makalah mata kuliah ulumul kalam "aliran kholaf

11
Halaman => 1 BAB 1 PENDAHULUAN Islam adalah Agama Rohmatal Lil ‘Alamin, dimana agama Islam menerima adanya perbedaan, karena bagi Islam perbedaan adalah Rohmat. Begitupun dengan perbedaan imam (Aliran) dibolehkan dalam Islam. Persoalan imam merupakan aspek utama dalam ajaran agama Islam. Perbedaan teologis dikalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka dala bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yamg muncul tentang berbagai persoalan.Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para Rasul, Malaikat, Hari Kiamat dan berbagai ajaran Nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Pada makalah ini akan dibahas tentang Aliran Kholaf atau yang lebih dikenal dengan Aliran ASWAJA, setelah bab ini Tim penyusun berharap kita mampu menerangkan dan berpendapat tentang Aliran Kholaf di antaranya adalah : a) Penyebabkan timbulnya aliran Kholaf (Al- Asy’ariyah dan Al - Maturidiyah). b) Tokoh-Tokoh aliran Kholaf (Al- Asy’ariyah dan Al - Maturidiyah). c) Doktrin aliran Kholaf (Al- Asy’ariyah dan Al - Maturidiyah).. d) Parbedaan dan Persamaan aliran Al- Asy’ariyah dan aliran Al - Maturidiyah

Upload: umar-alfikr

Post on 07-Dec-2014

253 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

SEKLOAH TINGGI ISLAM MA'HAD ALYBABAKAN CIWARINGIN CIREBON

TRANSCRIPT

Halaman => 1

BAB 1

PENDAHULUAN

Islam adalah Agama Rohmatal Lil ‘Alamin, dimana agama Islam menerima adanya

perbedaan, karena bagi Islam perbedaan adalah Rohmat. Begitupun dengan perbedaan imam

(Aliran) dibolehkan dalam Islam. Persoalan imam merupakan aspek utama dalam ajaran

agama Islam. Perbedaan teologis dikalangan umat Islam sejak awal memang dapat

mengemuka dala bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian

tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yamg muncul tentang berbagai

persoalan.Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada

aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para Rasul, Malaikat, Hari

Kiamat dan berbagai ajaran Nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk

memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan

wahyu dan akal, keadilan Tuhan.

Pada makalah ini akan dibahas tentang Aliran Kholaf atau yang lebih dikenal dengan

Aliran ASWAJA, setelah bab ini Tim penyusun berharap kita mampu menerangkan dan

berpendapat tentang Aliran Kholaf di antaranya adalah :

a) Penyebabkan timbulnya aliran Kholaf (Al- Asy’ariyah dan Al - Maturidiyah).

b) Tokoh-Tokoh aliran Kholaf (Al- Asy’ariyah dan Al - Maturidiyah).

c) Doktrin aliran Kholaf (Al- Asy’ariyah dan Al - Maturidiyah)..

d) Parbedaan dan Persamaan aliran Al- Asy’ariyah dan aliran Al - Maturidiyah

Halaman => 2

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KHOLAF

Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad III

H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang dimiliki salaf.

Khalaf berasal dari kata خلف yang artinya Masa yang akan datang1),

.Khalaf menurut istilah diartikan sebagai jalan para ulama’ modern, walaupun tidak dapat

dikatakan bahwa semua ulama’ modern mengikuti jalan ini.2)

Adapun ungkapan Ahlussunnah (sering juga disebut dengan sunni) dapat dibedakan

menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Dalam sunni dalam pengertian umum

adalah lawan kelompok syi’ah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah juga sebagaimana

Asy’ariyah masuk dalam barisan sunni. Sedangkan Sunni dalam pengertian khusus adalah

madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah atau Al Maturidiyah dan merupakan lawan

Mu’tazilah. Pengertian kedua inilah yang dipakai dalam pembahasan ini.

Selanjutnya, Ahlussunnah banyak dipakai setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan

Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran–ajaran Mu’tazilah.

