musim (Coyne, 2014). Siklus hidup nematoda puru akar umumnya sekitar 14 hari.
Satu daur hidup telur sampai telur generasi berikutnya dapat diselesaikan dalam
waktu 2-4 minggu pada kondisi lingkungan optimum, khususnya suhu, tetapi akan
berlangsung lebih lama pada suhu yang lebih dingin. Stadia telur berlangsung
selama 5 hari, telur disimpan di dalam kantung telur nematoda betina yang
didalamnya terdapat matriks gelatin (Taylor, 1978).
Jumlah telur yang dihasilkan oleh nematoda dalam satu kelompok telur
mencapai 400-1000 telur atau lebih, bahkan apabila tanaman inang dan lingkungan
cocok bisa mencapai 2800 telur. Telur berbentuk elip dengan ukuran 67-128 µm x
30–35 µm (Winarto, 2008). Pergantian kulit untuk pertama kalinya (larva stadia I)
terjadi di dalam telur, biasanya jika setelah menetas dari telur (larva stadia II) masuk
ke dalam akar dengan menembus akar dengan stiletnya (Agrios, 2004). Pergantian
kulit kedua dalam waktu 18 hari diikuti dengan pergantian kulit ketiga dan keempat
antara 18-24 hari. Nematoda betina tumbuh dengan cepat antara hari ke-24 hingga
hari ke-30. Massa telur tampak setelah hari ke-27 sampai hari ke-30. Telur-telur ini
mulai tersimpan pada hari ke-30 sampai pada hari ke-40 (Taylor, 1978).
Dropkin (1992) menjelaskan bahwa larva stadia II muncul pada suhu dan
kelembapan yang sesuai serta bergerak ke dalam tanah menuju ke ujung akar yang
sedang memanjang, merusak sel-sel dengan menancapkan stiletnya berulang-ulang.
18
Setelah bisa masuk ke dalam akar larva bergerak diantara sel-sel. Luc, et al., (1995)
menyatakan larva dapat tinggal di dalam puru atau berpindah secara interseluler
melalui jaringan parenkim korteks menuju tempat makanan baru di dalam jaringan
akar yang sama. Menurut Hussey & Barker (1973) dalam Wijayanti (2015) larva
instar II ini merupakan stadia yang sangat aktif dan infektif.
Gambar 2.3 Siklus hidup nematoda puru akar (Meloidogyne incognita) (Coyne, et al., 2014)
Pada umumnya Meloidogyne spp., berkembangbiak secara partenogenesis
dengan fase telur yang terdiri dari 4 stadium larva dan dewasa. Pergantian kulit
pertama kali terjadi didalam telur, sedangkan tiga pergantian berikutnya terjadi
19
didalam jaringan tanaman (Sastrahidyat, 1992). Fase telur ini mengalami pergantian
kulit menjadi juvenile I. Setelah itu, telur menetas, ganti kulit kedua dan memasuki
fase juvenile II. Kemudian berkembang, ganti kulit ketiga memasuki fase juvenile
III. Juvenile terus berkembang, ganti kulit keempat dan memasuki fase juvenile IV.
Dari fase juvenile IV memasuki fase dewasa jantan dan betina. Meloidogyne spp.
jantan dan betina dewasa tubuhnya membesar sehingga aktivitas geraknya terbatasi,
betina akan mengandung telur yang jumlahnya banyak, ukuran tubuh betina akan
terus membesar, tetapi jantan dewasa akan kembali ke ukuran ramping seperti
semula. Pada fase hidup bebas, larva stadium kedua infektif melakukan migrasi
melalui tanah untuk menemukan akar tanaman yang sesuai, kecuali jika telur-telur
dihasilkan didalam puru atau didalam umbi tanaman, dimana saat telur telah
menetas dapat berpindah ke sisi makanan yang lain tanpa harus muncul ke atas
permukaan tanah (Ayuningtyas, 2008).
Larva masuk ke dalam jaringan tanaman dan bergerak ke arah silinder pusat,
tetapi seringkali berada di daerah pertumbuhan akar samping. Di daerah dekat
silinder pusat tersebut larva menetap dan menyebabkan perubahan sel-sel yang
menjadi makanannya. Larva selanjutnya menggelembung dan melakukan
pergantian kulit untuk kedua dan ketiga kalinya tanpa makan, selanjutnya larva
akan menjadi jantan dewasa atau betina dewasa. Penentuan jenis kelamin ini
ditentukan oleh faktor lingkungan. Pada kondisi tertekan atau stres misalnya
kepadatan tinggi dan suhu tinggi, cadangan makanan sedikit atau ketidaksesuaian
tanaman inang maka presentase jantan lebih besar. Nematoda jantan akan lebih
banyak terbentuk jika akar terserang berat dan zat makanan tidak mencukupi untuk
20
perkembangan nematoda. Nematoda jantan berbentuk memanjang di dalam
kutikula stadium larva ke empat selanjutnya keluar dari jaringan akar. Sedangkan
nematoda betina masih berada di dalam jaringan tanaman dengan bagian posterior
tubuhnya berada pada permukaaan akar (Dropkin, 1992).
Gambar 2.4 Tahapan siklus hidup nematoda bengkak akar; A. Telur nematoda yang juvenil II, b. Juvenil II yang menetrasi ke jaringan tanaman, C. Nematoda bengkak akar betina pada akar tanaman yang menyebabkan pembentukan dan memakan “giant cells”, D. Bagian longitudinal Meloidgyne betina memakan giant cells, E. nematoda bengkak akar betina bertelur di luar akar (Agrios, 2005).
2.1.1.4 Mekanisme Infeksi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne incognita)
Akar tanaman yang terinfeksi NPA dapat mengakibatkan timbulnya puru bulat
atau memanjang dengan ukuran yang bervariasi. Apabila tanaman terinfeksi berat
21
oleh NPA, sistem akar yang normal akan berkurang sampai batas jumlah akar yang
berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami gangguan secara
total (Luc et al., 1995). Juvenile fase II masuk kedalam ujung akar melalui
endodermis yang terletak di dekat tudung akar dan terus bergerak menuju titik
tumbuh akar. Juvenile menetap di akar dengan kepala berada didalam silinder
vaskular, tetapi jika juvenile berada di akar yang sudah tua, maka kepala juvenile
akan berada di perisikel akar. Sel-sel yang berada disekitar juvenile mulai
membesar. Dua atau tiga hari setelah juvenile menetap didalam akar, juvenile
menjadi matang, dan beberapa sel disekitar kepala juvenile membesar, inti sel
menjadi poliploid dan mengalami serangkaian pembelahan, sehingga terdapat
ratusan inti sel dan jumlah organel meningkat, beberapa dinding sel rusak dan
hilang, sehingga menimbulkan sel raksasa. Penggabungan dan pembesaran sel
terjadi terus menerus selama 2-3 minggu, dan sel-sel raksasa menggangu jaringan
disekitarnya. Setiap gall biasanya berisi 3-6 sel raksasa. Sel raksasa mengambil
nutrisi dari sel-sel disekitarnya dan menyediakan makanan untuk nematoda.
Dropkin & Nelson (1960) dalam Huang (1985), menjelaskan bahwa Dinding sel
dari sel raksasa tersusun atas selulosa dan pectin, dan tidak mengandung lignin,
suberin. Terdapat kandungan karbohidrat yang tinggi, lemak, asam ribonukleit, dan
protein. Pembengkakan akar terjadi karena sel-sel yang berada disekitar sel raksasa
berkembang dan membelah secara berlebihan, serta diikuti dengan berkembangnya
nematoda dalam akar. Nematoda betina berkembang dan menghasilkan kantung
telur untuk menampung telur-telur nematoda betina. Nematoda betina
mengeluarkan telur-telur dari kantung telur disertai dengan pembelahan korteks.
