struktur komunitas gastropoda pada ...repository.ub.ac.id/4441/1/shilda maudika anjani.pdfselama...
TRANSCRIPT
STRUKTUR KOMUNITAS GASTROPODA PADA EKOSISTEM MANGROVE WONOREJO, KOTA SURABAYA
SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh:
SHILDA MAUDIKA ANJANI
NIM. 135080101111106
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
ii
STRUKTUR KOMUNITAS GASTROPODA PADA EKOSISTEM MANGROVE WONOREJO, KOTA SURABAYA
SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan Di Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
SHILDA MAUDIKA ANJANI NIM. 135080101111106
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
SKRIPSI
iii
iv
IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul : STRUKTUR KOMUNITAS GASTROPODA PADA
EKOSISTEM MANGROVE WONOREJO KOTA
SURABAYA
Nama Mahasiswa : SHILDA MAUDIKA ANJANI
NIM : 135080101111106
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : Dr. Ir. Mulyanto, M.Si
Pembimbing 2 : Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : Dr. Asus Maizar S. H., S.Pi, MP
Tanggal Ujian : 12 September 2017
v
PERNYATAAN ORISINALITAS Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, September 2017
Mahasiswa
Shilda Maudika Anjani
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam membantu kelancaran hingga penulisan laporan Skripsi ini
dapat terselesaikan.
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang telah meridhoi dan melancarkan
penelitian skripsi saya sampai selesai.
2. Bapak Dr. Ir. Mulyanto, M.Si selaku dosen pembimbing 1 yang telah banyak
memberikan bimbingan serta masukan dalam pembuatan laporan Skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS selaku dosen pembimbing 2 yang
telah banyak memberikan bimbingan serta masukan dalam pembuatan
laporan Skripsi ini.
4. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, nenek
dan kedua kakak saya yang telah memberikan dukungan dan doanya agar
selama menjalankan penelitian hingga mengerjakan laporan ini selesai selalu
diberi kelancaran.
5. Kepada FAM’13 (teman-teman MSP 2013) yang senantiasa mendukung dan
membantu untuk menyelesaikan laporan skripsi ini.
6. Kepada Hasti Parlitasari, Degita Febiola Firdaus, Khoirun Nisak
Wahyuningsih dan Yustina Matha Puspitasari yang selalu memberi
dukungan, doa serta waktunya untuk membantu saya menyelesaikan skripsi
ini.
Malang, September 2017
Penulis
vii
RINGKASAN
SHILDA MAUDIKA ANJANI, Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove Wonorejo Kota Surabaya, Jawa Timur. (di bawah bimbingan Dr. Ir. Mulyanto, M.Si dan Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS).
Kawasan mangrove merupakan hutan yang dapat ditemukan di
sepanjang pantai atau muara sungai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut. Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi organisme-organisme di sekitar mangrove. Salah satu kelompok invertebrata yang dapat hidup di ekosistem mangrove adalah kelompok moluska, yang jumlahnya didominasi oleh kelas gastropoda. Gastropoda dapat berasosiasi dengan ekosistem mangrove sebagai habitat, tempat memijah, tempat berlindung serta menyediakan makanan berupa bahan organik untuk menunjang pertumbuhan. Perlu adanya pengelolaan yang tepat bagi ekosistem mangrove beserta fauna asosiasinya. Perubahan kawasan hutan mangrove akan menimbulkan dampak bagi ekosistem mangrove itu sendiri serta biota-biota yang hidup didalamnya, termasuk gastropoda yang memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai habitat dan fungsi ekologi lainnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas gastropoda dan mengetahui hubungannya dengan parameter lingkungan pada ekosistem mangrove Wonorejo Surabaya. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel gastropoda (epifauna dan infauna) dan sampel tanah menggunakan transek kuadrat berukuran 1x1m2, serta melakukan pengukuran parameter kualitas air. Penggunaan uji korelasi sederhana untuk mengetahui hubungan antara komunitas gastropoda dengan parameter kualitas air dan parameter sedimen.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo Kota Surabaya, didapatkan 12 spesies yaitu Cerithidea obtusa, Cassidula ferussac, Cassidula aurisfelis, Cassidula vespertilonis, Cassidula mustelina, Ellobium aurisjudae, Melampus parvulus, Melampus liberianus, Melampus flavus, Natica fasciata, Phytia cecillei, Phytia plicata. Hasil analisis kepadatan yaitu pada titik pengamatan 1 sebesar 31 ind/m2, titik pengamatan 2 sebesar 32 ind/m2 dan titik pengamatan 3 sebesar 28 ind/m2. Indeks keanekaragaman gastropoda tergolong rendah sedangkan hasil indeks dominasi diperoleh nilai 1 yang berarti dominasi tinggi. Kondisi ini dapat disebabkan karena adanya tekanan ekologis, seperti kondisi lingkungan yang kurang sesuai bagi gastropoda. Pola sebaran spesies gastropoda sebagian besar adalah mengelompok. Namun, pada beberapa spesies gastropoda mempunyai pola sebaran secara mengelompok dan acak. Hasil pengukuran dari parameter kualitas air yaitu suhu berkisar 27-29°C, pH air berkisar 6,3-7, salinitas berkisar 22-25‰. Hasil analisis karakteristik sedimen, didapat hasil tekstur tanah yaitu liat dan liat berdebu, pH tanah berkisar 6,6-7 dan bahan organik tanah berkisar 5,19-7,23%. Berdasarkan hasil analisis korelasi sederhana menggunakan aplikasi SPSS 22, didapat hasil bahwa kepadatan gastropoda berkorelasi positif terhadap tekstur tanah, pH tanah dan bahan organik.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan laporan
skripsi yang berjudul “Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem
Mangrove Wonorejo, Kota Surabaya”. Tujuan dibuatnya laporan skripsi ini
adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
Laporan skripsi ini, disajikan dengan latar belakang serta materi dan
metode tentang komunitas gastropoda dan parameter pendukungnya. Penulis
menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun agar tulisan ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
pihak yang membutuhkan.
Malang, September 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 2 1.3 Tujuan ................................................................................................... 3 1.4 Kegunaan .............................................................................................. 3 1.5 Waktu dan Tempat ................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4
2.1 Morfologi dan Anatomi ........................................................................... 4 2.2 Habitat ................................................................................................... 7 2.3 Suhu ...................................................................................................... 10 2.4 Derajat Keasaman (pH) Air .................................................................... 10 2.5 Salinitas ................................................................................................. 10 2.6 Tekstur Tanah ....................................................................................... 11 2.7 Derajat Keasaman (pH) Tanah .............................................................. 12 2.8 Bahan Organik Tanah ........................................................................... 13
III. METODOLOGI ........................................................................................... 15
3.1 Materi Penelitian .................................................................................... 15 3.2 Bahan dan Alat ...................................................................................... 15 3.3 Penentuan Stasiun Pengamatan dan Transek ....................................... 16 3.4 Metode Pengambilan Sampel ................................................................ 16
3.4.1 Gastropoda ................................................................................... 16 3.4.2 Sedimen ....................................................................................... 17
3.5 Analisis Sampel ..................................................................................... 17 3.6 Analisis Data ......................................................................................... 21
IV. PEMBAHASAN .......................................................................................... 25
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 25 4.2 Deskripsi Stasiun Pengamatan .............................................................. 26 4.3 Analisis Gastropoda .............................................................................. 28
x
4.3.1 Komposisi Gastropoda .................................................................. 28 4.3.2 Kepadatan .................................................................................... 30 4.3.3 Indeks Keanekaragaman .............................................................. 30 4.3.4 Indeks Dominasi ........................................................................... 31 4.3.5 Indeks Pola Penyebaran ............................................................... 32 4.3.6 Deskripsi Gastropoda yang Ditemukan ......................................... 33 4.4 Parameter Kualitas Air ........................................................................... 42 4.5 Parameter Fisika dan Kimia Tanah ........................................................ 44
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 48
5.1 Kesimpulan............................................................................................ 48 5.2 Saran..................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 48
LAMPIRAN ...................................................................................................... 54
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kriteria Kandungan Bahan Organik Sedimen ............................................... 14
2. Alat dan Bahan ............................................................................................ 15
3. Interpretasi Korelasi ..................................................................................... 22
4. Pola Persebaran Gastropoda ....................................................................... 32
5. Hasil Analisis Tanah .................................................................................... 44
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Umum Morfologi Gastropoda .......................................................... 7
2. Lokasi Pengamatan ..................................................................................... 27
3. Komposisi Gastropoda ................................................................................. 28
4. Hasil Pengamatan Cerithidea obtusa ........................................................... 34
5. Hasil Pengamatan Cassidula ferussac ......................................................... 35
6. Hasil Pengamatan Cassidula aurisfelis ........................................................ 36
7. Hasil Pengamatan Cassidula mustelina ....................................................... 37
8. Hasil Pengamatan Ellobium aurisjudae ........................................................ 38
9. Hasil Pengamatan Melampus parvulus ........................................................ 38
10. Hasil Pengamatan Melampus liberianus .................................................... 39
11. Hasil Pengamatan Melampus flavus .......................................................... 40
12. Hasil Pengamatan Pyhtia cecillei ............................................................... 41
13. Hasil Pengamatan Pyhtia plicata................................................................ 41
14. Hasil Pengamatan Natica fasciata ............................................................. 42
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Peta Lokasi .................................................................................................. 54
2. Perhitungan Data Gastropoda ..................................................................... 55
4. Data Analisis Tanah ..................................................................................... 57
5. Data Korelasi Gastropoda dan Sedimen ...................................................... 59
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki kawasan mangrove terluas di dunia yaitu sekitar 19%
dari total area mangrove di dunia (FAO, 2007). Umumnya mangrove dapat
ditemukan di sebagian kepulauan Indonesia, seperti Sumatera dengan luas
576.957 ha, Jawa 34.492 ha, Bali dengan luas 1.926 ha, Kalimantan 638.283 ha,
Sulawesi dengan luas 147.018 ha, Nusa Tenggara dengan luas 32.597 dan
Papua dengan luas 1.163.003 (PSSDAL, 2009). Khususnya di daerah Jawa
Timur terdapat beberapa wilayah yang memiliki kawasan mangrove, salah
satunya di Wonorejo Kota Surabaya dengan luas sebesar 20 ha.
Kawasan mangrove merupakan hutan yang dapat ditemukan di
sepanjang pantai atau muara sungai yang selalu atau secara teratur tergenang
air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut. Ekosistem mangrove
merupakan habitat bagi organisme-organisme di sekitar mangrove hingga pantai
seperti amfibi, reptil, burung, kepiting, moluska, ikan dan serangga. Selain itu
ekosistem mangrove berperan pula sebagai tempat pemijahan (spawning),
pengasuhan (nursery), dan pembesaran atau mencari makan (feeding). Menurut
Arief (2003), mangrove merupakan suatu ekosistem yang kompleks antara sifat
fisika dan sifat biologi, pada sifat fisik mangrove dapat berperan sebagai
penahan gelombang air laut serta melindungi garis pantai dari erosi, sedangkan
sifat biologisnya dapat terjadi proses dekomposisi seresah bakau yang mampu
menunjang kehidupan makhluk hidup didalamnya.
