malaria jurnal translate

5
Diagnostic Performance of Rapid Diagnostic Tests versus Blood Smears for Malaria in US Clinical Practice Background. Sekitar 4 juta wisatawan AS yang berkunjung ke negara – negara berkembang, cukup berpotensi untuk mencari pelayanan kesehatan. Dengan 1.500 kasus malaria yang di laporkan di amerika setiap tahunnya. Diagnosis untuk penyakit malaria masih sering tertunda dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan sediaan apus darah dan kurang ahlinya teknis yang mengerjakan. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain Rapid test dengan tingkat sensitivitas yang cukup tinggi untuk mendiagnosis malaria falciparum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja diagnostic rapid test dibandingkan dengan pemeriksaan sediaann apus darah untuk mendiagnosis malaria. Methods. Penelitian ini diuji dengan menggunakan 852 sampel darah yang akan menjalani pemeriksaan sediaan apus darah dan pemeriksaan rapid tes, yang dilakukan di 3 laboratorium rumah sakit selama tahun 2003 – 2006. Result. Penyakit malaria dibuktikan pada 95 (11 %) dari 852 sampel. Rapid test terbukti lebih unggul dari pemeriksaan giemsa sediaan apus darah tebal (P p 0,003). Tingkat sensitivitas Rapid test untuk semua tipe malaria didapatkan 97 % ( 92 dari 95 sampel), dibandingkan dengan sediaan apus darah 85 % ( 81 dari 95), sementara nilai NPV rapid test lebih unggu 99,6 % dibandingkan dengan sediaan pus darah 98,2 % . Dan memiliki kinerja yang baik untuk P. falciparum, yaitu 100 % menggunakan rapid test, dan 88 % untuk sediaan apus darah. Conclusions. Penelitian ini menunjukan bahwa rapid test lebih unggul dibandingkan dengan sediaan apus darah. Rapid test didapatkan sangat cepat dalam mendiagnosis malaria, atau mengesampingkan malaria falciparum.

Upload: herrysetyaa

Post on 03-Oct-2015

220 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Diagnostic Performance of Rapid Diagnostic Tests versus Blood Smears for Malaria in US Clinical PracticeBackground. Sekitar 4 juta wisatawan AS yang berkunjung ke negara negara berkembang, cukup berpotensi untuk mencari pelayanan kesehatan. Dengan 1.500 kasus malaria yang di laporkan di amerika setiap tahunnya. Diagnosis untuk penyakit malaria masih sering tertunda dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan sediaan apus darah dan kurang ahlinya teknis yang mengerjakan. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain Rapid test dengan tingkat sensitivitas yang cukup tinggi untuk mendiagnosis malaria falciparum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja diagnostic rapid test dibandingkan dengan pemeriksaan sediaann apus darah untuk mendiagnosis malaria.Methods. Penelitian ini diuji dengan menggunakan 852 sampel darah yang akan menjalani pemeriksaan sediaan apus darah dan pemeriksaan rapid tes, yang dilakukan di 3 laboratorium rumah sakit selama tahun 2003 2006.Result. Penyakit malaria dibuktikan pada 95 (11 %) dari 852 sampel. Rapid test terbukti lebih unggul dari pemeriksaan giemsa sediaan apus darah tebal (P p 0,003). Tingkat sensitivitas Rapid test untuk semua tipe malaria didapatkan 97 % ( 92 dari 95 sampel), dibandingkan dengan sediaan apus darah 85 % ( 81 dari 95), sementara nilai NPV rapid test lebih unggu 99,6 % dibandingkan dengan sediaan pus darah 98,2 % . Dan memiliki kinerja yang baik untuk P. falciparum, yaitu 100 % menggunakan rapid test, dan 88 % untuk sediaan apus darah.Conclusions. Penelitian ini menunjukan bahwa rapid test lebih unggul dibandingkan dengan sediaan apus darah. Rapid test didapatkan sangat cepat dalam mendiagnosis malaria, atau mengesampingkan malaria falciparum.Sekitar 4 juta wisatawan AS yang berkunjung ke Negara Negara berkembang, cukup berpotensi untuk mencari pelayanan kesehatan. Dimana lebih dari 1500 kasus malaria dilaporkan dia merika setiap tahunnya. Wisatawan yang terkena malaria, 90 95 % tidak akan menunjukan gejala secara langsung saat mereka kembali. 85 % gejala akan mucul setelah 30 hari saat mereka kembali. Malaria merupakan penyakit yang tidak biasa di Amerika serikat, sehingga kebanyakan pasien datang ke rumah sakit yang tidak memiliki dokter yang mempunyai kemampuan di bidang penyakit tropic, dan keterbatasan alat untuk melakukan diagnosis. Kain dan kawan kawan menemukan 59 % kasus malaria yang mengalami salah diagnosis di daerah non endemic Amerika utara. Dan mereka juga menemukan 64 % diagnosis makroskopik berbasis masyarakat yang diseidakan salah melakukan identifikasi spesies. Kain dan kolagenya juga melaporkan bahwa rata rata waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan darah sampai pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi malaria adalah 2,5 hari, dimana waktu tersebut merupakan rata rata untuk mendiagnosis malaria plasmodium falciparum. Bahkan pada tempat yang sering ditemui, pemeriksaan malaria sering terjadi penundaan, karena waktu yang dibutuhkan unutk melakukan pemeriksaan giemsa memakan waktu 6-8 jam.

