medicina 2020, volume 51, number 3: 590-595 p-issn. 2540

6
ARTIKEL ASLI ABSTRACT ABSTRAK Diseksi aorta akut non-traumatik sebagai tantangan diagnosis klinis dalam kedaruratan: kasus serial P. A. Satya Putra * , M. Widhiasih, P. Patriawan Aorta dissection is a complication of aortic aneurysm which is characterized as a separation of the walls of the blood-filled aorta. This condition is quite rare with an incidence rate of 2.6-3.5/100.000 patients per year, but highly fatal. The varied manifestations of this condition may cause a misdiagnosis due to the similar symptoms with other conditions. We reported 4 cases of aortic dissection for 2 years in Sanglah Hospital; a 42 years old male with a Stanford A aortic dissection and a grade 3-TAVB, a 63 years old male with aortic aneurysms with an abdominal aortic dissection and occlusion of left renal artery cause renal infarction and contracted, and two cases of a 72 and 82 years old males with an abdominal aortic dissection, one of which also Diseksi aorta merupakan komplikasi dari aneurisma aorta, yang ditandai oleh adanya pemisahan lapisan dinding aorta. Kondisi ini cukup langka dan dapat berakibat fatal, dengan angka kejadian 2,6-3,5/100.000 pasien per tahun. Manifestasi yang bervariasi dari diseksi aorta dapat menyebabkan kesalahan dalam menegakkan diagnosa, hal ini disebabkan karena gejala yang muncul dapat menyerupai penyakit lainnya. Kami melaporkan 4 kasus diseksi aorta, yang ditemukan dalam kurun waktu 2 tahun di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Dua kasus pertama adalah lelaki berusia 42 tahun dengan diseksi aorta Stanford A, grade 3-Total arterioventricular block (TAVB), dan lelaki berusia 63 tahun dengan aneurisma aorta yang disertai diseksi aorta abdominalis dan oklusi arteri renalis kiri. Dua kasus terakhir adalah lelaki usia has lung cancer which has metastasized to the liver. No specific symptoms of aortic dissection were present on these patients. Three of the patients died before surgical intervention. Accordance with our findings, aortic dissection is more likely in males and high mortality rate. Aortic dissection is often accompanied by other clinical conditions, thus masking its presence and causing the specific signs of aortic dissection to not appear which is clearly observed in our report. The specific symptoms were only present in 5-15% cases, leading to a misdiagnosis and delayed treatment. CT angiography, has a significant role in determining the diagnosis of aortic dissection. Keywords: Aortic aneurysm, aortic dissection, CT angiography. Cite this article: Putra, P.A.S., Widhiasih, M., Patriawan, P. 2020. Diseksi aorta akut non-traumatik sebagai tantangan diagnosis klinis dalam kedaruratan: kasus serial. Medicina 2020; 51 (3): 590-595. DOI: 10.15562/medicina.v51i3.790 Kata Kunci: Aneurisma aorta, diseksi aorta, CT angiografi. Cite Pasal Ini: Putra, P.A.S., Widhiasih, M., Patriawan, P. 2020. Diseksi aorta akut non-traumatik sebagai tantangan diagnosis klinis dalam kedaruratan: kasus serial. Medicina 2020; 51 (3): 590-595. DOI: 10.15562/medicina.v51i3.790 Departemen KSM Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana – Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar-Bali *Korespondensi: P. A. Satya Putra; Departemen KSM Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana – Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar-Bali; [email protected] MEDICINA 2020, Volume 51, Number 3: 590-595 P-ISSN. 2540-8313, E-ISSN: 2540-8321 Diterima: 2019-07-08 Disetujui: 2019-08-11 Diterbitkan: 2020-09-29 72 dan 82 tahun dengan diseksi aorta abdominalis, salah satunya menderita kanker paru-paru yang telah menyebar ke hati dan tidak menunjukkan gejala spesifik dari diseksi aorta. Tiga dari empat kasus meninggal sebelum dilakukan intervensi bedah. Pada kasus kami, diseksi aorta lebih banyak terjadi pada lelaki dengan tingkat kematian yang tinggi. Diseksi aorta seringkali disertai kondisi klinis lainnya, sehingga menutupi keberadaannya dan tidak memunculkan gejala spesifiknya. Gejala spesifik yang hanya muncul pada 5-15% kasus, dapat menyebabkan kesalahan diagnosis dan keterlambatan pengobatan. Masalah ini terpapar dalam laporan kasus kami. Computed tomography (CT) angiografi memiliki peran penting dalam menentukan diagnosis. 590 PENDAHULUAN Diseksi aorta merupakan komplikasi dari aneurisma aorta, ditandai oleh adanya robekan lapisan intima dinding aorta yang menyebabkan darah mengalir melalui robekan, mengisi ruang dalam lapisan media, dan memisahkan lapisan intima dengan lapisan media sehingga membentuk lumen palsu (false lumen). True lumen seluruhnya