B. ALIRAN AL- ASY’ARIYAH

1. Sejarah Kemunculan Aliran Asy’ariyah

Pendiri aliran Al-Asy’ariyah adalah Abu Al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il Al-Asy’ari

yang lahir di Basrah pada tahun 873 Masehi dan wafat pada tahun 935 Masehi. Beliau

masih keturunan dari Abu Musa Al-Asy’ari, seorang duta perantara dalam perseteruan

pasukan shohabat Ali dan Mu’awiyah. 2 Sejak kecil Abu Al-Hasan berguru pada

Syech Al-Jubba’i seorang tokoh Mu’tazilah yang sangat terkenal. beliau adalah murid

yang cerdas dan menjadi kebanggaan gurunya, beliau sering mewakili gurunya untuk

acara bedah ilmu dan diskusi. Dengan ilmu ke-mu’tazilahannya, ia gencar menyebar

luaskan paham mu’tazilah dengan karya-karya tulisnya.

Karena tidak sepaham dengan gurunya dan ketidak puasannya terhadap

aliran Mu’tazilah, walaupun ia sudah menganut paham Mu’tazilah selama 40 tahun, maka

ia membentuk aliran yang dikenal dengan namanya sendiri pada tahun 300 Hijriyah.

_____________________________________________ 1) Idrus Alkaf, Kamus Tiga Bahasa Al-Manar, 2) FARIHA ILYAS

Halaman => 3

Ketidak-puasan Al-Asy’ari terhadap aliran Mu’tazilah diantaranya adalah :

a. Karena adanya keragu-raguan dalam diri Al-Asy’ari yang mendorongnya

untuk keluar dari paham Mu’tazilah. Menurut Ahmad Mahmud Subhi, keraguan itu

timbul karena ia menganut Madzhab Syafi’i yang mempunyai pendapat berbeda

dengan aliran Mu’tazilah. misalnya Madzhab syafi’i berpendapat bahwa Al-Qur’an

itu tidak diciptakan, tetapi bersifat Qadim dan Allah dapat dilihat di akhirat nanti.

Sedangkan menurut paham Mu’tazilah, bahwa Al-Qur’an itu bukan Qadim akan

tetapi hadits dalam arti baru dan diciptakan Allah dan Allah bersifat rohani dan

tidak dapat dilihat dengan mata.

b. Menurut Hammudah Ghurabah, ajaran-ajaran yang diperoleh dari Al-Juba’i,

menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak mendapatkan penyelesaian yang

memuaskan, misalnya tentang mukmin, kafir dan anak kecil.

Puncak perselisihan antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah dalam masalah keadilan

Allah adalah ketika Mu’tazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan

Asy’ariyah, bahwa jika keadilan mencakup iktiar, baik dan buruk logistik serta

keterikatan tindakan Allah dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka

pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Allah (Tauhid fil Af’al)

bahkan bertentang dengan ke-Esaan Allah itu sendiri. Karena ikhtiar menurut Mu’tazilah

merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan juga menafikan ikhtiar dari

Dzat-Nya. Dalam pandangan Asy’ariyah, Allah itu adil, sedangkan pandangan

Mu’tazilah standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk menghukumi

Allah, sebab segala sesuatu yang bekenaan dengan kebaikan manusia hukumnya wajib

bagi Allah. Tetapi bagaimanapun Al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah ketika

golongan ini sedang berada dalam fase kemunduran dan kelemahan. Setelah Al-

Mutawakkil membatalkan putusan Al-Ma’mun tentang penerimaan aliran Mu’tazilah

sebagai madzhab Negara, kedudukan kaum Mu’tazilah mulai menurun, apalagi

setelah Al-Mutawakkil mengunjukan sikap penghargaan dan penghormatan terhadap

diri Ibn Hanbal, lawan Mu’tazilah terbesar waktu itu.

