makalah fishew hormon
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan
sekret yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain.
Endokrinologi adalah studi tentang penyesuaian kimia homeostatis dan kegiatan lainnya dilakukan
oleh hormon, yang disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin. Sekret kelenjar endokrin
adalah hormon yang bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel
dalam tubuh (sel target), yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu
tindakan. Sel target mempunyai semacam reseptor khusus untuk menerima atau memberi rangsangan
kepada hormon tersebut sehingga dapat disalurkan.
Hormon merupakan mediator kimia yang mengatur aktivitas sel / organ tertentu. Dahulu
sekresi hormonal dikenal dengan cara dimana hormon disintesis dalam suatu jaringan diangkut oleh
sistem sirkulasi untuk bekerja pada organ lain disebut sebagai fungsi Endokrin. Ini bisa dilihat dari
sekresi hormon Insulin oleh pulau β Langerhans Pankreas yang akan dibawa melalui sirkulasi darah
ke organ targetnya sel-sel hepar. Sekarang diakui hormon dapat bertindak setempat di sekitar mana
mereka dilepaskan tanpa melalui sirkulasi dalam plasma di sebut sebagai fungsi Parakrin,
digambarkan oleh kerja Steroid seks dalam ovarium, Angiotensin II dalam ginjal, Insulin pada sel α
pulau Langerhans. Hormon juga dapat bekerja pada sel dimana dia disintesa disebut sebagai fungsi
Autokrin.
Fungsi hormon diantaranya:
1. Integrasi fungsi-fungsi tubuh.
2. Mempertahankan homeostasis tubuh, hormon akan mendeteksi dan memberi respon terhadap
kondisi lingkungan contohnya, pada sel kanker, hormon akan memberi sinyal bahwa sel tersebut
mengalami kerusakan.
3. Mengaktifkan atau menghambat proses metabolisme.
4. Integrasi dan pengaturan pertumbuhan dan perkembangan.
5. Control, pemeliharaan dan dorongan reproduksi seksual, termasuk gametogenesis, coitus,
fertilisasi, pertumbuhan dan perkembangan janin dan nutrisi bayi yang baru lahir.
Hormon dapat diklasifikasikan berdasarkan senyawa kimia penyusunnya, daya larut, lokasi
reseptor, dan sifat sinyal yang digunakan untuk perantara kerja hormon dalam sel. Berdasarkan cara
kerjanya, hormon diklasifikasikan menjadi Hormon lipofilik (larut lemak) dan hidrofilik (larut air).
Kelenjar endokrin (endocrineglarul) terdiri dari (1) kelenjar hipofise atau pituitari (hypophysisor
pituitary gland) yang terletak di dalam rongga kepala dekat dasar otak; (2) kelenjar tiroid (thyroid
gland) atau kelenjar gondok yang terletak di leher bagian depan; (3) kelenjar paratiroid
(parathyroidgland) dekat kelenjar tiroid; (4) kelenjar suprarenal (suprarenalgland) yang terletak di
kutub atas ginjal kiri-kanan; (5) pulau Langerhans (islets of langerhans) di dalam jaringan kelenjar
pankreas; (6) kelenjar kelamin (gonad) laki di testis dan indung telur pada wanita. Placenta dapat juga
dikategorikan sebagai kelenjar endokrin karena menghasilkan hormon.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan skenario diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah, antara lain sebagai
berikut:
1.Apa saja klasifikasi dan derivat dari hormon?
2.Bagaimana mekanisme kerja hormon?
3. Apa saja reseptor hormon?
1.3. Tujuan Pembelajaran
Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara lain sebagai berikut:
1. Mampu menjelaskan klasifikasi pada hormon
2. Mampu menjelaskan mekanisme kerja hormon
3. Mampu menjelaskan reseptor hormon
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Organisme multiseluler memerlukan mekanisme untuk komunikasi antar sel agar dapat
memberikan suatu respon dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan eksterna dan interna yang
selalu berubah. Berbagai aktifitas sel, jaringan, dan jaringan tubuh dikoordinasikan oleh hubungan
timbale balik beberapa jenis sistem messenger kimiawi salah satunya adalah hormone. Hormon adalah
suatu zat yang bertugas sebagai pembawa pesan (chemical messenger) disekresikan oleh sejenis
jaringan dalam jumlah yang sangat kecil dan dibawa oleh darah menuju target jaringan di bagian lain
tubuh untuk merangsang aktivitas atau fisiologi yang khusus. Berbagai sistem hormon memainkan
peranan penting dalam megatur hampir semua fungsi tubuh, yang mencakup metabolisme, tumbuh
kembang, keseimbangan air dan elektrolit, reproduksi, dan perilaku. Contohnya, tanpa adanya hormon
pertumbuhan, seseorang akan menjadi cebol. Tanpa adanya tiroksin dan triodotironin dari kelenjar
tiroid, hampir semua reaksi kimia tubuh akan menjadi lambat. Tanpa adanya insulin dari kelenjar
pancreas, sel-sel tubuh akan sedikit menggunakan karbohidrat makanan sebagai sumber energi. Dan
tanpa adanya hormone kelamin, perkembangan seksual dan fungsi seksual tidak akan berjalan.
