makalah pribadi pbl blok 14 musculo 2
DESCRIPTION
Makalah Pribadi PBL Blok 14 Musculo 2TRANSCRIPT
Dislokasi Caput Femur dan Fraktur Tertutup
Priscilla Natalie K
102012356
D2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6
Jakarta Barat
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis
membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya.
Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun
menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligament-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus
atau kontraksi otot dan tarikan.
1
II. Pembahasan
Scenario 18:
Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri hebat
pada pangkal tungkai kanannya sejak 3 jam yang lalu setelah terjatuh dari pohon
dengan ketinggian sekitar 3 meter. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum sakit
berat, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis region
femur dextra, tampak femur dextra dalam posisi sedikit flexi, adduksi dan internal
rotasi, edema, nyeri tekan +, pada palpasi femur, tidak ditemukan adanya krepitasi
dan fragmen tulang.
A. Istilah yang tidak diketahui
Krepitasi: suara “keretak-keretak” pada gerak pasif yang biasanya menunjukkan
kerusakan sendi lanjut.1
B. Rumusan Masalah
Laki-laki berusia 30 tahun mengeluh nyeri hebat pada pangkal tungkai kanannya
sejak 3 jam yang lalu setelah terjatuh dari pohon dengan ketinggian ± 3 meter.
C. Analisis Masalah
ANAMNESIS
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti,
teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis
untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis dapat langsung dilakukan pada pasien
(auto-anamnesis) atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila
keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya dalam
keadaan gawat-darurat, afasia akibat stroke dan lain sebagainya.
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus
wanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan system dan
2
anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-
obatan, lingkungan).2
IDENTITAS
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, nama orang
tua atau suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa, dan agama.
KELUHAN UTAMA (Chief Complaint)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa
pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan
keluhan utama harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien
mengalami hal tersebut. Dalam kasus ini, keluhan utama pasien adalah
batuk-batuk yang disertai sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci
dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama
sampai pasien datang berobat. Dalam melakukan anamnesis, harus
diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut :
1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus
menerus, hilang timbul, cenderung bertambah atau berkurang, dan
sebagainya.
3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, berpindah-pindah.
4. Hubungannya dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang
dan sore, atau sebaliknya, atau terus menerus tidak mengenal waktu.
5. Hubungannya dengan aktivitas, misalnya bertambah berat jika
melakukan aktivitas atau bertambah ringan bila beristirahat.
6. Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang
mendahului serangan, atau keluhan yang bersamaan dengan serangan.
7. Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
3
8. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
9. Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan
yang sama.
10. Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu.
11. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau
gejala sisa.
12. Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat
yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang
berhubungan dengan penyakit yang sedang diderita.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan
antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
Tanyakan pula apakah pasien pernah menderita kecelakaan, menderita
penyakit berat dan menjalani operasi tertentu, memiliki riwayat alergi pada
obat-obatan dan makanan tertentu, dan lain-lain.
RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau
penyakit infeksi.
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan
kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam
sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan
pasien juga harus ditanyakan, seperti merokok, memakai sandal saat
bepergian, minum alcohol, dan sebagainya. Selain itu juga pada pasien yang
sering bepergian, perlu ditanyakan apakah baru saja pergi dari tempat
endemik penyakit infeksi menular. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah
4
lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi,
sumber air minum, tempat pembuangan sampah, ventilasi, dan sebagainya.
PEMERIKSAAN
Pmereriksaan Radiologis
Ultrasonografi; film polos pelvis
Gambaran Radiologis
Saat lahir, film pada pelvis hanya sedikit membantu karena kaput femur belum
mengalami osifikasi. Ultrasonografi dapat memperlihatkan bayangan asetabulum
yang dangkal dan menentukan kemiringannya; hal ini menggambarkan posisi
kaput femur, dan adanya subluksasi atau dislokasi. Ultrasonografi juga dapat
membantu terapi dalam memastikan agar panggul tetap stabil.
Film polos lebih bermanfaat pada tahap berikutnya, ketika telah terjadi
osifikasi pada inti kaput femur. Gambaran yang perlu diperhatikan adalah
perlambatan penampakan nucleus yang mengalami osifikasi, asetabulum yang
dangkalm, dan pergeseran kaput femur ke arah atas dan lateral dari posisi
normalnya.3
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi (look): deformitas, angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, dan
oedem.
Pengukuran panjang anggota gerak:
True leg length: dari SIAS sampai maleolus medialis. Bandingkan kiri
kanan.
