maserasi curcuma aeruginosa
TRANSCRIPT
MASERASI CURCUMA AERUGINOSA
A. Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mampu membuat serbuk dengan derajat kehalusan
tertentu.
2. Mahasiswa diharapkan memahami dan mampu melakukan penyarian bahan alam.
3. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan kontrol kualitas terhadap ekstrak.
B. Dasar Teori
Curcuma aeruginosa atau biasa disebut temu hitam, temu ireng (jawa)
termasuk ke dalam famili Zingiberceae. Tanaman ini sejenis tumbuhan yang
rimpangnya dimanfaatkan sebagai campuran obat atau jamu.
Asli dari kawasan Asia Tenggara, dari Burma hingga ke Pulau Jawa. Selain ditanam
di pekarangan atau di perkebunan, temu hitam juga banyak ditemukan tumbuh liar di hutan
jati, padang rumput, atau di ladang pada ketinggian 400--750 m dpl.
Tumbuhan ini termasuk tanaman tahunan, tinggi maksimum hanya mencapai 2 meter,
berbatang semu yang tersusun dari kumpulan pelepah daun, berwarna hijau atau cokelat
gelap. Daun tunggal, bertangkai panjang, keluar dari titik-titik kuncup pada rimpang.
Helaian daun bentuknya bundar memanjang sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi
rata, pertulangan menyirip, warnanya hijau tua dengan sisi kiri - kanan ibu tulang daun
terdapat semacam pita memanjang berwarna merah gelap atau lembayung, panjang 31-34 cm,
lebar 10-18 cm. Bunganya tersusun majemuk berbentuk bulir yang tandannya keluar
langsung dari rimpang, panjang tandan 20-25 cm, bunga mekar secara bergiliran dari
kantong-kantong daun pelindung (bractea) yang besar, pangkal daun pelindung berwarna
putih, ujung daun pelindung berwarna ungu kemerahan. Mahkota bunga berwarna kuning.
Rimpangnya cukup besar dan merupakan umbi batang serta bercabang-cabang. Jika rimpang
tua dibelah, tampak lingkaran berwarna biru kehitaman di bagian luarnya. Rimpang temu
hitam mempunyai aroma yang khas. Perbanyakan dengan rimpang yang sudah cukup tua atau
pemisahan rumpun.
(Hariana,2006)
Pemerian
Bau aromatik; rasa sangat pahit, lama-lama menimbulkan rasa tebal
Pemeriksaan Makroskopik
Makroskopik kepingan, pipih, keras, panjang 1 cm sampai 5 cm, lebar 1 cm
sampa 3 cm, tebal sampai 0,5 cm, tapi agak melengkung, permukaan berwarna coklat
keabu-abuan atau jingga keabu-abuan. Batas korteks dengan silinder pusat jelas.
Bekas patahan agak rata, tidak berserat, agak berdebu.
Pemeriksaan Mikroskopik
Epidermis terdiri dari 1 lapis sel, pada epidermis terdapat rambut penutup
berbentuk kerucut, lurus atau agak bengkok, panjang 200 µm sampai 750 µm.
Hipodermis terdiri dari beberapa lapis sel berwarna kuning kecoklatan. Periderm
terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk segi empat sampai persegi panjang, warna
kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman. Korteks parenkimatik, terdiri dari sel-sel
berbentuk isodiametrik, berisi butir pati; sel sekresi dan berkas pembuluh tersebar di
korteks, butir pati umumnya berbentuk lonjong dengan ujung menonjol hingga mirip
berbentuk botol, lamela jelas, panjang butir pati 10 µm sampai 30 µm. Sel sekresi
berisi minyak dan berukuran 20 µm sampai 60 µm. Berkas pembuluh kolateral
dengan pembuluh kayu berpenebalan bentuk tangga dan jala, lebar 10 µm sampai 50
µm. Endodermis terdiri dari sel-sel yang agak pipih. Silinder pusat terdiri dari sel
parenkim serupa parenkim dikorteks; berkas pembuluh, sel sekresi dan butir pati
serupa di korteks.
