makalah hukum dan kebijakan lingkungan

21
Mereka menemukan pemandangan yang membikin miris. Kayu bertumbangan, gergaji mesin menderu-deru. Ada pembalakan besar-besaran di ujung hutan adat mereka. Peristiwa pada pertengahan 1984. “Tua-tua adat kami langsung mencari pimpinan penebang pohon itu untuk menyampaikan satu pesan Begitu mendengar pesan Apai Janggut, tak sampai satu jam, kelompok pembalak liar itu mengemasi barang- barangnya dan pergi. Apa pesannya? “Mau lari atau mati?”. Tanpa bentrok, tanpa kekerasan, mereka pergi,” BAB I. PENDAHULUAN Kalimantan merupakan pulau terluas di Indonesia yang kondisinya saat ini luas hutan di Kalimantan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Menurut World Wildlife Fund (WWF, 2005) dalam kurun waktu tahun 2000 – 2005 luas hutan Kalimantan menurun sebesar 7,1%, 2005 – 2010 telah terjadi deforestasi seluas 6,3%. Bahkan diperkirakan tahun 2020 nanti luas hutan Kalimantan hanya tersisa 32,6%. Di Provinsi Kalimantan Barat terdapat suatu kearifan tradisional yang selama ini dilakukan sebuah komunitas adat di Suku Dayak Iban di pedalaman Kampung Sungai Utik. Komunitas adat ini menurut pemberitaan yang ditulis oleh Ekolabel Indonesia berhasil menjaga keletarian hutannya, sehingga memperoleh sebuah penghargaan Sertifikat Ekolabel dari Lembaga Ekolabel 1

Upload: hani-setia

Post on 04-Dec-2014

7.449 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

Mereka menemukan pemandangan yang membikin miris. Kayu bertumbangan, gergaji mesin menderu-deru.

Ada pembalakan besar-besaran di ujung hutan adat mereka.

Peristiwa pada pertengahan 1984. “Tua-tua adat kami langsung mencari pimpinan penebang

pohon itu untuk menyampaikan satu pesanBegitu mendengar pesan Apai Janggut, tak sampai satu

jam, kelompok pembalak liar itu mengemasi barang-barangnya dan pergi.

Apa pesannya? “Mau lari atau mati?”. Tanpa bentrok, tanpa kekerasan, mereka pergi,”

BAB I. PENDAHULUAN

Kalimantan merupakan pulau terluas di Indonesia yang kondisinya

saat ini luas hutan di Kalimantan dari tahun ke tahun mengalami

penurunan. Menurut World Wildlife Fund (WWF, 2005) dalam kurun waktu

tahun 2000 – 2005 luas hutan Kalimantan menurun sebesar 7,1%, 2005 –

2010 telah terjadi deforestasi seluas 6,3%. Bahkan diperkirakan tahun

2020 nanti luas hutan Kalimantan hanya tersisa 32,6%.

Di Provinsi Kalimantan Barat terdapat suatu kearifan tradisional

yang selama ini dilakukan sebuah komunitas adat di Suku Dayak Iban di

pedalaman Kampung Sungai Utik. Komunitas adat ini menurut

pemberitaan yang ditulis oleh Ekolabel Indonesia berhasil menjaga

keletarian hutannya, sehingga memperoleh sebuah penghargaan

Sertifikat Ekolabel dari Lembaga Ekolabel Indonesia. Hutan di Kampung

Sungai Utik ini merupakan Hutan adat pertama penerima Sertifikat

Ekolabel Indonesia.

Ekolabel merupakan bentuk penerapan kebijakan pemerintah

terhadap perlindungan produk unggul dalam negeri yang berkelanjutan

dan berwawasan linkungan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup Nomer 31 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Dan

Pengawasan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan, Ekolabel,

1

Page 2: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

Produksi Bersih, Dan Teknologi Berwawasan Lingkungan Di Daerah

bahwa:

“penerapan sistem manajemen lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan perlu ditingkatkan sebaran penerapan, efektivitas kinerja dan pemanfaatannya oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan dengan pendekatan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan”.

Dalam hal ini komunitas Dayak Iban Sungai Utik berharap upaya-upaya

untuk menjaga keberlanjutan dapat terus dilanjutkan dengan proses

sertifikasi ekolabel yang telah lulus penilaian sertifikasi pengelolaan hutan

lestari oleh PT Mutu Agung Lestari (MAL) pada bulan Mei 2008.

