makalah tarsan
DESCRIPTION
makalah tentang keimananTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Dalam sejarah pemikiran Islam modern, Syekh Muhammad ‘Abduh dikenal
sebagai tokoh pembaruan yang paling berhasil. Gagasan pembaruannya tidak hanya
berpengaruh di negerinya sendiri, Mesir dan negeri-negeri Arab lainnya di Timur
Tengah, tetapi juga di negeri-negeri Islam yang lain yang terbentang dari Maroko, Afrika
Utara hingga ke Indonesia, Asia Tenggara. Namun keberhasilannya tersebut dapat
terwujud bukan karena keberhasilannya semata, melainkan juga berkat upaya kontribusi
murid terdekatnya, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha.
Berkaitan dengan hubungan ‘Abduh dan Ridha tersebut, Syekh Musthafa
Abdurraziq mengatakan bahwa jika ’Abduh adalah imam dalam agama, Ridha adalah
sahabatnya, sang penafsir mazhab dan penyempurna alirannya. Untuk itu redaktur
majalah al-Manar ini telah mencurahkan segala kemampuannya dan melakukan berbagai
kajian dan diskusi tentang masalah-masalah agama dan fiqh. Hasil kerjanya telah
membawa pengaruh yang besar kepada para pengkaji ilmu-ilmu agama dan juga
pengkajian Islam di seluruh dunia.
Melalui tafsirnya itu, Ridha berupaya mengaitkan ajaran-ajaran Alqur’an dengan
masyarakat dan kehidupan serta menegaskan bahwa Islam adalah agama universal dan
abadi, yang selalu sesuai dengan kebutuhan manusia di segala waktu dan tempat. Dalam
setiap kesempatan ia selalu berupaya menyelaraskan ajaran Alqur’an dengan
perkembangan ilmu pengetahuan saat itu.
1
A. Riwayat Hidup Rasyid Ridha
Rasyid Ridha hidup pada kurun waktu antara sepertiga akhir abad ke-20. Kurun
waktu tersebut merupakan kurun waktu yang paling kelabu dalam sejarah Arab modern
jika dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya. Sebab saat itu kaum imperialis barat
telah bersekutu dengan kaum zionis internasional untuk memecah-belah umat Islam,
membagi-bagi negeri-negeri mereka,dan merampas harta kekayaan mereka.1
Pada kurun waktu tersebut, kerajaan Turki Usmani yang pernah menjadi kerajaan
adikuasa dan menguasai wilayah yang sangat luas, meliputi Asia Kecil, Armenia, Irak,
Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Maroko, dan Aljazair di
Afrika; Bulgaria, Hungaria, Yugoslavia, Rumania, Albania, dan Yunani di Eropa Timur 2
telah pula mengalami kemunduran yang drastis.
Sejak abad ke-18 Turki Usmani selalu mengalami kekalahan dalam
peperangannya dengan Eropa. Perasaan nasionalisme pada bangsa-bangsa yang berada di
bawah kekuasaannya semakin meningkat dan negeri-negeri yang selama ini menjadi
bagian wilayahnya semakin melepaskan diri.
Oleh karena itu Turki tidak mampu menahan gerak maju Negara-negara Eropa ke
dunia Islam dan tidak dapat lagi mempertahanb\kan kedaulatan negaranya, sehingga
dijuluki dengan the sick man of Europe atau orang sakit dari Eropa. Meskipun demikian
Turki Usmani dapat bertahan hingga abad ke-20. 3
1 Muhammad Ahmad al-Darniqah, al-Sayyid, Muhammad Rasyid Ridha’ wa Ishlahatul al-Ijtima’iyyah wa al-
Diniyah. Cet.I2 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, cet.ke-5.h.84
3 Ibid
2
Sewaktu Perang Dunia I pada tahun 1914, Turki Usmani bergabung dengan
Jerman dalam menghadapi Negara-negara sekutu, namun mengalami kekalahan.
Demikian pula negeri-negeri Islam di Timur Tengah yang pada waktu itu masih berada
dalam wilayah kekuasaannya, satu persatu jatuh ke dalam kekuasaan Negara-negara
Eropa.
