medicina p-issn.2540-8313, e-issn.2540-8321 cerebral salt

7
ILLUSTRASI KASUS MEDICINA 2019, Volume 50, Number 1: 198-204 P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321 198 CrossMark ABSTRACT Cerebral salt wasting syndrome (CSW) defined as a renal loss of sodium during intracranial disorders leading to hyponatremia and a decrease in extracellular fluid volume. It is essential to differentiate it from the syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) to avoid complications of hypovolaemia and reduced cerebral perfusion. Brain natriuretic peptide may be responsible for this syndrome. A 12th years old male patient had admitted to the hospital because of traumatic brain injury due to traffic accident, he had epidural hematoma at temporoparietal dextra. Patient was treated conservatively, on fourth day he has higher volume urine and on fifth day he had tonic clonic convulsion then he undergo head CT control and checked BGA also electrolyte status. Laboratory result; pH 7,45; pO2 225mmHg; pCO2 31 mmHg; BE -2,5mmol/L; HCO3- 21,5 mmol/L; SO2 100%; BS: 105 g/dL, Na 117 mmol/L K 4,28 mmol/L; Cl 98,6 mmol/L. Patient was diagnosed with Cerebral Salt wasting Syndrome because of traumatic brain injury then transferred to intensive care unit and treatment focus on replacement of the sodium and water that is lost as a result of pathologic natriuresis and diuresis. In this case sodium replacement using either isotonic or hypertonic saline. Patient well recovered after 13 days hospitalized, then discharge from the hospital. Distinguishing CSW and SIADH is crucial importance because therapy are very opposite. Volume and sodium repletion are the goals of treatment of patients with CSW, and this can be performed using some combination of isotonic saline, hypertonic saline, and mineralocorticoids and patient requires closed monitoring and appropriate management and treatment to reduce morbidity and mortality. Keywords: Hyponatraemia, Traumatic Brain Injury, Cerebral Salt Wasting Syndrome Cite This Article: Pratiwi, D.A., Mahadewa, T.G.d.B.g.s. 2019. Cerebral Salt Wasting Syndrome in Traumatic Brain Injury: Pitfall and Management. Medicina 50(1): 198-204. DOI:10.15562/Medicina.v50i1.453 ABSTRAK Cerebral salt wasting syndrome (CSW) merupakan hilangnya natrium ginjal pada gangguan intrakranial yang mengarah pada hiponatremia dan penurunan volume cairan ekstraseluler. Penting untuk membedakannya dari Syndrome Inapropiate Antidiuretic hormone (SIADH) untuk menghindari komplikasi hipovolemia dan mengurangi perfusi serebral. Peptida natriuretik otak mungkin bertanggung jawab untuk sindrom ini. Lelaki usia 12 tahun dirawat di rumah sakit karena cedera kepala ringan akibat kecelakaan lalu lintas, terdapat hematoma epidural pada temporoparietal dextra. Dirawat secara konservatif, perawatan hari keempat jumlah kencing pasien sangat banyak dan pada hari kelima ia mengalami kejang tonik klonik, kemudian dilakukan CT Scan kepala ulang dan diperiksa analisis gas darah serta status elektrolit. Hasil laboratorium pH 7,45; pO2 225mmHg; pCO2 31 mmHg; BE-2,5mmol / L; HCO3- 21,5 mmol / L; SO2 100%; BS: 105 g / dL, Na 117 mmol / L K 4,28 mmol / L; Cl 98,6 mmol / L. Pasien didiagnosis mengalami Cerebral salt wasting syndrome karena cedera kepala kemudian dirawat diruangan intensif dengan fokus pengobatan pada penggantian natrium dan air yang hilang sebagai akibat dari natriuresis patologis dan diuresis. Setelah pemantauan ketat pasien pulih dengan baik setelah 13 hari dirawat di rumah sakit, kemudian keluar dari rumah sakit. Membedakan antara CSW dan SIADH sangat penting karena terapi sangatlah berbeda. Volume dan jumlah natrium adalah tujuan pengobatan pasien dengan CSW, dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa kombinasi dari garam isotonik, salin hipertonik, dan mineralokortikoid dan pasien memerlukan pemantauan ketat dan manajemen dan pengobatan yang tepat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Kata kunci: Hiponatraemia, Cedera kepala, Cerebral Salt Wasting Syndrome Cite This Article: Pratiwi, D.A., Mahadewa, T.G.d.B.g.s. 2019. Cerebral Salt Wasting Syndrome in Traumatic Brain Injury: Pitfall and Management. Medicina 50(1): 198-204. DOI:10.15562/Medicina.v50i1.453 Cerebral Salt Wasting Syndrome in Traumatic Brain Injury: Pitfall and Management Dinar Ayu Pratiwi, 1* Tjok Gd Bgs Mahadewa 2 PENDAHULUAN Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang sering dijumpai pada pasien kritis yang dirawat dirumah sakit dengan gangguan saraf pusat. Ketika hiponatremia dihubungkan dengan penyakit sistem saraf pusat maka kemungkinan yang ada adalah SIADH (Syndrome Inappropriate 1 Departemen/KSM Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar 2 Departemen/KSM Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar * Corresponding to: Dinar Ayu Pratiwi, Departemen/ KSM Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar [email protected] Diterima: 2018-09-13 Disetujui: 2019-01-10 Publish