Tantangan yang berat yang dihadapi Suku Dayak Ibun adalah

mempertahankan kelestarian hutannya dari perubahan lahan untuk Hutan

Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan sawit yang semakin meraja lela

di Kalimantan. Sebagaimana dikemukakan oleh Tua Adat Suku Dayak

Iban “Masalah yang paling berat adalah menjaga agar hutan tidak hilang

akibat perubahan lahan untuk HTI dan perkebunan kelapa sawit". Di

samping itu perbatasan hutan adat Suku Dayak Iban Sungai Utik adalah

dengan Taman Nasional Betung Karihun (TNBK), yang berada di

perbatasan tiga negara, yakni Indonesia-Malaysia, dan Brunei

Darussalam menjadikan resiko tersendiri akan besarnya pengaruh dari

Negara tetangga sebagai investor yang mengeksploitasi kayu di hutan

adatnya. Tantangan berat ini akan terus menghantui masyarakat Suku

Kampung Sungai Utik di masa yang akan mendatang.

Dari studi yang dilakukan oleh LEI pada tahun 2005, tawaran

investor kayu dari Malaysia, yang sangat memahami masyarakat Iban di

Serawak, sulit ditolak kampung-kampung di luar komunitas Dayak Iban

Sungai Utik (LEI;2008). Prestasi yang telah diperoleh ini harus mendapat

dukungan dari pemerintah pusat, provinsi maupun pemerintah kabupaten

yang notabene sulit menjangkau daerah pedalaman di perbatasan ini.

2

Page 3: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

Untuk itu masyarakat Suku Dayak Iban berharap pengakuan yang tertulis

supaya didengar oleh orang luar, ada dokumen-dokumennya. Sertifikasi

Ekolabel merupakan titik penting yang bermanfaat bagi masyarakat.

diharapkan bisa menjadi contoh bagi daerah lain.

Pentingnya kajian yang dituangkan dalam Makalah berjudul

“Sertifikasi Ekolabel Pengelolan Hutan Alami Produksi Lestari Sebagai

Wujud Realiasasi Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Hutan Adat

Suku Dayak Iban Sungai Utik ” ini yaitu kebijakan pemerintah terhadap

perlindungan hutan adat Suku Dayak Sungai Utik perlu direalisasikan

dalam wujud yang lebih nyata. Selain itu Komunitas Dayak Iban sebagai

pihak penerap ekolabel yang menjalankan sistem manajemen hutannya

perlu memiliki kebijakan dan hukum yang jelas demi terjaganya hutan

sebagai produksi bersih pemenuh kebutuhan masyarakat setempat dalam

skala kecil bukan skala besar yang bersifat penjarahan hutan.

BAB II. PEMBAHASAN

Komunitas adat di Suku Dayak Iban bermukim di pedalaman

Kampung Sungai Utik, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas

Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Kawasan hutan yang dimiliki komunitas

ini menurut Program Pemberdayaan Sumberdaya Alam Kerakyatan

(PPSDAK) dalam Majalah Kehutanan Indonesia (2008:8) yaitu seluas

9.452,5 ha. Berbagai macam jenis meranti, kapur, lada, gerunggang

(bahan pembuat sirap atap), kempas, jelutung dan beragam jenis rotan

dan damar banyak terdapat di hutan sungai utik. Hutan Adat Sui Utik ini

terbagi-bagi dalam hutan inti, hutan produksi, dan hutan cadangan.

Masyarakat Iban Sungai Utik telah berkiprah langsung dalam

pengelolaan hutan secara lestari, yang ditandai dengan manajemen

pengelolaan hutan yang menyangkut aspek ekonomi, sosial dan ekologi.

Hal ini telah dibuktikan oleh masyarakat Iban Sungai Utik berupa

kawasan hutan yang mantap, produksi yang berkelanjutan dan manfaat

3

Page 4: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

sosial bagi masyarakat di sekitar hutan, serta terpeliharanya lingkungan

yang mendukung sistem penyangga kehidupan.

