makalah lingkungan hidup
TRANSCRIPT
PERUSAHAAN DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN
I. Pengertian Perusahaan
Adalah suatu unit kegiatan yang melakukan aktivitas pengolahan aktivitas pengolahan faktor-faktor produksi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusi serta melakukan uapaya lain dengan tujuan memperoleh keuntungan dan memuaskan kebutuhan masyarakat. Atau suatu unit kegiatan ekonomi yang di organisasikan dan dijalankan sebagai organisasi produksi yang tujuannya untuk menggunakan dan mengkoordinir sumber-sumber ekonomi dengan tujuan untuk menyediakan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan dengan cara yang menguntungkan.
II. Tempat dan Kedudukan Perusahaan
Pemilihan tempat dan letak perusahaan, factor penting untuk menjamin tercapainya:
Tujuan perusahaan Efisiensi perusahaan
Daerah pemasaran produk
Pindah tempat : tidak ekonomis dan peraturan pemerintah
1. Tempat Kedudukan Perusahaan
Adalah kantor pusat perusahaan tersebut yang dipengaruhi oleh faktor kelancaran hubungan dengan lembaga lainnya.
2.. Letak Prusahaan
Adalah tempat perusahaan melakukan kegiatan fisik atau pabrik dipengaruhi oleh factor ekonomi, untuk efisiensi yang berkaitan dengan biaya.
. Jenis-Jenis Letak Perusahaan
Dibedakan menjadi 4, yaitu :
Terikat pada alam
Pada umumnya karena tersediaan dan kemudahan bahan baku.
Contoh : Perusahaan timah, emas, minyak bumi.
Terikat sejarah
1
Perusahaan menjalankan aktivitasnya di suatu daerah tertentu karena hanya dapat di jelaskan berdasarkan sejarah.
Contoh : Perusahaan batik, pekalongan.
Ditetapkan oleh pemerintah
Perusahaan yang didirikan atas dasar pertimbangan, keamanan, politik dan kesehatan.
Contoh : Perusahaan kimia, limbah dampaknya dapat ditekan serendah mungkin.
Dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi
Yang bersifat industri adalah : ketersediaan bahan mentah, tenaga air, tenaga kerja, modal, transportasi, kedekatan dengan pasar, dan kesesuaian iklim.
III. Perusahaan dan Lembaga Sosial
Perusahaan adalah suatu unit kegiatan produksi yang menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat jadi bukan untuk mencapai keuntungan maximal tapi juga mempunyai tujuan membuka kesempatan kerja, pertimbangan politik dan upaya pengabdian kepada masyarakat.
1. Tujuan Pendirian Perusahaan
Di badakan menjadi 2, yaitu :
Tujuan ekonomis
Berkenaan dengan upaya perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya.
Contoh : Menciptakan laba, pelanggan, keinginan konsumen, tenaga produk, kualitas, harga, kuantitas, pelanggan (inovatif).
Tujuan social
Perusahaan memperhatikan keinginan investor, karyawan, penyedia, factor-faktor produksi, maupun masyarakat luas.
Kedua tujuan tersebut saling mendukung untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu memberi kepuasan kepada keinginan konsumen ataupun pelanggan.
2. Perusahaan Sebagai Suatu Sistem
System adalah suatu kesatuan dari unit-unit yang saling berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsungdalam rangka mencapai tujuan tertentu. Perusahaan adalah suatu system
2
karena merupakan kombinasi dari berbagai sumber ekonomi yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi proses produksi serta distribusi barang dan jasa untuk mencapai tertentu antara lain keuntungan, pemenuhan kebutuhan masyarakat,maupun tanggung jawab social.
Kepada pemilik modal => pengelolaan keuangan dan kemajuan perusahaan.
Kepada lembaga peneliti => membantu pendanaan.
Kepada pekerja => membayar gaji dan memenuhi fasilitas kerja.
Kepada konsumen => menyediakan B&J yang bagus.
Kepada pemerintah => membayar pajak.
3.. Sifat Sistem Perusahaan
Ada beberapa sifat :
Kompleks Sebagai suatu kesatuan / unit.
Sifatnya beragam.
Saling tergantung.
Dinamis
4.. Fungsi-fungsi Perusahaan
Ada 2 fungsi perusahaan apabila kedua fungsi tersebut dijalankan dengan lancer, terkoordinir, terintegrasi dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
Fungsi operasi
Pembelian dan produksi, pemasaran, keuangan, personalia, fungsi operasi utama perusahaan, akuntansi, administrasi, teknologi informasi, transformasidan komunikasi, pelayanan umum dan uu, fungsi operasi penunjang.
Fungsi manajemen
Perencanaan, pengorganisasian, pengarah, pengendalian.
Bila keduanya berjalan dengan baik perusahaan akan menjalankan operasinya dengan lancer, terkoordinasi, terintegrasidalam rangka mencapai tujuan.
5. Ciri-ciri Perusahaan
3
Mencerminkan kekhasan yang membuat perusahaan bersangkutan mudah dikendali.
Cirri umumnya :
Operatif
Adanya aktivitas ekonomi yang berkenaan dengan kegiatan produksi, penyedia / distribusi barang dan jasa.
Koordinatif
Diperlukan koordinasi semua pihak agar saling mendukung satu sama lain untuk mencapai tujuan.
Regular
Untuk mencapai kesinambungan perusahaan diperlukan keteraturan yang dapat mendukung aktivitas agar dapat selalu bergerak maju.
Dinamis
Lingkungan selalu berubah oleh karena itu mampu mengikuti dan menyesuaikan diri terhadap perubahan.
Formal
Tunduk kepada peraturan yang berlaku setelah memenuhi persyaratan pendirian,
Lokasi
Perusahaan didirikan pada suatu tempat tertentu dalam suatu kawasan yang secara geografis jelas.
Pelayanan Bersyarat
Keberhasilan perusahaan tersebut terhadap visi dan misi dalam suatu kawasan yang secara geografis jelas.
Lingkungan Perusahaan
4
Keseluruhan dari factor-faktor ekstern yang mempengaruhi perusahaan baik organisasi maupun kegiatannya.
Pada dasarnya lingkungan perusahaan dibedakan menjadi :
1. Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal perusahaan yang berpengaruh tidak langsung terhadap kegiatan perusaan.
Lingkungan eksternal perusahaan dapat dibedakan menjadi :
A) Lingkungan eksternal makro
Adalah lingkungan eksternal yang berpengaruh tidak langsung terhadap kegiatan usaha. Contoh :
Keadaan alam => SDA, lingkungan. Politik dan hankam => kehidupan operasional perusahaan sangat terpengaruh oleh politik
dan hankam Negara dimana perusahaan berada => menciptakan.
Hukum
Perekonomian
Pendidikan dan kebudayaan
Social dan budaya
Kependudukan
Hubungan internasional.
B) Lingkungan eksternal mikro
Adalah lingkungan eksternal yang pengaruh langsung terhadap kegiatan usaha.
Contoh :
Pemasok / supplier : yang menunjang kelangsungan operasi perusahaan. Perantara, misalnya distribotur, pengecer yang berperan dalam pendistribusian hasil-hasil
produksi ke konsumen.
Teknologi : yang berkaitan dengan perkembangan proses kerja, peralatan metode, dll.
Pasar, sebagai sasaran dari produk yang dihasilkan perusahaan.
5
2. Lingkungan Internal
Adalah factor-faktor yang berada dalam kegiatan produksi dan langsung mempengaruhi hasil produksi.
Contoh :
Tenaga kerja Peralatan dan mesin
Permodalan (pemilik, investor, pengelolaan dana)
Bahan mentah, bahan setengah jadi, pergudangan
System informasi dan administrasi sebagai acuan pengambilan keputusan.
Perusahaan dan Lingkungan Perusahaan
1. Pengertian Perusahaan
Perusahaan adalah suatu tempat untuk melakukan kegiatan proses produksi barang atau jasa.
Hal ini disebabkan karena ‘ kebutuhan ‘ manusia tidak bisa digunakan secara langsung dan
harus melewati sebuah ‘ proses ‘ di suatu tempat, sehingga inti dari perusahaan ialah ‘tempat
melakukan proses ‘ sampai bisa langsung digunakan oleh manusia.
a. menurut pemerintah Belanda, pada waktu membacakan “memorie van toelichting”
rencana undang-undang “Wetboek van Koophandle” di muka Parlemen, bahwa
“perusahaan” ialah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus
dengan terang-terangan dalam kedudukan tertentu dan untuk mencari laba.
b. menurut Prof. Molengraff, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan
secara terus menerus, bertindak keluar untuk mendapatkan penghasilan dengan cara
memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan
perjanjian-perjanjian perdagangan. Molengraff memandang perusahaan dari sudut
“ekonomi”.
c. menurut Polak, perusahaan ada bila diperlukan adanya perhitungan-perhitungan tentang
laba-rugi yang dapat diperkirakan, dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan. Di
sini Polak memandang perusahaan dari sudut “komersil”. Sudut pandang ini sama dengan
Molengraff, tetapi unsur pengertian perusahaan adalah lain. Pengertian perusahaan
menurut molengraff mempunyai enam unsur, sedangkan menurut Polak cukup dua unsur.
2. Tempat Kedudukan dan Letak Perusahaan
6
a. Jika dilihat dari subyeknya, maka Subyek Hukum :
- Pribadi kodrati - Pribadi hukum
b. Jika dilihat dari obyeknya, maka dapat berupa benda baik berwujud atau immaterial.
c. Jika dilihat dari hubungan hukumnya, maka berasal dari perikatan karena perjanjian
atau undang –undang.
