makalah penentuan struktur materi selesai
DESCRIPTION
Makalah Penentuan Struktur Materi SelesaiTRANSCRIPT
1
MATA KULIAH SINTESA ANORGANIK
JUDUL
PENENTUAN STRUKTUR MATERI
DISUSUN OLEH :
MARIDINA BR. SITEPU
MISKA LIKASINA TARIGAN
SUMAN SUSILO TURNIP
KIMIA NK’09
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2012
Penentuan Struktur Materi
2
BAB I
PENDAHULUAN
Awal mula penentuan struktur
Sintesis dan pemurnian bahan bukan tujuan final bagi kimiawan. Yang harus didefinisikan
adalah struktur bahan yang telah disintesis dan dimurnikan. Tahap ini kadang merupaka tahap
yang palin sukar. Harus diakui bahwa sampai paruh akhir abad ke-20, kimiawan tidak
dibekali dengan alat yang cukup untuk mengataso kesukaran ini. Beberapa kimiawan
mengusulkan struktur yang tidak tepat bahkan untuk beberapa tahun. Namun, situasinya
berubah drastis sejak dikembangkan berbagai teknik spektroskopi. NMR (Nuclear magnetic
resonance) khususnya adalah metoda yang sangat unggul dibanding metoda-metoda yang
lain. Untuk padatan kristalin, analisis kristalografi sinar-X terbukti sangat bermanfaat.
Sebelum dikenalkan teknik spektroskopi, yakni sampai paruh pertama abad 20, penentuan
struktur senyawa organik didasarkan atas perbandingan dengan senyawa yang strukturnya
telah diketahui. Bila semua sifat fisik dan kimia senyawa identik dengan senyawa yang telah
dideskripsikan di literatur, dapat disimpulkan bahwa senyawa yang sedang dipelajari identik
dengan snyawa yang strukturnya telah diketahui. Kriteria ini masih diadopsi hingga kini
walaupun perbandingan yang dilakukan mungkin berbeda.
Bila sifat fisik dan kimia senyawa yang diselidiki tidak tepat dengan senyawa apapun yang
sudah dikenal di literatur, besar kemungkinan senyawa ini adalah senyawa baru, belum
pernah disintesis atau belum pernah dilaporkan. Dalam kasus semacam ini, masalah baru
mungkin muncul. Bagaimana orang dapat menentukan struktur senyawa yang sama sekali
baru? Metoda penentuan struktur berubah drastis pada pertengahan abad 20. Metoda
tradisional, walaupun sederhana, sangat memakan waktu dan sukar dalam praktek: jadi,
pertama struktur senyawa yang baru disintesis diasumsikan, dan kemudian suatu rute tertentu
didesain untuk mengubah senyawa ini menjadi senyawa yang telah diketahui. Pengubahan itu
mungkin memerlukan beberapa tahap. Sepanjang perubahan struktur yang disebabkan oleh
tiap tahap teridentifikasi, pengubahan yang berhasil sampai senyawa yang diketahui
merupakan bukti struktur yang diasumsikan. Harus ditambahkan bahwa reaksi untuk
Penentuan Struktur Materi
3
pengubahan ini dipilih dari reaksi yang hanya melibatkan gugus fungsi dan bukan kerangka
molekulnya.
Kini penentuan struktur terutama dilakukan dengan metoda spektroskopik dan difraksi. Di
bab ini, pertama akan dibahas metoda penentuan struktur yang tersedia sebelum zaman
modern, baru setelah itu teknik modern didiskusikan. Harus ditambahkan kini tersedia
banyak metoda untuk menentukan struktur. Misalnya, perhitungan kimia kuantum mungkin
juga merupakan sumber informasi yang bermanfaat.
a. Uji titik leleh campuran
Sebelum pertengahan ada 20, prosedur utama dalam penentuan struktur senyawa organik
adalah untuk membuktikan bahwa senyawanya identik dengan senyawa yang telah diketahui.
Bukti ini terutama dicapai dengan uji titik leleh campuran (uji campuran). Metoda ini
didasarkan prinsip bahwa titik leleh padatan paling tinggi ketika padatan itu murni. Bila dua
sampel A dan B memiliki titik leleh yang sama, maka ditentukan titik leleh A murni, B murni
dan campuran sejumlah sama A dan B. Bila hasil ketiganya sama, terbukti bahwa A dan B
identik.
Dalam praktek, terdapat beberapa kerumitan. Titik leleh tidak selalu tajam, dan bahan
cenderung meleleh dalam rentang suhu tertentu. Jadi, tidak mudah untuk menyatakan apakah
dua titik leleh sama atau tidak. Namun, metoda dan teorinya sederhana dan jelas, dan telah
digunakan sebagai sarana identifikasi selama beberapa tahun.
b. Penggunaan turunan padatan
Bila sampelnya berwujud cairan atau gas, metoda titik leleh campuran tidak dapat digunakan.
Bila sampel gas atau cairan memiliki gugus fungsi yang reaktif, sampel ini dapat diubah
menjadi padatan yang mungkin menghasilkan kristal yang indah. Aldehida dan keton, yang
sangat penting dalam kimia organik, cenderung berupa cairan bila m assa molekulnya rendah.
Dalam kasus semacam ini senyawa ini biasanya diubah menjadi turunannya yang padat yang
lewbih mudah ditangani untuk penentuan struktur. Pereaksi yang dapat bereaksi dengan
aldehida dan keton,
misalnya hidroksilamin NH2OH ??hidrazin NH2NH2 dan fenilhidrazin C6H5NHNH2 ??
Sfenilhidrazin terkenal karena kimiawan Jerman Emil Fischer (1852-1919) menggunakannya
Penentuan Struktur Materi
4
dengan sukses dalam risetnya pada topik gula. Beberapa reaksi untuk mendapatkan kristal
turunannya diberikan di bawah ini.