22
Telur-telur yang telah dikeluarkan dari kantung telur ada yang tetap terlapisi korteks
ataupun tidak (Agrios, 2004).
Gambar 2.5 Mekanisme infeksi nematoda oleh genus Meloidogyne pada akar
tanaman (Agrios, 2004)
Akar yang terinfeksi oleh Meloidogyne incognita mengalami gangguan
diferensiasi xilem dan floem. Sel-sel periskel mengganti beberapa pembuluh kayu
dan tapis di dalam puru akar yang menyebabkan fungsi akar menjadi berkurang.
Akar yang terinfeksi mengalami pertumbuhan baru, pengangkutan air dan nutrisi
dari akar ke bagian permukaan atas tanaman makin berkurang (Dropkin, 1992).
NPA mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama
terdiri dari protein, polisakarida seperti pektin selulase dan hemiselulase serta patin
sukrosa dan glikosid menjadi bahan-bahan lain. Meloidogyne incognita
23
mengeluarkan enzim selulase yang dapat menghidrolisis selulosa dan enzim
endopektin metal transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Terurainya
bahan-bahan penyusun dinding sel ini menyebabkan dinding sel akan rusak dan
terbentuk luka. Selanjutnya nematoda ini bergerak di antara sel-sel atau menembus
sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukup cairan makanan. Betina NPA yang
bersifat endoparasit sedentari hidup dan berkembang biak di dalam jaringan sel,
mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan asam indol asetat (IAA) yang
merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru
(Lamberti & Taylor, 1979).
2.1.1.5 Dampak Infeksi Nematoda Puru Akar (Meloidogyne incognita)
Kerusakan mekanik secara langsung yang disebabkan oleh nematoda sewaktu
makan hanya menyebabkan kerusakan kecil terhadap tumbuhan. Nampaknya
sebagian besar kerusakan disebabkan oleh sekresi air liur yang diinjeksi ke dalam
tumbuhan sewaktu nematoda makan. Nematoda menusuk dinding sel, menginjeksi
air liur ke dalam sel, menghisab sebagian isi sel, dan bergerak terus dalam beberapa
detik. Kemudian, nematoda betina akan menetap pada atau di dalam akar, berkali-
kali menginjeksikan air liur selama nematoda tersebut makan. Proses makan
tersebut menyebabkan sel tumbuhan yang diserang bereaksi, yang mengakibatkan
mati atau hilangnya kekuatan ujung akar dan tunas, terbentuknya luka dan pecahnya
jaringan, berbagai jenis pembengkakan dan puru, serta pengerutan serta berubahnya
bentuk batang dan daun. Beberapa keadaan tersebut disebabkan oleh rusaknya
jaringan yang terinfeksi oleh enzim nematoda, yang dengan atau tanpa bantuan
metabolik yang beracun, menyebabkan jaringan hancur dan matinya sel. Pengaruh
24
lain disebabkan oleh pertumbuhan sel secara abnormal (hipertrofi), dengan
menekan pembelahan sel, atau dengan merangsang pembelahan sel menjadi tidak
terkendali sehingga mengasilkan puru atau membesarnya sejumlah akar-akar lateral
pada atau dekat titik infeksi (Agrios, 2004). Berikut adalah dampak yang timbulkan
oleh infeksi nematoda Meloidogyne terhadap tanaman:
1. Dampak Fisik
a. Perubahan Sistem Perakaran
Meloidogyne memiliki efek penting dalam pertumbuhan akar tanaman,
yaitu menyebabkan pembesaran sel pada akar sehingga terbentuk gall dua kali
lebih besar dari diameter akar yang tidak terinfeksi (Agrios, 2004). Akar yang
terinfeksi memiliki ukuran lebih pendek dibandingkan dengan akar yang tidak
terinfeksi Meloidogyne, memiliki cabang akar dan rambut akar yang lebih
sedikit pula. Sehingga, akar tidak dapat menyerap air dan nutrisi yang ada di
tanah dalam jumlah yang banyak (Taylor, 1978). Infeksi Meloidogyne di akar
menyebabkan akar menjadi kasar dan bergerombol. Beberapa infeksi oleh
nematoda lain menyebabkan akar menjadi lebat dan berukuran kecil, nekrosis
serta membusuk (Agrios, 2004). Ukuran puru dan besarnya puru yang terjadi
dapat memberi petunjuk spesies nematoda puru akar tersebut. Puru yang
ditimbulkan oleh Meloidogyne incognita dan Meloidogyne javanica dapat
menyebabkan timbulnya puru yang besar dan dapat menyerang 90% atau lebih
dari sistem perakaran yang lebih ekstensif dan sering terjadi busuk akar pada
tanaman yang terserang Meloidigyne incognita (Luc, et al., 1995).
25
Gambar 2.6 Gall pada akar tomat yang disebabkan oleh Meloidogyne incognita
(Dokumen Pribadi, 2016)
b. Berkurangnya Fungsi Akar
Kelainan bentuk akar dan berkurangnya fungsi akar menyebabkan tanaman
kerdil, layu, kekeringan, dan gejala lainnya yang disebabkan oleh kekurangan
air dan nutrisi dalam tubuh tumbuhan, meskipun jumlah air dan nutrisi di tanah
berlimpah. Hal ini menyebabkan terganggunya pertumbuhan tumbuhan.
Terdapat juga tanda kekurangan unsur hara nitrogen dan kalium serta ujung dan
tepi daun tampak seperti terbakar (Luc, et al., 1995). Tanaman yang terserang
Meloidogyne dalam tanah dengan kelembapan sesuai keadaan lapang, bobot
kering hanya 10,4% kurang dari tanaman yang tidak terinfeksi. Berkurangnya
fungsi akar tanaman menyebabkan tanaman layu dan menurunnya jumlah berat
kering dari tanaman yang terinfeksi (Taylor, 1978).
26
2. Dampak Fisiologis
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh infeksi nematoda dalam hal
panjang tunas dan berat tanaman, sedangkan bobot akar meningkat. Tingkat klorofil
dan karotenoid umumnya naik, sementara total fenol meningkat pada tahap awal
infeksi nematoda, tetapi menurun pada tahap-tahap selanjutnya. Tidak ada efek
pada jumlah protein total tanaman yang terinfeksi, sedangkan kandungan asam
nukleat bervariasi sesuai dengan lama infeksi. Aktivitas amilase meningkat pada
tanaman yang terinfeksi. Nematoda puru akar menyebabkan sel raksasa terbentuk
dalam akar, dan ini mengganggu sistem akar vaskular, mengurangi penyerapan air
dan nutrisi dan transportasi mereka dari akar ke tunas (Abad, 2003). Respon
tanaman nematoda parasit sehingga menyebabkan perubahan morfologi dan
fisiologis yang mempengaruhi proses fotosintesis. Berbeda dengan pengurangan
panjang dan berat tunas, bobot akar meningkat pada tanaman yang terinfeksi,
mungkin karena pembentukan sel-sel raksasa di akar. Gall akar berfungsi sebagai
tempat penyedia air dan nutrisi bagi Meloidogyne. Akibatnya tanaman tidak lagi
mampu memberikan nutrisi pada bagian atasnya. Keterbatasan unsur hara dalam
tanaman mungkin adalah efek pertama dari infeksi nematoda pada fisiologi dan
metabolisme inangnya. Efek ini meningkat dengan durasi infeksi (Melakeberhan et
al., 1987).