Faktor-Faktor Pokok Penentu Pemilihan Lokasi Industri
- Letak dari sumber bahan mentah untuk produksi
- Letak dari pasar konsumen
- Ketersediaan tenaga kerja
- Ketersediaan pengangkutan atau transportasi
- Ketersediaan energi
Jenis-Jenis Lokasi Perusahaan
a. Lokasi perusahaan yang ditetapkan pemerintah
Lokasi ini sudah ditetapkan dan tidak bisa seenaknya membangun perusahaan di luar
lokasi yang telah ditentukan. Contohnya adalah seperti kawasan industri cikarang, pulo
gadung, dan lain sebagainya.
b. Lokasi perusahaan yang mengikuti sejarah
Lokasi perusahaan yang dipilih biasanya memiliki nilai sejarah tertentu yang dapat
memberikan pengaruh pada kegiatan bisnis. Misalnya seperti membangun perusahaan
udang di cirebon yang merupakan kota udang atau membangun usaha pendidikan di
yogyakarta yang telah terkenal sebagai kota pelajar.
c. Lokasi perusahaan yang mengikuti kondisi alam
Lokasi perusahaan yang tidak bisa dipilih-pilih karena sudah dipilihkan oleh alam. Contoh
: Tambang emas di cikotok, tambang aspal di buton, tambang gas alam di bontang kaltim,
dan lain sebagainya.
d. Lokasi perusahaan yang mengikuti faktor-faktor ekonomi
Lokasi perusahaan jenis ini pemilihannya dipengaruhi oleh banyak faktor ekonomi seperti
faktor ketersedian tenaga kerja, faktor kedekatan dengan pasar, ketersediaan bahan baku,
dan lain-lain.
3. Perusahaan dan Lembaga Sosial
Dalam pendekatan ekonomi, pemisalan terpenting dalam menganalisis kegiatan
perusahaan adalah perusahaan akan melakukan kegiatan produksinya hingga mencapai
7
tingkat keuntungan maksimum. Berdasarkan pemisalan ini dapat ditunjukkan, pada tingkat
kapasitas produksi bagaimana perusahaan akan menjalankan kegiatan usahanya. Di sisi
lain perusahaan merupakan suatu unit kegiatan produksi yang menyediakan barang dan
jasa bagi masyarakat. Unit kegiatan seperti ini sering disebut sebagai lembaga sosial
seperti halnya lembaga sosial lainnya, misalkan kehidupan keluarga, RT, yayasan sosial,
koperasi dan sebagainya.
Dengan demikian yang membedakan perusahaan dengan lembaga sosial terletak pada
penekanan/prioritas perusahaan terhadap laba, kelangsungan hidup dan tanggung jawab
sosial. Lembaga sosial lebih menitikberatkan prioritasnya pada tanggung jawab sosial
(dalam hal ini laba tidak menjadi tolak ukur keberhasilan). Sebaliknya, perusahaan yang
berorientasi pada perolehan keuntungan, umumnya akan memfokuskan kegiatannya untuk
meningkatkan nilai perusahaan hingga mencapai maksimum (laba merupakan tolak ukur
keberhasilan).
4. Berbagai Macam Lingkungan Perusahaan dan Pengaruhnya Terhadap Perusahaan
Secara umum lingkungan perusahaan dapat dibedakan menjadi lingkungan eksternal dan
lingkungan internal. Lingkungan eksternal perusahaan adalah faktor-faktor diluar dunia
usaha yang mempengaruhi kegiatan perusahaan. Lingkungan eksternal perusahaan dapat
dibedakan menjadi lingkungan eksternal makro dan lingkungan eksternal mikro.
Lingkungan eksternal makro adalah lingkungan eksternal yang berpengaruh tidak
langsung terhadap kegiatan usaha. Yang termasuk dalam lingkungan eksternal makro
adalah keadaan alam, politik dan hukum, kondisi perekonomian, sosial budaya,
tekhnologi, kependudukan dan keseimbangan lingkungan dan pendidikan.
Sedangkan Lingkungan eksternal mikro adalah lingkungan eksternal yang berpengaruh
langsung terhadap kegiatan usaha. Yang termasuk lingkungan eksternal mikro adalah
pemasok, pesaing, perantara, pasar.
5. Pendekatan Dalam Bisnis dan Lingkungan
Pengolahan lingkungan terkait erat dengan bisnis maupun perdagangan global. Sertifikat
sistem manajemen lingkungan ISO 14001 merupakan salah satu aspek lingkungan dengan
bisnis dan perdagangan global. Keterkaitan pengelolaan lingkungan industri dengan bisnis
semakin kuat. Banyak industri yang melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik karena
dorongan bisnis, dalam hal ini merupakan sesuatu yang positif bagi lingkungan. Pemakaian
bahan berbahaya dan beracun baik pada proses maupun produk semakin mendapat tekanan
8
dari konsumen. Ada beberapa kasus pembeli membatalkan permintaan akan produk industri
hanya karena perusahaan tiidak melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik.
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Bisnis sector furnitur Indonesia sekarang kalah bersaing dengan
produk furniture Vietnam. Hal ini terlihat pada data 2009 yang menunjukkan bahwa
Indonesia hanya membukukan ekspor furniture dan kerajinan Indonesia yang hanya
berjumlah 2,65 miliar dolar AS, sedangkan Vietnam berhasil meraup 3,8 miliar dolar AS.
Kita patut acungkan jempol dan belajar dari kesuksesan Vietnam ini. Karena
walaupun kinerja ekspor Vietnam yang baru bangkit dari keterpurukan yang mengakibatkan
kemelorotan hingga 60 % tetapi atas bantuan dan dukungan penuh dari pemerintahnya
maka produk Vietnam bisa bangkit dan mencatat hasil terbaik. Dukungan penuh
Pemerintah Vietnam terhadap pengusaha furniture itu antara lain dalam bentuk kemudahan
– kemudahan perizinan, insentif bagi para pemilik modal di sector furniture, serta promosi
dan perlindungan. Dukungan yang besar dari pemerintah Vietnam ini juga yang membuat
banyak investor dan trader asal Taiwan dan China membenamkan investasi di Vietnam dan
menjadikan Vietnam sebagai Negara pengekspor furniture tertinggi di Asia Tenggara.
Furnitur Indonesia pun bisa sukses seperti itu jika para pelaku usaha di dunia
furniture bisa berbenah diri dengan memperhatikan desain serta kemudahan bagi
pengusaha agar mereka tidak mendapat hambatan. Selain itu juga kesuksesan Furnitur
Indonesia sangat diharapkan karena tidak hanya berpengaruh dalam lingkup sector Furnitur
saja tetapi juga akan berdampak positip bagi perekonomian secara keseluruhan. Sebab
Furnitur yang sukses pasti menyerap banyak tenaga, sehingga dapat membantu
menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat
9
B. Rumusan MasalahBeranjak dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dari makalah ini
adalah Apai itu Ekonomi dan Lingkungan dan Bagaimana hubungan antara keduanya?
C. Tujuan
Yang menjadi tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui tentang Ekonomi dan Lingkungan dan Bagaimana hubungan antara keduanya.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Lingkungan
Sumber daya alam merupakan faktor input dalam kegiatan ekonomi. Namun demikian, pengertian sumberdaya alam tidak terbatas sebagai faktor input saja karena proses produksi akan menghasilkan output (misalnya Limbah) yang kemudian menjadi faktor input bagi kelangsungan dan ketersediaan sumberdaya alam.
Sumberdaya alam menghasilkan barang dan jasa untuk proses industri yang berbasis sumberdaya alam maupun yang langsung dikonsumsi oleh rumah tangga. Dari proses industri dihasilkan barang dan jasa yang kemudian dapat digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi.
Kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi rumah tangga menghasilkan limbah (waster) yang kemudian dapat di daur ulang. Proses daur ulang ini ada yang langsung kembali ke alam dan lingkungan (misalnya proses pemurnian air kembali atau udara ), juga ada yang kembali ke industri, seperti pendaurulang botol plastik dan lain sebagainya. Dari limbah ini sebagai komponen ada yang tidak dapat daur ulang, dan menjadi residual yang akan kembali ke lingkungan tergantung dari kemampuan kapasitas penyerapan atau asimilasinya
Sumber Daya Alam (SDA) mencakup semua benda yang terdapat di bumi baik yang hidup maupun yang mati, yang jumlahnya terbatas serta diusahakan atas dasar kriteria yang memenuhi syarat secara teknologi, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Secara sektoral sumberdaya alam dapat dikategorikan ke dalam sumberdaya pertanian, hutan dan segala produknya, lahan-lahan alami, perikanan darat dan laut, sumber mineral, sumber energi non-mineral, sumber daya air, dan lain-lain.
10
Menurut penggunaannya sumber daya alam dapat digunakan untuk konsumsi langsung (ikan, air, daerah rekreasi, dan kayu bakar), sebagai masukan dalam proses (kayu bakar untuk menghasilkan panas), serta untuk konsumsi dalam proses antara (bahan bakar pada pabrik).
Pengelolaan sumber bahan mentah pada perut bumi sebaiknya memperhitungkan dari segi teknologi dan perkembangan kelangkaan penyediaan bahan mentah dalam pasaran dunia, di samping mengusahakan pengelolaan sumber alam dengan dampak kerusakan lingkungan sekecil mungkin.
Sumber daya alam yang mengalami perubahan dalam proses pembangunan terletak di atas tanah dan â€Âhutan†menempati kedudukan penting sebagai sumber alam yang bisa diperbaharui. Hutan berfungsi sebagai sumber penyimpan dan pengatur air sumberdaya alam dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk yakni SDA yang dapat diperbarui (renewable resources) dan SDA yang tidak dapat diperbarui (non-renewable).
