laporan maserasi
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM GALENIKA
MASERASI Curcuma aerugenusa
oleh
kelompok 6
1. Meyna Sulistyaningrum M3511037
2. Nina Anindyawati M3511040
3. Okky Mareta M3511042
4. Pebri Andriyanto M3511043
5. Pratiwi Hening P M3511044
6. Previ Rahma A M3511045
D3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2011
MASERASI
Curcuma aerugenusa
I. TUJUAN
1. Mahasiswa diharapkan mampu membuat serbuk dengan derajat
kehalusan tertentu.
2. Mahasiswa diharapkan memahami dan mampu melakukan penyarian
bahan
3. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan kontrol kualitas terhadap
ekstrak.
4.
II. DASAR TEORI
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Anonim,1995).
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari
bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan
kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi digunakan untuk penyarian
simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari,
tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoin, sitrak, dan lain-lain. Maserasi dilakukan dengan merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat
berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. (Sidik dan Mudahar, 2000).
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel, maka larutan
terpekat akan terdesak keluar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel.
Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia
dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukkan kedalam bejana kemudian
dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari
terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai,
ampas diperas. Pada ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya, diaduk dan
diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup,
dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan
dipisahkan.
Pengadukan pada proses maserasi dapat menjamin keseimbangan
konsentrasi bahan yang diekstraksi lebih cepat didalam cairan penyari. Hasil
penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu tertentu. Hal ini
dilakukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut
dalam cairan penyari, seperti: malam dan lain-lain.
(Sarwi. 2010)
Modifikasi maserasi antara lain:
1. Remaserasi.
Cairan penyari dibagi menjadi dua. Seluruh serbuk dimaserasi dengan
cairan pertama. Kemudian filtrat yang didapat dituang dan diperas. Kemudian
dimaserasi lagi dengan cairan penyari kedua.
2. Digesti.
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,
yaitu pada suhu 400-500C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan
diperoleh keuntungan antara lain:
A. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan
berkurangnya lapisan-lapisan batas.
B. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga
pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
C. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan
berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan
berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat
bila suhu dinaikkan.
D. Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan,
maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap
kembali ke dalam bejana.
3. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus, waktu proses
maserasi dapat disingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
4. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar aturan penyari
selalu bergerak mrnyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
Keuntungan cara ini:
a) Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas
b) Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan memperkecil
kepekatan stempat
c) Waktu yang diperlukan lebih pendek
5. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilakukan secara sempurna,
karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah
ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat. (M.M.B), yang akan
didapatkan :
1. Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai
dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut
dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan.
2. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan
penyarian.dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan
hasil penyarian yang maksimal
(Anonim. 1986)
Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan
memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lain, etanol mampu
mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Umumnya yang digunakan
sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan,
khususnya campuran etanol-air. Etanol (70%) sangat efektif dalam menghasilkan
jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan penganggu hanya skala kecil
yang turut ke dalam cairan pengekstraksi (Voight, 1994).
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari
adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Etanol dipertimbangkan seba gai penyari
karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas,
tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada
segala perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit
(Anonim, 1986).
Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida,
kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak,
malam , tanin dan saponin hanya sedikit larut. Dengan demikian zat pengganggu
yang terlarut hanya terbatas. Untuk meningkatkan penyarian biasanya
menggunakan campuran etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air
tergantung pada bahan yang disari (Anonim, 1986).
Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) L.)
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : liliopsida
Ordo : Zingiberaceae
Famili : Curcuma
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma aeruginosa
Temu Hitam ( Curcuma aeruginosa Roxb. ) Terdapat di Burma,
Kamboja, Indocina, dan menyebar sampai ke Pulau Jawa. Selain ditanam di
pekarangan atau di perkebunan, temu hitam juga banyak ditemukan tumbuh liar di
hutan jati, padang rumput, atau di ladang pada ketinggian 400–750 m dpl. Terna
tahunan ini mempunyai tinggi 1–2 m, berbatang -semu yang tersusun atas
kumpulan pelepah daun, berwarna hijau atau cokelat gelap. Daun tunggal,
bertangkai panjang, 2–9 helai. Helaian daun bentuknya bundar memanjang sampai
lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, warnanya hijau
tua dengan sisi kiri – kanan ibu tulang daun terdapat semacam pita memanjang
berwarna merah gelap atau lembayung, panjang 31–84 cm, lebar 10–18 cm.
