makalah penghantar fiqih "sejarah perkembangan fiqih dimasa rosulullah, shohabat dan...
DESCRIPTION
SEKLOAH TINGGI ISLAM MA'HAD ALYBABAKAN CIWARINGIN CIREBONTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ilmu fiqih adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting kedudukannya dalam
kehidupan umat islam. Fiqih termasuk ilmu yang muncul pada masa awal berkembang agama
islam. Secara esensial, fiqih sudah ada pada masa Nabi SAW, walaupun belum menjadi
sebuah disiplin ilmu tersendiri. Karena Semua persoalan keagamaan yang muncul waktu itu,
langsung ditanyakan kepada Nabi SAW. Maka seketika itu solusi permasalahan bisa terobati,
dengan bersumber pada Al Qur’an sebagai al wahyu al matlu dan sunnah sebagai alwahyu
ghoiru matlu. Baru sepeninggal Nabi SAW, ilmu fiqh ini mulai muncul, seiring dengan
timbulnya permasalahan-permasalahan yang muncul dan membutuhkan sebuah hukum
melalui jalan istimbat.
Generasi penerus Nabi Muhammad SAW tidak hanya berhenti pada masa
khulafa’urrosyidin, namun masih diteruskan oleh para tabi’in dan ulama’ sholihin hingga
sampai pada zaman kita sekarang ini. Perkembangan ilmu fiqih, bisa kita kualifikasikan
secara periodik sesuai dengan kesepakatan para ulama. Yaitu ada empat, diantaranya :
Pertama adalah masa kemunculan dan pembentuakn dasar-dasar islam, perode ini mencakup
masa Nani SAW dan bisa juga disebut sebagai masa turunnya al qur’an atau wahyu. Kedua
adalah masa pembangunan dan penyempurnaan, pada periode ini mencakup masa sahabat dan
tabi’in hingga pertengahan qurun ke empat hijriyah. Yang ke tiga adalah masa taqlid dan
jumud, pada periode ini berkisar antara pertengahan abad ke empat hingga abad ke tiga belas
hijriyah. Keempat adalah masa kebangkitan, periode ini berkisar dari abad tiga belas hingga
sekarang.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Fiqih?
2. Bagaimana sejarah perkembangan fiqih pada masa Rosulullah, sahabat dan tabi’in?
3. Bagaimana metode sahabat dan tabi’in dalam mengenal hukum?
4. Apa saja keistimewaan fiqih pada masa sahabat dan tabi’in?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Fiqih
2. sejarah perkembangan fiqih pada masa Rosulullah, sahabat dan tabi’in.
3. Untuk mengetahui metode sahabat dan tabi’in dalam mengenal hukum.
4. Untuk mengetahui keistimewaan fiqih pada masa sahabat dan tabi’in.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Fiqih
Dilihat dari sudut bahasa, fiqih berasal dari kata faqaha yang berarti “memahami” dan
“mengerti”. Sedangkan menurut istilah (Syar’i) yang digunakan para ahli fiqih (fuqaha) fiqih
ialah ilmu yang berbicara (menerangkan) tentang hukum-hukum syar’i amali (praktis) yang
penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil yang
terperinci.
Secara definitif, fiqih berarti ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah
yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili. Dalam definisi ini fiqih diibaratkan
dengan ilmu karena fiqih itu tidak sama dengan ilmu seperti yang telah diterangkan Dosen
Pengampu yang menerangkan bahwa fiqih itu bersifat dhonni. Fiqih adalah apa yang dapat
dicapai oleh mujtahid dengan dhonnya ,
sedangkan ilmu tidak bersifat dhonni seperti fiqih. Namun karena dhonni ini kuat, maka ia
mendekati kepada ilmu.