Upload: others

Post on 23-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MEDICINA 2020, Volume 51, Number 3: 590-595 P-ISSN. 2540

590 Medicina 2020; 51(3): 590-595 | doi: 10.15562/medicina.v51i3.790

ARTIKEL ASLI

ABSTRACT

ABSTRAK

Diseksi aorta akut non-traumatik sebagai tantangan diagnosis klinis dalam kedaruratan: kasus serial

P. A. Satya Putra*, M. Widhiasih, P. Patriawan

Aorta dissection is a complication of aortic aneurysm which is characterized as a separation of the walls of the blood-filled aorta. This condition is quite rare with an incidence rate of 2.6-3.5/100.000 patients per year, but highly fatal. The varied manifestations of this condition may cause a misdiagnosis due to the similar symptoms with other conditions.We reported 4 cases of aortic dissection for 2 years in Sanglah Hospital; a 42 years old male with a Stanford A aortic dissection and a grade 3-TAVB, a 63 years old male with aortic aneurysms with an abdominal aortic dissection and occlusion of left renal artery cause renal infarction and contracted, and two cases of a 72 and 82 years old males with an abdominal aortic dissection, one of which also

Diseksi aorta merupakan komplikasi dari aneurisma aorta, yang ditandai oleh adanya pemisahan lapisan dinding aorta. Kondisi ini cukup langka dan dapat berakibat fatal, dengan angka kejadian 2,6-3,5/100.000 pasien per tahun. Manifestasi yang bervariasi dari diseksi aorta dapat menyebabkan kesalahan dalam menegakkan diagnosa, hal ini disebabkan karena gejala yang muncul dapat menyerupai penyakit lainnya. Kami melaporkan 4 kasus diseksi aorta, yang ditemukan dalam kurun waktu 2 tahun di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Dua kasus pertama adalah lelaki berusia 42 tahun dengan diseksi aorta Stanford A, grade 3-Total arterioventricular block (TAVB), dan lelaki berusia 63 tahun dengan aneurisma aorta yang disertai diseksi aorta abdominalis dan oklusi arteri renalis kiri. Dua kasus terakhir adalah lelaki usia

has lung cancer which has metastasized to the liver. No specific symptoms of aortic dissection were present on these patients. Three of the patients died before surgical intervention. Accordance with our findings, aortic dissection is more likely in males and high mortality rate. Aortic dissection is often accompanied by other clinical conditions, thus masking its presence and causing the specific signs of aortic dissection to not appear which is clearly observed in our report. The specific symptoms were only present in 5-15% cases, leading to a misdiagnosis and delayed treatment. CT angiography, has a significant role in determining the diagnosis of aortic dissection.

Keywords: Aortic aneurysm, aortic dissection, CT angiography.Cite this article: Putra, P.A.S., Widhiasih, M., Patriawan, P. 2020. Diseksi aorta akut non-traumatik sebagai tantangan diagnosis klinis dalam kedaruratan: kasus serial. Medicina 2020; 51 (3): 590-595. DOI: 10.15562/medicina.v51i3.790

Kata Kunci: Aneurisma aorta, diseksi aorta, CT angiografi.Cite Pasal Ini: Putra, P.A.S., Widhiasih, M., Patriawan, P. 2020. Diseksi aorta akut non-traumatik sebagai tantangan diagnosis klinis dalam kedaruratan: kasus serial. Medicina 2020; 51 (3): 590-595. DOI: 10.15562/medicina.v51i3.790

Departemen KSM Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana – Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar-Bali

*Korespondensi:P. A. Satya Putra; Departemen KSM Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana – Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar-Bali;[email protected]