Kelenjar hormon atau kelenjar endokrin menghasilkan hormon yang melakukan sistem
pengaturan tubuh secara kimiawi. Sifat-sifat hormon adalah bekerja secara spesifik pada organ,
bagian tubuh tertentu atau aktivitas tertentu, misalnya insulin untuk mengatur kadar gula darah.
Dihasilkan tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit tetapi memiliki pengaruh besar terhadap aktivitas
tertentu dalam tubuh, misal jika tubuh kekurangan beberapa miligram hormon Somatotrophin maka
pertumbuhan akan terhambat secara nyata. Bekerja lambat, pengaruh hormon tidak spontan seperti
pada pengaturan oleh syaraf, seperti hormon Testoteron yang berpengaruh terhadap perkembangan
kelamin skunder pria. Sebagai senyawa kimia, hormon tidak dihasilkan setiap waktu dan hormon
diproduksi hanya apabila dibutuhkan. Tidak sedikit hormon yang bertindak sebagai messanger
pertama yangmerupakan seri dari messanger yang berurutan sehingga mengarah kepada
adanyarespons spesifik di sel target. Dalam perjalanannya di dalam darah dan cairaninterstitial,
hormon ini akhirnya bertemu dengan reseptor yang khas untuk hormon tersebut Reseptor ini terdapat
di permukaan atau di dalam sel target. Interaksi antara hormon dengan reseptor akan menimbulkan
seri langkah yangmempengaruhi satu atau lebih aspek fisiologi atau metabolisme dari suatu sel.
Hormon diturunkan dari unsur-unsur penting ; hormon peptida dari protein, hormon steroid dari
kolesterol, dan hormon turunan dari asam amino tirosin.
(1) protein dan polipeptida, mencakup hormone-hormon yang disekresikan oleh kelenjar
hipofisis anterior dan posterior, pancreas, dan kelenjar paratiroid. (2)steroid, disekresikan korteks
adrenal, ovarium, testis dan plasenta. (3) turunan asam amino tirosin, disekresikan oleh kelenjar tiroid
dan medulla adrenal. Dalam menjalankan fungsinya sebagai messenger kimiawi, hormon selalu
berkaitan dengan reseptor. Mekanisme kerja hormon ini diawali dengan pengikatan hormon pada
reseptor spesifik di sel target. Sel yang tidak memiliki reseptor untuk hormone tersebut tidak akan
berespons.Reseptor untuk beberapa hormon terletak pada membrane sel target, sedangkan reseptor
hormone yang lain terletak di sitoplasma atau di nucleus. Ketika hormone terikat pada reseptornya,
hal tersebut biasanya akan menginisiasi serangkaian reaksi di dalam sel, dengan setiap tahap reaksi
yang semakin teraktifasi sehingga sejumlah kecil konsentrasi hormone bahkan dapat mempunyai
pengaruh yang besar.
Reseptor hormone merupakan molekul pengenal spesifik dari sel tempat hormon berikatan
sebelum memulai efek biologiknya ( protein berukuran besar) , dan setiap sel yang distimuli biasanya
memiliki sekitar 2000-100000 reseptor. Setiap reseptor, biasanya sangat spesifik untuk sebuah
hormone. Hal ini menentukan jenis hormone yang akan bekerja pada jaringan tertentu. Jaringan target
yang dipengaruhi oleh suatu hormone adalah jaringan yang memiliki reseptor spesifiknya.
Interaksi hormon dengan reseptor permukaan sel akan memberikan sinyal pembentukan senyawa
yang disebut second messenger (hormon sendiri dianggap sebagai first messenger). Interaksi hormon
dan reseptor biasanya memicu serangkaian efek sekunder dalam sitoplasma sel dan melibatkan
fosforilasi atau dephosphorylation dari berbagai jenis sitoplasmik protein. Perubahan dalam saluran
ion permeabilitas, atau meningkatkan konsentrasi molekul intraseluler yang dapat bertindak sebagai
sekunder rasul (misalnya AMP siklik). Beberapa hormon protein juga berinteraksi dengan reseptor
intraselular yang terletak di sitoplasma.