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MEDICINA P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321 Cerebral Salt

ILLUSTRASI KASUSMEDICINA 2019, Volume 50, Number 1: 198-204P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321

198

CrossMark

ABSTRACT

Cerebral salt wasting syndrome (CSW) defined as a renal loss of sodium during intracranial disorders leading to hyponatremia and a decrease in extracellular fluid volume. It is essential to differentiate it from the syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) to avoid complications of hypovolaemia and reduced cerebral perfusion. Brain natriuretic peptide may be responsible for this syndrome. A 12th years old male patient had admitted to the hospital because of traumatic brain injury due to traffic accident, he had epidural hematoma at temporoparietal dextra. Patient was treated conservatively, on fourth day he has higher volume urine and on fifth day he had tonic clonic convulsion then he undergo head CT control and checked BGA also electrolyte status. Laboratory result; pH 7,45; pO2 225mmHg; pCO2 31 mmHg; BE -2,5mmol/L; HCO3- 21,5 mmol/L; SO2 100%; BS:

105 g/dL, Na 117 mmol/L K 4,28 mmol/L; Cl 98,6 mmol/L. Patient was diagnosed with Cerebral Salt wasting Syndrome because of traumatic brain injury then transferred to intensive care unit and treatment focus on replacement of the sodium and water that is lost as a result of pathologic natriuresis and diuresis. In this case sodium replacement using either isotonic or hypertonic saline. Patient well recovered after 13 days hospitalized, then discharge from the hospital. Distinguishing CSW and SIADH is crucial importance because therapy are very opposite. Volume and sodium repletion are the goals of treatment of patients with CSW, and this can be performed using some combination of isotonic saline, hypertonic saline, and mineralocorticoids and patient requires closed monitoring and appropriate management and treatment to reduce morbidity and mortality.

Keywords: Hyponatraemia, Traumatic Brain Injury, Cerebral Salt Wasting SyndromeCite This Article: Pratiwi, D.A., Mahadewa, T.G.d.B.g.s. 2019. Cerebral Salt Wasting Syndrome in Traumatic Brain Injury: Pitfall and Management. Medicina 50(1): 198-204. DOI:10.15562/Medicina.v50i1.453

ABSTRAK

Cerebral salt wasting syndrome (CSW) merupakan hilangnya natrium ginjal pada gangguan intrakranial yang mengarah pada hiponatremia dan penurunan volume cairan ekstraseluler. Penting untuk membedakannya dari Syndrome Inapropiate Antidiuretic hormone (SIADH) untuk menghindari komplikasi hipovolemia dan mengurangi perfusi serebral. Peptida natriuretik otak mungkin bertanggung jawab untuk sindrom ini. Lelaki usia 12 tahun dirawat di rumah sakit karena cedera kepala ringan akibat kecelakaan lalu lintas, terdapat hematoma epidural pada temporoparietal dextra. Dirawat secara konservatif, perawatan hari keempat jumlah kencing pasien sangat banyak dan pada hari kelima ia mengalami kejang tonik klonik, kemudian dilakukan CT Scan kepala ulang dan diperiksa analisis gas darah serta status elektrolit. Hasil laboratorium pH 7,45; pO2 225mmHg; pCO2 31 mmHg; BE-2,5mmol / L; HCO3- 21,5 mmol

/ L; SO2 100%; BS: 105 g / dL, Na 117 mmol / L K 4,28 mmol / L; Cl 98,6 mmol / L. Pasien didiagnosis mengalami Cerebral salt wasting syndrome karena cedera kepala kemudian dirawat diruangan intensif dengan fokus pengobatan pada penggantian natrium dan air yang hilang sebagai akibat dari natriuresis patologis dan diuresis. Setelah pemantauan ketat pasien pulih dengan baik setelah 13 hari dirawat di rumah sakit, kemudian keluar dari rumah sakit. Membedakan antara CSW dan SIADH sangat penting karena terapi sangatlah berbeda. Volume dan jumlah natrium adalah tujuan pengobatan pasien dengan CSW, dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa kombinasi dari garam isotonik, salin hipertonik, dan mineralokortikoid dan pasien memerlukan pemantauan ketat dan manajemen dan pengobatan yang tepat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.