MEDICINA 2020, Volume 51, Number 3: 590-595P-ISSN. 2540-8313, E-ISSN: 2540-8321

Diterima: 2019-07-08Disetujui: 2019-08-11Diterbitkan: 2020-09-29

72 dan 82 tahun dengan diseksi aorta abdominalis, salah satunya menderita kanker paru-paru yang telah menyebar ke hati dan tidak menunjukkan gejala spesifik dari diseksi aorta. Tiga dari empat kasus meninggal sebelum dilakukan intervensi bedah. Pada kasus kami, diseksi aorta lebih banyak terjadi pada lelaki dengan tingkat kematian yang tinggi. Diseksi aorta seringkali disertai kondisi klinis lainnya, sehingga menutupi keberadaannya dan tidak memunculkan gejala spesifiknya. Gejala spesifik yang hanya muncul pada 5-15% kasus, dapat menyebabkan kesalahan diagnosis dan keterlambatan pengobatan. Masalah ini terpapar dalam laporan kasus kami. Computed tomography (CT) angiografi memiliki peran penting dalam menentukan diagnosis.

590

PENDAHULUANDiseksi aorta merupakan komplikasi dari aneurisma aorta, ditandai oleh adanya robekan lapisan intima dinding aorta yang menyebabkan

darah mengalir melalui robekan, mengisi ruang dalam lapisan media, dan memisahkan lapisan intima dengan lapisan media sehingga membentuk lumen palsu (false lumen). True lumen seluruhnya

Page 2: MEDICINA 2020, Volume 51, Number 3: 590-595 P-ISSN. 2540

591Medicina 2020; 51(3): 590-595 | doi: 10.15562/medicina.v51i3.790

ARTIKEL ASLI

genetik, seperti Marfan’s syndrome, Ehlers–Danlos syndrome (type IV), Loeys–Dietz syndrome, Turner syndrome, aortic coarctation, bicuspid aortic valve, and non-syndromic familial dissection menjadi faktor risiko utama.2

Gejala klinis dari diseksi aorta akut sangat bervariasi, terkadang tidak spesifik karena tumpang tindih dengan penyebab lain, bahkan dapat menyerupai gejala dari penyakit lain. Hal tersebut menyebabkan diseksi aorta tidak terdiagnosis pada evaluasi awal, bahkan terjadi kekeliruan dalam menegakkan diagnosa.2,5 Tanda dan gejala yang umum pada diseksi aorta akut adalah nyeri dada dan/ atau punggung yang tiba-tiba (86%) dengan penjalaran ke bahu/leher yang biasanya dikeluhkan sebagai nyeri yang tajam/tearing (64%), hipertensi (69%), defisit nadi (20-30%) ), dan sinkop (13%). Keluhan yang lebih jarang adalah gejala gagal jantung, sakit perut, keterlibatan sumsum tulang belakang dengan defisit neurologis, sindrom Horner, dan kelumpuhan pita suara. Presentasi tanpa rasa sakit juga terdapat pada sekitar 4-5% pasien dan dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.2 Diseksi aorta dapat terjadi pada thoracic aorta (aorta ascendens atau desendens) dan abdominal aorta. Klasifikasi diseksi aorta berdasarkan lokasi anatomis dan luas intimal flap. Skema yang paling banyak digunakan adalah Stanford system, yang membagi menjadi 2 kategori. Tipe A melibatkan aorta ascendens, sedangkan tipe B meliputi aorta descendens distal hingga ke arteri subclavia kiri.1,2,6 Diseksi tipe A mencakup 60%-70% kasus dan biasanya segera memerlukan intervensi bedah. Tipe B terjadi pada 30%-40% kasus dan penatalaksanaannya dengan terapi hipertensi, kecuali terdapat komplikasi akibat perluasan diseksi sehingga memerlukan intervensi bedah.1,2

Tujuan pencitraan pada diseksi aorta yaitu untuk menegakkan diagnosis, melokalisasi robekan intimal, menentukan tingkat diseksi, dan menilai indikator pending emergency. Modalitas yang tersedia untuk pencitraan definitif meliputi computerized tomography angiography (CTA), magnetic resonance imaging (MRI), transesophageal echocardiography (TEE), dan, yang lebih jarang, aortografi. Pencitraan CT scan dengan kontras intravena memiliki keuntungan dari waktu akuisisi yang lebih singkat, ketersediaan luas, dan akurasi diagnostik yang tinggi (sensitivitas sekitar 95% dan spesifisitas antara 85% -100%), oleh karena itu menjadi modalitas pilihan untuk diagnosis diseksi aorta.2,7

berada dalam lapisan intima dan false lumen selurunya terdapat dalam lapisan media dari aorta.1-3 Kondisi ini cukup langka dengan angka kejadian 2,6-3,5/100.000 pasien per tahun dan dapat menyebabkan kematian.1,4 Diseksi aorta akut ditandai dengan gejala yang ada selama kurang dari 14 hari, sedangkan pada diseksi kronis gejala muncul dalam periode waktu yang lebih lama.1

