makalah bmsp 3

36
CLINICAL MEDICINE RELEV TO DENTISTRY RELATED TO INFECTION AND NON INFECTION OF ORAL DISEASES 5 BMSP 3 Farmakologi MAKALAH disusun untuk memenuhi syarat mengikuti mata kuliah BMSP 5 Oleh : Vita Sepfina 160110110113 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Jatinangor

Upload: vita-sepfina

Post on 10-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

,i

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah BMSP 3

CLINICAL MEDICINE RELEV TO DENTISTRY RELATED TO

INFECTION AND NON INFECTION OF ORAL DISEASES 5

BMSP 3 Farmakologi

MAKALAH

disusun untuk memenuhi syarat mengikuti mata kuliah BMSP 5

Oleh :

Vita Sepfina

160110110113

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Padjadjaran

Jatinangor

2013

Page 2: Makalah BMSP 3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan

karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Pada

kesempatan ini, saya pun ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini.

Makalah ini berjudul “BMSP 3 Farmakologi” yang semoga dapat menambah ilmu

dan pengetahuan pembaca.

Sesuai kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Tentunya makalah ini masih

jauh dari kesempurnaan, karena itu, saya meminta saran dan kritik jika ada kesalahan.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat.

Penulis

i

Page 3: Makalah BMSP 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

Bab I Pendahuluan 1

Bab II Pembahasan 2

1. Pengertian Farmakologi 22. Pengertian Obat 23. Cabang Farmakologi 34. Farmakokinetik 35. Farmakodinamik 56. Pengembangan Obat (Development Of Drug) 5

7. Mekanisme Kerja Obat 14

8. Bioavailability  17

9. Efek Obat 17

Bab II Kesimpulan 19

Daftar Pustaka 20

ii

Page 4: Makalah BMSP 3

iii

Page 5: Makalah BMSP 3

BAB I

PENDAHULUAN

Obat ialah zat atau bahan yang dapat mempengaruhi fungsi biologi suatu

organisme baik pada tingkat molekuler, seluler, organ atau organisme utuh baik sebagai

individu.

Obat dapat digunakan untuk tujuan diagnosis, terapi (kuratif atau preventif) dan

untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatan. Obat untuk diagnosis misalnya

tuberkulin untuk diagnosis infeksi tuberkulosa.

Farmakologi bersaral dari kata “pharmacon” (obat) dan “logos” (ilmu

pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara

kerjanya pada system biologis.

1

Page 6: Makalah BMSP 3

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Farmakologi

Farmakologi berasal dari kata Pharmacon (Yunani), phamarca yang mempunyai arti :

obat. Jadi Farmakologi ialah ilmu tentang obat. Kata terapeutik berasal dari kata terapi yang

artinya pengobatan, cara pengobatan. Terapeutik artinya berkaitan dengan terapi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, farmakologi ialah ilmu tentang interaksi antara

obat, sistem dan proses hidup untuk kepentingan diagnosis, pencegahan perawatan dan

pengobatan penyakit.

Menurut Prof. Dr. Rudi Syarief Sumadilaga, farmokologi adalah suatu pengetahuan

mengenai sejarah, sumber-sumber, sifat-sifat fisik dan kimia, meracik obat, efek-efek

biokimia dan efek-efek biologis, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotrasformasi dan

eksresi, penggunaan terapeutik dan penggunaan lain-lain dari pada obat.

Menurut Dra. Arini Setiawati, PhD farmokologi mencakup tentang pengetahuan sejarah,

sumber, sifat kimia dan fisik, komposisi, efek fisioligis dan biokimia, mekanisme kerja,

absorbsi, distribusi, biotransformasi, eksresi dan penggunaan obat.

2. Pengertian Obat

Beberapa pengertian tentang obat:

2.1. Menurut Prof. Dr. Rudi Syarief Sumadilaga

Obat adalah suatu zat kimia yang mempengaruhi proses – proses hidup.

2.2. Menurut Dr. Med. Ahmad Ramali

Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau

menyembuhkan penyakit. (Drug : Inggris, pharmaca, Latin, remedy, Inggris, remedium,

Latin).

2.3. Menurut Undang – undang No. 7 tahun 1963

Obat adalah obat yang dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari binatang, tumbuh –

tumbuhan, mineral dan obat sintetis.

2

Page 7: Makalah BMSP 3

3

Dikenal juga obat tradisional dan obat kelompok fitoterapi.

2.4. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan

hewan, bahan mineral, sedian sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang

secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

(Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan).

2.5. Obat Kelompok Fitoterapi adalah sedian obat dari bahan alam, terutama dari alam

nabati yang telah jelas khasiatnya dan bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan

galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal, sehingga terjamin keseragaman

komponen aktif, keamanan dan kegunaannya. ( Depkes RI, 1985 ).

3. Cabang Farmakologi

3.1. Farmakokinetika (Pharmacokinetics) ialah cabang farmakologi yang meneliti pengaruh

sel hidup terhadap obat-obat, dilihat dari aspek penyerepan, biotrtansfarmasi dan eksresi.