Kata kunci: Hiponatraemia, Cedera kepala, Cerebral Salt Wasting SyndromeCite This Article: Pratiwi, D.A., Mahadewa, T.G.d.B.g.s. 2019. Cerebral Salt Wasting Syndrome in Traumatic Brain Injury: Pitfall and Management. Medicina 50(1): 198-204. DOI:10.15562/Medicina.v50i1.453

Cerebral Salt Wasting Syndrome in Traumatic Brain Injury: Pitfall and Management

Dinar Ayu Pratiwi,1* Tjok Gd Bgs Mahadewa2

PENDAHULUAN

Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang sering dijumpai pada pasien kritis yang dirawat dirumah sakit dengan gangguan saraf

pusat. Ketika hiponatremia dihubungkan dengan penyakit sistem saraf pusat maka kemungkinan yang ada adalah SIADH (Syndrome Inappropriate

1Departemen/KSM Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar2Departemen/KSM Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

*Corresponding to: Dinar Ayu Pratiwi, Departemen/KSM Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar [email protected]

Diterima: 2018-09-13 Disetujui: 2019-01-10 Publish

Volume No.: 50

Issue: 1

First page No.: 198

P-ISSN.2540-8313

E-ISSN.2540-8321

Doi: http://dx.doi.org/10.15562/medicina.v50i1.453

Illustrasi Kasus

Page 2: MEDICINA P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321 Cerebral Salt

199Medicina 2019; 50(1): 198-204 | doi: 10.15562/Medicina.v50i1.453

ILLUSTRASI KASUS

Anti Diuretic Hormone) dan Cerebral salt Wasting Syndrome.1,2

Cerebral salt wasting Syndrome (CSW) adalah kondisi dimana terjadinya kehilangan sodium dari ginjal akibat gangguan intrakranial sedang-kan fungsi dari ginjal masih dalam batas normal, kondisi ini menyebabkan terjadinya hiponatre-mia dan penurunan volume cairan ekstraselu-ler.3 Patogenesis dari gangguan ini masih belum sepenuhnya dimengerti. Respon simpatik seperti faktor natriuretik berperan penting dalam terjad-inya sindrom ini.3,4 Perbedaan antara SIADH dan CSW mungkin akan sulit untuk dibedakan, poin penting dari dua kelainan tersebut terletak pada status volume pasien.5 Penatalaksanaannya CSW memerlukan penggantian volume dan pemeli-haraan keseimbangan garam yang positif. Mineral kortikoid dapat berguna pada kasus yang sulit.2,3

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus Cerebral Salt Wasting Syndrome akibat cedera kepala pada seorang anak usia 12 tahun yang dirawat di RSUP Sanglah denpasar Bali. Pada kasus ini kondisi pasien membaik dengan terapi konservatif.

ILLUSTRASI KASUS

Pasien laki laki 12 tahun mengalami kecelakaan saat mengendarai sepeda gayung, ia tertabrak sepeda motor dari arah belakang kemudian terjatuh kearah kanan dengan kepala membentur aspal. Pasien kemudian tidak sadarkan diri seki-tar 5 menit, setelah sadar dia tidak ingat dengan apa yang terjadi, pasien mengeluh nyeri kepala serta muntah. Pasien lalu di bawa ke RS dalam keadaan sadar, pada primary survey, airway breathing dan sirkulasi aman, tanda vital tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 90 kali permenit, suhu axilla 36,4°C, VAS 4 dan GCS E3V5M6, pupil isokor dengan diameter 3mm/3 mm, tidak ada tanda lateralisasi, secondary survey hanya ditemukan cefalhematom pada regio parietal dexter berdiameter 4 cm. Pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sudah tidak ada muntah, kemu-dian dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala dan pemeriksaan laboratorium, pada CT scan kepala didapatkan hasil adanya epidural hematom pada region temporoparietal dextra dan hasil laboat-orium masih dalam batas normal. Pasien kemu-dian didiagnosis dengan Cedera kepala ringan, epidural hematom regio temporoparietal dextra. Pasien ini kemudian diterapi dengan head up 30° dan O2 masker 8 literpermenit untuk dekompresi internal, pasien juga mendapat terapi obat obatan seperti citicoline, fenitoin dan paracetamol serta observasi yang dititikberatkan pada tanda vital, penurunan GCS dan tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial. Dilakukan 4 jam observasi

di Unit gawat darurat, setelah jangka waktu terse-but tidak ditemukan adanya perubahan kearah perburukan, maka pasien dipindahkan di ruan-gan intermediate (Medical Surgery) untuk diob-servasi lebih lanjut. Pada saat masuk ke ruangan intermediate pasien dalam kondisi keluhan nyeri kepala berkurang dari sebelumnya dengan tekanan darah 110/70 N 90 kali permenit, suhu axilla 36,3° C, VAS 3, GCS E3V5M6, pupil isokor dan tidak terdapat tanda lateralisasi lainnya.