Distribusi usia pada diseksi aorta adalah bimodal, yang artinya dapat terjadi pada pasien yang muda dan tua. Pada pasien yang lebih tua, faktor resiko yang paling umum adalah hipertensi, aterosklerosis, jenis kelamin pria, merokok, aneurisma aorta, dan riwayat operasi kardiovaskular sebelumnya. Sedangkan pada pasien yang lebih muda, kelainan

Gambar 1. Klasifikasi sistem Stanford. (a) Tipe A melibatkan aorta ascendens. (b) tipe B meliputi aorta descendens distal hingga ke arteri subclavia kiri.1

Gambar 2. ECG menunjukkan Total AV Block (TAVB) grade 3 dengan ST elevasi inferior.

Page 3: MEDICINA 2020, Volume 51, Number 3: 590-595 P-ISSN. 2540

592 Medicina 2020; 51(3): 590-595 | doi: 10.15562/medicina.v51i3.790

ARTIKEL ASLI

Gambar 3. Echocardiography menunjukkan intimal flap pada aorta ascendens, true lumen (T) dan false lumen (F).

Gambar 4. Foto thoraks menunjukkan kardiomegali dan pelebaran mediastinum.

Gambar 5. CT Scan angiografi menunjukkan disksi aorta ascendens Stanford A. a). Potongan coronal menunjukkan diseksi aorta ascendens sepanjang 5.75 cm. b). Potongan axial menunjukkan aneurisma aorta (dengan diameter 6,25cm), false lumen (f) dan true lumen (T) disertai dengan adanya intimal flap.

ILUSTRASI KASUSKasus 1Seorang lelaki 42 tahun, datang dengan kesadaran penuh, mengeluh sesak disertai rasa tidak nyaman di dada, dan berkeringat. Rasa tidak nyaman di dada sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, namun hilang timbul sehingga tidak dilakukan pemeriksaan ke rumah sakit. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang terkontrol dengan menggunakan captopril 25 mg sejak 5 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 75/60 mmHg, nadi 100x/menit, respiratory rate (RR) 28x/menit. Pemeriksaan laboratorium di dapatkan tingkat hemoglobin (Hb)15,51 g/dL (Normal 13,5-17,5g/dL), trombosit 195 10µ/µL (Normal 150-440 10µ/µL), creatine kinase-muscle/brain (CK-MB) 2,46 ng/mL (Normal <5,1), dan Troponin T 49 ng/mL (Normal < 50 ng/mL). Temuan electrocardiogram (ECG) menunjukkan TAVB grade 3 dengan ST Elevasi inferior (Gambar 2). Pemberian terapi berupa resusitasi cairan, analgetik (morphin 1mg iv dan paracetamol 1gr tiap 8 jam) dan Ace inhibitor (captopril 6,25mg tiap 8 jam). Sebagai protokol dari Acute Coronary syndrome (ACS), dilakukan pemeriksaan foto thoraks dan echocardiography (echo). Dari hasil pemeriksaan echo, ditemukan false lumen dari aorta ascendens (Gambar 3) dan adanya kardiomegali dengan pelebaran mediastinum pada foto thoraks (Gambar 4). Aneurisma aorta dengan diseksi aorta ascendens (Stanford A) (Gambar 5a dan b) terlihat pada pemeriksaan CT scan angiografi. Pada pasien ini dilakukan pemasangan temporary pacemaker, dan direncanakan untuk operasi Bentall procedure oleh bagian bedah thoraks kardiovaskular. Pada saat dilakukan persiapan operasi, keadaan pasien memburuk dan kemudian meninggal.