3.2. Farmakodinamika (Pharmacodinamics) ialah cabang ilmu yang mempelajari efek

biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.

3.3. Farmakognosi (Pharmacognosy) ialah cabang farmakologi yang mempelajari sifat-sifat

tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber bahan obat.

3.4. Farmakoterapi (Pharmacotherapy) ialah cabang farmakologi yang berhubungan dengan

penggunaan obat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit.

3.5. Farmakologi Klinik ialah cabang farmakologi yang mempelajari efek obat pada

manusia .

3.6. Farmakologi Eksperimental ialah cabang farmakologi yang mempelajari pengaruh obat

pada manusia, obat dicobakan dulu pada hewan dan dipelajari efeknya.

3.7. Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia, termasuk obat, zat yang

digunakan dalam rumah tangga, industri maupun lingkungan hidup lainnya misalnya

insektisida, pestisida dan zat pengawet.

4. Farmakokinetik

Suatu obat yang diminum per-oral akan melalui tiga fase.

4.1. Fase Farmasetik ( disolusi )

Page 8: Makalah BMSP 3

4

4.2. Fase Farmakokinetik

4.3. Fase Farmakodinamik

Dalam fase farmasetik obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membrane

biologis.

Fase farmakokinetik terdiri atas empat proses :

4.4. Absorpsi

4.5. Distribusi

4.6. Metabolism ( biotransformasi )

4.7. Eksresi ( eliminasi )

Proses pemecahan tablet atau pil menjadi partikel- partikel yang lebih kecil disebut

“Disintegrasi“. Sedangkan proses melarutnya partikel- partikel kecil dalam cairan

gastrointestinal untuk di absorpsi disebut “Disolusi“.

Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Absorpsi

adalah pegerakan partikel-partikel obat dari saluran gastrointestinal ke dalam cairan tubuh

melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif atau pinositosis.

Kebanyakan obat oral diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan vilimukosa yang

luas. Absorpsi pasif umumnya terdiri melalui difusi (pergerakan dari konsentrasi tinggi ke

konsentrasi rendahnya). Sedangkan absorpsi aktif membutuhkan karier (pembawa) untuk

bergerak melawan perbedaan konsentrasi.

Sedangkan Pinositosis berarti membawa obat menembus menbran dengan proses

menelan.

4.8. Absorpsi obat dipengaruhi oleh :

4.8.1. Aliran darah

4.8.2. Rasa nyeri

4.8.3. Stress

4.8.4. Kelaparan

4.8.5. Makanan dan pH

Page 9: Makalah BMSP 3

5

Adapun distribusi adalah proses dimana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan

jaringan. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatan penggabungan)

terhadap jaringan dan efek pengikat dengan protein.

Metabolisme atau biotransformasi. Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme.

Kebanyakan obat diinaktifkan oleh enzim- enzim hati diubah atau ditransformasikan oleh

enzim- enzim hati menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air untuk dieksresikan.

Penyakit- penyakit hati seperti sirosis dan hepatitis mempengaruhi metabolisme obat. Waktu

paruh ( t ½ ) dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat

untuk dieliminasi.

Metabolisme obat dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya pada

kelainan fungsi hati atau ginjal pada waktu obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat

dimetabolisme dan dieliminasi. Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-

rute lain meliputi empedu, fases, paru- paru, saviva, keringat dan air susu ibu.

5. Farmakodinamik

Beberapa Pengertian Farmakodinamik.

Farmakodinamik adalah bagian dari farmakologi yang mempelajari cara kerja obat,

efek obat terhadap faal tubuh dan perubahan biokimia tubuh.( Mulkam Yahya Lubis, Rizal

H. Nasution, Pengantar Farmakologi)

Farmakodinamik ialah ilmu yang mempelajari kerja obat, efek obat terhadap fungsi

berbagai organ dan pengaruh obat terhadap reaksi biokimia dan struktur organ. Artinya

pengaruh obat terhadap sel hidup. (Moh. Anief, ilmu farmasi)

Farmakonamik ialah ilmu yang membicarakan efek- efek biokimia dan fisiologis, dan

mekanisme kerja obat. (Rudi Syarief Sumadilaga, pengantar Farmakologi).

Farmakodinamik ialah ilmu yang mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia

selular dan mekanisme kerja obat.

6. Pengembangan Obat (Development Of Drug)

Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber yaitu

dari tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan (heparin

untuk mencegah pembekuan darah), kultur mikroba (penisilin G sebagai antibiotik pertama),

Page 10: Makalah BMSP 3

6

urin manusia (choriogonadotropin) dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan human insulin

untuk menangani penyakit diabetes. Dengan mempelajari hubungan struktur obat dan

aktivitasnya maka pencarian zat baru lebih terarah dan memunculkan ilmu baru yaitu kimia

medisinal dan farmakologi molekular.