Ditinjau dari kepemilikannya, terdapat tiga macam sumberdaya alam yaitu sumberdaya alam milik pribadi (privately owned resources), sumberdaya alam milik bersama (common property resources), dan sumberdaya alam tak bertuan (open acces resources (Reksohadiprojo & Brojonegoro, 1997)
B. Ekonomi
Konsep sistem ekonomi konvensional, kegiatan ekonomi digambarkan semata-mata hanya merupakan kegiatan produksi dan konsumsi tanpa memasukkan fungsi lingkungan ke dalam sistem.
Interaksi antara kegiatan konsumsi dan produksi di mana individu, rumah tangga dan masyarakat menawarkan jasa-jasanya kepada perusahaan antara lain berupa tenaga kerja, dan sebaliknya perusahaan menyediakan hasil produksinya kepada individu, rumah tangga ataupun masyarakat.
Dalam konsep ini (sistem ekonomi konvensional) lingkungan tidak diperhitungkan ke dalam proses produksi dan konsumsi. Tidak dimasukkannya lingkungan sebagai sebuah komponen sistem ekonomi merupakan hal yang naif karena baik kegiatan produksi maupun kegiatan konsumsi selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dalam interaksi lingkungan hidup memiliki fungsi sebagai pendukung keberlanjutan kegiatan rumah tangga dan perusahaan yang pada akhirnya sebagai pendukung kegiatan perekonomian secara keseluruhan.
11
C. Hubungan Ekonomi dan Lingkungan
Hubungan timbal balik yang kuat antara ketiga kategori dukungan yang disediakan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Bila limbah dibuang ke lingkungan sampai batas tertentu,lingkungan masih mampu mengasimilasikannya dan mempertahankan kualitasnya.
Apabila pembuangan limbah ke lingkungan terjadi terus menerus dan intensif, maka lingkungan akan kehilangan kemampuan asimilasinya, dan akan ada kelebihan limbah di lingkungan tempat kita hidup. Dengan demikian jika lingkungan tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai penerima limbah, maka dapat merusak fungsinya bagi manfaat yang lain, juga dapat mengganggu kemampuannya sebagai penyedia bahan baku dan penyedia fasilitas.
Kerusakan lingkungan dapat menghambat atau membalik pertumbuhan ekonomi, dimana kerusakan lingkungan dapat mengerosi potensi-potensi bagi pembangunan. Lingkungan dan pembngunan bukan tantangan yang terpisah, keduanya saling berkaitan tanpa dapat di tawar-tawar lagi.
Yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa penggunaan sumberdaya alam untuk masa yang akan datang secara langsung berhubungan dengan imbangan antara penduduk dengan sumberdaya alam tersedia. Apabila penduduk membutuhkan terlalu banyak barang dan jasa maka akan meningkatkan eksploitasi sumberdaya alam yang dapat mengakibatkan memburuknya kondisi lingkungan. Untuk itu perlu dibedakan antara sumberdaya alam dan barang sumberdaya.
Sumberdaya alam (natural resources) adalah segala sesuatu yang berada di bawah/atas bumi, termasuk tanah itu sendiri, yang sifatnya masih potensial dan belum dilibatkan dalam proses produksi. Sedangkan barang sumberdaya (resource commodity) adalah sumberdaya alam yang sudah diambil dari bumi yang siap digunakan dan dikombinasikan dengan faktor produksi lain sehingga dapat dihasilkan produk baru berupa barang dan jasa untuk konsumen dan produsen.
Keterkaitan antara ekonomi dan lingkungan dapat diringkas ke dalam tiga macam hubungan yang saling terkait yaitu terdapat hubungan positif antara jumlah dan kualitas barang sumberdaya dengan pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka kebutuhan akan sumberdaya alam akan semakin meningkat.
12
Terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan tersedianya sumberdaya alam di dalam bumi. Artinya kenaikan pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh menurunnya ketersediaan sumberdaya alam di bumi.Hal ini tidak lain karena proses eksploitasi Sumber Daya Alam akan membawa konsekuensi berkurangnya stok.
Terdapat hubungan positif antara pembangunan ekonomi dengan pencemaran lingkungan Fenomena ini umumnya terjadi di negara berkembang.
Peranan utama dari lingkungan sebagai pendukung kegiatan ekonomi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yakni sebagai penyedia bahan baku, penerima sisa produksi/konsumsi (limbah), dan Penyedia fasilitas.
Implikasi dari peran tersebut adalah bahwa lingkungan merupakan komponen penting dari sistem ekonomi. Artinya bahwa tanpa adanya lingkungan maka sistem ekonomi tidak akan berfungsi. Ini menyiratkan bahwa dalam sistem ekonomi, nilai lingkungan harus diperlakukan sama, seperti halnya perlakuan terhadap nilai aset yang lain (tenaga kerja dan modal) yakni sebagai aset ekonomi. Ini berarti pula bahwa jika ekonomi ingin diperbaiki, maka kualitas sumberdaya alam dan lingkungan perlu dipertahankan.
Pembangunan ekonomi saling berkaitan satu sama lain sehingga kebijaksanaan- kebijaksanaan pertanian dapat berakar pada degradasi lahan, air, dan hutan. Juga ekonomi dan ekologi harus dipadukan dalam proses pengambilan keputusan dan pembuatan hukum tidak hanya untuk melindungi lingkungan, namun juga untuk melindungi dan meningkatkan pembangunan.
Dengan demikian pembangunan ekonomi yang mesti diterapkan adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan dalam arti tidak menguras sumberdaya alam dan merusak lingkungan.
Peranan ekonomi baik di masa sekarang maupun yang akan datang akan tetap diperlukan mengingat syarat kelayakan ekonomi menjadi mutlak dalam usaha pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
Sebagaimana dikatakan bahwa tujuan akhir pengelolaan sumberdaya alam adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) dengan tujuan antara seperti sumber devisa, pemenuhan kebutuhan manusia, pelestarian lingkungan, pembangunan daerah/masyarakat dan pemerataan. Untuk keperluan tersebut informasi mengenai cadangan yang ada, kegiatan eksplorasi, produksi, konsumsi, biaya, harga, faktor lingkungan, dan lain-lain sangat diperlukan.
13
Aplikasi ilmu ekonomi terhadap isu-isu lingkungan diharapkan akan dapat meningkatkan kesadaran yang lebih mendalam terhadap pentingnya lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang diharapkan. Ini mengandung pengertian bahwa peningkatan kualitas lingkungan juga merupakan peningkatan ekonomi apabila kepuasan atau kesejahteraan sosial meningkat.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses pembangunan ekonomi dibutuhkan adanya penggunaan SDA.
Mengingat SDA tersebut ketersediaannya terbatas, maka diperlukan cara pengelolaan yang bijaksana dan dapat dipertanggung jawabkan. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka prinsip ekonomi lingkungan sangat diperlukan dalam rangka menuju penggunaan SDA dan lingkungan yang berkelanjutan
Oleh sebab itu masih banyak rahasia alam tidak diketahui manusia. Namun ketidak tahuannya bukanlah alasan untuk memburu, membunuh, atau memusnahkan binatang dan tumbuhan langka. Allah SWT menciptakan alam tanpa sia-sia, setiap ciptaan-Nya punya fungsi, punya arti dan makna bagi kehidupan sungguh pun kita belum menyadarinya. Karena itu sudah selayaknya kita melestarikan ciptaan-Nya
Sebagai kesimpulan bahwa pembangunan ekonomi yang menggunakan SDA sebagai input tidak disertai dengan upaya pencegahan terhadap pencemaran yang ditimbulkan. Akibatnya adalah bahwa semakin tinggi akselerasi pembangunan ekonomi berakibat semakin tingginya tingkat pencemaran yang ditimbulkan.
Adanya pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan dampak positif bagi kehidupan manusia berupa tersedianya barang dan jasa dalam perekonomian dan di sisi lain memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia berupa pencemaran lingkungan dan menipisnya persediaan sumberdaya alam.
BAB IIIP E N U T U P
A. Kesimpulan
14
Tujuan akhir pengelolaan sumberdaya alam adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) dengan tujuan antara seperti sumber devisa, pemenuhan kebutuhan manusia, pelestarian lingkungan, pembangunan daerah/masyarakat dan pemerataan.
Dengan demikian pembangunan ekonomi yang mesti diterapkan adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan dalam arti tidak menguras sumberdaya alam dan merusak lingkungan.
Keterkaitan antara ekonomi dan lingkungan dapat diringkas ke dalam tiga macam hubungan yang saling terkait yaitu terdapat hubungan positif antara jumlah dan kualitas barang sumberdaya dengan pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka kebutuhan akan sumberdaya alam akan semakin meningkat
Sumberdaya alam (natural resources) adalah segala sesuatu yang berada di bawah/atas bumi, termasuk tanah itu sendiri, yang sifatnya masih potensial dan belum dilibatkan dalam proses produksi. Sedangkan barang sumberdaya (resource commodity) adalah sumberdaya alam yang sudah diambil dari bumi yang siap digunakan dan dikombinasikan dengan faktor produksi lain sehingga dapat dihasilkan produk baru berupa barang dan jasa untuk konsumen dan produsen.
B. SaranDengan demikian pembangunan ekonomi yang mesti diterapkan adalah
pembangunan yang berwawasan lingkungan dalam arti tidak menguras sumberdaya alam dan merusak lingkungan.