CH3CHO + NH2OH –> CH3CH=NOH + H2O (13.1)
Asetaldehida Hidroksilamin asetaldoksim
(CH3)2C=O + C6H5NHNH2 –> (CH3)2C=NNH C6H5 + H2O (13.2)
aseton fenilhydrazin asetonfenilhidrazon
Senyawa turunan yang kristalin dapat digunakan untuk penentuan struktur senyawa yang
tidak diketahui. Prosedurnya sama dengan yang dibahas di atas
c. Perbandingan sifat fisik
Sifat fisik lain seperti titik didih, indeks bias, momen dipol, dan rotasi spesifik untuk senyawa
yang optik aktif dapat memberikan onformasi yang bermanfaat. Data semacam ini dapat
memberikan informasi pda sifat keseluruhan molekul. Kadang, sifat molekul keseluruhan
dapat merupakan jumlah dari berbagai kontribusi bagian-bagian senyawa. Dalam kasus sperti
ini, informasi pada bagian tertentu senyawa dapat diperoleh. Misalnya, penggunaan momen
dipol µ akan diberikan di bawah ini.
Momen dipol hasil perconaan untuk nitrobenzen (3,98 D) dan khlorobenzen (1,58 D), arah
momen dipolnya ditentukan dengan sifat elektronik gugus fungsi (misalnya
keelektronegatifan) (Gambar 13.1(a)). Dalam mendiskusikan momen dipol senyawa organik,
momen ikatan C-C dan C-H diasumsikan nol. Jadi momen senyawa-senyawa tadi ditentukan
terutama oleh momen ikatan gugus fungsinya.
Momen dipol dua isomer khloronitrobenzen adalah 2,50 D dan 3,40 D. Karena momen ikatan
telah diidentifikasi sebagai isomer para dan meta sebagaimana diperlihatkan pada Gambar
13.1 (b).
Penentuan Struktur Materi
5
Gambar 13.1 Momen dipol turunan benzen tersubstitusi. Perbandingan antara nilai yang
diamati dan yang dihitung jelas menunjukkan orientasi relatif substituennya.
d. Reaksi kualitatif
Penentuan struktur senyawa organik biasanya meliputi dua pendekatan. Sebaliknya,
informasi struktur secara kasar didapat dengan penentuan massa molekul, analisis unsur, dsb.
Demikian juga informasi jenis dan jumlah gugus fungsi juga harus didapatkan. Jadi,
informasi tentang molekul secaraa keseluruhan dan substituennya didapatkan secara seiring.
Sebelum perkembangan spektroskopi, identifikasi gugus fungsi bergantung terutama pada
kereaktifannya. Contoh khasnya adalah deteksi gugus karbonil (aldehida -CHO dan keton -
C=O) dengan menggunakan reaksi cermin perak dan uji Fehling.
Kini metoda seperti ini tidak pernah digunakan untuk mendeteksi aldehida di laboratorium
riset manapun. Namun, reaksi semacam ini masih sangat penting tujuan pendidikan. Lebih
lanjut, beberapa reaksi warna klasik masih digunakan. Contoh yang baik adalah reaksi
ninhidrin, yang bahkan sekarang pun masih sangat bermanfaat untuk analisis asam amino
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/struktur-material/awal-mula-
penentuan-struktur/
diakses hari senin, jam 10.48
BAB II
Penentuan Struktur Materi
6
PEMBAHASAN
1. Spektroskopi UV Dalam Penentuan Struktur Molekul
Untuk keperluan penentuan struktur, spektroskopi ultra violet memiliki kemampuan
untuk mengukur jumlah ikatan rangkap atau konyugasi aromatik didalam suatu molekul.
Daerah panjang gelombang dari spektrum ultra violet berkisar 200 - 400 nm. Penyerapan
sinar ultra violet oleh suatu molekul akan menghasilkan transisi diantara tingkat energi
elektronik molekul tersebut. Transisi tersebut terjadi pada orbital ikatan atau pasangan
elektron bebas dengan orbital anti ikatan. Sistem (gugus atom) yang menyebabkan terjadinya
absorbsi cahaya disebut kromofor. Transisi elektronik yang mungkin terjadi secara teoritis
diberikan pada gambar (Pavia et al, 2009).
2. X-RD (X-Ray Diffractions)
Sejarah Penemuan X-RD (X-Ray Diffractions)
Di akhir tahun 1895, Roentgen (Wilhelm Conrad Roentgen, Jerman, 1845-1923), seorang
profesor fisika dan rektor Universitas Wuerzburg di Jerman dengan sungguh-sungguh
melakukan penelitian tabung sinar katoda. Ia membungkus tabung dengan suatu kertas hitam
agar tidak terjadi kebocoran fotoluminesensi dari dalam tabung ke luar. Lalu ia membuat
Penentuan Struktur Materi
7
ruang penelitian menjadi gelap. Pada saat membangkitkan sinar katoda, ia mengamati sesuatu
yang di luar dugaan. Pelat fotoluminesensi yang ada di atas meja mulai berpendar di dalam
kegelapan. Walaupun dijauhkan dari tabung, pelat tersebut tetap berpendar. Dijauhkan
sampai lebih 1 m dari tabung, pelat masih tetap berpendar. Roentgen berpikir pasti ada jenis
radiasi baru yang belum diketahui terjadi di dalam tabung sinar katoda dan membuat pelat
fotoluminesensi berpendar. Radiasi ini disebut sinar-X yang maksudnya adalah radiasi yang
belum diketahui.
2.1. Teori Dasar
1. Sinar –X
Sinar-X adalah gelombang Elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0, 5-2, 5 A .
Sinar-X dihasilkan dari tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan logam sasaran. Oleh
karena itu, suatu tabung sinar-X harus mempunyai suatu sumber elektron, voltase tinggi, dan
logam sasaran. Selanjutnya elektron elektron yang ditumbukan ini mengalami pengurangan
kecepatan dengan cepat dan energinya diubah menjadi foton.
