makalah pokok-pokok ajaran islam

24
POKOK-POKOK AJARAN ISLAM Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah: “Pengantar Study Islam” Oleh: Achmad Zain Nuruddin Dosen Pembimbing: Nurul Asiya Nadhifah, M.Hi NIP 197504232003122001 FAKULTAS SYARI’AH PRODI EKONOMI SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA i

Upload: khoidi-syahputra

Post on 19-Oct-2015

2.062 views

Category:

Documents


141 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

POKOK-POKOK AJARAN ISLAMMakalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah:

Pengantar Study Islam

Oleh:Achmad Zain NuruddinDosen Pembimbing:

Nurul Asiya Nadhifah, M.HiNIP 197504232003122001FAKULTAS SYARIAHPRODI EKONOMI SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2010/2011KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dari Kelompok I dapat menyelesaikan makalah Pengantar Studi Islam ini dengan baik sebagai tugas pertama untuk bahan diskusi dalam tatap muka perkuliahan.

Makalah Pengantar Studi Islam ini membahas tentang Pokok-pokok Ajaran Islam yang pembahasan secara lengkap diuraikan dan dijelaskan dalam makalah ini.

Kelompok I mengucapkan terima kasih kepada :

Ibu Nurul Asiya Nadhifah selaku dosen pembimbing Pengantar Studi Islam.Makalah Pengantar Studi Islam ini sangatlah jauh dari kesempurnaan dalam pengerjaannya. Untuk itu dimohon saran dan kritik yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.

Surabaya, 02 Novemberber 2010

PENYUSUN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

11.2 Rumusan Masalah

1BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akidah

2 2.2 Rukun Iman

32.3 Pengertian Syariah

42.4 Pengertian Akhlak

5 2.5 Madzhab Akhlak

62.6 Sumber Akhlak Menurut Islam

9BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

113.2 Saran

12DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan kemajuan zaman, banyak sekali orang-orang yang aqidah dan imannya tergoda dan akhirnya terjerumus pada hal-hal yang sebenarnya dilarang oleh syariah agama. Demikian pula dengan keadaan akhlak masyarakat yang akhir-akhir ini mulai rusak. Lalu bagaimana kita memperbaikinya?. Langkah pertama yang harusnya kita ambil adalah menimbulkan kesadaran diri masing-masing bahwa kita sudah terlampau jauh keluar dari syariah agama, dan kita harus memperteguh akidah kita. Jika akidah kita sudah tertancap kuat, niscaya kita akan mudah mengikuti syariah dan memperbaiki akhlak kita. Layalnya sebuah pohon besar, akarnya bagaikan akidah, batangnya bagaikan syariah, dan buahnya bagaikan akhlak. Jika akarnya tertancap kuat dalam tanah, maka batangnya pun akan bagus, dan buahnya pun akan tumbuh dengan sempurna.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah. Sebagai berikut :

A. Apakah pengertian Akidah?

B. Rukun Iman?

C. Pengaruh Rukun Iman dalam kehidupan manusia?

D.Apakah Pengertian Syariah?

E.Apakah Pengertian Akhlak?

F.Apa saja Madzhab-madzhab Akhlak?

G. Dari mana Sumber Akhlak?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akidah Akidah berasal dari bahasa Arab aqidah yang bentuk jamaknya adalah aqaid dan berarti faith, belief (keyakinan, kepercayaan); sedang menurut Louis Maluf ialah ma uqidah alayh al-qalb wa al-dhamir yang artinya sesuatu yang mengikat hati dan perasaan. Dari etimologi diatas bisa diketahui bahwa yang di maksud dengan akidah ialah keyakinan atau keimanan ; dan hal itu diistilahkan sebagai akidah karena ia mengikatkan hati seseorang kepada sesuatu yang di yakini atau di imaninya dan ikatan tersebut tidak boleh di lepaskan selama hidupnya. Inilah makna asal akidah yang merupakan derivasi dari kata aqada-yaqidu-aqdan yang artinya mengikat.

Menurut Mahmud syaltut, akidah ialah sisi teoritis yang harus pertama kali di imani atau di yakini dengan keyakinan yang mantap tanpa keraguan sedikitpun. Pada dasarnya, manusia memiliki dua potensi yakni teoritis yang kesempurnaannya bisa dicapai dengan mengetahui hakikat-hakikat yang sebenarnya, dan praktis yang kesempurnaannya dengan mengerjakan semua keharusan dalam urusan dalam kehidupannya. Islam menetapkan hal tersebut sebagai prinsip untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Untuk itu, ditetapkanlah dua kewajiban yaitu kewajiban untuk mengetahui/meyakininya (iman) dan kewajiban untuk melaksanakannya (amal).