Salah satu kelompok invertebrata yang dapat hidup di ekosistem
mangrove adalah moluska, yang didominasi oleh kelas gastropoda. Ekosistem
mangrove berperan sebagai habitat, tempat memijah, tempat berlindung serta
2
menyediakan makanan berupa bahan organik untuk menunjang pertumbuhan
gastropoda. Gastropoda dapat hidup pada daun, batang, ranting dan lantai hutan
mangrove (Nontji, 2007 dalam Kamalia 2013). Menurut Romdhani et al. (2016),
faktor yang dapat mempengaruhi kelimpahan dan distribusi gastropoda yaitu
kondisi lingkungan misalnya perubahan fungsi kawasan mangrove, ketersediaan
makanan dan predasi.
Keberadaan sedimen pada ekosistem mangrove sangat bermanfaat bagi
gastropoda, karena memiliki kandungan nutrien dan bahan organik yang cukup
tinggi. Kandungan tersebut diperoleh dari bercampurnya sedimen yang berasal
dari laut. Menurut Febriawan (2014), kandungan material-material organik
didapat melalui perairan sekitar dan akan mengendap di dasar. Kondisi sedimen
pada ekosistem mangrove dapat mempengaruhi komunitas gastropoda.
Gastropoda memiliki peran yang besar dalam kaitannya dengan rantai makanan
komponen biotik di ekosistem mangrove, karena disamping sebagai pemangsa
deditrus, gastropoda mempunyai peran penting dalam proses dekomposisi
seresah dan mineralisasi materi organik utama yang bersifat herbivor dan
detrivor.
1.2 Perumusan Masalah
Mengingat pentingnya keberadaan komunitas gastropoda dalam
keseimbangan di ekosistem mangrove, serta masih minimnya informasi tentang
keberadaan gastropoda di ekosistem Mangrove Wonorejo Surabaya, maka perlu
diadakan penelitian mengenai struktur komunitas gastropoda. Rumusan masalah
pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana kondisi komunitas gastropoda yang berada pada ekosistem
mangrove Wonorejo, Kota Surabaya?
3
2. Bagaimana hubungan antara komunitas gastropoda dengan parameter fisika
dan kimia tanah pada ekosistem mangrove Wonorejo, Kota Surabaya?
1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang ada maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui struktur komunitas gastropoda pada habitat ekosistem mangrove
Wonorejo, Kota Surabaya.
2. Mengetahui hubungan antara komunitas gastropoda dengan parameter fisika
dan kimia tanah pada ekosistem mangrove Wonorejo, Kota Surabaya.
1.4 Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah ilmu
pengetahuan dan sebagai bahan informasi dasar khususnya tentang komunitas
gastropoda dan karakteristik sedimen yang mempengaruhi seperti pH tanah,
bahan organik dan tekstur tanah serta sebagai sumber informasi dan rujukan
dalam menentukan kebijakan pengelolaan dan konservasi yang berkelanjutan
pada ekosistem Mangrove Wonorejo, Kota Surabaya.
1.5 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Ekosistem Mangrove Wonorejo Kota
Surabaya pada bulan Mei 2017. Analisis parameter fisika dan kimia tanah
dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Malang pada bulan Juni 2017.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Anatomi
Gastropoda berasal dari kata gastros: perut; podos: kaki. Jadi gastropoda
berarti hewan yang berjalan dengan perutnya. Hewan anggota kelas gastropoda
umumnya bercangkang tunggal yang terpilin membentuk spiral dengan bentuk
dan warna yang beragam. Cangkang gastropoda sudah terpilin sejak masa
embrio. Cangkang tersebut berfungsi sebagai pelindung organ vital dan letaknya
berada di posisi dorsal tubuh (Harminto, 2003 dalam Kamalia, 2013).
Kelas gastropoda merupakan kelas terbesar dari moluska (>75.000) yang
telah teridentifikasi, dan 15.000 diantaranya dapat dilihat bentuk fosilnya. Fosil
dari kelas tersebut secara terus - menerus tercatat mulai awal zaman Cambrian.
Ditemukannya gastropoda di berbagai macam habitat, seperti di darat dan di laut.
Maka dapat disimpulkan bahwa gastropoda merupakan kelas yang paling sukses
di antara kelas yang lain (Wijarni, 1990).
Gastropoda dilihat dari susunan tubuhnya terdiri atas kepala, badan dan
alat gerak. Pada kepala terdapat sepasang alat peraba yang dapat dipanjang-
pendekkan dan terdapat titik mata yang berfungsi sebagai pembeda terang dan
gelap. Pada bagian mulut terdapat lidah parut dan gigi rahang. Mempunyai alat
gerak yang dapat mengeluarkan lendir untuk mempermudah pergerakkannya
(Wijarni, 1990). Gastropoda merupakan moluska bercangkang tunggal dan
mempunyai bentuk yang beragam. Cangkang ini umumnya berbentuk kerucut
atau konde dari tabung yang melingkar. Mempunyai kepala yang dilengkapi oleh
dua tentakel, kaki lebar dan pipih (Irawan, 2008). Bentuk cangkang pada semua
kelas gastropoda adalah asimetris karena mengalami torsi. Torsi merupakan
peristiwa memutarnya cangkang beserta mantel, rongga mantel sampai 180°
5
berlawanan dengan arah jarum jam terhadap kaki dan kepala (Suwignyo et al.,
2008).
Salah satu kelas yang jumlahnya paling dominan dari filum moluska yaitu
gastropoda. Gastropoda merupakan salah satu sumberdaya hayati non-ikan
yang mempunyai tingkat keanekaragaman tinggi. Menurut Cuvier (1975) dalam
(WoRMS, 2017), klasifikasi gastropoda yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Menurut Dharma (1988) dalam Handayani (2006), gastropoda dibagi
menjadi tiga sub-kelas yaitu: Prosobranchia, Oposthobranchia dan Pulmonata.
1. Sub-kelas Prosobranchia memiliki dua buah insang yang terletak di anterior
dan kebanyakan hidup di laut. Beberapa famili seperti Cyclophoridae dan
Pupinidae bernafas menggunakan paru-paru hidup di darat, sedangkan
Thiaridae hidup di air tawar. Sub kelas ini dibagi lagi kedalam tiga ordo yaitu:
a. Archaeogastropoda, contohnya adalah Haliotis, Trochus, Acmea.
b. Mesogastropoda, contohnya adalah Crepidula, Littorina, Campeloma,
Pleurocera, Strombus, Charonia, Vermicularia.
c. Neogastropoda, contohnya adalah Murrex, Conus, Colubraria,
Hemifusus.
2. Sub-kelas Ophistobranchia memiliki dua buah insang yang terletak di
posterior, pada umumnya cangkang tereduksi dan terletak di dalam mantel,
nefrida berjumlah satu buah, jantung beruang satu. Kelompok ini banyak
hidup di laut. sub-kelas ini terbagi menjadi delapan ordo yaitu:
a. Chepalaspidea, contohnya adalah Bulla.
b. Anaspidea, contohnya adalah Aplysia.
6
c. Thecosomata, contohnya adalah Cavolnia.
d. Gymnosomata, contohnya adalah Clione, Cliopsis, Pneumoderma.
e. Nataspidea, contohnya adalah Umbraculum.
f. Acochilidiacea, contohnya adalah Miceohedyle.
g. Sacoglosa, contohnya adalah Berthelinia.
h. Nudibranchia, contohnya adalah Glossodoris.
3. Sub-kelas Pulmonata, menggunakan paru-paru untuk bernafas, cangkang
berbentuk spiral, kepala dilengkapi dengan satu atau dua pasang tentakel
yang salah satunya dilengkapi oleh mata, rongga mantel terletak di interior,
organ reproduksi hermaprodit. Sub-kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu:
a. Stylomatophora, contohnya adalah Achatina, Triodopsin, Limax.
b. Basomatophora, contohnya adalah Lymnea, Physa, Helisoma, Ferrisia.
Menurut Suwignyo et al. (2005), alat pernafasan gastropoda ini berupa
insang yang berjumlah satu atau dua dan ada juga yang bernafas menggunakan
paru – paru. Namun, kebanyakan gastropoda bernafas menggunakan insang,
seperti yang dimiliki dari subkelas Prosobranchia menggunakan sepasang
insang. Pada subkelas Opisthobranchia hanya menggunakan insang sekunder
atau hanya satu, dikarenakan terjadinya peristiwa detorsi sehingga insang asli
cenderung menghilang. Sedangkan pada subkelas Pulmonata menggunakan
paru-paru sebagai alat pernafasannya.
Pada sebagian besar gastropoda mempunyai tipe struktur insang dan
pertukaran gas yang berlangsung melalui celah-celah kecil pada kerangkanya.
Seperti pada Ordo Archaegastropoda (Trochea dan Neritaceae), hanya
mempunyai insang dibagian kiri dan arus ventilasi masuk melalui rongga mantel
kiri. Neritaceae mempunyai banyak jenis spesies yang hidup di perairan daerah
pasang surut (Wijarni, 1990).
7
Gambar 1. Struktur Umum Morfologi Gastropoda
2.2 Habitat
Pada dasarnya setiap gastropoda memiliki kebiasaan makan sendiri-
sendiri. Diantaranya adalah herbivora, karnivora, scevengers (pemakan bangkai),
deposit feeders, suspense feeders dan parasit (Wijarni, 1990). Radula
merupakan alat untuk makan bagi kebanyakan gastropoda, meskipun ada
beberapa jenis yang tidak mempunyai gigi radula. Gigi pada radula tersusun
dalam barisan memanjang sedikit sampai banyak. Biasanya terdiri atas satu
barisan tengah, diapit oleh beberapa baris gigi lateral dan beberapa baris gigi
marginal. Bentuk susunan gigi radula relatif tetap sampai tingkat famili (Suwignyo
et al., 2005). Pada umumnya moluska pemakan deposit lebih banyak ditemukan
pada di daerah dengan substrat yang halus karena banyak mengandung bahan
organik (Russel dan Hunter, 1983 dalam Dewiyanti, 2004).
Sacara umum, moluska merupakan salah satu komponen dalam
ekosistem laut dengan keanekaragaman yang tinggi dan menyebar luas di
berbagai zonasi laut. Menurut Nono et al. (2013), kelompok moluska yaitu
gastropoda ini banyak dijumpai pada daerah pinggiran pantai hingga laut dalam.
Selain itu, banyak pula yang menempati didaerah terumbu karang, menempel
8
pada pohon-pohon mangrove, serta sebagian lagi membenamkan diri di dalam
sedimen. Habitat gastropoda secara umum berada pada berbagai tipe substrat
pasir hingga lumpur, hal ini dikarenakan gastropoda merupakan salah satu
hewan infauna yang dapat memberikan respon terhadap ukuran tekstur sedimen
(Odum, 1993 dalam Nuha, 2015).
Menurut Ulmaula et al. (2016), habitat gastropoda berada di sepanjang
pantai dengan jumlahnya yang banyak. Gastropoda bergerak dengan cara
berjalan di atas permukaan tanah dan dapat ditemukan pada perairan dangkal
yang memiliki tekstur substrat yang sesuai, mempunyai kandungan bahan
organik pada substrat dasar serta parameter oseanografi yang mendukung untuk
tumbuh kembangnya garstropoda itu sendiri dan gastropoda merupakan
pemakan organisme organik.
Keberadaan gastropoda tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi substrat
saja, namun juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dari lingkungan sekitar
habitatnya, seperti kualitas perairan, adanya predator, serta ketersedian
makanan bagi gastropoda tersebut. Adanya tekanan dari lingkungan juga dapat
berpengaruh pada jumlah jenis dan struktur komunitas gastropoda. Rantai
makanan yang menjadi sumber makanan utama gastropoda adalah deditrus.