2. Difraksi sinar -X
Apabila suatu bahan dikenai sinar-X maka intensitas sinar-X yang ditransmisikan lebih kecil
dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh bahan dan juga
penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar yang dihantarkan
tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling
menguatkan karena fasenya sama.Berkas sinar-X yang saling menguatkan disebut sebagai
berkas difraksi. Persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan
merupakan berkas difraksi dikenal sebagai Hukum Bragg. Hukum Bragg menyatakan bahwa
perbedaan lintasan berkas difrasi sinar-X harus merupakan kelipatan panjang gelombang,
secara matematis dirumuskan:
nλ = dsinθ (2.7)
dengan n bilangan bulat 1, 2, 3 ...... adalah panjang gelombang sinar-X adalah jarak antar
bidang, dan θ adalah sudut difraksi. Keadaan ini membentuk pola interferensi yang saling
menguatkan untuk sudut-sudut yang memenuhi hukum Brag. Gejala ini dapat diamati pada
grafik hubungan antara intensitas spektrum karakteristik sebagai fungsi sudut 2θ. Untuk
menentukan sudut θ dalam kristal/anoda adalah sistem kristal/atom dan parameter atau arah
difraksi ditentukan oleh bentuk dan ukuran sel satuannya.
2.2. Komponen Dasar X-RD
Tiga komponen dasar dari X-RD yaitu; sumber sinar-X (X-Ray source), material contoh yang
diuji (specimen), detektor sinar-X (X-ray detector) (Sartono,2006).
Penentuan Struktur Materi
8
a. Sinar - X
1. 1. Prinsip Kerja Sinar-X
Sinar-X merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang mempunyai energi antara
200 eV–1 MeV dengan panjang gelombang antara 0,5–2,5 Ǻ. Panjang gelombangnya hampir
sama dengan jarak antara atom dalam kristal, menyebabkan sinar-X menjadi salah satu teknik
dalam analisa mineral (Suryanarayana dan Norton, 1998). Elektron-elektron pada atom akan
membiaskan berkas bidang yang tersusun secara periodik seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4. Difraksi sinar-X oleh atom-atom pada bidang atom paralel a dan a1 yang terpisah
oleh jarak d. Dianggap bahwa dua berkas sinar-X i1 dan i2 yang bersifat paralel,
monokromatik dan koheren dengan panjang gelombang λ datang pada bidang dengan sudut θ.
Jika kedua berkas sinar tersebut berturut-turut terdifraksi oleh M dan N menjadi i1’ dan i2’
yang masing-masing membentuk sudut θ terhadap bidang dan bersifat paralel, monokromatik
dan koheren, perbedaan panjang antara i1 – M – i1’ dengan i2 – N – i2’ adalah sama dengan n
kali panjang gelombang, maka persamaan difraksi dapat dituliskan sebagai berikut:
n λ = ON + NP atau
n λ = d sin θ + d sin θ = 2 d sin θ (1)
2. Pembangkitan Sinar-X
Sinar-X dihasilkan dari penembakan target (logam anoda) oleh electron berenergi tinggi yang
berasal dari hasil pemanasan filamen dari tabung sinar-X (Rontgen). Tabung sinar-X tersebut
terdiri atas empat komponen utama, yakni filamen (katoda) yang berperan sebagai sumber
Penentuan Struktur Materi
9
elektron, ruang vakum sebagai pembebas hambatan, target sebagai anoda, dan sumber
tegangan listrik.
Untuk dapat menghasilkan sinar-X dengan baik, maka logam yang digunakan sebagai target
harus memiliki titik leleh tinggi dengan nomor atom (Z) yang tinggi agar tumbukan lebih
efektif. Logam yang biasa digunakan sebagai target (anoda) adalah Cu, Cr, Fe, Co, Mo dan
Ag.
3. Karakteristik Sinar-X
Sinar-X dapat pula terbentuk melalui proses perpindahan elektron suatu atom dari tingkat
energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah. Adanya tingkat-tingkat energi
dalam atom dapat digunakan untuk menerangkan terjadinya spektrum sinar-X dari suatu atom
(Gambar 4). Sinar-X yang terbentuk melalui proses ini mempunyai energi yang sama dengan
selisih energi antara kedua tingkat energi elektron tersebut. Karena setiap jenis atom memiliki
tingkattingkat energi elektron yang berbeda-beda maka sinar-X yang terbentuk dari
proses ini disebut karakteristik Sinar-X.
Karakteristik Sinar-X terjadi karena elektron yang berada pada kulit K terionisasi sehingga
terpental keluar. Kekosongan kulit K ini segera diisi oleh elektron dari kulit diluarnya. Jika
kekosongan pada kulit K diisi oleh electron dari kulit L, maka akan dipancarkan karakteristik
Penentuan Struktur Materi
10
sinar-X Kα. Jika kekosongan itu diisi oleh elektron dari kulit M, maka akan dipancarkan
karakteristik Sinar-X Kβ dan seterusnya (Beck, 1977).
b. Material Uji (spesimen)
Sartono (2006), mengemukakan bahwa material uji (spesimen) dapat digunakan bubuk
(powder) biasanya 1 mg.
c. Detektor
Sebelum sinar-X sampai ke detektor melalui proses optik. Sinar-X yang panjang
gelombangnya λ dengan intensitas I mengalami refleksi dan menghasilkan sudut difraksi 2θ
(Sartono, 2006). Jalannya sinar-X diperlihatkan oleh gambar 5 berturut-turut sebagai berikut :
(1) Sumber sinar-X (2) Celah soller (3) Celah penyebar (4) Spesimen (5) Celah anti
menyebar (6) Celah penerima (7) Celah soller dan (8) Detektor.
Skema dan Prinsip Kerja Alat Difraksi Sinar-X (X-RD)
Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin adalah
metode difraksi sinar-X serbuk (X- ray powder diffraction) seperti terlihat pada Gambar 6.