6.1. Sebagian besar obat baru atau produk obat ditemukan atau dikembangkan melalui satu

atau lebih dari enam pendekatan berikut:

6.1.1. Identifikasi atau elusidasi target obat baru

6.1.2. Desain obat baru yang rasional berdasarkan pemahaman akan mekanisme

biologik, struktur reseptor, dan struktur obat.

6.1.3. Modifikasi molekul terkait secara kimiawi.

6.1.4. Skrining terhadap aktivitas biologik produk-produk alamiah, kumpulan berbagai

unsur kimiawi yang telah ditemukan sebelumnya, dan kumpulan berbagai peptida,

asam nukleat, dan molekul organik lainnya.

6.1.5. Bioteknologi dan kloning menggunakan gen untuk menghasilkan berbagai peptida

dan protein. Upaya untuk menemukan target dan pendekatan dalam pengembangan

dan penemuan obat baru terus dilakukan melalui berbagai penelitian dalam bidang

genomik, proteomik, asam nukleat dan farmakologi molekuler untuk terapi

medikamentosa. Peningkatan jumlah target obat pada penyakit secara signifikan

hendaknya memotivasi pembaruan dan peningkatan obat.

6.1.6. Kombinasi berbagai obat yang telah dikenal untuk mendapatkan efek aditif atau

sinergistik atau reposisi obat tersebut untuk keperluan pengobatan yang baru.

6.2. Penyaringan Obat

Tanpa memandang sumber atau gagasan utama yang mengarah pada suatu

molekul kandidat obat, uji obat melibatkan serangkaian eksperimen dan penelitian pada

makhluk hidup yang dilaksanakan secara konsisten. Proses ini dinamakan skrining obat.

Beragam uji (assay) biologik pada hewan percobaan baik pada tingkat molekular,

selular, organ, maupun holistik digunakan untuk menentukan aktivitas dan selektivitas

obat. Jenis dan jumlah uji skrining awal bergantung pada tujuan farmakologi dan

terapeutik. Berbagai obat anti-infeksi akan diuji terhadap berbagai organisme penyebab

infeksi, beberapa diantaranya menunjukkan resitensi terhadap obat standar, dan berbagai

Page 11: Makalah BMSP 3

7

obat hipoglikemik akan diuji kemampuannya untuk menurunkan gula darah, dan

sebagainya. Selain itu, kumpulan berbagai kerja lainnya dari satu molekul juga akan

diteliti untuk menentukan mekanisme kerja dan selektivitas obat. Hal ini mempunyai

keuntungan karena dapat memperlihatkan berbagai efek toksik baik yang diduga

maupun yang tidak diduga. Terkadang, seorang pengamat yang cukup teliti dapat

menemukan suatu efek terapeutik yang tidak diduga sebelumnya. Pemilihan molekul-

molekul yang akan diteliti lebih lanjut paling efisien dilakukan melalui model penyakit

manusia pada hewan percobaan. Pada umumnya, manusia memiliki obat-obatan yang

adekuat untuk berbagai keadaan dengan model perkiraan pra klinis yang baik (contohnya

obat antibakterial, penyakit hipertensi atau trombotik). Untuk penyakit yang memiliki

model pra klinis yang buruk atau yang sama sekali belum memiliki model pra klinis,

seperti pada penyakit Alzheimer, obat-obatan yang adekuat umumnya belum tersedia

dan jarang terdapat terobosan baru dalam peningkatan terapi.

Selama skrining obat berlangsung, berbagai penelitian dilakukan untuk

mendapatkan profil farmakologis obat tersebut pada tingkat molekular, selular, sistem,

organ, dan orgnisme. Sebagai contoh, serangkaian uji akan dilakukan terhadap suatu

obat yang dirancang sebagai antagonis adrenoseptor-α pembuluh darah untuk

pengobatan hipertensi.

Pada tingkat molekuler, skrining akan dilakukan terhadap senyawa tersebut untuk

menentukan afinitas ikatan dengan reseptor pada membran sel yang mengandung

berbagai reseptor α (jika memungkinkan, pada reseptor yang terdapat pada manusia),

pada berbagai reseptor lainnya, dan pada tempat pengikatan enzim. Jika struktur kristal

obat beserta targetnya tersedia, analisis struktur biologi atau skrining virtual dengan

menggunakan komputer (computer-assisted virtual screening) dapat dilakukan untuk

lebih memahami interaksi obat dengan reseptor. Berbagai penelitian awal dapat

dilakukan untuk memperkirakan efek-efek yang mungkin akan menyebabkan

metabolisme obat yang tidak diinginkan atau komplikasi toksikologik. Sebagai contoh,

penelitian terhadap enzim sitokrom P450 hati dilakukan untuk menentukan apakah obat

tersebut berfungsi sebagai substrat atau inhibitor enzim tersebut atau akan

mempengaruhi metabolisme obat lain. Pengaruhnya terhadap kanal ion jantung seperti

Page 12: Makalah BMSP 3

8

kanal kalium hERG, yang diperkirakan dapat menyebabkan aritmia yang mengancam

jiwa, dapat dipertimbangkan.