Dalam suasana demikianlah Al-Asy’ari keluar dari golongan Mu’tazilah

dan menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat pada

hadits. Disini timbul pertanyaan, apakah tidak mungkin bahwa Al-Asy’ari

meninggalkan paham Mu‟tazilah karena melihat bahwa aliran Mu’tazilah tidak dapat

diterima umumnya umat Islam yang bersifat sederhana dalam pemikiran-

pemikiran? Dan pada waktu itu tidak ada aliran teologi lain yang teratur sebagai

Halaman => 4

gantinya untuk menjadi pegangan mereka. Dengan kata lain, tidaklah mungkin

bahwa Al-Asy’ari melihat bahayanya bagi umat Islam kalau mereka

ditinggalkan tidak mempunyai pegangan teologi yang teratur. Rasanya hal

inilah, ditambah dengan perasaan syak tersebut diatas yang mendorong Al-Asy’ari untuk

meninggalkan ajaran-ajaran Mu’tazilah dan membentuk teologi baru setelah puluhan

tahun ia menjadi penganut setia aliran Mu’tazilah.

2. Tokoh-tokoh Aliran As’ariyah

Tokoh-tokoh besar yang mempunyai andil dalam menyebarluaskan dan

memperkuat aliran Asy’Ariyah sangatlah banyak sekali. Diantara pengikut yang terpenting

adalah:

1. Muhammad Iba Al-Tayyib ibn Muhammad Abu Bakar Al- Baqillani (403 H)

Abu Bakar Al-Baqillani adalah pengganti pertama dari Asy’ari, lahirnya beberapa tahun

setelah Asy’ari dan wafat di Baghdad tahun 1013 M. Al-Baqillani tidak begitu saja

menerima ajaran-ajaran Asy’ari. Dalam beberapa hal dia tidak sepaham dengan Asy’ari,

namun Beliu juga sepaham dengan pendapatnya Asy’ari mengenai paham perbuatan

manusia. Kalau bagi Asy’ari perbuatan Manusia diciptakan oleh Allah SAW. Menurut

Baqillani sendiri, manusia mempunyai sumbangan yang efektif dalam perwujudan

perbuatannya.

2. Imam Al-Haramain (478 H= 1058 M)

Imam Al Haramain adalah Abdulmalik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin

Abdullah bin Hayuwiyah Al Juwaini An Naisaburi. Pada masa hidupnya beliau digelari

sebagai Imamul Haramain. Gelar Imamul Haramain (Imam Haramain), karena beliau

pernah tinggal di Makkah Al Mukaramah selama empat tahun. Di sana belajar yang

selanjutnya bahkan mengajar dan melakukan rnunazharah (Perdebatan) unfuk

pemantapan dan memperkokoh pendiriannya dalam ilmu yang diperolehnya. Oleh sebab

keunggulannya, beliau mampu rneluruskan dan membela pandangan aqidah yang hak.

Beliau tempatkan pandangan aqidah Ahlussunnah pada ternpatnya dengan

megenyampingkan pengaruh golongan yang sesat dan merusak. Sehingga beliau

mendapat gelar Dliyauddin, yakni Penerang Agama.

Sama dengan Al-baqillani, Al-jawaini juga tidak selamanya setuju dengan ajaran-ajaran

Asy’ari. Mengenai anthropomurphisme ia berpendapat bahwa tangan Tuhan harus

diartikan (ta’wil) kekuasaan Tuhan. Mata Tuhan diartikan penglihatan Tuhan dan wajah

Halaman => 5

Tuhan diartikan wujud Tuhan. Dan keadaan duduk di atas tahta kerajaan diartikan

Tuhan berkuasa dan Maha Tinggi.

Mengenai perbuatan manusia Al-Juwaini berbeda pendapat dengan Al-Baqillani. Daya

yang ada pada manusia dalam pendapat Al-Juwaini juga mempunyai efek. Tetapi

efeknya serupa dengan efek yang terdapat antara sebab dan musahab. Wujud tergantung

pada daya yang ada pada manusia. Dengan demikian Al-juwaini berada jauh dari paham

Al-Asy’ari dan lebih dekat dengan paham mu’tazillah tentang causahty.