Melalui upaya yang keras dari suku Dayak Iban dalam

mempertahankan kelestarian fungsi hutannya, pada tanggal 7 Agustus

2008 Menteri Kehutanan menyerahkan sertifikat ekolabel Pengelolaan

Hutan Adat Menua Sungai Utik pada Tuai Adat. Dalam sambutannya

pada saat penyerahan sertifikat ekolabel pada Suku Dayak Iban, Menteri

Kehutanan (dalam Majalah Komunitas Indonesia,2008:4) memaparkan

bahwa:

“Masyarakat di sini setidak-tidaknya telah memainkan dua peran penting dalam pembangunan kehutanan, yakni menjaga dan memelihara sumberdaya alam serta mencegah terjadinya bencana alam dan kerusakan lingkungan”

Sertifikasi yang diberikan oleh Lembaga Ekolabel Indonesia

kepada Suku Dayak Sungai Utik menurut jenisnya adalah sertifikat

pengelolaan hutan alam produksi lestari. Sertifikasi ini akan

meningkatkan kredibilitas suatu lembaga atau kelompok masyarakat yang

menerimanya. Secara tidak langsung, sistem ini akan menyelamatkan

sumberdaya alam hutan dan lingkungan dalam kegiatan pemanfaatan

dan pengusahaan hutan yang tidak benar.

A. Tujuan Sertifikasi ekolabel pengelolaan hutan alam produksi

lestari

Ekolabel merupakan suatu kebijakan perdagangan yang dewasa ini

dirasakan sangat penting sebagai alternatif perlindungan perdagangan

disamping upaya lainnya yang juga telah lama diterapkan. Akan tetapi

ekolabel ini nampaknya muncul didasari isu lingkungan yaitu deforestasi

yang marak terjadi di negara-negara dengan sumber daya hutan yang

terbilang tinggi. Apabila dikaji dari segi definisi ekolabel dalam arti luas

menurut Kementerian Lingkungan Hidup yaitu:

“Ekolabel Indonesia merupakan salah satu perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat proaktif sukarela dan diharapkan

4

Page 5: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

sebagai perangkat yang efektif untuk melindungi fungsi lingkungan hidup, kepentingan masyarakat dan peningkatan efisiensi produksi serta daya saing. Selain itu ekolabel juga dimaksudkan untuk mewujudkan sinergi pengendalian dampak negatif ke lingkungan sepanjang daur hidupnya serta mendorong supply and demand product”.

Maka dapat ditarik kesimpulan tujuan ekolabel yaitu untuk mewujudkan

sinergi pengendalian dampak negative ke lingkungan sepanjang daur

hidupnya serta mendorong penawaran dan permintaan produk.

“Adapun tujuan dari adanya ekolabel ini antara lain terdiri dari tiga hal. Pertama dengan adanya ekolabel diharapkan konsumen tahu tentang produk yang dikonsumsinya. Kedua, mendorong berkembangnya pasar produk yang dikonsumsinya. Kedua, medorong berkembangnya pasar produk yang berwawasan lingkungan. Dan ketiga dimaksudkan agar konsumen dapat melakukan pilihan terhadap produk yang berwawasan lingkungan” (Barbier dalam Carunia).

Akan tetapi ekolabel yang diperoleh Suku Dayak Iban menurut

jenisnya adalah sertifikat ekolabel pengelolaan hutan alami produksi

lestari. Definisi sertifikasi pengelolaan hutan alam produksi lestari menurut

LEI yaitu:

“…strategi dan pelaksanaan kegiatan untuk memproduksi hasil hutan yang menjamin keberlanjutan fungsi-fungsi produksi, ekologi dan sosial”.

Berbeda dengan definisi dan tujuan ekolabel dalam arti luas.

Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari bukanlah jenis ekolabel

yang lebih menekankan pada persaingan produksi hasil hutan

sebagaimana ekolabel yang diterapkan perusahaan-perusahaan. Dalam

hal ini ekolabel dilihat dari tujuannya yaitu menjamin keberlanjutan fungsi-

fungsi produksi, ekologi dan sosial. Jika diuraikan lebih jelas maka tujuan

ekolabel yaitu menjamin:

1. Fungsi Produksi

5

Page 6: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

Hutan adat milik Suku Dayak Iban sepenuhnya merupakan

sumberdaya yang dapat dimanfaatkanuntu pemenuhan kebutuhan

suku Dayak Iban dalam skala kecil. Artinya hutan bukan untuk

dialihfungsikan menjadi kebun sawit atau hutan tanaman industri

seperti yang telah dilakukan kampung-kampung lain di sekitar

Kampung Sungai Utik . Hal ini terbukti dari ketegasan mereka dalam

menolak investor luar negeri untuk mengeksploitasi hutannya

meskipun mereka diimingi oleh berbagai macam fasilitas yang

dijanjikan oleh investor seperti listrik, jalan beraspal dan rumah

panjang.