Pengaruhnya terhadap fungsi sel akan diteliti untuk menentukan apakah obat

tersebut bersifat agonis, agonis parsial, atau antagonis reseptor α. Suatu jaringan terpisah

(isolated tissue), terutama jaringan otot polos pembuluh darah, digunakan untuk melihat

aktivitas farmakologis dan selektivitas senyawa baru dibandingkan dengan senyawa

referensi. Pembandingan dengan obat-obatan lain juga dilakukan pada preparat in vitro

lain seperti otot polos saluran cerna dan bronkus. Pada tiap tahapan proses ini, senyawa

harus memenuhi persyaratan spesifik untuk dapat maju ke tahapan selanjutnya. 7

Penelitian pada hewan secara holistik umumnya diperlukan untuk menentukan

efek obat pada sistem organ dan model penyakit. Penelitian pengaruh semua obat baru

terhadap kardiovaskular dan ginjal umumnya pertama kali dilakukan pada hewan

normal. Jika memenuhi standar kelayakan, penelitian juga dapat dilakukan pada model

penyakit. Suatu kandidat obat antihipertensi akan diujikan pada hewan percobaan

dengan hipertensi untuk melihat apakah terjadi penurunan tekanan darah sesuai dosis

(dose-related manner) dan untuk mengetahui efek lain senyawa tersebut. Berbagai bukti

mengenai lama kerja dan efektivitas senyawa tersebut baik pada pemberian oral maupun

parenteral kemudian akan dikumpulkan. Jika terbukti berpotensi, zat ini akan diteliti

lebih lanjut mengenai kemungkinan adanya efek samping terhadap berbagai sistem

organ utama, termasuk pernapasan, gastrointestinal, endokrin, dan sistem saraf pusat

(SSP).

Berbagai penelitian ini dapat memberikan anjuran mengenai perlu tidaknya

dilakukan modifikasi kimiawi lebih lanjut untuk memperoleh sifat-sifat farmakokinetik

dan farmakodinamik yang lebih diinginkan. Sebagai contoh, penelitian pada pemberian

obat secara oral dapat memperlihatkan bahwa obat ini sukar diabsorpsi atau cepat

dimetabolisme dalam hati; modifikasi untuk meningkatkan bioavailabilitas mungkin

diindikasikan. Jika obat direncanakan untuk digunakan secara menahun, perlu dilakukan

kajian mengenai perkembangan toleransi. Untuk berbagai obat yang berhubungan

dengan atau memiliki mekanisme kerja yang serupa dengan berbagai obat yang

diketahui menyebabkan ketergantungan fisik, potensi penyalahgunaannya juga perlu

diteliti. Mekanisme farmakologik untuk tiap kerja utama obat juga akan dicari.

Page 13: Makalah BMSP 3

9

Hasil yang diinginkan dari prosedur skrining ini (yang mungkin perlu diulang

beberapa kali dengan analog atau kongener molekul aslinya) disebut sebagai senyawa

utama (lead compound), yaitu kandidat utama untuk obat baru yang diperkirakan akan

berhasil. Senyawa tersebut umumnya akan didaftarkan dan dipatenkan baik sebagai

senyawa baru (paten mengenai komposisi suatu materi) yang bermanfaat maupun

sebagai pengobatan yang baru dan berbeda dengan zat kimiawi yang telah dikenal

sebelumnya untuk suatu penyakit (paten mengenai penggunaan).

6.3. Uji Keamanan Dan Toksisitas Praklinik

Semua obat bersifat toksik pada dosis tertentu. Menetapkan batas toksisitas dan

indeks terapeutik antara manfaat dan risiko (risk and benefit) suatu obat secara tepat

mungkin merupakan bagian terpenting dari proses pengembangan suatu obat baru.

Sebagian besar kandidat obat gagal dipasarkan, tetapi seni pengembangan dan penemuan

obat terletak pada kajian dan manajemen resiko yang efektif, bukan pada penghindaran

risiko secara total.

Berbagai obat kandidat yang telah melewati prosedur skrining dan penetapan

profil awal harus dievaluasi secara hati-hati akan adanya berbagai risiko potensial

sebelum dan selama dilakukannya uji klinis. Bergantung pada tujuan penggunaan obat,

uji toksisitas pra klinik mencakup sebagian besar atau seluruh prosedur yang tercantum

dalam tabel I. Walaupun tidak ada zat kimiawi yang dapat dikatakan sepenuhnya ‘aman’

(bebas dari risiko), tujuan uji ini adalah untuk memperkirakan risiko yang berhubungan

dengan keterpajanan terhadap kandidat obat dan untuk mempertimbangkan hal ini dalam

hubungannya dengan penggunaan terapeutik dan lama penggunaan suatu obat.