Serbuk warna coklat muda. Fragmen pengenal adalah buti pati berbentuk bulat
telur dengan ujung menonjol atau berbentuk mirip botol, lamela jelas; fragmen
pembuluh kayu dengan penebalan tangga dan jala; rambut penutup; sel minyak dalam
parenkim; fragmen gabus.
Cara Identifikasi
a. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna
coklat kehitaman lama-lama berubah menjadi ungu kehitaman.
b. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat 10N; terjadi warna
coklat tua hitam.
c. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P terjadi
warna coklat tua.
d. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan kalium hidroksida P 5%
b/v; terjadi warna coklat tua.
e. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes amonia (25%) P; terjadi warna
coklat tua.
f. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida P 5%
b/v ; terjadi warna kuning kehijauan.
Uji Kemurnian
Kadar abu : tidak lebih dari 6,1%
Kadar abu yang tidak larut dalam asam : tidak lebih dari 2,4%
Kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 19,6%
Kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 2,4%
Bahan organik asing tidak lebih dari 2%
Kegunaan Karminatif
Kandungan Senyawa Minyak atsiri 2%, pati, damar, lemak.
(Anonim,1978).
Kandungan kimia pada rimpang Curcuma aeruginosa yang sudah diketahui antara
lain minyak atsiri, curcumol, kardione, isofortungemakrene, germakrene, tetrametilfrazine, zat
pati, lemak, damar, tanin, zat warna biru, alkaloid, zat pahit, saponin, dan mineral.
(Hariana,2006).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahay matahri
langsung. Ekstrak kering jarus mudah digerus dengan serbuk. Cairan penyari sebagai
cairan penyari digunakan air, eter atau campuran etanol dan air. (Anonim,1979).
Pembuatan penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi,
perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol
dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter
dilakukan dengan cara perkolasi. (Anonim,1979).
Hal yang penting dalam teknologi farmasi adalah cara mengekstraksi. Jenis
ekstraksi dan cairan mana yang sebaiknya digunakan sangat tergantung dari kelarutan
bahan kandungan serta stabilitasnya (Voight, 1994).
Derajat halus serbuk dinyatakan dengan satu atau dua nomor. Jika derajat
halus serbuk dinyatakan satu nomor, berarti semua serbuk dapat melalui pengayak
dengan nomor tersebut. Jika dinyatakan dengan dua nomor, berarti semua serbuk
dapat melalui pengayak dengan nomor terendah dan tidak lebih dari 40% melalui
pengayak dengan nomor tertinggi. Sebagai contoh serbuk 22/60, dimaksudkan bahwa
serbuk dapat melalui pengayak nomor 22 seluruhnya, dan tidak lebih dari 40%
melalui pengayak nomor 60.
Nomor pengayak menunjukkan jumlah-jumlah lubang tiap 2,54 cm dihitung
searah dengan panjang kawat. Pengayak dibuat dari kawat logam atau bahan lain yang
cocok dengan penampang melintang yang sama di seluruh bagian.
Dalam beberapa hal digunakan juga istilah umumn untuk menyatakan
kehalusan serbuk yang disesuaikan dengan nomor pengayak sebagai berikut:
1. serbuk sangat kasar adalah serbuk (5/8)
2. serbuk kasar adalah serbuk (10/40)
3. serbuk agak kasar adalah serbuk (22/60)
4. serbuk agak halus adalah serbuk (44/85)
5. serbuk halus adalah serbuk (85)
6. serbuk sangat halus adalah serbuk {120/200(300)}
(Anief, 2007)
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan
mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan
dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).
Proses maserasi merupakan proses sederhana untuk mendapatkan ekstrak dan
diuraikan dalam kebanyakan farmakope. Cara ini sesuai, baik untuk skala
kecil maupun skala industri. Proses yang paling sederhana hanya
menuangkan 5 pelarut pada simplisia. Sesudah mengatur waktu sehingga sesuai
untuk tiap – tiap bahan tanaman (simplisia), ekstrak dikeluarkan, dan ampas hasil
ekstraksi dicucidengan pelarut yang segar sampai didapat berat yang sesuai.