Pada tanggal 3 Maret 1924 Kerajaan Turki Usmani telah diubah menjadi Negara
Republik Turki yang beraliran sekuler. Sejak itu keadaan umat Islam di seluruh dunia
sudah menjadi umat yang dijajah oleh bangsa-bangsa Eropa. Dalam keadaan semakin
buruk umat Islam sulit untuk menggali hakikat ajaran-ajaran Islam sebagaimana
keberadaan bangsa yang terjajah tidak mungkin lagi berbuat bebas dalam menggali
ajaran agama, apalagi agama yang dianut penjajah tidak sama dengan agama yang dianut
bangsa yang dijajah bisa kita bayangkan betapa sulitnya posisi umat Islam saat itu.
Menurut Rasyid Ridha, umat Islam pada masanya dapat dibagi menjadi tiga golongan,
pertama, golongan yang berpikiran jumud. Mereka ini menganggap bahwa ilmu agama
adalah ilmu yang terdapat di dalam kitab-kitab yang telah disusun oleh para pemuka
mazhab-mazhab dan aliran-aliran, seperti, Ahlus Sunah, Syi’ah Zaydiyyah, dan Syi’ah
Itsna ‘Asy’ariyyah. Menurut mereka, siapa saja yang tidak mengikuti salah satu dari
mazhab itu, dianggap tidak lagi berada di dalam Islam. Padahal sebagaimana diketahui
setiap mazhab atau aliran hanya mengutamakan mazhab atau alirannya. Kedua, golongan
yang berkiblat pada kebudayaan modern. Menurut mereka, syariat Islam tidak cocok lagi
diterapkan untuk masa kini. Karena itu, kalau ingin majau, umat Islam harus mengikuti
Eropa dalam segala hal, baik di bidang ilmu pengetahuan, hokum dan peraturan maupun
moral. Ketiga, golongan yang menginginkan pembaharuan Islam. Golongan ini
menyerukan kepada umat Islam agar kembali kepada Alqur’an dan al-Sunah, namun
3
dengan penafsiran baru yang sesuai dengan kemajuan zaman, karena antara Islam dan
kebudayaan modern tidak terdapat pertentangan. 4
Kondisi yang dialami umat Islam pada masa Ridha itu sangat berpengaruh
terhadap para pemikir yang hidup pada masa tersebut. Pengaruh itu ada kalanya berupa
dorongan utnuk memperkuat atau melegitimasi keadaan yang sudah ada dan ada kalanya
pula berupa dorongan untuk mengubah atau memperbaikinya sesuai dengan tuntunan
zaman. Ridha adalah salah seorang tokoh ulama, penulis, dan pemikir dari golongan
ketiga yang terdorong untuk mengubah dan memperbaiki kondisi umat Islam menjadi
umat yang mampu melepaskan diri dari cengkeraman kaum imperialis dan menjadi umat
yang mampu bersaing dengan umat-umat lain.
4 Rasyid Ridha, al-Manar, jilid ke-29, (Kairo: 1928 M), h.67
4
B. Kelahiran dan Pendidikan Ridha
Ridha atau lengkapnya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha lahir pada hari Rabu,
tanggal 27 Jumadi al Ula 1282 H atau 18 Oktober 1865 M di Qalamun, sebuah desa yang
terletak di pantai Laut Tengah, sekitar tiga mil jauhnya di sebelah selatan kota Tripoli,
Libanon. Saat itu Libanon merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Turki Usmani.
Ayah dan ibu Ridha berasal dari keturunan Al-Husyain, putra Ali ibn Abi al-
Thalib dengan Fathimah, putrid Rasulullah SAW. Itulah sebabnya, Ridha menyandang
gelar al-Sayyid di depan namanya dan sering menyebut tokoh-tokoh ahlul-bait, seperti
“Ali ibn Abi al-Thalib, al-Husyain, dan Ja’far al-Shadiq dengan jadduna (nenek moyang
kami).5
Ridha mendapat asuhan dalam keluarga yang religius sampai berusia tujuh tahun,
kemudian beliau dimasukkan oleh orang tuanya ke sebuah lembaga pendidikan dasar
tradisional yang disebut kuttab yang ada di desanya. Di lembaga itulah Beliau mulai
belajar membaca, menghafal Alqur’an, menulis dan matematika.