3. Abu Hamid Al-Gazali (505 H= 1111 M)

Al-gazali adalah tokoh Islam yang beraliran Ahli sunnah wal jama’ah paham teologi

yang dimajukan boleh dikatakan tidak berbeda dengan paham-paham Asy’ari. Al-gazali

mengakui bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat

Tuhan. Juga Al-quran dalam pendapatnya bersifat qadim dan tidak diciptakan.

Mengenai perbuatan manusia ia juga berpendapat bahwa Tuhanlah yang menciptakan

daya dan perbuatan dan daya itu terdapat pada diri manusia. Al-Gazali mempunyai

paham yang sama dengan Asy’ari tentang beautific vision yaitu Tuhan bisa dilihat

karena tiap-tiap yang mempunyai wujud dapat dilihat. Menurut Al-Gazali, Allah adalah

satu-satunya sebab bagi alam. Ia ciptakan dengan kehendak dan kekuasaannya, karena

kehendak Allah adalah sebab bagi segala yang ada, sedangkan ilmunya meliputi segala

sesuatu. Atas pengaruh Al-Gazali, ajaran Al-Asy’ari yang serupa inilah yang meluas

dikalangan Islam ahli sunnah dan jama’ah.

4. Al-Syahrastani (548 H= 1153 M)

Al-Syahrastani benar-benar menguasai sejarah dan pendapat-pendapat dari berbagai

aliran Islam. Itu ia paparkan secara obyektif di dalam bukunya, al-milal wa al-Nihal

(agama dan kepercayaan) yang sudah di kenal para analisis sejak abad yang lampau

sebelum mereka menemukan kembali Maqalat al-islamiyyin karya Al-Asy’ari itu. Buku

ini mereka jadikan rujukan, bahkan sampai hari ini.

Al-syarastani tidak hanya meemfokuskan diri pada kelompok-kelompok keagamaan,

tetapi juga mengkaji par filosof klasik dan modern. Penguasaan filosofinya ternyata

amat mendalam dan sempurna. Nampak bahwa Al-syahrastani banyak terpengaruh oleh

ibnu Sina, walaupun ia juga mengritik dan menentangkan. Tokoh Aliran Al-Asy’ariah

Halaman => 6

3. Doktrin - Doktrin Aliran Asy”ariyah

Pemikiran Al-Asy’ari yang terpenting adalah :

Tuhan dan sifat-sifat-Nya, Al-Asy’ari menyatakan Allah mempunyai sifat-sifat

seperti Tangan dan Kaki tapi tidak bisa diartikan secara harfiah melainkan secara

simbolis, dan ia mengatakan sifat Tuhan itu tidak dapat dibandingkan dengan sifat

manusia yang tampaknya mirip.

Kebebasan Dalam Berkehendak, Al-Asy’ari membedakan antara Khaliq dan

Kasab, menurutnya Allah adalah pencipta perbuatan manusia dan manusia

sendirilah yang mengupayakannya.

Akal dan Wahyu serta Kriteria Baik dan Buruk Al-Asy’ari mengatakatan bahwa

baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu

Qodimnya Al-Qur’an Al-Asy’ari mengatakan bahwa Al-Qur’an terdiri atas kata-

kata, huruf dan bunyinya, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan

karenanya tidakqodim.

Melihat Allah SWT, Al-Asy’ari mengatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat

tetapi tidak dapat digambarkan.

Keadilan Al-Asy’ari mengatakan bahwa Allah tidak memiliki keharusan apapun

karenaiaa dalah PenguasaMutlak.

Kedudukan Orang Berdosa Al-Asy’ari mengatakan bahwa Mukmin yang berbuat

dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang

karena dosa selain kufur.

C. ALIRAN AL MATHURIDIYAH

1. Sejarah Aliran Al Maturidiyah

Latar belakang lahirnya aliran ini, hampir sama dengan aliran AlAsy’ariyah, yaitu

sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran dari aliran Mu’tazilah, walaupun sebenarnya

pandangan keagamaan yang dianutnya hampir sama dengan pandangan Mu’tazilah yaitu

lebih menonjolkan akal dalam sistem teologinya.