Berbagai tujuan penelitian terhadap toksisitas pra klinik antara lain adalah untuk

mengidentifikasi potensi terjadinya toksisitas pada manusia; merancang berbagai uji

untuk menetapkan mekanisme toksis lebih jauh; dan memperkirakan toksisitas yang

spesifik dan paling relevan untuk dipantau dalam uji-uji klinis. Sebagai tambahan

berbagai penelitian yang tercantum dalam tabel I, diperlukan pula beberapa perkiraan

kuantitatif seperti ‘no effect’ dose – dosis maksimum tidak terlihatnya suatu efek toksik

tertentu; dosis letal minimum – dosis terkecil yang dapat mematikan hewan percobaan;

dan, bila perlu, dosis letal median (LD50) – dosis yang mematikan sekitar 50% hewan.

Page 14: Makalah BMSP 3

10

Saat ini nilai LD50 ,diperkirakan dengan menggunakan hewan percobaan dalam jumlah

yang sekecil mungkin. Berbagai dosis ini digunakan dalam perhitungan dosis awal yang

akan diujikan pada manusia, biasanya diambil seperseratus atau sepersepuluh dari nilai

no-effect dose pada hewan.

Terdapat berbagai keterbatasan dalam uji praklinis yang penting untuk diketahui

antara lain sebagai berikut:

6.3.1. Uji toksisitas merupakan uji yang menyita waktu dan mahal. Diperlukan waktu

sekitar 2 sampai 6 tahun untuk mengumpulkan dan menganalisa data serta

memperkirakan indeks terapeutik (suatu perbandingan antara jumlah senyawa yang

memberikan efek terapeutik dan yang menyebabkan efek toksik) obat sebelum

dianggap layak uji pada manusia.

6.3.2. Diperlukan sejumlah besar hewan percobaan untuk mendapatkan data praklinis

yang sahih (valid). Para ilmuwan menaruh perhatian besar akan hal ini, dan berbagai

kemajuan telah dicapai untuk menurunkan jumlah hewan yang digunakan dengan

tetap mempertahankan kesahihan data. Kultur sel dan jaringan dengan berbagai

metode in vitro makin banyak digunakan, namun nilai perkiraan yang dihasilkan

masih sangat terbatas. Walaupun demikian, beberapa golongan masyarakat berusaha

untuk menghentikan semua uji menggunakan hewan percobaan dengan alasan yang

tidak berdasar bahwa hal ini tidak diperlukan lagi.

6.3.3. Ekstrapolasi indeks terapeutik dan data toksisitas dari hewan ke manusia dapat

memberikan perkiraan untuk sebagian besar toksisitas tetapi tidak seluruhnya.

Untuk menemukan suatu proses yang lebih maju, dibentuklah Predictive Safety

Testing Consortium, yakni suatu badan yang merupakan gabungan lima perusahaan

farmasi terbesar di Amerika Serikat dengan Food and Drug Administration (FDA)

sebagai badan penasehat, untuk memperkirakan keamanan suatu pengobatan

sebelum diujikan pada manusia. Hal ini dicapai dengan cara menggabungkan

berbagai metode laboratorium yang dikembangkan secara internal dalam tiap

perusahaan farmasi.

6.3.4. Untuk kepentingan statistik, berbagai efek samping yang jarang ditemui tidak

mungkin dideteksi.

Page 15: Makalah BMSP 3

11

Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini diperoleh

informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon

obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada

reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu

menguji pada hewan utuh. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit,

tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-

hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan obat. Hanya dengan menggunakan hewan

utuh dapat diketahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau

aman.

6.3.5. Penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi :

6.3.5.1. Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis

6.3.5.2. Kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenisitas)

6.3.5.3. Pertumbuhan tumor (onkogenisitas atau karsinogenisitas)

6.3.5.4. Kejadian cacat waktu lahir (teratogenisitas)

Selain toksisitasnya, uji pada hewan dapat mempelajari sifat farmakokinetik obat

meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Semua hasil pengamatan

pada hewan menentukan apakah dapat diteruskan dengan uji pada manusia. Ahli

farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi farmasi dalam pembuatan formula obat,

menghasilkan bentuk-bentuk sediaan obat yang akan diuji pada manusia.

Di samping uji pada hewan, untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan

telah dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk menentukan khasiat obat contohnya

uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji anti mikroba pada

perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan

uji khasiat pada hewan tetapi belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji

toksisitas sampai saat ini masih tetap dilakukan pada hewan percobaan, belum ada

metode lain yang menjamin hasil yang menggambarkan toksisitas pada manusia, untuk

masa yang akan datang perlu dikembangkan uji toksisitas secara in vitro.

Setelah calon obat dinyatakan mempunyai kemanfaatan dan aman pada hewan

percobaan maka selanjutnya diuji pada manusia (uji klinik). Uji pada manusia harus

diteliti dulu kelayakannya oleh komite etik mengikuti Deklarasi Helsinki.