Penurunan total klorofil juga telah dilaporkan dalam pusat penelitian kacang
dan padi yang terinfeksi M. javanica di Prancis (Melakeberhan et al, 1986;. Swain
dan Parasad, 1988 dalam Ahmed et al., 2009). Infeksi nematoda menyebabkan daun
banyak kehilangan pigmen fotosintesis (misalnya klorofil) atau pigmen lain yang
27
lebih penting dari photoprotective, seperti zeaxanthin atau β-karoten (Demming &
Adams, 1992 dalam Ahmed et al., 2009). Klorofil dilepaskan dari kloroplas yang
rusak dan harus terdegradasi dengan cepat untuk menghindari kerusakan sel karena
reaktivitas tinggi (Takamiya et al., 2000). Kegagalan untuk mendegradasi klorofil
dapat menyebabkan akumulasi spesies oksigen reaktif (ROS) yang dapat dengan
mudah merusak organel seluler (Foyer et al., 1994;. Wojtaszek, 1997). Itulah
sebabnya klorofil harus terdegradasi dengan cepat setelah serangan patogen
(Kariola et al., 2005).
Kandungan protein mengalami penurunan yang tidak signifikan dalam daun
kacang hijau setelah inokulasi dengan nematoda. Demikian pula, Oka et al., (1997)
menemukan bahwa, pada tahap awal infeksi, tanaman tomat rentan terhadap M.
javanica tidak mengubah komposisi protein terlarut pada daun dibandingkan
dengan tanaman yang tidak terinfeksi. Oleh karena itu, tidak ada (PR) protein
terkait patogenesis (kitinase, glukanase, atau P-14) yang diproduksi di apoplast
daun. Namun, daun tanaman kentang menunjukkan sejumlah besar protein PR
setelah terinfeksi dengan kentang nematoda sista, spesies Globodera (Kosuge et al.,
1989; Rahimi et al., 1996 dalam Ahmed et al., 2009).
Total tingkat fenol meningkat selama tahap awal infeksi tetapi kemudian
menurun. Fenol dapat berfungsi sebagai senyawa pertahanan terhadap patogen
(Kosuge, 1969 dalam Ahmed et al., 2009). Awal kenaikan fenol yang disebabkan
oleh patogen invasi memicu transkripsi messenger RNA yang dikode untuk
fenilalanin ammonia lyase (PAL); meningkatnya jumlah PAL pada saat produksi
membawa sintesis senyawa fenolik (Taiz & Zeiger, 2002). Ketahanan tomat pada
28
serangan M. incognita telah dikaitkan dengan konsentrasi tinggi fenol dalam daun
dan akar (Ahmed et al., 2009). Tingkat yang lebih rendah dari fenol selama tahap
ini terkait dengan oksidasi fenol oleh polyphenoloxidase (PPO). PPO
didistribusikan secara luas pada tanaman dan mengkatalisis hidroksilasi
monophenols ke O-diphenols dan oksidasi mereka untuk O-diquinones (Ahmed et
al., 2009). Tanaman nematoda yang terinfeksi memiliki aktivitas amilase lebih
banyak di batang dan daun dari tanaman kontrol yang tidak terinfeksi. Amilase
memecah pati dan karbohidrat rantai panjang menjadi gula sederhana. Sel-sel
raksasa yang disebabkan oleh nematoda puru akar juga bertindak sebagai tempat
penyimpanan gula, yang diangkut melalui floem (Dorhout et al., 1993). Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas amilase di pucuk tanaman yang
terinfeksi dipastikan untuk kelangsungan penyediaan gula melalui floem ke sel
raksasa. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa nematoda puru akar
membawa perubahan fisiologis yang besar pada tanaman yang terinfeksi, yang
tampaknya menggunakan strategi fisiologis dan biokimia baik untuk menghindari
atau mentoleransi efek samping dari infeksi nematoda (Ahmed et al., 2009).
2.1.2 Tembakau (Nicotiana tabacum)
2.1.2.1 Klasifikasi Tembakau (Nicotiana tabacum)
Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong dalam tanaman
perkebunan. Pemanfaatan tanaman tembakau terutama pada daunnya yaitu untuk
pembuatan rokok. Tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono,
1998).
29
Kingdom : Plantae Famili : Solanaceae Sub Famili : Nicotianae Genus : Nicotianae Spesies : Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica
(Suhana dan Tim LIPI, 2010) Nicotiana tabacum atau sering disebut dengan tembakau rokok, merupakan
bahan utama pembuatan rokok. Tembakau rokok berasal dari Hindia Barat,
Argentina, Amerika Tengah, dan Amerika Serikat. Dalam spesies Nicotiana
tabacum terdapat varietas yang amat banyak jumlahnya, dan untuk tiap daerah
terdapat perbedaan kadar nikotin, bentuk daun, dan jumlah daun yang dihasilkan.
Kadar nikotin tembakau banyak dipengaruhi oleh variteas, tanah tempat tumbuh
tanaman, dan kultur teknis serta proses pengolahan daunnya (Abdullah, 1982).
Morfologi tanaman ini berupa herba semusim dengan tinggi batang 0,6-2,5 m.
batang lunak dan sedikit berkayu. Batang berwarna hijau kecokelatan dan
berbentuk bulat. Daun berwarna hijau tua, berbentuk bulat telur, terkadang agak
lanset, daun berukuran 60x20 cm dan yang kecil berukuran 30x10 cm. ujung
daunnya lancup dan permukaan daunnya halus (Suhana dan LIPI, 2010).
Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica mempunyai perbedaan yang jelas.
Pada Nicotiana tabacum, daun mahkota bunganya memiliki warna merah muda
sampai merah, mahkota bunga berbentuk terompet panjang, daunnya berbentuk
lonjong pada ujung runcing, kedudukan daun pada batang tegak, merupakan induk
tembakau sigaret dan tingginya sekitar 120 cm. Adapun Nicotiana rustica, daun
mahkota bunganya berwarna kuning, bentuk daun bulat yang pada ujungnya
tumpul, dan kedudukan daun pada batang mendatar agak terkulai. Tembakau ini
30
merupakan varietas induk tembakau cerutu yang tingginya sekitar 90 cm (Cahyono,
1998).
Daun tembakau merupakan bahan dasara utama pembuatan rokok atau cerutu.
Sebelum dibuat menjadi rokok, daun tembakau dikeringkan hingga berwarna
cokelat muda atau cokelat kehitaman. Setelah itu, baru diolah dengan cara
dipotong-potong hingga halus atau langsung dilinting menjadi cerutu. Selain
sebagai bahan dasar rokok, tembakau juga dapat digunakan untuk bahan obat
tradisional. Tumbuhan daun tembakau yang ditambah minyak tanah dapat diapaki
untuk mengobati borok atau luka. Rebusan air temabaku dapat digunakan sebagai
obat antihama tanaman, sedangkan minyak dari biji tembakau dapat digunakan
sebagai minyak cat (Suhana dan LIPI, 2010).
2.1.2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum)
a. Tanah
Setiap jenis tembakau menghendaki jenis tanah yang berbeda, namun ada
syarat khusus yang dikehendaki oleh setiap jenis tembakau. Tembakau cerutu
dataran rendah seperti tembakau deli menghendaki tanah yang banyak
mengandung humus. Cerutu dataran tinggi seperti besuki menghendaki tanah
subur yang berasal dari gunug berapi. Tembakau Deli banyak di tanam pada tanah
yang berwarna hitam berdebu dengan kandungan humus 16% dan pH 5-5,6. Ada
juga yang ditanam pada tanah-tanah sedimenter dan tanah alluvial yang endapannya
mengandung bahan drastis (Sudarmo, 2000).
31
Sifat fisik tanah yang penting adalah tekstur dan struktur tanah. Tekstur tanah
alluvial adalah liat berpasir dengan kandungan pasir 50% dengan tekstur debu.
Strutur tanah yang baik untuk budidaya tembakau adalah gembur. Karena tanah
yang demikian itu memudah pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman,
meningkatkan peredaran udara di dalam tanah sehingga dapat mencegah
menggenangnya air (Matnawi, 1997).