Lingkungan Hidup
Pendahuluan
Perkembangan pembangunan, teknologi, industrialisasi dan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat tak pelak
lagi semakin memperbesar resiko kerusakan lingkungan. Karenanya, upaya pelestarian dan perlindungan
seyogyanya juga harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga tetap mampu mewadahi dan mengakomodir
kebutuhan akan lingkungan hidup yang sehat.
Kecenderungan pembangunan dibawah globalisasi untuk menjadi the development that meet the needs of
the present without compromising the ability of future generation to meet their own need atau pembangunan yang
tidak berkelanjutan, tampaknya harus segera mendapatkan perhatian serius tidak hanya dari pakar dan pemerhati
15
lingkungan belaka, tetapi juga harus melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses monitoring dan control
terhadap pelestarian lingkungan.
Perhatian yang serius itu semakin diperlukan terlebih dalam beberapa kasus pembangunan, terutama di negara-
negara berkembang termasuk Indnesia, cenderung bermetamorfosa menjadi the development thet seek the
economic profit for the present without compromising the right of the people to get the good and clean
environment atau pembangunan yang mengejar keuntungan ekonomis tanpa memperhitungkan akibat atau dampak
yang dapat merusak dan merampas hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik dan bersih.
Persoalan pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup tentu saja tidak dapat serta merta diserahkan pada
kesadaran masing-masing individu anggota masyarakat maupun kepada badan-badan hukum semata. Instrumen
hukum sebagai salah satu strategi pengelolaan, pelestarian, dan perlindungan lingkungan, dalam
kajian Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum harus pula dekembangkan sehingga mampu mewadahi
kepentingan masyarakat banyak akan lingkungan yang sehat, nyaman dan bersih.
Intensitas dan Kompleksitas Masalah
A. Aspek Hukum Administrasi Negara
Pada tahap “pengawasan ketaatan” dilaksanakan oleh Menteri, wewenang ini selanjutnya dapat diserahkan pada
Pemerintah Daerah (Pasal 22 UUPLH 1997), baik kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, maupun kepada
Bupati/Walikota Madya/ kepala Dati II. Selanjutnya Pasal 25 UU No. 23 Tahun 1997 menyebutkan bahwa selain
wewenang pengawasan, Pemda juga berwenang melakukan paksaan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untuk:
1. Mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran;
2. Menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran;
3. Melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/ atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan.
Dengan demikian upaya dalam aspek hukum administrasi negara dapat bersifat preventif dan represif. Aspek
administratif yang bersifat preventif berupa pengawasan bertujuan untuk menegakkan hukum lingkungan dengan
ancaman sanksi administratif. Upaya yang bersifat preventif ini dapat dilakukan pada saat:
(a) persyaratan perizinan;
(b) baku mutu lingkungan;
(c) rencana pengelolaan lingkungan, dan lain sebagainya.
16
Namun perlu untuk diperhatikan bahwa dalam rangka penegakan hukum lingkungan, perlu upaya kemudahan-
kemudahan dari pemerintah, misalnya keringanan bea masuk alat-alat pengelolaan limbah, kemudahan kredit
bank bagi biaya pengelolaan lingkungan hidup, dan lain sebagainya.
Selanjutnya aspek hukum administrasi negara yang bersifat represif, menyangkut
penindakan terhadap pelanggaran hukum lingkungan yang bertujuan untuk mengakhiri pencemaran/ perusakan
lingkungan. Pemaksaan pemerintah terhadap penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan dapat dilakukan dengan
sanksi administratif, antara lain berupa:
(a) paksaan pemerintah (Pasal 25 ayat 1-4);
(b) pembayaran sejumlah uang (Pasal 25 ayat 5);
(c) pencabutan izin usaha dan/ atau kegiatan (pasal 27);
(d) audit lingkungan hidup.
B. Aspek hukum perdata
Dalam aspek hukum perdata, pencemar dan/ atau perusak lingkungan wajib membayar ganti rugi dan/ atau
melakukan tindakan tertentu (Pasal 34 UUPLH 1997). Pada saat melakukan tindakan tertentu tersebut, hakim dapat
menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu itu.
Seperti telah disadari bahwa akibat terbesar dari pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan, umumnya tidaklah
secara langsung dipikul oleh manusia, tetapi oleh lingkungan itu sendiri. Baru kemudian nantinya mengena pada
manusia sebagai akibat ketidakmampuan lingkungan mendukung kehidupan manusia di alam.
Penyelesaian sengketa dalam aspek hukum perdata berupa ganti rugi umumnya didasarkan atas:
a. Tidak dipenuhinya kewajiban perjanjian sebagaimana tercantum dalam Pasal 1243 KUH Perdata;
b.Perbuatan melawan hukum, sebagaimana tercantum dalam pasal 1365 KUH Perdata.
Pada kasus perdata, prinsip yang digunakan pada umumnya adalah “liability based on fault”. Prinsip ini
mensyaratkan proses pembuktian kesalahan dari pencemar dibebankan pada korban pencemaran/ penggugat.
Dengan demikian penggugat baru akan memperoleh ganti rugi jika ia berhasil membuktikan adanya unsur kesalahan
dari pihak pencemar/tergugat. Kesalahan merupakan unsur yang menentukan pertanggungjawaban, dengan
demikian jika tidak terbukti bersalah, maka tidak ada kewajiban membayar ganti kerugian.
Sedangkan bagi usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kewajibannya menimbulkan:
(a) dampak besar dan penting terhadap lingkungan;
(b) menggunakan bahan berbahaya dan beracun; dan/ atau
(c) menghasilkan limbah B3.
17
maka seluruh usaha dan kegiatan ini bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkannya.
Selanjutnya penjelasan Pasal 35 UU No. 23 Tahun 1997 menyebutkan bahwa tanggung jawab mutlak atau strict
liability berarti unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh penggugat. Tanggung jawab mutlak ini merupakan “lex
specialis” dari perbuatan melanggar hukum pada umumnya, yaitu liability based on fault. Dengan demikian prinsip
tanggung jawab mutlak tidak diperlakukan secara umum pada semua kegiatan yang dapat menimbulkan
pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup.
Tanggung jawab mutlak tidak berlaku jika pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup terjadi disebabkan
oleh:
(a) adanya bencana alam atau peperangan;
(b) adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; dan
(c) tindakan pihak ketiga.
C. Aspek Hukum Pidana
Pasal 41 UU No. 23 Tahun 1997 mengisyaratkan bahwa pidana penjara dan denda dapat dikenakan secara
bersamaan bagi pencemar dan/ atau perusak lingkungan hidup, baik secara melawan hukum atau sengaja, maupun
karena kealpaan. Namun perlu dikemukakan bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan dengan
memperhatikan asas subsidiaritas, yaitu jika:
1. Sanksi bidang hukum lain, yakni sanksi administratif, dan sanksi perdata serta upaya penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan tidak efektip.
2. Tingkat kesalahan pelaku relatif berat;
3. Akibat perbuatannya relatif besar; dan
4. Perbuatannya menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
Diutamakannya sanksi perdata dibanding dengan sanksi pidana merupakan hal yang wajar mengingat “akibat” yang
ditimbulkan dari suatu pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup.
Latar Belakang
Tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup antara lain adalah terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana. Oleh karena itu perencana kegiatan
sejak awal sudah harus memperkirakan perubahan rona lingkungan akibat pembentukan suatu kodisi yang
merugikan akibat diselenggarakannya pembangunan.
18
Tidak dapat dipungkiri, setiap kegiatan pembangunan, dimana pun dan kapan pun pasti akan menimbulkan dampak.
Dampak disini dapat bernilai positif yang berarti memberi manfaat bagi kehidupan manusia, dan dapat berarti negatif
yaitu timbulnya risiko yang merugikan masyarakat.
Dampak positif pembangunan sangatlah banyak, di antaranya :
1. meningkatnya kemakmuran dan eksejahteraan rakyat secara merata;
2. meningkatnya pertumbuhan ekonomi secara bertahap sehinga terjadi perubahan struktur ekonomi yang lebih baik,
maju, sehat dan seimbang
3. meningkatnya kemampuan dan penguasaan teknologi yang akan menumbuhkembangkan kemampuan dunia
usaha nasional;
4. memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kemampuan berusaha; dan
5. menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang sehat dan dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan
nasional (Soemartono, 1996 : 133).
Demikian pula dampak positif pembangunan terjadap lingkungan hidup, misalnya terkendalinya hama dan penyakit,
tersedianya air bersih, terkendalinya banjir, dan lain-lain; sedangkan dampak negatif akibat kegiatan pembangunan
terhjadap lingkungan, yang sangat menonjol adalah masalah pencemaran.
Pengertian pencemaran lingkungan hidup berdasarkan ketentutan pasal 1 ayat 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UUPLH”) adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkunga hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran
agar pelaksanaan pembangunan dapat mencapai sasaran yang telah digariskan.
Dalam konteks ini, pembangunan bidang lingkungan hidup hanya dapat berhasil apabila pelaksanaan dan
penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan dalam bidang lingkungan hidup, berjalan dan ditegakkan
secara efektif dimana salah satu unsur yang sangat penting dalam kaitan ini adalah penerapan Tanggung Jawab
Mutlak terhadap pelaku pencemaran lingkungan hidup.
Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability)
Pengertian “Strict Liability” dinyatakan dalam Black’s Law Dictionary Seventh Edition, halaman 926 sebagai berikut :
Strict Liability Liability that does not depend on actual negligence or intent to harm, but that is based on the breach of
an absolute duty to make something safe.