Untuk hormon steroid atau hormon tiroid, reseptor mereka terdapat intracellularly dalam
sitoplasma sel target mereka. Untuk mengikat hormon tersebut reseptor hormon ini harus melewati
membran sel. Kompleks gabungan hormon-reseptor kemudian bergerak melewati membran nuklir ke
inti sel, di mana mengikat untuk urutan DNA tertentu, memperkuat atau menekan tindakan gen
tertentu, dan secara efektif mempengaruhi sintesis protein. Namun tidak semua steroid reseptor berada
di intracellularly, tetapi berada pada beberapa membran plasma yang terkait.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Mapping
3.2. Klasifikasi Hormon
3.2.3. Klasifikasi Hormon Berdasarkan Senyawa Pembentuknya
Berdasarkan senyawa pembentuknya, hormon terbagi menjadi beberapa golongan, antara lain:
a. Hormon peptida
Merupakan protein dengan beragam ukuran. Protein yang disintesis disisipkan ke dalam vesikel
untuk sekresi, dilipat, dan dapat diproses melalui proteolisis atau modifikasi lain. Hormon Protein dan
polypeptides termasuk hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari anterior dan posterior,
pankreas ( insulin dan glucagon ), kelenjar paratiroid ( hormon paratiroid), dan banyak lainnya.
Polipeptida dan hormon Protein disimpan dalam vesikula sekresi sampai diperlukan. Sebagian
besar hormon dalam tubuh adalah Polipeptida dan protein. Hormon ini berkisar dari ukuran kecil
peptida dengan sedikitnya asam amino 3 (thyrotropin - dilepaskan hormon) untuk protein dengan
hampir 200 asam amino (hormon pertumbuhan dan prolaktin). Secara umum, Polipeptida dengan 100
atau lebih asam amino yang disebut protein, dan dengan lebih sedikit dari 100 asam amino yang
disebut sebagai peptida.
Hormon protein dan peptida disintesis di ujung retikulum endoplasma kasar dari sel endokrin
berbeda, hion fas sama sebagai protein lain. Mereka biasanya disintesis pertama sebagai protein lebih
besar yang belum aktif (preprohormones) dan diurai dalam prohormones kecil di retikulum
endoplasma. Prohormon ditransfer ke badan Golgi untuk dikemas ke dalam vesikula sekresi. Dalam
proses ini, enzim dalam vesikula membelah prohormones lebih kecil menjadi hormon biologis aktif
dan fragmen inaktif. Vesikula disimpan dalam sitoplasma, dan banyak terikat membran sel sampai
sekresi mereka dibutuhkan. Sekresi hormon (serta fragmen tidak aktif) terjadi ketika vesikula sekresi
berfusi dengan membran sel dan butiran isi yang diekstrusi ke cairan interstisial atau langsung ke
dalam aliran darah oleh exocytosis.
Dalam banyak kasus, stimulus untuk exocytosis adalah peningkatan konsentrasi kalsium yang
disebabkan oleh depolarization membran plasma. Dalam kasus lain, stimulasi oleh reseptor
permukaan sel endokrin menyebabkan peningkatan siklik adenosin monofosfat (cAMP) dan
kemudian aktivasi protein kinase yang memulai sekresi hormon. Hormon peptida yang larut air,
memungkinkan mereka untuk memasuki sistem peredaran darah dengan mudah dibawa kepada
jaringan target.
Gambar 3.1 Sintesis hormon peptida/protein di dalam sel
b. Hormon steroid
Biasanya disintesis dari kolesterol dan tidak disimpan. Struktur kimia hormon steroid mirip
dengan kolesterol, dan kebanyakan disintesis dari kolesterol sendiri, larut dalam lemak dan terdiri
dari tiga cincin cyclohexyl dan cyclopentyl digabungkan menjadi struktur tunggal. Hormon steroid
dihasilkan adrenal, ovarium, testis, plasenta, dan pada tingkat tertentu di jaringan perifer.
Meskipun biasanya ada sangat sedikit hormon penyimpanan dalam memproduksi steroid,
penyimpanan besar kolesterol Ester dalam sitoplasma vakuola yang dapat dengan cepat dikerahkan
untuk sintesis steroid setelah stimulus. Banyak kolesterol dalam memproduksi steroid sel-sel yang
berasal dari plasma, tetapi ada juga sintesis de novo kolesterol dalam memproduksi steroid sel.
Karena steroid sangat larut lemak, setelah mereka disintesis, mereka hanya menyebar di seluruh
membran sel dan memasuki cairan interstisial dan kemudian darah. Serangkaian langkah-langkah
enzimatik dalam mitokondria dan RE jaringan steroidogenik mengkonversi kolesterol menjadi semua
hormon steroid lainnya dan intermediet. 1,25-dihidroksi vitamin D3 juga berasal dari kolesterol.
c. Turunan asam amino tirosin, yang dikeluarkan oleh tiroid ( thyroxine dan triiodothyronine ) dan
medullae adrenal ( epinefrin dan norepinefrin ).
Hormon tiroid hanya disintesis dalam kelenjar tiroid, walaupun sekitar 70% dari hormon
steroid aktif yang utama, T3, dihasilkan dalam jaringan perifer melalui deiodinasi dari tiroksin; T4.