Deditrus berasal dari daun-daunan dan ranting-ranting mangrove yang gugur dan
mengalami pembusukan yang akan diurai oleh dekomposer. Selain itu, deditrus
dapat ditemukan pada substrat ekosistem mangrove pertambakan (Hartoni dan
Agussalim, 2013).
Terdapat berbagai jenis moluska yang bisa ditemukan pada daerah hutan
mangrove. Menurut asalnya, moluska terbagi menjadi tiga yaitu moluska asli
hutan mangrove, moluska fakultatif dan moluska pendatang. Moluska asli hutan
mangrove adalah semua jenis moluska yang sebagian besar hidupnya
9
dihabiskan di hutan mangrove. Moluska fakultatif adalah jenis moluska yang
mempergunakan hutan mangrove sebagai salah satu tempat hidupnya. Moluska
pendatang adalah jenis moluska yang keberadaanya tidak sengaja berada di
dalam hutan mangrove. Penyebaran dan susunan gastropoda dipengaruhi oleh
kondisi substrat dan komposisi mangrove tempat habitatnya. Seperti pada
daerah substrat berpasir yang letaknya berbatasan langsung dengan laut sangat
disukai oleh jenis Littorina scabra-scabra. Sedangkan untuk famili Pottamididae
umumnya banyak ditemukan di bagian tengah dan belakang hutan mangrove
(Lumalutur, 2004).
Habitat fauna di dalam hutan mangrove dibagi menjadi tiga klasifikasi
yaitu, (1) Epifauna (surface fauna), fauna yang hidupnya berada di atas
permukaan tanah, (2) Infauna, fauna yang hidupnya meliang atau menggali di
dalam tanah dan (3) Fauna pohon, fauna yang hidupnya menempel pada pohon
mangrove (Rangan, 2010). Menurut Berry (1972) dalam Dewiyanti (2004),
gastropoda yang sering dijumpai pada permukaan tanah sebagai epifauna
adalah Melampus sp., Cassidula aurisfelis, Nerita birmanica, Cherithidea obtuse,
C. Cingulata, Nerita violacea, Assimeniea, Terebralia sulcata dan Telescopium
telescopium yang menyukai permukaaan sedimen berlumpur.
Suatu komunitas biotik merupakan kumpulan dari populasi yang hidup
dalam daerah atau habitat tertentu secara terorganisir dan mempunyai hubungan
timbal balik. Tidak semua organisme dalam komunitas mempunyai peranan
dapat menggambarkan kondisi lingkungannya tersebut. Di dalam komunitas,
jenis-jenis yang dapat mengendalikan komunitas merupakan jenis yang dominan.
Hilangnya jenis-jenis dominan suatu organisme dapat menimbulkan perubahan
pada komunitas organisme tersebut, serta pada kondisi lingkungannya (Odum,
1971 dalam Dewiyanti, 2004).
10
2.3 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau
kejadian suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan
dapat menyebabkan kematian (Silalahi, 2010). Menurut Nybakken (1992) dalam
Dewiyanti (2004), pengaruh suhu secara langsung pada organisme dapat terjadi
melalui proses metabolisme, distribusi dan kelimpahan, reproduksi, aktivitas dan
pertumbuhan pada beberapa jenis biota laut.
2.4 Derajat Keasaman (pH) Air
Nilai pH sangat ditentukan oleh konsentrasi ion H+ dalam kolom air. pH
air sangat berperan dalam mempengaruhi aktivitas biokimia dan perubahan
dalam sifat kimia alami perairan (Leatemia, 2010). Nilai pH suatu perairan
menunjukkan nilai logaritma negatif dan aktivitas ion-ion hidrogen yang terdapat
dalam suatu cairan, dan merupakan indikator baik buruknya lingkungan perairan,
nilai pH dalam suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
aktivitas biologi, fotosintesa, suhu, kandungan organik dan adanya kation dan
anion (Mardi, 2014).
2.5 Salinitas
Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang dapat
dibedakan dengan air tawar (Wijayanti, 2007). Perubahan salinitas akan
mempengaruhi keseimbangan di dalam tubuh organisme melalui perubahan
berat jenis air dan perubahan tekanan osmosis. Semakin tinggi salinitas, semakin
besar tekanan osmosisnya sehingga organisme harus memiliki kemampuan
beradaptasi terhadap perubahan salinitas sampai batas tertentu melalui
11
mekanisme osmoregulasi, yaitu kemampuan mengatur konsentrasi garam atau
air di cairan internal (Marpaung, 2013).
2.6 Tekstur Tanah
Gastropoda sangat penting bagi lingkungan ekosistem mangrove. Secara
ekologis, gastropoda mempunyai peranan yang besar dalam rantai makanan
komponen biotik di kawasan ekosistem mangrove yaitu sebagai pemangsa
deditrus, juga berperan dalam mendekomposisi seresah di permukaan tanah
yang berasal dari pohon mangrove dan mineralisasi materi organik (Lasalu,
2015). Sebagai organisme yang mempunyai pergerakan lambat dan cenderung
menetap pada suatu ekosistem, gastropoda dapat dijadikan sebagai indikator
ekologis untuk mengetahui kondisi ekosistem.
Tekstur tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penyebaran dari gastropoda karena ada kaitannya dengan ketersediaan nutrien
dan sedimen. Menurut Dewiyanti (2004), lantai hutan mangrove yang mempunyai
karakteristik berlumpur dapat memberikan sumber makanan bagi berbagai jenis
hewan, terutama pada kelompok moluska dan krustacea.
Menurut Irawan (2008), tipe substrat dibagi menjadi dua, yaitu tipe
substrat berpasir halus dan tipe substrat berpasir kasar. Tipe substrat berpasir
halus kurang baik untuk pertumbuhan organisme perairan karena memiliki
pertukaran air yang lambat dan dapat menyebabkan keadaan anoksik sehingga
proses dekomposisi yang berlangsung di substrat pada keadaan anaerob dapat
menimbulkan pencemaran. Sementara itu, tipe substrat berpasir kasar memiliki
laju pertukaran air yang cepat namun kandungan bahan organiknya rendah,
tetapi oksigen terlarut selalu tersedia, proses dekomposisi di substrat dapat
berlangsung secara aerob serta terhindar dari keadaan toksik. Gastropoda dapat
tumbuh dan berkembang pada sedimen yang halus karena memiliki alat-alat
12
fisiologis khusus untuk beradaptasi pada lingkungan perairan yang memiliki tipe
substrat berlumpur. Ukuran partikel substrat sangat bervariasi, mulai dari tipe liat
yang berdiameter <0,002 mm hingga tipe pasir sangat kasar yang berdiameter 1-
2 mm.
Sedimen pada mangrove terdiri dari beberapa jenis partikel. Semua
sedimen memiliki partikel yang terdiri dari jenis utama, yaitu: gravel (kerikil)
dengan ukuran > 2 mm, pasir (0,062 – 2 mm) dan lumpur (debu dan liat).
Selanjutnya fraksi lumpur dibagi atas coarse silt (62 – 15,6 m), fine silt (15,6 –
3,9) dan clay (< 3,9 m) (English, 1994 dalam Lekatompessy dan Tutuhatunewa,
2010). Menurut Nybakken (1982) dalam Riniatsih dan Kushartono (2009),
sedimen mempunyai peranan penting bagi kehidupan gastropoda yaitu sebagai
penentu pola hidup, tipe organisme dan keberadaannya. Selain itu, ukuran dari
substrat juga mempengaruhi kemampuan gastropoda untuk menahan adanya
sirkulasi air. Karakeristik sedimen juga sangat menentukan keberadaan
gastropoda yaitu berfungsi sebagai tempat menempel, merayap atau berjalan.
2.7 Derajat Keasaman (pH) Tanah
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan gastropoda
adalah pH tanah. Tingkat pH yang paling optimal adalah netral dengan nilai 6,6
sampai 7,5. Pada kondisi pH netral, organisme sekitar akan lebih mudah untuk
menyerap unsur hara (Setiawan, 2013).
Menurut Arief (2003) dalam Marpaung (2013), jika kemasaman tanah
berlebihan, maka akan mengakibatkan tanah sangat peka terhadap proses
biologi, seperti proses dekomposisi bahan organik oleh organisme. Proses
dekomposisi bahan organik pada umumnya akan mengurangi suasana asam,
sehingga organisme dapat beraktifitas dengan normal. Namun, menurut
Kushartono (2004), pH pada permukaan tanah lebih tinggi dari pada lapisan
13
dibawahnya akibat dari seresah yang mengalami dekomposisi pada permukaan
lebih banyak, sehingga tanah mempunyai kandungan bahan organik yang tingi
menyebabkan sedimen tanah menjadi masam.
2.8 Bahan Organik Tanah
Unsur terpenting pada hutan mangrove terhadap ekosistem adalah
seresah atau guguran daun mangrove yang berjatuhan ke permukaan tanah.
Menurut Zamroni dan Rohyani (2008), bahan organik dalam sedimen didapat
dari produksi seresah vegetasi yang berada di dalam hutan mangrove. Unsur
hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi seresah di dalam tanah berperan
penting bagi pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber deditrus bagi
ekosistem laut dan estuari dalam membantu kehidupan berbagai macam
organisme akuatik.
Bahan organik dapat mempengaruhi sifat fisika dan kimia tanah walaupun
dengan jumlah yang relatif sedikit. Kandungan bahan organik terdapat pada
lapisan bagian atas atau permukaan tanah. Sehingga banyak tumbuh-tumbuhan
dan organisme beraktivitas di permukaan tanah dan menyebabkan bahan
organik terakumulasi hanya di bagian permukaan tanah saja (Kushartono, 2009).
Menurut Izzati (2015), tekstur tanah pasir merupakan tanah yang memiliki
kandungan bahan organik yang rendah, sedangkan tekstur tanah liat mempunyai
kandungan bahan organik yang relatif lebih tinggi. Bahan organik mempunyai
peran penting untuk menentukan tingkat kesuburan dalam tanah.
Kandungan C-organik dapat menujukkan jumlah bahan organik di daerah
tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan keberadaan mangrove disekitarnya.
(Setiawan, 2013). Menurut Ahmad (2004) dalam Mardi (2014), bahan organik
merupakan sumber makanan bagi mikro organisme di dalam tanah. Melalui
reaksi-reaksi kimia yang terjadi seperti pertukaran kation akan dapat menentukan
14
sifat tanah. Sebagian besar dari bahan organik di dalam tanah terdiri dari bahan-
bahan yang tidak larut dalam air dan relatif tahan terhadap penguraian.
Reynold (1971) dalam Kushartono (2004), mengklasifikasikan kandungan
bahan organik dalam sedimen yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Kriteria Kandungan Bahan Organik Sedimen
Kandungan Bahan Organik (%) Kriteria
>35 Sangat tinggi
17 – 35 Tinggi
7 – 17 Sedang
3,5 – 7 Rendah
<3,5 Sangat Rendah
15
III. METODOLOGI 3.1 Materi Penelitian
Materi dalam penelitian ini mengenai komunitas gastropoda di kawasan
ekosistem mangrove. Penelitian ini meliputi analisis biota seperti, kepadatan,
keanekaragaman, dominasi dan pola sebaran. Analisis parameter lingkungan
seperti, suhu, pH air, salinitas, karakteristik sedimen, pH tanah dan bahan
organik.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam analisis penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Bahan
No. Parameter Alat dan Bahan
1. Komunitas Gastropoda Cetok, Transek kuadrat 1x1 m2, Plastik bening,
Kertas label, Karet gelang, Kamera, Alat tulis.