Pendiri dari aliran ini adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud

al-Maturidi yang lahir di Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke sembilan Masehi

dan meninggal pada tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-

pahamnya mempunyai banyak persamaan dengan paham-paham yang diajarkan oleh Abu

Hanifah. Aliran teologi ini dikenal dengan nama Al-Maturidiyah, yang sesuai dengan nama

pendirinya yaitu Al-Maturidi.3)

_______________________________________________

3). Al-Maturidi, Kitab Syarh al-Akbar, Hyderabad: Dar’irah al-Ma’arif al-Nizamiah, 1321 H

Halaman => 7

2. Tokoh-tokoh aliran Al Maturidiyah

Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr

Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun

493 Hijriyah. Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena neneknya adalah

murid dari Al-Maturidi. Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang salah

satunya adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-Aqa’dal

Nasafiah. Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya

sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat

perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat

dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al-Maturidi

dan golongan Bukhara yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.

3. Doktrin-doktrin Aliran Al Maturidiyah

Akal dan Wahyu, dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-

Qur'an dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-asy’ari. Menurut Al-Maturidi,

mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal.

Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut. sesuai dengan ayat-ayat Al-

Qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha

memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan

pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai

kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh

manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk

memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban

yang diperintah ayat ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu

mengetahui kewajiban-Kewajiban lainnya.

Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk

sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah

hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam

kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing. Al-Maturidi

membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:

Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.

Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu.

Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk

ajaran wahyu.

Halaman => 8

Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena

larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah

dan Al-Asy’ari.

Perbuatan Manusia, menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan

karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaannya. Dalam hal ini, AlMaturidi

mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai

pencipta perbuatan manusia.

Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak

sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendaknya itu berlangsung sesuai

dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkannya sendiri.

Sifat Tuhan dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah.

Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat

Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat sifat Tuhan.

Melihat Tuhan Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini

diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al Qiyamah ayat

22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa),

karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.

Kalam Tuhan Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan

bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam

nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara

adalah baharu (hadist).

Perbuatan Manusia menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud

ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan ga ada yang memaksa atau membatasi

kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh

kehendak-Nya sendiri. Pengutusan Rasul Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda

dengan pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-

tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik

dalam kehidupannya.

Pelaku dosa besar Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir

dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat.

Halaman => 9

D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ASY’ARIYAH DAN AL MATURIDIYAH

1. Persamaan Asy’ariyah dan Al Maturidiyah

Kedua aliran ini lahir akibat reaksi terhadap paham aliran Mu’tazilah.

Mengenai sifat-sifat Tuhan, kedua aliran ini menyatakan bahwa Tuhan

mempunyai sifat-sifat dan Tuhan mengetahui bukan dengan dzat-Nya tetapi

mengetahui dengan pengetahuan-Nya.

Keduanya menentang ajaran Mu’tazilah mengenai al-Salah wal Aslah dan

beranggapan bahwa al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang tidak diciptakan, tetapi

bersifat qadim.

Al-Asy’ari dan Al-Maturidi juga berkeyakinan bahwa manusia dapat melihat

Allah pada hari kiamat dengan petunjuk Tuhan dan hanya Allah pula yang

tahu bagaimana keadaan sifat dan wujud-Nya.

Persamaan dari kedua aliran ini adalah karena keduanya sering menggunakan

istilah ahlu sunnah wal jama’ah. Dan dikalangan mereka kebanyakan

mengatakan bahwa madzhab salaf ahlu sunnah wal jama’ah adalah apa yang

dikatakan oleh Al-Asy’ari an Al-Maturidi.