Setelah menamatkan pelajaran di kuttab, beliau tidak langsung melanjutkan
pelajaran ke lemabaga pendidikan yang lebih tinggi, tetapi hanya melanjutkan dengan
belajar pada orang tuanya dan para ulama setempat. Baru beberapa tahun kemudian
setelah itu, beliau melanjutkan pelajarannya di Madrasah Ibtidaiyyah al-Rusydiyyah di
Tripoli.
5 Fadh al-Rumi, Manhaj al-Madrasah al-Aqliyah al-Hadzifah fi al-Tafsir, h.172
5
Bahasa pengantar yang dipakai di madrasah itu bukanlah bahasa Arab, melainkan
bahasa Turki. Hal itu tidak mengherankan, karena madrasah tersebut milik pemerintah
Turki Usmani. Di samping itu, tujuan madrasah milik pemerintah itu untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang akan menjadi pegawai pemerintah Turki
Usmani. 6
Oleh karena enggan menjadi pegawai pemerintah, Ridha kemudian keluar dari
madrasah al-Rusydiyyah setelah lebih kurang satu tahun belajar di sana. Selanjutnya,
pada tahun 1299 H Ridha memasuki Madrasah Wathaniyyah Islamiyah yang didirikan
oleh Syeh Husyain Al-Jisr (wafat 1327 H/ 1909 M), seorang ulama besar Libanon yang
telah dipengaruhi ole hide-ide tokoh pembaharu yaitu al-Sayyid Jamaluddin al-Afghani
dan Muhammad ‘Abduh.
6 Ibrahim Ahmad al-‘Adawi, Rasyid Ridha al-Imam al-Mujahid, h.23
6
Menurut al-Jisr, umat Islam tidak akan baik dan maju kecuali jika mereka
mengajari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan umum secara terpadu dengan
menggunakan metode yang biasa dipakai oleh orang-orang Eropa dan melaksanakan
pendidikan Islam secara nasional. Sejalan dengan pemikiran al-Jisr itu, maka ilmu-ilmu
yang diajarkan di madrasahnya juga meliputi ilmu-ilmu agama, bahasa Arab, dan ilmu-
ilmu pengetahuan umum, seperti matematika, fisika, logika, filsafat, bahasa Turki, dan
bahasa Perancis dengan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar.
Namun madrasah yang didirikan al-Jisr tidak berumur panjang, karena penguasa
Turki Usmani tidak dapat menerima madrasah tersebut sebagai sekolah agama yang
murid-muridnya dapat dibebaskan dari dari dinas militer. Akibatnya, madrasah
Wathaniyyah ditinggalkan murid-muridnya dan akhirnya ditutup.
Setelah madrasah Wathaniyyah ditutup, Ridha melanjutkan pelajarannya di
madrasah diniyyah yang lain. Meskipun madrasah Wathaniyyah sudah ditutup, Ridha
masih berguru pada Syekh al-Jisr, baik di madrasah Rahibiyyah maupun di rumah
gurunya sendiri sampai memperoleh ijasah pada tahun 1315 H/1897 M.
Selain belajar pada Syekh al-Jisr, Ridha juga belajar pada ulama-ulama besar
yang lain, seperti Syekh ‘Abdulghani al-Rafi’I, Syekh Muhammad al-Qawaqii dan
Syekh Mahmud Nasyabah. Berkat belajar dari Syekh Mahmud Nasyabah itulah Ridha
kelak menjadi pakar fiqih dan pakar hadits.
Selama belajar di Tripoli, Ridha mendapat kesempatan menulis di beberapa
harian dan majalah yang terbit di Tripoli dengan bimbingan dari gurunya, Syekh al-Jisr.
Pengalaman di bidang tulis menulis itulah kelak mengantarkannya menjadi seorang
penulis yang produktif dan menjadi pemimpin majalah al-Manar hingga akhir hayatnya.