2.2. Sejarah Perkembangan Fiqih Islam
Pertumbuhan fiqih atau Hukum Islam dari awal sampai sekarang dapat dibedakan menjadi
beberapa periode, Namun disini hanya akan kita bahas 3 priode saja yaitu
a) Priode Perkembangan Fiqih pada masa Rosulullah
Periode ini dimulai sejak diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi Nabi dan
Rasul sampai Nabi Muhammad SAW wafat. Periode ini sangat singkat sekali, hanya sekitar
23 tahun. Akan tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan ilmu fiqh. Masa
Rasulullah inilah yang mewariskan sejumlah nash-nash hukum baik dari Al-Qur’an maupun
Al-Sunnah, mewariskan prinsip-prinsip hukum islam baik yang tersurat dalam dalil-dalil kulli
maupun yang tersirat pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Periode Rasulullah ini dibagi menjadi dua masa yaitu : masa Mekkah dan masa
Madinah. Pada masa Mekkah, diarahkan untuk memperbaiki akidah, karena akidah yang
benar inilah yang menjadi pondasi dalam hidup. Oleh karena itu, dapat kita pahami apabila
Rasulullah pada masa itu memulai da’wahnya dengan mengubah keyakinan masyarakat yang
musyrik menuju masyarakat yang berakidah tauhid, membersihkan hati dan menghiasi diri
dengan Akhlakul Karimah, Masa Mekkah ini dimulai pada saat diangkatnya nabi Muhammad
SAW menjadi Rasul sampai beliau hijrah ke Madinah yaitu dalam waktu kurang lebih selama
12 tahun.
3
Setelah hijrah, barulah turun ayat-ayat yang mewahyukan perintah untuk melakukan
puasa, zakat dan haji diturunkan secara bertahap. Ayat-ayat ini diwahyukan ketika muncul
sebuah permasalahan, seperti kasus seorang wanita yang diceraikan secara sepihak oleh
suaminya, dan kemudian turun wahyu dalam surat Al-Mujadilah.
Pada zaman Rasulullah-pun ternyata Ijtihad itu dilakukan oleh Rasulullah dan juga
dilakukan oleh para sahabat, bahkan ada kesan Rasulullah mendorong para sahabatnya untuk
berijtihad seperti terbukti dari cara Rasulullah sering bermusyawarah dengan para sahabatnya
dan juga dari kasus Muadz bin Jabal yang diutus ke Yunan. Hanya saja Ijtihad pada zaman
Rasulullah ini tidak seluas pada zaman sesudah Rasulullah, karena banyak masalah-masalah
yang ditanyakan kepada Rasulullah kemudian langsung dijawab dan diselesaikan oleh
Rasulullah sendiri. Disamping itu Ijtihad para sahabat pun apabila salah, Rasulullah
mengembalikannya kepada yang benar. Seperti dalam kasus Ijtihad Amar bin Yasir yang
berjunub (hadast besar) yang kemudian berguling-guling dipasir untuk menghilangkan hadast
besarnya. Cara ini salah, kemudian Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang berjunub tidak
menemukan air cukup dengan tayamum.
Ijtihad Rasulullah dan pemberian izin kepada para sahabat untuk berijtihad
memberikan hikmah yang besar karena : ”Memberikan contoh bagaimana cara beristinbat
(penetapan hukum) dan memberi latihan kepada para sahabat bagaimana cara penarikan
hukum dari dalil-dalil yang kulli, agar para ahli hukum Islam (para Fuqaha) sesudah beliau
dengan potensi yang ada padanya bisa memecahkan masalah-masalah baru dengan
mengembalikannya kepada prinsip-prinsip yang ada dalam Al-Qur’am dan Al-Sunnah”
b) Priode Perkembangan Fiqih pada masa Shohabat
Periode sahabat ini dimulai dari wafatnya Rasulullah SAW sampai akhir abad
pertama hijrah. Pada masa sahabat, Islam telah menyebar luas misalnya ke negeri Persia, Irak,
Syam dan Mesir. Negara-negara tersebut telah memiliki kebudayaan yang tinggi, mempunyai
adat-adat kebiasaan tertentu, peraturan-peraturan dan ilmu pengetahuan. Bertemunya Islam
dengan kebudayaan di luar Jazirah Arab ini mendorong pertumbuhan Fiqh Islam pada
periode-periode selanjutnya. Bahkan juga mendorong ijtihad para sahabat. Seperti misalnya
kasus Usyuur (bea cukai barang-barang impor), kasus mualaf dan lain-lain pada zaman Umar
bin Khatab.
Adapun cara berijtihad para sahabat adalah pertama-tama dicari nash-nya dalam Al-
Qur’an, apabila tidak ada, dicari dalam Hadist, apabila tidak ditemukan baru berijtihad dengan
bermusyawarah di antara para sahabat. Inilah bentuk Ijtihad jama’i. Apabila mereka
bersepakat terjadilah ijma sahabat. Keputusan musyawarah ini kemudian menjadi pegangan
4
seluruh umat secara formal. Khalifah Umar bin Khatab misalnya mempunyai dua cara
musyawarah, yaitu : ”Musyawarah yang bersifat khusus dan musyawarah yang bersifat
umum”. Musyawarah yang bersifat khusus beranggotakan para sahabat Muhajirin dan
Anshor, yang bertugas memusyawarahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
kebijaksanaan pemerintah. Adapun musyawarah yang bersifat umu dihadiri oleh seluruh
penduduk Madinah yang dikumpulkan di Mesjid, yaitu apabila ada masalah yang sangat
penting.