2. Suhu (°C) Termometer Hg
3. pH Air pH Meter, air sampel
4. Salinitas (‰) Refraktometer, air sampel.
5. Tekstur Tanah Cetok, Plastik bening, Karet gelang, Kertas
label. Erlenmeyer 500 ml, Gelas ukur, Oven,
Hot plate, Kaleng timbang, Thermometer, Pipet,
Pengaduk kayu, Pengaduk Listrik, Ayakan 0,05
mm, Sampel tanah, Hydrogen peroksida (H2O2)
30%, Kalgon 5%, Aquadest, HCl 2 M.
6. pH Tanah Cetok, Alat Tulis, Sampel tanah, Kantong
plastic, Kertas label, Botol plastic 25 ml, pH
meter dengan electrode, Pengocok, Beaker
glass, Labu ukur 1 L, Gelas Ukur, KCl,
Aquadest.
7. Bahan Organik (%) Cetok, Kertas label, Karet gelang, Erlenmeyer
500 ml, Pipet volume 10 ml, Beaker glass,
Gelas ukur 250 ml, Pengaduk dan magnetic
stirrer, Labu ukur 500 ml, Labu ukur 1 L, H3PO4
85%, K2Cr2O7, H2SO4 Pekat, FeSO4 + 7H2O,
Difenilamina.
16
3.3 Penentuan Lokasi Pengamatan dan Transek
Penentuan lokasi pengamatan berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi keberadaan komunitas gastropoda, seperti adanya areal tambak,
karakteristik sedimen dan kondisi geografis. Penentuan transek dalam penelitian
ini dilakukan secara acak pada area Jogging Track. Panjang area Jogging Track
ini yaitu 650 m dan merupakan daerah pasang surut air laut. Jumlah stasiun
pada penelitian terbagi atas 3 titik sampling pada lokasi yaitu sebagai berikut:
a. Terletak pada daerah tengah Jogging Track, yaitu sekitar 300 m dari pintu
masuk. Pada lokasi ini berdekatan dengan muara sungai.
b. Terletak pada daerah akhir Jogging Track, sekitar 400 m dari titik sampling 1.
Pada lokasi ini banyak ditumbuhi dengan tumbuhan mangrove jenis
Rhizopora. Terdapat pula gazebo untuk tempat istirahat para pengunjung.
c. Terletak pada daerah awal Jogging Track, sekitar 200 m dari titik sampling 2.
Pada lokasi ini berbatasan langsung dengan area tambak milik warga sekitar.
Setiap titik pada lokasi pengamatan akan dipasang transek kuadrat
berukuran 1x1 m2. Di setiap titik sampling akan dipasang 4 transek, sehingga
total jumlah transek pada 3 titik yaitu 12 buah. Lokasi penelitian ini sesuai
dengan faktor-faktor yang mempenaruhi keberadaan komunitas gastropoda,
sehingga dapat dijadikan sebagai acuan perbedaan hasil dari setiap titik ulangan.
3.4 Metode Pengambilan Sampel
3.4.1 Gastropoda
Pengambilan sampel gastropoda dibatasi dengan menggunakan transek
kuadrat. Penggunaan transek ini diharapkan telah mewakili setiap sampel biota
yang didapat. Pengambilan dilakukan dengan dua cara untuk gastropoda
epifauna dan infauna. Gastropoda epifauna yang keberadaanya berada di
permukaan tanah dapat diambil secara langsung menggunakan tangan.
17
Gastropoda infauna diambil menggunakan cara menggali substrat menggunakan
cetok hingga kedalaman 15 cm, kemudian memisahkan subtrat dengan
gastropoda yang telah didapat. Agar didapatkan jumlahnya, gastropoda tersebut
dikelompokkan berdasarkan jenis pada setiap lokasi ulangan. Selanjutnya
sampel setiap jenis gastropoda dimasukkan kedalam plastik bening, diikat
dengan karet dan diberi label. Gastropoda yang telah didapat segera dibersihkan
lalu langkah selanjutnya yaitu mengidentifikasi jenisnya. Identifikasi dilakukan
dengan cara mencocokan cangkang gastropoda menggunakan buku Guide to
Shell (Morris, 1966) dan untuk melihat klasifikasinya dapat dilihat pada web
dengan alamat WoRMS (marinespecies). Setelah diidentifikasi, gastropoda
dikelompokkan berdasarkan jenis dan jumlahnya pada setiap titik di lokasi
pengamatan.
3.4.2 Sedimen
Sampel sedimen didapat dari 3 titik sampling. Pada setiap titik, sedimen
diambil sebanyak 1 sampel. Setiap 1 sampel tanah, diambil dari masing-masing
transek yang telah dipasang sehingga dapat diasumsikan mewakili kondisi
sedimen dari masing-masing titik sampling. Sampel sedimen diambil
menggunakan cetok dengan cara menggali beberapa liang tanah sekitar 10 cm.
Sampel sedimen yang telah diambil dimasukkan kedalam plastik bening, diikat
dengan karet dan diberi label. Sampel sedimen selanjutnya dapat dianalisis di
Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya untuk
mendapatkan hasil tekstur sedimen, pH tanah dan bahan organik.
3.5 Analisis Sampel
Analisis sampel air yang meliputi suhu, pH air dan salinitas dilakukan
secara langsung di lapang, sedangkan analisis sampel sedimen yang meliputi
18
tekstur tanah, pH tanah dan bahan organik dilakukan di Laboratorium Tanah
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Berikut prosedurnya:
a. Suhu
Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan alat thermometer Hg.
Thermometer tersebut dicelupkan ke dalam air dan ditunggu selama 2-3 menit.
Skala thermometer dapat langsung dibaca dan dicatat hasilnya (Silalahi, 2010).
b. Derajat Keasaman (pH) Air
Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH pen. pH pen
dimasukkan kedalam air sampel. Apabila angka yang tertera pada pH pen sudah
stabil, langsung dibaca dan dicatat (Silalahi, 2010).
c. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Air
sampel diambil secukupnya, lalu diteteskan pada kaca depan refractometer.
Kemudian diamati melalui lensa belakang. Hasil nilai salinitas dapat langsung
dibaca dan dicatat (Iman, 2014).
d. Tekstur Tanah
Menurut Prijono (2011), analisis tekstur tanah dapat dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Menimbang 20 g sampel tanah kering, memasukkan dalam labu erlenmeyer
500 ml, menambahkan 50 ml aquadest
2) Menambahan 10 ml hydrogen peroksida, tunggu agar bereaksi,
menambahkan 10 ml lagi sampai tidak terjadi reaksi yang kuat
3) Meletakkan labu di atas hot plate dan menaikkan suhu perlahan-lahan sambil
menambahkan hydrogen peroksida setiap 10 menit, melanjutkan sampai
mendidih dan tidak ada reaksi yang kuat lagi
4) Menambahkan 20 ml kalgon 5% dan membiarkan semalam
19
5) Menuangkan kedalam tabung disperce seluruhnya dan menambahakan
aquadest sampai volume tertentu dan mengaduk selama 5 menit
6) Menempatkan ayakan 0,5 mm dan corong di atas labu ukur 1000 ml lalu
memindahkan semua tanah di atas ayakan dan mencuci dengan cara
menyemprot air sampai bersih
7) Memindahkan pasir bersih yang tidak lolos ayakan ke dalam kaleng timbang
dengan air dan mengeringkannya di atas hot plate
8) Menambahkan aquadest ke dalam larutan tanah yang ditampung dalam
gelas ukur 1000 ml sampai batas 1000
9) Membuat larutan blanko dengan melakukan prosedur 1-6, namun tanpa
sampel tanah
10) Mengaduk tanah dan mengambil larutan dengan menggunakan pipet
sebanyak 20 ml pada kedalaman 10 ml dari permukaan air dan memasukkan
air sampel ke dalam kaleng timbang
11) Mengeringkan air sampel dengan meletakkan kaleng di atas hot plate dan
menimbangnya
12) Perhitungan:
a. Partikel Tanah
Massa Liat = 50 x ((massa pipet ke-2) – (massa blanko pipet ke-2))
b. Partikel Debu
Massa Debu = 50 x ((massa pipet ke-1) – (massa pipet ke-2))
c. Partikel Pasir
Langsung diketahui bobot masing-masing dari hasil ayakan. Prosentase
masing-masing bagian dihitung berdasarkan massa tanah (tanah liat +
massa debu + massa pasir).
20
13) Menentukan kelas tekstur tanah dengan menggunakan segitiga tekstur
tanah setelah diketahui masing-masing fraksi partikel.
e. Derajat Keasaman (pH) Tanah
Pengukuran derajat keasaman (pH) tanah menurut Prijono (2013) yaitu:
1) Menimbang 10 g tanah kering udara yang sudah lolos ayakan 2 mm
kemudian memasukkan ke dalam botol plastic
2) Menambahkan 10 ml aquadest (untuk penetapan pH H2O)
3) Menimbang 10 g tanah kering udara yang sudah lolos ayakan 2 mm
kemudian memasukkan dalam botol plastic
4) Menambahkan 10 ml KCl 1 N (untuk pengendapan pH KCl 1 N)
5) Mengocok dengan mesin pengocok selama 60 menit kemudian mengukur
pH menggunakan pH meter yang sudah dikalibrasi
6) Mencatat pH yang ditampilkan pada pH meter
f. Bahan Organik Tanah
Menurut Prijono (2013), analisis kandungan bahan organik tanah
dilakukan dengan metode Welkey Black melalui prosedur sebagai berikut:
1) Memasukkan 0,5 g tanah kering ke dalam labu erlenmeyer 500 ml
2) Menambahkan 10 ml larutan K2Cr2O2 1 N dengan menggunakan pipet
3) Menambahkan 20 ml H2SO4 pekat dan menggoyang labu erlenmeyer
perlahan agar tanah bereaksi seluruhnya
4) Menambahkan campuran tersebut selama 20-30 menit
5) Menambahakan 200 ml aquadest dan 10 ml H3PO4 85% dan 30 tetes
diphenilamine sampai larutan berwarna hijau gelap
6) Mentitrasi larutan sampel dengan FeSO4 + 7H2O 1 N sampai terjadi
perubahan warna dan hijau gelap menjadi hijau terang
7) Menghitung % C-organik dengan rumus:
21
%C Organik =
% BO = %C organik x 1,73
3.6 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data secara kuantitatif (indeks),
dengan komponen yang dianalisis yaitu, kepadatan, indeks keanekaragaman
Shannon-Winner, indeks dominasi dan indeks sebaran Morsita.
Kepadatan gastropoda dan hasil analisis parameter tanah dihubungkan
menggunakan analisis statistika yaitu teknik korelasi sederhana (Pearson
Correlation) dengan menggunakan aplikasi program SPSS 22. Analisis korelasi
digunakan untuk menjelaskan kekuatan dan arah hubungan antara dua variabel.
Korelasi bersifat undirectional yang artinya tidak ada yang ditempatkan sebagai
predictor dan respon. Nilai korelasi (r) berkisar antara -1 sampai dengan +1.
Semakin mendekati 1 maka korelasi semakin mendekati sempurna. Sementara
nilai negatif dan positif mengindikasikan arah hubungan. Arah hubungan yang
positif menandakan bahwa pola hubungan searah atau semakin tinggi Y
menyebabkan kenaikan pada X sedangkan arah hubungan yang negatif
menunjukkan pola hubungan sebaliknya atau terbalik, apabila X tinggi
menyebabkan penurunan pada Y.