Sel-sel kelenjar tiroid mengkonsentrasikan iodium untuk sintesis hormon tiroid melalui transpor aktif.
Sel kelenjar tiroid tersusun dalam folikel-folikel yang mengelilingi bahan koloidal, dan menghasilkan
suatu glikoprotein yang besar, tiroglobulin. Hormon tiroid diproduksi oleh modifikasi residu tirosin
yang terdapat dalam tiroglobulin, pasca-translationally dimodifikasi untuk mengikat yodium, maka
secara proteolitik dibelah dan dirilis sebagai T4 dan T3. T3 dan T4 kemudian mengikat globulin
mengikat tiroksin untuk transportasi dalam darah.
3.2.2. Klasifikasi Hormon Berdasarkan Sifat Kelarutan Molekul Hormon
Berdasarkan sifat kelarutan molekulnya, hormon terbagi menjadi dua macam, antara lain:
a. Hormon Lipofilik
Hormon lipofilik larut baik dalam lemak dan kurang larut dalam air. Contoh utamanya adalah hormon
steroid
b. Hormon Hidrofilik
Hidrofilik berarti suka air. Hormon ini larut dalam air serta kurang larut dalam lemak. Kebanyakan
hormon jenis ini merupakan hormon peptida atau protein yang terdiri dari asam amino spesifik
dengan panjang yang bervariasi.
Kelarutan hormon sangatlah penting karena menentukan bagaimana hormon di proses oleh sel
endokrin, bagaimana hormon di transportasikan di dalam darah, dan bagaimana hormon menghasilkan
efek pada sel target. Lokasi dari reseptor hormon lipofilik dan hidrofilik, yaitu:
- Peptida dan katekolamin hidrofilik tidak bisa melewati sawar membran lipid sel target. Oleh karena
itu, mereka mengikat reseptor spesifik di permukaan luar membran plasma sel target.
- Steroid dan tiroid lipofilik dengan mudah melewati permukaan membran untuk mengikat reseptor
spesifik di dalam sel target
Walaupun hormon menghasilkan variasi respon biologis yang luas, secara umum mereka
memberikan pengaruh pada sel target dengan mengubah protein sel dengan dua jalur:
1) Hormon hidrofilik yang mengikat di permukaan berfungsi dengan jalur pengaktifan second
messenger (cara kedua) di dalam sel target. Aktivasi ini secara langsung mengubah aktifitas protein
intraseluler yang telah ada, biasanya enzim, untuk menghasilkan efek yang diharapkan.
2) Hormon lipofilik berfungsi dengan pengaktifan gen spesifik di sel target yang akan menyebabkan
pembentukan protein intraseluler yang baru. Protein ini bisa enzimatik maupun struktural.
3.3. Mekanisme Kerja Hormon
Masing-masing hormone memiliki satu atau lebih efek fisiologis spesifik yang diperantarai
oleh jaringan sasaran. Jaringan tersebut memiliki kemampuan mengenali adanya hormone tertentu
dalam sirkulasi serta berikatan dan berespons secara spesifik terhadap molekul hormone tersebut dan
tidak terhadap berbagai hormon lain yang juga terdapat di dalam darah. Spesifitas interaksi hormon-
jaringan sasaran ini ditentukan oleh adanya reseptor sel yang terletak di membrane plasma sel (untuk
hormon peptide dan epinefrin) atau di dalam sitosol dan nucleus (untuk hormon steroid dan tiroid,
vitamin D3 aktif, dan asam retinoat). Agar aktivitas hormon dapat timbul, pengikatan hormon-
reseptor ini haris ditransduksikan menjadi sinyal kimia pascareseptor di dalam sel. Sinyal ini
menyebabkan respons fisiologis spesifik terhadap hormon bersangkutan di jaringan sasaran, misalnya
pengaktivan enzim atau sintesis protein baru untuk pertumbuhan atau diferensiasi sel.
3.3.1. Mekanisme Kerja Hormon yang Berikatan ke Reseptor Permukaan Sel
3.3.1.1. Mekanisme kerja hormon yang melibatkan cAMP
Mekanisme kerja hormon yang melibatkan cAMP, diawali hormon berikatan dengan reseptor
dan mengaktifkan protein G. Protein G merupakan protein yang berbentuk heterotrimer dan memiliki
tempat ikatan dengan nukleotida guanine, protein G terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Gs (berfungsi
mengaktifkan enzim adenilat siklase), Gi (berfungsi menghambat enzim adenilat siklase), Gg
(berfungsi mengaktifkan sistem fosfolipase / inositol fosfat). Sehingga protein G tersebut melepaskan
GDP (Guanin Difosfat) dan mengikat GTP (Guanin Trifosfat). Sewaktu mengikat GTP, protein Gs
mengaktifkan enzim adenilat siklase, yang menghasilkan cAMP / siklik-AMP.