Sampel berupa serbuk padatan kristalin yang memiliki ukuran kecil dengan diameter butiran
kristalnya sekitar 10-7 – 10-4 m ditempatkan pada suatu plat kaca. Sinar-X diperoleh dari
electron yang keluar dari filamen panas dalam keadaan vakum pada tegangan tinggi, dengan
kecepatan tinggi menumbuk permukaan logam, biasanya tembaga (Cu). Sinar-X tersebut
menembak sampel padatan kristalin, kemudian mendifraksikan sinar ke segala arah dengan
memenuhi Hukum Bragg. Detektor bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk
mendeteksi berkas sinar-X yang didifraksikan oleh sampel. Sampel serbuk atau padatan
Penentuan Struktur Materi
11
kristalin memiliki bidang-bidang kisi yang tersusun secara acak dengan berbagai
kemungkinan orientasi, begitu pula partikel-partikel kristal yang terdapat di dalamnya. Setiap
kumpulan bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi sudut tertentu, sehingga
difraksi sinar-X memenuhi Hukum Bragg :
n λ = 2 d sin θ
dengan ; n : orde difraksi ( 1,2,3,…)
λ : Panjang sinar-X
d : Jarak kisi
θ : Sudut difraksi
Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital. Rekaman data
analog berupa grafik garis-garis yang terekam per menit sinkron, dengan detektor dalam
sudut 2θ per menit, sehingga sumbu-x setara dengan sudut 2θ. Sedangkan rekaman digital
menginformasikan intensitas sinar-X terhadap jumlah intensitas cahaya per detik. Pola
difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak-puncak difraksi dengan intensitas relatif
bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak-puncak
tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada, dan distribusinya di dalam sel
satuan material tersebut. Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas, yang bergantung
pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-X yang digunakan. Dengan
demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu padatan
kristalin yang berbeda (Warren, 1969).
3. Spektroskopi Uv - Vis
Spektroskopi ultraviolet (UV) dan sinar tampak (VIS) dibahas bersama karena sering
kedua pengukuran dilakukan pada waktu yang sama. Spektroskopi UV-VIS berkaitan dengan
proses berenergi tinggi yakni transisi elektron dalam molekul, informasi yang didapat
Penentuan Struktur Materi
12
cenderung untuk molekul keseluruhan bukan bagian-bagian molekulnya. Metoda ini sangat
sensitif sehingga cocok untuk tujuan analisis.
Dasar spektroskopi UV-VIS adalah serapan cahaya. Bila cahaya jatuh pada senyawa,
maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul
senyawa tersebut. Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum UV-VIS tergantung
pada struktur elektronik dari molekul. Spektra UV-VIS dari senyawa organik berkaitan erat
dengan transisi diantara tingkatan tenaga elektronik. Oleh sebab itu, serapan radiasi UV-VIS
sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Keuntungan dari serapan ultraviolet yaitu
gugus-gugus karakteristik dapat dikenal dalam molekul-molekul yang sangat kompleks.
Panjang gelombang cahaya UV-VIS jauh lebih pendek daripada panjang gelombang
radiasi inframerah. Spektrum sinar tampak terentang dari sekitar 400 nm (ungu) sampai 750
nm (merah), sedangkan spektrum ultraviolet terentang dari 100 nm sampai 400 nm. Kuantitas
energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan panjang gelombang
radiasi yaitu :
∆E = h V = hc / λ
dengan : ∆E = energi yang diabsorpsi, dalam erg
h(Planck) = 6.6 x 1027 erg det-1
V = frekuensi, dalam Hz
c = kecepatan cahaya, 3 x 1010 cm/det
λ = panjang gelombang, dalam cm
Spektrum ultraviolet adalah suatu gambar antara panjang gelombang atau frekuensi
serapan lawan intensitas serapan (transmitasi atau absorbansi). Spektroskopi UV-VIS
digunakan untuk menentukan gugus kromofor yang terdapat dalam sampel.
Istilah kromofor digunakan untuk menyatakan gugus tak jenuh kovalen yang dapat
menyerap radiasi dalam daerah-daerah UV-VIS
Daerah UV yang paling banyak penggunaannya secara analitik mempunyai panjang
gelombang 200 - 380 nm dan disebut sebagai UV pendek (dekat). Sedangkan panjang
Penentuan Struktur Materi
13
gelombang daerah tampak (visible) berkisar antara 380 - 780 nm (Hardjono Sastrohamidjojo,
1991).
3.1. Penggunaan Spektra Serapan UV-VIS.
a. Menggunakan spektra UV-VIS untuk mengidentifikasi senyawa organik.
Panjang gelombang serapan maksimum (αmaks) tergantung pada keberadaan kromofor
(gugus penyerap sinar) pada suatu molekul. Sebagai contoh, telah diketahui fakta bahwa
ikatan rangkap dua karbon-karbon (contohnya dalam etena) mempunyai serapan maksimum
pada 171 nm. Dua ikatan ganda terkonjugasi dalam buta-1,3-diena mempunyai serapan
maksimum pada panjang gelombang yang lebih panjang dari 217 nm. Seperti diketahui
bahwa ikatan rangkap dua karbon-karbon (contohnya dalam etena) mempunyai serapan
maksimum pada 171 nm. Dua ikatan ganda terkonjugasi dalam buta-1,3-diena mempunyai
serapan maksimum pada panjang gelombang yang lebih panjang dari 217 nm. Dimana dua
puncak dalam spektrum etanal (mengandung ikatan rangkap dua karbon-oksigen) pada 180
dan 290 nm. Contoh yang sederhana jika dibandingkan puncak spektrum serapan UV-VIS
yang ada dengan daftar puncak yang telah diketahui, akan mudah untuk mendapatkan gambar
struktur molekul yang tidak diketahui.
Daftar puncak termasuk nilai absorptivitas molar telah diketahui. Contohnya (kembali
menggunakan ikatan rangkap dua karbon-oksigen), data menunjukan bahwa puncak pada 290
nm mempunyai absorptivitas molar hanya 15, bila dibandingkan dengan puncak pada 180 nm
yang mencapai 10000. Jika spektrum menunjukkan puncak yang sangat besar pada 180 nm,
dan puncak lain yang sangat kecil pada 290 nm, maka akan menambah keyakinan
interpretasi.