Setiap jenis tembakau memiliki mutu yang khas dan menghendaki ketinggian
tempat penanaman yang berbeda-beda. Jenis tembakau cerutu menghendaki daun
yang tipis dan elastis. Daerah - daerah yang cocok untuk penanaman tembakau
cerutu adalah daerah dataran rendah. Misalnya, daerah Klaten dengan ketinggian
tempat 120 – 300 m dpl., daerah Deli dengan ketinggian tempat 120 – 200 m dpl
(Sudarmo, 2000).
b. Iklim
Keadaan temperatur dan kelembaban udara berbeda-beda sesuai dengan
jenis tanaman tembakau. Tembakau dataran tinggi memerlukan temperatur udara
yang rendah. Tembakau dataran rendah memerlukan temperatur yang tinggi
namun temperatur yang cocok untuk pertumbuhan tembakau pada umumnya
berkisar antara 21 - 320C. Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan
tembakau Deli adalah 270C (Cahyono, 1998).
Curah hujan yang dibutuhkan antara tembakau yang satu dengan yang
lainnya tidak sama. Masalah air berperan penting dalam pertumbuhan tanaman.
Misalnya tembakau Deli menghendaki curah hujan berkisar antara 1500 – 2000
mm/tahun. Artinya untuk setiap tahunnya areal daerah tembakau harus dapat
32
mendapatkan siram air hujan sebanyak 1500 – 2000 mm. Untuk pengelolahan
tembakau cerutu mulai pengolahan tanah sampai pemetikan daun yang diinginkan
dibutuhkan 4 bulan kering. Jenis tembakau cerutu biasanya dipetik pada waktu
musim hujan sedang pengolahan tanah dan penanamannya di usahakan pada waktu
musim kemarau (Matnawi, 1997).
Kelembapan udara baik untuk di ketahui guna memperhitungkan saat
merajalelanya perkembangan cendawan seperti penyakit patik. Kelembaban udara
berpengaruh pula pada lamanya pertumbuhan tanaman. Kelembaban udara yang
baik untuk tembakau Deli berkisar antara 62 – 85% (Matnawi, 1997).
2.1.2.3 Kandungan Kimia Pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum)
Tanaman tembakau diusahakan terutama dimanfaatkan untuk dirokok, asap
yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan kenikmatan bagi perokok. Dari
penelitian diketahui jumlah zat yang dikandung dalam daun tembakau sebanyak
4.000 macam, sedang pada asap tembakau sebanyak 6.000 macam. Tembakau yang
bermutu tunggi aromanya harum, rasa isapnya enteng dan menyegarkan, dan tidak
memiliki ciri-ciri negative misalnya rasa pahit, pedas dan menggigit. Zat-zat yang
berpangaruh pada mutu tembakau dan sap antara lain (Murdyati, 2002).
1. Persenyawaan nitrogen (Nikotin, Protein)
Nikotin merupakan senyawa organic spesifik yang terkadang dalam tembakau.
Apabila dihisap senyawa ini akan menimbulkan rngsangan psikologi bagi
perokok dan membuatnya menjadi ketagihan. Dalam asap nikotin berpengaruh
terhadap beratnya rasa isap. Semakin tinggi kadar nikotin rasa isapnya semakin
berat, sebaliknya tembakau yang kadar nikotinnya rendah rasanya enteng.
33
Protein membuat rasa isap pedas dan menggigit sehingga selama prosesing
senyawa ini harus dirombak menjadi senyawa lain seperti amida dan asam
amino.
2. Senyawa karbohidrat (Pati, pektin, selulosa dan gula)
Pati, selulosa dan pektin merupakan senyawa bertenaga tinggi yang merugikan
aroma dan rasa isap, sehingga dalam prosesing harus dirombak menjadi gula.
Gula mempunyai peranan dalam mengurangi rasa berat dalam pengisapan
rokok, tetapi bila terlalu tinggi menyebabkan panas dan iritasi kerongkongan,
dan menyebabkan tembakau mudah menyerap lengas (air) sehingga lembab.
Dalam asap kesetimbangan gula dan nikotin akan menentukan kenikmatan
dalam merokok.
3. Resin dan minyak atsiri
Getah daun yang berada dalam bulu-bulu daun mengandung resin dan minyak
atsiri dalam pembakaran menimbulkan bau harum pada asap rokok.
4. Asam organik
Asam-asama organik seperti asam oksalat, asam sitrat dan asam malat
membantu daya pijar dan memberikan kesegaran dalam rasa isap.
5. Zat warna (klorofil, xanthofil, karotin)
Apabila klorofil masih ada pada daun tembakau, maka dalam pijaran rokokan
menimbulkan bau tidak enak (apek), sedang xanthofil dan karotin tidak
berpengaruh terhadap aroma dan rasa isap.
34
2.1.3 Bacillus sp.
Genus ini adalah salah satu yang terbesar dan paling banyak ditemui, dan kenal
eksis oleh para ahli taksonomi karena keragaman dan heterogenitasnya yang
ekstrem. Genus Bacillus saat ini terdiri dari 268 spesies dan 7 subspesies walaupun
beberapa di antaranya telah dimasukan ke genus lain, yang biasa ditemukan di
lingkungan dan sebagai kontaminan laboratorium namun beberapa spesies telah
diketahui menyebabkan infeksi pada manusia. Dua spesies Bacillus yang dianggap
penting secara medis, yaitu B. anthracis, yang menyebabkan penyakit antraks, dan
B. cereus, yang menyebabkan penyakit bawaan makanan yang mirip dengan
Staphylococcus.
2.1.3.1 Ekologi Bacillus sp.
Bakteri antagonis ini dapat bertahan pada kondisi lingkungan tertentu, yaitu
dapat bertahan hidup pada suhu -5 sampai 750C, dengan tingkat keasaman (pH)
antara 2-8. Pada kondisi yang sesuai dan mendukung, populasinya akan menjadi
dua kali banyaknya selama waktu tertentu. Waktu ini dikenal dengan waktu
generasi atau waktu penggandaan, yang untuk Bacillus adalah 28,5 menit pada suhu
400C (Soesanto, 2013). Di dalam tanah, bakteri antagonis Bacillus memanfaatkan
eksudat akar dan bahan tanaman mati untuk sumber nutrisinya. Apabila kondisi
tidak sesuai dengan pertumbuhannya, missal karena suhu tinggi, tekanan fisik dan
kimia, atau kahat nutrisi, bakteri akan membentuk endospore. Pembentukan
endospore terjadi selama lebih kurang 8 jam dan dapat bertahan sampai 6 tahun
(Soesanto, 2013).
35
2.1.3.2 Fisiologi Bacillus sp.
Kemampuan fisiologis Bacillus sangat beragam, antara lain peka terhadap
panas, pH, dan salinitas, mampu mereduksi nitrat dan menghidrolisis pati serta
menghidrolisis glukosa (Sopyan, 2009). Bakteri Bacillus ketika diinfeksikan ke
tanaman tidak menampakkan gejala penyakit, baik pada kondisi tertentu
pertumbuhan tanaman maupun di sepanjang pertumbuhan tanaman. Bahkan bakteri
dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan tunas tanaman, serta meningkatkan laju
perkecambahan benih. Bakteri mampu melindungi benih dan tanaman dengan jalan
mengoloni daerah perakaran tanaman, serta meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Bakteri Bacillus menghasilkan enzim protease, amilase dan kitinase, sebagai enzim
pengurai dinding sel patogen (Soesanto, 2013).
Mekanisme penghambat bakteri antagonis Bacillus adalah melalui antibiosis,
persaingan, dan pemacu pertumbuhan. Bacillus menghasilkan antibiotik yang
bersifat racun terhadap mikroba lain. Antibiotika yang dihasilkannya antara lain
stretovidin, basitrasin, surfaktin, fengisin, iturin A, polimiksin, difisidin dan
mikobasilin. Fengisis dan iturin A merupakan lipoprotein, basitrasin merupakan
polipeptida yang efektif terhadap bakteri gram positif dan bekerja menghambat
pembentukan dinding sel (Soesanto, 2013).