Pada perawatan hari kedua dan ketiga, kondisi pasien stabil dengan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90x permenit, VAS 3, GCS E4V5M6 dan kelu-han nyeri lebih berkurang sehingga terapi yang diberikan dilanjutkan. Pada hari keempat kondisi pasien, tekanan darah 120/80 mmhg, nadi 88 kali permenit VAS 4, GCS E3V5M6 dan pasien menge-luh nyeri kepala bertambah, selain itu orangtua pasien mulai mengeluhkan anaknya banyak minum, sering haus dan sering kencing serta volume urin mulai bertambah, saat itu volume urine belum dilakukan pengukuran. Sehingga tindakan yang dilakukan adalah CT scan kepala ulang, serta pengukuran volume urine dengan urine tampung. Hasil yang diperoleh dari CT scan kepala ulang didapatkan adanya penambahan volume perdara-han dan lesi yang menunjukkan proses perdarahan bisa saja masih berlangsung, tetapi belum ada tanda tanda lesi desak ruang. Pasien kemudian diagnosis menjadi CKR memburuk dengan EDH fronto-parietobasal dextra dan contusion hemorargik parietal dextra dan disarankan untuk trepanasi evakuasi clot untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, tetapi keluarga belum menyetujui tindakan operasi, sehingga terapi yang ditambahkan adalah pemberian asam traneksamat injeksi dan vitamin K serta observasi ketat untuk keadaan umum, tanda vital, penurunan GCS dan tanda tanda peningka-tan tekanan intracranial serta observasi diuresis dengan urine tampung.

Observasi urine tampung kurang dari 24 jam berikutnya diperoleh jumlah volume urine seban-yak 4000 ml dan total intake 2350 ml, dengan diuresis per jam diperkirakan 4-5cc/KgBB. kondisi pasien mulai memburuk dan gelisah pasien juga mengalami kejang tonik klonik sekitar 2 menit, dilakukan intervensi dengan pemberian diazepam injeksi, setelah masuk 2mg, kejang berhenti dan pemberian diazepam dihentikan. Setelah kejang GCS pasien E3V5M6. Kemudian dilakukan pemer-iksaan laboratorium cito termasuk elektrolit dan cito CT scan kepala ulang. Hasil laboratorium menunjukkan nilai yang kritis pada nilai elektro-lit, hasil tersebut adalah pH 7,45; pO2 225mmHg; pCO2 31 mmHg; BE -2,5mmol/L; HCO3- 21,5 mmol/L; SO2 100%; BS: 105 g/dL, Na 117 mmol/L K 4,28 mmol/L; Cl 98,6 mmol/L.

Page 3: MEDICINA P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321 Cerebral Salt

200 Medicina 2019; 50(1): 198-204 | doi: 10.15562/Medicina.v50i1.453

ILLUSTRASI KASUS

Hasil CT scan kepala menunjukkan volume perdarahan tampak lebih berkurang daripada CT scan sebelumnya dan tidak ada tanda tanda lesi

desak ruang. Selama 24 jam berikutnya pasien di diagnosis dengan CKR, epidural hematoma fronto-parietobasal dextra, Intra cerebral bleeding parietal dextra, post traumatic seizure dan hiponatremia berat. Dilakukan terapi tambahan yaitu koreksi natrium dengan NaCl 3%, balance cairan dan cek elektrolit serial. hasil pemeriksaan kadar elektrolit berikutnya adalah Na 110 mmol/L; K 3,4 mmol/L, Calsium yaitu 7,86 mg/dL. Tujuh jam dari kejang pertama pasien kembali mengalami kejang tonik klonik sekitar 5 menit, dilakukan pemberian loading fenitoin, kejang berhenti. Memasuki hari keenam, kondisi pasien sadar dengan GCS E4V5M6 mengeluh haus terus menerus, hasil urine tampung adalah 4800 ml dengan total intake 2200  ml, diuresis diperkirakan sekitar 5cc/KgBB perjam. Pasien kemudian didiagnosis dengan cere-bral salt wasting syndrome dd SIADH ec Cedera kepala ringan, EDH frontoparietobasal dextra dan ICB parietal dextra. Tindakan yang dilakukan pada pasien tersebut adalah pemasangan kateter urin, pemasangan central line untuk observasi volume, balance cairan dan dilanjutkan koreksi Na dengan pemberian drip NaCl 3%, pasien juga disarankan untuk dirawat diruang intensif dan dikonsulkan ke bagian neuroanestesi. Oleh bagian neuroanestesi pasien juga disaran kan dirawat di ICU dan dilaku-kan pemasangan CVC, tetapi keluarga belum setuju dengan tindakan yang disarankan.

Pada hari ketujuh, kondisi pasien mulai membaik tidak ada lagi kejang, tetapi volume urine masih banyak dengan diuresis perjam sekitar 6cc/KgBB, pemeriksaan elektrolit yaitu Na 138  mmol/L; K 3,54 mmol/L,. Koreksi Na dihen-tikan,kemudian obat obatan injeksi diganti dengan dengan obat oral, seperti paracetamol, fenitoin, vitamin K dan asam tranexamat meskipun demikian pasien masih tetap disarankan untuk pemasangan CVC dan dirawat di ruangan intensif tetapi pihak keluarga masih belum setuju. Pada hari kedelapan keluarga menyetujui untuk dirawat diruangan intensif, pasien kemudian dipindahkan ke ruangan intensif dengan kondisi tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 90x permenit, GCS E4V5M6, diuresis 7cc/KgBB per jam dan kadar serum Na 132mmol/L. Diruang intensif dilakukan pema-sangan catheter vena central didapatkan tekanan vena central adalah 7 cmH2O, dilakukan monitor-ing intensif pada status volume. 2 jam kemudian diuresis bertambah menjadi 13cc/KgBB perjam, dan terjadi penurunan tekanan vena central menjadi 4 cmH20 namun kondisi umum pasien masih baik dengan GCS E4V5M5 dan mengeluh haus, terapi yang diberikan adalah balance cairan dengan pemberian larutan NaCl secara intravena, setelah pemberian cairan, diuresis berkurang dan tekanan vena central naik menjadi 6cmH20. Empat