CAMP mengaktifkan protein kinase A (PKA) dengan mengeluarkan subunit regulatorik.
Protein kinase A berfungsi melakukan fosforilasi berbagai protein dan mencetuskan respon sel
(regulasi enzim metabolisme dan transkripsi gen).
Gambar 3.1 Mekanisme kerja hormon peptida / protein yang melibatkan cAMP
3.3.1.2. Mekanisme kerja hormon yang melibatkan sistem Ca2+ dan fosfatidilinositol bifosfat
(PIP2)
Pengikatan hormon ke reseptornya mengaktifkan protein Gg yang merangsang fosfolipase C.
Fosfolipase C melakukan pemutusan fosfatidilinositol bifosfat (PIP2) menjadi DAG (Diasilgliserol)
dan 1,4,5-trifosfat (IP3). DAG bersama-sama dengan Ca2+ mengaktifkan protein kinase C, serta
berikatan dan mengaktifkan kinase lain Berbagai kinase tersebut melakukan fosforilasi protein, yang
menimbulkan respon sel.
Gambar 3.2 Mekanisme kerja hormon peptida / protein yang melibatkan sistem Ca2+ dan
fosfatidilinositol bifosfat (PIP2)
3.3.2 Mekanisme Kerja Hormon yang Berikatan ke Reseptor di Dalam Sel
Peristiwa kerja hormon steroid pada dasarnya ada 2, antara lain :
1. Hormon steroid berdifusi melewati membrane sel dan memasuki sitoplasma sel, tempat ia berikatan
dengan reseptor yang spesifik.
2. Kombinasi protein reseptor kemudian berdifusi ke dalam atau diangkut ke dalam nukleus.
3. Kombinasi tersebut terikat di tempat spesifik pada untai DNA di kromosom, yang mengaktifkan
proses transkripsi gen yang spesifik untuk membentuk m-RNA.
4. m-RNA berdifusi ke dalam sitoplasma dan memicu proses translasi di ribosom untuk membentuk
protein yang baru.
Sebagai contoh, aldosteron, yaitu salah satu hormon yang diekskresikan korteks adrenal,
memasuki sitoplasma sel tubulus ginjal yang mengandung protein aldosteron yang spesifik.
Proses kerja hormon steroid berawal dari difusi sederhana hormone bebas menembus membrane
plasma sel, walaupun pada beberapa kasus terjadi penyerapan aktif hormone oleh sel. Setelah
berdifusi ke dalam sel, steroid berikatan dengan protein reseptor yang memiliki ranah mengikat
spesifik bagi hormone bersangkutan. Reseptor ini ditemukan di inti sel. Bagi sebagaian hormon,
reseptor tersebut juga terdapat di dalam sitosol. Reseptor untuk glukokortikoid dan mungkin untuk
mineral okortikoid atau aldosteron terletak didalam sitosol, sedangkan reseptor untuk androgen,
estrogen, hormon tiroid, vitamin D aktif, dan asam retinoat tampaknya terdapat di dalam inti.
Sebagian sifat reseptor steroid telah diketahui. Pengikatan ligan ke reseptor dapat mengalami
penjenuhan, yang mengisyaratkan bahwa jumlah reseptor per sel terbatas dan tertentu. Selain itu,
reseptor ini memperlihatkan tingkat spesifisitas yang tinggi terhadap ligannya. Namun, kemampuan
reseptor mengenali dan membedakan berbagai hormon steroid yang memiliki struktur serupa tidaklah
absolut. Hanya jaringan yang berespon terhadap steroid yang tampaknya memiliki reseptor ini.
Derajat respon biologis terhadap hormon secara umum berikatan dengan tingkat penempatan reseptor.
Hormon steroid berikatan dengan reseptor yang inaktif dan belum mengalami transformasi yang
tempat pengikat ligannya belum ditempati. Reseptor inaktif tersebut mungkin membentuk kompleks
dengan beberapa heat shock protein (protein yang terbentuk dalam sel yang mengalami stress) yang
ukurannya beragam. Heat shock protein menutupi ranah pengikat DNA pada molekul reseptor bebas
yang inaktif.
Gambar 3.4 Mekanisme kerja hormon steroid
3.3.2.1. Contoh Mekanisme Kerja Hormon Steroid (Hormon Tiroid)
Hormon T3 (3,5,3’-l-triodotironin) dan T4 (3,5,3’,5’-l- tetraiodotironin) berikatan dengan
reseptor spesifiknya dengan afinitas yang tinggi di nukleus sel sasaran. Di sitoplasma hormon ini
berikatan pada tempat dengan afinitas yang rendah dengan reseptor spesifiknya. Kompleks hormon
reseptor berikatan pada suatu regio spesifik DNA, menginduksi atau merepresi sintesis protein dengan
meningkatkan atau menurunkan transkripsi gen.