Pasal 35 UUPLH menyatakan sebagai berikut :
19
1. Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan bebahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan
limbah bahan berbahaya dan beacun, bertanggungjawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan
kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saa terjadinya pencemaran da/atau perusakan
lingkungan hidup.
2. Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup disebabkan oleh salah sat alasan di bawah ini :
1. a. adanya bencana alam atau peperangan; atau
2. b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
3. c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
3. Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak
ketiga bertanggungjawab membayar ganti rugi.
Penjelasan Pasal 35 ayat (1) UPLH menyatakan sebagai berikut :
Pengertian bertanggungjawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh
pihak penggugat sebagai dasar pembayar ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan
tentang perbuatan melawan hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap
pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
Yang dimaksudkan sampai batas tertentu adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau lebih tersedia dana
lingkungan hidup.
Asas Tanggung jawab Mutlak (strict liability) telah diperkenalkan sejak pertengahan abad ke 19 seiring dengan
perkembangan industrialisasi sekurang-kurangnya untuk beberapa macam kasus, yang sebagian besar adalah
berkaitan dengan risiko lingkungan. Hal tersebut dipicu oleh meningkatnya risiko yang ditimbulkan industrialisasi
serta semakin rumitnya hubungan sebab akibat.
Lummert (dalam Hardjasoemantri, 1999 : 387) mengemukakan bahwa konsep tanggung jawab mutlak diartikan
sebagai kewajiban mutlak yang dihubungkan dengan ditimbulkannya kerusakan. Salah satu ciri utama tanggung
jawab mutlak adalah tidak adanya persyaratan tentang perlu adanya kesalahan.
20
Asas Tanggung jawab Mutlak tersebut sangat berseberangan dengan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata yang
menekankan tanggung jawab berdasarkan adanya kesalahan (liability based on fault).
Pasal 1365 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut : “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut”.
Selain ketentuan pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim digunakan dalam penyelesaian ganti kerugian adalah
ketentuan pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut :
“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si
berhutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.
Sangat jelas bahwa prinsip yang digunakan dalam kedua pasal tersebut di atas, adalah “liability based on fault”
dengan beban pembuktian yang memberatkan penderita, karena penderita atau korban baru akan memperoleh ganti
kerugian jika ia berhasil membuktikan adanya unsur kesalahan pada pihak tergugat. Kesalahan disini merupakan
unsur yang menentukan pertanggungjawaban, sehingga apabila unsur kesalahan tidak dapat dibuktikan, maka tidak
ada kewajiban bagi pelaku untuk memberi ganti kerugian.
Fenomena penekanan pada tanggung jawab mutlak dalam UUPLH setidaknya menggambarkan pula bahwa teori
hukum telah meninggalkan konsep “kesalahan” dan berpaling kepada konsep “risiko” dalam bidang lingkungan
hidup.
James E. Krier (dalam Hardjasoemantri, 1999 : 387) mengemukakan bahwa doktrin tanggung jawab mutlak dapat
merupakan bantuan yang sangat besar dalam peradilan mengenai kasus-kasus lingkungan, karena banyak kegiatan-
kegiatan yang menurut pengalaman menimbulkan kerugian terhadap lingkungan merupakan tindakan-tindakan yang
berbahaya, untuk mana dapat diberlakukan ketentuan tanggung jawab tanpa kesalahan.
Hal lain yang terkait erat dengan asas Tanggng jawab Mutlak adalah beban pembuktian (burden of proof). Salah satu
kriteria tradisional yang menentukan pembagian beban pembuktian adalah pertimbangan yang menyatakan bahwa
beban pembuktian seyogyanya diberikan kepada pihak yang mempunyai kemampuan besar untuk memberikan bukti
tentang sesuatu hal. Dalam konteks kerusakan atau pencemaran lingkungan oleh industri, maka jelas perusak atau
pencemar dalam hal ini industri, mempunyai kemampuan lebih besar untuk memberikan pembuktian.
Dengan adanya pembalikan pembuktian tersebut, maka masalah beban pembuktian tidak merupakan masalah atau
rintangan bagi penderita atau pencinta lingkungan hidup untuk tampil sebagai penggugat di pengadilan dalam kasus-
kasus pencemaran, karena adalah tanggung jawab dari tergugat untuk membuktikan bahwa kegiatan-kegiatannya
yang mengandung risiko tidak mempunyai akibat-akibat yang berbahaya atau menimbulkan gangguan (pencemaran
atau perusakan).
21
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa penerapan tanggung jawab mutlak adalah sejalan dengan
pergeseran orientasi hukum dan pengelolaan lingkungan dari “use oriented” ke arah “environment oriented” serta
sejalan pula dengan semangat “precautionary principles”.
Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat
konflik struktural sering menjadi penyebab terjadinya konflik lingkungan/SDA. Konflik ini berpangkal pada adanya
ketimpangan sosial, ekonomi dan politik antara para pihak, termasuk dalam akses terhadap Sumber Daya Alam
(SDA). Terkait dengan SDA, secara umum terdapat beberapa hal yang menjadi faktor rentan konflik, yakni:
1. SDA bersifat dependent dan keterpautan, artinya adanya ketidakseimbangan satu komponen akan berakibat pada
komponen yang lain. Demikian juga perubahan disuatu lokasi akan meningkatkan akibat ditempat lain.
2. SDA pada dasarnya bersifat terbatas dan bersifat langka (scarcity), sedangkan disi lain kebutuhan dan permintaan
akan selalu meningkat. Untuk itulah akan terjadi persaingan antar pihak yang berkepentingan terhadap SDA
tersebut.
3. SDA digunakan masyarakat dengan cara yang ditentukan oleh budaya dan latar belakangnya. Orang berkompetisi
terhadap lahan, hutan dll bukan hanya sebagai
4. sumber ekonomi tetapi juga bagian dari cara hidupnya/budaya
1. Konflik kebijakan pengelolaan
Konflik pada tingkatan ini merupakan konflik yang berada pada tataran regulasi dan kebijakan dalam pengelolaan
lingkungan. Banyak konflik lingkungan yang timbul sebagai akibat dari adanya kebijakan yang kabur (tidak jelas),
adanya kebijakan yang tumpang tindih antara pusat dan darerah serta adanya tumpang tindih kebijakan lama dan
kebijakan yang baru. Bagaimana mungkin melaksanakan pengelolaan lingkungan dengan baik apabila pada
tingkatan regulasi saja sudah terdapat berbagai tumpang tindih regulasi. Bercermin pada hal ini, diharapkan kepada
pihak pemerintah, khususnya DPRD dan Dewan Evaluasi Kota agar dapat mensinergiskan berbagai kebijakan
maupun regulasi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, sehingga antar kebijakan maupun peraturan
dapat saling mendukung, baik antara pemerintah pusat dan daerah maupun antara kebijakan yang telah lama
dengan kebijakan yang baru.
2. Konflik kewenangan dan peran
Konflik ini biasanya muncul sebagai akibat dari adanya tarik menarik peran antar pemerintah daerah dan pemerintah
pusat. Banyak terdapat sistem pelaksanaan yang mengakibatkan munculnya tarik menarik peran. Hal ini didukung
seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah. Di satu sisi, pihak pemerintah daerah merasa memiliki peran
22
wewenang yang lebih besar dibandingkat pemerintahan pusat. Sementara disisi lain pemerintah pusat mengklaim
bahwa peran dan wewenang tersebut berada di tangan mereka.
3. Konflik yang terkait terhadap isu-isu di level grass root
Pada tingkatan ini, konflik biasanya terjadi seputar permasalahan hak ulayat, proverty dan disparitas dalam
pengelolaan lingkungan. Di satu sisi masyarakat merasa memiliki lingkungan sekitarnya yang merupakan hak turun
temurun dari leluhur mereka sementara di sisi lain mereka tidak memiliki bukti-bukti / legalitas secara hukum. Konflik
yang timbul pada tingkatan ini nantinya akan menimbulkan suatu konflik yang bersifat struktural. Terdapat berbagai
konsep yang dapat menjelaskan penyebab timbulnya konflik lingkungan. Tentu saja untuk mengidentifikasinya kita
perlu memahami terlebih dahulu bagaimana kondisi dan latar belakang sosial yang ada. Terdapat enam hal yang
menjadi penyebab utama timbulnya konflik lingkungan.
1. Konflik lingkungan timbul sebagai akibat dari konsep bahwa lingkungan adalah sebuah sistem yang dapat
mengalami kerusakan pada waktu dan bagian tertentu, sehingga banyak terjadi eksploitasi dan monopoli terhadap
lingkungan.
2. Lingkungan bersifat common resources, dimana akan terjadi terik menarik kewenangan dan tanggungjawab antara
pihak-pihak yang terkait dan yang berpotensi untuk terlibat.
3. Konflik lingkungan timbul sebagai akibat dari regulasi yang mengatur tata cara pengelolaan lingkungan tersebut.
4. Bersifat scarcity, dimana pada waktunya nanti akan terjadi suatu kelangkaan sehingga muncul berbagai keinginan
dari berbagai pihak yang cenderung untuk menguasai
5. Konsep lingkungan yang hanya dipandang pada koridor ekonomi saja, dimana pada dasarnya lingkungan juga
memiliki fungsi sebagai identitas sosial
Peran Pemerintah : DPRD dan Dewan Evaluasi Kota
Secara umum, DPRD dan Dewan Evaluasi Kota memiliki peran yang mengacu pada UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 (Pasal 10) kewajiban pemerintah adalah :
a. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para
pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup
b. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
c. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan
Pemerintah dalam upaya pelestarian daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup
23
d. Mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin
terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
e. Mengembangkan dan mengembangkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya
pencegahan penurunan daya dukung dan daya
tampung lingkunagn hidup
f. Memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup
g. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup
h. Menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada masyarakat;
i. Memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup
1) Pengembangan Sistem yang Responsif
1) Perubahan sikap ; masyarakat miskin didorong, dibimbing dan dibantu kearah perilaku prososial yang normatif.