Gambar 1 CT Scan kepala hari pertama setelah trauma

Gambar 2 CT scan kepala control, perawatan hari ke 4

Gambar 3 CT scan kepala control hari perawatan ke 5 pasca kejang

Page 4: MEDICINA P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321 Cerebral Salt

201Medicina 2019; 50(1): 198-204 | doi: 10.15562/Medicina.v50i1.453

ILLUSTRASI KASUS

hari perawatan intensif kondisi pasien membaik baik namun urine output masih sekitar 6cc/KgBB perjam, tetapi tekanan vena central stabil 8 cmH2O, pasien di ijinkan pindah kembali ke ruangan inter-mediate. Pasien kemudian dirawat diruang inter-mediate selama 2 hari, manajemen dititikberatkan pada observasi balance cairan, selama waktu terse-but kondisi pasien baik, diet bebas per oral dan tanda vital tetap stabil dengan diuresis sekitar 3 cc/KgBB per jam, pasien kemudian diijinkan pulang.

DISKUSI

Cerebral salt Wasting Syndrome didefinisikan sebagai kehilangan sodium dari ginjal selama terjadinya gangguan pada intracranial yang mengakibatkan terjadinya hiponatremia dan berkurangnya volume cairan extraseluler. Kelainan ini pertama kali dija-barkan oleh Peter et  al tahun 1950.5 Mekanisme penyakit intrakranial mana yang menyebabkan CSW masih belum dimengerti sepenuhnya. Cerebral Salt Wasting Syndrome terjadi karena natriuresis primer yang menyebabkan terjadinya hipovolemia dan deplesi dari sodium (Na), tanpa diketahui stimulus apa yang mampu mengeksresi sodium dalam jumlah yang besar.1 Telah dipercaya bahwa faktor natriuretik seperti atrial natriuretic peptide (ANP), brain natriuretic peptide (BNP), C-type natriuretic peptide (CNP), dan dendroas-pis natriuretic peptide (DNP) mungkin berperan dalam terjadinya CSW.2,3 Sampai saat ini masih

berkembang studi mengenai hubungan penyebab antara natriuretic peptide dengan terjadinya CSW. Dari beberapa variasi natriuretik, BNP merupakan peptida yang paling mungkin untuk memediasi terjadinya CSW, dipercaya bahwa peningkatan volume plasma dapat menyebabkan pelebaran dind-ing atrial, sehingga merangsang respon simpatik atau terjadinya peningkatan angiotensin II atau endotelin yang mampu menyebabkan peningka-tan pelepasan peptida ini.1 Natriuretic peptides dilepaskan oleh sistem saraf pusat untuk mengatur muatan air dan Na dalam otak dan produksi liquor cerebrospinalis. Hubungan langsung antara ANP atau BNP dengan tekanan intrakranial telah diketa-hui yaitu untuk pelepasan peptida peptida tersebut yang merupakan mekanisme kompensasi sehingga menyebabkan terjadinya renal salt wasting untuk menjaga tekanan tetap konstan, sehingga mampu mengurangi peningkatan tekanan intrakranial yang ekstrim dan kecenderungan untuk terjad-inya vasospasme pada kasus seperti subarachnoid hemorarge.1,7 Meskipun dengan bukti tersebut, beberapa peneliti masih belum menemukan hubun-gan langsung antara BNP dengan terjadinya CSW.

Pada pasien dengan cedera neurologikal sangat penting untuk membedakan antara CSW dan SIADH karena keduanya memiliki krteria diag-nostik yang berbeda. Kedua diagnosis tersebut dilakukan penilaian dan monitoring terhadap Na, kehilangan air dan volume ekstraseluler. Perbedaan utama pada kelainan tersebut adalah volume plasma dan ekskresi Na dan Cl dari urine.3,5 Cerebral Salt Wasting Syndrome ditan-dai oleh volume plasma yang rendah dengan gejala dehidrasi, osmolalitas serum yang rendah dan banyaknya eksresi Na dan Cl melalui urine, sedangkan SIADH menunjukkan volume plasma yang tinggi dengan osmolalitas yang rendah. Tekanan vena sentral yang rendah mengkon-firmasi deplesi volume sehingga mengindi-kasikan diagnosis kepada Cerebral Salt Wasting Syndrome.1 Temuan laboratorium lainnya yang berguna adalah hemokonsentrasi pada CSW, kompilasi karakteristik utama untuk membedakan antara CSW dan SIADH ditunjukkan pada tabel 2 dibawah ini. Penentuan status volum menjadi esensial untuk diagnosis, dikarenakan pasien dengan SIADH menunjukkan kondisi euvolemic atau hipervolemic, dimana CSW menunjukkan kondisi hipovolemic.3 Biasanya sulit bagi klinisi untuk mengkonfirmasi apakah pasien memiliki volume ekstraseluler yang rendah hanya dengan observasi. Keseimbangan elektrolit harus dipan-tau setiap hari untuk menghindari kesalahan diag-nostik sehingga tatalaksana menjadi tidak tepat.8,9 Onset dari kelainan ini muncul pada sepuluh hari pertama sejak terjadinya penyakit intrakranial.1