Infeksi plasmodium falciparum lebih berkembang di US, ~1% berhujung dengan kematian. Namun sekitar 80 % kematian dapat dicegah, dengan pemeriksaan yang signifikan, tanpa keterlambatan atau kesalahan diagnosis. Tes yang mudah dan dilakukan dan sensitivitas yang tinggi sangat dibutuhkan untuk mendiagnosis malaria. Rapid test dengan sensitivitas yang tinggi dan memiliki NPV untuk P. Falciparum akan digunakan dalam tindakan perawatan. Rapid test juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah pasien terjangkit malaria atau tidak secara cepat.MethodsSetting and participant. Studi laboratorium ini dilakukan di 3 rumah sakit dengan insiden malaria tertinggi di Minnesota mulai pada 1 maret 2003 sampai 28 februari 2006. Sampel akan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan sediaan apus darah tebal dan tipis, untuk mengetahui terjangkit malaria atau tidak. Methods of measurement. Untuk melakukan Pemeriksaan sediaan apus darah dibutuhkan pengambilan darah vena dari pasien tersebut. Pemerisaan tersebut dilakukan unutk mengetahui ada atau tidaknya parasite malaria. Seorang ahli patologi menyatakan bahwa hasil pemeriksaan positif. Uji antigen dengan cepat menangkap hasil hapusan darah, denagn hasil visual dalam waktu 15 menit. Untuk masing masing sample yang positif, 2 sample yang memberikan hasil negative pada Rapid test dan sediaan hapus darah, merupakan control negative untuk PCR.

Outcome measures and data analysis. Parameter utama adalah kinerja uji RDT dan preparat darah (sediaan apus darah). Perbedaan antara kinerja diagnostik dianalisis dengan menggunakan uji McNemar 2-tailed untuk membandingkan dipasangkan dengan data nominal yang ada. Checklist STARD (STAndards for the Reporting of Diagnostic accuracy studies) pun digunakan untuk pelaporan studi diagnostik ini. Penelitian ini telah disetujui oleh 5 lembaga yang terlibat. Satu per sat data pasien dikumpulkan dan diberikan saat akan melakukan pemeriksaan apus darah tebal dan tipis.ResultSebanyak 103 spesimen individu ( 12 %) dinyatakan positif malaria dengan melakukan pemeriksaan apus darah ataupun rapid test, dengan 95 hasil dikonfirmasi menggunakan PCR, diantara 852 spesimen yang diuji. 56 % malaria adalah laki laki dan 44 % adalah wanita. Dengan rata rata usia 33 tahun (dengan rentang usia 18 bulan sampai 67 tahun). Secara keseluruhan untuk semua tipe malaria, rapid test lebih unggul dibanding dengan pemeriksaan sediaan apus darah, dengan nilai sensitivitas 97 % (92 dari 95 spesimen), dibandingkan dengan pemeriksaan giemsa yaitu 85 % ( 81 dari 95 spesimen) dan untuk NPV ( 99,6 % vs 98,2 %; P= 0,001). Perbedaan terbesar didapatkan unutk mendiagnosis Malaria falciparum denga nilai sensitivitas 100 % menggunakan Rapid test, dibandingkan menggunakan sediaan apus dengan nilai sensitivitas 88 %. Sementara untuk malaria tipe lain (vivax, ovale, atau malariae), tingkat sensitivitas menggunakan Rapid test justru lebih rendah yaitu 86 % ( 18 dari 21 spesimen), dimana sebanding dengan sensitivitas pemeriksaan apus darah yaitu 76 %. Walaupun ada beberapa kasus malaria ovale, baik untuk rapid test atau sediaan apus darah memeiliki nilai sensitivitas yang rendah (60 %). Dimana terjadi hasil positif palsu pada pemerksaan Rapid test, yang terjadi pada 8 spesimen dari 757 spesimen, yang didapatkan hasil negatif pada sediaan apus darah dan PCR. Akan tetapi, pada 7 atau 8 kasus yang didapat sudah mendapatkan obat antimalaria. Karena RDT merupakan test yang nenggunakan antigen test, maka antigen dapat bertahan dalam darah lebih lama untuk parasit plasmodium. Specsifitas dengan menggunakan sediaan aous darah tipis sangat baik (100 %), dengan hasil malaria positif 68 ( 84 %) dari 81 spesimen. Akan tetapi, ketidakmampuan pemeriksaan sediaan apus darah untuk mengidentifikasi spesies 10 (14 %) dari 74 spesimen P.falciparum, campuran 2 spesied P.ovale dan malariae, dan terdapat 1 kesalahan identifikasi dimana P.malariae dinyatakan sebagai P.ovale. Dan perhatian klinis yang lebih besar yaitu 9 dari 74 spesimen menunjukan hasil negatif untuk P.falciparum saat menggunakan pemeriksaan sediaan apus darah tipis, sementara RDT dan PCR menunjukan hasil yang posistif.PCR digunakan untuk menetapkan semua hasil sample yang positif , mengkonfirmasi spesies malaria P. falciparum (n p 74), P. vivax (n p 8), P. ovale (n p 5), P. malariae (n p 6), and mixed P. malariae and P. ovale (n p 2). Sementara rentang persentase untuk parasite tersebut adalah