Walaupun demikian tidaklah menutupi kemungkinan adanya ijtihad para sahabat
dalam masalah-masalah yang sifatnya pribadi, tidak berkaitan secara langsung dengan
kemaslahatan umum. Mereka menanyakan masalahnya kepada salah seorang sahabat Nabi
dan diberikan jawabannya. Dalam masalah-masalah ijtihadnya termasuk dalam hal-hal yang
belum ada nash-nya para sahabat berijtihad. Metode yang digunakan pada masa sahabat
dalam berijtihad melalui beberapa cara diantaranya :
1. Dengan semata pemahaman lafaz yaitu memahami maksud yang terkandung dalam
lahir lafaz. Umpamanya bagaimana hukum membakar harta anak yatim. Ketentuan
yang jelas dalam Al Quran hanya larangan memakan harta anak yatim secara aniaya,
sedangkan hukum membakarnya tidak ada. Karena semua orang itu tahu bahwa
membakar dan memakan harta itu sama dalam hal mengurangi atau menghilangkan
harta anak yatim, maka keduanya juga sama hukumnya yaitu haram. Cara ini
kemudian disebut penggunaan metode mafhum.
2. Dengan cara memahami alasan atau illat yang terdapat dalam suatu kasus (kejadian)
yang baru, kemudian menghubungkannya kepada dalil nash yang memiliki alasan atau
illat yang sama dengan kasus tersebut. Cara ini kemudian disebut metode qiyas.
Jadi, pada masa sahabat ini sudah ada tiga sumber hukum yaitu Al-Qur’an, Alsunnah
dan Ijtihad sahabat. Ijtihad terjadi dengan ijtihad jama’i dalam masalah-masalah yang
berkaitan dengan kemaslahatan umum dan dengan ijtihad fardhi dalam hal-hal yang bersifat
pribadi. Untuk bentuk ijtihad fardhi, ada kemungkinan terjadi perbedaan pendapat dikalangan
para sahabat, disebabkan :
Tidak semua ayat Al-Qur’an dan Sunnah itu qath’i dalalahnya atau penunjukkannya.
Hadist belum terkumpul dalam satu kitab dan tidak semua sahabat hafal hadist.
Lingkungan di mana para sahabat berdomisili tidaklah sama, keperluan-keperluannya
berbeda dan penerapan juga berlainan
5
Ada 3 keistimewaan yang menonjol pada masa Khulafaur Rasyidin, yaitu:
Kodifikasi ayat-ayat al-Qur’an serta menyebarkannya yang dimaksudkan untuk
mempersatukan umat Islam dalam satu wajah tentang bacaan al-Qur’an agar tidak ada
perbedaan yang berakibat perpecahan.
Pertumbuhan tasyri’ dengan ra’yu sebagai motivasi besar terhadap para fuqaha untuk
menggunakan rasio sebagai sumber ketiga yaitu qiyas.
Pengaturan peradilan.
Adapun peninggalan-peninggalan masa sahabat yang ada hubungannya dengan fiqih ialah:
1. Penjelasan-penjelasan yang bersifat yuridis terhadap nash-nash hukum al-qur’an dan
as-sunah. Penjelasan-penjelasan yang demikian itu terjadi ketika sahabat membahas
nash-nash hukum untuk di terapkan kepada kejadian-kejadian lalu timbul pendapat-
pendapat tentang pengertian dan maksud sebenarnya dari nash-nash. Dalam
melahirkan pendapat-pendapat itu mereka bersandar pada bakat serta kemampuan
mereka dalam bidang bahasa , pada bakat serta kemampuan mereka dalam penetapan
hukum dan pada pengetahuan mereka, tentang hikmah diturunkannya syari’at serta
sebab –sebab turunnya al;qur’andan di datangkannya al-hadits. Dari kumpulan
pendapat-pendapat itu terbentuklah syarah atau penjelasan yang bersifat yuridis
terhadap nash-nash hukum, Penjelasan tersebut dianggap sebagai landasan terpercaya
dalam menafsirkan nash-nash tersebut dan untuk menjelaskan keumumannya dan nash
serta cara-cara penerapannya.