C. Visi dan Misi Ridha dalam Memperbaiki Kondisi Umat
7
Oleh karena ayah dan guru-guru Ridha adalah orang-orang Asy’riyyah yang
bermazhab Syafi’i dan menyenangi tasawuf, tidaklah mengherankan jika ia dididik oleh
mereka menjadi seorang Sunni Asy’ari yang bermazhab Syafi’i, dan menyenangi
tasawuf seperti mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Perubahan sikap Ridha terhadap ajaran tasawuf dan tarekat baru muncul setelah
ia mempelajari kitab-kitab hadis dengan tekun. Perubahan sikapnya terhadap ajaran-
ajaran tersebut semakin terlihat dengan jelas setelah ia terpengaruh ole hide-ide
pembaharuan al-‘Afghani dan ‘Abduh yang dimuat dalam majalah al-Urwah al-Wutsqa
yang mereka terbitkan di Paris, Perancis. 7
Dalam al-‘Urwah al-Wutsqa, dijelaskan bahwa kepercayaan kepada qadha dan
qadar telah diselewengkan menjadi kepercayaan Jabbariyyah, padahal kepercayaan
kepada qadha dan qadar itu mengandung unsur dinamis yang membuat umat Islam pada
zaman klasik dapat membawa umat Islam sampai ke Spanyol dan dapat melahirkan
peradaban yang tinggi. Karena itu kepercayaan Jabbariyyah harus diubah menjadi
kepercayaan kebebasan manusia dalam berkehendak dan berbuat. 8
Visi Ridha pada mulanya adalah umat Islam harus menjadi umat yang sholeh.
Namun setelah membaca majalah al-‘Urwah al-wutsqa, visinya berubah menjadi umat
Islam harus menjadi umat yang merdeka dari belenggu penjajahan dan menjadi umat
yang maju sehingga dapat bersaing dengan umat-umat yang lain dan bangsa-bangsa
Barat di berbagai bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, social, ilmu pengetahuan
dan teknologi.
7 Muhammad Ibnu ‘Abdillah al-Salman, h.1988 Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam, h.66
Sedangkan misi Ridha adalah melaksanakan pembaruan di bidang agama, sosial,
dan ekonomi; menjelaskan bukti-bukti kebenaran Islam dan keserasiannya dengan
8
kemajuan zaman; meneruskan cita-cita al-‘Urwah al-Wusqa; memberantas bid’ah
khurafat, takhayul, kepercayaan jabar dan fatalis, dan memacu umat Islam agar dapat
mengejar umat-umat lain dalam berbagai bidang yang diperlukan untuk mencapai
kemajuan dan kesejahteraan umat.
Meski Ridha menganjurkan kaum muslimin untuk mempelajari ilmu pengetahuan
modern dari Barat, di sisi lain ia menolak bertaklid dan berkiblat buta pada Barat dalam
segala hal. Karena itu ia setuju apabila modernisasi diterapkan di negeri Muslim, tetapi
tidak setuju apabila yang dilakukan itu adalah westernisasi. 9 Menurut Ridha
modernisasi mengandung pengertian menguasai keahlian-keahlian di bidang teknologi
dan pengetahuan-pengetahuan ilmiah, namun dengan tetap mempertahankan nilai-nilai
nasional dan dasar-dasar moral masyarakat. Sebaliknya westernisasi adalah suatu
kepercayaan bahwa keterpurukan suatu bangsa adalah bagian dari esensi bangsa itu
sendiri, baik itu budayanya, system kepercayaannya, maupun sejarahnya. Karena itu
bangsa yang maju harus memutuskan dengan masa lalunya dan melakukan
restrukturisasi dirinya dengan model Barat. Bagi Ridha kalau Jepang sudah berhasil
melakukan modernisasi, Mesir dan Turki hanya berhasil melakukan westernisasi. 10
Untuk menyebarkan ide-idenya itu, Ridha tidak hanya berjuang melalui tulisan-
tulisannya di majalah al-Manar, tafsir al-Manar, dan lainnya, tetapi juga melalui
pendidikan, dakwah dan politik.