Lebih lanjut, syaltut mengelaborasi bahwa dalam ajaran islam, akidah merupakan landasan atau akar sedangkan syariah merupakan batang, cabang-cabangnya. Hal itu berimplikasi bahwa syariah tidak bisa berdiri sendiri atau tumbuh tanpa akar yang berupa akidah. Dan syariah tanpa akidah bagaikan bangunan yang melayang karena tidak ada pondasinya. Namun demikian, islam menyatakan bahwa hubungan antara keduanya merupakan suatu keniscayaan, yang artinya bahwa antara akidah dan syariah tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Jadi, ajaran islam terdiri dari dua pokok, yakni: akidah/iman yaitu: mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan aktifitasnya dalam masyarakat yang disebut muamalah.2.2 Rukun Iman

Kalau kita berbicara tentang akidah maka yang menjadi topik pembicaraan adalah masalah keimanan yang berkaitan dengan rukun-rukun iman dan peranannya dalam kehidupan beragama. Rukun iman yang berupa keimanan kepada Allah dan sifat-sifat-Nya, para rasul-Nya, para malaikat, kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan qadha serta qadar, bisa ditemukan dalam beberapa ayat al-Quran dan hadist Nabi SAW. Seperti yang terdapat dalam Q.S. Al-baqarah:285, Q.S. Al-baqarah:177, Q.S. Al- Qamar:49.

Adapun pengaruh rukun iman dalam kehidupan sebagai berikut :

a) Iman kepada Allah : Mendorong seseorang untuk bertakwa kepada-Nya, yaitu dengan menyadari kehadiran Allah di sisinya dan bahwa Ia selalu mengawasi segala tindak tanduknya.

b) Iman kepada Malaikat : Mendorong seseorang untuk selalu melakukan perbuatan-perbuatan baik, karena ia yakin bahwa keinginan berbuat baik itu merupakan dorongan dari malaikat.

c) Iman kepada Kitab-kitab Allah : Memberikan keyakinan kepada umat islam bahwa Al-Quran adalah merupakan kitab penerus dan pelengkap terhadap semua kitab sebelumnya, dan juga merupakan kitab Allah yang terakhir dan paling lengkap untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia atau diakhirat.

d) Iman kepada Para Nabi dan Rosul : Memberi keyakinan pada umat muslim bahwa semua nabi dan rosul mempunyai misi suci yang sama, yakni mengajak manusia untuk beriman dan beribadah hanya semata-mata kepada Allah agar mendapat Ridho-Nya. Dan bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang diberi tugas menyampaikan ajaran agama yang paling lengkap untuk dijadikan way of life bagi seluruh umat manusia.

e) Iman kepada Hari Kiamat : Manusia akan senantiasa menjaga diri untuk selalu taat kepada Allah, mengharapkan pahala dihari kemudian, dan menjauhi larangan karena takut akan siksaan kelak dkemudian hari.f) Iman kepada Qodho dan Qodar : dapat mendorong seseorang untuk bersikap berani dalam menegakkan keadilan dan kebenaran, dalam meninggikan kalimat Allah. Ia tidak takut menghadapi resiko dan bahaya yang mengancamnya, sebab ia yakin bahwa kematian, rizki, nasib, dan sebagianya semuanya berada ditangan Allah.2.3 Pengertian Syariah Istilah syariah dalam konteks kajian hukum islam lebih menggambarkan kumpulan norma-norma hukum yang merupakan hasil dari proses tasyri. Oleh karena itu, ada baiknya istilah tasyri ini dibahas sebelum pemaparan tentang makna syariah.

Kata tasyri merupakan bentuk masdar dari syarraa yang berarti menciptakan dan menetapkan syariah. Sedang dalam istilah para ulama fiqh bermakna Menetapkan norma-norma hukum untuk menata kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan, maupun dengan umat manusia lainnya.