2. Perbedaan Asy’ariyah dan Al Maturidiyah

Tentang perbuatan manusia. Al-Asy’ari menganut paham Jabariyah

sedangkan Al-Maturidi menganut paham Qodariyah

Tentang fungsi akal. Akal bagi aliran Asy’ariyah tidak mampu untuk

mengetahui kewajiban-kewajiban manusia sedangkan menurut pendapat

Maturidiyah akal dapat mengetahui kewajiban-kewajiban manusia untuk

berterima kasih kepada Tuhan.

Tentang Janji dan ancaman Tuhan. Al-Asy’ari berkeyakinan bahwa Allah

bisa saja menyiksa orang yang taat, memberi pahala kepada orang yang durhaka,

sedangkan Al-Maturidi beranggapan lain, bahwa orang yang taat akan

mendapatkan pahala sedangkan orang yang durhaka akan mendapat siksa, karena

Allah tidak akan salah karena Ia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.

Halaman => 10

BAB III

KESIMPULAN

1. Aliran Al-Asy’ariyah dibentuk oleh Abu Al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il Al-Asy’ari yang lahir

di Basrah pada tahun 873 Masehi dan wafat pada tahun 935 Masehi. Beliau masih

keturunan Abu Musa Al-Asy’ari, seorang duta perantara dalam perseteruan pasukan Ali

dan Mu’awiyah. Sedangkan Aliran Maturidiyah didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Ibn

Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi yang lahir di Samarkand pada pertengahan kedua

dari abad ke sembilan Masehi dan meninggal pada tahun 944 Masehi. Ia adalah pengikut

Abu Hanifah dan paham-pahamnya mempunyai banyak persamaan dengan paham-paham

yang diajarkan oleh Abu Hanifah. Aliran teologi ini dikenal dengan nama Al-

Maturidiyah, yang sesuai dengan nama pendirinya yaitu Al-Maturidi.

2. Adapun Aliran Al-Asy’ariyah dan Al- Maturidiyah memiliki beberapa persamaan

dan perbedaan dalam beberapa fahamnya. Persamaannya adalah mengenai hal - hal

sebagai berikut :

Aliran ini lahir akibat reaksi terhadap paham aliran Mu’tazilah.

Sifat-sifat Tuhan.

Keduanya menentang ajaran Mu’tazilah mengenai al-Salah wal Aslah dan

beranggapan bahwa al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang tidak diciptakan, tetapi

bersifat qadim.

Al-Asy’ari dan Al-Maturidi juga berkeyakinan bahwa Manusia dapat melihat

Allah pada hari kiamat dengan petunjuk Tuhan dan hanya Allah pula yang

tahu bagaimana keadaan sifat dan wujud-Nya.

Perbedaannya antara lain :

Tentang perbuatan manusia. Al-Asy’ari menganut paham Jabariyah

Sedangkan Al-Maturidi menganut paham Qodariyah

Tentang fungsi akal. Akal bagi aliran Asy’ariyah tidak mampu untuk

mengetahui kewajiban-kewajiban manusia sedangkan menurut pendapat

Maturidiyah akal dapat mengetahui kewajiban-kewajiban manusia untuk

berterima kasih kepada Tuhan.

Tentang Janji dan ancaman Tuhan. Al-Asy’ari berkeyakinan bahwa Allah

bisa saja menyiksa orang yang taat, memberi pahala kepada orang yang

durhaka, sedangkan Al-Maturidi beranggapan lain, bahwa orang yang taat

akan mendapatkan pahala sedangkan orang yang durhaka akan mendapat

siksa, karena Allah tidak akan salah karena Ia Maha Bijaksana dan Maha

Mengetahui.

Halaman => 11

DAFTAR PUSTAKA

Fariha Ilyas Blog http://farihailyas.blogspot.com/2010/08/salaf-dan-khalaf-dalam-tawil-ayat-

ayat.html

IIM Tarbiyah Blog http://immtarbiyahpwt.blogspot.com/2011/09/aliran-asyariyah-dan-

maturidiyah.html

Maha Santri Blog http://matakedip1315.wordpress.com/2013/01/19/asyariyah-dan-

maturidiyah/