Prosedur ini sama dengan pembuatan tingtur atau ekstrak khusus, dan kadang –
kadang merupakan satu – satunya prosedur untuk tanaman yang mengandung zat
berlendir (musilago) tinggi. Sebetulnya cara ini tidak begitu berguna karena tidak
pernah dapat menarik zat berkhasiat dari tanaman secara sempurna. Ampas
menahan sejumlah besar solute, yang untuk perolehanya harus dilakukan
proses pemerasan (penekanan) atau cara sentrifugasi.(Afifah, 2003).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan
zat aktif akan larut (Anonim, 1986).
Simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau bejana yang
bermulut lebar bersama larutan penyari yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat
kemudian dikocok berulang–ulang sehingga memungkinkan pelarut masuk ke
seluruh permukaan simplisia (Ansel,1989). Rendaman tersebut disimpan terlindung
dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis oleh cahaya atau perubahan
warna). Waktu maserasi pada umumnya 5 hari, setelah waktu tersebut keseimbangan
antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar sel telah tercapai.
Dengan pengocokan dijamin keseimbangan konsentras i bahan ekstraksi lebih cepat
dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan
bahan aktif (Voight, 1994).
Etanol
Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki
stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lain, etanol mampu mengendapkan albumin
dan menghambat kerja enzim. Umumnya yang digunakan sebagai cairan
pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan, khususnya campuran
etanol-air. Etanol (70%) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang
optimal, dimana bahan penganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan
pengekstraksi (Voight, 1994).
Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin,
kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, dam ar dan klorofil. Lemak, malam , tanin
dan saponin hanya sedikit larut. Dengan demikian zat pengganggu yang terlarut
hanya terbatas. Untuk meningkatkan penyarian biasanya menggunakan campuran
etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang disari
(Anonim, 1986).
Kontrol Kualitas Ekstrak
Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah persentase senyawa yang menghilang selama
proses pemanasan (tidak hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga
senyawa menguap lain yang hilang).Pengukuran sisa zat dilakukan dengan
pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat
konstan dan dinyatakan dalam persen (metode gravimetri).
susut pengeringan = x 100%
Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik
menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air
karena simplisia berada di atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi
oleh kelembaban lingkungan penyimpanan. (Siskha,2008).
Parameter Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25º C terhadap
bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang
diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam piknometer, kecuali
dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25º C (anonim,
1995)
Uji Kelengketan
Pengujian ini dilakukukan untuk mengetahui kemampuan krim dapat melekat
pada kulit (Triayu, 2009)
Organolepstis
Uji organoleptik didasarkan pada kegiatan penguji-penguji rasa (panelis) yang
pekerjaannya mengamati, menguji, dan menilai secara organoleptik. Sensoris berasal
dari kata “sense” yang berarti timbulnya rasa, dan timbulnya rasa selalu dihubungkan
dengan panca indera. Leptis berarti menangkap atau menerima. Jadi pengujian
sensoris atau organoleptik mempunyai pengertian dasar melakukan suatu kejadian
yang melibatkan pengumpulan data-data, keterangan-keterangan atau catatan mekanis
dengan tubuh jasmani sebagai penerima.
Pengujian secara sensoris/organoleptik dilakukan dengan sensasi dari rasa,
bau/ aroma, penglihatan, sentuhan/rabaan, dan suara/pendengaran pada saat makanan
dimakan. Sebagai contoh rasa enak adalah hasil dari sejumlah faktor pengamatan
yang masing-masing mempunyai sifat tersendiri. (Madbardo,2010)
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip
ini.
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi,
komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan
fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak
akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase
diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan
bergerak lebih cepat.