Bunganya bunga majemuk berbentuk bulir yang tandannya keluar langsung dari
rimpang, panjang tandan 20–25 cm, bunga mekar secara bergiliran dari kantong-
kantong daun pelindung yang besar, pangkal daun pelindung berwarna putih,
ujung daun pelindung berwarna ungu kemerahan. Mahkota bunga berwarna
kuning. Rimpangnya cukup besar dan merupakan umbi batang. Rimpang juga
bercabang-cabang. Jika rimpang tua dibelah, tampak lingkaran berwarna biru
kehitaman di bagian luarnya. Rimpang temu hitam mempunyai aroma yang khas.
Perbanyakan dengan rimpang yang sudah cukup tua atau pemisahan rumpun.
Rimpang temu hitam mengandung minyak asiri, tanin,
kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion,
kurkumalakton, germakron, a, ß, g-elemene, linderazulene,
kurkumin, demethyoxykurkumin, bisdemethyoxykurkumin.
Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah persentase senyawa yang menghilang
selama proses pemanasan (tidak hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi
juga senyawa menguap lain yang hilang).Pengukuran sisa zat dilakukan dengan
pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan
dan dinyatakan dalam persen (metode gravimetri).
susut pengeringan =
Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut
organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena simplisia berada di atmosfer dan lingkungan terbuka
sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.(Siskha,2008)
Parameter Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25º C
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat
adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam
piknometer, kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada
suhu 25º C (anonim, 1995)
Uji kelengketan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan sesuatu dapat
melekat pada kulit (Triayu, 2009)
Organoleptis
Uji organoleptik didasarkan pada kegiatan penguji-penguji rasa
(panelis) yang pekerjaannya mengamati, menguji, dan menilai secara
organoleptik. Sensoris berasal dari kata “sense” yang berarti timbulnya rasa, dan
timbulnya rasa selalu dihubungkan dengan panca indera. Leptis berarti
menangkap atau menerima. Jadi pengujian sensoris atau organoleptik mempunyai
pengertian dasar melakukan suatu kejadian yang melibatkan pengumpulan data-
data, keterangan-keterangan atau catatan mekanis dengan tubuh jasmani sebagai
penerima.
Pengujian secara sensoris/organoleptik dilakukan dengan sensasi dari
rasa, bau/ aroma, penglihatan, sentuhan/rabaan, dan suara/pendengaran pada saat
makanan dimakan. Sebagai contoh rasa enak adalah hasil dari sejumlah faktor
pengamatan yang masing-masing mempunyai sifat tersendiri. (Madbardo,2010)
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran
menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja
berdasarkan prinsip ini.
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen
yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang
mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau
kombinasi cairan padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas).
Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-
komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda
bergerak pada laju yang berbeda Proses kromatografi juga digunakan dalam
metode pemisahan komponen gula dari komponen non gula dan abu dalam tetes
menjadi fraksi-fraksi terpisah yang diakibatkan oleh perbedaan adsorpsi, difusi
dan eksklusi komponen gula dan non gula tersebut terhadap adsorbent dan eluent
yang digunakan.
FASE DIAM
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis
silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau
plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam
untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana
dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.Fase gerak merupakan pelarut atau
campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah
alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki
gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa
untuk alumina.
FASE GERAK
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting
pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam
(adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan
terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam
tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan.
Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau
campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak
digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika.
Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang
bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari
ikatannya dengan alumina (jel silika). Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke
atas pada lempengan itu tergantung pada bagaimana kelarutan senyawa dalam
pelarut. Hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul
senyawa dengan pelarut. Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya
jel silika. Hal ini tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan
jel silika. (Haqiqi,2008)
III. ALAT DAN BAHAN
ALAT
a. Toples kaca 1 buah
b. Corong glass 1 buah
c. Gelas beker 1 buah
d. Kayu pengaduk 1 buah
e. Gelas ukur 1 buah
f. Rotatory Evaporator 1 buah
g. Kain flanel 1 buah
h. Cawan penguap 5 buah
i. Waterbath 1 buah
BAHAN
a. Serbuk simplisia Curcuma aerugenusa 100 gram
b. Etanol 70% 750 mL
c. Kertas saring 2 buah
IV. CARA KERJA
Pembuatan Serbuk Simplisia
diperas
diuapkan
Simplisia kering temuireng
Blender
Penganyak No. 40/80
Serbuk simplisia
kunyit
Etanol 70% 750ml
Bejana maserasi
ToplesKain Flanel
Serbuk halus temuireng 100g
Hasil maserasi
Rotary Evaporation
Ekstraks kunyit agak cair
3. Kontrol kualitas ekstrak
a. Rendemen
Hasil
Timbangan
Ekstrak Temuireng
Botol atau pot
Hasil
TimbanganBotol atau pot
b. Susut pengeringan
Organoleoptis
Sampai bobot tetap
Timbangan
Oven
Ekstrak temuireng 1g
Botol Timbang
Timbangan
OvenBotol Timbang
Ekstrak Temuireng
Diamati Dicatat hasil
c. uji kelengketan
Kaca A
Ekstrak Temuireng
Kaca B
Dihitung waktu
Dijepit pada alat
Beban dilepas
Beban 1 gram
d. Uji KLT
Dikeringkan & diamati
Di amati
disemprot
di amati
di amati
Ekstrak
Plat KLT
Eter : Aseton = 3 : 7
Bercak hijau
Plat 1
Sinar UV 254 dan UV 366
Muncul warna hijau - ungu
Reagen lieberman burchad
Sinar UV 254 dan 366
Plat 2
Sinar UV 254 dan UV 366
Muncul warna hijau-ungu
Reagen dragendrof
Sinar UV 254dan UV 366
Bercak hijau tipis
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Penyerbukan : 100 gram serbuk simplisia dengan derajat halus 40/80.
Ekstraksi : diperoleh 17,27 gram ekstrak kental.
Kontrol Kualitas Ekstrak :
1. Rendemen yang dihasilkan
% rendemen = x 100%
= 17,27 %
2. Susut Pengeringan
Botol Timbang = 27,29 gram
Berat ekstrak = 1 gram
Berat ekstrak dalam botol timbang mula- mula 28,29 gram
Berat ekstrak dalm btol timbang dengan bobot tetap 27,81 gram
% susut pengeringan = x 100%
= 48%
3. Organoleptis
Bentuk : Semi padat, kental, lengket
Warna : Coklat tua
Bau : Khas temu hitam
4. Uji Kelengketan
1. 1,92 detik
2. 1,79 detik
3. 1,71 detik
Sehingga rata-ratanya 1,8067 detik
5. Kromatografi Lapis Tipis
Panjang Plat adalah 7cm.
Sebelum di semprot dengan reagen, plat pada KLT:
KLT I berwarna ungu (1,5cm) dan hijau (3cm)
KLT 2 berwarna ungu (3,3cm) dan hijau (5,7 cm)
Setelah disemprot :
KLT 1 dengan reagen Lieberman Buchart, diperoleh
Bercak hijau sepanjang 2,7 cm.
KLT 2 dengan reagen dragendorf dan diperoleh:
Paling atas (a): 5 cm
Tengah (b): 2,7 cm
Paling bawah (c) : 1 cm
PEMBAHASAN
Langkah awal metode maserasi adalah penyerbukan. Simplisia diserbuk
dengan menggunakan blender hingga cukup halus. Simplisia yang telah diblender
di ayak dengan ayakan no.40 hingga semuanya lolos, jika ada yang tidak lolos
dihaluskan lagi. Setelah itu diayak lagi dengan ayakan no.80 . untuk proses serbuk
ini simplisia tidak boleh diserbuk terlalu halus karena jika terlalu halus akan
merusak dinding sel sehingga zat nya rusak. Kemudian hasilnya dimasukkan
dalam plastik klip dan diberi label lalu disimpan di eksikator.