2. Fungsi Ekologi

Tujuan ekologis berarti menjaga kelestarian hutan. Diupayakan

terjaganya kelestarian lingkungan yang sesuai dengan prinsip

ekologis keberlajutan yaitu jika dari keragaman hayati hutan adat ini

yang ada dalam suatu ekosistem telah terjadi keterkaitan antar

komponennya dan telah terbentuk keterikatan serta saling

ketergantungan secara serasi dan seimbang maka akan terciptalah

ekosistem yang keberadaannya berlanjut hingga waktu yang lama

3. Fungsi sosial

Tujuannya yaitu menjaga adat istiadat baik di Sungai Utik.

Sistem sertifikasi pengelolaan hutan lestari akan meningkatkan

kredibilitas suku dayak iban yang menerimanya. Secara tidak

langsung sistem ini akan menyelamatkan sumberdaya alam hutan

dan lingkungan dalam kegiatan pemanfaatan dan pengusahaan

hutan yang tidak benar. Serta meningkatkan pendapatan penduduk

dengan mengusahakan kebun karet, cokelat dan tebu.

B. Kebijakan dan Hukum adat Suku Dayak Iban Sebagai Realisasi Pengelolaan Hutan Lestari.

Kebijakan dan Hukum Adat yang telah lama berlaku diKampung

Sungai Utik secara garis besar sudah terkelola dengan baik. Peran Tuai

6

Page 7: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

Adat sebagai pengelola dan pengawas hutan, dibentuknya rumah panjang

sebagai wujud kelembagaan dalam manajemen hutan dan hukum adat

yang telah lama dipegang teguh oleh semua warga.

1. Peran Tuai Adat dalam Mengelola dan Mengawasi Hutan Adat

Sejak bertahun-tahun lamanya Tuai adat yang tegas telah

berhasil menjaga hutan dan mengusir para pencuri kayu di hutan

adatnya. Seperti peristiwa yang terjadi pada pertengahan 1984 saat

terjadi pencurian hutan, tua-tua adat mereka langsung mencari

pimpinan penebang pohon itu untuk menyampaikan satu pesan. Begitu

mendengar pesan Apai Janggut, tak sampai satu jam, kelompok

pembalak liar itu mengemasi barang-barangnya dan pergi. Apa

pesannya? Pesan itu adalah “Mau lari atau mati?”. Tanpa bentrok,

tanpa kekerasan, mereka pergi,”. Beitulah kurang lebih penuturan yang

disampaikan Rengga salah satu warga SukuDayak Sungai Utik (dalam

Dhyatmika, 2012).

Selain itu hingga saat ini secara berkala, tetua suku Dayak Iban

itu mengelilingi hutan; memeriksa pohon demi pohon; serta menjenguk

beruang, harimau dahan, dan satwa lain yang hidup di sana.

2. Keberadaan Rumah Panjang sebagai Bentuk Manajemen Hutan

Ketaatan pada adat dan norma sosial komunitas Dayak Iban Sungai

Utik, yang menempati kawasan hutan seluas 9.452,5 ha di Kabupaten

Kapuas Hulu itu, tidak terlepas dari peran “Rumah Panjang" sebagai identitas

dan pengikat solidaritas warga. Rumah Panjang ini besar sekali peranannya

dalam mengontrol akses dan kepemilikan lahan, baik antarwarga maupun

antardesa. Sebagaimana dijelaskan oleh Direktur LEI, Alimi (dalam Ekolabel

Indonesia, 2008) bahwa: “Rumah panjang mengontrol akses dan

kepemilikan lahan baik antar warga maupun antar desa. Masyarakat

memliki batas-batas daerah sesuai kesepakatan”. Gambaran

mengenai Rumah Panjang dapat dilihat pada Gambar 1. Berikut ini:

7

Page 8: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

Gambar 1. Rumah Panjang Suku Dayak Sungai Utik

Selain itu hingga saat ini di bawah pimpinan kolektif dari "Tuai

Adat", kepala kampung dan temenggung serta para hulubalangnya,

semua masalah berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dapat

ditangani dan diselesaikan di tingkat pertemuan "Rumah Panjang".