Lebih lanjut, spetroskopi UV-VIS sangat kuantitatif dan jumlah sinar yang diserap oleh
sampel diberikan oleh ungkapan hukum Lambert-Beer. Menurut hukum ini, absorbans
larutan sampel sebanding dengan panjang lintasan cahaya (d ) dan konsentrasi larutannya (c).
3.2. Menggunakan spektra serapan untuk menentukan konsentrasi.
a. Hukum Lambert-Beer
Penentuan Struktur Materi
14
Hukum Lambert – Beer digunakan untuk radiasi monokromatik, dimana absorbansi
sebanding dengan tebal medium (b) dan konsentrasi (c) senyawa yang mengabsorbsi. Hal ini
dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
A = a.b.c
Dimana a adalah faktor kesebandingan yang disebut absorptivitas. Besarnya dan
ukuran dari a tergantung pada satuan untuk b dan c. Untuk larutan dari senyawa yang
mengabsorpsi, b sering diberikan dalam centimeter dan c dalam gram per Liter. Maka
absorptivitas dalam satuan L.g-1.cm-1 .
b. Keterbatasan Hukum Lambert – Beer
Beberapa pengecualian ditemukan untuk menyamaratakan absorbansi sebagai garis lurus.
Di sisi lain, penyimpangan dari perbandingan langsung diantara absorbansi dan konsentrasi
ketika b adalah konstan sering kali ditemukan. Beberapa penyimpangan ini adalah dasar dan
menunjukkan keterbatasan yang nyata dari hukum ini.
c. Instrumentasi untuk Spektrofotometri
Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitan / absorbans
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap sederetan sampel pada
suatu panjang gelombang tunggal. Komponen utama dari spektrofotometer dapat dilihat pada
gambar sebagai berikut :
4. Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (H1- Nmr)
Spektroskopi UV digunakan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif molekul yang
mengandung gugus kromofor diena dan enon terkonjungasi. Spektroskopi Vis untuk analisa
kualitatif dan kuantitatif untuk senyawa berwarna atau dapat dibuat berwarna dengan suatu
agen pengompleks ( ligend ). Analisa kualitatif didasarkan pada maks sedangkan aspek
Penentuan Struktur Materi
15
kuantitatif dengan hukum Lambert-Beer. Selanjutnya spektroskopi IR memberikan informasi
tentang gugus fungsional utama. Untuk melengkapi informasi tentang bagian hidrokarbon
suatu molekul digunakan Spektroskopi Resonansi Magnet Inti ( Nuclear Magnetic Resonance
= NMR ).
1. Kedudukan Spin Inti
Banyak inti atom yang bersifat magnet bila berputar khususnya inti atom yang
mempunyai massa atau nomor atom ganjil seperti : 11 H, 1
2 H, 113 C, 7
14 N, 817 O, dan 9
19 F .
Panah vektor menyatakan
Momen magnetik nuklir
Gambar 3.1. Momen Magnet Inti
Bagian Hidrokarbon molekul organik mengandung Hidrogen dan karbon maka spektroskopi
NMR yang ada adalah spektroskopi proton (H1 NMR) dan spektroskopi C13 NMR.
2. Momen Magnet Inti
Bila medan magnet digunakan untuk mempengaruhi inti atom maka kedudukan spin
tenaganya menjadi berbeda karena inti adalah partikel yang bermuatan positif, sehingga
setiap inti yang berputar akan menghasilkan medan magnet. Inti mempunyai momen magnet
( ) yang dihasilkan oleh spinnya. Untuk hidrogen mempunyai dua spin yaitu arah jarum jam
( + ½ ) dan berlawanan jarum jam (- ½ ), dengan masing-masing momen magnet yang
keadaannya dituliskan sebagai berikut :
Arah medan magnet yang digunakan (Ho)
Penentuan Struktur Materi
+
16
Spin + ½ Spin – ½
Gambar 3.2. Kedudukan 2 spin proton
Kedudukan spin + ½ mempunyai tenaga yang rendah karena searah dengan medan magnet
yang diberikan ( Ho ), sedangkan spin – ½ mempunyai tenaga yang tinggi karena berlawanan
dengan ( Ho ). Keadaan ini dituliskan seperti kutub magnet berikut.
U U
S U akan berusaha
U S berputar menyearah
S S
S = + ½ S = - ½
Hingga pada penggunaan medan magnet kuat kedudukan spin dipecah ( split ) menjadi dua
kedudukan dengan tenaga yang tidak sama seperti gambar berikut.
- ½
E
- ½
Ho
Penentuan Struktur Materi
17
Tanpa Ho Dengan Ho
Gambar 3.3. Kedudukan spin proton dengan dan tanpa pengaruh Ho
Penyerapan tenaga gelombang radio pada fenomena Resonansi Magnet Inti terjadi
bila inti menyearahkan terhadap medan magnet yang digunakan untuk merubah orientasi spin
sebagai berikut :
- ½
hv
E
+ ½ Ho
Gambar 3. 4. Penyerapan tenaga gelombang radio pada RMI (Resonansi Magnet Inti) untuk
merubah arah spin + ½
Penyerapan tenaga adalah merupakan proses “quantized”, dimana tenaga yang diserap harus
sama dengan perbedaan tenaga antara dua kedudukan yang terlibat.
Ediserah = hv (Ekedudukan – ½ ) – (Ekedudukan + ½ )
Dalam praktek perbedaan tenaga (E) merupakan fungsi medan magnet ( Ho ) yang
digunakan, yaitu berbanding lurus.
E = f (Ho)
Besarnya E juga tergantung pada inti yang terlibat, karena setiap inti mempunyai perbedaan
massa dan muatan yang disebut perbandingan giro magnet () maka,
E = hv = f (Ho) ………………………………………. (3.1)
Karena momentum angular inti adalah “quantized” dalam satuan maka,
E = (
h2 π ) Ho = hv ………………………………….. (3.2)
Sehingga frekuensi gelombang radio yang diserap menjadi,
Penentuan Struktur Materi
18
V = (
γ2π ) Ho ……………………………………………. (3.3)
Frekuensi tergantung besarnya (Ho) karena () atom 1H adalah tetapan seperti tabel 3.1
berikut.