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau
kombinasi cairan padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). (Haqiqi,2008).
C. Alat dan Bahan
a. Alat yang digunakan
1. Blender
2. Kertas koran
3. Alat pengayak (40/80)
4. Plastik Klip
5. Kaca pengaduk
6. Toples untuk maserasi
7. Rotary evaporator
8. Kertas label
9. Pot salep
10. Oven
11. Botol timbang
12. Seperangkat alat uji kelengketan
13. Lemari asam
14. Alat penyemprot
15. Lampu UV 254 dan UV 366
b. Bahan yang digunakan
1. Simplisia tanaman Curcuma aeruginosa 100 gram
2. Pelarut etanol 750 ml
3. Silika gel GF 254
4. Reagen Dragendorf
5. Reagen lieberman burchard
D. Cara Kerja
a. Pembuatan Serbuk
Disiapkan
Dihaluskan
Diayak dg
Didapatkan
Alat dan Bahan
Disimpan dan Dilabeli
Kualitas JelekKualitas Baik
Pensortiran Simplisia Curcuma aeruginosa
Serbuk Halus
Pengayak no.40 dan no.80
Blender
b. Proses Maserasi
Dimasukkan
Diaduk-aduk
Didiamkan
Diserkai/Disaring
Didapatkan
Diekstrakan dg
Didapatkan
100 gram Serbuk Curcuma aeruginosa
Stoples
750 ml Etanol 70 %
2 jam awal
Ekstrak Simplisia
Kain Flanel
1 hari
Rotary evaporator
Sari Simplisia
c. Kontrol Kualitas Ekstrak
Dibagi dalam
1. Rendemen yang dihasilkan
Ditimbang
Pada percobaan ini, menghitung kadar rendemen yang dihasilkan dengan
rumus :
Kadar rendemen (%) = x 100%
Kontrol Kualitas Ekstrak
5.Kermatografi Lapis Tipis
4.Uji Kelengketan
3.Organoleptis
1.Penghitungan Rendemen
2.Susut Pengeringan
Bobot Ekstrak yang dihasilkan
Dihitung rendemen
2. Susut Pengeringan
Dipijarkan suhu 105o C selama 30 menit
Dimasukkan
Dipijarkan dg tutup terbuka suhu 105o C
Setelah didapatkan bobot tetap kita hitung kadar susut pengeringannya
menggunakan rumus:
(%) = x 100%
3. Organoleptis
Diamati
1 gram ekstrak
Botol timbang yang telah ditara
Bobot tetap
Botol timbang yang panas
Ekstrak yang dihasilkan
Bentuk, warna, bau
4. Uji kelengketan
Diletakkan
Diberi
Diuji
dihitung
5. Kromatografi Lapis Tipis
dilarutkan
ditotolkan
dimasukkan
disemprot disemprot
Dipanaskan
Diamati dan dicatat
Alat uji
Pemberat 1kg selama 5 menitObyek glass
100 mg ekstrak
Diulangi 3x
Catat waktu
Plat 2Plat 1
Etil Asetat : n.Heksan 3:7
Plat KLT
Aseton 2 tetesEkstrak
Reagen Lieberman Buchard
Reagen Dragendorff
Oven
E. Hasil dan Pembahasan
a. Pembuatan Serbuk
Tujuan dari pembuatan serbuk adalah memperluas permukaan simplisia
dengan derajat kehalusan tertentu dalam hal ini yaitu (40/80).
Simplisia Curcuma aeruginosa disortir dan dipilih dengan kualitas baik. Hal
ini untuk menghindari banyaknya kotoran dan jamur yang ada pada simplisia.
Lalu hasil sortiran dihaluskan dengan blender untuk memperkecil ukuran
partikelnya. Lalu di ayak dengan pengayak no.40 dan harus lolos semua.