Apparent leg length (palsu): diukur dan xhiposternum sampai maleolus
medialis.
b. Palpasi (feel): nyeri tekan (tenderness), krepitasi, status neurologis dan
vascular di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah
5
extremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian di atas dan di bawah
cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi neurovaskularisasi
bagian distal fraktur pulsasi arteri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler
(capillary refill test) sesasi.
c. Gerakan (Moving)
Pemeriksaan Penunjang
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
1. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral
2. Memuat dua sendi di proximal dan distal fraktur
3. Memuat gambaran foto dua extremitas, yaitu extremitas yang cedera
dan yang tidak terkena cedera (pada anak); dan dua kali, yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan.
Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler
CCT kalau banyak kerusakan otot
Darah rutin, factor pembekuan darah, golongan darah, cross test, dan
urinalisa.4
Gejala Klinis
Dislokasi Posterior
1. Sendi panggul dalam posisi flexi, adduksi dan internal rotasi
2. Tungkai tampak lebih pendek
3. Teraba caput femur pada panggul
Dislokasi Anterior
1. Sendi panggul dalam posisi exorotasi, extensi, dan abduksi
2. Tak ada pemendekan tungkai
6
3. Benjolan di depan daerah inguinal di mana caput femur dapat diraba dengan
mudah
4. Sendi panggul sulit digerakkan
` Dislokasi Sentral
1. Posisi panggul tampak normal, hanya sedikit lecet di bagian lateral
2. Gerakan sendi panggul terbatas5
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS (DD)
DISLOKASI CAPUT FEMUR
Dislokasi adalah pindahnya permukaan sentuh tulang yang menyusun sendi. Cedera ini dihasilkan oleh gaya yang menyebabkan sendi melampaui batas normal anatomisnya. Pindahnya ujung tulang yang incomplete disebut dislokasi tidak sempurna atau subluxation. Karena fungsi ligament adalah juga untuk mencegah perpindahan atau pergerakan sendi yang abnormal, semua sprains menghasilkan beberapa derajat subluxation. Dislokasi yang komplit atau luxation, terjadi saat ada pemisahan yang komplit dari ujung tulang.
Dislokasi pinggul traumatik hampir selalu disebabkan oleh trauma berenergi tinggi. Adanya cedera dislokasi menandakan bahwa ada gaya yang mencapai 90 pound atau bahkan lebih pada mekanisme traumatik atau adanya patologi yang mendasari yang menyebabkan ketidakstabilan sendi. Penumpang yang tidak menggunakan sabuk pengaman lebih memiliki resiko mengalaminya. Mekanisme klasik untuk dislokasi posterior adalah pada cedera dashboard, yaitu terjadi gaya yang menekan kepala femur melewati posterior acetabular rim saat
7
lutut yang terfleksi dan pinggul terhantam dashboard pada kecelakaan. Selain oleh dashboard, dikatakan juga bahwa cedera ini bisa terjadi saat mekanisme mengerem. Dislokasi anterior dihasilkan dari rotasi eksternal dan abduksi panggul. Kasus dislokasi posterior mendekati 90% kasus, sementara dislokasi anterior hanya 10%. Cedera nervus sciatic mungkin terjadi pada 10-20% kasus dan lebih dari setengah pasien juga mengalami fraktur lain.
Secara khas, pasien dengan dislokasi pinggul posterior traumatik, nampak dengan pemendekan ekstremitas bawah yang terjadi pada posisi fleksi pinggul, adduksi, dan rotasi internal. Adanya caput femoris kadang-kadang dapat dipalpasi pada bokong ipsilateral. Hal ini dapat diandalkan pada pasien dengan dislokasi pinggul sederhana, kehadiran patah tulang pada femur ipsilateral atau pelvis dapat secara dramatis mengubah posisi pasien yang ditunjukan pasien.
Meskipun jarang, dislokasi pinggul bisa menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti avaskular necrosis caput femoris, kelumpuhan nervus sciatic sementara atau permanen, myositis ossificans dan arthrosis degeneratif posttraumatik. Dislokasi pinggul posterior meregangkan dan memelintir arteri iliac external, femoris comunis, dan circumflex sehingga terjadi perubahan aliran darah extraosseous. Meskipun sirkulasi kontralateral dari pembuluh gluteal mungkin mempertahankan aliran darah intraosseous, relokasi yang tertunda mungkin menghasilkan kerusakan arteri yang progresif dan tertunda yang bisa menjadi osteonecrosis.6
Dislokasi Posterior
8
Mekanisme TraumaCaput femur dipaksa keluar ke belakang acetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya terjadi karna kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras benda yang ada di depan lutut.