Page 16: Makalah BMSP 3

12

6.3.6. Uji klinik terdiri dari 4 fase yaitu :

6.3.6.1. Fase I, calon obat diuji pada sukarelawan sehat (25-50) untuk mengetahui

apakah sifat yang diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia.

Pada fase ini ditentukan hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan

profil farmakokinetik obat pada manusia. Meskipun tujuan dari fase I ini

adalah untuk mendapatkan dosis maksimum yang dapat ditoleransi, namun

studi fase I ini diatur untuk mencegah keracunan berat. Jika obat yang hendak

diuji memiliki toksisitas yang signifikan, seperti pada kasus terapi kanker dan

AIDS, pasien sukarelawan dengan penyakit yang berkaitanlah yang digunakan

pada fase I dibanding menggunakan sukarelawan normal. Percobaan fase I

dilakukan untuk menentukan apakah manusia dan hewan memperlihatkan

respon yang berbeda secara signifikan terhadap obat dan untuk menentukan

batas rentang dosis klinis aman yang memungkinkan. Percobaan ini “terbuka”;

dimana penguji dan subyek mengetahui apa yang diberikan selama percobaan.

Banyak dugaan keracunan terdeteksi pada fase ini. Pengukuran farmakokinetik

penyerapan, waktu paruh, dan metabolisme biasanya dilakukan pada fase I.

Studi fase I biasanya dilakukan pada pusat-pusat penelitian dengan ahli

farmakologi klinis yang telah dilatih khusus.

6.3.6.2. Fase II, calon obat diuji pada pasien tertentu (100-200), diamati efikasi

pada penyakit yang diobati. Yang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek

yang potensial dengan efek samping rendah atau tidak toksik. Pada fase ini

mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan obat. Rentang

toksisitas yang lebih luas mungkin saja terdeteksi pada fase ini, dimana uji fase

II biasanya dilakukan pada pusat-pusat klinis khusus (misal rumah sakit

universitas).

6.3.6.3. Fase III melibatkan kelompok besar pasien (mencapai ribuan), di sini obat

baru dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang

sudah diketahui. Selama uji klinik banyak senyawa calon obat dinyatakan tidak

dapat digunakan. Akhirnya obat baru hanya lolos 1 dari lebih kurang 10.000

senyawa yang disintesis karena risikonya lebih besar dari manfaatnya atau

kemanfaatannya lebih kecil dari obat yang sudah ada. Sejumlah efek toksik,

Page 17: Makalah BMSP 3

13

khususnya yang disebabkan oleh proses imunologis, pertama kali terlihat nyata

pada fase III.

6.3.6.4. Keputusan untuk mengakui obat baru dilakukan oleh badan pengatur

nasional, di Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, di Amerika

Serikat oleh FDA (Food and Drug Administration), di Kanada oleh Health

Canada, di Inggris oleh MHRA (Medicine and Healthcare Product Regulatory

Agency), di negara Eropa lain oleh EMEA ( European Agency for the

Evaluation of Medicinal Product) dan di Australia oleh TGA (Therapeutics

Good Administration).

Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut, industri pengusul harus

menyerahkan data dokumen uji praklinik dan klinik yang sesuai dengan

indikasi yang diajukan, efikasi dan keamanannya harus sudah ditentukan dari

bentuk produknya (tablet, kapsul dll.) yang telah memenuhi persyaratan

produk melalui kontrol kualitas.

Pengembangan obat tidak terbatas pada pembuatan produk dengan zat

baru, tetapi dapat juga dengan memodifikasi bentuk sediaan obat yang sudah

ada atau meneliti indikasi baru sebagai tambahan dari indikasi yang sudah ada.

Baik bentuk sediaan baru maupun tambahan indikasi atau perubahan dosis

dalam sediaan harus didaftarkan ke Badan POM dan dinilai oleh Komisi

Nasional Penilai Obat Jadi. Pengembangan ilmu teknologi farmasi dan

biofarmasi melahirkan new drug delivery system terutama bentuk sediaan

seperti tablet lepas lambat, sediaan liposom, tablet salut enterik,

mikroenkapsulasi dll. Kemajuan dalam teknik rekombinasi DNA, kultur sel

dan kultur jaringan telah memicu kemajuan dalam produksi bahan baku obat

seperti produksi insulin dll.

6.3.6.5. Setelah calon obat dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama

dengan obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai

maka obat baru diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug dan

dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta dapat diresepkan oleh dokter.

Fase IV, setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca pemasaran (post

marketing surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi,

Page 18: Makalah BMSP 3

14

berbagai usia dan ras, studi ini dilakukan dalam jangka waktu lama untuk

melihat nilai terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan

obat. Setelah hasil studi fase IV dievaluasi masih memungkinkan obat ditarik

dari perdagangan jika membahayakan, sebagai contoh Cerivastatin suatu obat

antihiperkolesterolemia yang dapat merusak ginjal, Entero-vioform

(kliokuinol) suatu obat antidisentri amuba yang pada orang Jepang

menyebabkan kelumpuhan pada otot mata (SMON disease), fenilpropanolamin

yang sering terdapat pada obat flu harus diturunkan dosisnya dari 25 mg

menjadi tidak lebih dari 15 mg karena dapat meningkatkan tekanan darah dan

kontraksi jantung yang membahayakan pada pasien yang sebelumnya sudah

mengidap penyakit jantung atau tekanan darah tinggi, talidomid dinyatakan

tidak aman untuk wanita hamil karena dapat menyebabkan kecacatan pada

janin, troglitazon suatu obat antidiabetes di Amerika Serikat ditarik karena

merusak hati.