Data yang digunakan dalam korelasi biasanya memiliki skala interval atau
rasio. Berikut adalah pedoman untuk memberikan interpretasi serta analisis bagi
koefisien korelasi menurut Sugiyono (2007):
22
Tabel 3. Interpretasi Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0 – 0,199 Sangat lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,0 Sangat kuat
Interpretasi berikutnya adalah melihat signifikansi hubungan dua variabel
dengan didasarkan pada angka signifikansi yang dihasilkan dari perhitungan.
Interpretasi ini akan membuktikan apakah hubungan kedua variabel tersebut
signifikan atau tidak.
a. Kepadatan Gastropoda
Kepadatan adalah jumlah individu per satuan luas area (Brower et al.
1990 dalam Ariska, 2012). Rumus untuk menghitung kepadatan individu yaitu:
Keterangan:
D : kepadatan Gastropoda (ind/m2)
Ni : jumlah individu spesies Gastropoda
A : luas total (m2)
b. Keanekaragaman Gastropoda
Menurut Magurran (1987) dalam Ariska (2012), indeks keanekaragaman
adalah angka yang menunjukkan tingkat keseragaman organisme yang berada
disuatu ekosistem yang berhubungan dengan jumlah individu dari masing-
masing jenis dan berkaitan dengan kondisi lingkungan. Untuk mendapatkan nilai
keanekaragaman yang diadaptasi dari indeks Shannon-Weaner sebagai berikut:
23
Keterangan:
H’ : Indeks keanekaragaman
∑ : jumlah spesies
Ni : jumlah individu pada
N : jumlah total individu
Kriteria hasil keanekaragaman (H’) berdasarkan Shannon Wiener (1989) adalah:
H’ ≤ 2,3062 : keanekaragaman rendah
2,3062<H’< 6,9087 : keanekaragaman sedang
H’ ≥6,9087 : keanekaragaman tinggi
c. Dominasi
Menurut Magguran (1987) dalam Ariska (2012), indeks dominasi adalah
angka yang menunjukan ada atau tidaknya dominasi spesies tertentu terhadap
spesies-spesies lainnya yang berada dalam satu ekosistem yang sama,
berkaitan erat dengan kestabilan kondisi lingkungan. Untuk mendapatkan nilai
dominasi Gastropoda dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Keterangan:
C : Indeks Dominasi
ni : jumlah individu pada spesies 1
N : jumlah total individu
Pi : ni / N
Kriteria hasil dominasi:
C = 0 : berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya
atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.
C= ∑ (Pi)2
24
C = 1 : berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau
struktur komunitas tidak stabil, karena terjadi tekanan ekologis.
d. Indeks Persebaran
Pola sebaran individu terbagi atas tiga macam yaitu, seragam, acak dan
mengelompok. Pola ini dapat diketahui menggunakan Indeks Penyebaran
Morisita (Id) (Lumalutur, 2004).
Keterangan:
Id : indeks sebaran Morsita
N : ukuran contoh (jumlah kuadrat)
∑x : total dari jumlah individu suatu organisme dalam kuadrat
Kriteria hasil dari pola sebaran yaitu:
Id < 1 : penyebaran spesies bersifat acak
Id = 1 : penyebaran spesies bersifat seragam
Id > 1 : penyebaran spesies bersifat mengelompok
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Ekosistem Mangrove Wonorejo, Kelurahan
Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur. Luas wilayah
Kelurahan Wonorejo yaitu 731,86 ha. Daerah ini termasuk dalam kawasan Pantai
Timur Surabaya. Peta lokasi penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1. Batasan
wilayah kelurahan Wonorejo yaitu sebelah Utara adalah Sungai Wonokromo,
sebelah Timur adalah Selat Madura, sebelah Selatan adalah Kelurahan Medokan
Ayu dan sebelah Barat adalah Kelurahan Penjaringan Sari.
Kawasan mangrove ini mempunyai luas sekitar 20 hektar dan dijadikan
sebagai area konservasi yang bertujuan untuk tetap melestarikan hutan
mangrove agar tidak berkurang serta berperan penting untuk menahan abrasi
laut dari kawasan laut utara Surabaya. Berbagai macam fauna di kawasan ini
dapat ditemukan dengan mudah, misalnya Burung Gagang Timur (Himantopus
leucocephalus), Burung Raja Udang (Halcyon senegalensis), Garangan
(Herpestidae) dan Kepiting Uca (Uca Sp.). Ekosistem Mangrove Wonorejo yang
dikelola oleh pemerintah Kota Surabaya ini mulai dibuka pada tahun 2010 dan
menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Surabaya yang banyak menarik
minat wisatawan untuk dikunjungi. Terdapat dua tempat yang dapat dikunjungi
oleh wisatawan, yaitu lokasi pos pantau mangrove yang menyediakan fasilitas
Perahu untuk mengelilingi kawasan mangrove yang berada di muara sungai.
Lokasi kedua yaitu Jogging Track yang memiliki panjang area 550 m, disini
wisatawan dapat melihat berbagai jenis pohon mangrove yang telah ditanam.
Penelitian tentang komunitas gastropoda dilakukan di lokasi ini, dengan
26
pembagian titik sampling sebanyak 3 titik. Berikut adalah deskripsi tentang
masing-masing titik sampling:
4.2 Deskripsi Lokasi Pengamatan
a. Titik Sampling 1
Titik sampling yang pertama terletak sekitar 300 m dari pintu masuk.
Lokasi ini banyak ditumbuhi jenis mangrove Rhizopora apiculata, Sonneratia
cassolaris dan Achantus ilicifolus. Lokasi ini sangat di pengaruhi pasang surut
karena posisi yang sangat berdekatan dengan muara sungai. Pada saat pasang,
air yang menggenang cukup tinggi.
b. Titik Sampling 2
Titik sampling yang kedua ini merupakan lokasi yang terletak di akhir
Jogging Track yaitu sekitar 400 m dari pintu masuk. Terdapat berbagai macam
jenis tumbuhan mangrove seperti Rhizopora mucronata, Avicennia lanata dan
Acanthus. Aliran air dari sungai tidak terlalu mempengaruhi kondisi pasang surut
di stasiun ini, sehingga pada saat pasang, air tidak terlalu tinggi. Di lokasi ini juga
terdapat gazebo untuk tempat beristirahat para pengunjung.
c. Titik Pengamatan 3
Titik sampling ketiga ini merupakan lokasi yang terletak sekitar 200 m dari
pintu masuk. Lokasi ini berbatasan langsung dengan Tambak Ikan milik warga
setempat. Jenis pohon mangrove di lokasi ini yaitu Rhizopora mucronata,
Sonneratia cassolaris, Nypa fruticans dan Aegiceras corniculatum. Lokasi ini
tidak terlalu di pengaruhi oleh pasang surut, karena posisi tanah yang sedikit
naik. Sehingga pada saat pasang, air sedikit menggenangi stasiun ini.
27
Gambar 2. Lokasi Pengamatan (a). Titik Sampling 1 (b). Titik Sampling 2 (c). Titik sampling 3
(a)
(c)
(b)
28
4.3 Analisis Gastropoda
4.3.1 Komposisi Gastropoda
Gambar 3. Komposisi Gastropoda pada 3 Mei 2017
29
Jenis Gastropoda yang ditemukan di ekosistem Mangrove Wonorejo
terdiri dari 3 famili (Potamididae, Ellobiidae dan Naticidae), 6 genus (Cerithidea,
Cassidula, Ellobium, Melampus, Natica dan Phytia) dan 12 spesies.
Gastropoda yang ditemukan pada titik sampling 1 terdiri dari 3 famili, 6 genus
dan 11 spesies. Gastropoda pada titik sampling ini berasal dari famili
Potamididae dengan spesiesnya yaitu Cerithidea obtusa, dari famili Ellobiidae
dengan spesiesnya yaitu Cassidula ferussac, Cassidula aurisfelis, Cassidula
vespertilonis, Cassidula mustelina, Melampus parvulus, Melampus liberianus,
Melampus flavus Phytia cecillei, Phytia plicata dan dari famili Naticidae dengan
spesies yang ditemukan yaitu Natica fasciata.
Gastropoda yang ditemukan pada titik sampling 2 terdiri dari 1 famili, 4
genus dan 10 spesies. Gastropoda pada titik sampling ini berasal dari famili
Ellobiidae dengan spesies yang ditemukan yaitu Cassidula ferussac, Cassidula
aurisfelis, Cassidula vespertilonis, Cassidula mustelina, Ellobium aurisjudae,
Melampus parvulus, Melampus liberianus, Melampus flavus, Phytia cecillei dan
Phytia plicata.
Gastropoda yang ditemukan pada titik sampling 3 terdiri dari 1 famili, 3 genus
dan 8 spesies. Gastropoda pada titik sampling ini berasal dari famili Ellobiidae.
Spesies yang ditemukan yaitu Cassidula ferussac, Cassidula aurisfelis,
Cassidula vespertilonis, Cassidula mustelina, Melampus parvulus, Melampus
flavus, Phytia cecillei dan Phytia plicata.
Banyaknya gastropoda pada famili Ellobiidae pada semua titik
pengamatan karena jenis ini menyukai lokasi mangrove yang kering karena
cocok dengan adaptasi lingkungannya yang hidup menempel di akar mangrove
(Febrita et al., 2015). Hal ini sesuai dengan pernyataan Maulana (2004), jenis-
jenis Ellobiidae lebih menyukai hutan mangrove yang relatif lebih kering.
30
4.3.2 Kepadatan
Hasil rata-rata kepadatan gastropoda yang didapat dari ekosistem
Mangrove Wonorejo di ketiga titik sampling dapat dilihat pada lampiran 2.
Berdasarkan hasil kepadatan gastropoda didapat rata-rata kepadatan
gastropoda pada titik sampling 1 sebesar 31 ind/ m2. Tertinggi pada titik sampling
2 yaitu sebesar 32 ind/m2 sedangkan kepadatan terendah pada titik sampling 3
yaitu sebesar 28 ind/m2. Nilai kepadatan yang tinggi menunjukkan jumlah
organisme yang banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa habitat tersebut dapat
ditempati oleh organisme dalam jumlah yang banyak (Irawan, 2008). Menurut
Pribadi et al. (2009), perbedaan jumlah kepadatan pada setiap titik sampling
dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan, jenis substrat yang berbeda serta
kandungan bahan organik di dalam sedimen.
Pada titik sampling 1 kepadatan spesies tertinggi yaitu Cassidula
mustelina (5 ind/m2). Pada titik sampling 3 kepadatan spesies tertinggi yaitu
spesies Phytia plicata (8 ind/m2). Banyaknya spesies Phytia plicata pada titik
sampling 3 dikarenakan spesies ini mempunyai operculum sehingga dapat
bertahan pada kondisi yang ekstrim (Hartoni dan Agussalim, 2013).
4.3.3 Indeks Keanekaragaman
Keanekaragaman gastropoda yang didapat dari lokasi ekosistem
Mangrove Wonorejo dapat dilihat pada lampiran 2. Keanekaragaman jenis
dijadikan sebagai penentu kondisi struktur komunitas suatu organisme. Menurut
Dewiyanti (2004), keanekaragaman mencakup dua hal pokok, yaitu variasi
jumlah spesies dan jumlah individu tiap spesies pada suatu kawasan. Apabila
jumlah spesies dan variasi jumlah individu tiap spesies rendah, hal ini
dikarenakan tidak seimbangnya ekosistem yang disebabkan oleh gangguan atau
tekanan.