Dari transkripsi gen–gen ini timbul perubahan dari tingkat transkripsi m RNA mereka.
Perubahan tingkat mRNA ini mengubah tingkatan dari produk protein dari gen ini. Protein ini
kemudian memperantarai respon hormon Thyroid. Hormon Thyroid dikenal sebagai modulator
tumbuh kembang → penting pada usia balita
3.4. Reseptor Hormon
Setiap sel memiliki banyak sekali jenis reseptor, baik reseptor hormon, vitamin, produk
metabolisme ataupun reseptor xenobiotic. Reseptor secara umum berarti penerima rangsang. Tetapi
secara biomolekular adalah struktur khusus bagian dari suatu sel di membran, di sitosol dan di
membran organella / nucleus.
3.4.1. Reseptor Hormon dan Aktivasinya
Langkah pertama kerja suatu hormon adalah pengikatan hormon pada reseptor spesifik di sel
target. Sel yang tidak memiliki reseptor untuk hormon tersebut tidak akan berespons. Reseptor untuk
beberapa hormon terletak pada membrane sel target, sedangkan reseptor hormon yang lain berada
dalam sitoplasma atau di nucleus. Ketika hormon terikat pada reseptornya. Hal tersebut biasanya akan
menginisiasi serangkaian reaksi di dalam sel, dengan setiap tahap reaksi yang semakin teraktivasi
sehingga sejumlah kecil konsentrasi hormon bahkan dapat mempunyai pengaruh yang besar.
Reseptor hormon merupakan protein berukuran besar, dan setiap sel yang distimulasi biasanya
memiliki sekitar 200-100000 reseptor. Setiap reseptor biasanya juga sangat spesifik untuk sebuah
hormon; hal ini menentukan jenis hormon yang akan bekerja pada jaringan tertentu. Jaringan target
yang dipengaruhi suatu hormon adalah jaringan yang memiliki reseptor spesifiknya.
3.4.2. Lokasi berbagai Jenis Reseptor Hormon
Reseptor hormon terletak di berbagai tempat sesuai spesifikasinya, lokasi-lokasi reseptor hormon
antara lain:
a. Di dalam permukaaan atau pada permukaan membrane sel, adalah reseptor untuk sebagian besar
spesifik untuk protein, polipeptida, dan hormon katekolamin.
b. Di dalam sitoplasma sel, adalah reseptor untuk berbagai hormon steroid.
c. Di dalam nukleus sel, adalah reseptor untuk hormon tiroid dan lokasinya diyakini berhubungan erat
dengan satu atau lebih kromosom.
3.4.3. Struktur Reseptor Hormon
Setiap reseptor hormon mempunyai sedikitnya dua daerah domain fungsional yaitu :
a. Domain pengenal yang akan mengikat hormon
b. Regio sekunder ; menghasilkan (tranduksi) signal yang merangkaikan pengaturan beberapa fungsi
intrasel
Pada Reseptor intraseluler yaitu reseptor hormon Steroid dan Thyroid, membentuk suatu
superfamili yang besar dari faktor transkripsi. Selain itu adalah reseptor untuk hormon
Glukokortikoid, mempunyai beberapa domain fungsional, yaitu:
a. Regio pengikat hormon dalam bagian terminal karboksil
b. Regio pengikatan DNA yang berdekatan
c. Sedikitnya dua regio yang mengaktifkan transkripsi gen
d. Sedikitnya dua regio yang bertanggung jawab atas translokasi reseptor darisitoplasma ke nukleus
e. Regio yang mengikat protein renjatan panas tanpa adanya ligan
Pada reseptor membrane salah satunya adalah reseptor Insulin, adalah berupa heterotetramer
(α2β2) yang terikat lewat ikatan disulfida yang multipel :
a. Subunit ekstramembran akan mengikat insulin
b. Subunit perentang membran akan mentransduksi sinyal yang mungkin terjadi lewat komponen
tirosin kinase pada bagian sitoplasmik polipeptida ini.
Reseptor IGF, EGF , LDL, umumnya serupa dengan dengan reseptor insulin ini. Reseptor
untuk ANF yang memiliki aktifitas guanilil siklase juga termasuk dalam kelas ini. Reseptor hormon
polipeptida yang mentransduksikan sinyal melalui pengubahan kecepatan produksi cAMP ditandai
dengan adanya tujuh buah domain yang merentangkan membran plasma.
Gambar 3.5 Berbagai Jenis Reseptor Membran dengan Contoh masing-masing
Struktur molekul reseptor permukaan sel bervariasi. Gambar di bawah ini menunjukkan
struktur reseptor epidermal growth factor, yang memiliki struktur sederhana yaitu terdiri dari peptida
tunggal yang menembus membran, kebanyakan reseptor growth factor memiliki struktur semacam
ini. Reseptor yang lain, misalnya untuk insulin memiliki lebih dari satu subunit. Reseptor beta-
adrenergic terdiri dari satu unit protein tetapi konformasinya menembus membran tujuh kali sehingga
biasa disebut dengan seven trans membrane receptor.