2) Peningkatan partisipasi sosial; Masyarakat yang merupakan sasarankebijakan kesempatan turut berpartisipasi,
bukan saja dalam hal mengambil keputusan-keputusan khusus, tetapi jugadalam hal merumuskan definisi situasi
yang merupakan dasar dalam pengambilan keputusan. Sehingga arahpembangunan menjadi berpihak pada
masyarakat khususnya masyarakat miskin.
3) Solidaritas sosial ; pemberdayaan sosial mampu menciptakan suatu kondisi atau keadaan hubungan antara
individu/kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama serta diperkuat oleh
pengalaman emosional bersama.
4) Peningkatan kondisi ekonomi warga masyarakat ; melalui pemberdayaan sosial diharapkan terjadi peningkatan
kondisi ekonomi dan peningkatan pendapatan warga khususnya warga miskin.
5) Peningkatan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga miskin ; lembaga keluarga miskin adalah juga sasaran pokok
dalam pengentasan kemiskinan yang tujuannya untuk mengembalikan fungsi keluarga yang diharapkan, dimana
fungsi ini semakin memudar seiring dengan ketidakmampuan menampilkan fungsi sosial warga miskin.
6) Perubahan orientasi nilai budaya ; dari keseluruhan aspek pemberdayaan dalam rangka pengentasan kemiskinan,
maka perubahan orientasi nilai budaya menjadi muaranya yang tentunya memerlukan proses yang tidak mudah.
Perubahan dari sifat warga miskin seperti, apatis, malas, masa bodoh, menghalalkan segala cara, menuju pada
orientasi nilai budaya yang prososial menjadi tujuan utama pada pengentasan kemiskinan.
2) Pemanfaatan Modal Sosial
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 6 tahun 2005, DPRD secara mendasar memiliki fungsi
legislatif, anggaran dan pengawasan. DPRD memiliki wewenang untuk membentuk Perda dan melakukan
24
pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam konteks pengelolaan
lingkingan, pihak DPRD diharapkan dapat membuat berbagai regulasi yang dituangkan dalam bentuk Perda ataupun
peraturan perundang-undangan dimana pembentukan peraturan tersebut berdasarkan pada prinsip-prinsip
pengelolaan lingkungan yang berbasis pada sustainibility dan partisipatif. Hal ini menjadi dasar yang sangat penting
mengingat pengelolaan lingkungan yang berbasis pada kosep tersebut dapat meminimalisasi terjadi konflik
khususnya konflik dalam pengelolaan lingkungan.
Secara lebih spesifik, DPRD dan Dewan Evaluasi Kota memiliki berbagai peran yang berada pada tataran kebijakan
dan fasilitasi. Dalam hal ini DPRD dan Dewan Evaluasi Kota diharapkan dapat berperan sebagai :
1. Regulator dalam pembuat kebijakan-kebijakan yang menyangkut pengelolaan lingkungan hidup.
2. Mediator multi stakeholders, dimana berfungsi memfasilitasi stakeholders lain (masyarakat dan dunia usaha)
dalam usaha melakukan pengelolaan lingkungan yang
3. baik dan berkelanjutan
4. Sebagai mitra dari eksekutif dan legislatif untuk melakukan evaluasi atas berbagai kebijakan pembangunan
lingkungan di suatu daerah
5. Menyiapkan rekomendasi atas berbagai temuan masalah dan hasil evaluasi
yang dilakukan
Selain hal tersebut diatas, DPRD dan Dewan Evaluasi Kota juga harus berada pada koridor konsep environmental
leadership dalam melaksanakan fungsi dan perannya. Dalam melaksanakan fungsi dan perannya DPRD dan Dewan
Evaluasi Kota sebaiknya dapat membangun kesadaran kritis terhadap isu-isu lingkungan, memotivasi dan
mengembangkan kapasitas dan kapabilitas untuk melakukan aksi. Hal ini mengartikan sejauh mana orang
mempunyai pemahaman yang koperhensif beta pentingnya menjaga lingkungan, agar lingkungan itu kondusif buat
generasi selanjutnya sepanjang masa, ini terkait kepada tingkatan DPRD dan Dewan Evaluasi Kota adalah pada
pengambil kebijakan, sehingga diharapkan segala regulasi yang dibentuk dapat benar-benar dibentuk sinergis
dengan berbagai elemen stakeholders. Perlu juga menjadi perhatian bahwa untuk mewujudkan konsep
environmental leadership, harus didukung oeh suatu sistem yang benar-benar kondusif sehingga peningkatan
kapasitas dapat dilakukan seiring dengan perbaikan sistem.
Implikasi Konseptual Terdapat urgensi untuk menggusur cara pandang yang antroposentris. Hal ini relevan meningat
beberapa hal berikut ini. Pertama, bahwa lingkungan hidup tidak semestinya diperlakukan sebagai benda yang
independent. Lingkungan hidup tidak cukup difahami semata-mata sebagai realita bio-fisik. Bekerjanya sistem bio-
fisik (ekosistem) memiliki pengaruh tertentu terhadap bekerjanya sistem sosial. Sebaliknya, bekerjanya sistem sosial
mempengaruhi proses bio-fisik yang terkait. Oleh karena itu, lingkungan hidup perlu senantiasa difahami kaitannya
dengan masyarakat yang berinteraksi dengannya. Artinya:
25
• Yang perlu di-manage bukan hanya lingkungan sebagai entitas bio-fisik tersebut, namun juga pola interaksi sosial
yang berlangsung.
• Yang perlu dicermati bukan hanya perubahan kondisi bio-fisik lingkungan, namun juga bekerjanya sistem-sitem
sosial yang berlangsung.
Kedua, kemajuan peradaban berjalan seiring dengan kemampuan untuk mengubah kondisi alam (lingkungan bio-
fisik). Perkembangan kehidupan masuarakat yang semakin modern berjalan seiring dengan pola konsumsi
sumberdaya alam yang semakin tinggi, dan penciptaan limbah yang semakin besar. Modernitas membawa
kehidupan yang secara sistemik semakin riskan. Pada saat yang sama, tata kehidupan modern semakin
mengandalkan pada bekerjanya tatanan yang sifatnya terlembaga, terbakukan secara struktural dan membudaya.
Kehidupan modern hanya bisa berlanjut ketika ditunjang oleh suatu bentuk ketahanan sistemik. Ini berarti bahwa,
kerentanan pada tataan sistemik bisa meruntuhkan sistem sosial maupun sistem bio-fisik (ekosistem). Oleh karena
pertimbangan di atas itulah maka diyakini bahwa, kunci dari pengelolaan lingkungan adalah pengelolaan pola
interaksi sosial.
Ketiga, interaksi sosial sejauh memiliki bentuk yang beraneka ragam. Sungguhpun demikian, pola interaksi yang ada
pada dasarnya bisa dipetakan coraknya. Ada corak yang sangat mengandalkan konsistensi hierarkhis di satu
ekstrim, dan ata corak yang sangat mengandalkan mekanisme transaksi suka rela. Pola interaksi yang pertama
sangat jelas terlihat pada bekerjanya birokrasi pemerintahan, dan pola yang lain kita kenal sebagai mekanisme
pasar.
• Birokrasi bekerja atas dasar perintah yang ditentukan dari atasan atau fihak yang memiliki kewenangan lebih tinggi.
Bekerjanya sistem yang birokratis sangat ditentukan oleh kepatuhan terhadap yang telah dirumuskan secara
hierarkhis.
• Mekanisme pasar pada hakekatnya adalah mekanisme transaksi suka sama suka. Melalui pertukaran (exchange)
antara yang kelebihan dengan yang kekurangan, atau
antara pemasok dan pembeli berlangsung. Poin yang ingin dikedepankan di sini adalah bahwa nasib lingkungan
hidup sangat ditentukan oleh bekerjanya mekanisme pasar maupun bekerjanya birokrasi pemerintahan. Ini berarti
bahwa, titik strategis dalam pengelolaan lingkungan adalah pencermatan terhadap bekerjanua mekanisme pasar
maupun bekerjanya mesin pemerintahan.
Keempat, ‘negara’ dan ‘pasar’ adalah mekanisme yang secara alamiah telah terpola dalam kehidupan sehari-hari.
Pengamatan sejauh ini memperlihatkan bahwa kebijakan negara sangat sensitif terhadap sentimen pasar, dan
sebaliknya sentimen pasar sangat mengkondisikan apa yang akan diputuhkan oleh pejabat. Oleh karena itu, yang
26
menjadi persoalan terpenting bukan memilih interaksi yang dilakukan birokrasi namun juga interaksi sosial yang
berdasar mekanisme pasar. ‘Negara’ dan ‘pasar’ bukanlah pilihan, melainkan pola yang harus dicermati dan dikelola.
Di masa lalu, ketika yang menjadi kepedulian adalah peran negara maka yang menjadi kerangka fikir adalah apa
yang harus dilakukan oleh negara dalam pengelolaan lingkungan hidup. Nasib lingkungan hidup sangat ditentukan
oleh kemampuan negara. Seiring dengan semakin dominannya pola interaksi berbasis pasar dalam kehidupan
sehari-hari maka wacana yang berkembang mengalami pergeseran, dari ‘government’ ke ‘governance’. Yang
dipentingkan bukan agency yang terlibat namun juga interaksi antar agency tersebut.