9 Westernisasi adalah pembaratan atau pemujaan terhadap Barat secara berlebihan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.1011
10 Emad Eldin Sahin, Throug Muslim Eyes; M. Rasyid Ridha and the West, h.54
Untuk mewujudkan visi dan misinya, Ridha harus berjuang di dua front
pertrempuran. Di front pertama, ia harus berjuang melawan paham tradisional, dan di
front kedua, ia harus melawan musuh-musuh mereka sendiri.
9
Setelah berjuang dengan segala kecerdasannya Ridha berpulang ke rahmatullah
dalam usia 70 tahun, tepatnya tanggal 23 Jumadi al-Ula 1354 H/22 Agustus 1935 M,
dengan meninggalkan beberapa karya tulis yang sangat berharga. Karya-karyanya itu
antara lain, majalah al-Manar, Tafsir al-Qur’an al-Hakim (tafsir al-Manar), al-Fatawa,
Tarikh al-Ustadz al-Imam al-Syaikh Muhammad ‘Abduh.
Dalam kiprahnya melakukan pembaruan di kalangan umat Islam, Ridha telah
berhasil melahirkan sebuah kelompok yang disebut kelompok al-Manar dan kelompok
ini telah berjasa dalam memerangi taklid, bid’ah dan khurofat, mengembalikan semua
urusan umat Islam kepada agama mereka, dan menjadikan agama tersebut sebagai
akidah dan jalan hidup mereka. 11
Di bidang hukum, pemikiran-pemikiran Ridha terutama dengan masalah
perceraian, iddah, telah pula menjadi referensi dalam penyusunan Undang-Undang
Perkawinan di berbagai Negara Araba, khususnya Mesir. Demikian pula di bidang tafsir,
pengaruh Ridha terhadap para penulis kitab tafsir yang sangat signifikan. Misalnya tafsir
al-Maraghi karya Ahmad Musthafa al-Maraghi, tafsir al-Farid karya ‘Abdul Mu’in al-
Jamali, tafsir al-Wadhih karya Mahmud al-Hijaz, tafsir al-Azhar karya Hamka, tafsir al-
Nur karya Hasbi al-Shiddieqy dan yang lain termasuk Alqur’an dan tafsirnya karya
Dewan Penyelenggara Pentafsir Alqur’an dari Departemen Agama RI.
11 Muhammad Ibn ‘Abdillah al-Salman, h.541
D Metode Pemikiran Rasyid Ridha
1. Alqur’an Sumber Utama Akidah dan Hukum Islam
10
Ridha menyatakan bahwa pegangan yang sudah baku dari Rosulullah SAW dan
para khalifahnya Alqur’an dan Sunah Rosul.
2. Selektif terhadap Hadis dan Penolakan Mutlak atas Riwayat Israiliyyat
Perbedaan Ridha dan gurunya dalam menafsirkan Alqur’an adalah pemakaian
hadis. Kalau Ridha cukup banyak memakai hadis dalam menafsirkan Alqur’an,
gurunya tidak banyak memakainya. Kebanyakan tafsir bi al-Ma’tsur (tafsir dengan
riwayat) bersumber dari para periwayat yang memperolehnya dari kalangan zindik
Yahudi dan Persia atau ahli kitab yang telah memeluk Islam.
3. Eksplorasi Akal yang Cukup Liberal
Dengan adanya akal manusia dapat mengungguli mahluk lainnya, dan dapat
melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berguna bagi keselamatan
dan kesejahteraan hidupnya.
4. Kritis terhadap Warisan Intelektual Islam
Menurut Ridha, memahami Alquran tidak hanya menjadi tugas para mujtahid,
tetapi juga menjadi tugas setiap mukalaf yang dapat memahami bahasa Alquran,
baik yang berkenaan dengan kosakata maupun gaya bahasanya. 12 Begitu pula
dalam memahami petunjuk-petunjuk Alquran itu ia jangan sampai terpengaruh oleh
pendapat seorang mujtahid, apalagi kalau pendapat itu hanya berasal dari seorang
bertaqlid (muqalid). 13
12 Rasyid Ridha Tafsir al-Manar jld V, h.296
13 Ibid, h.297
KESIMPULAN
11
1. Syayid Muhammad Rasyid Ridha adalah orang yang cerdas, gigih dalam
memperjuangkan kejumudan dalam berfikir dengan tujuan agar umat Islam tidak
terbelakang.