2.1.3.3 Karakteristik Isolat Bacillus sp.
Bakteri Bacillus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang, bersel
satu, berukuran (0,5-2,5) x (1,2-10) µm, bersifat aerob atau anaerob fakultatif serta
heterotrof, katalase positif, sel gerak yang membentuk endospore. Bacillus sering
tersusun berpasangan atau membentuk rantai dengan ujung bulat atau persegi.
36
Endospore umumnya berbentuk oval atau kadang bulat atau silindris dan sangat
tahan terhadap kondisi buruk, tahan terhadap panas, kering, dan faktor lingkungan
lain yang merusak (Public Health England, 2015). Permukaan sel bakteri ditumbuhi
merata flagellum pristikus (Soesanto, 2013). Beberapa spesies bakteri ini memilki
sifat aeron obligat dan anaerob fakultatif. Pada kondisi lingkungan yang tidak
mendukung bakteri akan menghasilkan endospore sebagai struktur untuk bertahan.
Bacillus dibagi secara luas menjadi tiga kelompok berdasarkan morfologi spora dan
sporangium (Public Health England, 2015). Kelompok-kelompok tersebut adalah:
(1) Kelompok 1, gram positif, menghasilkan spora pusat atau terminal, elips atau
silindris yang tidak menghalangi sporangium: Bacillus anthracis, Bacillus
cereus, Bacillus mycoides, Bacillus thuringiensis dan Bacillus megaterium.
(2) Kelompok 2, gram positif dengan spora spellia dan sporangia bengkak: Bacillus
pumilus, Bacillus subtilis, Bacillus circulans, Bacillus coagulans dan Bacillus
licheniformis. Bacillus alvei, Bacillus brevis dan Bacillus macerans termasuk
dalam kelompok ini namun sejak itu telah diklasifikasikan ulang ke genus
lainnya.
(3) Kelompok 3, gram positif, sporangia bengkak dengan spora terminal atau
subterminal: Bacillus sphaericus.
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi perkembangan taksonomi dalam
dua kelompok genus Bacillus yang terpilih. Mereka disebut kelompok B. subtilis
dan kelompok B. cereus (Fritze, 2004).
Koloni Bacillus sp. memiliki bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan
kelompok bakteri tersebut (Public Health England, 2015), tetapi memiliki bentuk
37
umum yaitu, koloni berbentuk bulat dan datar, dengan pinggir bergerigi dan
berwarna putih atau abu-abu. Berikut adalah karakteristik koloni bakteri sesuai
dengan kelompok-kelompoknya:
Tabel. 2.1 Karakteristik koloni Bacillus sp. pada media agar
Organisme Karakteristik koloni Bacillus pada media agar setelah dinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35o-
37oC. B. anthracis Koloni berbentuk datar dan tidak beraturan, dengan
diameter 2-5 mm, berwarna abu-abu atau putih dan sedikit transparan. Koloni menunjukkan bentuk yang jelas, yaitu membentuk lingkaran.
Kelompok B. cereus (B. cereus, B.
mycoides, B.
pseudomycoides, B.
thuringiensis, B.
weihenstephanensis)
Penampakan koloni mirip dengan B. anthracis tetapi koloni B. cereus berwarna krem sampai putih atau abu-abu dan memiliki sedikit warna hijau. B. mycoides memiliki koloni dengan penampakan rhizoid atau berbulu yang tersebar di seluruh agar dan menutupi seluruh permukaan medium dalam 48 jam.
Kelompok Bacillus
subtilis Koloni berukuran besar (2-7 mm) dengan penampakan buram tetapi sedikit bening, namun tidak jarang koloni menjadi buram. Warna bervariasi. Morfologi koloni yang bervariasi, beberapa spesies dapat menghasilkan koloni keropos atau koloni kerontang.
Bacillus yang digunakan pada penelitian kali ini adalah Bacillus hasil isolasi
dari tanah Naibonat, NTT. Hasil isolasi tersebut diberi nama BN 1, BN 2, BN 3,
BN 4, dan BN 5. BN 1 merupakan isolasi Bacillus dari tanah hutan di Naibonat,
BN 2 merupakan isolasi Bacillus dari tanah yang ditanami sorgum, BN 3
merupakan isolasi Bacillus dari tanah yang ditanami padi, kacang hijau, dan kayu
jati, BN 4 merupakan isolasi Bacillus dari tanah Jember, dan BN 5 merupakan
isolasi Bacillus yang muncul dari hasil kontaminasi perlakuan kontrol.
38
2.1.3.4 Peranan Bacillus sp.
Bila dibandingkan dengan bakteri lain, Bacillus memilki beberapa kelebihan
diantaranya lebih bisa bertahan hidup dalam waktu dan kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan. Bisa bertahan hidup pada kondisi suhu 800C maka dari itu
peranannya sangat penting sehingga bisa membuat lingkungan yang kondusif bagi
pertumbuhan tanaman. Spesies Bacillus sering digunakan sebagai pengendalai
hayati penyakit akar. Anggota genus ini mempunyai keuntungan, khususnya karena
bakteri membentuk spora yang mudah disimpan dan mempunyai daya hidup lama,
dan relative mudah diinokulasi ke dalam tanah. Antagonis ini juga mampu bersaing
dengan patogen tular-tanah dalam hal ruang untuk hidup dan makanan, yang berasal
dari eksudat akar atau bahan organik yang ada di dalam tanah. Bacillus dapat
dengan cepat mengoloni akar tanaman sehingga patogen terhalang dalam mencapai
permukaan akar. Selain itu, bakteri antagonis ini juga menghasilkan hormon yang
secara langsung merangsang pertumbuhan akar, yaitu auksin, sehingga dikenal
dengan PGPR. Bakteri juga secara tidak langsung membantu menyediakan atau
melarutkan unsur hara dengan bantuan enzim fitase, sehingga mudah diserap akar
tanaman (Soesanto, 2013).
Bacillus sp. juga bisa menghambat penetasan telur nematoda dengan cara
memproduksi komponen exotoxin sebagai hasil metabolisme dan juga dapat
mempengaruhi juvenile nematoda. Efek antagonis terhadap M. incognita
menyebabkan permeabilitas kutikula juvenile, ditandai dengan permeabilitas
selektif dan efek yang sangat jelas terjadi dengan penetasan dalam telur berkurang
(Akhtar et al, 2012). Bakteri dari jenis Bacillus diketahui sebagai bakteri penghasil
39
atau memproduksi enzim kitinolitik, yang mana enzim kitinase bertanggungjawab
untuk mendegradasi pembentukan kitin pada dinding telur nematoda dan massa
telur sehingga bakteri ini dikenal dengan bakteri kitinolitik (Wijayanti, 2015).
Selain berperan sebagai bakteri antagonis, Bacillus juga berperan dalam induksi
ketahanan. Harni et al., (2011) menjelaskan bahwa bakteri Bacillus menginduksi
ketahanan tanaman dengan cara meningkatkan kadar asam salsilat, peroksidase dan
fenol. Mekanisme dalam menginduksi ketahanan tanaman dengan cara
mengkolonisasi jaringan tanaman sehingga akan menstimulasi tanaman untuk
meningkatkan beberapa produksi senyawa metabolit yang berperan dalam
ketahanan tanaman. Misalnya enzim peroksidase yang berperan dalam peningkatan
aktifitas kitinase, fitoaleksin PR protein serta β-1.3 glukanase (Press et al., 1997
dalam Wijayanti, 2015).