Gambar 3.6 Struktur Reseptor Epidermal Growth Factor
3.4.4. Pengaturan Jumlah dan Sensitifitas Reseptor Hormon
Jumlah reseptor sel target biasanya tidak konstan dari hari ke hari, atau bahkan dari menit ke
menit. Reseptor protein itu sendiri dalam fungsinya seringkali dinonaktifkan atau dihancurkan, dan
pada waktu yang lain reseptor tersebut diaktifkan kembali atau reseptor yang baru dibuat oleh
mekanisme pembentukan protein. Contohnya : peningkatan kadar hormon dan penambahan ikatan
hormon dengan reseptor sel target kadang-kadang menimbulkan pengurangan jumlah reseptor yang
aktif.
Down regulation dari reseptor ini dapat terjadi sebagai akibat dari :
(1) Inaktivasi sejumlah molekul reseptor
(2) Inaktivasi sejumlah molekul sinyal protein intrasel
(3) Sekuestrasi reseptor untuk sementara waktu di dalam sel, yang jauh dari tempat kerja hormon
yang berinteraksi dengan reseptor membrane sel.
(4) Destruksi reseptor oleh lisosom setelah reseptor masuk ke dalamnya
(5) Pengurangan produksi reseptor
Down regulation receptor akan mengurangi respon jaringan target terhadap hormon.
Sejumlah hormon menimbulkan up-regulation reseptor dan protein pemberi sinyal intrasel; yaitu
hormon penstimulasi memacu pembentukan reseptor atau molekul sinyal intrasel oleh perangkat
pembentukan protein sel target dalam jumlah yang melebihi normal, atau lebih banyak ketersediaan
reseptor untuk berinteraksi dengan hormon. Bila hal tersebut terjadi, jaringan target akan semakin
sensitive terhadap stimulasi hormon terkait.
3.4.5. Reseptor Membran dan Reseptor Intraseluler
Reseptor membran, molekul sinyal ekstraseluler menimbulkan perubahan pada reseptor, tanpa
harus masuk ke dalam sel. Ada 3 klas reseptor permukaan sel:
A. Reseptor yang mengikat ion kanal (Ionotropic Receptor)
Gambar 3.7 Reseptor yang mengikat ion kanal (Ionotropic Receptor)
B. Reseptor yang mengikat ―GTP-binding Protein‖ (G-Protein)
Gambar 3.8 Reseptor yang mengikat ―GTP-binding Protein‖ (G-Protein) 23
C. Reseptor yang mengikat enzim (Enzym-linked receptor)
Gambar 3.9 Reseptor yang mengikat enzim (Enzym-linked receptor)
Reseptor intrasel tersusun atas rantai polipeptida tunggal yang terdiri dari tiga domain, antara
lain:
1) Domain amino terminus: regio ini berperan pada aktivasi dan stimulasi transkripsi dengan cara
berinteraksi dengan komponen transkripsional yang lain. Sekuen domain ini berbeda-beda pada
berbagai jenis reseptor.
2) Domain pengikatan DNA: asam amino pada regio ini berperan pada pengikatan reseptor pada
urutan spesifik pada DNA.
3) Domain karboksi terminus atau ligand-binding domain: region ini mengikat hormon.
Sejumlah hormon yang meliputi hormon steroid, gonad, dan adrenal, hormon tiroid. Hormon
retinoid dan vitamin D berikatan dengan reseptor protein di dalam sel dan bukan di membran sel.
Karena hormon-hormon tersebut bersifat larut dalam lemak, hormon tersebut menembus membran sel
dengan mudah dan berinteraksi dengan reseptor di sitoplasma atau nukleus. Komplek reseptor hormon
yang teraktifasi berikatan dengan urutan pengaturan yang spesifik (promotor) di DNA yang disebut
hormon response element, dan dengan cara ini akan mengaktivasi atau menekan transkripsi gen yang
spesifik dan pembentukan m-RNA. Oleh sebab itu dalam hitingan menit, jam, atau bahkan berhari-
hari setelah hormon memasuki sel, protein yang baru akan terbentuk di sel dan menjadi pengatur
fungsi sel yang baru atau mengubah fungsi sel.
Reseptor hormon steroid dan tiroid berada di dalam sel target, pada sitoplasma atau nukleus,
dan berfungsi sebagai ligand-dependent transcription factors. Jadi kompleks hormon-reseptor
berikatan dengan regio promoter pada gen dan menstimuli atau menghambat ekspresi gen, yang
menghasilkan perubahan fenotipik pada ekspresi protein.