Pada praktikum kali ini metode yang digunakan untuk pengambilan
metabolit sekunder dengan cara maserasi. Pertama-tama ditimbang 100 gram
serbuk simplisia, lalu dimasukkan ke dalam toples kaca, diberi alkohol 70%
sebanyak 750 mL. Kemudian dimaserasi selama 1 hari, pada 2 jam pertama
serbuk dan cairan penyari terus diaduk agar simplisia dapat tersari dengan
sempurna. Idealnya, maserasi dilakukan selama 5 hari, namun karena keterbatasan
waktu maka hanya dilakukan selama 1 hari. Etanol 70% dipilih karena etanol
dapat menghambat kerja enzim (kerja enzim dapat menginaktifkan zat aktif),
bukan media yang baik bagi mikrobakteria untuk berkembang sehingga
kemungkinan terkontaminasi oleh bakteri kecil, memperbaiki stabilitas zat aktif
yang terlarut selain itu etanol 70% dapat melarutkan curcumin dan alkanoid secara
optimal.
Prinsip kerja dari maserasi adalah cairan penyari yang digunakan akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dengan luar sel, maka larutan yang terpekat di desk keluar.
Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan diluar sel dan di dalam sel.
Setelah 1 hari hasil maserasi diserkai dengan menggunakan kain flanel. Filtrat
yang telah didapat dipekatkan dengan rotatory evaporator. Karena keterbatasan
waktu penguapan hanya berjalan selama 2,5 jam. Dari 750 mL filtrat didapat
ekstrak agak kental sebanyak 250 mL. Setelah itu untuk mempercepat ekstrak
dikentalkan menggunakan waterbath. Hasil yang diperoleh di simpan dalam pot
salep yang sebelumnya telah ditara, kemudian bersama pot salep hasil ditimbang.
Sehingga diperoleh ektrak kental Curcuma aeruginosa dengan berat 17,27 gram.
Susut pengeringan dilakukan untuk memberikan batasan maksimal tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Prinsip kerjanya adalah
pengeringan di oven pada suhu 1050C selama 15 menit atau sampai berat konstan.
Hasil persentase dari susut pengeringan ini adalah 48% berarti senyawa yang
hilang dalam proses pengeringan maksimal adalah 48%. Hal ini menunjukkan
ekstrak yang dihasilkan kurang maksimal karena kandungan zat aktif yang ada
banyak yang menguap.
Parameter bobot jenis bertujuan untuk memberi batasan tentang besarnya
massa per satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai
kental yang masih bisa dapat dituang dan memberikan gambaran kandungan
kimia terlarut. Namun uji ini tidak dilakukan pada ekstak Curcuma aeruginosa
karena ekstrak ini kental dan akan menempel pada dinding piknometer.
Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui wujud fisik dari temuireng. Dari
hasil uji didapatkan pemerian temuireng berwarna coklat tua, bentuk semi-padat
dan berbau khas temu hitam.
Uji kelengketan berguna untuk mengetahui kelengketan suatu ekstrak.
Ekstrak semakin kental akan semakin bagus kualitasnya namun jika terlalu kental
tidak bagus. Ekstrak diteteskan ke objek glass lalu ditutup dengan objek glass lalu
diberi beban 1kg, didiamkan selama 5 menit, dihitung waktu lepasnya objek glass
semenjak beban dilepaskan. Hasil rata-rata dari uji kelengketan adalah 1,8067
detik.
Kromatografi lapis tipis bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia dalam
suatu tanaman secara kualitatif. Pertama-tama plat digaris 1 cm dari atas dan
bawah kemudian ditotolkan ekstrak yang telah ditetesi aseton (2 tetes) 2 totol
menggunakan pipa kapiler. Kemudian plat dimasukkan ke dalam bejana
pengembang yang berisi eter dan aseton dengan perbandingan 3:7. Kemudian
ditunggu hingga mengembang dengan jarak pengembangan 7 cm. Kemudian plat
dikeringkan dan di amati dengan menggunakan sinar UV 254 dan UV 366.