6.3.7. Efek Obat yang Merugikan

Reaksi merugikan dari sebuah obat adalah respon membahayakan dan tidak

diinginkan. Sejumlah reaksi merugikan seperti overdosis, efek berlebihan, dan

interaksi obat, bisa terjadi pada siapa saja. Reaksi merugikan biasanya terjadi hanya

pada pasien yang rentan termasuk intoleransi, idiosinkrasi, dan alergi. Selama masa

uji pra klinis dan uji klinis, semua kejadian merugikan harus dilaporkan.

7. Mekanisme Kerja Obat

Tujuan dari mekasnisme kerja obat adalah untuk meneliti efek utama obat dan

mengetahui interaksi obat dengan sel. Untuk mengetahui urutan peristiwa serta spectrum efek

dan respon yang terjadi. Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptor

pada suatu sel organism.

Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional yang mencakup 2 konsep

penting, yaitu obat dapat mengubah kecepatan kegitan faal tubuh dan obat tidak

menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada.

Page 19: Makalah BMSP 3

15

7.1. Mula, Puncak dan Lama Kerja

Mula kerja dimulai pada waktu obat memasuki plasma dan berakhir sampai mencapai

konsentrasi efektif minum ( MEC = minimum effective concentration ). Puncak kerja

terjadi pada saat obat mencapai konsentrasi tertinggi dalam darah atau plasma. Lama

kerja adalah lamanya obat mempunyai efek farmakologis.

7.2. Indeks Terapeutik dan batasan Terapeutik

Indeks Terapeutik (TI) memperkirakan batas keamanan sebuah obat dengan

menggunakan rasio yang mengukur dosis terapeutik efektif pada 50 % hewan (ED ₅₀)

dan dosis letal (mematikan) pada 50 % hewan (LD₅₀) menggunakan rumus berikut:

TI = LD ₅₀

ED ₅₀

Dimana : TI = Indeks Terapeutik

LD = Dosis Letal pada 50 % hewan

ED = Dosis efektif pada 50 % hewan

Semakin dekat rasio suatu obat kepada angka 1, semakin besar bahaya toksisitasnya.

Obat- obat dengan indeks terapeutik rendah mempunyai batas keamanan yang sempit.

Obat- obat dengan indeks terapeutik tinggi mempunyai batas keamanan yang lebar dan

tidak begitu berbahaya dalam menimbulkan efek toksik.

Batas terapeutik dari konsentrasi suatu obat dalam plasma harus berada di antara MEC

(konsentrasi obat terendah dalam plasma untuk memperoleh kerja obat yang di

inginkan ), dan efek toksiknya.

7.3. Kadar Puncak dan Terendah

Kadar obat puncak adalah konsentrasi plasma tertinggi dari sebuah obat pada waktu

tertentu. Jika obat diberikan secara oral, waktu puncaknya mungkin dicapai dalam 10

menit. Kadar rendahnya adalah konsentrasi plasma terendah dari sebuah obat dan

menunjukan kecepatan eliminasi obat.

Kadar rendah diambil beberapa menit sebelum obat diberikan, tanpa memandang apakah

diberikan secara oral atau intravena.

Page 20: Makalah BMSP 3

16

7.4. Efek samping, Reaksi yang merugikan dan Efek Toksik

Efek samping adalah efek fisiologis yang tidak berkaitan dengan efek obat yang

diinginkan. Istilah efek samping dan reaksi yang merugikan kadang- kadang dipakai

bergantian. Reaksi yang merugikan adalah batas efek yang tidak diinginkan (yang tidak

diharapkan dan terjadi pada dosis normal) dari obat - obat yang mengakibatkan efek

samping yang ringan sampai berat. Efek toksik atau toksisitas suatu obat dapat

diindefikasikan melalui pemantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma

(serum).

7.5. Dosis Perhitungan Obat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dosis mempunyai arti :

7.5.1. Takaran obat untuk sekali pakai (dimakan, diminum, disuntikan, dsb) dalam

jangka waktu tertentu.

7.5.2. Ukuran pengobatan yang harus diberikan untuk jangka waktu tertentu (tentang

radiasi atau penyinaran pada daerah atau bagian tubuh tertentu).