Tabel 3.1 Frekuensi dan kekuatan medan inti (H1) oleh RMI
Sekali lagi meskipun banyak inti yang dapat mengalami RMI namun kimiawan organik
tertarik untuk H1 dan C13. Karena C13 kelimpahannya kecil untuk karbon maka yang umum
digunakan Spektroskopi H1-NMR seperti yang dibahas pada BAB ini.
I.1 Mekanisme Serapan Resonansi
Untuk lebih mengerti transisi perubahan arah spin (+ ½ )maka digunakan analogi
permainan gasingan seperti gambar 3.4 berikut.
Gambar 3.4 Analogi gasingan untuk menjelaskan perubahan arah spin + ½ dan H1
Penentuan Struktur Materi
Kekuatan Medan (Ho) Gauss Frekuensi (ν ) MHz
10.000 42,6
14.100 60,0
23.500 100,0
51.480 220,0
19
Medan magnet ( Ho ) untuk gasingan dianalogikan gaya gravitasi dimana lambat laun
gasingan akan bergoyang “Wobble” atau precesi dan untuk spin akan merubah arah. Bila (Ho)
makin precesi akan lebih cepat ( frekuensi angular ).
Dari tabel 10 bila Ho yang digunakan 14.100 Gaus ν adalah 60 MHz. Proses serapan
gelombang radio dilukiskan seperti gambar 3.5 berikut.
Pergeseran Dan Perlinduingan Kimia
Spektroskopi H1-HMR sangat berguna karena tidak setiap proton dalam molekul
beresonansi pada frekuensi yang identik. Hal ini dikarenakan proton suatu molekul dikelilingi
elektron dengan lingkungan elektronik yang berbeda. Proton dilindungi oleh elektron yang
mengelilinginya, dan besarnya perlindungan tersebut tergantung pada kerapatan elektron
yang mengelilinginya.
Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti makin besar pula medan magnet yang
dihasilkan untuk melawan medan magnet yang digunakan. Karena setiap proton dalam
molekul mempunyai lingkungan kimia yang digunakan. Karena setiap proton dalam molekul
mempunyai lingkungan kimia yang berbeda maka akan mengakibatkan frekuensi resonansi
yang berbeda ( spesifik ).
Perbedaan frekuensi tersebut pada hakekatnya sangat kecil. Sebagai contoh antara
klorometan dan fluorometan hanya 72 Hz, bila (Ho) yang digunakan 14.100 Gauss padahal
untuk merubah spin proton digunakan frekuensi 60 MHz dengan demikian perbedaan di atas
sangat kecil. Namun demikian dilakukan suatu usaha yaitu dengan menggunakan senyawa
standar frekuensinya ditambahkan dalam senyawa yang akan diukur, sehingga frekuensi yang
dihasilkan adalah relatif terhadap standar.
Senyawa standar yang umum digunakan adalah Tetrametilsila (CH3)4Si atau TMS.
Senyawa ini digunakan sebagai standar karena proton metil jauh lebih terlindungi dibanding
senyawa orgnik lainnya. Bila suatu senyawa diukur frekuensi protonnya artinya adalah
berapa jauh ( Hz ) digeser dari proton TMS.
Bilangan pergeseran ( Hz ) dari TMS untuk suatu proton tergantung pada (Ho) yang
digunakan. Resonansi proton pada Ho 14.100 Gauss adalah sekitar 60 MHz, sedangkan pada
23.500 Gauss sekitar 100 MHz. Perbandingan frekuensi resonansi adalah sama seperti
perbandingan dua Ho yaitu :
Penentuan Struktur Materi
20
100 MHz60 MHz
=23 .500 Gauss14 .100 Gauss
=53
Artinya pada 100 MHz ( 23.500 Gauss ) pergeseran dari TMS adalah
53 lebih besar
dibanding jika proton tersebut diukur pada 60 MHz ( 14.100 Gauss). Hal ini tentu saja
membandingkan karena bila spektrometer berbeda maka akan diperoleh hasil yang berbeda
untuk proton yang sama.
Untuk mengatasi kebingungan ini digunakan parameter baru yang tidak tergantung
Ho. Dalam hal ini bilangan pergeseran diperoleh dengan cara membagi pergeseran dalam Hz
untuk satu proton yang diamati dengan frekuensi ( MHz ) dari spektrometer disebut
pergesrean kimia ( Chemical Shift ) dikenal dengan delta ().
=
pergeseran dalam Hzfrekuensi spektrometer (MHz)
Pergeseran kimia menyatakan bilangan dalam mana resonansi proton digeser dari TMS
dalam ppm ( parts per million ) terhadap frekuensi spektrometer yang dipakai. Harga suatu
proton tidak tergantung pada Ho yang digunakan. Sebagai contoh pada 60 MHz pergeseran
proton CH3Br adalah 162 MHz dari TMS, sedangkan pada 100 MHz adalah 270 MHz
keduanya akan mempunyai yang sama ( = 2,70 ).
=
162 Hz60 MHz
=270 Hz100 Hz
= 2,70
Pada skala ini untuk TMS didefinisikan tepat pada ( 0,00 ) dengan skala 0 – 10. Namun ada
juga yang menggunakan skala tou ( ) dimana = ( 10 - ). Spektra H1- NMR mencatat
skala 6 dari yang tinggi ke yang rendah dan biasanya telah tercatat dalam kertas spektrum
sebagai berikut :
12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1
-2 -1 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Penentuan Struktur Materi
21
arah pencatatan pergeseran kimia TMS
I.2 Keekivalenan Proton Dan Pemecahan Spin
I.2.1 Keekivalenan Proton
Seperti dijelaskan pada halaman di atas pergeseran kimia ditentukan berdasarkan
besaran dari TMS.