31
Berdasarkan hasil analisis keanekaragaman Gastropoda di ekosistem
Mangrove Wonorejo tergolong kondisi keanekaragaman yang rendah, dengan
nilai 2,2473. Nilai keanekaragaman yang rendah menandakan ekosistem
mengalami tekanan atau kondisinya menurun serta adanya spesies-spesies
tertentu yang mendominasi. Menurut Ariska (2012), kondisi keanekaragaman
yang rendah ini dapat disebabkan oleh kondisi sekitar lingkungan yang buruk.
Seperti adanya limbah yang ikut terbuang di muara sungai dan area yang
berdekatan dengan tambak. Hal ini sesuai dengan kondisi lingkungan yang
berada di ekosistem Mangrove Wonorejo, Surabaya.
4.3.4 Indeks Dominasi
Dominasi gastropoda yang didapat dari ekosistem Mangrove Wonorejo
dari ketiga titik sampling dapat dilihat pada lampiran 2. Indeks dominasi
menunjukkan bahwa ada atau tidaknya spesies-spesies tertentu yang
mendominasi di lingkungan habitatnya.
Berdasarkan hasil analisis dominasi gastropoda di ekosistem Mangrove
Wonorejo, diperoleh dengan nilai 1 yang menunjukkan adanya dominasi dari
spesies-spesies tertentu yang ditemukan. Dari ketiga titik sampling, spesies yang
mendominasi adalah Phytia plicata. Terjadinya kondisi ini dapat disebabkan
karena adanya tekanan ekologis. Seperti kondisi lingkungan yang tidak sesuai
bagi kehidupan gastropoda. Menurut Marpaung (2013), adanya dominasi karena
kondisi lingkungan yang sangat menguntungkan dalam mendukung pertumbuhan
spesies tertentu. Selain itu dominasi juga dapat terjadi karena adanya perbedaan
daya adaptasi tiap jenis spesies terhadap lingkunganya. Hal ini juga sesuai
dengan pernyataan Kamalia (2013), semakin besar nilai indeks maka semakin
besar pula kecenderungan yang mendominasi. Hal ini dapat menyebabkan tidak
stabilnya struktur komunitas gastropoda di ekosistem Mangrove Wonorejo.
32
4.3.5 Pola Penyebaran
Berikut ini adalah pola sebaran gastropoda pada ekosistem Mangrove
Wonorejo yang dapat dilihat pada Tabel 4. Indeks pola penyebaran digunakan
untuk mengetahui pola sebaran jenis dalam komunitas gastropoda pada suatu
habitat yang berkaitan dengan perilaku hidupnya.
Tabel 4. Pola Persebaran Gastropoda
No. Spesies Pola Persebaran
1 Cerithidea obtusa Mengelompok
2 Cassidula ferussac Acak
3 Cassidula aurisfelis Mengelompok
4 Cassidula vespertilonis Acak
5 Cassidula mustelina Mengelompok
6 Ellobium aurisjudae Mengelompok
7 Melampus parvulus Mengelompok
8 Melampus liberianus Mengelompok
9 Melampus flavus Acak
10 Natica fasciata Mengelompok
11 Phytia cecillei Mengelompok
12 Phytia plicata Mengelompok
Dari hasil pengamatan, sebagian besar pola sebaran spesies gastropoda
di ekosistem Mangrove Wonorejo adalah mengelompok. Namun, pada beberapa
spesies gastropoda mempunyai pola sebaran acak. Kondisi persebaran
gastropoda ini mengacu pada pernyataan Suin (2002) dalam Magfirah et al.
(2014) bahwa faktor fisika dan kimia yang hampir merata pada suatu habitat
serta tersedianya makanan bagi organisme yang hidup didalamnya sangat
menentukan organisme tersebut hidup berkelompok atau acak maupun merata.
Pola penyebaran biota dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti substrat yang
merupakan habitat suatu spesies, ketersediaan makanan dalam bentuk detritus
dan partikel tersuspensi, pengaruh faktor ekologis seperti faktor fisika, kimia dan
lingkungan serta strategi adaptasi dan interaksi biologis antar populasi yang
terdapat dalam komunitas habitat tersebut (Dewiyanti, 2004). Pernyataan ini
33
diperkuat oleh Nybakken (1993) dalam Amrul (2007), bahwa faktor utama yang
menentukan pola penyebaran dari gastropoda adalah interaksi antar populasi.
Interaksi tersebut dapat berupa persaingan, pemangsaan serta adanya
hubungan antar populasi yang dapat bersifat mutualisme, komensalisme ataupun
parasitisme. Selain itu adanya predator dalam perairan juga akan mempengaruhi
penyebaran gastropoda.
Pola hidup mengelompok, diduga berkaitan erat antar spesies dan saling
berhubungan. Sifat mengelompok ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain kondisi lingkungan, tipe substrat, kebiasaan makan dan cara bereproduksi
menyebabkan mereka hidup mengelompok. Hal ini sesuai pernyataan Ariska
(2012), bahwa kondisi lingkungan perairan sangat mempengaruhi pola sebaran
dan distribusi jenis moluska disuatu perairan. Penyebaran bersifat mengelompok
ini memiliki kecenderungan dalam berkompetisi dengan jenis lainnya, terutama
dalam hal mendapatkan makanan serta gastropoda yang mempunyai sifat mobile
yang rendah, sehingga sulit untuk menyebar dan berpindah tempat.
4.3.6 Deskripsi Gastropoda yang Ditemukan
Berikut adalah deskripsi dari beberapa jenis gastropoda yang terdiri dari
Famili Potamididae, Ellobiididae dan Naticidae yang ditemukan di ekosistem
Mangrove Wonorejo:
a. Famili Potamididae
1. Cerithidea obtusa
Mempunyai bentuk tubuh simetris bilateral yang dilindungi oleh cankang
berbentuk kerucut dan melingkar. Bentuk kepala terlihat jelas serta memiliki mata
dan radula (Insanabella, 2012). Spesies ini memilki panjang cangkang 6-9 cm,
dengan bentuk cangkang didominasi garis-garis coklat. Aperture berbentuk bulat
(rounded), tanpa saluran sifon yang membentuk celah pada sudut aperture. Apex
34
mengalami pengikisan sehingga membentuk ujung yang tumpul. Berdasarkan
karakter apex tersebut, Cerithidea obtusa dipisahkan dari anggota Cerithidea
yang lain (Karyanto et al., 2004). Spesies ini dapat ditemukan di daerah rawa-
rawa mangrove, pada akar dan batang pohon mangrove, serta didaerah substrat
berlumpur. (FAO, 1998).
Klasifikasi Cerithidea obtusa menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Famili : Potamididae
Genus : Cerithidea
Spesies : Cerithidea obtusa
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 4. Hasil Pengamatan Cerithidea obtusa
b. Famili Ellobiidae
1. Cassidula ferussac
Mempunyai cangkang berwarna coklat kemerahan dengan corak
bergaris-garis halus. Bentuk cangkang pada bagian body whorl membesar dan
pada bagian ujung membentuk kerucut yang lebar. Bagian dalam apperture
terdiri dari 2-3 lapisan. Spesies ini tersebar di kawasan indo-pasifik (Brown,
2005). Ukuran cangkang sekitar 2,5-4 cm. bercangkang tebal dan berbentuk
oval. Habitat berada di permukaan substrat dan menempel pada pohon
mangrove (Wildsingapore, 2017).
35
Klasifikasi Cassidula ferussac menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Ellobiidae
Genus : Cassidula
Spesies : Cassidula ferussac
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 5. Hasil Pengamatan Cassidula ferussac
2. Cassidula aurisfelis
Gastropoda jenis ini memiliki bentuk dan ukuran cangkang menengah,
tebal, berbentuk oval dan memiliki arah putaran cangkang dekstral (berputar
kearah kanan). Bentuk apex tumpul, permukaan body whorl halus, spire
berbentuk cembung, suture terlihat kurang jelas dan aperture berbentuk oval.
Outer lip tebal, melebar dan halus dibagian dalamnya serta outer lip yang
mengkilap. Banyak ditemukan di atas substrat berlumpur pada ekositem
mangrove (Wahyuni, 2016). Genus Cassidula memiliki banyak kemiripan antar
spesiesnya. Perbedaan cangkang hanya dari pola dan warnanya saja. Pada
spesies ini pola warna cangkang mempunyai warna dasar coklat, namun tidak
mempunyai pola garis horizontal seperti pada spesies Cassidula mustelina
(Karyanto et al., 2004).
Klasifikasi Cassidula aurisfelis menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
36
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Ellobiidae
Genus : Cassidula
Spesies : Cassidula aurisfelis
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 6. Hasil Pengamatan Cassidula aurisfelis
3. Cassidula mustelina
Mempunyai bentuk cangkang yang sama seperti spesies Cassidula
aurisfelis. Namun memiliki perbedaan pada warna dasar cangkang yang
berwarna coklat, dengan garis horizontal berwarna coklat muda sampai putih,
baik dari body whorl maupun unit whorl (Karyanto et al., 2004). Gastropoda jenis
ini bercangkang tebal dan berbentuk oval. Pada umumnya cangkang berukuran
2-3 cm. Jenis ini dapat ditemukan di substrat ataupun menempel pada pohon
mangrove (Wildsingapore, 2017).
Klasifikasi Cassidula mustelina menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Ellobiidae
Genus : Cassidula
Spesies : Cassidula mustelina
37
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 7. Hasil Pengamatan Cassidula mustelina
4. Ellobium aurisjudae
Gastropoda jenis ini memiliki bentuk ukuran cangkang menengah atau
sedang, tebal, memanjang berbentuk oval dengan bentuk apex tumpul dan
memiliki arah putaran cangkang dekstral (berputar kearah kanan) (Wahyuni,
2016). Mempunyai struktur cangkang yang megalami perubahan. Berupa
perubahan pada panjang dan lebar cangkang. Body whorl memanjang
membentuk unit whorl yang meruncing arah apex (Karyanto et al., 2004).
Mempunyai warna cangkang keputih-putihan, pada bagian periostrakum
berwarna coklat gelap dan bagian aperture berwarna putih. Spesies ini banyak
ditemukan di bagian rawa-rawa mangrove, bagian berlumpur yang dekat dengan
pantai dan daerah yang banyak ditumbuhi mangrove jenis Nypa (FAO, 1998).
Klasifikasi Ellobium aurisjudae menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Ellobiidae
Genus : Ellobium
Spesies : Ellobium aurisjudae
38
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 8. Hasil Pengamatan Ellobium aurisjudae
5. Melampus parvulus
Spesies ini bercangkang ramping, mengerucut dan berwarna coklat
gelap. Terdapat 4-5 lipatan pada outer lip dan dua lipatan pada columella (Kay,
1979). Mempunyai bentuk cangkang yang memiliki alur spiral yang pendek dan
melebar. Bagian dalam aperture terdiri dari 2 – 4 lapisan. Banyak ditemukan di
daerah tepi mangrove atau pada perairan payau (Brown, 2005).
Klasifikasi Melampus parvulus menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Ellobiidae
Genus : Melampus
Spesies : Melampus parvulus
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 9. Melampus parvulus
39
6. Melampus liberianus
Mempunyai ukuran yang relatif kecil. Bentuk cangkang memiliki alur spiral
yang pendek. Bagian dalam aperture terdiri dari 2-4 lapisan. Cangkang berwarna
dasar coklat dengan garis berwarna coklat gelap. Banyak ditemukan di daerah
tepi mangrove atau pada perairan payau (Brown, 2005).