3. Hukum Adat yang Berlaku Dipegang Teguh Oleh seluruh Warga

Sejak lama suku adat Dayak Iban telah mempertahankan

kelestarian hutannya. Meski berbagai permasalahan telah terjadi

seperti upaya eksploitasi hutan mereka dari negara tetangga. Suku

Dayak Iban Sungai Utik telah memiliki kebijakan dan hukum yang

dipercaya telah berperan menjaga hutan mereka. Menurut berbagai

informasi dari kajian literatur dapat disimpulkan bahwa beberapa

kebijakan dan hukum yang telah diterapkan hingga saat ini diantaraya:

a. Tutupan hutan menuju ke Taman Nasional diberi tanda.

b. Orang Iban membagi hutan mereka menjadi tiga peruntukan

yakni; Kampong Taroh (hutan lindung), kampong Galao (hutan

cadangan), kampong ndor kerja (hutan produksi) dan Damun

(keperluan lain;ladang dsb). Berbasiskan peruntukan hutan

tersebut, masyarakat adat Sungai Utik menjaga dan

memanfaatkan hutannya secara terencana dan berkelanjutan.

8

Page 9: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

Lebih jelasnya pembagian zona hutan adat ini menurut Dhyatmika

(2012) yaitu:

“Wilayah hutan yang disebut kampong taroh adalah kawasan yang wajib dilindungi. Tidak boleh ada kegiatan berkebun dan berladang di sana, apalagi mengambil dan menebang kayu. Wilayah ini berfungsi melindungi mata air dan perkembangbiakan satwa. Karena itu, kampong taroh biasanya ada di hulu sungai.Zona kedua disebut kampong galao. Wilayah ini adalah kawasan hutan cadangan. Di sini warga hanya boleh mengambil tanaman obat dan kayu api. Hutan di kawasan ini mulai bisa dimanfaatkan, meski secara terbatas dengan pengawasan ketat.Kampong endor kerja adalah kawasan hutan produksi. Di sini, warga bebas mengambil kayu selama diameter batangnya di atas 30 sentimeter. Pohon yang batangnya masih kecil tak boleh ditebang, karena biasanya dipakai sebagai bibit untuk ditanam di kawasan lain”.

c. Kesepakatan untuk memperbolehkan menebang tapi ada

perencanaan; berapa yang boleh diambil, kayu apa yang boleh

diambil. Pembatasan jumlah pohon yang boleh diambil dari hutan

ini menjadi salah satu peraturan yang mereka pegang teguh.

“Berkait dengan penebangan kayu orang Iban Sungai Utik telah membuat aturan tersendiri jika ada anggota komunitas hendak menebang kayu untuk diolah ataupun dijual, maksimal per KK hanya boleh menebang 1-2 pohon diameter besar per tahun. Jika terjadi pelanggaran, pelaku dikenakan sanksi adat lalu alat untuk menebang (chain saw) akan disita oleh lembaga adat dan masyarakat” (Gawing:2010).

d. Kesepakatan bahwa bekerja mengambil kayu janganlah dijadikan

mata pencaharian utama tetapi mengusahakan kebun karet,

cokelat dan tebu.

e. Cara pengambilan pohon dilarang menggunakan teknologi

modern tapi harus dengan cara tradisional.

9

Page 10: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

f. Dalam membuka ladang pun mereka melakukan musyawarah

untuk menentukan berapa luas lahan yang akan dibuka oleh tiap-

tiap kepala keluarga.

g. Sanksi adat dan sosial pun sudah menunggu bagi mereka yang

membiarkan lahan yang luasnya mereka tentukan sendiri tersebut

terbengkalai.