Gambar 4 Kondisi pasien saat dirawat di ICU

Page 5: MEDICINA P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321 Cerebral Salt

202 Medicina 2019; 50(1): 198-204 | doi: 10.15562/Medicina.v50i1.453

ILLUSTRASI KASUS

Tabel 1 Ringkasan keseimbangan cairan dan perubahan serum NaHarike- keluhan

Urine Output Intake Planning Hasil Tindakan Evaluasi

4 •   gelisah•   pusing•   vol urine banyak•   Sering merasa 

haus

Belum di ukur

Belum diukur

•   Ct scan kepala

•   Urine tampung

•   Observasi

•   Pe>> vol perdarahan

•   Belum ada tanda tanda lesi desak ruang

•   Trepanasi evacuasi clot

•   Keluarga belum setuju

Observasi

5 •   Kejang 2x 4000 ml 2350 ml •   Ct scan kepala

•   Cek AGD elektrolit

•   Observasi

•   Ct scan: Vol perdarahan tampak berkurang, tidak ada lesi desak ruang

•   Elektrolit:Na: 117K: 4,28GDS:105g/dL

•   Koreksi Na dengan NaCl 3%

Cek Na,K serial

6 •   Kejang (-)•   Pusing <<

4800 ml 2200 ml •   Cek elektrolit•   Observasi

•   Elektrolit:Na: 110K: 3,4

Na: 108K:3,7

•   Susp CSW dd SIADH•   Rawat ICU, pasang 

CVP, keluarga belum setuju

•   Observasi status vol•   Lanjutkan koreksi Na 

dengan NaCl 3%

ObservasiCek Na, K serial

7 •   Kejang (-)•   Pusing <<•   Banyak minum

5250 ml 3700 ml •   Cek elektrolit•   Observasi

•   Elektrolit:Na: 114K: 3,97

Na: 111K:3,8

•   Susp CSW dd SIADH•   Rawat ICU, pasang 

CVP, keluarga belum setuju

•   Balance cairan•   Lanjutkan koreksi Na 

dengan NaCl 3%

Observasi status volCek elektrolit serial

8 •   Kejang (-)•   Pusing <<•   Banyak minum

6800 ml 4200 ml •   Cek elektrolit•   Observasi

•   Elektrolit:Na: 138K: 3,54

Na: 132K:3,7

•   Susp CSW dd SIADH•   Rawat ICU, pasang 

CVP, keluarga baru setuju

•   Observasi status volume

•   Balance•   Stop koreksi Na 

Pasang CVPTek VC7 cmH2O, diureis >> tek VC turun menjadi 4 cmH2O, Loading NaCl 0,9%

9 •   Banyak minum 5550 ml 3850 ml •   Cek elektrolit •   Elektrolit:Na: 133K: 4,32Na: 130K:4,12

•   Observasi status volume

•   Balance

CVP:7 cmH2O

10 •   Kondisi klinis pasien baik

•   banyak minum

5850 ml 4750 ml •   Cek elektrolit •   Elektrolit:Na: 136K: 4,61

•   Observasi status volume

•   Balance

CVP:8 cmH2ODiet bebas

11 •   Kondisi membaik 5600 ml 4000 ml •   Cek elektrolit •   ElektrolitNa: 140K: 4,08

•   Observasi status volume

•   Balance

Evaluasi lanjutan intrmediate room

12 •   Kondisi baik 4200 ml 3600 ml •   Cek elektrolit •   Elektrolit:Na: 138K: 4,18

•   Balance cairan Diet bebas

13 •   Kondisi baik 3000 ml 2800 ml •   Cek eletrolit •   Elektrolit:Na: 145K: 4,27

•   Balance cairan Poliklinis

Page 6: MEDICINA P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321 Cerebral Salt