2. Kegigihannya memperjuangkan ide pembaruannya, tidak sia-sia, terbukti ide
pembaruannya yang merupakan penerus dari gurunya Muhammad ‘Abduh sampai
sekarang dapat dimanfaatkan oleh umat Islam seluruh dunia.
3. Menurut penulis, bahwa perjuangan yang sungguh-sungguh dari Rasyid Ridha tak
lain adalah karena keprihatinan melihat kondisi politik saat itu umat Islam dalam
keadaan terjajah dan ingin dikembalikan menjadi umat yang kuat. Jadi bukan
karena dorongan untuk memperoleh kedudukan atau kekuasaan dan ketenaran
nama. Dengan kata lain untuk memperbaiki umat Islam yang saat itu dalam
keadaan terjajah oleh bangsa Eropa.
DAFTAR PUSTAKA
Emad Eldin Shahin, Through Muslim Eyes; M. Rasyid Ridha and the West, Hemdon,
Virginia USA; The International Institut of Islamic Thought, 1415 H/1994 M
12
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, cetakan ke-5, Jakarta; UI
Press,1979.
Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung;Mizan,1995.
Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam,Jakarta;Bulan Bintang,1996
Ibrahim Ahmad al- ‘Adawi, Rasyid Ridha al- Imam al- Mujahid, Kairo; al-Muassasah
Mishriyyah al-Amah.
Muammad ibn ‘Abdillah al-Salman, Rasyid Ridha wa Da’wah al-Syaykh Muhammad
ibn ‘Abdul Wahab, Kuwait, Maktabah al ‘Ma’la, 1409 H/1998 M.
Muhammad Ahmad al-Darniqah, al-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha wa islahatul al-
Ijtima ‘iyyah wa al-Diniyyah,cetakan I, Beirut, Mu’assasah al-Risalah, 1406 H/1986 M.
Rasyid Ridha al-Manar jilid ke-29, Kairo, 1928 M.
KATA PENGANTAR
13
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
14
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ii
PENDAHULUAN……………………………………………………………….1
A. Riwayat Hidup Rasyid Ridha………………………………………….2
B. Kelahiran dan Pendidikan Ridha……………………………………..5
C. Visi dan Misi Ridha dalam Memperbaiki Kondisi Umat…………….8
D. Metode Pemikiran Rasyid Ridha
1. Al-Qur’an Sumber Utama Akidah dan Hukum Islam………….11
2. Selektif terhadap Hadis dan Penolakan Mutla
Atas Riwayat Israiliyyat…………………………………………...11
3. Ekplorasi Akal yang Cukup Lieral………………………………11
4. Kritis terhadap Warisan Intelektual Islam………………………11
KESIMPULAN…………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..13
RASYID RIDHA
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata KuliahSejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
Dosen Pengampu
15
Prof. Dr. H. Muhaimin, MA.
a
Oleh :1.TARSAN
2. IMAN NURMAN
Oleh
TARSANNIM 505920056
PROGARAM PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATICIREBON
2010
RASYID RIDHA
MAKALAHDiajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
16
Dosen PengampuProf. Dr. H. Muhaimin, M.A.Didin Nurul Rosyidin,Ph.D.
a
Oleh :1.TARSAN
2. IMAN NURMAN
PROGARAM PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATICIREBON
2010
KONSELING PENDEKATAN KOGNITIF - BEHAVIORAL
RESUME
17
Oleh
TARSANNIM 505920056
PROGARAM PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATICIREBON
2010
KONSELING PENDEKATAN KOGNITIF - BEHAVIORAL
A. Pengertian Kognitif artinya ilmu / pengetahuan, dan behavioral artinya pengalaman.
18
Jadi, kognitif-behavioral artinya, ilmu/pengetahuan diperpleh dari pengalaman.
19