2.1.4 Sumber Belajar
2.1.4.1 Pengertian Sumber Belajar
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum terbaru yang memungkinkan siswa
untuk belajar tidak harus didalam kelas, sehingga dimungkinkan untuk
pembelajaran diluar kelas dengan pengamatan objek secara langsung. Proses
belajar bersifat individual dan konstekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri
peserta didik sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Peserta didik
seharusnya tidak hanya belajar dari guru atau pendidik saja, tetapi dapat pula belajar
dari berbagai sumber belajar yang tersedia dilingkungannya. Sumber belajar
memiliki pengertian yang sangat luas. Sumber belajar adalah suatu sistem yang
40
terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan
dibuat agar memungkinkan peserta didik belajar secara individu (Warsita, 2008).
Menurut Sukorini (2007) dalam Warsita (2008), sumber belajar meliputi apa saja
dan siapa saja yang memungkinkan peserta didik dapat belajar. Setiap sumber
belajar harus memuat pesan pembelajaran dan harus ada interaksi timbal balik
antara peserta didik dengan sumber belajar tersebut. Sumber belajar dapat juga
berarti satu set bahan dan situasi yang sengaja diciptakan untuk menunjang peserta
didik belajar. Peranan sumber-sumber belajar (guru, dosen, buku, film, majalah,
laboratorium, peristiwa, dan sebagainya) memungkinkan individu berubah dari
tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak terampil
menjadi terampil, dan menjadikan individu dapat membedakan mana yang baik
dana mana yang tidak baik. Jadi, segala apa yang bisa mendatangkan manfaat atau
mendukung dan menunjang individu untuk berubah kearah yang lebih positif,
dinamis atau menuju perkembangan dapat disebut sumber belajar.
Menurut Assosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan/AECT, sumber belajar
adalah meliputi semua sumber baik berupa data, orang tua atau benda yang dapat
digunakan untuk memberi fasilitas (kemudahan) belajar bagi peserta didik. Warsita
(2008) menuturkan bahwa sesunguhnya sumber belajar itu banyak jenisnya.
Adapun sumber belajar itu meliputi pesan (message), orang (people), bahan
(materials), alat (device), teknik (tehnique), lingkungan (setting), dan lainnya yang
bisa digunakan untuk memberikan kemudahan bagi siswa dalam belajar dan
menambah pengetahuannya. Jenis-jenis sumber belajar diantaranya adalah:
41
a. Pesan adalah informasi pembelajaran yang akan disampaikan, dapat berupa ide,
fakta, ajaran, nilai, dan data. Dalam sistem persekolahan, pesan ini berupa
seluruh mata pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik.
b. Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengolah,
dan penyaji pesan. Contohnya, guru, dosen, pustakawan, instruktur, pelatih
olahraga, tenaga ahli, produser, peneliti dan masih banyak lagi, bahkan
termasuk peserta didik itu sendiri.
c. Bahan adalah perangkat lunak (software) yang mengandung pesan-pesan
pembelajaran yang biasanya disajikan melalui peralatan tertentu ataupun oleh
dirinya sendiri. Contohnya, buku teks, modul, transparasi (OHP), kaset program
audio, kaset program video, program slide suara, pembelajaran berbasis
computer, film dan lain-lain.
d. Alat adalah perangkat keras (hardware) yang digunalan untuk menyajikan
pesan yang tersimpan dalam bahan. Contohnya, OHP, proyektor slide, tape
recorder, video/CD player, computer, proyektor film dan lain-lain.
e. Teknik adalah prosedur atau langkah-langkah tertentu yang disiapkan dalam
menggunakan bahan, alat, lingkungan dan orang untuk menyampaikan pesan.
Misalnya demonstrasi, diskusi, praktikum, pembelajaran mandiri, sistem
pendidikan terbuka/jarak jauh, tutorial tatap muka dan sebaginya.
f. Latar/lingkungan adalah situasi di sekitar terjadinya proses pembelajaran
tempat peserta didik menerima pesan pembelajaran. Lingkungan dibedakan
menjadi dua macam, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan nonfisik.
Lingkungan fisik contohnya, gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, aula,
42
bengkel dan lain-lain. Sedangkan lingkungan nonfisik contohnya, tata ruang
belajar, ventilasi udara, cuaca, suasana lingkungan belajar dan lain-lain.
Warsito (2008), menyatakan yaitu jika ditinjau dari tipe atau asal-usulnya,
sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Sumber belajar yang dirancang (learning resouces by design) yaitu sumber
belajar yang secara khusus atau sengaja dirancang atau dikembangkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Contohnya, buku pelajaran, modul,
program VCD pembelajaran, program audio pembelajaran, transparansi, CAI
(Computer Asisted Instruction), programmed instruction dan lain-lain.
b. Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal diamanfaatkan (learning
resources by utilization), yaitu sumber belajar yang secara tidak khusus
dirancang atau dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, tetapi dapat
dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya, surat
kabar, siaran televise, pasar, sawah, waduk, pabrik, museum, kebun binatang,
pabrik, terminal, dan lain-lain.
Memilih sumber belajar hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan,
melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Pantiwati (2010) menyebutkan bahwa
secara umum kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan sumber belajar,
diantaranya:
a. Ekonomis atau biaya, apakah ada biaya untuk penggunaan suatu sumber belajar
(yang memerlukan biaya)
b. Teknis (tenaga), apakah guru atau pihak lain yang mengoperasikan alat yang
digunakan sebagai sumber belajar
43
c. Bersifat praktis dan sederhana, yaitu mudah dijangkau dan mudah dilaksanakan
d. Bersifat fleksibel, maksudnya sumber belajar jangan bersifat kaku atau paten
tapi harus mudah dikembangkan
e. Relevan dengan tujuan pengajaran
f. Dapat membantu efisiensi dan kemudahan pencapaian tujuan pengajaran
g. Memiliki nilai positif bagi proses pengajaran khususnya bagi peserta didik
sesuai dengan interaksi dan strategi pengajaran yang telah dirancang.
Sumber belajar yang ada dan media pembelajaran yang tersedia sangat
membantu dalam upaya mencapai keberhasilan proses pembelajaran di sekolah.
Menurut Setiawan (2008) dalam Imtihana et al., (2014) menyatakan bahwa proses
pembelajaran biologi yang dilakukan guru hendaknya memungkinkan terjadinya
pengembangan pemahaman konsep, sikap, dan meningkatkan minat siswa terhadap
pelajaran biologi. Siswa dapat menggali pengetahuan dan pengalaman sendiri
sehingga peran guru dalam pembelajaran hanya sebagai pemandu dan fasilitator.
Disinilah peran utama guru dituntut mempunyai pemikiran dalam memilih dan
mengembangkan sumber belajar dan media pembelajaran yang ada, sehingga
sumber belajar lainnya dapat diamnfaatkan dengan baik dan benar.
Media pembelajaran memiliki manfaat untuk (1) memperjelas pesan agar tidak
terlalu verbalitas; (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra;
(3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara peserta didik
dengan sumber belajar; (4) memungkinkan peserta didik untuk belajar mandiri
sesuai dengan bakat dan kemampaun visual, auditori, dan kinestiknya; dan (5)
44
memberi rangsangan yang sama, mempersiamakan pengalaman dan menimbulkan
persepsi yang sama antar peserta didik (Pusbukur, 2008).
Buku tentang media pembelajaran yang baik memiliki karakteristik berikut: (1)
memuat tentang proses pembuatan dan/atau pemanfaatan media pembelajaran yang
benar dan sesuai dengan perkembangan teori-teori media pembelajaran mutakhir;
(2) memuat tentang pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model atau
teknik memanfaatkan media yang sesuai dengan kondisi sekolah (Pusbukur, 2008).