Gambaran Klinis
Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah ditegakkan, kaki pendek, dan
sendi panggul teraba dengan jelas dalam posisi adduksi, rotasi internal
dan fleksi. Namun kadang pada fraktur tulang panjang dapat terlewat.
Gambaran Radiologis
Pada foto anteroposterior caput femoris terlihat di luar mangkuknya dan
diatas acetabulum, segmen atap acetabulum mungkin caput femoris
mungkin telah patah atau bergeser.
KlasifikasiThompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation:
Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior
wall fragment
Type II Dislocation associated with fracture posterior acetabular rim
Type III Dislocation with a comminuted acetabular rim
Type IV Dislocation with fracture of the acetabular floor
Type V Dislocation with fracture of the femoral head (Pipkin Class)
Stewart-Milford System:
Type I Simple dislocation without fracture
9
Type II Dislocation with one or more rim fragments but with sufficient
socket to ensure stability after reduction
Type III Dislocation with fracture of the rim producing gross
instability
Type IV Dislocation with fracture of the head or neck of the femur
Dislokasi Anterior
Dislokasi ini lebih jarang terjadi dibandingkan dislokasi posterior. Penyebab utamanya adalah kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan penerbangan. Pada dislokasi anterior caput femoris ada pada bagian anterior (bagian depan) dari acetabulum. Terjadi dislokasi dari caput femoris dalam hal ini dikarenakan hyperekstensi berlebihan dan abduksi dari kaki.
Mekanisme TraumaDislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian atau trauma dari belakang pada saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang dipaksakan, leher femur menabrak asetabulum dan terjungkir keluar melalui robekan pada kapsul anterior. Bila sendi panggul dalam keadaan fleksi maka akan terjadi dislokasi tipe obturator (inferior) dan jika sendi panggul dalam posisi ekstensi akan terjadi dislokasi tipe pubik atau iliaka (superior).
Gambaran KlinisKaki berada dalam posisi external rotasi, abduksi dan sedikit fleksi. Tidak terjadi pemendekan kaki, dikarenakan perlekatan rectus femoris mencegah pemendekan caput bergerser ke atas. Jika dilihat dari samping tonjolan
10
anterior pada caput yang berdislokasi sangat jelas. Caput yang menonjol mudah diraba dan gerakan pinggul tak dapat dilakukan.
KlasifikasiEpstein Classification of Anterior Hip Dislocation: Type I Superior dislocations, including pubic and
subspinous IA No associated fractures IB Associated fracture or impaction of the femoral
head IC Associated fracture of the acetabulum
Type II Inferior dislocations, including obturator, and perineal
IIA No associated fractures IIB Associated fracture or impaction of the femoral
head IIC Associated fracture of the acetabulum
Klasifikasi ini menetukan prognostic dimana yang berkaitan dengan acetabulum atau caput femoris memliki prognostic lebih buruk dibanding yang lainnya.7
FRAKTUR FEMURFraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur dapat dibagi menjadi:8
1. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar
patah tulang masih utuh.
11
2. Fraktur berbuka (open / compound) adalah hilangnya atau terputusnya
jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah / sedang
berhubungan dengan dunia luar.
Klasifikasi menurut Gastilo dan Anderson dari derajat patah tulang:
1. Derajat 1
- Luka < 1 cm.
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk.
- Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan.
- Kontaminasi mininal.
2. Derajat 2
- Laserasi > 1 cm.
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / arulsi.
- Fraktur kominutif sedang.
- Kontaminasi sedang.
3. Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luar meliputi struktur kulit, otot dan
neuro vaskuler serta keutamaan derajat tinggi secara otomatis, Gustilo
membagi lagi menjadi 3 bagian:
Derajat III A
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas / flap / avulsi / fraktur segmental / sangat kuminatif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
Derajat III B
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi.
Derajat III C
Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus dan perbaiki tanpa
melihat keruskaan jaringan lunak.
12
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan Melalui kepala femur (capital fraktur)
Hanya di bawah kepala femur
Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokhanter kecil.
ETIOLOGI
DISLOKASI
Dislokasi disebabkan oleh:
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski,
senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap
bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
Tidak diketahui
Faktor predisposisi(pengaturan posisi)
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
Trauma akibat kecelakaan
13
Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang
tulang
Terjadi infeksi disekitar sendi
FRAKTUR
Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan dan fraktur dapat terjadi karena:
1. Trauma
Sebagian fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekanan, pemuntiran/penarikan.
Bila terjadi kekuatan langsung tulang bisa patah pada tempat yang terkena,
jaringan lemak juga pasti rusak.