a. Jika seseorang terbukti bersalah membakar lahan, kebun buah-buahan, tembawang atau Tapang (tempat sarang lebah madu) milik orang lain maka yang bersangkutan akan dijatuhi hukum adat “Ngangus ke Pesaka Urang”. yang bersangkutan akan membayar hukuman adat berupa uang Rp.100,000,- dan mengganti rugi semua kerugian yang ditimbulkan serta membayar “Penti Pemali”atau pengeras semangat yang wajib disertakan dalam hampir setiap hukum adat berupa ; Jane siko, Manok siko Duko site, Pinggae sesingkap, Karong kerubong mungkol 10 (@Rp. 10.000).

b. Jika seseorang yang membakar lahan atau dengan sengaja membakar Pendam (Kuburan), maka yang bersangkutan akan terkena hukum adat ”Ngangus ke Pendam”. Hukuman bagi pembakar Pendam adalah membayar Rp.600.000,- ditambah Penti Pemali.

C. Sertifikasi Ekolabel Sebagai Realisasi Kebijakan Pemerintah Terhadap Perlindungan Hutan Adat Suku Dayak Sungai Utik

Proses sertifikasi ekolabel pengelolaan hutan alam produksi lestari

seperti yang diberikan pada Suku Dayak Iban merupakan hasil

pengawasan dan upaya yang tidak diperoleh dalam waktu singkat, tapi

melalui upaya keras dari suku tersebut untuk menjaga hutannya selama

bertahun-tahun. Melalui dorongan dari berbagai pihak seperti Lembaga

Bela Banua Talino, Pemberdayaan Pengelolaan Sumber Daya Alam

Kerakyatan (PPSDAK) dan Program Pemberdayan Sistem Hutan

Kerakyatan (PPSHK) yang telah membentuk masyarakat Iban dalam

mempertahankan nilai-nilai, norma-norma dan perilaku serta adat istiadat

yang baik dalam menjaga dan memelihara sumber daya alam hutan dan

10

Page 11: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

lingkungan. Selanjutnya proses evaluasi dan penerbitan ekolabel yang

dilakukan Lembaga Ekolabel Indonesia.

Dalam hal ini ekolabel bersifat melindungi dengan cara

memberikan pengakuan yang tertulis agar didengar oleh pihak luar, dan

ada dokumen-dokumennya. Disamping itu dalam Peraturan MENLH

Nomor 31 Tahun 2009 Pasal 2 bahwa Menteri Menetapkan kebijakan

bagi hutan tersertifikasi ekolabel untuk mendapat pembinaan,

pengawasan, evaluasi dan tidak lanjut evaluasi sistem manajemen

lingkungan, ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan

lingkungan.

Dengan diperolehnya sertifikasi ekolabel ini maka masyarakatdi

dalam dan di sekitar hutan mendapatkan akses yang lebih luas dan

pemanfaatan yang lebih besar terhadap sumberdaya alam hutan dan

lingkungan. Dengan akses yang leih besar akan memberikan kesempatan

kepada masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

hidupnya.

Setelah mendapat sertifikasi komunitas Dayak Iban Sungai Utik

tidak lantas mengeksploitasi hutannya utnuk menambah tingkat

perekonomiannya. Mereka bersepakat menggunakan perencanaan

seperti yang dikemukakan oleh tuai adat (dalam MKI,2008:9):

“Ada kesepakatan untuk memperbolehkan menebang tapi ada perencanaan, berapa yang boleh diambil, kayu seperti apa yang boleh diambil. Kemi juga mengumpulkan masyarakatagar tidak bekerja mengambil kayusebagai pencaharian utama tetapi mengusahakan kebun karet, cokelat dan tebu”.

Ekolabel mungkin memang belum dirasa penting baik itu oleh

lembaga atau perusahaan yang melakukan produksi yang bahan

bakunya dari hutan, maupun oleh konsumen yang memanfaatkan hasil

hutan dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Selain masih minim

penerapannya, ruang lingkup ekolabel yang masih sangat sempit hanya

berorientasi pada hasil hutan, juga masyarakat sebagai konsumen belum

banyak tahu dan peduli terhadap ekolabel.