Dalam menentukan besaran maka perlu diketahui keeqivalenan proton, berarti harga
adalah sama. Kemudian bila makin terlindungi (shieldding) secara kualitatif harga akan
menuju TMS, sebaliknya bila suatu proton tidak terlindungi (deshieldding), harga menjauhi
TMS. Secara umum proton terikat dengan atom ( gugus ) yang elektronegativitasnya tinggi.
Sebagai perjanjian maka proton yang dekat TMS ditandai dengan huruf ( a ), (b), (c), (d)
dst.
Tabel 3.2 Ketergantungan molekul CH3-X pada elektronegativitas X
Senyawa CH3 – XElektronegativitas X
(Skala Pauling)
Harga proton CH3
(ppm)
CH3F 4,0 4,26
CH3 – OH 3,5 3,40
CH3-Cl 3,1 3,05
CH3-Br 2,8 2,68
CH3-I 2,5 2,16
CH3-H 2,1 0,23
(CH3)4-Si 1,8 0,00
Kerapatan elektron atau pengaruh induksi terhadap elektronegativitas juga
dipengaruhi oleh jumlah dan jarak substituen seperti tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Pengaruh jumlah dan jarak substituen terhadap
Proto yang akan ditentukan harga Besarnya harga
CH-Cl3 7,27
CH2-Cl2 5,30
CH3-Cl 3,05
CH2-Br 3,30
CH3-CH2-Br 1,69
Penentuan Struktur Materi
c d
22
CH3-(CH2)2-Br 1,25
Proton yang ekivalen adalah proton yang mempunyai kerapatan elektron yang identik hingga
kita dapat menentukan jumlah jenis atau tipe proton dan memperkirakan secara kualitatif
harga .
Contoh :
1. b
CH3 – CH – CH2 – Cl
a c
a CH3
a < b < c
2. CH3 – CH2 – O – CH2 – CH3
a b b a
a < b
3. CH3
a CH3 – C – OH
CH3 b
a < b, juga terdapat dua tipe proton yaitu ( a ) dengan 6H dan b dengan 1H.
Dengan demikian mudah untuk cincin benzena hanya terdapat satu tipe proton ( 6H ) dengan
yang spesifik yaitu sekitar ( 7 ).
I.2.2 Pemecahan Spin
Spektra H1-NMR adalah merupakan gambar puncak ( peak ) dari tiap tipe proton
dengran harga yang spesifik. Puncak yang ideal adalah berupa garis namun pada
prakteknya puncak yang kita peroleh dalam spektra H1-NMR adalah mendekati bentuk
segitiga ( Gauss ). Jumlah puncak yang muncul adalah berupa pemecahan spin dengan pola
( n + 1) dimana (n) adalah jumlah proton tetangga yang terikat langsung pada ( C ) yang
bertetangga dengan ( C-H ) yang protonnya akan ditentukan.
Contoh :
H3C b
a CH – CH2 – OH
H3C
Penentuan Struktur Materi
23
Proton ( d ) tidak mempunyai tetangga sehingga spin tak pecah ( tak splitting ) sehingga
hanya muncul satu puncak ( singlet ). Proton ( c ) mempunyai 1 tetangga hingga pecah
menjadi dua ( duplet ). Proton ( b ) mempunyai 8 tetangga hingga pecah jadi 9 ( multiplet )
dan proton ( a ) mempunyai 1 tetangga hingga pecah menjadi dua (duplet).
Ketinggian puncak adalah mengikuti pola segitiga pascal dan besarnya puncak
proporsional dengan banyaknya proton yang mengalami pemecahan tersebut. Pola segitiga
pascal adalah sebagai berikut :
Singlet 1
Doublet 1 1
Triplet 1 2 1
Quartet 1 3 3 1
Quintet 1 4 6 4 1
Sextet 1 5 10 10 5 1
Septet 1 6 15 20 15 6 1
Maka ketinggiannya adalah sebagai berikut :
Singlet Quartet
Doublet Quintet
Triplet Sextet
Sebagai contoh molekul 2-metil-1-propanol di atas secara kualitatif akan mempunyai spektra
H1-NMR sebagai berikut :
Penentuan Struktur Materi
24
a
d c b TMS
10 - 0
Walaupun proton ( a ) dan ( c ) sama-sama duplet namun luasan proton ( a ) lebih besar
karena jumlah protonnya lebih banyak ( 6h ). Walaupun penggambaran ini secara kualitatif
namun mutlak mengetahui urutan , jumlah tipe proton dan pemecahan spinnya agar dapat
digambarkan secara kualitatif dengan perbandingan proton ( H ) yang proporsional.
Dengan merangkai Hidrokarbon pada spektra H1-NMR sering cukup memuaskan untuk
menentukan struktur molekul organik yang rumus molekulnya telah diketahui walaupun
masih terbatas untuk molekul yang relatif sederhana.
Perbandingan empiris dari H secara otomatis ada yang tercatat secara integrasi seperti
spektra benzil asetat berikut.
Rumus struktur adalah :
O
CH2 – O – C – CH3
(c) (b) (a)
Perbandingan H adalah : 5 : 2 : 3.
Secara empiris perbandingan proton c : b : a adalah 55,5 : 22,0 : 32,5 bila dibagi bilangan
terkecil menjadi
55,522,0
: 22,022,0
: 32,522,5
= 2,52 : 1,00 : 1,48, untuk pembulatan maka perbandingan
menjadi 5 : 2 : 3.
Untuk peralatan yang lebih canggih maka perbandingan empiris dari proton ini telah
tercatat secara langsung seperti untuk spektra H1-NMR dari isopropanol sebagai berikut :
Penentuan Struktur Materi
25
a proton a : b : c = 6 : 1 : 1
H3C b c
CH – OH
CH3
a
Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dipahami 4 langkah untuk
menginterpretasi spektra H1-NMR sebagai berikut :
1. Jumlah sinyal
Menjelaskan ada berapa macam tipe proton yang terdapat dalam molekul.