Sehubungan dengan point keempat tersebut di atas, perlu kiranya dicermati adanya kecenderungan untuk
mengedepankan peranan pasar dalam memahami good governance. Sebagai contoh, good governance adalah
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak didominasi pemerintah melainkan pemerintahan yang partisipatif.
Pemerintahan yang baik adalah yang akuntabel, bukan hanya memuaskan dirinya sendiri. Dalam bentuk seperti
inilah wacana good governance erat kaitannya dengan pelembagaan format a la neo-liberal. Format yang
diiedealkan adalah yang kuat namun lingkupannya hanya pada hal-hal yang tidak bisa dikelola oleh aktor-aktor non
negara. Pembahasan sekelumit tentang wacana good governance tersebut di atas memang relevan mengingat
negara justru bermasalah ketika mengemban tanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup. Hanya saja,
tidak ada kita juga harus ingat bahwa pengurangan peran pemerintah tidak menjanjikan apa-apa kalau masyarakat
juga memiliki kesalahan yang sama dengan pememrintah: berfikir etnosentrik ataupun teknosentrik. Implikasi Praktis.
Sebetulnya tidak fair kalau dikatakan bahwa upaya untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup selama ini tidak
membuahkan hasil sama sekali. Yang sebetulnya terjadi adalah, kemapuan untuk mengatasi persoalan lingkungan
tidak diikuti dengan penghentian kecenderungan destruktif: seperti pola konsumsi sumberdaya alam yang terus
meningkat dan bahkan semakin boros seiring dengan tingkat kesejahteraan yang dicapai. Sehubungan dengan hal
itu, maka pengembangan etika dan etos yang konsisten dengan kepentingan lingkungan menjadi keharusan yang
tidak bisa di tawar. Kalau toh pengelolaan lingkungan hidup harus mengandalkan mekanisme pasar, pada pelaku
pasar tersebut perlu mengadopsi etika lingkungan sedemikian sehingga transaksi-transaksi yang terjadi hanya
dilakukan di atas kepatuhan terhadap spirit ekologis. Paralel dengan hal itu, para pejabat negara bisa mengemban
amanat pengelolaan lingkungan hidup dibalik setiap keputusan yang diambilnnya sekiranya mereka juga
mengadopsi etika lingkungan.
Pertama, issue sentral dalam pemikiran dan pengembangan governance adalah kesadaran akan adanya keterkaitan
berbagai fihak. Sehubungan dengan hal itu, maka kesadaran tentang sistem merupakan persoalan sentral. Perlu
diingat, yang harus disadarkan tentang bekerjanya sistem bukan hanya masyarakat awam melainkan justru para
aktor strategis: pejabat, pengusana, teknokrat dan tokoh-tokoh yang lain.
27
Kedua, kalau kita ingin tetap memakai framework managerial dalam pengelolaan lingkungan hidup, koordinasi
merupakan titik strategis dalam pengembangan environmental governance. Hanya saja, perlu dicatat bahwa
koordinasi tidak cukup melibatkan aparat birokrasi atau para manager, melainkan melibatkan seluas mungkin stake
holder. Untuk itu, mari kita cermati contoh kasus berikut ini.
3) Pemanfaatan Institusi Sosial
Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah penegakan hukum,
oleh sebab itu dalam bagian ini akan dikemukakan hal yang terkait dengan penegakan hukum lingkungan. Dengan
pesatnya pembangunan nasional ang dilaksanakan yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada
beberapa sisi lemah, yang menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan
atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan
dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga
menimbulkan permasalahan lingkungan.
Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dilakukan meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum,
instrumen hukum, penaatan dan penegakan hukum termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi
lingkungan. Kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan
dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :
• Regulasi Perda tentang Lingkungan.
• Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
• Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
• Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
• Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
• Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
• Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas
sumberdaya manusia.
• Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup, sedangkan yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
28
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada
kecenderungan terjadi penurunan kualitasnya, penyebab utamanya yaitu karena pada tingkat pengambilan
keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Dengan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan ternyata juga menimbulkan konflik sosial
maupun konflik lingkungan.
Dengan berbagai permasalahan tersebut diperlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup,
secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982.
Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana
tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum
lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya.Undang-undang ini
merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup. Dalam penerapannya ditunjang dengan
peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi
dan keterpaduan secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai
dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan
Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun
Keputusan Gubernur.
A) Organisasi Masyarakat
Peran serta masayarakat dalam pembangunan sudah muncul sejak diberlakukannya UUD 1945 dan secara
konstitusional telah memiliki acuan yang jelas dan merupakan kewajiban bagi siapapun yang terlibat dalam
pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia. Dalam GBHN pembangunan nasional juga telah menyebutkan bahwa
untuk meningkatkan kualitas hidup secara bertahap pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki negara dilakukan secara
bijaksana sebagai landasan pembangunan tahap berikutnya. Oleh sebab itu peningkatan peran serta masyarakat
sangat diperlukan dalam pembangunan termasuk dalam proses perencanaan dan pelaksanaan terutama yang
menyangkut secara langsung kehidupan dan masa depan mereka. Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang
pengelolaan lingkungan hidup juga menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat (Pasal 5 ayat 1). Serta mempunyai hak untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan
hidup. Pasal berikutnya menengaskan bahwa setiap orang juga berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup (Pasal 6).
Peranan informasi dalam pengelolaan lingkungan sangat penting oleh karena itu setiap orang juga berhak atas dan
29
berkewajiban untuk memberikan informasi tentang lingkungan hidup yang benar dan akurat. Ada tiga hal utama yang
harus dilihat sebagai pesan konstitusional dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia, (1)
bahwa pengelolaan sumberdaya alam Indonesia haruslah dilihatsebagai upaya untuk memenuhi
kepentinganmayoritas rakyat Indonesia; (2) bahwa pemerintah harus berperan aktif dalam pengaturan pengelolaan
sumberdaya alam sebagai manifestasi penguasaan Negara terhadap sumberdaya alam; (3) bahwa rakyat dijamin
haknya tidak saja untuk berperan serta dalam pengelolaan sumberdaya alam tetapi juga dalam melakukan kontrol
terhadap pemerintah sebagai lembaga yang telah dimudahkan untuk melakukan pengaturan. Pengalaman selama
Indonesia berada dibawah cengkraman orde baru telah membuktikan, bahwa pengingkaran terhadap ketiga hal
utama dalam konstitusional ini telah memunculkan persoalan besar terhadap lingkungan hidup Indonesia. Perusakan
lingkungan hidup dan pengurasan sumberdaya alam nyaris tidak terkontrol dan disisi lainnya peran serta masyarakat
mengalami distorsi yang terus menerus melalui rekayasa berbagai peraturan dan surat keputusan yang dikeluarkan
oleh pemerintah. Proses perusakan lingkungan hidup dan pengurasan sumberdaya alam berjalan seiring dengan
dikesampingkannya peran serta rakyat. Kontrol sosial yang datang dari luar lingkaran elit (politik dan ekonomi)
selama lebih dari 30 tahun kekuasaan orde baru cenderung untuk didiskriminalisasikan tentu saja merupakan
pengingkaran terhadap realitas sosial Indonesia. Pemerintah harus merespon serta mengakomodir aspirasi dari
reformasi dengan cara memberanikan diri untuk mengundang public debate serta substansi peraturan perundangan
harus berorientasi pada keterbukaan dan pemberdayaan masyarakat sipil.
B) Organisasi Swasta
Mengingat kompleksnya pengelolaan lingkungan hidup dan permasalahan yang bersifat lintas sektor dan wilayah,
maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan
hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama lain. Di dalam
pelaksanaannya melibatkan berbagai fihak, serta ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan. Diharapkan dengan
adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan hukum yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat
dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan
pembangunan berkelanjutan betul-betul dapat diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada slogan
semata. Namun demikian fakta di lapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan. Hal ini terbukti
dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup dari waktu ke waktu, ditunjukkan beberapa fakta di lapangan yang
dapat diamati. Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era otonomi daerah
antara lain sebagai berikut.
30
• Ego sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimbahkan sebagian kewenangan mengelola
lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanakan dengan baik. Ego kedaerahan masih sering nampak dalam
pelaksanaan pengelolaan lingkungan, hidup, demikian juga ego sektor. Pengelolaan lingkungan hidup sering
dilaksanakan overlaping antar sektor yang satu dengan sektor yang lain Tumpang tindih perencanaan antar sektor.
Kenyataan menunjukkan bahwa dalam perencanaan program (termasuk pengelolaan lingkungan hidup) terjadi
tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain
• Pandanaan yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup. Program dan kegiatan mesti didukung
dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan dengan baik. Walaupun semua orang mengakui
bahwa lingkungan hidup merupakan bidang yang penting dan sangat diperlukan, namun pada kenyataannya PAD
masih terlalu rendah yang dialokasikan untuk program pengelolaan lingkungan hidup, diperparah lagi tidak adanya
dana dari APBN yang dialokasikan langsung ke daerah untuk pengelolaan lingkungan hidup.
• Keterbatasan sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa didalam pengelolaan lingkungan hidup selain dana yang
memadai juga harus didukung oleh sumberdaya yang mumpuni. Sumberdaya manusia seringkali masih belum
mendukung. Personil yang seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup (termasuk aparat
pemda) banyak yang belum memahami secara baik tentang arti pentingnya lingkungan hidup.