Kasus 2Seorang lelaki 63 tahun, dengan kesadaran penuh, mengeluh perutnya membesar disertai mual dan muntah. Nyeri pada daerah pinggang juga dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Ia memiliki riwayat tekanan darah yang tidak terkontrol sejak 3 tahun lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 92x/per menit, dan teraba massa pada epigastrium hingga umbilical. Pada pemeriksaan laboratorium, di dapatkan white blood cells (WBC) 15,56 10µ/µL, Hb 7,29g/dL, trombosit 235,7 10µ/µL, cholesterol total 235 mg/dL, low-density lipoprotein (LDL) 140 mg/dL, trigliserida 170 mg/dL, asam urat 7,7 mg/dL dan pemeriksaan sitokimia lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan ECG dalam batas normal, namun pada pemeriksaan foto thoraks ditemukan adanya elongasi aorta dengan kardiomegali

Page 4: MEDICINA 2020, Volume 51, Number 3: 590-595 P-ISSN. 2540

593Medicina 2020; 51(3): 590-595 | doi: 10.15562/medicina.v51i3.790

ARTIKEL ASLI

aneurisma yang rapuh dan besar. Pasien meninggal saat dalam perawatan.

Kasus 3Seorang lelaki 72 tahun, dibawa ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran (somnolen), dan nyeri pada tungkai bawah. Ia memiliki riwayat hipertensi, thrombosis vena dan mengkonsumsi alkohol. Saat awal pemeriksaan, didapatkan tekanan darah 180/130 mmHg, nadi 100x/menit, RR 16 x/menit dan saturasi oksigen 78-82%. Pada pemeriksaan fisik didapatkan akral bawah dingin tanpa pulsasi, termasuk pada arteri femoralis. Hasil laboratorium menunjukkan WBC 23,89 10µ/µL, Hb 12,24g/dL, trombosit 169 10µ/µL, laju endap darah (LED) 64,2 mm/jam, Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) 483 U/L, serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) 243 U/L, gula darah acak 146 mg/dL, C-Reaktif Protein (CRP) 420 mg/dL, blood urea nitrogen (BUN) 66 mg/dL, serum keatinin 4,78 mg/dL, nilai kalium dan natrium kritis (7 mmol/L dan 112 mmol/L), prothrombin time (PT) 14,5 detik, activated partial thromboplastin time (APTT) 27,6 dan international normalized ratio (INR) 1,20. Diagnosis awal adalah acute limb ischemic grade IIA dan mendapat terapi awal berupa oksigenasi, infus intravena dan obat-obatan (diazepam, heparin 6000 IV). Pada CT scan angiografi tanpa kontras, ditemukan adanya aneurisma aorta abdominalis dengan ukuran 5,5x12,3x13.8 cm setinggi vertebrae lumbal 2-5 dengan tanda-tanda diseksi aorta. Evaluasi pada arteri tungkai bawah sulit dilihat dalam kondisi ini (Gambar 8a-c). Kondisi pasien semakin memburuk, kemudian mengalami cardiac arrest, sehingga injeksi kontras tidak dilakukan. Pasien mendapatkan resusitasi selama 15 menit dan dinyatakan meninggal.

Kasus 4Seorang lelaki 82 tahun dengan kanker paru, datang dalam kondisi sadar disertai keluhan lemas, sesak dan kesemutan pada tungkai bawah. Tidak ada rasa nyeri maupun keluhan lainnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan conjungtiva ikterik, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 80x/menit dan RR 28x/menit. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan, WBC 36,76 10µ/µL, Hb 10,38 f/dL, trombosit 111 10µ/µL, PT 15,4 detik, INR 2,39, APTT 39,2, SGOT 137,6 U/L, BUN 29 mg/dL, SC 1,1 mg/dL, bilirubin total 5,78 U/L, bilirubin direk 5,64 mg/DL, D-Dimer 12,67 µg FEU/mL, CRP 238 mg/DL, dan fibrinogen 700mg/dL. Pemeriksaan CT scan abdomen dilakukan untuk mengevaluasi adanya proses metastase dan adanya aorto iliac disease. Pada CT scan abdomen ditemukan adanya aneurisma aorta

Gambar 6. Foto thoraks menunjukkan kardiomegali dan elongasi aorta.

Gambar 7. CT scan abdomen.kontras potongan axial (a-c) dan koronal (d) a. Aneurisma aorta abdominal dengan diameter 10,8 cm. b. Diseksi aorta dengan hematoma di dekat bifurkasio. True lumen (T), false lumen (F). c. Non-enhancement arteri renalis kiri. D. potongan koronal tampak aneurisma aorta abdominal.