Dari kata dosis dikenal :

7.5.3. Dosis ambang adalah dosis minimum yang menimbulkan ganguan pada tubuh.

7.5.4. Dosis maut adalah dosis yang menyebabkan kematian

Menurut Kamus Kimia kata dosis mempunyai arti :

7.5.5. Kuantitas obat yang diberikan pada satu waktu

7.5.6. Jumlah tenaga sinaran mengion per satuan massa zat yang di sinaripada tempat

tertentu, misalnya bagian tubuh yang dinyatakan dalam rem atau rad (dose ).

Juga dikenal istilah dosis maut yang mempunyai arti:

7.5.7. Dosis minimum yang menyebabkan kematian

7.5.8. Dosis sinaran mengion yang cukup besar untuk menyebabkan kematian (fatal

dose)

Page 21: Makalah BMSP 3

17

Dalam Kamus Kedokteran kata dosis berasal dari kata dose (inggris, Latin) yang

mempunyai arti : takaran obat atua sinar rontgen yang diberi pada satu pelayanan.

Dikenal dari kata dosis tersebut adalah :

7.5.9. Dosis awalan (initial dese) ialah : takaran obat, sinar yang diberikan pada

permulaan pengobatan, biasanya dalam jumlah yang lebih besar untuk mendapatkan

efek pengobatan.

7.5.10. Dosis Letal (Lethal Dose) ialah : takaran obat yang menyebabkan kematian.

7.5.11. Dosis rumat (Maintenance Dose) ialah : takaran obat yang diberikan untuk

mempertahankan efek obat yang dicapai, biasanya lebih sedikitdaripada dosis awal.

7.5.12. Dosis Maksimal (Maximal Dose) ialah takaran obat keras terbesar yang dapat

diberikan setiap kali atau setiap 24 jam.

8. Bioavailability (BA)

Bioavailability adalah persentase obat ang diresorpsi tubuh dari suatu dosis ang diberkan dan

tersedia untuk melakukan efek teurapeutisnya.

8.1. BA, dapat diukur in vivo (pada keadaan sesungguhnya pasien), menentukankadar

plasma oba sesdah tercapai steady tate yaitu terjadi keseimbangan antara kadar obat di

semua jaringan tubuh dan kadar dara yang praktis konstan karena jumlah zat yang

diserap dan dieliminasi adalah sama.

8.2. FA, dapat diukur secara in vitro (laboratorium) dengan mengukur kecepatan melarutnya

zat aktif dalam waktu tertentu (dissolution rate). Menggunakan alat khusus meniru

keadaan alai dalan saluran lambung usus. Tapi cara penentuan yang praktis ini arang

menunjukkan orelai kdar obat dalam plasmain vivo (lebih sukar pelaksanaanya)

9. Efek Obat

Umumnya efek obat mempunyai efek atau aksi lebih dari satu, maka efek obat dapat berupa :

9.1. Efek Terapi. Efek Terapi ialah efek atau aksi yang merupakan satu- satunya pada letak

primer. Ada tiga macam pengobatan terapi :

9.1.1. Terapi kausal. Ialah obat yang meniadakan penyebab penyakit

Page 22: Makalah BMSP 3

18

9.1.2. Terapi simtomatik. Ialah obat yang menghilangkan atau meringankan gejala

penyakit.

9.1.3. Terapi Substitusi. Ialah obat yang menggantikan zat yang lazim dibuat oleh orang

yang sakit.

9.2. Efek Samping. Efek Samping ialah efek obat yang tidak diinginkan untuk tujuan efek

terapi dan ikut pada kegunaan terapi.

9.3. Efek Teratogen. Efek Teratogen ialah efek obat yang pada dosis terapi untuk

ibu ,mengakibatkan cacat pada janin.

9.4. Efek Toksis. Efek Toksis ialah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dari efek

samping dan mempunyai efek yang tidak diinginkan. Tergantung besarnya dosis obat

dapat diperoleh efek terapi atau efek toksis.

9.5. Toleransi, Habituasi dan Adiksi. Toleransi adalah peristiwa dinaikkannya dosis obat

terus menerus untuk mencapai efek terapeutis yang sama.

Page 23: Makalah BMSP 3

BAB III

KESIMPULAN

Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewat

proses kimia khususnya lewat reseptor.

Farmakologi mempunyai keterekaitan khusus dengan Farmasi, yaitu ilmu

mengenai cara membuat, memformulasi, meyimpan, dan menyediakan obat.

Farmakologi terfokus pada 2 subdisiplin, yaitu farmakokinetik dan

farmakodinamik. Farmakokinetik atau kinetika obat nasib obat dalam tubuh atau efek

tubuh terhadap obat. Armakokinetik mencakup 4 proses absorpsi (A), distribusi (D),

metabolisme (M), dan ekskresi (E). Farmakodinamik ialah subdisipin farmakologi yang

mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya.

19

Page 24: Makalah BMSP 3

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, B.G., Basic and Clinical Pharmacology 10th edition, Development and

Regulation of Drugs, LANGE McGraw Hill, September 2006

http://trihartonos.blogspot.com/p/farmakologi_7.html

20