Dengan melihat pada subyek penetap hukumnya, para ulama membagi tasyri menjadi dua, yaitu tasyri samawi ( ilahy) dan tasyri wadhi. Yang dimaksud dengan tasyri ilahy adalah penetapan hukum yang dilakukan langsung oleh Allah dan Rosul-Nya dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Sedangkan tasyri wadhi adalah penentuan hukum yang dilakukan para mujtahid, baik para mujtahid mustambith maupun muthabiq. Dilihat dari sudut kebahasaan kata syariah berarti jalan tempat keluarnya air minum. Kemudian bangsa Arab menggunakan kata ini untuk konotasi jalan lurus. Dan pada saat dipakai dalam pembahasan hukum menjadi bermakna segala sesuatu yang di syariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Sebagai jalan lurus untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

2.4 Pengertian Akhlak Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab, akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang artinya budi pekerti, peringai, tingkah laku, atau tabiat. Kata ini berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Derivasinya ialah kata khaliq artinya pencipta, makhluq yang artinya yang di ciptakan, dan khalq artinya penciptaan. Secara terminologis, ada beberapa definisi tentang akhak, antara lain:

1.Menurut Ibrahim Anis

Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah perbuatan-perbuatan, baik atau buruk tanpa memerlukan pemikiran dan perimbangan.

2. Menurut Abdul Al-Karim Zaidan Akhlak adalah kumpulan nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian terus melakukan atau meninggalkannya.

Kedua definisi tersebut diatas, sepakat menyatakan bahwa akhlak atau khuluq adalah sifat yang tertanam dalam sifat manusia, sehingga ia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan adanya dorongan dari luar dirinya. Selain definisi diatas, Al-Hufi memberikan definisi yang cukup singkat dengan mengatakan bahwa akhlak adalah suatu kebiasaan (yang dilakukan) dengan kehendak/maksud, atau kehendak/keinginan yang berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan, yang tertuju untuk berbuat baik atau buruk.

Disamping istilah akhlak, juga dikenal istilah etika dan moral.Ketiga istilah ini sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaanya terletak pada standar masing-masing. Akhlak standarnya adalah al-quran dan hadist nabi, etika standarnya pertimbangan akal pikiran, dan moral standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat. . 2.5 Madzhab Akhlak

Para pakar akhlak sejak dahulu tidak sependapat dalam persoalan sumber yang mendorong munculnya akhlak atau ukuran untuk menentukan baik dan buruk, sehingga memunculkan beberapa madzhab atau pendapat, yang masing-masing tidak pernah lepas dari kritik.

1. Adat Istiadat

Setiap suku bangsa mempunyai adat istiadat atau aturan-atran yang diharapkan munculnya kenaikan jika diikuti, sehingga mereka mendidik anak-

anak mereka untuk tunduk pada adat itu, dan menghukum mereka jika melanggarnya.

Sebagian pakar berpendapat bahwa adat istiadat inilah yang menjadi parameter akhlak atau sebagai ukuran baik dan buruk. Parameter ini tidak ada kepastian karena tidak memiliki akar yang kuat, sebab adat istiadat bisa berubah-ubah sejalan dengan perubahan situasi dan masa. Selain itu kadangkala apa yang diperkenankan oleh adat ternyata ditentang oleh akal dan bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Misalnya pada zaman jahiliyah, minim minuman keras dibenarkan oleh adat tetapi setelah Islam datang hal itu dilarang, demikian pula dengan perbudakan yang merupakan adat istiadat bagi umat-umat terdahulu, kini hal itu dientang oleh hampir semua bangsa.

Jadi, menjadikan adat istiadat sebagai parameter akhlak merupakan sikap

yang kaku serta menghambatbkemajuan karena tidak bisa menerima pendapat-pendapat yang baru. Disamping itu, kemajuan akan bisa tercapai bila ada golongan yang suka menunjukan kesalahan kaumnya, mempunyai keberanian untuk menyalahi adat istiadat dan mengajak kearah kebenaran, meskipun semula mereka menghadapi penderitaan, tetapi akhirnya akan tersebarlah buah pikirannya dan banyak pengikutnya, sehingga barang baru yang benar akan menempati barang lama yang salah.

2. Manfaat Materi (material benefit)

Sebagian pakar berpendapat bahwa manfaat materi adalah sebagai dari parameter akhlak. Menurut mereka perbuatan-perbuatan yang mendatangkan keuntungan materi bagi masarakat dianggap sebagai akhlak yang terpuji. Oleh karena itu mereka menolak parameter kejiwaan yang dianggap sebagai masalah individu dan tidak bisa dijadikan sebagai ukuran umum bagi semua orang.

Pendapat ini sangat berbahaya bagi terjalinnya hubungan kemasyarakatan, baik antar individu, individu dengan masyarakat, bahkan antar masyarakat. Bila keuntungan materi yang dijadikan sebagai parameter, maka akn muncul sikap egois, kejahatan, penipuan, sikap oportunis, dan mengabaikan kebaikan bagi orang lain.