Kemudian di ayak dengan pengayak no.80 jika ada yang tidaka lolos maka
dihaluskan kembali dengan blender agar serbuk lolos semua pada pengayak
nomor 80. Setelah serbuk diperoleh dengan derajat kehalusan yang di inginkan
serbuk ditimbang dan dimasukkan dalam plastik klip dengan diberikertas label.
b. Proses Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisisa dalam cairan penyari. Cairan penyari
dalam praktikum kami digunakan etanol 70%. Cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif
akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dengan luar sel, maka larutan yang terpekat di desk keluar. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangankonsentrasi antara larutan diluar
sel dan di dalam sel.
Prinsip maserasi yaitu 10 bagian simplisia dengan derajat halus tertentu dimasukkan
dalam bejana, dan dituangi 75 bagian cairan penyari. Lalu ditutup dan dibiarkan selama
5 hari terlindung cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari, lartan tadi
diserkai menggunakan kain flanel lalu ampas dipisahkan. Ampas ditambah cairan
penyari secukupnya sehingga diperoleh seluruh sari hingga 100 bagian. Bejana ditutup,
dibiarkan ditempat sejuk, terlindung cahaya selama 2 hari. Kemudian endapan
dipisahkan.
Berat Serbuk Volume pelarut (etanol70%) Hasil
Sinar UV 254 dan UV 366
100 gram 750 ml 17,27 gram
Pada praktikum ini digunakan 100 gram serbuk dari simplisia Curcuma
aeruginosa lalu digunakan cairan penyari etanol 70% sebanyak 750 ml. Lalu
dicampur dimasukkan dalam bejana berupa stoples dan dibiarkan selama 1 hari
dengan 2 jam pertama diaduk-aduk. Setelah 1 hari diserkai dengan kain flanel.
Lalu dipekatkan menggunakan rotary evaporator.
Karena kurangnya waktu, evaporasi dilakukan hanya 2,5 jam. Dan dari 750 ml
larutan tinggal 250 ml cairan yang tersisa. Kemudian di pekatkan kembali
menggunakan water bath diatas cawan dan diaduk-aduk hingga diperoleh ekstrak
yang kental. Hasil yang diperoleh di simpan dalam pot salep yang sebelumnya
telah ditara, kemudian bersama pot salep hasil ditimbang. Sehingga diperoleh
ektrak kental Curcuma aeruginosa dengan berat 17,27 gram.
Pada praktikum ini dipilih etanol 70% bukan air karena etanol 70%
memperbaiki stabilitas obat yang terlarut, pengotor yang terambil lebih sedikit
dibandingkan air, menghambat kerja enzim karena kerja enzim menginaktifkan
zat-zat dalam tanaman.
c. Kontrol Kualitas Ekstrak
1. Rendemen yang dihasilkan
% rendemen = x 100%
= 17,27 %
Berat Awal Bobot hasil Kadar
100 gram 17,27 gram 17,27%
Dari 100 gram dihasilkan bobot hasil 17,27 gram, sehingga diperoleh
kadar rendemen sebesar 17,27 %. Hal ini berarti dalam 100 gram serbuk
simplisia Curcuma aeruginosa akan dihasilkan ekstrak sebesar 17,27 gram.
2. Susut Pengeringan
Botol Timbang 27,29 gram
Berat ekstrak (mula-mula) 1 gram
Bobot tetap (ekstrak dalam botol timbang) 27,81 gram
Dengan menggunakan rumus :
%susut pengeringan = x 100%
Menggunakan data dan rumus diatas, kita dapat menghitung susut
pengeringannya.
% susut pengeringan = x 100%
= 48%
Tujuan dari menghitung susut pengeringan adalah untuk memberikan
batas maksimal tentang besarnya senyawa yang hilang dari proses
pengeringan.
Susut pengeringan dilakukan dengan suhu 105o C, hal ini agar air yang
terkandung pada botol timbang maupun ekstrak yang dihasilkan dapat
menguap, sehingga botol timbang maupun ekstrak benar-benar bebas dari air.