Klasifikasi Melampus liberianus menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Ellobiidae
Genus : Melampus
Spesies : Melampus liberianus
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 10. Melampus liberianus
7. Melampus flavus
Mempunyai struktur cangkang yang mengalami modifikasi. Berupa
perubahan proporsi panjang dan lebar cangkang. Body whorl memanjang
membentuk struktur unit whorl yang meruncung ke arah apex. Spesies ini
mempunyai ukuran cangkang yang relatif sangat kecil yaitu kurang lebih 5 mm
(Karyanto et al., 2004). Cangkang tebal, berbentuk oval atau memanjang, body
whorl berwarna coklat dan berwarna putih pada inner lip. Mempunyai tentakel
yang pendek dan memiliki corak putih (Wildsingapore, 2017).
40
Klasifikasi Melampus flavus menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
las : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Ellobiidae
Genus : Melampus
Spesies : Melampus flavus
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 11. Hasil Pengamatan Melampus flavus
8. Phytia cecillei
Mempunyai bentuk dan warna pola cangkang yang menyerupai pada
genus Cassidula. Namun perbedaan pada bibir luar cangkang yang tipis. Spesies
ini dapat ditemukan di daerah rawa dan tepi pantai (Morton, 1996). Ukuran
cangkang sekitar 2-3 cm dengan ujung yang tajam, body whorl halus, berwarna
sedikit gelap dan mempunyai operculum (Wildsingapore, 2017).
Klasifikasi Phytia cecillei menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Ellobiidae
Genus : Phytia
Spesies : Phytia cecillei
41
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 12. Hasil Pengamatan Phytia cecillei
9. Phytia plicata
Mempunyai bentuk ukuran cangkang yang kecil (1-2 cm). Spesies ini
biasa ditemukan di daerah yang mempunyai kondisi ekstrim. Seperti pada
permukaan substrat yang terdapat banyak seresah daun-daun mangrove
(Hartoni dan Agussalim, 2013). Spesies ini berasosiasi baik dengan hutan
mangrove karena mempunyai adaptasi lingkungan yang mendukung. Pada
umumnya warna cangkang jenis ini berwana coklat dengan garis yang lebih
terang (Cook, 1996).
Klasifikasi Phytia plicata menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Ellobiidae
Genus : Phytia
Spesies : Phytia plicata
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 13. Hasil Pengamatan Phytia plicata
42
c. Famili Naticidae
1. Natica fasciata
Spesies ini mempunyai bentuk cangkang agak membulat. Mempunyai
motif dan warna cangkang yang cerah. Merupakan Gastropoda predator aktif.
Mempunyai alat untuk membuat lubang di tanah. Banyak ditemukan di daerah
tropis, menyukai substrat berpasir ataupun berlumpur (FAO, 1998).
Klasifikasi Natica fasciata menurut WoRMS (2017), yaitu:
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Littorinimorpha
Famili : Naticidae
Genus : Natica
Spesies : Natica fasciata
Dokumentasi Pribadi, (2017) Worms, (2017)
Gambar 14. Hasil Pengamatan Natica fasciata
4.4 Parameter Kualitas Air
a. Suhu
Suhu perairan dipengaruhi oleh seberapa sering perairan tersebut
terpapar sinar matahari setiap hari (Ariestika, 2006). Hasil pengukuran suhu yang
didapat pada lokasi ini berkisar antara 27 - 29°C.
Kondisi suhu prairan pada lokasi ini dapat dikatakan cukup baik bagi
biota. Menurut Sukarno (1981) dalam Wijayanti (2007) bahwa suhu dapat
membatasi sebaran hewan gastropoda secara geografik dan suhu yang baik
43
untuk pertumbuhan gastropoda berkisar antara 25 - 31°C. Mengacu pada
pernyataan diatas, kondisi suhu pada lokasi ini masih layak untuk kehidupan
gastropoda, karena masih pada kisaran yang dianjurkan.
b. Derajat Keasaman (pH) Air
Hasil yang didapat dari analisis pH air pada lokasi ini berkisar antara 6,3 -
7. Menurut Leatemia (2010), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap
perubahan pH dan lebih menyukai nilai pH pada kisaran 7 - 8,5. Bagi gastropoda
yang memiliki cangkang atau tubuhnya terdiri atas kalsium karbonat (CaCO3),
penurunan pH membuat kondisi perairan menjadi sangat asam sehingga dapat
mengakibatkan hancurnya cangkang.
Namun dengan hasil pengukuran pH yang diperoleh pada lokasi ini
terbilang masih cukup baik bagi gastropoda. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Odum (1996) dalam Satria (2014), bahwa gastropoda umumnya membutuhkan
pH air antara 6,5 - 8,5 untuk kelangsungan hidup dan reproduksi.
c. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas yang didapat pada lokasi ini yaitu berkisar 19
‰ - 25 ‰. Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik
secara vertikal maupun horizontal. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai
(Satria, 2014).
Dari hasil pengukuran yang didapat, nilai salinitas masih dalam rentang
yang normal. Sesuai dengan penyataan Ariestika (2006), bahwa kisaran nilai
salinitas yang optimal untuk kehidupan gastropoda adalah 20 - 36 ‰. Begitu juga
dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Riniatsih dan Widyaningsih (2007)
mengemukakan bahwa hewan invertebrata pada kelas gastropoda masih dapat
44
mentolelir rentang salinitas pada kisaran 5 - 35 ‰. Dengan demikian, kondisi
salinitas pada lokasi ini masih layak bagi kehidupan gastropoda.
4.5 Parameter Fisika dan Kimia Tanah
Berikut adalah hasil analisis tanah yang dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil AnalisisTanah
Titik Sampling
Tekstur (%) Kelas
Tekstur pH
Tanah Bahan
Organik Pasir (%)
Debu (%)
Liat (%)
1 2 23 75 Liat 7 5,19
2 4 24 72 Liat 6,8 7,23
3 2 42 56 Liat Berdebu 6,6 7,07
a. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi struktur
komunitas gastropoda. Berdasarkan hasil analisis tekstur tanah, didapatkan hasil
kelas tekstur tanah dengan tipe liat dan liat berdebu. Perbedaan tekstur tanah
dapat mempengaruhi kemampuan tanah dalam menahan bahan organik dari air.
Menurut Riniatsih dan Kushartono (2009), apabila tekstur tanah dasar semakin
halus, maka kemampuan tanah untuk menjebak bahan organik akan semakin
besar. Sesuai dengan penyataan Magfirah, et al. (2014), tanah bertekstur liat
memiliki kandungan organik yang cukup tinggi sehingga memungkinkan adanya
kehidupan organisme di stasiun tersebut, karena bahan organik merupakan
komponen yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup makrozoobenthos.
Menurut Amrul (2007), gastropoda mampu beradaptasi pada habitat yang
mempunyai tekstur tanah yang liat, sehingga penyebaran organisme ini lebih
luas. Hasil tekstur tanah diatas sesuai dengan pernyataan Lihawa (2013), bahwa
kondisi substrat sangat berpengaruh bagi kehidupan gastropoda. Subtrat yang
memiliki karakteristik yang liat sangat cocok bagi komunitas gastropoda. Kondisi
45
sedimen pada ekosistem Mangrove Wonorejo sangat ideal bagi kelangsungan
hidup dan perkembangan komunitas gastropoda.
Hasil nilai koefisien yang didapatkan dari analisis korelasi tekstur tanah terhadap
kepadatan gastropoda yaitu 0,463 (>0,05). Nilai tersebut menunjukkan bahwa
adanya hubungan atau berkorelasi kuat.
b. Derajat Keasaman (pH) Tanah
Nilai pH tanah merupakan konsentrasi ion hidrogen yang terkandung dalam air
tanah. Kondisi keasaman dalam tanah dapat diduga dari kandungan pH tanah,
karena asam merupakan hasil disosiasi dalam air (Mahfirah et al., 2014). Salah
satu parameter yang dapat mempengaruhi kehidupan gastropoda adalah pH
tanah. Berdasarkan hasil penelitian, didapat hasil pH tanah pada lokasi ini
berkisar 6,6 - 7.
Hasil pH di titik sampling 2 dan 3 cenderung bersifat asam dibandingkan di titik
sampling 1 yang bersifat netral. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya proses
dekomposisi dalam tanah yang berasal dari seresah pohon mangrove, limbah
yang terbawa aliran air sungai, kotoran (feses). Nilai pH tanah menunjukkan
tingkat keasaman lingkungan yang dapat mempengaruhi sistem metabolisme
makrozoobenthos. Apabila pH berada pada kisaran normal atau netral maka
sistem metabolisme pada organisme akan optimal, sedangkan apabila pH
memiliki nilai yang ekstrim sehingga pH bersifat asam atau basa maka akan
mengganggu proses metabolisme dan akan terjadi proses seleksi alam terhadap
komunitas makrozoobenthos yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan
seperti pada lokasi penelitian (Dewi, 2013).
Hasil dari lokasi ini dapat dikategorikan mempunyai kondisi pH tanah yang aman
bagi kehidupan gastropoda. Sesuai dengan pernyataan Lihawa (2013),
gastropoda pada umumnya membutuhkan kondisi pH tanah berkisar antara 6-
46
8,5. Dalam rentang pH tersebut, mendukung gastropoda dalam kelangsungan
hidup serta reproduksinya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pH tanah yang
terkandung pada area ekosistem Mangrove Wonorejo masih aman bagi hidup
komunitas gastropoda.
Hasil nilai koefisien yang didapatkan dari analisis korelasi pH tanah terhadap
kepadatan gastropoda yaitu 0,192 (>0,05). Nilai tersebut menunjukkan bahwa
adanya hubungan atau berkorelasi kuat.
c. Bahan Organik
Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan kandungan bahan organik pada
lokasi ini berkisar 5,19 % - 7,23%. Kandungan bahan organik dalam tanah di titik
sampling 1 yang rendah, dikarenakan adanya aliran air yang cukup tinggi
sehingga bahan organik belum terakumulasi kedalam tanah, meskipun tanah
pada lokasi ini bertekstur liat. Berbeda dengan hasil kandungan bahan organik di
titik sampling 2 dan 3 yang relatif tinggi dikarenakan pada lokasi tersebut aliran
air sungai tidak terlalu menggenangi pada saat terjadi pasang. Bahan organik
yang tinggi di titik sampling 3 juga dipengaruhi oleh adanya aktivitas tambak
disekitar lokasi. Bahan organik mudah terjerap dan tersimpan dalam tanah
karena tekstur tanah yang liat dan liat berdebu. Seperti pada pernyataan Hawari
et. al, (2013), bahwa tingginya kandungan bahan organik dikarenakan kondisi
pada lokasi tersebut ditumbuhi vegetasi mangrove, perairan yang tenang, serta
aktivitas penduduk sekitar yang mengakibatkan meningkatnya kandungan bahan
organik.
Bahan organik sangat berpengaruh bagi kebutuhan makanan bagi gastropoda.
Jenis tanah berlumpur sangat disukai oleh gastropoda, karena kandungan bahan
organiknya yang tinggi (Pribadi et al., 2009). Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Dewiyanti (2004), bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan
47
kesuburan tanah. Bahan organik dapat berasal dari hewan dan tumbuhan yang
telah membusuk dan terakumulasi dalam tanah. Bahan organik tersebut
merupakan sumber makanan bagi organisme moluska.