2. Pemukulan
Menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit.
3. Penghancuran
Menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak ditempat fraktur
mungkin tidak ada.
4. Kelelahan/tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat tekanan
berulang-ulang. Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula, radius/ ulna.
Biasanya pada olahragawan/atlit (bola volley, senam, bola basket).
5. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologis)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor)
atau sangat rapuh (osteoporosis) penderita kanker/infeksi.
6. Fraktur stress/fatique fracture akibat peningkatan drastis tingkat latihan.
PATOGENESIS FRAKTUR
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai
cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan.
14
Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan
sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut
menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik.
Jerjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang
respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi
kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang.
Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami regenerasi tanpa
menimbulkan bekas luka.9
KOMPLIKASI
Dislokasi Posterior
Tahap dini:
a) Cedera nervus skiatikusCedera nervus skiatikus terjadi 10-14% pada dislokasi posterior selama awal trauma atau selama relokasi. Fungsi nervus dapat digunakan sebagai verifikasi sebelum dan sesudah relokasi untuk mendeteksi terjadinya komplikasi ini. Jika ditemukan adanya disfungsi atau lesi pada nervus ini setelah reposisi maka surgical explorasi untuk mengeluarkan dan memperbaikinya. Penyembuhan sering membutuhkan waktu lama beberapa bulan dan untuk sementara itu tungkai harus dihindarkan dari cedera dan pergelangan kaki harus dibebat untuk menghindari kaki terkulai “foot drop”.
b) Kerusakan pada caput femurSewaktu terjadi dislokasi sering kaput femur menabrak asetabulum hingga pecah.
c) Kerusakan pada pembuluh darahBiasanya pembuluh darah yang mengalami robekan adalah arteri glutea superior. Kalau keadaan ini dicurigai perlu
15
dilakukan arteriogram. Pembuluh darah yang robek mungkin perlu dilakukan ligasi.
d) Fraktur diafisis femurBila terjadi bersamaan dengan hip dislokasi biasanya terlewatkan. Kecurigaan adanya dislokasi panggul, bilamana pada fraktur femur ditemukan posisi fraktur proksimal dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan di atas dan dibawah daerah fraktur.
Tahap lanjut:
a) Nekrosis avaskularPersediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang kurangnya 10% pada dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi ditunda menjadi beberapa jam maka angkanya meningkat manjadi 40%. Nekrosis avaskular terlihat dalam pemeriksaan sinar x sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak ditemukan sekurang kurangnya selama 6 minggu, bahkan ada yang 2 tahun dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya fragmentasi ataupun sklerosis.
b) Miositis osifikansKomplikasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan dengan beratnya cedera. Tetapi gerakan tak boleh dipaksakan dan pada cedera yang berat masa istirahat dan pembebanan mungkin perlu diperpanjang.
c) Dislokasi yang tidak dapat direduksiHal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga sulit dimanipulasi dengan reduksi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Dengan seperti ini insidensi kekakuan dan nekrosis
16
avaskular sangat meningkat dan dikemudian hari pembedahan reksontruktif diperlukan.
d) OsteoartritisOsteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh kerusakan kartilago saat dislokasi, adanya fragmen yang tertahan dalam sendi, atau nekrosis iskemik pada caput femoris.
Fraktur
a) Malunion
Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak seharusnya.
b) Non-union
Kegagalan pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat
menyambung.
c) Delayed union
Proses penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang
diperkirakan.
d) Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat
melalui logam bidai.
e) Cidera vaskuler dan saraf
Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
f) Fat-embolic syndrome/embolik lemak
Terjadi setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan,
tachikardi, tachipnoe, demam, edema paru, dan akhirnya kematian.
g) Gangren gas
Yang berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik gram
positif anaerob antara lain clostridium weichii/clostridium perfingers.
17
Clostridium biasanya akan tubuh pada luka dalam yang mengalami penurunan
suplai O2 karena trauma otot.
h) Reflek symphathetic dystrophy
Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya
sistem saraf simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya
perlukaan.
i) Thrombo embolic complication
Terjadi pada individu yang immobilisasi dalam waktu yang lama.
j) Pressure sore (borok akibat tekanan)
Akibat gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis
pada jaringan superficial.
k) Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat
berupa hematogenous. Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus atau selama operasi.
l) Nekrosis avaskuler
Fraktur mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen
tersebut mati. Sering terjadi pada fraktur caput femoris.
m) Kerusakan arteri
Ditandai adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri,
pengisian kapiler yang buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada kaki,
saraf dan otot visera (thoraks dan abdomen).