Setelah di amati muncul adanya bercak warna hijau sampai ungu , kemudian
disemprot dengan lieberman burchad untuk mendeteksi warna bercak kemudian
di amati lagi di bawah sinar UV 254 dan UV 366. Setelah dilihat ada bercak
berwarna hijau. Hasil identifikasi terpenoid akan positif jika berecak berwarna
biru sampai ungu, namun pada uji KLT dihasilkan bercak warna hijau. Hal ini
menunjukkan tidak adanya zat terpenoid dalam ekstrak tersebut. Plat yang kedua
diperlakukan sama seperti pada plat ke 2, di masukkan dalam bejana pengembang
hingga jarak pengembangan 7 cm. Kemudian dilihat di sinar UV 254 dan UV 366.
Setelah dilihat terlihat bercak berwarna hijau sampai ungu. Kemudian disemprot
dengan pereaksi dragendrof, dilihat lagi di bawah sinar UV 254 dan UV 366,
terlihat adanya bercak warna hijau. Padahal hasil identifikasi alkaloidakan
menimbulkan bercak berwarna coklat jingga berlatar belakang kuning. Hal ini
menunjukkan tidak adanya kandungan zat alkaloid di dalam ekstrak tersebut.
Menurut literatur, dalam temu ireng terdapat saponin, tanin, curcumin,
alkanoid dan minyak atsiri. Namun bila senyawa ini tidak terdeteksi kemungkinan
terdapat kesalahan dalam praktikum. Seperti serbuk yang terlalu halus sehingga
merusak sel. Selain itu maserasi yang kurang maksimal (hanya dilakukan sehari,
padahal di buku petunjuk 5 hari) sehingga ekstrak yang dihasilkan tidak
maksimal. Padahal maserasi sendiri saja hanya dapat menyari metabolit sekunder
hanya sebanyak 50 % dari jumlah senyawa yang ada.
VI. KESIMPULAN
1. Rendemen yang dihasilkan pada pengambilan ekstrak temu hitam
adalah 17,27%
2. Dari hasil susut pengeringan didapat susut pengeringan sebesar 48
%. Yang menunjukkan bahwa kualitas ekstrak rendah.
3. Pemerian hasil ekstrak yakni berbentuk semi padat, kental, lengket,
berwarna coklat tua dan berbau khas temu hitam.
4. Dari hasil uji kelengketan diperoleh hasil rata-rata 1,8067 detik.
5. Dari uji KLT tidak ditemukan adanya senyawa alkaloid dan
terpenoid .
VII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1986. Sediaan Galenik. Departemen kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen
KesehatanRepublik Indonesia.
Anief,Moh. 2007. Farmasetika. Jogjakarta : UGM Press.
Anif,N dan Heru,S. 2012. Petunjuk Praktikum Galenika. Surakarta :
FMIPA UNS
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV.
Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Haqiqi,Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. Jakarta.
Hariana, Arief. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya seri 3. Jakarta :
Penebar Swadaya
Madbardo.2010. Pengertian Pengujian Organoleptik.
http://madbardo.blogspot.com/2010/02/pengertian-pengujian-
organoleptik.html (diakses pada tanggal 6 April 2012, pukul
11.10)
Sidik dan H mudahar.2000. Ekstraksi Tumbuhan Obat, Metode dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Produksinya.
jakarta, 12-15.
Siskha.2010.Pembuatan dan Penetapan Kontrol.
http://siskhana.blogspot.com/2010/01/pembuatan-dan-
penetapan-kontrol.html (diakses pada tanggal 6 April 2012,
pukul 10.50)
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5.
Yogyakarta : UGM Press.
Mengetahui, Surakarta,11 April 2012
Asisten Pembimbing Praktikan,
(KELOMPOK 6)