Hasil nilai koefisien yang didapatkan dari analisis korelasi bahan organik
terhadap kepadatan gastropoda yaitu 0,381 (>0,05). Nilai tersebut menunjukkan
bahwa adanya hubungan atau berkorelasi kuat.
48
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di ekosistem Mangrove
Wonorejo Kota Surabaya, didapatkan 12 spesies yaitu Cerithidea obtusa,
Cassidula ferussac, Cassidula aurisfelis, Cassidula vespertilonis, Cassidula
mustelina, Ellobium aurisjudae, Melampus parvulus, Melampus liberianus,
Melampus flavus, Natica fasciata, Phytia cecillei, Phytia plicata. Hasil analisis
kepadatan yaitu pada titik sampling 1 sebesar 31 ind/m2, titik sampling 2
sebesar 32 ind/m2 dan titik sampling 3 sebesar 28 ind/m2. Indeks
keanekaragaman gastropoda tergolong rendah sedangkan hasil indeks
dominasi menunjukkan adanya dominasi pada spesies tertentu. Pola sebaran
lebih banyak yang mengelompok dibandingkan pola sebaran yang acak.
2) Berdasarkan hasil analisis korelasi parsial, antara kepadatan gastropoda
dengan tektur tanah, pH tanah dan bahan organik menghasilkan nilai yang
menunjukkan adanya hubungan atau korelasi yang kuat.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian pada ekosistem Mangrove Wonorejo Kota
Surabaya, diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui parameter
lainnya yang mempengaruhi struktur komunitas gastropoda. Serta perlunya
meningkatkan pelestarian guna menjaga keseimbangan pada ekosistem
mangrove.
49
DAFTAR PUSTAKA
Amrul, H.M.Z.N. 2007. Kualitas Fisika–Kimia Sedimen Serta Hubungannya Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Estuari Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Tesis. ITB. Bogor.
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove: Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Ariestika, R. 2006. Karakteristik Padang Lamun dan Struktur Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) di Pulau Burung, Kepulauan Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Ariska, S.D. 2012. Keanekaragaman dan Distribusi Gastropoda dan Bivalvia (Moluska) di Muara Karang Tirta, Pangandaran. Skripsi. Institut pertanian Bogor.
Brown, D. 2005. Freshwater Snails of Africa and their Medical Importance.
Second Edition. London: Taylor & Francis.
Cook, L. M. 1996. Colour Variation in Pythia plicata (Ferussac) (Gastropoda:
Ellobiidea). Journal of Molluscan Studies. 62: 127-129.
Dewi, D.A.N. 2013. Struktur Komunitas Marozoobenthos pada Sedimen Mangrove di Pulau Los Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Dewiyanti, I. 2004. Struktur Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) serta Asosiasinya pada Ekosistem Mangrove di Kawasan Pantai Ulee – Lheue, Banda Aceh, NAD. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
FAO. 1998. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of The Western Central Pacific. Volume 1. Seaweeds, Corals, Bivalves and Gastropods.
FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980-2005. Forest Resources Assesment Working Paper No. 153. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome: FAO.
Febriawan, E.N. 2014. Jenis dan Karakteristik Sedimen di Daerah Mangrove Perairan Teluk Antang Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
50
Febrita, E., Darmawati dan J. Astuti. 2015. Keanekaragaman Gastropoda dan Bivalvia Hutan Mangrove sebagai Media Pembelajaran pada Konsep Keanekaragaman Hayati Kelas X SMA. Jurnal Biogenesis. 11 (2): 119-128.
Handayani, E.A. 2006. Keanekaragaman Jenis Gastropoda di Pantai Randusangan Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Hartoni dan A. Agussalim. 2013. Komposisi dan Kelimpahan Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) di Ekosistem Mangrove Muara Sungai Musi Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal. Universitas Sriwijaya. 5 (1): 6 – 15.
Hawari, A. 2013. Hubungan Antara Bahan Organik Sedimen dengan Kelimpahan Makrozoobenthos di Perairan Pantai Pandan Provinsi Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Riau.
Iman, A. N. 2014. Keseuaian Lahan untuk Perencanaan Rehabilitasi Mangrove dengan Pendekatan Analsis Elevasi di Kuri Caddi, Kabupaten Maros. Skripsi. Universitas Hassanudin. Makassar.
Insanabella, Z. T. 2012. Pengaruh Pengelolahan Terhadap Profil Protein dan Asam Amino pada Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa). Skripsi. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Irawan, I. 2008. Struktur Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bilvalvia) serta Distribusinya di Pulau Burung dan Pulau Tikus, Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Izzati, M. 2015. Perbedaan Kandungan Bahan Organik pada Tanah Pasir dan Tanah Liat setelah Penambahan Pembenah Tanah dari Bahan Dasar Tumbuhan Akuatik. Buletin Anatomi dan Fisiologi. Universitas Diponegoro. 23 (2): 1-6.
Kamalia, M. 2013. Pola Sebaran Gastropoda Mangrove Kelurahan Tanjung Ayun Sakti Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Karyanto, P., Maridi dan M. Indrowati. 2004. Variasi Cangkang Gastropoda Ekosistem Mangrove Cilacap Sebagai Alternatif Sumber Pembelajaran Moluska; Gastropoda. BIOEDUKASI. FKIP. Universitas Sebelas Maret. 1(1): 1-6.
Kay, A. E. 1979. Hawaiian Marine Shell: Reef and Shore Fauna of Hawaii-Section 4. Mollusca. Bishop Museum Press, Honolulu.
51
Kushartono, E.W. 2004. Beberapa Aspek Bio-Fisik-Kimia Tanah di Daerah Mangrove Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Lasalu, N. 2015. Komposisi dan Keanekaragaman Gastropoda Ekosistem Mangrove di Wilayah Perairan Teluk Tomini sekitar Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu. Universitas Negeri Gorontalo.
Leatemia, S.P.O. 2010. Distribusi Spasial Komunitas Gasropoda dan Asosiasinya dengan Habitat Lamun di Pesisir Manokwari Papua Barat. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Lekatompessy, S.T.A. dan A. Tutuhatunewa. 2010. Kajian Konstruksi Model Peredam Gelombang dengan Menggunakan Mangrove di Pesisir Lateri – Kota Ambon. ARIKA. Universitas Pattimura Ambon. 4 (1): 51 – 59.
Lihawa, Y. 2013. Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda Ekosistem Mangvore Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boaleno. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo.
Lumalutur, F.L. 2004. Komposisi Jenis Gastropoda pada Komunitas Hutan Mangrove di Pulau Tameni dan Pulau Raja, Desa Gita, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Magfirah, Emiyarti dan Haya, L.O.M.Y. 2014. Karakteristik Sedimen dan Hubungannya dengan Struktur Komunitas MAkrozoobenthos di Sungai Tahi Ite Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia. 14 (4): 117 – 131.
Mardi. 2014. Keterkaitan Struktur Vegetasi Mangrove dengan Keasaman dan Bahan Organik Total Sedimen pada Kawasan Suaka Margasatwa Mampie di Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Pelewali Mandar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Marpaung, A.A.F. 2013. Keanekaragaman Makrozoobenthos di Ekosistem Mangrove Silvofishery dan Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai Boe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Maulana, R. 2004. Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Kawasan Pesisir Batu Ampar Kalimantan Barat. Skripsi. IPB. Bogor.
Morris, P.A. 1966. A Field Guide to Shells of the Pacific Coast and Hawaii. Second Edition.
Morton, B. 1996. The Marine Biology of The South China Sea III. Hong Kong: Hong Kong University Press.
52
Nono, D.R., F.B. Boneka dan G.S. Gerung. 2013. Siput Gastropoda pada Alga Makro di Tanjung Arakan dan Pulau Nain, Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan Kelautan Tropis. 9 (2): 45-49.
Nuha, U. 2015. Keanekaragaman Gastropoda pada Lingkungan Terendam Rob Desa Bendono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Skripsi. Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang.
Pratikto, I dan B. Rochaddi. 2006. Ekologi Perairan Delta Wulan Demak Jawa Tengah: Korelasi Sebaran Gastropoda dan Bahan Organik Dasar di Kawasan Mangrove. Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. 11 (4): 216-220.
Pribadi, R., R. Hartati dan C. A. Suryono. 2009. Komposisi Jenis dan Distribusi Gastropoda di Kawasan Hutan Mangrove Segara Anakan Cilacap. Ilmu Kelautan. 14 (2): 102-111.
Prijono, S. 2011. Instruksi Kerja Laboratorium Fisika Tanah. Fakultas Pertanian UB Malang.
. 2013. Instruksi Kerja Pengukuran pH, Bahan Organik, KTK dan KB. Fakultas Pertanian UB Malang.
PSSDAL (Pusat Survey Sumber Daya Alam Laut). 2009. Peta Mangrove Indonesia. BAKOSUTARNAL.
Rangan, J.K. 2010. Inventarisasi Gastropoda di Lantai Hutan Mangrove Desa Rap-Rap Kabupaten Minahasa Selatan Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 6 (1): 63 – 66.
Riniatsih, I dan Widyaningsih. 2007. Kelimpahan dan Pola Sebaran Kerang-Kerangan (Bivalvia) di Ekosistem Padang Lamun, Perairan Jepara. Jurnal Ilmu Perairan. 12 (1).
Riniatsih, I dan E.W Kushartono. 2009. Substrat Dasar dan Parameter Oseanografi sebagai Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten Rembang. Jurnal Ilmu Kelautan. 14 (1): 50-59.
Romdhani, A.M., Sukarsono dan E. Susetyarini. 2016. Keanekaragaman Gastropoda Hutan Mangrove Baban Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep Sebagai Sumber Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. Universitas Muhammadiyah Malang. 2 (2): 161-167.
Satria, M. 2014. Keanekaragaman dan Distribusi Gastropoda di Perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
53
Setiawan, H. 2013. Status Ekologi Hutan Mangrove pada Berbagai Tingkat Ketebalan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. 2 (2): 104-120.
Silalahi, J. 2010. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. ALFABETA. Bandung.
Suwigno, R., B. Widigdo, Y. Wardiatno, dan M. Krisanti. 2005. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ulmaula, Z., S. Purnawan dan M.A. Sarong. 2016. Keanekaragaman Gastropoda dan Bivalvia Bedasarkan Karateristik Sedimen Daerah Intertidal Kawasan Pantai Ujong Pancu Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 1 (1): 124-134.
Wahyuni, S. Jenis-Jenis Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) pada Ekosistem Mangrove di Desa Dedap Kecamatan Tasikputipuyu Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Jurnal Mahasiswa Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan Universitas Pasir Pengaraian.
Wijarni. 1990. Avertebrata Air I. Diktat Kuliah. Universitas Brawijaya.
Wijayanti, M. 2007. Kajian Kualitas Perairan di Pantai Kota Bandar Lampung Berdasarkan Komunitas Hewan Makrozoobenthos. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Wildsingapore. 2017. www.wildsingapore.com. Diakses pada tanggal 18 September 2017. Pada pukul 14.00 WIB.
WoRMS. 2017. http://marinespecies.org/. Diakses pada tanggal 7 Maret 2017. Pada pukul 08.00 WIB.
Zamroni, Y. dan I.S. Rohyani. 2008. Produksi Seresah Hutan Mangrove di Perairan Teluk Sepi, Lombok barat. Jurnal Biodiversitas. Universitas Mataram. 9 (4): 284-287.