3. Hedonisme/Kesenangan Setelah ahli-ahli filsafat menyelidiki ukuran baik dan buruk secara ilmu pengetahuan, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa ukuran itu ialah bahagia. Bahagia adalah tujuan akhir dari hidup manusia. Mereka mengartikan bahwa bahagia dengan kelezatan dan sepi dari penderitaan. Kelezatan bagi mereka ialah ukuran perbuatan, maka perbuatan yang mendatangkan kelezatan ianggap baik, sebaliknya yang mendatangkan penderitaan dianggap buruk. Pengikut madzhab ini dibagi menjadi dua, yaitu:a. Egoistic Hedonism: Menyatakan bahwa manusia itu hendaknya mencari sebesar-besarnya kelezatan untuk dirinya sendiri. Tokoh yang paling besar dari madzhab ini adalah Epicurus (341-270 SM), seorang filosof Yunani. Mdzhab ini memiliki kelemahan, yaitu pengikutnya menjadi orang yang angkuh, tidak melihat dalam segala perbuatannya kecuali dirinya sendiri dan ia tidak peduli apakah perbuatannya kan orang-orang mendapatkan manfaat ataun kerugian.b. Universalistic Hedonism: Menghendaki agar umat manusia itu mecari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesame manusia, bahkan segala makhluk yang berperasaan. Menurut mereka, keutamaan itu disebut keutamaan bila mendatangkan kelezatan yang lebih besar dari penderitaannya, ia juga dianggap keutamaan meskipun mendatangkan penderitaan bagi pelakunya, sebaliknya kejelekan dianggap jelek bila penderitaannya lebih besar dari kelezatannya.

Mereka juga berpendapat bahwa kebahagiaan yang mereka maksud ialah kebahagiaan lahir dan batin, dan klezatan yang mereka maksud ialah kelezatan akal dan badan meskipun sebagian berkata bahwa kelezatan akal lebih utama dari kelezatan badan. 4. Intuisi Madzhab ini berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan instinc batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan selintas pandang. Dalam menilai baik buruknya suatu perbuatan kita tidak melihag dari akibatnya yang berupa kelezatan atau penderitaaan seperi Hedonism, tetapi dengan instinc kita bisa menilainya tanpa melihat akibatnya. Maka keutamaan madzhab ini ialah universalitas penilaian terhadap baik dan buruk tanpa terikat oleh dimensi waktu dan tempat, dan tanpa melihat pula pada akibat yang didatangkan oleh perbuatan itu. Selain itu, intuisi juga membutuhkan adanya pembentukan dan pendidikan, sebab sering kali ia dipengaruhi oleh nafsu dan kepentingan khusus, selain juga terpengaruh oleh lingkungan, zaman, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Maka dari itu, jika seseorang terdidik dengan pendidikan agama yang baik ia akan mampu menguasai hawa nafsunya, dan jika tidak maka hawa nafsu justru menguasai mereka. 5. Moderat Madzhab ini paling banyak tersebar dan diikuti, dan banyak pula pengaruhnya para peneliti dan pelajar.Sejak Aristoteles meletakkan ukuran/parameter akhla dengan mengatakan bahwa prinsip kemuliaan ialah pertengahan diantara dua sisi. Aristoteles berkata : Sesungguhnya pertengahan sesuatu ialah titik yang jauhnya sama antara dua sisinya, dan itulah satu-satunya titik yang ada dalam segala kondisi/keadaan. Bagi manusia moderat ialah sesuatu yang tidak dicela karena kekurangan atau kelebihan. Madzhab ini banyak dianut oleh para filosof Muslim, penyebabnya ialah karena moderasi adalah sifat yang terpuji menurut Islam dan juga dipuji oleh semua orang sebab hal itu menunjukkan pada sikap bijak dan jauh dari sikap berlebihan. Imam al-Ghazali misalnya, berpendapt bahwa pusat dari akhlak dan sumbernya ialah kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan kesucian. Maksud dari kebijaksanaan ialah kondisi kejiwaan yang dengannya bisa diketahui kebenaran dan kesalahan dalam semua perbuatan sukarela. Keadilan ialah kondisi kejiwaan dan kekuatan yang bisa mengendalikan marah dan nafsu untuk dibawa ke sikap yang bijaksana. Keberanian ialah menundukkan kemauan untuk marah pada kemauan akal, baik unt uk menggunakannya atau mencegahnya,. Sedang Kesucian ialah mendidik dorongan nafsu dengan pendidikan akal dan syara.