Media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung
dari sudut mana melihatnya. Anderson (1987) mengelompokan media sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi (pengelompokan) media No Golongan Media Media Instruksional 1 Audio (Suara) - Pita audio
- Piringan audio - Radio (rekaman asli)
2 Cetak - Buku teks terprogram - Buku pegangan/manual - Buku tugas
3 Audio – Cetak - Buku pegangan siswa dilengkapi kaset - Blanko, diagram, gambar, poster bahan
acuan dan sebagainya yang dilengkapi dengan audio
4 Proyeksi Visual Diam - Film bingkai (slide) - Film rangkai (berisi pesan verbal)
5 Proyeksi Visual Diam dengan Audio
- Film bingkai (slide) suara - Film rangkai suara
6 Visual Gerak - Film bisu dengan judul (caption) 7 Visual Gerak dengan
audio - Film suara - Video/vcd/dvd
8 Benda - Benda nyata - Model tiruan (mock-up)
45
9 Komputer - Media berbasis computer; CAI (Computer
Assisted Intructional) dan CMI (Computer
Managed Instructional)
Dalam menulis buku nonteks pelajaran diperlukan pemahaman tentang
ketentuan dasar dan komponen-komponen yang menjadi karakteristik sebuah
penerbitan buku nonteks pelajaran. Dengan demikian, jika seorang penulis akan
menulis buku nonteks pelajaran selain harus memahami komponen-komponen
buku sebagai kriteria buku nonteks berkualitas, juga di tahap awal harus memahami
komponen dasar buku nonteks pelajaran.
Dalam mengembangkan suatu tulisan, penulis buku nonteks pelajaran dapat
menggunakan bahan-bahan tulisan yang berhubungan dengan keahlian atau
pengalamannya. Bahan-bahan itu dilatari oleh konteks Indonesia yang disajikan
secara sungguh-sungguh dan cermat. Sebelum mengembangkan bahan tulisan itu,
penulis buku nonteks harus meyakini bahwa tulisan tersebut memenuhi kriteria
sebagai buku nonteks pelajaran (Pusbukur, 2008). Kriteria tersebut sebagai berikut:
a. Materi buku yang dikembangkan bukan merupakan acuan wajib bagi
peserta didik dalam mengikuti salah satu mata pelajaran tertentu;
b. Materi buku tidak dilengkapi dengan instrumen evaluasi dalam bentuk
pertanyaan, tes, ulangan, LKS, atau bentuk lainnya;
c. Penerbitan buku tidak disajikan secara serial berdasarkan tingkat kelas;
d. Pengembangan materi tidak terkait secara langsung dengan atau sebagian
Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar dalam Standar Isi;
e. Materi buku dapat dimanfaatkan oleh pembaca lintas jenjang pendidikan
dan tingkat kelas;
46
f. Materi buku dapat diklasifikasikan ke dalam jenis pengayaan (pengetahuan,
keterampilan, atau kepribadian), atau referensi (kamus, ensiklopedia, atlas),
atau panduan pendidik
2.1.4.2 Booklet
2.1.4.2.1 Pengertian Booklet
Booklet termasuk salah satu jenis media grafis yaitu media gambar/foto.
Menurut Simamoro (2009) booklet adalah buku berukuran kecil (setengah kuarto)
dan tipis, tidak lebih dari 30 lembar bolak-balik yang berisi tentang tulisan dan
gambar-gambar. Istilah booklet berasal dari buku dan leaflet artinya media booklet
merupakan perpaduan antara leaflet dan buku dengan format (ukuran) yang kecil
seperti leaflet. Struktur isi booklet menyerupai buku (pendahuluan, isi, dan
penutup), hanya saja cara penyajian isinya jauh lebih singkat dari pada buku.
Booklet merupakan media untuk menyampaikan pesan-pesan dalam bentuk buku,
baik berupa tulisan maupun gambar. Simamora (2009) menuturkan bahwa
pengembangan booklet adalah kebutuhan untuk menyediakan refrensi (bahan
bacaan) bagi kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan akses terhadap
buku sumber karena keterbatasan mereka. Dengan adanya booklet masyarakat ini
dapat memperoleh pengetahuan seperti membaca buku, dengan waktu membaca
yang singkat, dan dalam keadaan apapun. Pembuatan isi booklet sebenarnya tidak
berbeda dengan pembuatan media lainya. Hal yang perlu diperhatikan dalam
membuat booklet adalah bagaimana kita menyusun materi semenarik mungkin.
47
Apabila seorang melihat sekilas kedalam booklet, biasanya yang menjadi perhatian
pertama adalah pada sisi tampilan terlebih dahulu.
2.1.4.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Booklet
Kemm & Close (2012) dalam Roza (2012) menuturkan bahwa ada dua
kelebihan booklet diabandingkan dengan media lain, yaitu dapat dipelajari setiap
saat, karena di desain mirip dengan buku dan dapat memuat informasi relative lebih
banyak dibandingkan dengan poster. Sedangkan menurut Ewles (2011) dalam Roza
(2012) booklet memiliki keunggulan sebagai berikut:
a. Dapat digunakan sebagai media atau alat untuk belajar mandiri
b. Dapat dipelajari isinya dengan mudah
c. Dapat dijadikan informasi bagi keluarga dan teman
d. Mudah untuk dibuat, diperbanyak, diperbaiki dan disesuaikan
e. Mengurangi kebutuhan mencatat
f. Dapat dibuat secara sederhana dan biaya yang relative murah
g. Tahan lama
h. Memiliki daya tamping lebih luas
i. Dapat diarahkan pada segmen tertentu
Booklet sebagai media cetak memiliki keterbatasan. Menurut Anderson (1994)
keterbatasan dalam media cetak yaitu:
a. Perlu waktu yang lama untuk mencetak tergantung dari pesan yang akan
disampaikan dan alat yang digunakan untuk mencetak.
b. Sulit menampilakn gerak di halaman pesan atau informasi yang terlalu
banyak dan panjang akan mengurangi niat untuk membaca media tersebut.
48
c. Perlu perawatan yang baik agar media tersebut tidak rusak dan hilang.
Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai media cetak, booklet
memiliki kelebihan dapat dibuat dengan mudah dan biaya yang relatif murah serta
lebih tahan lama dibandingkan dengan media audio dan visual serta juga audio
visual. Booklet biasanya digunakan untuk tujuan peningkatan pengetahuan, karena
booklet memberikan informasi yang lebih spesifik. Keterbatasan booklet sebagai
media cetak perlu waktu yang lama untuk mencetak tergantung dari dari pesan dan
alat, relatif mahal untuk mencetak gambar atau foto, sulit menampilkan gerak di
halaman, dapat mengurangi minat pembaca jika terlalu banyak dan panjang dan
perlunya perawatan yang intensif.
2.1.4.2.3 Unsur-Unsur Booklet
Struktur buku pada umumnya terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal, isi, dan
akhir. Bagian awal minimal terdiri atas kata pengantar atau prakata dan daftar isi,
bagian isi merupakan materi buku, dan bagian akhir minimal terdapat bagian daftar
pustaka yang dapat dilengkapi dengan indeks, glosarium, atau lampiran. Seorang
penulis buku nonteks harus memerhatikan ketiga bagian buku ini, kecuali penulis
buku fiksi atau puisi tidak menggunakan bagian akhir. Dalam mengembangkan
buku nonteks, penulis perlu memerhatikan komponen utama buku nonteks
berkualitas. Komponen-komponen itu berhubungan dengan: (1) materi atau isi
buku, (2) penyajian materi, dan (3) bahasa dan/atau ilustrasi; dan (4) kegrafikaan
(Pusbukur, 2008). Menurut Sitepu (2012) unsur-unsur atau bagian-bagian pokok
yang secara fisik terdapat dalam buku cetak yaitu:
49
a. Kulit (cover) dan isi buku. Kulit buku terbuat dari kertas yang lebih tebal
dari kertas isi buku, fungsi dari kulit buku adalah melindungi isi buku. Kulit
buku terdiri atas kulit depan atau kulit muka, kulit punggung isi suatu buku
apabila lebih dari 100 halaman dijilid dengan lem atau jahit benang tetapi
jika isi buku kurang dari 100 halaman tidak menggunakan kulit punggung.