n) Syock
Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat hebat
sehingga terjadilah syock.
o) syndrome compartment
Terjadi saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat
peningkatan tekanan jaringan pada ruangan tertutup diotot yang berhubungan
dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot, ditandai dengan edema, tidak
18
adanya denyut, nyeri terutama ketika area luka ditinggikan atau digerakkan,
pucat atau cyanosis, kaku dan paresis.9
PENATALAKSANAAN
Dislokasi Posterior
Dislokasi harus direduksi secara cepat dengan general anestesi. Padasebagian besar kasus dilakukan reduksi reduksi tertutup. Seorang asisten menahan pelvis, ahli bedah ortopedi memfleksikan pinggul dan lutut pasien sampai 90 derajat dan menarik paha keatas secara vertikal. Setelah direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi dengan cara menggerakkan secara vertikal pada sendi panggul.
Secara umum reduksi stabil namun perlu dipasang traksi dan mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai setelah nyeri mereda.
Pada tipe II, sering diterapi dengan reduksi terbuka dan fiksasi anatomis pada fragmen yang terkena. Terutama jika sendi tidak stabil atau fragmen besar tidak tereduksi dengan reduksi tertutup, reduksi terbuka dan fiksasi internal dan dipertahankan selama 6 minggu diperlukan.
Pada cedera tipe IIIumumnya diterapi dengan reduksi tertutup, kecuali jika ada fragmen yang terjebak dalam asetabulum, maka dilakukan tindakan reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi interna dan traksi dipertahankan selama 6 minggu.
19
Cedera tipe IV dan V awalnya diterapi dengan reduksi tertutup. Fragmen caput femoris dapat tepat berada ditempatnya dan dapat dibuktikan dengan foto atau ct scan pasca reduksi. Jika fragmen tetap tak tereduksi maka dilakukan reduksi terbuka dengan caput femoris didislokasikan dan fragmen diikat pada posisinya dengan sekrup countersunk pasca operasi traksi dipertahankan selama 4 minggu, dan pembebatan ditunda selama 12 minggu.
Fraktur
1. Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R:
i. Recognisi: riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa
fraktur
ii. Reduksi: upaya memanipulasi fragmen tulang
iii. Retensi: memelihara reduksi sampai penyembuhan
iv. Rehabilitasi: upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara
normal
2. Beberapa intervensi yang diperlukan
Intervensi Terapeutik atau konservatif
Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah
sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau
pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi
adanya komplikasi.
Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan
fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema
dan nyeri
Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema nyeri
20
Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk
mencegah syock.
Traksi untuk fraktur tulang panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan
immobilisasi fragmen tulang.
Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan
anestesi umum atau lokal.
Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
Intervensi farmakologis
Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative
diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
Anestesi dapat diberikan
Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada
pasca operasi
ATS diberikan pada pasien tulang complicated
Intervensi operatif
Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang
- Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual
untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk
mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi.
Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
- Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen
atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang
yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung
terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen
tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat
21
diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau
gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan.
Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan
bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah
penggantian tulang.10
D. Hipotesis
Laki-laki berusia 30 tahun mengeluh nyeri hebat pada pangkal tungkai kanannya
karena mengalami dislokasi posterior caput femur.
E. Sasaran Belajar
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik dan penunjang
3. Gejala klinis
4. WD dan DD
5. Patogenesis dan etiologi
6. Komplikasi
7. Penatalaksanaan
F. Kesimpulan
22
Daftar Isi
1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.p.111.
2. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid 3. 5th ed. Internal Publishing; 2009.p.2911-23.
3. Patel PR. Lecture Notes: Radiologi. 2nd ed. Jakarta: Erlangga; 2006.p.245.
4. Palmer PES, Hartono L. Sistem Radiologi Dasar Organisasi Kesehatan Dunia: Petunjuk
membaca foto untuk dokter umum. Jakarta: EGC; 1995.p.113.
5. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison: Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. 13rd ed. Vol.1. Jakarta: EGC;1999.p.90.
6. Haws PS. Asuhan neonates rujukan cepat. Jakarta: EGC; 2008.p.306-7.
7. Swartz. Intisari buku ajar diagnostic fisik. Jakarta: EGC; 1997.p.87-9.
8. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Seri Asuhan Keperawatan: Klien gangguan
system musculoskeletal. Jakarta: EGC; 2008.p.35.
9. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip & ilmu praktik ilmu endodonsia. Jakarta: EGC;
2008.p.562-5.
10. Schwartz. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. 6th ed. Jakarta: EGC; 2000.p.678-9.
23