(Gambar 6). Pada peemriksaan CT scan abdomen, ditemukan adanya aneurisma aorta abdominalis dengan diameter terbesar 10,8 cm, mulai setinggi 6,3 cm dari arteri renalis kanan dengan intraluminal thrombus dan diseksi aorta pada area bifurkasio dengan hematoma. (Gambar 7a,b,d) pada CT scan abdomen juga ditemukan adanya non-enhancement arteri renalis kiri dengan kecurigaan infark pada arteri renalis kiri (Gambar 7c). Pasien dirawat di intensive care unit (ICU) dengan risiko adanya ruptur aneurisma. Pada kasus ini pembedahan menjadi sangat berisiko oleh karena adanya

Page 5: MEDICINA 2020, Volume 51, Number 3: 590-595 P-ISSN. 2540

594 Medicina 2020; 51(3): 590-595 | doi: 10.15562/medicina.v51i3.790

ARTIKEL ASLI

Gambar 10. CT scan angiografi potongan axial (a,c) dan koronal (b). a dan b. Diseksi aorta abdominal dengan false lumen terukur 1 cm dengan panjang sekitar 2cm. c. Nodul metastase pada segmen VII hepar.

Gambar 9. CT scan angiografi potongan axial (a,b), koronal (c) dan sagittal (d) . a) Aneurisma aorta abdominalis dengan intraluminal thrombus terukur 5,5 cm. b. Aneurisma arteri iliaka komunis kanan (4,9 cm) dan kiri (3,8 cm) dengan intraluminal thrombus. c dan d. Aneurisma aorta abdominalis setinggi vertebra lumbal 2 sampai arteri illiaka komunis.

abdominalis (5,5 cm) setinggi vertebra lumbal 2 sampai arteri iliaca komunis kanan (4,9 cm) dan kiri (3,8 cm) dengan intraluminal thrombus (Gambar 9a-d) dan gambaran diseksi aorta di setinggi vertebra lumbal 3 serta gambaran nodul metastase multiple pada hepar (Gambar 10a-c). Perawatan konservatif dengan terapi kontrol hipertensi menjadi pertimbangan dalam kasus ini. Setelah perawatan selama 15 hari keadaan pasien membaik dan menjalani rawat jalan.

DISKUSIDiagnosis diseksi aorta secara klinis sangat sulit dan merupakan tantangan berat. Hal tersebut di pengaruhi oleh adanya penyakit lain yang menyertai sehingga gejala khas sering kali tidak muncul, hanya 5-15% kasus memiliki gejala yang khas.5 Pada kasus pertama, tidak didapatkan keluhan nyeri, melainkan rasa tidak nyaman di dada. Keluhan tersebut mirip dengan keluhan yang biasanya muncul pada angina. Keluhan pada kasus kedua adalah perut membesar disertai mual dan muntah, sehingga tidak terpikirkan kecurigaan adanya diseksi aorta. Kasus ketiga dan keempat dengan tampilan klinis limb ischemic. Hal ini terjadi karena adanya perluasan dari diseksi aorta hingga ke arteri iliaka atau arteri femoral, yang menyebabkan gangguan alirah darah ke ekstremitas bawah.4 Seluruh kasus diseksi aorta yang kami tampilkan disertai dengan kondisi klinis lainnya. Hal ini menyebabkan gejala dan tanda spesifik dari diseksi aorta tidak muncul sehingga dapat menyebabkan misdiagnosis.7,8 Aneurisma aorta abdominalis terdapat pada 42% kasus dengan diseksi aorta6, dan ketiga pasien kami memiliki gambaran tersebut. Hipertensi merupakan faktor risiko diseksi aorta yang paling umum, hal ini terlihat pada seluruh kasus kami yang memiliki riwayat hipertensi. Diseksi aorta lebih sering terjadi pada lelaki dengan tingkat kematian yang tinggi. Pada kasus kami seluruhnya berjenis kelamin lelaki dan 3 dari 4 kasus tidak dapat bertahan hidup.

Penegakan diagnosa diseksi aorta pada keseluruhan kasus kami menggunakan CT scan, karena alat tersebut memiliki akurasi diagnostik yang tinggi, dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, serta tersedia pada sebagaian besar rumah sakit.9,10 Tindakan pembedahan saat ini masih merupakan terapi terbaik dalam beberapa kasus diseksi aorta, namun terapi konservatif dapat menjadi pilihan dengan mempertimbangkan faktor-faktor risiko.