Agar lebih menarik kulit buku didesain dengan menarik seperti pemberian
ilustrasi yang sesuai dengan isi buku dan menggunakan nama mata
pelajaran.
b. Bagian depan (premlimunaries) memuat halaman judul, halaman kosong,
halaman judul utama, halaman daftar isi dan kata pengantar, setiap nomor
halaman dalam bagian depan buku teks menggunakan angka romawi kecil.
c. Bagian teks memuat bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa,
terdiri atas judul bab, dan sub judul, setiap bagian dan bab baru dibuat pada
halaman berikutnya dan diberi nomor halaman yang diawali dengan angka
1 (satu).
d. Bagian belakang buku terdiri atas daftar pustaka, glosarium dan indeks,
tetapi penggunaan glosarium dan indeks dalam buku hanya jika buku
tersebut banyak menggunakan istilah atau frase yang mempunyai arti
khusus dan sering digunakan dalam buku tersebut (Pusbukur, 2008).
Komponen grafika buku nonteks pada dasarnya bukan merupakan bagian yang
harus dilakukan oleh penulis buku. Komponen ini harus diperhatikan oleh penerbit
dan penulis hanya dapat mengeceknya. Adapun komponen grafika yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut.
50
a. Buku dijilid dengan rapi dan kuat;
b. Buku menggunakan huruf dan/atau gambar/ilustrasi yang terbaca;
c. Buku dicetak dengan jelas dan rapi;
d. Buku menggunakan kertas berkualitas dan aman.
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian dahulu yang relevan pernah dilakukan oleh Dawar, et al (2008),
menyatakan bahwa penggunaan bakteri Bacillus spp., viz., B. subtilis., B.
thuringensis and B. cereus dapat menurunkan jumlah penetasan telur Meloidogyne
javanica dalam berbagai tahapan. Dalam penelitiannya Dawar menggunakan 3
spesies Bacillus, B. cereus memiliki efek letal paling maksimal pada telur, hanya
bebera telur yang menetas menjadi juvenile. Bacillus subtillis, B. thuringiensis dan
B. cereus menyebabkan mortalitas sebesar 50%. Penelitian yang relevan
selanjutnya yaitu penelitian oleh Harni & Munif (2012), menggunakan bakteri
endofit Bacillus sp. untuk mengendalikan Meloidogyne incognita pada tanaman
lada. Presentasi kejadian penyaikit kuning pada kontrol adalah 33%, sedangkan
pada perlakuan endofit 3,2-13,3 %. Penelitian sealanjutnya yaitu penelitian oleh
Manan & Mugiastuti (2015), yang membuktikan bahwa Bacillus sp. mempunyai
aktivitas enzim kitinase, serta mampu menekan tingkat kerusakan akar. Manan dan
Mugiastuti (2015) melaporkan bahwa tingkat kerusakan akar pada perlakuan
bakteri antagonis berkisar pada skala 3,33-3,83 atau 1-2 tingkat lebih rendah
dibandingkan kerusakan akar pada kontrol yang mencapai skala 5. Penurunan ini
berkaitan dengan kemampuan bakteri antagonis dalam mengganggu proses
51
penetasan telur nematoda. Adanya enzim kitinase dan protease yang dimilikinya
akan merusak kulit telur nematoda, sehingga akan menyebabkan nematoda menetas
secara prematur, dan banyak diantaranya mengalami kematian. Di samping itu,
adanya senyawa-senyawa metabolit lainnya yang dikeluarkan oleh bakteri
antagonis diduga juga menjadi penyebab penurunan tingkat kerusakan akar.
2.3 Kerangka Konsep Dan Hipotesis
2.3.1 Kerangka Konsep
Nematoda parasitik dapat hidup pada semua bagian tumbuhan, termasuk
kuncup bunga, daun, batang dan akar. Tanaman yang terserang nematoda
menunjukkan ciri-ciri, klorosis, tanaman kerdil, daunnya layu dan banyak yang
gugur, akar lebih sedikit. Akar yang terinfeksi oleh Meloidogyne incognita
mengalami gangguan diferensiasi xilem dan floem. Sel-sel periskel mengganti
beberapa pembuluh kayu dan tapis di dalam puru akar yang menyebabkan fungsi
akar menjadi berkurang. Akar yang terinfeksi mengalami pertumbuhan baru dan
pengangkutan air dan nutrisi dari akar ke bagian permukaan atas tanaman makin
berkurang (Dropkin, 1992).
Upaya pengendalian nematoda pada umumnya dilakukan secara kimiawi
dengan menggunakan nematisida sintetik. Penggunaan nematisida dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap hasil pertanian dan lingkungan, terutama
apabila penggunaan nematisida terlalu berlebihan. Pengendalian dengan
menggunakan bakteri antagonis merupakan alternatif pengendalian yang potensial.
Pengendalian dengan cara ini mempunyai kelebihan, bakteri antagonis bersifat
52
hidup dan dapat berkembang biak sehingga kemempanannya di lapangan dapat
bertahan lama dan berkelanjutan. Bakteri antagonis yang berpotensi untuk
mengendalikan Meloidogyne incognita diantaranya adalah bakteri Pseudomonas
flourescens dan Bacillus sp (Mugiastuti, dkk., 2012). Bacillus sp. terbukti
mempunyai aktivitas enzim kitinase, merusak lapisan sel telur nematoda, serta
mampu menekan tingkat kerusakan akar (Mugiastuti & Rahayuniati, 2012 dalam
Manan dan Mugiastuti, 2015).
53
Gambar 2.7 Kerangka Konsep Uji efektivitas Bacillus sp. Untuk Menurunkan Daya Tetas Telur Nematoda Puru Akar (Meloidogyne incognita) pada Akar Tembakau (Nicotiana tabacum).
Pengendalian dengan Nematisida Kimiawi
Berbahaya bagi hasil pertanian dan lingkungan
Pengendalian dengan Nematisida Alami
Agen Hayati Antagonis
Bacillus sp.
BN 1, BN 2, BN 3, BN 4, dan BN 5
Enzim Kitinase
Mendegradasi pembentukan kitin pada dinding telur nematoda dan massa telur.
Menurunkan daya tetas telur nematoda (Meloidogyne incognita).
Uji Efektivitas
Tanaman Tembakau terserang nematoda.
Gangguan pada pertumbuhan, daun menguning, kerdil, terdapat puru pada akar dan mati
Infeksi nematoda menyebabkan terhambatnya saluran pengangkut air dan nutrisi, serta pembelahan sel dan pembesaran sel yang berlebihan pada jaringan perisikel, yang menyebabkan membengkaknya jaringan akar.
Penyebab
Nematoda mengeluarkan enzim yang terdapat pada air liur untuk menguraikan dinding sel tumbuhan.
Dinding sel tanaman rusak dan terbentuk luka serta kerusakan mekanik akar.
54
2.3.2 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan studi pustaka diatas dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
a. Terdapat pengaruh terhadap pemberian bakteri Bacillus sp. dalam menurunkan
daya tetas telur nematoda puru akar (Meloidogyne incognita) pada tanaman
tembakau (Nicotiana tabacum).
b. Tingginya tingkat efektivitas berbagai bakteri Bacillus sp. dalam menurunkan
daya tetas telur nematoda puru akar (Meloidogyne incognita) pada tanaman
tembakau (Nicotiana tabacum).
c. Hasil penelitian “Uji Efektivitas Bacillus sp. untuk Menurunkan Daya Tetas
Telur Nematoda Puru Akar (Meloidogyne incognita) Pada Akar Tembakau
(Nicotiana tabacum)” dapat dijadikan sebagai sumber belajar biologi siswa
SMA kelas X.