Botol timbang yang telah ditara dipanasakan pada suhu 105o C selama
30 menit. Lalu dimasukkan ekstrak sebesar 1 gram, lalu dipanaskan kembali
dengan suhu 105o C hingga diperoleh bobot yang tetap. Dalam hal ini kita
memperoleh bobot tetap yaitu 0,48 gram, sehingga kadar yang dihasilkan yaitu
48%.
Kadar yang kita peroleh sangatlah besar (48%), hal ini berarti waktu
pemekatan (pengekstrakan) kurang maksimal. Oleh karena itu di dalam
ekstrak masih banyak terdapat air/ pelarut sehingga ekstrak yang dihasilkan
kurang bagus
.
3. Organoleptis
Pengamatan Deskripsi
Bentuk Ekstrak kental, lengket
Warna Coklat tua
Bau Khas temu hitam
Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan
mendeskripsikan khususnya bentuk, warna dan bau simplisia yang diuji.
4. Uji Kelengketan
Pengujian Ke- Waktu Lepas (detik)
I 1,92
II 1,79
III 1,71
Rata-rata 1,8067
Uji kelengketan bertujuan untuk mengetahui seberapa lengket atau
kekentalan suatu ekstrak yang diperoleh.
Dapat diketahui kalau ekstrak yang dihasilkan tidak terlalu lengket
dibanding ekstrak dari kelompok lain. Parameter yang digunakan dalam
pengujian ini hanyalah untuk mengetahui seberapa mudah atau susah suatu
ekstrak untuk dicampur dengan bahan atau pelarut lain. Suatu ekstrak apabila
terlalu encer ataupum terlalu lekat juga tidak baik atau mudah dicampur
dengan bahan/pelarut lain.
5. Kromatografi Lapis Tipis
Kandungan kimia suatu tanaman dapat dilihat secara kualitatif
menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT merupakan
metode kromatografi yang cepat, sederhana dan teknik analisis murah,
kegunaannya antara lain :
1. Monitor suatu senyawa dalam campuran.
2. Identifikasi senyawa.
3. Memonitor pemurnian.
Tujuan dari pengjian KLT pada praktikum ini adalah untuk
mengetahui senyawa atau kandungan Curcuma aeruginosa .
Cara pengujiannya adalah ekstrak dilarutkan dalam 2 tetes aseton, lalu
di totolkan pada plat KLT, dalam praktek ini kita menggunakan 2 plat KLT.
Kemudian dimasukkan pada fase gerak berupa Etil aetat : n.heksan dengan
perbandingan 3:7. Setelah plat dikembangkan pada bejana berisi fase gerak
tadi hingga jarak pengembang 7 cm, keduaplat silika diamati, dibawah lampu
UV 254 dan UV 366. Dan muncullah warna ungu sampai hijau dibawah
lampu. Lalu pada plat pertama di semprot dengan reagen liberman buchart dan
plat kedua disemprot dengan reagen dragendorf. Lalu kedua plat dikeringkan
di oven dengan suhu 110o C selama 5 menit. Lalu dilihat lagi di sinar UV 254 dan
366, dan keduanya muncul warna hijau dengan spot yang berbeda pada plat
pertama terdapat 1 spot dan plat kedua ada 3 spot.