2. Fatwa-fatwa hasil ijtihad yang di berikan oleh tokoh-tokoh sahabat, terhadap kejadian-
kejadian yang tidak ada nashnya. Cara mujtahid dikalangan sahabat itu apabila tidak
mendapatkan nash dalan al-qur’an atau as-sunah tentang hukum sesuatu kejadian yang
diajukan. Mereka berijtihad untuk menemukan hukum dengan berbagai jalan istinbath.
3. Terpecahnya umat menjadi 3 golongan yaitu Khawarij, Syiah, dan Jumhur Muslimin
atau Ahlu Sunnah Wal Jamaah
6
c) Priode Perkembangan Fiqih pada masa Tabi’in
Periode Tabi’in dimulai setelah lepas kekuasaan Ali sebagai khalifah dan kemudian
tampuk kekuasaan dipegang oleh pemerintahan Muawiyah bin Abi Sofyan yang berakhir pada
awal abad 2 H, seiring dengan berakhirnya dinasti Umayah. Tokoh-tokoh fiqh pada masa ini
adalah murid-murid dari sahabat Nabi seperti yang telah disebutkan diatas.
Pada periode ini, metode penggalian hukum bertambah banyak, baik corak maupun
ragamnya. Dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbat hukum dan teknis
penerapannya. Sebagai contoh Imam Abu Hanifah dalam memutuskan perkara membatasi
ijtihadnya dengan menggunakan al-Quran, Hadis, fatwa-fatwa sahabat yang telah disepakati
dan berijtihad dengan menggunakan penalarannya sendiri, seperti istihsan. Abu Hanifah tidak
mau menggunakan fatwa ulama pada zamannya. Sebab ia berpandangan bahwa mereka
sederajat dengan dirinya. Imam Maliki – setelah al-Quran dan Hadits - lebih banyak
menggunakan amal (tradisi) ahli madinah dalam memutuskan hukum, dan maslahah
mursalah. Demikian pula imam-imam yang lain.
Pada periode inilah ilmu Ushul Fiqih dibukukan. Ulama pertama yang merintis
pembukuan ilmu ini adalah Imam Syafi’i, ilmuan berkebangsaan Quraish. Ia memulai
menyusun metode-metode penggalian hukum Islam, sumber-sumbernya serta petunjuk-
petunjuk Ushul Fiqh. Dalam penyusunannya ini, Imam Syafi’i bermodalkan peninggalan
hukum-hukum fiqih yang diwariskan oleh generasi pendahulunya, di samping juga rekaman
hasil diskusi antara berbagai aliran fiqih yang bermacam-macam, sehingga ia memperoleh
gambaran yang konkrit antara fiqih ahli Madinah dan fiqih ahli Irak.
Berbekal pengalaman beliau yang pernah “nyantri” kepada Imam Malik (ulama
Madinah), Imam Muhammad bin Hasan (ulama Irak dan salah seorang murid Abu Hanifah)
serta fiqih Makkah yang dipelajarinya ketika berdomisili di Makkah menjadikannya seorang
yang berwawasan luas, yang dengan kecerdasannya menyusun kaidah-kaidah yang
menjelaskan tentang ijtihad yang benar dan ijtihad yang salah. Kaidah-kaidah inilah yang di
kemudian hari dikenal dengan nama Ushul Fiqih. Oleh sebab itu Imam Syafi’i adalah orang
pertama yang membukukan ilmu Ushul Fiqih, yang diberi nama “al-Risalah”. Namun
demikian terdapat pula pendapat dari kalangan syiah yang mengatakan bahwa Imam
Muhammad Baqir adalah orang pertama yang membukukan ilmu Ushul Fiqih.
7
Peninggalan pada masa tabi’in diantaranya adalah :
Berkembangnya beberapa pusat studi Islam, menurut Manna' al-Qatthan telah melahirkan
dua tradisi besar dalam sejarah pemikiran Islam. Keduanya adalah tradisi pemikiran Ahlu
Ro’y dan tradisi pemikiran ahlul Hadits. Menurutnya, mereka yang tergolong Ahlu Ro’y
dalam menggali ajaran Islam banyak menggunakan rasio (akal). Sedangkan mereka yang
tergolong ahlul Hadits cenderung memarjinalkan peranan akal dan lebih mengedapankan
teks-teks suci dalam pengambilan keputusan agama (hlm. 289-290).