11

Page 12: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

Akan tetapi bagi warga Suku Dayak Iban yang terbilang masih

awam terhadap informasi, sangatlah penting arti sebuah ekolabel. Dengan

sistem ini akan meningkatkan kredibilitas suku dayak iban yang

menerimanya. Secara tidak langsung sistem ini Suku Dayak Iban

mendapatkan akses yang lebih luas dan pemanfaatan yang lebih besar

terhadap sumberdaya alam hutan dan lingkungan

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kearifan lokal suku dayak iban kampung sungai utik merupakan

salah satu bentuk nyata bahwa masih ada orang-orang yang sangat

tegas menjaga kelestarian fungsi hutannya dari investor-investor yang

menjarah hutan secara besar-besaran yang yang dipastikan akan

berdampak pada kerusakan lingkungan. Sehingga dari upaya ini

pemerintah member penghargaan berupa Sertifikat Ekolabel Pengelolaan

Hutan Alami Produksi Lestari. Sertifikasi ini bertujuan untuk : 1) menjaga

adat istiadat baik di Sungai Utik, 2) menjaga kelestarian hutan, 3)

melindungi hutan dari eksploitasi investor, 4) meningkan kesejahteraan

Suku Dayak Iban.

Keberhasilan Suku Dayak Iban dalam menjaga kelestarian

hutannya karena merek memegang teguh pada kebijakan dan hukum

adat yang telah lama diterapkan, peran penting seorang Tuai Adat dalam

mengelola dan mengawasi hutannya serta keberadaan “rumah panjang”

dalam mengontrol akses dan kepemilikan lahan baik antar warga maupun

antar desa.

Dukungan Lembaga terkait yang mendorong Suku Dayak Iban

dalam menjaga kearifan tradisonalnya dan membantu dalam upaya

pengajuan sertifikasi ekolabel serta bentuk pembinaan, pengawasan,

evaluasi dan tidak lanjut evaluasi sistem manajemen lingkungan,

ekolabel, produksi bersih, dan teknologi berwawasan lingkungan.

12

Page 13: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

B. Saran

Upaya penerapan kebijakan atau program ekolabel masih

memerlukan waktu yang panjng. Kampanye ekolabel sangat diperlukan

saat ini, namun dalam waktu mendatang penting untuk mempertegas

peraturan dan undang-undang yang mengikatnya.

Selanjutnya sertifikasi ekolabel ini janganlah hanya bagi pihak-

pihak yang mengajukan saja dalam artian secara sukarela, tapi Lembaga

Ekolabel dan pihak lainnya secara berkala mengawasi hutan produksi di

daerah lainnya dalam rangka pengawasan standarisasi ekolabel.

Selain itu sertifikasi seharusnya tidak hanya berorientasi pada

produk hasil hutan saja, tetapi berbagai produk lainnya seperti produk

makanan, non makanan dan obat. Meskipun masing-masing produk

tersebut telah memiliki standarisasi masing-masing, namun ekolabel

penting sebagai upaya alternatif dalam menjaga lingkungan.

13

Page 14: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Dhyarmika, Wahyu.Para Penjaga Hutan Kita.2012. Tersedia;http://www.kongres4.aman.or.id/2012/05/para-penjaga-hutan-kita.asp

Ekolabel Indonesia. Sungai-Utik, Hutan Adat Pertama Penerima Sertifikat Ekolabel. 2008.

Tersedia: http://manajemenlingkungan.com/ekolabel/index.php?option=com_content&view=article&id=62:sungai-utik-hutan-adat-pertama-penerima-sertifikat-ekolabel&catid=1:berita-terbaru

Firdausy, M. Carunia. Masalah dan Kebijakan Ekolabel Rotan Dalam Perdagangan Luar Negeri Indonesia.

Gawing, Laurens. Sekelumit catatan perjalanan hidup seorang Pendamping Hukum Rakyat.2010. Tersedia: http://laurensgawing.blogspot.com/

Komite Akreditasi Nasional. Pedoman Umum Akreditasi dan Sertifikasi Ekolabel. Tersedia: http://www.kan.or.id/wp-content/uploads/downloads/2010/03/Ped-KAN-801-2004-Persyaratan-Umum-LSE.pdf

Lembaga Ekologi Indonesia. Program Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (Phpl). 2006Tersedia: http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/INFO_V02/I_V02.htm

MENLH. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan, Ekolabel, Produksi Bersih, Dan Teknologi Berwawasan Lingkungan Di Daerah.2009: Jakarta

Redaksi Majalah Kehutanan Indonesia. Sertifikat Ekolabel Pengelolaan

Hutan Lestari. 2008. Edisi VIII

14

Page 15: Makalah hukum dan kebijakan lingkungan

15