Berikut contoh reseptor hormon intraselular:
a. RESEPTOR HORMON TIROID
Hormon T3 dan T4 bersifat lipofilik dan dapat berdifusi lewat membrane lasma semua sel,
menumpai reseptor spesifiknya di dalam sel sasaran. Reseptor hormon tiroid manusia terdapat paling
tidak dalam tiga bentuk: hTR-α1 dan 2 serta hTR-β1. hTR-α mengandung 410 asam amino,
mempinyai sekitar 47.000, gennya terletak pada krmosom 17. hTR-β mengandung 456 asam amino
dengan BM sekitar 52.000, gennya terletak pada kromosom 3. Setiap resptor mengandung tiga daerah
spesifik.
1. Suatu daerah amino terminal yang meningkatkan aktvitas resptor
2. Suatu daerah pengikat DNA sentral dengan dua jari-jari sistein—seng
3. Suatu daerah pengikat hormon terminal karboksil
Ada kemungkinan bahwa hTR-β1 dan hTR-α1 merupakan bentuk resptor yang aktif secara
biologic. hTR-α2 tidak mempunyai kemampuan mengikat hormon tetapi berikatan dengan unsure
respon hormon tiroid (TRE) pada DNA dengan demikian dapat bertindak pada beberapa kasus untuk
mengambat T3. Mutasi titik pada gen hTR-β yang menimbulkan reseptor T3 abnormal merupakan
penyebab dari sindroma resistensi generalisata terhadap hormon tiroid (sindroma refetotof).
b. RESEPTOR HORMON ESTROGEN
Reseptor estrogen memiliki beberapa domain fungsional.
1. Domain berikatan dengan DNA, terdiri dari dua ikatan seng yang terlibat dalam pengikatan dan
dimerisasi reseptor.
2. Domain berikatan dengan ligan, berisi perangkat asam amino berbeda yang mengikat ligan
berbeda; domain ini juga berinteraksi dengan protein koregulator.
3. Domain terminal-N, memiliki derajat variabilitas tinggi dan normalnya terdiri dari domain
transkripsi yang bisa berinteraksi secara langsung dengan faktor-faktor perlengkapan transkripsional.
4. Domain terminal-C mengkontribusi kapasitas transaktivasi reseptor.
Ada dua subtipe reseptor estrogen dan beberapa isoform serta sambungan varian dari setiap subtipe.
Subtipe pertama, reseptor estrogen α klasik, pertama kali diklon tahun 1986. Subtipe kedua, reseptor
estrogen β yang paling terkini. Kedua subtipe reseptor ini bervariasi dalam struktur dan gen-gen
pengode mereka di dalam kromosom-kromosom yang berbeda. Gen reseptor estrogen α telah
dipetakan pada lengan panjang. Distribusi jaringan reseptor estrogen α dan reseptor estrogen β
berbeda, walaupun ada beberapa tumpang tindih. Sel-sel granulosa dan perkembangan spermatid
berisi kebanyakan reseptor estrogen β dan subtipe ini ada pada beberapa jaringan-jaringan target
nonklasik, termasuk ginjal, mukosa usus, parenkim paru, sumsum tulang, tulang, otak, sel-sel
endotelial, dan kelenjar prostat. Kontrasnya, endometrium sel-sel kanker payudara, dan stroma
ovarium isinya kebanyakan reseptor estrogen α. 26
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hormon adalah zat yang dikeluarkan dari suatu kelenjar ke suatu aliran darah untuk mempengaruhi
kegiatan sel di dalam tubuh. Hormon dapat diklasifikasikan berdasarkan kelenjarnya, senyawa kimia,
sifat reseptor, dan lokasi reseptornya.
2. Mekanisme kerja hormon dipengaruhi oleh reseptor dan second messenger, yaitu cAMP, Ca2+, dan
Fosfatidilinositol bifosfat (PIP2) untuk mencapai fungsi fisiologis dari hormon tersebut.
3. Reseptor hormon dibagi menurut letaknya meliputi reseptor hormone membrane dan reseptor
hormone itraseluler, dimana reseptor hormone membrane mengikat hormone yang hidrofilik,
sedangkan reseptor membrane intraseluler mengikat hormone yang lipofilik.
27
DAFTAR PUSTAKA
Gavrieli,Y.,Y.Sherman,and S.A Ben-Sasson. (1992). Identification of programed cell death in situ via
specific llabeling of nuclear DNA fragmentation. J.CellBiol. 119:493-501
Haqiqi. 2008. Biosintesis hormone tiroid dan paratiroid. Malang : Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya.
Marks, Dawn B. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar:Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Thompson,H.J.,R.Strange and P.J.Schedin. (1992) Apoptosis in the genesis and prevention of cancer.
Cancer Epidem. Biomarkers and Prevention 1 : 597-602