Perkembangan Fiqih sudah sampai pada titik sempurna pada masa ini.
Lahirnya ulama-ulama besar ahli fiqih dan ahli ilmu yang lain.
Madzhab fiqih pada masa ini sudah berkembang dan yang paling masyhur adalah 4
madzhab.
dibukukannya ilmu-ilmu penting dalam islam. Diantaranya,
Madzhab abu hanifah : kutub dzohir al Riwayah yang diriwayatkan dari oleh
Muhammad bin al Hasan dari Abu Yusuf dari imam Abu Hanifah, kemudian
dikumpulkan menjadi kitab al Kafi oleh al Hakim as Syahid.
Madzhab Imam Malik : al Mudawwanah yang diriwayatkan oleh Sahnun dari Ibnu
Qosim dari imam Malik.
Madzhab imam Syafi’i : kitab al Um yang diimlakkan oleh imam kepada muridnya
di Mesir.
Madzhab imam Ahmad : kitab al Jami’ al Kabir yang dikarang oleh Abu Bakar al
Khollal setelah mengumpulkannya dari para murid imam Ahmad.
Beberapa fenomena yang berkembang pada waktu itu, diantaranya :
Kaum muslimin terpecah menjadi beberapa firqah karena motif politik.
Ulama-ulama muslimin telah menyebar ke beberapa negara besar islam.
Tersiar riwayat hadist yang sebelumnya hal tiu dilarang dan belum dibukukan.
Terdapat manipulasi hadist karena motif politik
8
BAB III
KESIMPULAN
1. Dilihat dari sudut bahasa, fiqih berasal dari kata faqaha yang berarti “memahami” dan
“mengerti”. Sedangkan menurut istilah (Syar’i) yang digunakan para ahli fiqih (fuqaha)
fiqih ialah ilmu yang berbicara (menerangkan) tentang hukum-hukum syar’i amali
(praktis) yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap
dalil-dalil yang terperinci.
2. Pada masa Rosulullah SAW perkembangan fiqih terbagi menjadi 2 priode yaitu Periode
Makkah dan Priode Madinah, pada priode Makkah yang di tonjolkan adalah perbaikan
Akidah agar menjadi Pondasi hidup, sedangkan pada priode Madinah ini baru munculnya
perintah-perintah pondasi islam lainnya seperti perintah zakat, Puasa dan Haji
3. Pada masa Rosulullah Juga sudah terjadi Ijtihad, baik yang dilakukan oleh Rosulullah
sendiri ataupun dilakukan oleh para shohabat
4. Pada masa shohabat penyebaran Agama islam sangat luas sekali, perkembangan fiqih
Islampun sudah sangat banyak sekali dikarenakan bertemunya Islam dengan Adat
Istiadan diluar Jazirah Arab hingga mendorong terjadinya Ijtihad. Dalam melakukan
Ijtihad para shohabat melakukannya dengan 3 Cara yaitu :
a. Pemahaman lafad yaitu memahami maksud dan tujuan yang terkandung dalam
lahir lafad. Cara ini kemudian disebut penggunaan metode mafhum.
b. Dengan cara memahami alasan atau illat yang terdapat dalam suatu kasus
(kejadian) yang baru, kemudian menghubungkannya kepada dalil nash yang
memiliki alasan atau illat yang sama dengan kasus tersebut. Cara ini kemudian
disebut metode Qiyas
c. Dengan cara Musyawaroh untuk memutuskan Hukum, cara ini kemudian disebut
dengan Ijma’
5. Pada masa Tabi’in perkembangan Fiqih Islam sudah sampai pada titik sempurna dengan
di tandai lahirnya Ulama’-ulama’ besar, Berkembangnya Pusat Studi Islam serta di
bukukannya Ilmu penting dalam
9
DAFTAR PUSTAKA
Mudrika Blogs, April 2010, http://driexx.blogspot.com/2010/04/perkembangan-fiqih-pada-
masa-sahabat.html
Ibrahim Lubis, Mei 2012, http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/05/pengertian-
ilmu-fiqih.html
Wahyu Setiawan , Okt 2011 http://ilmukamu.wordpress.com/2011/10/11/sejarah-
perkembangan-fiqh-pada-masa-nabi-muhammad-saw/
Zheba Ulil, Maret 2013 http://zhebaulil.blogspot.com/2013/03/perkembangan-ushul-
fiqh-pada-masa.html
WIKIPEDIA http://id.wikipedia.org/wiki/Fikih