Gambar 8. CT scan angiografi potongan axial (a,b) dan coronal (c). a) Aneurisma aorta abdominalis terukur 5,5x12,3 cm. b. Diseksi aorta abdominalis (panah merah) dengan gambaran intimal flap. C. Aneurisma aorta abdominalis setinggi vertebra lumbal 2-5.

Page 6: MEDICINA 2020, Volume 51, Number 3: 590-595 P-ISSN. 2540

595Medicina 2020; 51(3): 590-595 | doi: 10.15562/medicina.v51i3.790

ARTIKEL ASLI

Tabel 1. Perbandingan ke empat kasus berdasarkan umur, jenis kelamin, kesadaran, gejala penyakit, riwayat penyakit, syok, lokasi dan panjang diseksi aorta, temuan lain, dan kondisi akhir.

Kategori Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4Umur 42 tahun 63 tahun 72 tahun 82 tahunJenis kelamin Lelaki Lelaki Lelaki Lelaki Kesadaran Compos mentis Compos mentis Somnolen Compos mentisGejala penyakit Nafas pendek, rasa tidak

nyaman di dada dan berkeringat

Perut kembung, mual,muntah, nyeri pinggang belakang

Nyeri pada ekstremitas bawah

Dyspnea, lemas, jaundice, paresthesi pada ekstremitas bawah

Riwayat penyakit Hipertensi Hipertensi Hipertensi, DVT, alkoholisme,

Hipertensi, kanker paru

Syok Ya Tidak Ya Tidak Lokasi diseksi Aorta ascendens (Stanford A) Abdominal aorta Abdominal aorta Abdominal aortaPanjang diseksi 5,7cm 2,7cm 2,8cm 2,5cmTemuan lain Grade 3 TAVB dengan inferior

ST elevasiOklusi arteri renalis kiri Tidak ada Metastase hepar, aneurisna

internal carotid artery (ICA) bilateral dengan thrombus intralumen

Kondisi akhir Meninggal < 48 jam Meninggal > 48 jam Meninggal < 24 jam hidup

SIMPULAN

Diseksi aorta adalah kondisi yang jarang tetapi sangat fatal. Berbagai tanda dan gejala klinis yang tidak spesifik, serta kurangnya kecurigaan adanya diseksi aorta dapat menyebabkan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis. Computed tomography (CT) angiografi merupakan gold standar dalam menegakkan diagnosis diseksi aorta.

TINJAUAN PUSTAKA1. McMahon, M. and Squirrell, C. Multidetector CT of

Aortic Dissection: A Pictorial Review.  Radio Graphics, 2010;30(2):445-460.

2. Bergmark B, Sobieszczyk P, Gravereaux E, Bonaca M, Giugliano R. Acute Dissection of the Descending Aorta: A Case Report and Review of the Literature. Cardiology and Therapy. 2013;2(2):199-213.

3. Ueda T, Chin A, Petrovitch I, Fleischmann D. A pictorial review of acute aortic syndrome: discriminating and overlapping features as revealed by ECG-gated multidetector-row CT angiography. Insights into Imaging. 2012;3(6):561-571.

4. Cohen R, Mena D, Carbajal-Mendoza R, Arole O, Mejia JO. A case report on asymptomatic ascending aortic dissection. Int J Angiol. 2008;17(3):155-61.

5. Braverman, A. Aortic dissection: Prompt diagnosis and emergency treatment are critical. Cleveland Clinic Journal of Medicine, 2011;78(10):685-696.

6. Lempel J, Frazier A, Jeudy J, Kligerman S, Schultz R, Ninalowo H et al. Aortic Arch Dissection: A Controversy of Classification. Radiology. 2014;271(3):848-855.

7. LePage M, Quint L, Sonnad S, Deeb G, Williams D. Aortic Dissection. American Journal of Roentgenology. 2001;177(1):207-211.

8. Rao B. Aortic dissection: case series. International Journal of Research in Medical Sciences. 2016;1268-1271.

9. Kim H, Lee H, Cho B. A Case of Acute Aortic Dissection Presenting with Chest Pain Relieved by Sublingual Nitroglycerin. Korean Journal of Family Medicine. 2013;34(6):429.

10. Tang E, Chong C, Narayanan S. Isolated abdominal aortic dissection. Case Reports. 2014;2014(feb14 2):bcr2013203097-bcr2013203097.