2. Kedudukan sinyal
Menjelaskan kepada kita tentang lingkungan elektronik setiap tipe proton ( harga )
3. Intensitas sinyal
Menjelaskan perbandingan empiris dari tipe proton molekul
4. Pemecahan spin ( splitting )
Menjelaskan sebuah sinyal pecah menjadi berapa puncak aturan ( n + 1 ) dan ketinggian
menuruti pola segitiga Pascal sedangkan luasan puncak proporsional dengan jumlah
proton ( langkah 3 ).
I.3 Instrumentasi spektrometer NMR
Secara skematis komponen dasar RMI adalah sebagai berikut :
Penentuan Struktur Materi
26
Gambar 3.7 Skema komponen dasar spektrometer NMR
Hal yang sangat perlu diperhatikan khususnya dalam penanganan cuplikan adalah
dalam penggunaan pelarut. Pada prakteknya digunakan pelarut yang tidak mengandung
proton seperti CCl4, CDCl3, C2D6, dll agar tidak mengganggu pada interpretasi Hidrogen
sampel yang dianalisis.
Penyelesaian :
-log T = A
%T = 71,6, T =0,716
A = -log 0,716
= log 1/0,716
= log 1,3966
= 0,145
0,145 = a b c
a = 0,145/ 3x10-5 mol cm L-1
= 4666,666 L mol-1 cm-1
Dua puncak serapan ini disebabkan oleh promosi elektron dari pasangan bebas pada
oksigen ke orbital pi anti-ikatan; atau dari orbital pi ikatan ke orbital pi anti-ikatan. Etanal
menyerap lebih kuat pada 180 nm daripada 290 nm. (meskipun faktanya puncak serapan 180
nm berada di luar jangkauan sebagaian besar alat spektrometer).
Anda dapat melihat diagram spektra serapan yaitu plot antara absorptivitas pada
sumbu vertikal terhadap absorbansi. Akan tetapi, jika anda menggambarkan dan membuat
skalanya, anda tidak akan mendapatkan titik 290 nm. Titik tersebut hanyalah puncak yang
kecil dibandingkan pada 180 nm.
d. Menentukan konsentrasi dengan absorptivitas molar
Jika anda mengetahui absorptivitas larutan pada suatu panjang gelombang, dan anda
mengukur absorbansi larutan pada panjang gelombang itu, maka konsentrasi dapat dihitung
dengan mudah. Variabel lain dalam persamaan itu adalah panjang larutan. Variabel ini dapat
Penentuan Struktur Materi
27
ditentukan, kenyataannya, sel yang berisi larutan dapat dibuat dengan panjang yang telah
diketahui yaitu 1 cm.
e. Menentukan konsentrasi dengan kurva kalibrasi
Dengan cara ini anda tidak perlu bertumpu pada nilai absorptivitas molar, reliabilitas
hukum Beert-Lambert, bahkan dimensi sel larutan. Yang anda lakukan adalah membuat seri
larutan senyawa yang akan diamati – dengan konsentrasi yang akurat. Konsentrasi seri
larutan ini harus berada pada kisaran konsentrasi yang akan ditentukan lebih encer dan lebih
pekat dari konsentrasi yang diperkirakan. Dengan larutan yang berwarna hal ini tidak sulit.
Anda cukup membuat beberapa larutan dengan warna yang lebih terang dan lebih gelap.
Berdasarkan hukum Lambert-Beert, absorbansi sebanding dengan konsentrasi, dan
diharapkan anda akan mendapatkan garis lurus. Hal ini berlaku pada larutan encer, dan
kurang cocok pada larutan pekat, sehingga anda akan mendapatkan suatu kurva.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Sebelum dikenalkan teknik spektroskopi, yakni sampai paruh pertama abad 20, penentuan
struktur senyawa organik didasarkan atas perbandingan dengan senyawa yang strukturnya
telah diketahui. Bila semua sifat fisik dan kimia senyawa identik dengan senyawa yang telah
dideskripsikan di literatur, dapat disimpulkan bahwa senyawa yang sedang dipelajari identik
dengan snyawa yang strukturnya telah diketahui. Kriteria ini masih diadopsi hingga kini
walaupun perbandingan yang dilakukan mungkin berbeda.
2. Banyak metoda untuk menentukan struktur. Misalnya, perhitungan kimia kuantum
mungkin juga merupakan sumber informasi yang bermanfaat.
3. Untuk keperluan penentuan struktur, spektroskopi ultra violet memiliki kemampuan untuk
mengukur jumlah ikatan rangkap atau konyugasi aromatik didalam suatu molekul. Daerah
panjang gelombang dari spektrum ultra violet berkisar 200 - 400 nm. Penyerapan sinar ultra
violet oleh suatu molekul akan menghasilkan transisi diantara tingkat energi elektronik
molekul tersebut. Transisi tersebut terjadi pada orbital ikatan atau pasangan elektron bebas
dengan orbital anti ikatan.
Penentuan Struktur Materi
28
4. Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin adalah
metode difraksi sinar-X serbuk (X- ray powder diffraction).
5. Spektroskopi ultraviolet (UV) dan sinar tampak (VIS) dibahas bersama karena sering
kedua pengukuran dilakukan pada waktu yang sama. Spektroskopi UV-VIS berkaitan dengan
proses berenergi tinggi yakni transisi elektron dalam molekul, informasi yang didapat
cenderung untuk molekul keseluruhan bukan bagian-bagian molekulnya. Metoda ini sangat
sensitif sehingga cocok untuk tujuan analisis.
3.2. Saran
Semoga untuk penelitian selanjutnya ditemukan instrument yang lebih canggih dan efisien
untuk menentukan struktur materi.
DAFTAR PUSTAKA
Beck, 1977 . Principles af sconning Electron Microscopy, Jeol Hightech co., Ltd., Jepang.
Sartono, A.A., 2006. Difraksi sinar-X (X-RD). Tugas Akhir Matalailiah proyek
Laboratorium. Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. http://www.doitpoms.ac.uk /tlplib/
xray-diffraction/single crvstal.php.
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_dasar/struktur-material/awal-mula-
penentuan-struktur/ diakses hari senin, 02 Desember 2012 jam 10.48
Penentuan Struktur Materi