• Eksploitasi sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi. Sumberdaya alam seharusnya
digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Walaupun kenyataannya tidak demikian;
eksploitasi bahan tambang, logging hanya menguntungkan sebagian masyarakat, aspek lingkungan hidup yang
seharusnya, kenyataannya banyak diabaikan. Fakta menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekonomi
dan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya.
• Lemahnya implementasi paraturan perundangan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup,
cukup banyak, tetapi dalam implementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan
peraturan perundangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk
dimanfaatkan guna mencapai tujuannya.
• Lemahnya penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan implementasi
peraturan perundangan adalah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan perundangan. Banyak pelanggaran yang
dilakukan (pencemaran lingkungan, perusakan lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum.
• Pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup
sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini, perlu ditingkatkan. Tidak hanya masyarakat golongan bawah, tetapi
dapat juga masyarakat golongan menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang
kesadarannya tentang lingkungan hidup.
31
• Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat terjadi untuk
mengharapkan hasil yang instant, cepat dapat dinikmati. Mungkin dari sisi ekonomi menguntungkan tetapi
mengabaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan.
Perlu dicatat bahwa sebetulnya di tiap-tiap daerah terdapat kearifan lokal yang sering sudah menggunakan teknologi
yang ramah lingkungan secara turun-temurun. Tentu saja masih banyak masalah-masalah lingkungan hidup yang
terjadi di daerah-daerah otonom yang hampir tidak mungkin untuk diidentifakasi satu per satu, yang kesemuanya ini
timbul akibat “pembangunan” di daerah yang pada intinya ingin mensejahterakan masyarakat, dengan segala
dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta di atas maka akan timbul pertanyaan, apakah sebetulnya pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan masih diperhatikan dalam pembangunan kita. Apakah kondisi
lingkungan kita dari waktu ke waktu bertambah baik, atau bertambah jelek? Hal ini sangat diperkuat dengan fakta
seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempabumi, banjir, kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan
bencana alam lain yang menyebabkan lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada yang
mengharapkan itu semua terjadi. Sebagian bencana alam juga disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri
C) Optimalisasi Konstribusi Dalam Pelayanan Sosial
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup
memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:
• Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
• Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan.
• Membangun hubungan interdependensi antar daerah.
• Menetapkan pendekatan kewilayahan.
Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000,
Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan
hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Program
ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas
sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi.
Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan
32
lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup
oleh masyarakat luas di setiap daerah.
2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam. Tujuan dari
program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup
hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber
daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di
program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam
yang tidak terkendali dan eksploitatif
3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup. Tujuan program ini
adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran
lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan,
serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang
bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu
lingkungan yang ditetapkan.
4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian
Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat
hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian
lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber
daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta
terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi
Lingkungan Hidup. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini
adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan
sampai pengawasan.
D) Kerjasama dan Jaringan
Kerjasama baik di dalam negeri maupun Luar negeri sangat dibutuhkan. Kerjasama di dalam negeri dapat dilakukan
dengan bekerjasama dengan LSM – LSM yang bergerak dibidan lingkungan hidup dan tersebar diseluruh pelosok
tanah air selain itu dengan Departemen maupun non Departemen baik dalam lingkup lokal maupun nasional. Seperti
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH), Bappenas, BPTT, Pemda daerah dsb. Kerjasama internasional dapat
33
dilakukan dengan cara menjalin hubungan multilateral antar negara – negara mapun antar LSM – LSM dari suatu
negara dengan negara lain.
Upaya Penanganan Masalah
Mengingat penanganan masalah lingkungan yang setiap tahun selalu terjadi maka usulan pengelolaan yang
direkomendasikan, adalah :
Melakukan revitalisasi
Meningkatan ketrampilan masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah lingkungan melalui pelatihan-
pelatihan,
Meningkatkan sarana dan prasarana penanggulangan masalah lingkungan bagi masyarakat,
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan dampak lingkungan melalui sosialisas
Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pengolahan lahan yang diarahkan pada pertanian tanpa
bakar melalui praktek lapangan secara langsung di sekolah lapangan,
Pengembangan komoditi pertanian yang cocok dan sesuai dengan kondisi lahan gambut, serta
Membangun koordinasi antara pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan lingkungan
Meningkatkan koordinasi antar instansi pemerintah terkait dalam penanganan lingkungan
pengintegrasian antara pertanian dengan peternakan
menetapan sistem zonasi pemanfaatan lahan gambut untuk kegiatan budidaya pertanian.
Kesimpulan
A. Aspek Hukum Administrasi Negara
Pada tahap “pengawasan ketaatan” dilaksanakan oleh Menteri, wewenang ini selanjutnya dapat diserahkan pada
Pemerintah Daerah (Pasal 22 UUPLH 1997), baik kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, maupun kepada
Bupati/Walikota Madya/ kepala Dati II. Selanjutnya Pasal 25 UU No. 23 Tahun 1997 menyebutkan bahwa selain
wewenang pengawasan, Pemda juga berwenang melakukan paksaan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untuk:
1. Mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran;
2. Menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran;
34
3. Melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/ atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan.
Tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup antara lain adalah terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana. Oleh karena itu perencana kegiatan
sejak awal sudah harus memperkirakan perubahan rona lingkungan akibat pembentukan suatu kodisi yang
merugikan akibat diselenggarakannya pembangunan.
Mengingat penanganan masalah lingkungan yang setiap tahun selalu terjadi maka usulan pengelolaan yang
direkomendasikan, adalah :
Melakukan revitalisasi
Meningkatan ketrampilan masyarakat dalam upaya penanggulangan masalah lingkungan melalui pelatihan-
pelatihan,
Meningkatkan sarana dan prasarana penanggulangan masalah lingkungan bagi masyarakat,
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan dampak lingkungan melalui sosialisas
Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam pengolahan lahan yang diarahkan pada pertanian tanpa
bakar melalui praktek lapangan secara langsung di sekolah lapangan,
Pengembangan komoditi pertanian yang cocok dan sesuai dengan kondisi lahan gambut, serta
Membangun koordinasi antara pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan lingkungan
Meningkatkan koordinasi antar instansi pemerintah terkait dalam penanganan lingkungan
pengintegrasian antara pertanian dengan peternakan
Perusahaan dan Lingkungan Perusahaan
35
Perusahaan adalah suatu organinsasi dimana sumber daya atau faktor-faktor produksi
dikelola atau diproses untuk menghasilkan suatu barang/jasa bagi konsumen.
Tempat dan letak perusahaan merupakan salah satu faktor pendukung penting yang
dapat menjamin tercapainya tujuan perusahaan. Dalam menentukan letak/kedudukan,
perusahaan mengusahakan untuk menyesuaikan hal-hal yang menguntungkan dan
yang merugikan bagi perusahaan. Letak/kedudukan suatu perusahaan bisa ditentukan
oleh faktor keterikatan pada alam, pemerintah, sejarah dan pertumbuhan ekonomi.
Tempat perusahaan adalah suatu tempat di mana perusahaan itu malakukan kegiatan
fisik. Kedudukan perusahaan dapat berbeda dengan lokasi perusahaan, karena
kedudukan perusahaan adalah kantor pusat dari kegiatan fisik perusahaan.
Jenis-jenis letak perusahaan:
Terikat dengan alam
Terikat sejarah
Terikat oleh pemerintah
Dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi:
1) Ketersediaan bahan mentah
2) Ketersediaan tenaga air
3) Ketersediaan tenaga kerja
4) Ketersediaan modal
5) Transportasi
6) Kedetkatan pasar
7) Kesesuaian iklim
Secara umum lingkungan perusahaan dapat dibagi menjadi dua yaitu internal dan
eksternal:
36
Lingkungan eksternal: faktor di luar lingkungan usaha yang memperngaruhi
kegiatan perusahaan.
Lingkungan internal: berbagai hal atau pihak yang terkait langsung dengan
kegiatan sehari hari organisasi, dan mempengaruhi langsung terhadap setiap
program, kebijakan, hingga “denyut nadi” nya organisasi.
Sifat Sistem Perusahaan:
Kompleks: secara keseluruhan, unit-unit perusahaan.
Sebagai satu kesatuan: seluruh kegiatan perusahaan harus menjadi satu
kesatuan.
Sifatnya beragam: perusahaan-perusahaan mempunya cara beroperasi yang
berbeda.
Sifatnya saling tergantung: secara umum, suatu perusahaan bergantung pada
perusahaan lainnya.
Sifatnya dinamis: menyesuaikan diri pada perubahan kekuatan dan tekanan
yang berasal dari luar perusahaan maupun perusahaan itu sendiri.
Ciri-ciri perusahaan:
Operatif: dijumpai adanya aktivitas ekonomi yang berkenaan dengan kegiatan
produksi, penyediaan, ataupun pendistribusian barang/jasa.
Koordinatif: semua bagian perusahaan dapat bergerak kea rah yang sama dan
saling mendukung satu sama lain. Koordinasi dilakukan karena pada umumnya
perusahaan dijalankan oleh lebih dari satu orang.
Regular: diperlukan keteraturan yang dapat mendukung aktivitas agar selalu
bergerak maju.
Dinamis: agar perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan.
Formal: untuk memenuhi keadaan ini, perusahaan harus merupakan lembaga
resmi yang terdaftar di pemerintah.
Lokasi: perusahaan didirikan pada suatu tempat tertentu dalam suatu kawasan
atau letak geografis yang jelas.
Pelayanan bersyarat: dalam hal ini perusahaan menghasilkan barang/jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan dan bersedia serta mampu
membelinya, sehingga perusahaan dapat memperoleh laba agar tetap bertahan dan
berkembang.
37