Dari keempat kemuliaan akhlak ini kemudian muncul semua akhlak yang baik dan terpuji, dan hanya Rasulullah SAW orang yang telah mencapai kesempurnaan akhlak.2.6 Sumber Akhlak Menurut Islam

Yang dimaksud sumber akhlak ialah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana karakteristik keseluruhan ajaran Islam, maka sumber akhlak adalah al-Quran dan Sunnah, dan bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik dan buruk atu terpuji dan tercela,semata-mata karena syara (al-Quran dan Sunnah) menilainya demikian. Adapun pandangan masyarakat bisa saja dijadikan ukuran untuk menilai baik buruk, tetapi sangat relatif , tergantung sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat dan kebersihan pikiran mereka dapat terjaga. Masyarakat yang hati nuraninya sudah tertutup dan akal pikirannya sudah dikotori oleh sikap dan perilaku yang tidak terpuji, tentu tidak bisa dijadikan ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang baiklah yang bisa dijadikan ukuran.

Dari uraian diatas jelas bahwa ukuran yang pasti (tidak spekulatif), obyektif dan universal untuk menentukan baik dan buruk hanyalah al-Quran dan Sunnah Nabi SAW dan bukan yang lain-lain.BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Akidah berasal dari bahasa Arab aqidah yang bentuk jamaknya adalah

aqaid dan berarti faith, belief (keyakinan, kepercayaan); sedang menurut Louis Maluf ialah ma uqidah alayh al-qalb wa al-dhamir yang artinya sesuatu yang mengikat hati dan perasaan. Dari etimologi diatas bisa diketahui bahwa yang di maksud dengan akidah ialah keyakinan atau keimanan ; dan hal itu diistilahkan sebagai akidah karena ia mengikatkan hati seseorang kepada sesuatu yang di yakini atau di imaninya dan ikatan tersebut tidak boleh di lepaskan selama hidupnya. Inilah makna asal akidah yang merupakan derivasi dari kata aqada-yaqidu-aqdan yang artinya mengikat.Sedangkansyariah berarti jalan tempat keluarnya air minum. Kemudian bangsa Arab menggunakan kata ini untuk konotasi jalan lurus. Dan pada saat dipakai dalam pembahasan hukum menjadi bermakna segala sesuatu yang di syariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Sebagai jalan lurus untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab, akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang artinya budi pekerti, peringai, tingkah laku, atau tabiat. Kata ini berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Derivasinya ialah kata khaliq artinya pencipta, makhluq yang artinya yang di ciptakan, dan khalq artinya penciptaan. Akhlak memiliki beberapa madzhab, diantaranya:1. Adat Istiadat2. Manfaat Materi3. Hedonisme/Kesenangan4. Intuisi5. ModeratAkhlak hanyalah bersumber dari al-Quran dan Sunnah Nabi SAW, dan orang yang mempunyai kesempurnaan akhlak hanyalah Nabi Muhammad SAW.

3.2 Saran

Kita sebagai umat muslim seharusnya menjalani kehidupan dengan

melibatkan akidah, syariah, dan akhlak. Karena tanpa ketiganya hidup kita

akan berguna, layaknya mobil yang tidak ada pengendaranya. Dan kita

hidup haruslah sejalan dengan ketiganya.DAFTAR PUSTAKA

Studi Islam IAIN Sunan-Ampel Surabaya. Pengantar Studi Islam. IAIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya: 2004Fazlur Rahman. Islam. Pustaka. Bandung: 1984 Hans Wahr, ADictionary of Modern Wrien Arabic : Arabic-English (Wiesbaden : Otto Harrassowitz, 1971), hal 628.

Louis Maluf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-Alam(Beirut : Dar al-Masyriq, 1975), cet. Ke26, hal 519.

Ibid., hal.66.

Mahmud Syaltut, Op.Cit, hal.23-24.

Masyfuk Zuhdi, Op.Cit. hal,6.

Jamaluddin bin Muhammad al-Afriqi, Lisan al-Arab,(Beirut: Dar al-Shadir,tth),jld.VIII,hal,11.

Muhammad Faruq Nabhan, al-Madkhal li-Tasyri al-Islami (Beirut: Dar al-Qalam,1981), hal.11.

Al hufi, Op.Cit, hal. 13-14.

Ahmad Amin, Op.Cit, hal. 90.

i