203Medicina 2019; 50(1): 198-204 | doi: 10.15562/Medicina.v50i1.453

ILLUSTRASI KASUS

Dasar diagnosis cerebral salt wasting syndrome pada kasus ini adalah dari anamnesis diketa-hui bahwa pasien merupakan pasien dengan gangguan sistem saraf pusat, yaitu akibat cedera kepala yang ditandai dengan adanya riwayat trauma pada kepala yang jelas, disertai hilangnya kesadaran. Cedera kepala yang dialami pasien ini mengarah pada adanya perdarahan intrakranial, dicurigai karena setelah mengalami cedera kepala pasien tersebut memiliki keluhan nyeri kepala yang menetap dengan gejala tambahan muntah dan kesadaran GCS E3V5M6. Hal ini mengindi-kasikan adanya peningkatan tekanan intracranial akibat penambahan volume, tetapi belum terdapat tanda tanda lesi desak ruang yang diketahui dari ketiadaan lateralisasi, kecurigaan kecurigaan terse-but dibuktikan dengan gambaran Ct scan kepala yaitu pasien mengalami perdarahan intracranial berupa epidural hematom. Beberapa hari setelah cedera kepala tersebut pasien mengalami kondisi penurunan kondisi umum, mengalami keluhan sistem saraf pusat seperti kejang general tonik klonik dan keluhan nyeri kepala, serta pasien mengalami diuresis yang berlebihan, akibat diuresis tersebut pasien mengalami dehidrasi yang ditandai dengan penurunan status mental dan kondisi yang haus terus menerus serta keseimbangan cairan yang negatif. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang diketahui bahwa pasien dalam kondisi hiponatre-mia berat, dengan kadar Na 117 mmol/L. Dan dari status volume pasien yang dinilai dengan penguku-ran tekanan vena central diketahui bahwa pasien sempat mengalami kondisi hipovolemia, dengan nilai tekanan vena central 4 cmH2O. Dari anamne-sis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

yang telah dilakukan maka diagnosis kerja pada pasien ini adalah cerebral salt wasting syndrome e.c cedera kepala ringan, epidural hematom frontopa-rietobasal dextra dan ICB parietal dextra, meskipun tidak dilakukan pemeriksaan kadar natrium urine, untuk membuktikan berkurangnya kadar natrium serum diakibatkan oleh pembuangan natrium pada urin dalam jumlah besar.

Terapi utama dalam penatalaksanaan CSW adalah penggantian dari sodium dan air yang hilang sebagai hasil dari kelainan natriuresis dan diuresis. Hal ini sangat bertentangan dengan pena-talaksanaan pada pasien dengan SIADH, dimana pasien SIADH lebih ditekankan untuk dilakukan restriksi cairan. Pasien dengan CSW menunjukkan pengurangan volume ekstraseluler yang signifikan dan defisit total sodium tubuh sedikitnya seki-tar 2mmol/KgBB. Pada pasien dengan kondisi hipovolemia, strategi manajemen pertama yang dilakukan adalah pemberian normal saline dengan tujuan mencukupi volume intravaskular. Restriksi cairan dapat memperburuk kondisi pasien dengan CSW, sebaliknya pada pasien SIADH jika diber-ikan larutan saline dapat menyebabkan semakin berkurangnya konsentrasi serum natrium dan dapat menyebabkan hiponatremia simptomatik. Ketika kondisi euvolemia sudah tercapai, perhatian selanjutnya ditujukan pada koreksi hiponatremia. Koreksi hiponatremia dapat dilakukan dengan terapi penggantian Na menggunakan larutan saline hipertonik, teutama dilakukan jika serum sodium mencapai nilai yang sangat rendah yaitu <125 mEq/L, penggunaan saline hipertonik ini juga dapat digunakan ketika volume dari cairan intrav-ena yang digunakan untuk koreksi volume sangat

Tabel 2 Perbedaan karakteristik CSW dan SIADH1,5

Cerebral salt Wasting Syndrome (CSW)Syndrome Inappropriate Anti Diuretic Hormone (SIADH)

Volume plasma Turun Meningkat atau normalKeseimbangan garam Negatif BervariasiKeseimbangan cairan Negatif Meningkat atau normalGejala dan tanda dehidrasi Ada Tidak adaVolume urine Sangat meningkat Turun atau normalTekanan vena sentral Turun Meningkat atau normalOsmolalitas serum Turun TurunHematokrit Meningkat atau normal Tidak berubahKonsentrasi albumin Meningkat NormalSodium urine Sangat meningkat MeningkatPengobatan Normal saline

Hipertonik salineMineralkortikoid

Restriksi cairanHipertonik salineDemocyclineFurosemid

Page 7: MEDICINA P-ISSN.2540-8313, E-ISSN.2540-8321 Cerebral Salt

204 Medicina 2019; 50(1): 198-204 | doi: 10.15562/Medicina.v50i1.453

ILLUSTRASI KASUS

besar untuk mencapai kondisi euvolemia. Terapi penggantian harus dilakukan dengan perlahan, hal ini dilakukan untuk menghindari kompilkasi lebih lanjut seperti pontine myelinolysis. Kenaikan serum sodium tidak boleh lebih dari 0,7 mEq per liter per jam, dan maksimum total perubahan harian adalah tidak boleh lebih dari 20 mEq per liter.1,2,3