PLAT SEBELUM SESUDAH (disemprot reagen)
warna Jarak (cm) warna jarak
Plat 1 Ungu 6 - 7,5 Hijau 8 – 10,7
Hijau 6 – 9
Plat 2 Ungu 6 – 9,3 Hijau 6 – 11
Hijau 6 – 11,7 6 – 8,7
6 – 7
Identifikasi dari senyawa – senyawa yang terpisah dapat dikerjakan
dengan menggunakan pereaksi kimia dan melalui Rf pada kromatografi lapis
tipis. Nilai Rf (Retardation Factor) merupakan rasio antara jarak migrasi
bercak dengan jarak migrasi pelarut jarak pengembangan senyawa pada
kromatogram biasanya dinyatakan dengan Rf atau hRf. Nilai Rf berjarak
anatara 0,00 sampai 1,00 dan hanya dapat ditentukan dengan dua desimal. hRf
adalah nilai Rf dikalikan 100. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus :
. maka diperoleh data sebagai berikut :
Plat
Nilai Rf =
Plat 1 2,7/7= 0,39
Plat 2 Paling bawah (Rfa) 1/7 = 1,14
Tengah (Rfb) 2,7/7 = 0,39
Paling atas (Rfc) 5/9 = 0,71
Pada percobaan ini digunakan reagen lieberman buchart dan reagen
draggendorf. Telah kita ketahui kalau reagen dragendorf untuk menguji ada
atau tidaknya kandungan alkaloid, apabila positif mengandung alkaloid plat
silika akan menunjukan perubahan warna yaitu bercak berwarna coklat jingga
dengan latar belakang kuning. Dan reagen lieberman buchart adalah reagen
untuk mengetahui ada tidaknya kandungan terpenoid ditandai dengan bercak
warna hijau kebiruan. Namun pada praktikum ini warna plat setelah disemprot
reagen, keduanya berwarna hijau. Sehingga kita tidak menemukan adanya
kandungan alkaloid maupun terpenoid pada ekstrak Curcuma aeruginosa yang
kita uji. Hal ini berbeda dengan literatur yang kita dapat, harusnya Curcuma
aeruginosa mengandung alkaloid dan terpenoid.
Hal ini terjadi kemungkinan karena fase gerak yang kurang sesuai.
Seharusnya untuk menentukan fase gerak dilakukan beberapa pengujian
perbandingan fase gerak agar sesuai. Namun dalam laboratorium sudah
ditentukan fase geraknya yaitu Etil aetat : n.heksan dengan perbandingan 3:7,
ditambah kemungkinan adanya pengotor / terkontaminasi pada plat silika
sehingga hasil pengujian kurang sempurna. Padahal dari literatur yang kami
peroleh seharusnya perbandingan yang tepat untuk fase gerak ekstrak
Curcuma aeruginosa adalah Etil aetat : n.heksan dengan perbandingan 2:8.
F. Kesimpulan
1. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung cahaya.
2. Didapatkan ekstrak dari simplisia Curcuma aeruginosa dengan bentuk kental dan
lengket, berwarna coklat tua dan mempunyai bau khas.
3. Hasil ekstrak kental yang diperoleh dari praktikum adalah 17,27 gram dari 100
gram serbuk simplisia Curcuma aeruginosa.
4. Rendemen yang diperoleh dari praktikum ini adalah 17,27%
5. Susut pengeringan yang didapatkan adalah 48%
6. Rata-rata waktu yang didapatkan dari uji kelengketan adalah 1,8 detik.
7. Pada pengujian Kromatografi Lapis Tipis, pada ekstrak tidak ditemukan adanya
senyawa alkaloid maupun terpenoid ketika di semprot dengan reagen dragendorf
dan lieberman buchart.
G. Daftar Pustaka
Afifah, dr.Efi & Tim Lentera. 2003. Khasiat & Manfaat temulawak. Penerbit Agro
Media, Jakarta.
Anonim. 1986. Sediaan Galenik. Departemen kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim. 1978. Materia Medika Jilid II. Departemen Kesehatan republik Indonesia,
Jakarta
Anonim.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anif,N dan Heru,S. 2012. Petunjuk Praktikum Galenika. FMIPA UNS, Surakarta.
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Universitas
Indonesia Press.
Haqiqi, Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. Penebar, Swadaya, Jakarta.
Hariana, Arief. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya seri 3. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Pensortiran Penghalusan dengan blender
Pengayakan proses Maserasi
Diserkai dengan kain Flanel Proses Pemekatan dengan Rotary Evaporator
Proses Pemekatan dengan Water Bath Hasil Pengekstrakan
Plat KLT yang digunakan Pengembangan KLT di Fase gerak
Plat KLT 1 di bawah lampu UVPlat KLT 2 di bawah lampu UV