Selain itu metode lain untuk memperbanyak serum sodium dan volume intravaskular adalah dengan pemberian mineralkortikoid. Salah satu miner-alkortikoid yang digunakan dalam hal ini adalah fludokortison yang dapat diberikan 0,05-0,1 mg dua kali sehari, dimulai saat diagnosis CSW dibuat dan dilanjutkan sampai konsentrasi sodium kembali normal dan konsentrasi volume intrava-skular stabil normal.1 Penggunaan fludokortison mengobati CSW pertama kali dilaporkan pada tahun 1980 pada pasien dengan cedera kepala. Pada penerapannya masih sulit untuk menentukan waktu yang tepat kapan digunakannya fludokorti-son, tetapi obat ini direkomendasiakan digunakan setelah beberapa hari ketika diagnosis ditegakkan dan manajemen dengan terapi penggantian cairan dan garam telah dilakukan dengan baik namun masih belum memberikan hasil memuaskan.6 Fludokortison bekerja langsung pada tubulus renal untuk meningkatkan reabsorbsi dari sodium, tetapi memiliki efek sekunder seperti hipokalemia, edema paru dan hipertensi yang dapat terjadi pada pemakaian jangka panjang. Oleh karena itu peng-gunaan fludokortisone hanya digunakan jika peng-gantian garam dan cairan tidak dapat menangani kelebihan natriuresis.10

Cerebral salt wasting syndrome merupakan proses alami yang bersifat sementara, dengan bukti bahwa renal salt wasting akan teratasi setelah tiga sampai empat minggu.5 Pada kasus ini penatalak-saan yang dilakukan terhadap pasien adalah ditu-jukan untuk pemenuhan volume intravaskular dan koreksi hiponatremia yaitu dengan pemasangan kateter urin dan pemasangan central line yang ditu-jukan untuk observasi volume dan balance cairan dengan pemberian larutan NaCl 0,9% dan koreksi Na dilakukan pemberian drip NaCl 3% dengan monitoring pemeriksaan elektrolit serial. Selama beberapa hari dengan terapi yang telah dilakukan kondisi pasien berangsur angsur mulai membaik, sehingga pada hari perawatan ke 13 pasien di ijinkan untuk pulang.

SIMPULAN

Cerebral salt wasting syndrome merupakan kondisi hipovolemia hiponatremia yang disebabkan natri-uresis dan diuresis yang terdapat pada pasien dengan gangguan sistem saraf pusat seperti trau-matic brain injury. Kelainan ini jika tidak didiag-nosis dengan tepat dan dikelola dengan baik maka dapat menimbulkan konsekuensi yang negative dan komplikasi yang lebih berat. Volume dan pemenuhan kadar natrium merupakan tujuan dari penatalaksanaan pasien dengan CSW, hal ini dapat dicapai dengan kombinasi pemberian larutan saline isotonik, saline hipertonik dan mineralkortikoid.

DAFTAR PUSTAKA1 Esteva MC, Godia EC, Chillaron JJ, Sunyer CP,

Cucurella G, Fernandez M, Goday A, Perez JF, Campello AR dan Roquer J. Cerebral salt wasting syndrome: Review. European Journal of Internal Medicine2008; 19 :249–254.

2 Singh S, Bohn D, Carlotti AP, Cusimano M, Rutka JT dan Halperin ML. Cerebral salt wasting: Truths, fallacies, theo-ries, and challenges. Crit Care Med 2002;30(11):2575-2579.

3 Yee Do AH, Burns JD dan Wijdicks FM. Cerebral Salt Wasting: Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment. Neurosurg Clin N Am 2010;21:339–352.

4 Lu DC, Binder DK, Chien B, Maosel A dan Manley GT. Cerebral salt wasting and elevated brain natriuretic pep-tide levels after traumatic brain injury: 2 case reports. Surgical Neurology 69 (2008); 226-229.

5 Palmer BF. Hyponatremia in patients with central ner-vous system disease: SIADH versus CSW. TRENDS in Endocrinology and Metabolism 14. 2003.

6 Taplin CE, Cowell CT, Silink M dan Ambler GR. Fludrocortisone Therapy in Cerebral Salt Wasting. Pediatrics 2006;118;e1904-e1909.

7 Hedge RM. Cerebral Salt Wasting Syndrome: A Case Report. Critical Care and Resuscitation1999;1:180-183.

8 John CA dan Day MW. Central Neurogenic Diabetes Insipidus, Syndrome of Inappropriate Secretion of Antidiuretic Hormone, and Cerebral Salt-Wasting Syndrome in Traumatic Brain Injury. Critical Care Nurse.2012; 32 :e1-e8.

9 o KL, ramachandran R, Abdullah BJ, Chow SK, Goh EML dan yeap SS. Cerebral Infarction and Cerebral Salt Wasting Syndrome In a Patient With Tuberculosis Meningoenchepalitis. Southeast Asian J Trop Med Public Health.2003;34:636-640.

10 Zomp A and Alexander E. Syndrome of Innappropriate Anti diuretics Hormone and cerebral Salt Wasting in Criticalli Ill Patients. AACN Advance Critical care. 2012;23: 233-239.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution